LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI...

66
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI TAHUN ANGGRAN 2016 Formulasi Senyawa Aktif Antibakteri Flavonoid dari Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc (NIDN 0008077302) Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg., M.Kes (NIDN 0020035301) Dr. Hendra D. A. Dharsono, drg., Sp.KG (NIDN 0005036402) Sesuai dengan Keputusan a.n. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 625/UN6.3.1/PL/2016 tanggal 14 Maret 2016 UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016

Transcript of LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

TAHUN ANGGRAN 2016

Formulasi Senyawa Aktif Antibakteri Flavonoid dari Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc (NIDN 0008077302) Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg., M.Kes (NIDN 0020035301)

Dr. Hendra D. A. Dharsono, drg., Sp.KG (NIDN 0005036402)

Sesuai dengan Keputusan a.n. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad

tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 625/UN6.3.1/PL/2016 tanggal 14 Maret 2016

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016

Page 2: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….
Page 3: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

ii

PRAKATA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur selalu terpanjatkan kepada Allah

SWT, yang telah memberikan berbagai macam nikmat, karunia dan kasih sayang-

Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal kemajuan penelitian

HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ini tepat pada

waktunya. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Sang Tauladan umat

manusia yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya

hingga akhir zaman kelak. Proposal ini berjudul “Formulasi Senyawa Aktif

Antibakteri Flavonoid dari Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendans)

Sebagai Obat Kumur Alami”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian tesis

ini, terutama kepada:

Ketua LPPM Universitas Padjadjaran, Prof. Dr.

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Budi

Nurani, M.S. beserta seluruh staf atas segala bantuan yang diberikan selama

menjalani proses pendidikan.

Penyusun menyadari dalam penulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu penyusun menerima masukan, kritik dan saran. Penyusun berharap penelitian

ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

Page 4: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

iii

bidang kimia dan kedokteran gigi.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bandung, November 2016

Penyusun

Page 5: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

i

RINGKASAN

Jumlah penderita penyakit infeksi oral yang disebabkan oleh mikroorganisme

memberikan data yang cukup tinggi, baik dari penderita usia balita, remaja dan

manula. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang kurang baik sehingga

mikroorganisme dalam mulut berkembang tanpa adanya pencegahan. Enterococcus

faecalis adalah bakteri patogen yang menginfeksi saluran akar gigi. Saat ini

pencegahan dengan menggunakan obat kumur belum maksimal ditambah dengan

adanya efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut, sehingga diperlukan

penelitian yang mengarah pada penemuan obat yang berpotensi untuk pencegahan

infeksi pada gigi. Penghambatan biosintesis peptidoglikan, unsur penyusun utama

dinding sel bakteri merupakan salah satu mekanisme antibakteri, dimana enzim

yang berperan dalam biosintesis peptidoglikan tersebut yakni enzim MurA. Oleh

karena itu pencarian molekul aktif yang mampu menjadi formula obat kumur alami

dengan mekanisme inhibitor enzim MurA ini menjadi sangat penting. Indonesia

dengan keanekaragaman hayati yang melimpah merupakan sumber potensi untuk

menemukan senyawa alami yang mempunyai aktivitas fitofarmaka yang dapat

digunakan sebagai sumber obat. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menguji

aktivitas senyawa flavonoid dari tumbuhan Myrmecodia sp. Penelitian ini dibagi

menjadi dua tahap: tahap pertama adalah isolasi dan karakterisasi senyawa

flavonoid dari sarang semut menggunakan spektroskopi ultraviolet, inframerah, 1H-

NMR, 13C-NMR dan Massa. Sedangkan tahap kedua pengujian aktivitas antibakteri

dengan pengukuran nilai Minimum Inhibition Concetration dan pengujian terhadap

aktivitas penghambatan enzim MurA dan analisa struktur protein bakteri uji secara

proteomik. Dari penelitian ini didapatkan flavonoid yang beraktivitas antibakteri

terhadap E. faecalis yaitu biflavonoid (1, KHM 625 ppm) dan 3''-metoksi-

epikatekin-3-O-epikatekin (2, KHM 625 ppm). Aktivitas antibakteri dari kedua

senyawa ini merupakan informasi yang baru diketahui.

Kata kunci: E. faecalis, Myrmecodia pendans, Antibakteri, MurA, Flavonoid

Page 6: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

iv

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN................................................................................................

PRAKATA ………………………………………………………………..

DAFTAR ISI ………………………………………………………………

DAFTAR TABEL ……………………………………………………........

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………...............................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... .

1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1.2 Pernyataan Rumusan Masalah ……………………………......

1.3 Keutamaan Penelitian …………………………………………

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................

2.1 Bakteri Enterococcus faecalis …………………………………

2.1.1 Uraian umum Enterococcus faecalis …….........................

2.1.2 Faktor virulensi Enterococcus faecalis ………………….

2.2 Antibakteri …………………………………………………….

2.2.1 Mekanisme kerja antibakteri ……………………………

2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis ………………

2.3 Obat kumur ...……………………………………......................

i

ii

iv

vii

viii

x

1

1

3

3

5

5

5

5

6

6

7

8

Page 7: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

v

2.3.1 Komposisi yang terkandung dalam obat kumur …………

2.4 Tinjauan umum Myrmecodia pendans ……………………….

2.4.1Taksonomi Myrmecodia pendans……………………….

2.4.2 Morfologi Myrmecodia pendans……………………….

2.4.3 Senyawa kimia pada Myrmecodia pendans…………….

2.5 Enzim Mur A ………………………………………………......

2.5.1 Peran Enzim Mur A dalam sintesis dinding sel bakteri

gram positif ……………………………………………..

2.5.2 Proteomik ……………………………………………….

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................

BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................

4.1 Isolasi senyawa ..........................................................................

4.1.1 Ekstraksi sampel ………………………………………..

4.1.2 Pemisahan dan pemurnian senyawa…….……………….

4.1.3 Karekterisasi senyawa murni ..…………………………..

4.2 Pengujian aktivitas antibakteri …………………………………

4.2.1 Persiapan Biakan Bakteri Uji …………………………...

4.2.2 Penentuan Kepekaan Bakteri terhadap Senyawa dari

Sarang Semut …………………………………………...

4.2.3 Pengujian Antimikroba Senyawa Murni terhadap

Enterococcus faecalis ………………………………......

BAB V HASIL YANG DICAPAI………………………………………..

8

9

9

9

10

11

11

12

14

15

15

15

15

15

15

15

16

16

18

Page 8: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

vi

5.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa ……………………………..

5.2 Karakterisasi Senyawa ………………………………………

5.3 Pengujian kepekaan senyawa 1 dan 2 terhadap E. faecalis …

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA …………...................

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………......

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

LAMPIRAN ...............................................................................................

19

21

37

45

45

46

48

Page 9: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1

Tabel 5.2

Tabel 5.3

Tabel 5.4

Tabel 5.5

Tabel 5.6

Tabel 5.7

Komposisi pelarut kromatografi kolom ekstrak etil asetat …………...

Data pergeseran kimia 1H, 13C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

Data pergeseran kimia 1H, 13C-NMR senyawa 1 dan 2'',3''

dihidrohinoflavon ……………………………………………………

Nilai zona penghambatan, KHM dan KBM senyawa 1 dan 2 terhadap

E. faecalis.............................................................................................

Penentuan nilai KBM klorheksidin terhadap E. faecalis......................

Penentuan nilai KBM senyawa 1 terhadap E. faecalis..........................

Penentuan nilai KBM senyawa 2 terhadap E. faecalis..........................

19

33

36

38

40

42

44

Page 10: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8

Gambar 5.1

Gambar 5.2

Gambar 5.3

Gambar 5.4

Gambar 5.5

Gambar 5.6

Gambar 5.7

Gambar 5.8

Gambar 5.9

Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam

hubungannya dengan virulensi E. faecalis ………………………

Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone

(b) dan kuersetin 3-metil eter (2) ………………………………...

Daun (A), buah (bagian luar) (B), buah (bagian dalam) (C) dan

batang (menempel pada tanaman lain (D) M. pendans…………….

Senyawa dari M. pendans: tokoferol (1) dan glukosida (2) ……….

Skema dinding sel bakteri gram positif …………………………...

Tahap pertama biosintesis peptidoglikan …………………………

Jalur gen dan ekspresi protein beregulasi atau modifikasi dari

transkripsi sampai post-translasi ………………………………….

Lay out micro plate untuk penentuan nilai KHM ..........................

Bagan alir isolasi senyawa terpenoid 1-2 dari Umbi Sarang Semut

Kromatogram fraksi 1-11 ………………………………………..

Kromatogram KLT isolat 1 ………………………………………

Kromatogram KLT isolat 2 ………………………………………

Spektrum ultraviolet senyawa 1 (10 ppm, dalam metanol) …….....

Spekrum inframerah (IR) senyawa 1 dalam lempeng KBr ………..

Spektrum 13C-NMR senyawa 1 (125 Hz, CD3OD)………………

Spektrum HMQC seyawa 1 (500 MHz, dalam CD3OD)………...

Spektrum 1H-NMR senyawa 1 (500 Hz, CDCl3)…………………

6

7

10

11

11

12

13

17

18

20

20

21

21

22

23

24

24

Page 11: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

ix

Gambar 5.10

Gambar 5.11

Gambar 5.12

Gambar 5.13

Gambar 5.14

Gambar 5.15

Gambar 5.16

Gambar 5.17

Gambar 5.18

Gambar 5.19

Gambar 5.20

Gambar 5.21

Gambar 5.22

Gambar 5.23

Gambar 5.24

Gambar 5.25

Gambar 5.26

Gambar 5.27

Gambar 5.28

Gambar 5.29

Gambar 5.30

Spektrum 1H-NMR senyawa 1 (500 Hz, CDCl3)…………………

Spektrum HMBC 1 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 2 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 3 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 4 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 5 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 6 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 7 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 8 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum HMBC 9 senyawa 1 ……………………………………

Spektrum 1H-1H-COSY 1 senyawa 1 ..............................................

Spektrum 1H-1H-COSY 2 senyawa 1 ..............................................

Fragmen-fragmen struktur senyawa 1 ............................................

Dugaan struktur senyawa 1 .............................................................

Spektrum massa senyawa 1 ............................................................

Struktur 2'',3'' dihidrohinoflavon …...…………………………….

Perbedaan struktur senyawa 2 dan 2'',3'' dihidrohinoflavon ……..

Struktur senyawa 2 ……………………………………………….

Penentuan nilai KHM klorheksidin terhadap E. faecalis …………

Penentuan nilai KHM senyawa 1 terhadap E. faecalis ……………

Penentuan nilai KHM senyawa 2 terhadap E. faecalis ……………

25

26

26

27

27

28

28

29

29

30

31

31

32

32

34

35

35

36

39

41

43

Page 12: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rongga mulut merupakan salah satu tempat dalam tubuh yang mengandung

mikroorganisme dengan keanekaragaman paling tinggi dibanding tempat lain.

Mikroorganisme yang paling banyak di rongga mulut salah satunya yaitu Enterococcus

faecalis yang berperan terhadap awal terjadinya proses karies gigi (Stashenko et al., 2003).

Bakteri E. faecalis sangat sulit dieliminasi dan memiliki karakteristik yang tidak umum

dimiliki bakteri lain, seperti mampu bertahan hidup dalam pH yang tinggi dan tahan pada

keadaan tanpa nutrisi selama 12 bulan (Poldbieski et al., 2003). Ada banyak cara yang

dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut, salah

satunya penggunaan obat kumur. Menurut Widodo (1980) obat kumur digunakan karena

kemampuannya sangat efektif menjangkau tempat yang sulit dibersihkan dengan sikat gigi

dan dapat mencegah pembentukan plak. Namun obat kumur yang tersedia sekarang

mengandung alkohol yang pada jumlah yang berlebihan akan membahayakan sehingga hal

ini menjadi menarik perhatian banyak peneliti untuk menemukan bahan baru yang

berkhasiat sebagai obat kumur alami.

Flavanoid umumnya ditemukan pada tanaman, berfungsi sebagai pigmen yang

bertanggung jawab terhadap warna dari bunga dan buah. Pada tubuh manusia flavanoid

berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antivirus dan banyak digunakan

dalam pengobatan kanker karena menurut penelitian, flavonoid dapat memiliki aktivitas

antiproliferasi terhadap sel kanker dan mampu menekan proliferasi sel tumor pada

manusia. Flavanoid memiliki efek antibakteri yang bekerja dengan menghambat sinteis

dinding sel, menghambat fungsi membran, sitoplasmik serta menghambat sintesis protein

(Edewor, 2013). Hal ini didukung oleh Chusnie dan Lamb pada tahun 2005 menemukan

mekanisme galangin yang merupakan flavonoid sebagai antibakteri terhadap MRSA yang

merupakan bakteri Gram positif adalah menginduksi kerusakan membran sitoplasma pada

bakteri yang diketahui melalui pengukuran kebocoran ion logam kalium (K+).

Target mekanisme antibakterti menurut Eschenburg pada tahun 2005 melalui

penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menonaktifkan enzim MurA (UDP-N-

acetylglucosamine enopyruvil transferase, E.C 2.5.1.7) yang berfungsi mengkatalisis tahap

pertama sintesis dinding sel bakteri. Dengan ditemukannya salah satu jalur untuk

Page 13: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

2

mengatasi bakteri patogen gram positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi

kunci dalam biosintesis peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-

senyawa yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA.

Enzim terdiri dari gabungan beberapa asam amino, dimano asam amino sendiri

merupakan unit penyusun dari protein. Banyak para peneliti yang menyadari bahwa

dengan hanya memiliki urutan genom lengkap tidak cukup untuk menjelaskan fungsi

biologis protein. Proteomik adalah analisis protein dalam skala besar protein dan

berkontribusi besar terhadap fungsi gen pada pasca-genomik (Pandey & Matthias, 2000).

Analisa secara proteomik melengkapi genomik karena genomik hanya berfokus pada

produk gen merupakan bahan aktif dalam sel. Oleh karena itu, proteomik langsung

memberikan kontribusi untuk pengembangan obat karena hampir semua obat diarahkan

terhadap protein.

