Laporan Organik Final_New1

158
REAKSI OKSIDASI SENYAWA AROMATIK POLISIKLIK A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM Tujuan : Mempelajari reaksi oksidasi senyawa aromatisd polisiklik Mempelajari proses refluks dan pemurnian senyawa dengan metode sublimasi. Hari, tanggal : Senin, 17 Mei 2010 Tempat : Laboratorium Kimia DAsar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM B. LANDASAN TEORI Suatu senyawa aromatik ialah suatu tipe senyawa yang mempengaruhi penstabilannya adalah oleh dekalokasi elektron pi. Agar besifat aromatic, suatu senyawa haruslah siklik dan datar. Tiap atom cincin harus memiliki orbital pi tegak lurus bidang cincin, dan orbital-orbital p harus mengandung (4π+2) elektron pi (aturan Huckel). Senyawa aromatic polisiklik juga dirujuk sebagai senyawa aromatic polinuklir, cincin terpadu, atau cincin mampat (polynuklear, fused-ring atau consenserd ring). Senyawa aromatic ini dicirikan oleh cincin-cincin yng memakai atom-atom karbon tertetu secara bersama-sama dan oleh awan pi aromatic biasa (Fessenden, 1999: 249). Jika suatu hidrokarbon terdiri dari dua cincin atau lebih dan sekurang-kurangnya sepasang cincin bersekutu dua karbon, maka hidrokarbon tersebut disebut sebagai hidrokarbon terpadu. Beberapa hidrokarbon cincin terpadu yang lebih besar terdapat 1

description

laporan

Transcript of Laporan Organik Final_New1

REAKSI OKSIDASI SENYAWA AROMATIK POLISIKLIK

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan: Mempelajari reaksi oksidasi senyawa aromatisd polisiklik

Mempelajari proses refluks dan pemurnian senyawa dengan metode sublimasi.

Hari, tanggal: Senin, 17 Mei 2010

Tempat: Laboratorium Kimia DAsar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM

B. LANDASAN TEORI

Suatu senyawa aromatik ialah suatu tipe senyawa yang mempengaruhi penstabilannya adalah oleh dekalokasi elektron pi. Agar besifat aromatic, suatu senyawa haruslah siklik dan datar. Tiap atom cincin harus memiliki orbital pi tegak lurus bidang cincin, dan orbital-orbital p harus mengandung (4+2) elektron pi (aturan Huckel). Senyawa aromatic polisiklik juga dirujuk sebagai senyawa aromatic polinuklir, cincin terpadu, atau cincin mampat (polynuklear, fused-ring atau consenserd ring). Senyawa aromatic ini dicirikan oleh cincin-cincin yng memakai atom-atom karbon tertetu secara bersama-sama dan oleh awan pi aromatic biasa (Fessenden, 1999: 249).

Jika suatu hidrokarbon terdiri dari dua cincin atau lebih dan sekurang-kurangnya sepasang cincin bersekutu dua karbon, maka hidrokarbon tersebut disebut sebagai hidrokarbon terpadu. Beberapa hidrokarbon cincin terpadu yang lebih besar terdapat dalam batu-bara dan jelaga. Dua senyawa yaitu antrasena dan pirena dikenal sebagai karsinogen. Senyawa benzenoid cincin terpadu semuanya sangat stabil. Mereka cenderung terbentuk bila molekul organik dipananskan ke temperatur tingggi tanpa oksigen sehingga tidah dapat terbakar habis. Bila banyaknya cincin terpadu menjadi sangat besar dalam dua arah akan dihasilkan struktur mirip grafit (Keenan, 1999: 239).

Senyawa aromatic polisiklik lebih reaktif terhadap oksidasi reduksi dan substitusi elektrofilik daripada benzena. Relaktifitas yang lebih besar ini disebabkan oleh dapatnya senyawa polisiklik bereaksi pada satu cincin dan masih tetap mempunyai satu cincin benzena atau lebih yang masih utuh dalam zat antara dan dalam produk. Diperlukan energi lebih kecil untuk mengatasi karakter aromatic satu cincin tunggal dan senyawa polisiklik daripada enerrgi yang diperlukan untuk benzena. Benzena tidak mudah dioksidasi, namun, senyawa seperti naftalena dapat dioksidasi di produk (Pine, 1988: 753).