Berdasarkan data-data yang telah diuraikan di atas, belum banyak senyawa

antibakteri khususnya terhadap bakteri E. faecalis yang didapat dari tumbuhan. Oleh

karena itu, saat ini pencarian obat kumur alami untuk antibakteri masih terus dilakukan.

Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang tinggi memiliki potensi tumbuhannya

untuk dijadikan sumber obat. Salah satu tanaman yang berpotensi adalah Myrmecodia sp.

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan epifit yang menempel di pohon-pohon besar yang

batang bagian bawahnya menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai

sarang semut jenis tertentu dan tumbuhan ini bukan seperti sarang semut biasanya (Subroto

& Saputro, 2006). Dari hasil penelitian pendahuluan hasil uji fitokimia menunjukkan

adanya kandungan flavonoid dan fenolik dalam sarang semut. Hal ini didukung oleh

penelitian Engida et al. (2013) yang melaporkan adanya lima senyawa golongan flavonoid

dari M. pendans yaitu: kaemferol, luteolin, rutin, quercetin dan apigenin melalui analisis

menggunakan alat HPLC. Meskipun kelima senyawa flavonoid ini belum berhasil diisolasi

dari M. pendans, namun hal ini cukup membuktikan bahwa terdapat senyawa flavonoid

pada M. pendans. Semakin meningkatnya penggunaan tumbuhan sarang semut sebagai

sumber pengobatan alternatif penyakit oleh masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian

ilmiah untuk memperoleh informasi mengenai kandungan serta mekanisme kerja senyawa

bioaktif terhadap berbagai penyakit. Juga dilakukan pengujian terhadap bakteri, untuk

melihat apakah senyawa-senyawa dari tanaman ini mempunyai aktivitas sebagai

antibakteri yang cukup efektif. Sehingga dapat dijadikan sebagai panduan awal untuk

Page 14: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

3

pencarian suatu obat kumur alami dan berbagai penyakit infeksi lainnya yang disebabkan

oleh bakteri.

1.2 Pernyataan Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur dan rumus molekul flavonoid yang aktif antibakteri hasil diisolasi

dari tumbuhan Myrmecodia sp.

2. Bagaimana aktivitas senyawa antibakteri tersebut dengan berbagai matriks terhadap

bakteri Enterococcus faecalis dan bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas enzim

MurA secara proteomik.

1.3 Keutamaan Penelitian

Urgensi penelitian ini nampak jelas pada kondisi masyarakat Indonesia yang masih

banyak menderita berbagai penyakit infeksi pada gigi yang disebabkan oleh

mikroorganisme, khususnya bakteri. Proses pencegahan dengan menggunakan obat kumur

yang sudah ada tidak sesuai lagi, bukan saja menjadikan pencegah penyakit tidak teratasi,

akan tetapi akan memperparah penyakit yang diakibatkan oleh meningkatnya resistensi

bakteri terhadap obat tersebut.

Di lain pihak, tumbuhan Umbi Sarang Semut mempunyai potensi besar sebagai

sumber alternatif bahan alami karena telah lama digunakan secara tardisonal untuk

pengobatan tradisional. Dengan selesainya riset ini, diharapkan tumbuhan Umbi Sarang

Semut yang selama ini belum memiliki nilai ekonomi tinggi, digunakan sebagai bahan

baku obat kumur alami menggantikan obat yang telah ada. Selain itu terungkapnya potensi

kandungan senyawa-seyawa antijamur, antibakteri dan antioksidan baru akan membuka

wawasan penelitian senyawa alami medisinal potensial disamping untuk pengembangan

potensi budidaya tumbuhan Umbi Sarang Semut.

Tahapan serta proses dalam penelitian ini juga merupakan sumber penting dalam

pengembangan dan penemuan teknik pemisahan baru senyawa-senyawa organik bioaktif,

sehingga diharapkan dapat munculnya suata teori baru mengenai hubungan biosintesis dan

biogenesis dari kelompok senyawa metabolit sekunder. Selanjutnya diharapkan pula dapat

mengungkapkan mekanisme secara molekular proses penurunan kualitas ikan dan produk

turunannya sebagai akibat pertumbuhan mikroorganisme dan juga proses

penghambatannya yang akan sangat berguna untuk pengembangan dan penemuan bahan

antibiotik alami terstandar untuk berbagai produk pangan dan kesehatan. Hasil penelitian

Page 15: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

4

ini juga dapat membuka peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan

medisinal.

Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan ilmu kimia dasar, kimia organik bahan alam hayati, serta memberikan

dasar ilmiah yang kuat penggunann biji Umbi Sarang Semut sebagai bahan baku obat

kumur untuk mencegah penyakit infeksi khususnya yang disebabkan oleh bakteri.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Enterococcus faecalis

2.1.1 Uraian umum E. faecalis

Enterococcus faecalis merupakan coccus Gram-positif yang secara tipikal berbentuk

rantai pendek atau tersusun berpasangan. Dalam kondisi pertumbuhan tertentu dapat

memanjang dan tampak coccobacillary. E. faecalis merupakan bakteri Gram-positif yang

dinding selnya terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: peptidoglikan, asam lipotekoat,

dan polisakarida (Johnson et al., 2009). Bakteri E. faecalis sangat sulit dieliminasi dan

memiliki karakteristik yang tidak umum dimiliki bakteri lain, seperti mampu bertahan

hidup dalam pH yang tinggi dan tahan pada keadaan tanpa nutrisi selama 12 bulan

(Poldbieski et al., 2003).

Kemampuan untuk bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi

kebanyakan mikroorganisme lain menyebabkan E.faecalis menjadi bersifat viable but non

culturable (VBNC). Pada tahap ini bakteri ini tidak dapat tumbuh pada kultur, tetapi tetap

bersifat patogen dan akan tumbuh kembali bila kondisi lingkungan menguntungkan

(Kayouglu & Østarvik, 2004).

E.faecalis dapat berinvasi ke dalam tubuli dentin, berkoloni di dalam saluran akar

dan mampu bertahan hidup tanpa dukungan bakteri-bakteri lainnya. E.faecalis resisten

terhadap efek antibakteri dari kalsium hidroksida dan resisten terhadap sebagian besar

antibiotika. Penggunaan antibiotika akan merubah flora normal dalam saluran akar yang

memberikan kondisi yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup E.faecalis (De Paz,

2004).

2.1.2 Faktor virulensi E.faecalis

Enterococcus faecalis mampu memasuki tubulus dentin, dimana tidak semua

bakteri memiliki kemampuan seperti ini. Substansi agregasi (AS) berperan sebagai mediasi

antara donor dan resipien bakteri, serta merupakan ikatan mediasi matriks protein

ekstraseluler, termasuk kolagen tipe I. Dengan kemampuannya untuk tetap berada pada

kolagen menjadi penyebab penting dalam infeksi endodontik. Bakteri ini mampu

mengadakan kolonisasi yang baik pada permukaan protein serta membentuk biofilm pada

dinding-dinding dentin. Hal inilah yang menyebabkan bakteri dapat tetap bertahan pada

Page 17: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

6

saluran akar. Superantigen yang diproduksi bakteri dapat menginduksi inflamasi melalui

stimulasi dari limfosit T, diikuti dengan masuknya hasil pelepasan dari sitokin inflamasi.

Sitokin TNF-α dan TNF-β diimplikasikan dalam terjadinya resorpsi tulang, sedangkan

INF-γ diketahui menstimulasi produksi makrofag dan neutrofil yang menyebabkan

kerusakan jaringan Gambar. 2.7. Selain itu, E. faecalis memiliki berat mokelul yang tinggi

pada permukaan protein yang akan membantu dalam pembentukan biofilm pada dinding

dentin (De Paz, 2004).

Gambar 2.1. Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam hubungannya

dengan virulensi E.faecalis

2.2 Antibakteri

Antibakteri adalah zat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri.

Definisi ini kemudian berkembang menjadi senyawa yang dalam konsentrasi tertentu

mampu menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme.

Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik masih tergantung

dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan lamanya kontak antara mikroba

dengan antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk mendapatkan efek

(Jawetz et al., 2004).

2.2.1 Mekanisme Kerja Antibakteri

Menurut Walsh & Wencewicz (2014) mekanisme yang prospektif untuk

dikembangkan dalam mengasi bakteri pathogen gram positif dan gram negative terbagi

menjadi lima jalur, yaitu: penghambatan sintesis dinding sel bakteri (1), penghambatan

Page 18: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

7

sintesis protein bakteri (2), penghambatan sintesis DNA atau RNA bakteri (3), kerusakan

membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5).

Metabolit sekunder seperti flavonoid bekerja dengan cara merusak membran

sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati. Penelitian yang telah dilakukan oleh

Noviana (2004) menunjukkan bahwa senyawa golongan flavonoid mampu menghambat

pertumbuhan bakteri S. aureus dimana mekanisme penghambatannya berupa perusakan

membran sel. Gugus OH berperan penting dalam pelepasan ion H+ yang menyerang gugus

fosfat sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan

asam fosfat.

Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh tanin menurut Brannen dan

Davidson (1993) antara lain dengan cara bereaksi dengan sel membran, inaktivasi enzim-

enzim esensial dan destruksi atau inaktivasi fungsi dan material genetik. Pada perusakan

membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan menyerang gugus polar

(gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat,

dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk

membran sel, akibatnya membran sel akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan

pertumbuhan atau bahkan kematian (Noviana, 2004).

2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis

Hernandez et al., (2012) melaporkan bahwa senyawa flavonoid (1) yang berhasil

diisolasi dari tanaman Larrea tridentata beraktivitas antibakteri terhadap bakteri

Enterococcus faecalis. Senyawa (1) memiliki harga Minimum Inhibitory Concentration

sebesar 50µg/mL untuk S. aureus dan 50µg/mL untuk E. faecalis. Selain itu senyawa

Kuersetin 3-metil eter (2) diisolasi dari buah merah.memiliki aktivitas pada E. faecalis

pada konsentrasi 100 ppm (Atmadja, 2011).

Gambar 2.2 Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone (b) dan

kuersetin 3-metil eter (2)

OH3CO

OH O

OH

OHO

OH O

OH

OH

OCH3

(1) (2)

Page 19: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

8

2.3 Obat Kumur

Obat kumur merupakan larutan atau cairan yang digunakan untuk membilas rongga

mulut dengan sejumlah tujuan antara lain untuk menyingkirkan bakteri perusak, bekerja

sebagai penciut, untuk menghilangkan bau tak sedap, mempunyai efek terapi dan

menghilangkan infeksi atau mencegah karies gigi. Obat kumur dikemas dalam dua bentuk

yakni dalam bentuk kumur dan spray. Untuk hampir semua individu obat kumur

merupakan metode yang simpel dan dapat diterima untuk pengobatan secara topikal dalam

rongga mulut.

2.3.1 Komposisi yang terkandung dalam obat kumur

Hampir semua obat kumur mengandung lebih dari satu bahan aktif dan hampir semua

dipromosikan dengan beberapa keuntungan bagi pengguna. Masing-masing obat kumur

merupakan kombinasi unik dari senyawa-senyawa yang dirancang untuk mendukung

higiena rongga mulut. Beberapa bahan-bahan aktif beserta fungsinya secara umum dapat

dijumpai dalam obat kumur, antara lain:

a) Bahan antibakteri dan antijamur, mengurangi jumlah mikroorganisme dalam rongga

mulut, contoh: hexylresorcinol, chlorhexidine, thymol, benzethonium,

cetylpyridinium chloride, boric acid, benzoic acid, hexetidine, hypochlorous acid

b) Bahan oksigenasi, secara aktif menyerang bakteri anaerob dalam rongga mulut dan

busanya membantu menyingkirkan jaringan yang tidak sehat, contoh: hidrogen

peroksida, perborate

c) Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi dengan

demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan, contoh: alkohol, seng klorida,

seng asetat, aluminium, dan asam-asam organik, seperti tannic, asetic, dan asam

sitrat

d) Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak eukaliptol,

minyak watergreen

e) Bufer, mengurangi keasaman dalam rongga mulut yang dihasilkan dari fermentasi

sisa makanan, contoh: sodium perborate, sodium bicarbonate

f) Deodorizing agents (bahan penghilang bau), menetralisir bau yang dihasilkan dari

proses penguraian sisa makanan, contoh: klorofil

Page 20: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

9

2.4 Tinjauan Umum Myrmecodia sp

Tanaman sarang semut merupakan tanaman yang termasuk dalam suku Rubiaceae

dan terdiri dari 5 kelompok marga. Akan tetapi, hanya 2 marga tanaman sarang semut,

yakni Myrmecodia dan Hydnophytum yang memiliki asosiasi paling dekat terkait

simbiosisnya dengan kelompok jenis semut yang sama yaitu Ochetellus sp. (Jebb, 2009;

Plummer, 2000). Secara empiris rebusan air dari umbi sarang semut dapat mengobati

berbagai macam penyakit seperti mencegah penyakit tumor, kanker, jantung, wasir, TBC,

rematik, gangguan asam urat, stroke, maag, gangguan fungsi ginjal dan prostat (Subroto &

Saputro, 2006).

2.4.1 Taksonomi Myrmecodia sp

Taksonomi umbi sarang semut (M. pendans) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Lamiidae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Myrmecodia

Spesies : Myrmecodia pendans Merr. & L.M. Perry

Nama lokal : Sarang semut (Papua-Indonesia)

(Kusmoro, 2013).

2.4.2 Morfologi Myrmecodia sp

Tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai

hingga ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut. Sarang semut banyak ditemukan

menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih (Melaleuca), cemara gunung

(Casuarina), Kaha (Castanopsis), dan pohon beech (Nothofagus).

Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah bagian daging umbi/hipokotil

(caudex) yang dapat berbentuk bulat, memanjang bahkan tidak beraturan. Umbi sarang

semut rata-rata berdiameter 25 cm dan tinggi 45 cm dengan permukaan bertekstur untuk

melindunginya dari herbivora. Dalam umbi sarang semut terdapat labirin yang dihuni oleh

semut dan cendawan. Keunikan tanaman ini terletak pada koloni semut yang bersarang

pada umbi sehingga terbentuk labirin atau lorong-lorong di dalamnya. Di habitat aslinya,

tanaman sarang semut dihuni oleh beragam jenis semut terutama Ochetellus sp. Kestabilan

suhu yang ada di dalam umbi membuat koloni semut bersarang di dalam umbi tersebut.

Dalam jangka waktu yang lama terjadi reaksi kimiawi secara alami antara senyawa yang

dikeluarkan semut dengan zat yang terkandung dalam tanaman sarang semut. Perpaduan

Page 21: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

10

inilah yang diduga membuat sarang semut memiliki kemampuan mengatasi berbagai jenis

penyakit (Subroto & Saputro, 2006).

Tanaman sarang semut pada umumnya hanya memiliki satu batang yang jarang

bercabang serta mempuyai ruas yang tebal dan pendek. Batang bagian bawahnya secara

progresif menggelembung membentuk umbi atau hipokotil (caudex) (Huxley, 1978).

Gambar 2.3 Daun (A), buah (bagian luar) (B), buah (bagian dalam) (C) dan batang

(menempel pada tanaman lain) (D) M. pendans.

2.4.3 Senyawa Kimia Pada Myrmecodia sp

Berdasarkan hasil uji penapisan kimia dari tumbuhan obat sarang semut yang

dilakukan oleh Subroto dan Hendro (2006) menunjukkan bahwa tumbuhan ini

mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan flavonoid dan tanin. Flavonoid

merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak merupakan

pigmen tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil ditemukan pada tumbuhan

sarang semut masih sangat terbatas. Subroto dan Saputro (2008) menemukan alfa tokoferol

pada umbi sarang semut. Disamping itu, senyawa golongan glikosida berhasil ditemukan

dari fraksi air M. pendans (Bustanussalam, 2010).

Tumbuhan sarang semut juga mengandung beberapa mineral. Kalsium berfungsi

dalam kerja jantung, impuls saraf, dan pembekuan darah. Besi berfungsi dalam

pembentukan hemoglobin, transpor oksigen, aktivator enzim. Fosfor berfungsi dalam

penyerangan kalsium dan energi. Natrium memiliki peranan dalam kesetimbangan

elektrolit, volume cairan tubuh, dan impuls saraf. Kalium berfungsi dalam ritme jantung,

impuls saraf, dan kesetimbangan asam basa. Seng memiliki fungsi dalam sintesis protein,

fungsi seksual, penyimpanan insulin, metabolisme karbohidrat dan penyembuhan luka.

Sementara magnesium memiliki peranan dalam fungsi tulang, hati, otot, transfer air

(A) (B) (C) (D)

Page 22: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

11

intraseluler, keseimbangan basa, dan aktivitas neuromuskuler. Fungsi-fungsi mineral

tersebut dapat menjelaskan beberapa khasiat lain dari sarang semut (Heil et al., 2004).

O

HO

(1)

O

O

(2)

HO

OH OH

OH OH OH

CH3

OH

Gambar 2.4 Senyawa dari M. pendans: α-tooferol (1) dan glukosida (2)

2.5 Enzim MurA

Enzim MurA merupakan bagian dari family enzim Mur. Family enzim Mur ini

bereperan dalam biosintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut merupakan

struktur enzim MurA.

2.5.1 Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri gram positif

Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan yang tebal.

Silver (2006) menyebutkan bahwa enzim MurA-MurF berpean dalam sintesis

peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Tanpa peptidoglikan, dinding sel bakteri sangat

rapuh dan rentan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat menyebabkan bakteri mati.

Gambar 2.5 Skema dinding sel bakteri gram positif

Enzim yang berperan dalam tahap pertama biosintesis peptidoglikan adalah enzim

Gambar bakteri yang menunjukkan

dinding sel dan membran plasma.

N-asetil glukosamin (NAG) N-asetil asam muramat (NAM) Rantai ikatan tetrapeptida dengan ikatan silang oleh peptida

lapisan peptidoglikan

membran plasma dengan

lapisan struktur lipid bilayer

Page 23: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

12

MurA. Enzim MurA mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari phosphoenolpyruvate

(PEP) pada gugus 3'-hidroksil pada Uridine 5'-diphospho-N-acetylglucosamine (UDP-

GlcNAc) menghasilkan enolpyruvil-UDP-N-acetylglucosamine (EP- UDP-GlcNAc) dan

fosfat anorganik.

Dengan menghambat kinerja enzim MurA maka biosintesis peptidoglikan dapat

dicegah. Hal ini yang banyak dijadikan target para peneliti untuk mengatasi penyakit yang

disebabkan oleh bakteri patogen gram positif seperti E. faecalis.

Gambar 2.6 Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA (UDP-N-

acetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7) mengkatalisis

reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat menjadi uridine-5’-

difosfo-N-asetilglukosamin.

2.4 Proteomik

Proteomik adalah studi skala besar protein, khususnya struktur dan fungsi. Protein

adalah bagian penting dari organisme hidup, komponen utama dari jalur metabolisme

fisiologis sel. Istilah "proteomik" pertama kali diciptakan pada tahun 1997 untuk membuat

analogi dengan genomik, penelitian gen. Kata "proteome" adalah campuran dari "protein"

dan "genom", dan diciptakan oleh Marc Wilkins pada tahun 1994. Proteome adalah

komplemen seluruh protein, diketahui bahwa mRNA tidak selalu diterjemahkan menjadi

protein, dan jumlah protein yang dihasilkan untuk suatu jumlah tertentu tergantung pada

mRNA gen itu ditranskripsi dari dan pada keadaan fisiologis sel. Proteomika menegaskan

kehadiran protein dan menyediakan ukuran langsung dari jumlah protein (Giorgianni,

2003).

O

OH

HOHO

HN

O

RO P

O

O

OH

P

O

O

OH O

N

HN

O

O

OHOH

MurA

UDP-N-asetilglukosamin

O

OH

HOO

HN

O

RO P

O

O

OH

P

O

O

OH O

N

HN

O

O

OHOH

UDP-N-asetilglukosamin-enolpiruvatO O-

+

-O

O

OP

O

O-O-

PEP

-OP

O

O-O-

Pi

+

Page 24: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

13

Gambar 2.7 Jalur gen dan ekspresi protein beregulasi atau modifikasi dari transkripsi

sampai post-translasi.

Proteomik adalah analisis protein dalam skala besar protein dan berkontribusi besar

terhadap fungsi gen pada pasca-genomik. Proteomik dapat dibagi menjadi tiga bidang

utama: (1) protein mikro-karakterisasi untuk identifikasi skala besar protein dan modifikasi

pasca-translasi; (2) “display diferensial” untuk menunjukkan perbandingan tingkat protein

yang berpotensial dalam menganalisa berbagai penyakit; dan (3) studi interaksi protein-

protein dengan menggunakan berbagai teknik, seperti spektrometri massa (Pandey &

Matthias, 2000).

Blackstock dan Weir telah mengusulkan bahwa ruang lingkup proteomik ada dua,

yaitu ekspresi protein dan interaksi protein. Tujuan dari ekspresi proteomik adalah untuk

menetapkan kuantitatif ekspresi protein dalam kondisi tertentu. Pendekatan ini sangat

berguna dalam pengembangan obat atau studi toksikologi dimana menarik untuk profil

seluruh proteome dalam menanggapi gangguan tertentu dan mengidentifikasi protein

biomarker yang ekspresinya tingkat dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit

atau untuk mengevaluasi efisiensi target obat.

Penelitian Anderson et al. (2000) dimana protein yang terlibat dalam metabolisme

kolesterol dipengaruhi oleh obat lovastatin. Pendekatan ekspresi secara proteomik menjadi

berhasil ditunjukkan dengan peta proteoma benar-benar representatif yang dapat

menyelesaikan campuran kompleks protein untuk kuantisasi protein yang relevan. Berbeda

dengan sifat ekspresi proteomik, interaksi secara proteomik difokuskan terhadap

karakterisasi spesifik interaksi protein-protein dan pembentukan kompleks protein

(Anderson et al., 2000). Identifikasi interaksi protein akan memfasilitasi studi tentang

proses dan jalur khusus di dalam sel dan mengarah pada pengembangan dari "peta

interaksi" untuk berbagai jenis dan kondisi sel, sehingga meningkatkan pemahaman

tentang jaringan intraseluler (Blackstock & Weir, 1999; Anderson et al., 2000).

Page 25: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

14

BAB III

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua bagian:

Tujuan khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa flavonoid

yang bersifat antibakteri yang terkandung dalam umbi sarang semut.

Tujuan jangka panjang, penelitian bertujuan untuk mendapatkan alternatif obat kumur

alami untuk penyakit periodental dari tumbuhan sarang semut.

Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua bagian:

1. Pada tahun pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoid

yang aktif antibakteri dari tumbuhan sarang semut.

2. Pada tahun kedua, penelitian difokuskan untuk pengujian senyawa hasil isolasi pada

bakteri untuk melihat aktivitas antibakterinya dan formulasinya.

3.2 Luaran dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

kesehatan mengenai metode penyembuhan yang efektif untuk melawan bakteri

Enterococcus faecalis,

2. Mengembangkan potensi sumber daya alam Indonesia khususnya umbi tanaman

sarang semut sebagai obat kumur alami.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

15

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Isolasi Flavonoid

Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu: ekstraksi sampel umbi tumbuhan

Myrmecodia sp., isolasi dan karakterisasi flavonoid dari umbi sarang semut dan pengujian

antibakteri terhadap E. faecalis.

4.1.1 Ekstraksi Sampel

Sampel berupa umbi sarang semut, dipotong-potong kemudian diekstraksi dengan

cara sokletasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang dihasilkan,

diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan tekanan dari vakum pada

suhu ± 40°C sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak ini kemudian dipartisi

dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan H2O.

4.1.2 Pemisahan dan Pemurnian Flavonoid

Fraksi yang mengandung senyawa aktif diuapkan pelarutnya hingga didapatkan

ekstrak fraksi yang pekat, kemudian fraksi ini dimurnikan dengan metode kromatografi

fasa diam silika gel 60 (70–230 mesh) dengan fasa gerak pelarut bergradien 10% (v/v)

yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol.

4.1.3 Karakterisasi Flavonoid

Isolat murni yang diperoleh dari hasil pemurnian senyawa, selanjutnya

dikarakterisasi dengan menggunakan metode spektroskopi yang meliputi, spektrofotometri

ultraviolet, inframerah, 1H-NMR (hidrogen-nuclear magnetic resonance), 13C-NMR

(karbon-nuclear magnetic resonance), DEPT 135°,1H–1H COSY, HMQC dan HMBC.

4.2. Pengujian Aktivitas Antibakteri

4.2.1 Persiapan Biakan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini berupa bakteri Enterococcus faecalis,

sebelum digunakan dalam pengujian terhadap isolat senyawa murni dari sarang semut dan

antibiotika standar, terlebih dahulu dilakukan peremajaan dengan memperbanyak bakteri

yang akan diuji dalam medium nutrisi agar miring sehingga bakteri dapat tetap hidup

subur. Adapun masing-masing biakan bakteri diambil sebanyak satu ose dan dimasukkan

ke dalam medium yang telah disterilisasi dengan cara menggores biakan bakteri pada

permukaan media, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

16

4.2.2 Penentuan Kepekaan Bakteri terhadap Senyawa dari Sarang Semut

Pengujian ini menggunkan metode menurut Kirby-Bauer atau metode cakram. Zona

hambat akan terlihat sebagai daerah yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan

kuman di sekitar cakram. Pengukuran lebar diameter daerah hambat dibandingkan dengan

standar pengukuran daerah hambat yang ditetapkan dalam kelompok sensitif, intermediet,

dan resisten. Biakan satu ose biakan bakteri disuspensikan ke dalam larutan NaCl fisiologis

steril hingga setara dengan larutan Mac Farland 0,5 (3x108 sel/ ml sampel). Uji sensitivitas

bakteri terhadap antibiotik standar dilakukan pada medium agar Mueller-Hinton yang

ditambah dengan 1 ml suspensi bakteri. Cakram kertas yang telah ditetesi antibiotik

klorheksidin diletakkan secara aseptik pada permukaan medium agar. Setelah diinkubasi

pada suhu 37°C selama 24 jam, diameter daerah hambatan antibiotik diukur dan

dibandingkan dengan standar pengukuran untuk dikelompokkan ke dalam kelompok

sensitif, intermediet, dan resisten. Penentuan pengelompokan zona hambat berdasarkan

panduan pengujian dari Clinical and Laboratory Standards Institute (2010) adalah diameter

zona hambat untuk kategori sensitif ≥20 mm, intermediet 15-19 mm dan resisten ≤14 mm.

4.2.3 Pengujian Antibakteri Senyawa Murni terhadap E. faecalis

Metode yang digunakan dalam penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

adalah mikro dilusi. Uji KHM dalam penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi

minimum suatu senyawa aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan

demikian uji sensitivitas dilakukan dari konsentrasi terkecil. Uji ini dilakukan dengan

metode mikro dilusi menggunakan micro plate ukuran 8x12 sumur (8 baris, 12 kolom).

Baris pada micro plate ini dibagi menjadi empat bagian; baris 1 dan 2 (A), baris 3 dan 4

(B), baris 5 dan 6 (C) dan baris 7 dan 8 (D). Larutan isolat dibuat dalam konsentrasi 20000

mg/ml yang kemudian dilakukan pengenceran sampai 12 kali pada micro plate.

Pengenceran isolat dimulai dari konsentrasi 10000 hingga 4,88 mg/ml akuades

(pengenceran 10-1–10-12). Secara aseptik dimasukkan 0,1 ml medium bulyon cair yang

telah disterilkan dalam otoklaf ke dalam semua sumur. Kemudian 0,1 ml isolat dimasukkan

ke dalam sumur baris A dan C, sedangkan pelarut dimasukkan ke dalam sumur B dan D.

Suspensi bakteri yang setara dengan larutan Mac Farland 0,5 (3x108 sel/ml sampel)

sebanyak 5 µl dimasukkan ke dalam sumur C dan D. Kemudian microplate ini diinkubasi

pada suhu 37°C selama 24 jam dan dipindai menggunakan ELISA reader. Sebagai

pembanding kekeruhan dibuat tabung kontrol yang tidak diberi ekstrak uji. Konsentrasi

terendah senyawa uji dalam sumur C yang menunjukkan kejernihan yang sama dengan

Page 28: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

17

tabung kontrol (sumur D) dinyatakan dengan nilai KHM. Sedangkan nilai KBM

didapatkan setelah mengamati pertumbuhan bakteri dari larutan uji KHM pada media

padat. Konsentrasi minimal dimana tidak terdapat bakteri yang tumbuh, itulah nilai KBM.

Gambar 4.1 Layout microplate untuk penentuan nilai KHM

Page 29: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

18

dimurnikan dengan metode kromatografi fasa terbalik dengan pelarut isokratik (3:7, v/v) (metanol-H2O

Isolat 1 (10 mg)

- dikarakterisasi dengan spektroskopi UV, IR, NMR dan massa

dimurnikan dengan metode kromatografi kolom dengan pelarut

bergradien 10% (v/v) (n-heksan & etil asetat)

Ekstrak etil asetat (30 g)

F8 F1-F7 F9 F10-F11

dimurnikan dengan metode kromatografi kolom dengan pelarut bergradien 5% (v/v)

(n-heksan & etil asetat)

Isolat 3 (15 mg)

F8-5

Umbi sarang semut (M. pendans) 3000 g

F9-6

- disokletasi dengan etil asetat

- diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu ± 40°C.

BAB V

HASIL YANG DICAPAI

Pada penelitian ini telah didapatkan dua senyawa flavonoid dengan kerangka

bifalvonoid dari Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendans.). Kedua senyawa ini dujikan

terhadap E. faecalis. Berikut capaian hasil penelitian yang telah dilakukan. Bagan alir

isolasi senyawa terpenoid ditunjukkan pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Bagan alir isolasi senyawa 1 dan 2 dari Umbi Sarang Semut

Sebanyak 3 kg bubuk kering diekstraksi dengan cara sokletasi dengan menggunaan

pelarut etil asetat redest selama 6 jam pada suhu 40°C. Untuk keseluruhan sampel

dilakukan sokletasi sebanyak 10 kali rotasi (0,3 kg). Penggunaan etil asetat sebagai pelarut

pengekstrak karena etil asetat dapat mengambil senyawa flavonoid dalam sampel

disbanding pelarut yang lain (Apriyanti, 2015). Ekstraksi dilakukan dengan cara sokletasi

dikarenakan metode tersebut merupakan metode dengan hasil yang didapatkan maksimal.

Struktur senyawa 1 dan 2

Page 30: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

19

Hal ini didasarkan atas beberapa kali pengulangan atau recovery dalam isolasi senyawa

target dan senyawa tidak mengalami kerusakan akibat pemanasan pada sokletasi.

Pemilihan metode sokletasi sebagai metode ekstraksi dikarenakan operasionalnya yang

relatif cepat dan pelarut yang digunakan lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode

maserasi. Penggunaan pelarut etil asetat ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya

(Dharsono, 2013; Yudha 2014).

Selanjutnya filtrat hasil sokletasi disaring, kemudian dipekatkan menggunakan

rotary evaporator pada tekanan rendah dan suhu ± 40°C. Ekstrak pekat etil asetat yang

diperoleh sebanyak 30,0 g. Teknik penguapan pelarut tersebut dilakukan untuk

mendapatkan ekstrak pekat etil asetat dengan cepat dan efektif. Penguapan dilakukan pada

suhu ± 40°C bertujuan untuk mencegah dekomposisi senyawa yang terkandung di

dalamnya. Evaporator dilengkapi pompa vakum atau aspirator, sehingga tekanan dalam

sistem menjadi rendah. Pada tekanan yang rendah, titik didih suatu senyawa menjadi lebih

rendah, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan pelarut menjadi lebih cepat.

5.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Flavonoid

Ekstrak pekat etil asetat (30 g) dipisahkan komponen senyawa kimia penyusunnya

menggunakan metode kromatografi cair kolom terbuka dengan fasa diam silika gel G60

(70-230 mesh), dan fase geraknya adalah n-heksana dan etil asetat, sistem pelarut

bergradien dan kenaikan kepolaran sebesar 10% (v/v). Komposisi pelarut dapat dilihat

pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Komposisi pelarut kromatografi kolom ekstrak etil asetat

Fraksi Volume pelarut (mL)

n-Heksana Etil asetat

1 500 0

2 450 50

3 400 100

4 350 150

5 300 200

6 250 250

7 200 300

8 150 350

9 100 400

10 50 450

11 0 500

Page 31: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

20

Untuk melihat hasil pemisahan, dilakukan analisis kromatografi lapis tipis (KLT)

dengan fasa diam silika gel G 60 F254. Fraksi 8 dan 9 terlihat mengandung flavonoid karena

berwarna kuning setelah diberi pereaksi penampak noda AlCl3 (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Kromatogram fraksi 1-11 dengan pelarut n-heksana-etil asetat (3:7, v/v):

dilihat di bawah sinar UV 254 nm (a), dilihat di bawah sinar UV 365 nm (b)

dan setelah disemprot dengan larutan penampak noda AlCl3 10% dalam

etanol (c).

Selanjutnya fraksi 8 dimurnikan lebih lanjut menghasilkan isolat 1, sedangkan dari

fraksi 9 didapatkan isolate 2. Untuk mengetahui kemurnian, ketiga isolat ini dianalisis KLT

dengan dua kondisi, KLT fasa normal dan terbalik.

Gambar 5.3 Kromatogram KLT isolat 1: fasa normal dengan pelarut n-heksana-etil asetat

(3:7) dan fasa terbalik dengan pelarut metanol-air (1:1)

Heksana-EtOAc (3:7)

A B C A B C

MeOH-Air (5:5)

Page 32: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

21

Gambar 5.4 Kromatogram KLT isolat 2: fasa normal dengan pelarut n-heksana-etil

asetat (2:3) dan fasa terbalik dengan pelarut metanol-air (1:4)

5.2 Karakterisasi Senyawa

Senyawa 1 berwujud padatan kuning yang larut dalam metanol. Spektrum ultraviolet

senyawa 1 memberikan empat puncak (Gambar 4.17). Puncak 1 (393 nm, ɛ 1105) adalah

pita I flavonoid, menunjukan adanya gugus sinamoil. Sedangkan puncak 2 (273 nm, ɛ 801)

dan 3 (258 nm, ɛ 765) merupakan pita II yang biasa dimiliki flavonoid. Pita ini adalah khas

gugus benzena yang berasal dari transisi dari orbital π ke π*. Transisi elektronik ini berasal

dari ikatan rangkap terkonjugasi pada benzena (pita B). Puncak 4 (208 nm) memberikan

informasi bahwa senyawa 1 memiliki gugus hidroksi (OH) dan karbonil (C=O) yang

merupakan hasil transisi dari orbital n ke π* dari elektron tidak berpasangan pada atom

oksigen (pita R). Gugus fungsi ini diperkuat dengan interpretasi dari spektrum IR. Pada

spektrum IR senyawa 1 terdapat regang OH pada 3483 cm-1 dan karbonil pada 1597 cm-1

(Gambar 5.6).

Gambar 5.5 Spektrum ultraviolet senyawa 1 (10 ppm dalam metanol)

A B C A B C

Heksana-EtOAc (2:3) MeOH-Air (1:4)

Page 33: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

22

Gambar 5.6 Spektrum infra merah senyawa 1

Selanjutnya senyawa 1 diukur menggunakan spektrometer NMR (nuclear magnetic

resonance) untuk mengetahui jumlah, jenis dan lingkungan proton dan untuk mengetahui

jumlah, jenis serta pemecahan sinyal karbon yang tergantung dari jumlah proton yang

terikat (metin, metilen, metil dan karbon kuarterner). Data spektrum 13C-NMR pada

Gambar 5.7, memperlihatkan adanya 30 sinyal karbon.

Untuk mengetahui informasi tentang multiplisitas sinyal dari setiap karbon, dapat

dilakukan pengukuran 13C-NMR dengan teknik DEPT 135° atau dengan pengukuran dua

dimensi HMQC. Spektrum DEPT 135° memperlihatkan sinyal karbon metil dan metin ke

atas, sinyal karbon metilen ke bawah dan untuk karbon kuratrener tidak muncul. Untuk

membedakan karbon metil dan karbon metin dilihat dari jumlah hidrogen atau hidrogen

yang terikat pada spektrum HMQC.

Intepretasi spektrum NMR dua dimensi HMQC memberikan data korelasi atau

hubungan antara suatu proton dengan suatu karbon sebanyak satu ikatan. Spektrum ini

untuk menentukan dugaan suatu karbon tertentu yang terikat dengan proton dan berapa

jumlah proton yang terikat pada karbon tersebut. Dengan kata lain, dari spektrum HMQC

menegaskan data pada spketrum DEPT terutama untuk menentukan jenis karbon metin

dan metil. Spektrum HMQC juga bisa menunjukkan jumlah karbon dalam satu sinyal

karbon. Hal ini dikarenakan HMQC memuat informasi hubungan antara suatu proton

dengan suatu karbon sebanyak satu ikatan. Dengan membandingkan data spektrum 13C-

Page 34: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

23

NMR, DEPT dan HMQC diketahui senyawa 1 memiliki lima belas karbon quarterner,

empat belas metin dan satu metilen. Berdasarkan rentang pergeseran kimia yang muncul,

diduga bahwa senyawa 1 merupakan biflavon (senyawa yang dibentuk oleh dua kerangka

flavonoid).

Gambar 5.7 Spektrum 13C-NMR dan DEPT senyawa 1 (125 MHz dalam CD3OD).

Spektrum 1H-NMR menginformasikan jumlah, jenis dan lingkungan dari setiap proton-

proton yang terdapat pada suatu senyawa. Pada Gambar 5.9 dan 5.10 dapat diilihat jumlah

dan jenis hidrogen yang terdapat pada senyawa 1. Data spektrum 1H-NMR senyawa 1 pada

Gambar 5.9 memperlihatkan tiga sinyal proton alifatik yaitu δH 5,32 (1H; dd; J = 2,6 & 13

Hz), 3,00 (1H; dd; J = 16,85 & 13 Hz) dan 2,70 (1H; dd; J = 2,6 & 16,85 Hz). Dua proton

δH 3,00 dan 2,70 merupakan proton germinal, ini terbukti dengan adanya nilai J = 16,85

Hz (rentang penjodohan proton geminal 16-20 Hz). Selain berjodoh terhadap sesamanya,

ternyata proton tersebut berjodoh dengan proton teroksigenasi pada δH 5,32. Nilai J yang

dimiliki proton ini (J = 2,6 & 13 Hz) dimiliki juga oleh kedua proton geminal tersebut.

Page 35: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

24

Gambar 5.8 Spektrum HMQC senyawa 1 (500 MHz, dalam CD3OD).

Gambar 5.9 Spektrum 1H-NMR senyawa 1 (500 MHz dalam CD3OD).

Page 36: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

25

Tiga belas sinyal proton aromatik senyawa 1 ditunjukkan pada Gambar 5.10 Sinyal

proton ini terdiri dari 4 buah sistem penjodohan ABX dan satu sinyal proton singlet. Salah

satu sistem penjodohan ABX ditunjukkan pada 7,56 (1H; d; 8,45 Hz); 6,49 (1H; dd; 8,45

& 1,3 Hz) dan 6,35 (1H; d; 1,95Hz). Multiplisitas dari sinyal ketiga proton tersebut

merupakan ciri adanya sistem ABX aromatik. Proton pada δH 7,56 dan 6,49 mempunyai

coupling constant sebesar 8,45 Hz menunjukkan keduanya berposisi orto (nilai Jorto = 8-

10 Hz). Sedangkan nilai J = 1,95 Hz pada δH 6,35 dan J = 1,3 Hz pada δH 6,49 ppm

menunjukkan bahwa proton tersebut saling berposisi meta (nilai Jmeta = 1-3 Hz). Dengan

kata lain proton pada δH 6,49 berposisi orto terhadap δH 7,56 dan berposisi meta terhadap

proton δH 6,35 ppm.

Gambar 5.10 Spektrum 1H-NMR senyawa 1 (500 MHz dalam CD3OD).

Spektrum HMBC (Heteronuclear Multiple Bond Connectivity) dapat digunakan untuk

menentukan korelasi antara proton dan karbon yang jaraknya dua sampai tiga ikatan (2J

dan 3J). Spektrum HMBC 1 senyawa 1 menunjukkan korelasi H-30 (proton metilen)

terhadap C-1 yang merupakan karbonil dan C-29 berupa metin teroksigenasi (Gambar

5.11). Korelasi ini membentuk suatu fragmen struktur khas cincin C flavanon (Markam,

Page 37: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

26

1982). Selanjutnya cincin C ini terhubung dengan cincin A, terbukti dengan adanya

korelasi H-23 terhadap C-29 (Gambar 5.12). Dua korelasi proton terhadap karbon lainnya

menunjukkan korelasi yang terjadi pada cincin B.

Gambar 5.11 Spektrum HMBC 1 senyawa 1

Gambar 5.12 Spektrum HMBC 2 senyawa 1

A

C

Page 38: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

27

Potongan struktur cincin A dan C pada kerangka flavonoid yang lain ditunjukkan pada

Gambar 5.13 dan 5.14. Dua proton aromatik H-15 dan H-18 dari cincin A berhubungan

dengan karbon yang berada pada cincin C yaitu C-8 dan C-24. Selain itu, H-24 berkorelasi

dengan C-2 yang merupakan karbonil (tampak pada Gambar 5.15). Berdasarkan data

HMBC ini, didapatkan potongan stuktur flavon. Dugaan sementara struktur senyawa 1

adalah kerangka biflavon yang terdiri dari flavon dan flavanon.

Gambar 5.13 Spektrum HMBC 3 senyawa 1

Gambar 5.14 Spektrum HMBC 4 senyawa 1

A

C

A

C

Page 39: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

28

Gambar 5.15 Spektrum HMBC 5 senyawa 1

Gambar 5.16 Spektrum HMBC 6 senyawa 1

Kerangka flavon semakin lengkap dengan adanya hubungan H-14 terhadap C-2. Hal ini

menunjukkan adanya korelasi proton cincin B terhadap karbonil yang terletak di cincin C

(tampak pada Gambar 5.16). Selain itu juga kerangka flavanon semakin mendekati struktur

utuh dengan adanya korelasi H-12 terhadap C-1. Dua spektrum HMBC lain (Gambar 5.17

C B

C B

C B

Page 40: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

29

dan 5.18) memperkuat dugaan struktur dengan menunjukkan korelasi proton ke karbon

yang terjadi di cincin A (baik cincin A flavon dan flavanon).

Gambar 5.17 Spektrum HMBC 7 senyawa 1

Gambar 5.18 Spektrum HMBC 8 senyawa 1

C

A

Page 41: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

30

Korelasi yang menjadi kunci terhubungnya kerangka flavon dan flavanon

diperlihatkan pada Gambar 4.19. Pada spektrum ini tampak hubungan H-19 (proton cincin

C dari kerangka flavon) dengan C-7 (karbon cincin C dari kerangka flavanon).

Selain spektrum HMBC, spektrum 1H-1H-COSY juga dapat memberikan informasi

penting untuk membentuk struktur utuh dengan cara memperlihatkan korelasi proton-

poton yang terjadi dengan jarak tiga ikatan. Hubungan proton-proton visinal dari H-29 dan

H-30 yang sudah dijelaskan pada spektrum HMBC (Gambar 5.11) diperkuat dengan

spektrum 1H-1H-COSY (Gambar 4.20). Korelasi lain juga tampak untuk proton-proton

aromatik dari cincin C flavon (H-15 & H-19).

Gambar 5.19 Spektrum HMBC 9 senyawa 1

Page 42: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

31

Gambar 5.20 Spektrum 1H-1H-COSY 1 senyawa 1

Gambar 5.21 Spektrum 1H-1H-COSY 2 senyawa 1

Berdasarkan data 1 dan 2D-NMR didapatkan potongan-potongan struktur yang

mengerucut membentuk kerangka flavon dan flavanon seperti yang terlihat pada Gambar

5.22.

Page 43: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

32

Gambar 5.22 Fragmen-fragmen struktur senyawa 1

O

O

O

OHHO

HOO

O

OH

Gambar 5.23 Dugaan struktur senyawa 1

Page 44: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

33

Tabel 5.2 Data pergeseran kimia 1H-, 13C- dan 2D-NMR Senyawa 1

No.

C

Posisi

C

δC

(ppm)

δH (ppm)

(∑H; multiplisitas; J (Hz))

HMBC COSY

2J 3J

1 4'' 193,6 - H-30 H-13 -

2 4 184,1 - H-24 H-14 -

3 7 171,6 - - H-14 -

4 7'' 170,3 - H-28 - -

5 8a' 167,2 - - H-13 -

6 8a 165,6 - H-27 - -

7 4''' 149,3 - - H-19 -

8 2 148,2 - H-24 H-18, H-15 -

9 3''' 146,9 - H-23 - -

10 4' 146,8 - H-19 H-18 -

11 3' 146,6 - H-18 H-19 -

12 1''' 132,1 - - H-17 -

13 5'' 129,9 7,72 (1H; d; 8,4 Hz) - - -

14 5 126,8 7,56 (1H; d; 8,45 Hz) - - -

15 6''' 126,3 7,22 (1H; d; 8,45 Hz) H-19 H-18, H-24 H-19

16 1' 125,8 - - H-19 -

17 5''' 119,3 6,79 (1H; s) - H-23 -

18 2' 118,9 7,52 (1H; s) H-24 - -

19 5' 116,7 6,83 (1H; d; 8,4 Hz) - - H-15

20 6' 116,3 6,62 (1H; d; 9,2 Hz) - H-28 -

21 6'' 115,5 6,62 (1H; d; 9,2 Hz) - H-17 -

22 4a 114,9 - - H-26, H-27 -

23 2''' 114,8 6,93 (1H; s) - - -

24 3 114,0 6,64 (1H; s) - H-18 -

25 4a'' 113,6 - - H-20, H-28 -

26 6 111,9 6,49 (1H; dd; 1,3; 8,45 Hz) - H-27 -

27 8 103,9 6,35 (1H; d; 1,95 Hz) - H-26 -

28 8'' 99,7 6,60 (1H; s) - H-20 -

29 2'' 81,1 5,32 (1H; dd; 2,6; 13 Hz) H-30 H-23 H-30

30 3'' 45,1 3,00( 1H; dd; 13; 16,85 Hz)

- - H-30b, H-29

2,70 (1H; dd; 2,6; 16,85 Hz) - - H-30a, H-29

Penegasan dugaan strutur senyawa 1, didukung dengan data spektroskopi massa.

Spektrum massa yang digunakan adalah spektrum massa ion positif, yang artinya bobot

molekul yang muncul pada spektrum adalah hasil penambahan 1 nilai dari bobot molekul

sebenarnya. Berdasarkan spektrum massa (Gambar 5.24), senyawa 1 memiliki berat

molekul 525,2507. Bobot molekul ini sesuai dengan perhitungan bobot molekul dari

Page 45: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

34

dugaan jumlah atom senyawa 1 yang terdiri 30 atom karbon, 20 atom hidrogen dan 9 atom

oksigen dengan rumus molekul C30H20O9.

Gambar 5.24 Spektrum ES+ MS senyawa 1

Dengan mengetahui dugaan rumus molekul tersebut, maka dapat diperoleh dugaan

nilai atau harga (double bond equivalen) DBE dari senyawa 1 dengan rumus sebagai

berikut:

DBE = Σ atom C – 𝛴 atom H

2−

𝛴 Halogen

2+

𝛴 𝑎𝑡𝑜𝑚 N

2+ 1

Berdasarkan perhitungan rumus DBE tersebut, diperoleh harga DBE senyawa 1 yaitu

21, artinya senyawa 1 diduga memiliki 4 buah cincin benzena, 2 buah karbonil, 1 ikatan

rangkap dan 2 buah siklik. Nilai DBE ini sesuai dengan dugaan struktur yang diusulkan

pada gambar 5.23. Adapun senyawa yang memiliki kemiripan dengan struktur senyawa 1

adalah 2'',3'' dihidrohinoflavon (Marcia et al., 2002) yang memiliki struktur berikut ini:

Page 46: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

35

Gambar 5.25 Struktur 2'',3'' dihidrohinoflavon

Perbedaan struktur senyawa 1 dan 2'',3'' dihidrohinoflavon terletak pada empat hal yaitu

C-5, C-5'', C-3''' dan posisi penggabungan dua kerangka flavonoid ini. Pada senyawa 1

tidak terdapat gugus hidroksi pada C-5 dan C-5'' sehingga menyebabkan pergeseran kimia

C-5 dan C-5'' pada senyawa 1 lebih kecil dibandingkan dengan pergeseran kimia C-5 dan

C-5'' pada 2'',3'' dihidrohinoflavon. Selain itu, pada senyawa 1 terdapat gugus hidroksi pada

C-3''' mengakibatkan pergeseran kimianya lebih besar dibandingkan dengan C-3''' pada

2'',3'' dihidrohinoflavon. Posisi penggabungan dua kerangka biflavon ini juga berbeda,

pada senyawa 1 penggabungan terjadi antara C-4' dengan C-4''' sedangkan pada 2'',3''

dihidrohinoflavon penggabungan terjadi antara C-3' dengan C-4'''. Keempat hal ini

mengakibatkan perbedaan pergeseran kimia karbon dan proton lainnya. Pergeseran kimia

karbon dan proton senyawa 1 dengan 2'',3'' dihidrohinoflavon ditunjukkan pada Tabel 5.3.

O

O

HO

OH

O

OH

O OH

OHO

O

O

O

OHHO

HOO

O

OH

5

4'

4'

3'

3'

5

4'''

3'''4'''

5''

5''

2'',3'' dihidrohinoflavon Senyawa 1

Gambar 5.26 Perbedaan struktur senyawa 1 dan 2'',3'' dihidrohinoflavon

Page 47: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

36

Tabel 5.3 Data pergeseran kimia 1H-& 13C-NMR Senyawa 1 dan 2'',3''

dihidrohinoflavon*

* Marcia et al., 2002

Pengukuran spektroskopi yang sama dilakukan juga terhadap isolat 2, sehingga

didapatkan struktur senyawa 2 sebagai berikut:

Gambar 5.27 Struktur senyawa 2

Posisi

C

δC (ppm) δH (ppm) (Int.; Multip.; J)

1 Ref. 1 Ref.

Kerangka flavanone

2 148,2 163,9 5,32 (1H; dd; 2,6; 13 Hz) 5,39 (1H; dd; 6,0; 12,7 Hz)

3 114,0 103,9 3,00( 1H; dd; 13; 16,85 Hz)

2,70 (1H; dd; 2,6; 16,85 Hz)

3,11( 1H; dd; 12,7; 16,6 Hz)

2,66 (1H; d; 16,6 Hz)

4 184,1 182,2 - -

4a 114,9 104,2 - -

5 126,8 161,8 7,56 (1H; d; 8,45 Hz) -

6 111,9 99,5 6,49 (1H; dd; 1,3; 8,45 Hz) 6,11 (1H; dd; 2,0 Hz)

7 171,6 164,6 - -

8 103,9 94,6 6,35 (1H; d; 1,95 Hz) 6,37 (1H; dd; 2,0 Hz)

8a 165,6 157,8 - -

1' 125,8 122,7 - -

2' 118,9 121,2 7,52 (1H; s) 7,62 (1H; d; 7,8 Hz)

3' 146,6 142,8 - -

4' 146,8 153,8 - -

5' 116,7 118,4 6,83 (1H; d; 8,4 Hz) 7,06 (1H; d; 7,0 Hz)

6' 116,3 125,3 6,62 (1H; d; 9,2 Hz) 7,71 (1H; dd; 7,8; 2,0 Hz)

Kerangka flavon

2'' 81,1 78,6 - .

3'' 45,1 42,3 6,64 (1H; s) 6,62 (1H; s)

4'' 193,6 196,5 - -

4a'' 113,6 102,3 - -

5'' 129,9 163,4 7,72 (1H; d; 8,4) -

6'' 115,5 96,6 6,62 (1H; d; 9,2) 5,81 (1H; d; 2,0 Hz)

7'' 170,3 167,1 - -

8'' 99,7 95,6 6,60 (1H; s) 5,82 (1H; d; 2,0 Hz)

8a'' 167,2 163,3 - -

1''' 132,1 132,8 - -

2''' 114,8 128,8 6,93 (1H; s) 7,36 (1H; d; 7,8 Hz)

3''' 146,9 116,3 - 6,83 (1H; d; 7,8 Hz)

4''' 149,3 158,4 - -

5''' 119,3 116,3 6,79 (1H; s) 6,83 (1H; d; 7,8 Hz)

6''' 126,3 128,8 7,22 (1H; d; 8,45 Hz) 7,36 (1H; d; 7,8 Hz)

Page 48: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

37

5.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa 1 dan 2 terhadap E. faecalis

5.3.1 Pengujian sensitivitas senyawa terhadap bakteri E. facaelis

Pengujian ini dilakukan dengan metode Kirby-Bauer, dimana yang menjadi parameter

penentuan aktivitas antibakterinya dilihat dari zona hambat pertumbuhan bakteri yang

terjadi. Bakteri yang sudah ditumbuhkan pada media padat diberi larutan senyawa uji

dengan konsentrasi 5000 dan 1000 ppm pada paper disk. Klorheksidin digunakan sebagai

kontrol positif dan pelarut digunakan sebagai kontrol negatif.

Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37°C, zona bening disekitar daerah

paper disk yang sudah diberi larutan uji (senyawa uji, kontrol positif dan kontrol negatif)

diamati dan diukur menggunakan jangka sorong. Zona bening ini menunjukkan zona

hambat pertumbuhan bakteri yang dilakukan oleh senyawa uji.

Pada tabel 5.4 ditunjukkan nilai zona hambat dari keempat senyawa terhadap

pertumbuhan bakteri. Pada konsentrasi 5000 dan 1000 ppm, keempat senyawa memiliki

zona hambat pertumbuhan bakteri yang hampir sama sekitar 7-8 mm. Oleh karena itu

diperlukan penentuan nilai KHM dan KBM dari setiap senyawa ini.

5.3.2 Nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum

senyawa terhadap pertumbuhan bakteri E. faecalis.

Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan metode mikro dilusi. Media cair

untuk pertumbuhan bakteri dimasukkan ke dalam sumur-sumur microplate. Microplate

yang dugunakan memiliki jumlah sumur 12x8 (8 sumur/baris dan 12 sumur/kolom, Lay

Out microplate terdapat pada Gambar 3.1). Kemudian ke dalam sumur kolom pertama

pada baris kelompok A (1&2) dan C (5&6) ditambahkan larutan senyawa uji, sedangkan

pelarut ditambahkan ke dalam sumur pada baris kelompok B (3&4) dan kelompok D

(7&8). Selanjutnya pada sumur kolom pertama baris 5-8 ditambahkan bakteri yang telah

ditumbuhkan pada media cair. Dari setiap sumur kolom pertama diambil 100 µL dan

dimasukkan ke dalam sumur kolom 2, selanjutnya dilakukan hal yang sama sampai kolom

12. Konsentrasi senyawa uji yang digunakan adalah 20000 ppm. Sehingga setelah

dilakukan pengenceran didapat konsentrasi senyawa uji pada sumur dari kolom ke 1-12

berturut-turut 10000; 5000; 2500; 1250; 625; 312,5; 156,2; 78,1; 39; 19,5; 9,7; 4,8 ppm.

Sedangkan untuk klorheksidin menggunakan konsentrasi awal 2000 ppm sehingga

didapatkan konsentrasi 1000; 500; 250; 125; 6,25; 3,12; 1,56; 0,78; 0,39; 0,19; 0,97; 0,48

Page 49: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

38

ppm. Hal ini dikarenakan nilai zona hambat klorheksidin terhadap pertumbuhan E. faecalis

lebih besar dibandingkan senyawa uji. Setelah semua larutan bercampur dengan baik,

microplate ditutup dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian dilakukan

pengukuran menggunakan spektrofotometer pada alat ELISA reader. Hasilnya berupa

nilai absorbansi yang menunjukkan tingkat kekeruhan larutan pada setiap sumur. Sumur

semua kolom pada setiap baris harus memiliki nilai absorbansi yang relatif sama kecuali

sumur pada baris kelompok B yang berisi media, bakteri dan senyawa uji. Hal ini

menunjukkan tidak adanya kontaminasi selama pengujian dilakukan.

Tabel 5.4 Nilai zona penghambatan, KHM dan KBM senyawa 1 dan 2 terhadap

pertumbuhan E. faecalis

Senyawa

Zona hambat (mm) pada konsentrasi (ppm) KHM

(ppm)

KBM

(ppm) 5000 1000

Ke-1 Ke-2 Rata-rata Ke-1 Ke-2 Rata-rata

1 8,65 8,60 8,62 7,80 8,50 8,15 625 625

2 8,70 8,40 8,55 8,10 8,00 8,05 625 2500

klorheksidin* td td td 12,9 12,9 12,9 1,95 31,25

*) kontrol positif

td) tidak diujikan

Penentuan nilai KHM dilihat dari perbandingan nilai absorbansi pada baris C (media,

senyawa uji dan bakteri) dengan baris D (media, pelarut dan bakteri), contohnya penentuan

nilai KHM klorheksidin ditunjukkan pada Gambar 5.28. Nilai absorbansi larutan pada

sumur yang ditandai dengan garis warna kuning menunjukkan nilai yang relatif sama. Hal

ini menunjukkan jumlah bakteri yang tumbuh pada baris C dan D sama. Sedangkan nilai

absorbansi larutan pada sumur yang ditandai dengan garis warna merah terdapat perbedaan

yang mengindikasikan adanya perbedaan jumlah bakteri yang tumbuh pada C dan D.

Sehingga nilai KHM untuk setiap senyawa uji adalah konsentrasi pengujian yang

dilingkari dengan warna merah.

Penentuan nilai KBM diambil dengan cara melihat pada konsentrasi terendah senyawa

uji tersebut dapat membunuh bakteri. Contohnya nilai KBM klorheksidin adalah 31,2 ppm

karena pada media dengan konsentrasi senyawa uji lebih telah menunjukkan adanya

pertumbuhan bakteri. Penentuan nilai KHM dan KBM senyawa uji lain dilakukan hal yang

sama seperti penentuan nilai KHM dan KBM pada klorheksidin. Pada penentuan nilai

Page 50: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

39

KBM senyawa 1 terdapat kontaminasi dengan tumbuhnya jamur (Tabel 5.7), hal ini

disebabkan adanya kurang aseptiknya pada saat pengujian. Oleh karena itu dilakukan

perhitungan %kematian bakteri untuk menentukan nilai KBM. Perhitungan terlampir pada

lampiran.

Sumur Konsentrasi (ppm)

1000 500 250 125 62,5 31,25 15,63 7,81 3,91 1,95 0,98 0,49

M + S 0.231 0.245 0.155 0.104 0.07 0.055 0.05 0.049 0.05 0.048 0.047 0.046

0.236 0.257 0.16 0.104 0.07 0.055 0.05 0.049 0.047 0.047 0.048 0.047

M + P 0.046 0.047 0.044 0.045 0.046 0.047 0.044 0.045 0.045 0.044 0.046 0.046

0.045 0.044 0.046 0.045 0.042 0.046 0.045 0.045 0.046 0.046 0.045 0.046

M + S + B 0.265 0.259 0.164 0.107 0.074 0.057 0.05 0.048 0.048 0.095 0.136 0.132

0.266 0.258 0.16 0.103 0.072 0.054 0.049 0.049 0.048 0.099 0.143 0.14

M + P + B 0.137 0.147 0.149 0.148 0.149 0.14 0.14 0.146 0.136 0.143 0.142 0.145

0.15 0.148 0.143 0.146 0.15 0.14 0.139 0.143 0.142 0.144 0.145 0.148

Gambar 5.28 Penentuan nilai KHM klorheksidin terhadap E. faecalis

A

C

B

D

D

B

C

A

Page 51: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

40

Tabel 5.5 Penentuan nilai KBM klorheksidin terhadap E. faecalis

Konsentrasi (ppm) Ulangan ke-

1 2

125

62,5

31,2

15,7

7,8

3,9

Page 52: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

41

Gambar 5.29 Penentuan nilai KHM senyawa 1 terhadap E. faecalis

Sumur Konsentrasi (ppm)

10.000 5.000 2.500 1.250 625 312,5 156,3 78,13 39,06 19,53 9,77 4,88

M + S 1,434 1,331 1,184 0,634 0,337 0,203 0,132 0,095 0,080 0,068 0,060 0,054

1,190 1,423 1,111 0,592 0,323 0,193 0,127 0,092 0,075 0,066 0,060 0,054

M + P 0,056 0,047 0,048 0,048 0,047 0,047 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046 0,046

0,053 0,047 0,049 0,047 0,047 0,046 0,047 0,046 0,046 0,047 0,046 0,047

M + S + B 1,656 1,677 1,091 0,573 0,327 0,222 0,156 0,162 0,158 0,139 0,134 0,120

1,586 1,694 1,109 0,573 0,323 0,219 0,156 0,155 0,158 0,149 0,135 0,131

M + P + B 0,058 0,061 0,073 0,104 0,110 0,119 0,114 0,116 0,117 0,113 0,113 0,107

0,055 0,059 0,071 0,101 0,110 0,118 0,119 0,116 0,109 0,111 0,112 0,109

Rata-rata 10.000 5.000 2.500 1.250 625 312,5 156,3 78,13 39,06 19,53 9,77 4,88

M + S 1.312 1.377 1.148 0.613 0.33 0.198 0.13 0.094 0.078 0.067 0.06 0.054

M + P 0.055 0.047 0.049 0.048 0.047 0.047 0.047 0.046 0.046 0.047 0.046 0.047

M + S + B 1.621 1.686 1.1 0.573 0.325 0.221 0.156 0.159 0.158 0.144 0.135 0.126

M + P + B 0.057 0.06 0.072 0.103 0.11 0.119 0.117 0.116 0.113 0.112 0.113 0.108

%

Kematian

bakteri

15450 2373 -202 -72.7 -7.94 31.25 37.86 92.86 120.1 117.6 112 116.3

A

C

B

D

C

D

A

C B

D

B

A

Page 53: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

42

Tabel 5.6 Penentuan nilai KBM senyawa 1 terhadap E. faecalis

Konsentrasi (ppm) Ulangan ke-

1 2

10000

5000

2500

1250

625

312,5

156,2

Page 54: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

43

Sumur Konsentrasi (ppm)

5000 2500 1250 625 312,5 156,3 78,13 39,06 19,53 9,77 4,88 2,44

M + S 0.106 0.088 0.077 0.065 0.055 0.051 0.05 0.048 0.047 0.045 0.045 0.045

0.106 0.078 0.075 0.062 0.054 0.051 0.049 0.047 0.045 0.045 0.045 0.044

M + P 0.043 0.043 0.043 0.044 0.043 0.043 0.044 0.043 0.043 0.043 0.043 0.042

0.043 0.043 0.043 0.042 0.043 0.043 0.043 0.043 0.043 0.044 0.043 0.049

M + S + B 0.103 0.083 0.079 0.107 0.144 0.155 0.154 0.144 0.169 0.165 0.157 0.159

0.098 0.083 0.078 0.105 0.143 0.156 0.144 0.15 0.16 0.161 0.165 0.168

M + P + B 0.046 0.045 0.049 0.087 0.132 0.16 0.145 0.152 0.157 0.15 0.159 0.164

0.045 0.048 0.048 0.089 0.135 0.158 0.155 0.157 0.158 0.162 0.159 0.169

Gambar 5.30 Penentuan nilai KHM senyawa 2 terhadap E. faecalis

A

C

B

D

A

C

B

D

Page 55: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

44

Tabel 5.7 Penentuan nilai KBM senyawa 2 terhadap E. faecalis

Konsentrasi (ppm) Ulangan ke-

1 2

5000

2500

1250

Page 56: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

45

BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Pada penelitian selanjutnya akan dilakukan pengujian aktivitas inhibitor Mur A kedua

flavonoid yang telah diisolasi dari sarang semut (senyawa 1 dan 2).

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Pada tumbuhan sarang semut terdapat flavonoid yang beraktivitas antibakteri terhadap E.

faecalis yaitu biflavonoid (1, KHM 625 ppm) dan 3''-metoksi-epikatekin-3-O-epikatekin (2,

KHM 625 ppm). Aktivitas antibakteri dari kedua senyawa ini merupakan informasi yang baru

diketahui.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan pencarian flavonoid lain dari M. pendans yang beraktivitas antibakteri

terhadap E. Faecalis.

2. Perlu dilakukan pengujian flavonoid terhadap bakteri patogen gigi yang lain untuk

melihat potensi flavonoid yang telah diisolasi.

Page 57: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

46

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, N.L., Blasco, E.R., Hofmann, J.P and Anderson N.G. 1991. A two dimensional gel

database of rat liver proteins useful in gene regulation and drug effects studies.

Electrophoresis 12:907-30.

Anderson, N.L, Matheson, A.D, and Steiner, S. 2000. Proteomics: applications in basic and

applied biology. Curr. Opin. Biotechnol.11:408–12.

Banks, R.E., Dunn, M.J., Hochstrasser, D.F., Sanchez, J.C. and Blackstock, W.P. 2000.

Proteomics: new perspectives, new biomedical opportunities. Lancet. 356:1749-56.

Blackstock WP, Weir MP. 1999. Proteomics: quantitative and physical mapping of cellular

proteins. Trends Biotechnol.17:121–27

Brannen L.A & Davidson P.M. 1993. Antimicrobials In Foods. Marcell dekker. New York.

Bustanussalam. 2010. Penentuan Struktur Molekul dari Fraksi Air Tumbuhan Sarang Semut

(Myrmecodia pendens Merr & Perry) yang Beraktivitas Sitotoksik dan Sebagai

Antioksidan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Cushnie, T.P.T., and A.J. Lamb. 2005. Antimicrobial activity of flavonoids. International

Journal of Antimicrobial Agents. 26: 343–356.

De paz C. 2004. Gram-positive organism in endodontic infection. Endo topics. Denmark.

Blackwell Munksgaard. 79-96

Edewor, K. T. 2013. A Review on Antimicrobial and Other Beneficial Effects of Flavonoids.

Int J Pharm Sci. 21(1):20–33.

Engida, A.M., Kasim, N.S., Tsigie, Y.A., Ismadji, S., Huynh, L.H. & Ju, Y. 2013. Extraction,

identification and quantitative HPLC analysis of flavonoids from sarang semut

(Myrmecodia pendans). Journal Industrial Crops and Products. 41.392-396.

Eschenburg, S., Priestman, M.A., Abdul-Latif, F.A, Delachaume, C., Fassy, F., Schönbrunn,

E. 2005. A novel inhibitor that suspends the induced fit mechanism of UDPN-

acetylglucosamine enolpyruvyl transferase(MurA). Joural of Biological Chemistry,

280(14), 14070-5.

Giorgianni, B. S. 2003. Proteome analysis by two-dimensional gel electrophoresis and mass

spectrometry: strengths and limitations. Trends in Analytical Chemistry. 22(5):273-81.

Hernández J. M. J., A. García, E. Garza-González, V. M. Rivas-Galindo and M.R. Camacho-

Corona. 2012. Antibacterial and Antimycobacterial Lignans and Flavonoids from Larrea

tridentata. Phytotheraphy Research. 26. 1957-1960.

Huxley, C. R., 1978, Ant-Plant Myrmecodia and Hydnophytum (Rubiaceae), and Relationships

between Their Morphology, Ant-Accupants, Physiology and Ecology, New Phytologist.

80(1): 231.

Jawetz E, Melnick, Adelberg. 2004. Medical Microbiology, 24th Edition. New York: McGraw-

Hill Companies, Inc.

Jebb, M. 2009. A Revision of The Ant-plant Genus Hydnophytum

(Rubiaceae).iNationaliBotaniciGardenIIreland.iMarch 20, 2015. ihttp://www.botanic

gardens.ie/herb/research/hydnophytum.html.

Jhonson W T, Noblet W C. 2009. Cleaning and Shaping: Torabinejad M, Walton RE, editor.

Endodontic Principles and Practice.St.Louis. Saunders Elsevier. 262-264.

Kayouglu G & Østarvik D. 2004. Virulance factor of enterococcus faecalis: relationship to

endodontic disease. Crit Rev Oral Bio Med. 15(5).308-320.

Kusmoro, J. 2013. Lembar Identifikasi Tumbuhan. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan,

Jurusan Biologi UNPAD. Jatinangor.

Noviana, L. 2004. Identifikasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi dari Proporlis Lebah Madu

(Apis Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri (Staphylococcus Aureus).

Skripsi Mahasiswa Jurusan Kimia Universitas Brawijaya Malang. Malang.

Page 58: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

47

Pandey, A and Matthias, M. 2000. Proteomics to study genes and genom. Nature Journal. 405,

837-46.

Plumer, N. 2000. Cultivation of The Epiphytic Ant-Plants Hydnophytum and Myrmecodia.

Cactus and Succulent Journal. 72, 142-147.

Podbielski, A., Axel S., and Spahr BH. 2003. Additive antimicrobial activity of calcium

hydroxide and chlorhexidine on common endondontic bacterial pathogens. J Endod.

29(5):340–5.

Silver, L.L. 2006. Does the cell wall of bacteria remain a viable source of targets for novel

antibiotics? Biochemical Pharmacology. 71(7), 996-1005.

Stashenko, P. 2003. Etiology and pathogenesis of pulpitis and apical periodontitis. Dalam:

Østarvik, D., & Pitt Ford TR, editor. Essential endodontics. Oxford. Blackwell Science,

p: 42-67.

Subroto, M.A dan Saputro, H. 2006. Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Walsh CT & Wencewicz TA. 2014. Prospect for new antibiotics: a molecule-centered

perspective. The Journal of Antibiotics. 7-22.

Widodo, D.E., 1980, Peranan Kumur-kumur Dalam Perawatan Periodontal, Kumpulan Naskah

Ceramah Ilmiah Kongres Nasional XIV PDGI, Jakarta. 140-144.

Page 59: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

Flavonoids from Myrmecodia pendans, their antibacterial activity against

Enterococcus faecalis

Cut Soraya1, Dikdik Kurnia2, Hendra Dian Adhita Dharsono1 and Mieke H. Satari1 1Faculty of Dentistry, Universitas Padjadjaran-Bandung, Indonesia. 2Laboratory of Natural Products Chemistry, Department of Chemistry, Faculty of Science, Universitas Padjadjaran-Bandung, Indonesia.

Abstract: Myrmecodia pendans is widely used in West Papua as herb with broad range of

therapeutic values. Our previous research found that EtOAc extract of M. pendans can inhibit

the growth of Enterococcus faecalis. We use soxhletation method to get EtOAc extract, and

then purification compounds used column chromatography normal and reverse phase to yield

1 (10 mg) and 2 (4 mg). Then, all compounds was tested against E. faecalis cultured to find

MIC value using micro dilution method. In this study, we found two flavonoids (biflavonoid(1)

with MIC 156 μg/mL and 3''-methoxy-epicatechin-3-O-epicatechin(2) with MIC 625 μg/mL)

that have antibacterial activities against E. faecalis.

1. Introduction

Over the last two decades, enterococci have been recognized as the leading cause of

hospital-acquired infection, paralleling their increased antimicrobial resistance to most

currently approved agents [1]. Of the enterococcal species associated with colonization and

infection in humans, Enterococcus faecalis is the most common species [2]. Enterococcus

faecalis, a pathogenic bacteria that commonly causes tooth infection, accounts for around 80-

90% of all infections caused by enterococci. In the past few years, Enterococcus faecalis has

been mentioned with increased frequency with regard to teeth with post-treatment disease [3].

It is generally believed that the major cause of failure is the survival of microorganisms in the

apical portion of the root-filled tooth [4]. Tooth infection can’t be taken lightly because it cause

systemic diseases such as cancer, cardiovascular diseases etc. [5].

The search for new and more effective antibiotics has gained momentum in recent years

due to increased antibiotic resistance [6]. Natural products, especially those derived from

higher plants, provide a rich source of novel and diverse antimicrobial agents. However, little

is known about the potential of secondary plant metabolites against oral pathogens [7].

Ant plant, Myrmecodia pendans, is widely used in West Papua as herb with broad range

of therapeutic values. These plants are potential to be developed in modern herbal medicines

because they can grow well as epiphytic plants, therefore the exploitation will not endanger the

environment [8]. Our previous research found that EtOAc extract of M. pendans can inhibit the

growth of Enterococcus faecalis. Otherwise, we found EtOAc extract contain highest flavonoid

level of n-hexane and water extract. Many other biological activities are attributed to

flavonoids, e.g. anticancer, antioxidant, antiviral, antimicrobial [9], antihepatotoxic,

antiosteoporotic, antiallergic, antispasmodic and antiulcer activity [10] induces apoptosis [11].

Two iridoids from the ant-plant (Myrmecodia tuberosa) exhibit weak antibacterial effect

against Staphylococcus aureus with MIC value of 100.0 μg/mL[12]. Thus, we focused to find

antibacterial flavonoid against E. faecalis.

2. Materials

2.1 Materials

Dried of Myrmecodia pendans were supplied from Papua inland and were identified by

Joko, Laboratory of Plants Taxonomi, Depatrment of Biology, Faculty of Science Universitas

Padjadjaran, Bandung, Indonesia. Kiesel gel 60 silica gel resin was used for column

chromatography (c.c.) (Merck, Darmstadt, Germany) and the ODS was a LiChroprep RP-18

Page 60: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

(Merck). TLC analysis was carried out using Kiesel gel 60 F254 and RP-18 F254S (Merck).

Deuterated solvents were purchased from Merck Co. Ltd. and Sigma Aldrich Co. Ltd. (St.

Louis, MO, USA).

Enterococcus faecalis ATCC 29212 was used for the test, Muller Hinton broth and Muller

Hinton agar as medium, chlorhexidine and fosfomicyn (were purchased from Merck Co. Ltd.

and Sigma Aldrich) as positive control, and anaerobic jar (for anaerobic condition) for

antibacterial assay.

2.2 Instruments

NMR spectra recorded on a 500 MHz FT-NMR spectrometer (Varian ECA 500 JOEL,

Japan). IR spectra were obtained from a Perkin Elmer Spectrum One FT-IR spectrometer

(Buckinghamshire, England). ES-MS spectrometer (UPLC MS/MS TQD type, Waters).

Laminar air flow, incubator Memmert, autoclave machine HVE-50 Hirayama, jar and ELISA

reader Diagnostic Automation Inc.

3. Methods

3.1 Isolation of Flavonoids from the EtOAc extract obtained from M. pendans

The air-dried ground plant material (Myrmecodia pendans, 3 Kg), was extracted with

100% EtOAc (3x3 L) at 40°C on heating mantle of soxhlet extractor. The extract was

evaporated to yield a residue (30 g). Residue (EtOAc extract) was subjected to column

chromatography stationary phase silica gel 60 (300 g, 70-230 mesh, Merck, Munish, Germany)

eluting with a gradient 10% n-Hexane/EtOAc, to yield eleven fractions. Fraction 8 (0.45 g) was

subjected to column chromatography stationary phase silica gel 60 (9 g, 70-230 mesh) eluting

with a gradient 5% n-Hexane/EtOAc (70:30 to 30:70 v/v), to yield eight fractions. Fraction 8.4

(38 mg) was subjected to an RP-C18 column, eluting with an isocratic of H2O/MeOH (70:30

v/v) to yield 1 (10 mg). Fraction 9 (0.65 g) was subjected to column chromatography stationary

phase silica gel 60 (150 g, 70-230 mesh) eluting with a gradient 5% n-Hexane/EtOAc (75:25

to 25:75 v/v), to yield eleven fractions. Fraction 9.6 (167 mg) was subjected to an RP-C18

column, eluting with isocratic of H2O/MeOH (70:30 v/v) to yield 2 (4 mg). Rf value for

compound 1 and 2 are 0.2 and 0.4, on TLC (RP-18 F254S) with eluting MeOH/H2O 1:1.

3.2 Antibacterial assay

Estimation of antibacterial effects of compound 1 and 2 on E. faecalis ATCC 29212 used

in this study was conducted using disk diffusion [13] and micro dilution method [14]. The

Kirby-Bauer disk diffusion susceptibility test was used to determine the sensitivity or resistance

of E. faecalis to compounds. The procedure follow as reference in CLSI protocols [13].

Compounds (samples) were diluted with methanol-water (1:1), however chlorhexidine and

fosfomycine (controls) were diluted with water. All of them (controls and samples) were

performed out of concentration 5000 and 1000 μg/mL. Paper discs (7 mm) were impregnated

with 20 μL of each sample and then discs loaded with natural products were placed onto the

surface of the agar. Tests were performed in duplicate.

To determine MIC value used micro dilution method. The bacterial cells were pre-cultured

in Muller Hinton broth at 37°C under aerobic conditions. They were incubated in the presence

of compounds with the concentrations obtained by serial two-fold dilution at 37°C without

shaking in the same broth for 24 h on micro plates as shown in procedure that used in Clinical

and Laboratory Standards Institute, and their MICs were estimated as the lowest concentrations

where the bacterial cells were not observed visually as reported previously, and given based on

triplicate experiments. Water or MeOH used for dissolving compounds where water and MeOH

have no effect. The positive control, chlorhexidine and fosfomicyn, was dissolved in water.

The minimal inhibitory concentration values (MIC) and the minimal bactericidal concentration

Page 61: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

(MBC) of the pure compounds were determined by using the micro dilution broth method in

96-well micro plates [14]. Tests were performed in duplicate.

4. Result

4.1 Isolation of Flavonoids from the EtOAc extract obtained from M. pendans

Biflavonoid (1): UV λmax nm: (MeOH): 208, 258, 273 and 393. IR (KBr) cm-1: 3483 and

1597. ES-MS m/z 525.0527 [M+H]-. 1H-NMR (CD3OD): δH. 7.72 (d, J = 8.4 Hz, H-5''), 7.56

(d, J = 8.45 Hz, H-5), 7.52 (s, H-2'), 7.22 (d, J = 8.45 Hz, H-6'''), 6.93 (s, H-2'''), 6.83 (d, J =

8.4 Hz, H-5'), 6.79 (s, H-5'''), 6.64 (s, H-3), 6.62 (d, J = 9.2 Hz, H-6' & H-6''), 6.60 (s, H-8''),

6.49 (dd, J = 1.3 & 8.45 Hz, H-6), 6.35 (d, J = 1.95 Hz, H-8), 5.32 (dd, J = 2.6 & 13 Hz, H-

2''), 3.00 (dd, J = 13 & 16.85 Hz, H-3'') and 2.70 (dd, J = 2.6 & 16.85 Hz, H-3''). 13C-NMR

(CD3OD): δc 193.6(C-4''), 184.1(C-4), 171.6(C-7), 170.3(7''), 167.2(C-8a'), 165.6(C-8a),

149.3(C-4'''), 148.2(C-2), 146.9(C-3'''), 146.8(C-4'), 146.6(C-3'), 132.1(C-1'''), 129.9(C-5''),

126.8(C-5), 126.3(C-6'''), 125.8(C-1'), 119.3(C-5'''), 118.9(C-2'), 116.7(C-5'), 116.3(C-6'),

115.5(C-6''), 114.9(C-4a), 114.8(C-2'''), 114.0(C-3), 113.6(C-4a''), 111.9(C-6), 103,9(C-8),

99.7(C-8''), 81.1(C-2'') and 45.1(C-3'').

3-methoxy-3-epicatechin-epicatechin (2): UV λmax nm: (MeOH): 208.4 and 279.4. ES-MS

m/z 575.2751 [M+H]-. 1H-NMR (CD3OD): δH 6.80 (d, J = 1.95 & 8.45 Hz, H-6' & H-6'''), 6.97

(d, J = 1.95 Hz, H-2' & H-2'''), 6.74 (d, J = 1.95 Hz, H-5' & H-5'''), 5,94 (d, J=1,9 Hz, H-8 &

H-8''), 5.91 (d, J=1,9 Hz, H-6 & H-6''), 4.57 (s, H-2 & H-2''), 3.88 (s, OCH3), 2.84 (dd, J= 4.5

& 16.9 Hz, H-3 & H-3'') and 2.72 (dd, J= 2.6 & 16.9 Hz, H-4 & H-4''). 13C-NMR (CD3OD): δc

158.1(C-5), 158(C-5''), 157.8(C-7), 157.7(C-7''), 157.5(C-8a), 157.4(C-8a''), 146(C-3'&C-3'''),

145,9(C-4'&C-4'''), 132.4(C-1'&C-1'''), 119.5(C-6'&C-6'''), 115.9(C-5'&C-5'''), 115.4(C-2'&C-

2'''), 100.2(C-4a&4a''), 96.4(C-8&C-8''), 95.9(C-6&C-6''), 79.9(C-2&C-2''), 67.6(C-3&C-3''),

56.8(OCH3) and 29.4(C-4&C-4'').

4.2 Antibacterial activity

Susceptibility of sample (compound 1 and 2) against E. faecalis can see inhibit zone of

sample on growth bacteria by Kirby-Bauer method. The susceptibility test of sample was done

two variable concentration at 1000 and 5000 μg/ml, chlorhexidine and fosfomicyn as a positive

control, and solvent as a negative control that no effect (no give inhibit zone). All of them

except chlorhexidine show inhibit zone very close at concentration 1000 μg/mL. Although at

5000 μg/mL inhibit zone of sample is different significantly to fosfomicyn.

Table 1. Antibacterial activity of compound 1 and 2 againts E. faecalis

Compound

Inhibition Zone of compound (mm) at Concentration (μg/mL) MIC

(mg/mL)

MBC

(mg/mL) 5000 1000

1 2 Average 1 2 Average

Compound 1 8.65 8.60 8.62 7.80 8.50 8.15 156 625

Compound 2 8.70 8.40 8.55 8.10 8.00 8.05 625 2500

Chlorhexidine* ** ** ** 12.9 12.9 12.9 1.9 31.2

Fosfomicyn* 23.1 22.3 22.7 8.40 8.40 8.40 62.5 None *standard

**not yet

Page 62: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

Figure 1. Inhibit zone of compound 1, 2, chlorhexidine and fosfomicyn against E. faecalis

Figure 2. MIC and MBC value of compound 1, 2, chlorhexidine and fosfomicyn against

E. faecalis

0

5

10

15

20

25

1 2 Chlorhexidine Fosfomicyne

Inhib

it z

one

(mm

)

Compound

5000 μg/ml

1000 μg/ml

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

1 2 Chlorhexidine Fosfomicyn

Co

nce

ntr

atio

n (

μg/m

l)

Compound

MIC

MBC

Page 63: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

(a) (b)

(c) (d)

Figure 3. Determining MIC value of compound 1, 2, chlorhexidine and fosfomicyn

(M: medium, S: sample, B: bacteria)

4 Discussion

4.3 Isolation and Structure Elucidation

Compound 1 was obtained as a yellow amorphous powder. Its molecular formula was

C30H20O9, based on the [M+H]+ ion peak in mass spectrometry (m/z 525.2507). Hydroxyl and

carbonyl group of compound 1 was showed peak at 3483.4 and 1579.0 cm-1 in IR spectrum.

Based on the 13C-NMR spectrum, all carbons of compound 1 are thirty carbon signals.

Compound 2 was isolated as a red amorphous powder. The 13C-NMR spectrum of 2

exhibited 19 signals with range signal at 158.1-29.4. On the basis HMQC spectrum, each

carbon signal at 146-29.4 except signal at 56.8 contained two carbons. So, compound 2 have

31 carbons (24 carbons sp2 and 7 carbons sp3) that deduced contains two flavonoids framework

(flavonoid framework contain 15 carbons, C6-C3-C6), not a triterpenoid framework [15].

Flavonoid type of compound 2 is catechin framework because compound 2 doesn’t have

carbonyl [16].

The 1H-NMR spectrum showed five aromatic proton signals at δ 6.97 (d, J = 1.95 Hz, H-2'

& H-2'''), 6.80 (d, J = 1.95 and 8.45 Hz, H-6' & H-6'''), and 6.74 (d, J = 1.95 Hz, H-5' & H-5''')

in the form of an ABD spin-system suggesting a flavonoid with a 3',4'- disubstituted A-ring.

Ring B protons appeared at 5.94 (d, J = 1.9 Hz, H-6 & H-6'') and 5.91 (d, J = 1.9 Hz, H-8 &

H-8'') showed the same J value, indicating both of them is meta couple protons. One proton

signals at δ 3.88 (s, 3''-OCH3), indicating a methoxy group. NMR data of compound 2 (Table

3) showed two catechin framework.

The structure was determined by the analysis of NMR data as well as by comparison with

previously reported values [17-19]. Mass spectrum showed a protonated molecular ion peak at

m/z 575.2751 [M-1]+, suggesting the molecular formula C31H28O11. The fragment ion peak at

m/z 290.1418 appeared due to loss of a monomer (methoxy-epicatechin).

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

0,16

0 10 20 30 40

Ab

sorb

ance

of

bac

teri

a cu

ltu

re

Concentration of chlorhexidine (μg/mL)

M + S + B

M + B

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

0,16

0,18

0 100 200 300

Ab

sorb

ance

of

bac

teri

a cu

ltu

re

Concentration of fosfomicyne (μg/mL)

M + S + B

M + B

-250

-200

-150

-100

-50

0

50

100

150

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

% G

row

th b

acte

ria

(%)

Concentration of compound 1 (μg/mL)

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

0,16

0,18

0 500 1000 1500

Ab

sorb

ance

of

bac

teri

a cu

ltu

re

Concentration compound 2 (μg/mL)

M + S + B

M + P + B

Page 64: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

Table 3. NMR data of compound 2

Figure 5. Chemical structure of compound 1 and 2

4.4 Evaluation of antibacterial activity

According Clinical Laboratory Standard International protocol’s [13], the categories of

susceptibility on bacteria was shown inhibit zone as follow susceptible (≤ 20 mm), intermediate

(15-19 mm) and resistant (≥ 14 mm). Based on this protocols, compound 1, 2 and standard

include to resistant categories at 1000 μg/mL. However, the compound was possible to be

susceptible at the higher concentration.

Position δC δH (Multp, J) DEPT HMBC

COSY 2J 3J

2 79.9 4.57 (s) CH H-6' H-2' -

3 67.6 4.18 (m) CH H-4 - H-4

4 29.4 2.84 (dd, J= 4.5 dan 16.9 Hz)

CH2 - - H-4, H-3

2.72 (dd, J= 2.6 dan 16.9 Hz) - - H-4, H-3

4a 100.2 - C H-4 H-8 -

5 158.1 - C H-6 - -

6 95.9 5,91 (d, J= 1.9 Hz) CH - - -

7 157.8 - C H-6 - -

8 96.4 5.94 (d, J= 1.9 Hz) CH H-6 - -

8a 157.5 - C H-6 - -

1' 132.4 - C - H-5' -

2' 115.4 6.97 (d, J= 1.95 Hz) CH H-2 H-6' -

3' 146 - C H-2' H-5' -

4' 145.9 - C H-5' H-2' -

5' 115.9 6.74 (d, J= 8.45 Hz) CH H-2 H-6' H-6'

6' 119.5 6.80 (d, J= 1.95 dan 8.45 Hz) CH - H-2' H-5'

2'' 79.9 4.57 (s) CH H-6'' H-2'' -

3'' 67.6 4.18 (m) CH H-4'' - H-4''

4'' 29.4 2,84 (dd, J= 4.5 and 16.9 Hz)

CH2 - - H-4'', H-3''

2,72 (dd; J= 2.6 and 16.9 Hz) - - H-4'', H-3''

4a'' 100.2 - C H-4'' H-8'' -

5'' 158 - C H-6'' - -

6'' 95.9 5,91 (d, J= 1.9 Hz) CH - - -

7'' 157.7 - C H-6'' - -

8'' 96.4 5.94 (d, J= 1.9 Hz) CH H-6'' - -

8a'' 157.4 - C - - -

1''' 132.4 - C - H-5''' -

2''' 115.4 6.97 (d, J= 1.95 Hz) CH H-2''' H-6''' -

3''' 146 - C H-2''' H-5''' -

4''' 145.9 - C H-5''' H-2''' -

5''' 115.9 6.74 (d, J= 8.45 Hz) CH H-2''' H-6''' H-6'''

6''' 119.5 6.80 (d, J= 1.95 and 8.45 Hz) CH - H-2''' H-5'''

OCH3 56.8 3,88 (3H; s) CH3 - - -

Page 65: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

Compounds 1-2 exhibited E. faecalis with MIC values that shown in the Table 2. MIC

value’s compound 1 is third highest after chlorhexidine and fosfomicyn. Compound 1 and 2

are flavonoid. Both of them have antibacterial activity against E. faecalis. This bioactivity of

these compounds hasn’t been unknown before.

Determining MIC value was taken on difference of OD control (Medium + bacteria) and

OD sample (Medium + bacteria + sample). For example MIC value of chlorhexidine was

shown on graphic (figure 4.a). OD control have a stable that shown no contaminant in the well

of control or the same word is the bacteria growth kindly. In other hand, OD sample which

contain medium, bacteria and sample given value decrease significantly. That means sample

have effect to bacteria growth and the lowest inhibition occurred on the well at concentration

of sample 3.9 μg/mL. MIC value of fosfomicyn and compound 2 was taken the same way as

determined MIC value of chlorhexidine. We can see fosfomicyn effect’s to growth bacteria on

figure 4.b, the third higher concentration decreases growth bacteria (625, 1250, and 250 μg/mL)

and MIC value is 625 μg/mL. Figure 4.d shows compound 2 effect’s to growth bacteria, the

second higher concentration give effect significantly. There is 625 and 1250 μg/mL, so MIC

value of compound 2 is 625 μg/mL.

If the color of compound abandon to OD value (color’s sample was absorbed), MIC value

didn’t taken by comparison between OD value of sample and control. So the MIC value was

determined by formula as follow:

% 𝑔𝑟𝑜𝑤𝑡ℎ 𝑏𝑎𝑐𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 =(𝑂𝐷𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝑂𝐷𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒)

𝑂𝐷𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙

Because of deep color of compound 1 absorbed light UV, so MIC value of compound 2 was

determined as formula above. Figure 4.c shows compound 1 effect’s to growth bacteria.

Populated of bacteria decreases significantly start at the concentration 156 μg/mL, % growth

bacteria at 78 μg/mL is 92.8% and at 156 is 37.9%. The lowest concentration to inhibit growth

bacteria is 156 μg/mL. So, MIC value of compound 1 is 156 μg/mL. Based on Clinical

Laboratory Standard International protocol’s [14], compound 1, 2 and standard include to

resistant categories at 1000 μg/mL. The categories of susceptibility on bacteria was shown MIC

value as follow susceptible (≤ 4 μg/mL), intermediate (8-16 μg/mL) and resistant (≥ 32 μg/mL)

[14].

Bacteria solution in the sample well was grown on solid medium (agar medium) and was

incubated at 37°C for 24 h. Determination MBC value can see by visualization directly, the lowest concentration which no growth bacteria defined as MBC value. All of them have MBC

value, except fosfomicyn (see Table 1).

In this study, two flavonoids were isolated from the M. pendans and their antibacterial

activity against E. faecalis was showed for the first time. The isolated compounds were

identified as biflavonoid (1, MIC 156 μg/mL) and 3''-methoxy-epicatechin-3-O-epicatechin (2,

MIC 625 μg/mL). Based on comparison at Scifinder data [20], both of them is a novel flavonoid

for the time was isolated from plant.

Acknowledgments

We gratefully acknowledge to Ministry of Research, Technology and Higher Education

of the Republic of Indonesia for Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi 2016 Program.

References

1. Togay, S.O., Keskin, A.C., Acik, L. & Temiz, A. 2010. Virulence genes, antibiotic

resistance and plasmid profiles of Enterococcus faecalis and Enterococcus faecium from

naturally fermented Turkish foods. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.

Page 66: LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI …media.unpad.ac.id/files/publikasi/2017/rpm_20170216161423_3134.pdf · Data pergeseran kimia 1H, C-NMR, dan 2D- NMR senyawa 1 …….

2. Pinheiro, E.T., Gomes, B.P.F.A, Drucker, D.B., Zaia, A.A, Ferraz, C.C.R. & Souza-Filho,

F.J. 2004. Antimicrobial susceptibility of Enterococcus faecalis isolated from canals of

root filled teeth with periapical lesions. International Endodontic Journal. 37, 756-763.

3. Portenier, I. Waltimo, T.M.T & Haapasalo, M. 2003. Enterococcus faecalis–the root canal

survivor and ‘star’ in posttreatment disease. Endodontic Topics, 6, 135-159.

4. Stuart, C.H., Schwartz, S,C., Beeson, T.J. & Owatz C.B. 2005. Enterococcus faecalis: Its

Role in Root Canal Treatment Failure and Current Concepts in Retreatment. JOE. Vol. 32

No. 2.

5. Li, X.; Kristin, M.K.; Leif, T.; Ingar, O. Systemic diseases caused by oral infection.

Clinical Microbiology Reviews, 2000, Vol.13, No.4, 547–558.

6. Orms, N.F. A computational and synthetic investigation of potential inhibitors of the MurA

enzyme: the effect of alkane chain length on the action of small molecule drug candidates.

Department of Chemistry, Centre College, 600 West Walnut Street, Danville, KY 40422.

7. Ambrosio, S.R., Furtado, N.A.J.C., de Oliviera, D.C.R., da Costa, F.B., Martins, C.H.G.,

de Carvalho, T.C., Porto, T.S. Veneziani, R.C.S. 2008. Antimicrobial Activity of Kaurane

Diterpenes against Oral Pathogens. Z. Naturforsch. 63c, 326-330.

8. Hertiani, T.; Sasmito, E.; Sumardi; Ulfah, M. Preliminary Study on Immunomodulatory

Effect of Sarang-Semut Tubers Myrmecodia tuberosa and Myrmecodia pendens. Journal

of Biological Science, 2010, 10 (3), 136-141.

9. Kumar, S. & Pandey, A.K. Chemistry and biological activities of flavonoids: an overview.

The Scientific World Journal, 2013; 16 pages.

10. Cuyckens, F. and Claeys, M. Mass spectrometry in the structural analysis of flavonoids.

Journal Mass Spectrometry. 2004; 39: 1–15

11. Hasanuddin, Krisnadi, S.R., Gandamihardja, S., Kurnia, D. & HD Adhita D. Terpenoid

Bioactive Compound Isolated from Papua Ant Nest Induces the Apoptosis of Human

Ovarian Cell Lines (SKOV-3) and Increasing Caspase-9 Activity. American Journal of

Research Communication. 2015, Vol 3(9).

12. Hanh, P.H., Phan, N.H.T., Thuan, N.T.D., Hanh, T.T.H., Vien, L.T., Thao, N.P., Thanh,

N.V., Cuong, N.X., Binh, N.Q., Nam, N.H. Kiem, P.V., Kim, Y.H & Minh, C.V. Two new

simple iridoids from the ant-plant Myrmecodia tuberosa and their antimicrobial effects.

Natural Product Research. 2015. ISSN: 1478-6419.

13. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI - formerly NCCLS). Performance

Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility Tests; Approved Standard, 11th ed.;

Clinical and Laboratory Standards Institute: Wayne, PA, USA, 2012

14. Clinical and Laboratory Standards Institute document M7-A8. Methods for Dilution

Antimicrobial Susceptibility Tests for Bacteria that Grow Aerobically; Approved

Standard, 9th ed.; Clinical and Laboratory Standards Institute: Wayne, PA, USA, 2012

15. Dewick, P.M. Medicinal Natural Product: A Biosynthetic Approach Second Edition.

School of Pharmaceutical Sciences University of Nottingham, UK. John Wiley & Sons,

Ltd. 2002.

16. Andersen, Ø.M. and Markham, K.R. Flavonoids: chemistry, biochemistry, and

applications. Taylor & Francis Group. 2006.

17. Shahat, A.A. Procyanidins from Adansonia digitata. Pharmaceutical Biology. 2006, Vol.

44, No. 6, 445–450.

18. Qi, S.I., Wu, D.G., Ma, Y.B. & Luo, X.D. A novel flavane from Carapa guianensis. Acta

Botanica Sinica. 2003, 45(9): 1129-1133.

19. Lin, H.H & Lin, Y.T. Flavonoids from the leaves of Loranthus kaoi (Chao) Kiu. Journal

of Food and Drug Analysis. 1999, 7(3): 185-190.

20. www.scifinder.org