Antrasena, C6H4(CH)2C6H4, zat padat hablur tak berwarna, berflouresensi biru, meleleh pada suhu 217oC dan mendidih pada suhu 350oC. Tak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter, kloroform dan pelarut-pelarut organik yang lainnya. Molekulnya terdiri atas tiga lingkar benzena berdampingan, lingkar tengah terikat pada dua atom karbon dengan lingkar-lingkar benzena di pinggirnya, sehingga seluruh molekulnya terdiri atas hidrogen. Antrasena diperoleh dari ter arang, turunannya yang paling penting yaitu antrakuinon, yang dipakai dalam pembuatan alizarin dan zat celup lainnya, sintesa-sintesa kimia dan tirai asap. Antrasena ialah anggota pertama daripada deret hidrokarbon aromatic (Marck, 2003: 731).

Antrakuinon merupakan senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari reaksi oksidasi dari antarasena. Golongan ini memiliki anglikoh yang sekerabat dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C4 (antron) dan sampai marah sindur (orange), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Semua antrakuinon memberikan warn areaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika ammonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakuinon. Antrakuinon yang mengandung gugs karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakuinon adalah antron danantranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida (Stanisky, 2003: 426).

Sublimasi adalah proses perubahan dari fasa uap menjadi padat dan sebaliknya fasa padat menjadi uap karena pengaruh temperatur, dan atau tekanan udara di atasnya. Prinsip dasarnya adlaha perbedaan tekanan uap . sublimasi digunakan untuk memisahkan/ memurnikan senyawa padat yang dapat menyublim pada tekanan kamar, mudah sekali dilakukan proses sublimasi pada tekanan kamar tanpa menurunkan tekannannya, hanya cuukup langsung dipanaskan saja, maka senyawa tersebut akan langsung menyublim. Pada proses sublimasi, senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim langsung terjadi perubahan menjadi uap tanpa melalui fasa cair terlebih dahulu. Kemudian uap tersebut bila didinginkan akan berubah menjadi fasa padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan tersebut menyublim, kotoranya tertinggal dalam cawan (Williamson, 2000: 131).

Pamanasan laruutan yang mengandung pelarut volatile akan menyebabkan lepasnya molekul pelarut menjadi uap panas. Jika uap panas terembunkan oleh suatu pendingin, uap akan menjadi fsa cair dan kembali pada sistem reaksi. Proses semacam ini dinamakan refluks. Dalam prosesnya., penarikan komponen kimia dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan pelarut lalu dipanaskan. Uap-uap casiran penayri terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-moklekul cairan penyari yang akan turun kembali menunju labu alas bulat. Pelarut akan mengekstrak kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan samapi penyarian sempurna (Stanizski, 2003: 574).

C. ALAT DAN BAHAN

Alat

Alat refluks

Pengaduk Gelas kimia

Penyaring Buchner

Alat sublimasi

Erlenmeyer

Timbangan analitik

Pe,manas (heating mantle)

Labu alas bulat 250ml

Pipet tetes

Gelas ukur

Gunting

Pipet volume

Bolb

Bahan Tissue

Antrasena

Asam asetat glacial

H2SO4 pekat

Aquades

Na2Cr2O7 Kertas saring

Aluminium foil

Kertas label

D. SKEMA KERJA

E. HASIL PENGAMATAN

NoPercobaanHasil Pengamatan

1Proses penambahan CH3COOH glacial ke dalam labu alas bulat yang berisi 2 gram antrasena. 2gram antrasena berbentuk bubuk dengan warna coklat kehijauan

Setelah antrasena ditambahkan dengan CH3COOH glacial, terbentuk larutan berwarna peach (merah muda kecoklatan) dengan masih terdapat endapan (antrasena tidak larut)

2Campuran dipanaskan (CH3COOH glacial + antrasena) Dalam proses pemanasan terjadi perubahan warna pada campuran menjadi berwarna kuning kemudian menjadi kecoklatan dengan sedikit endapan seperti larutan jenuh.

3Campuran (CH3COOH glacial + antrasena) ditambahkan H2SO4 pekat (setetes demi setetes) dan ditambahkan setetes demi setetes Na2Cr2O7 dalam air Larutan H2SO4 pekat (bening), setetlah dimasukkan ke dalam campuran setetes demi setetes terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau keputihan (keruh)

Setelah campuran ditambahkan dengan Na2Cr2O7 dalam air (berwarna orange bening), terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau tua sedikit orange (agak orange).

4Campuran direfluks selama 15 menit Setelah direfluks terbentuk larutan berwartnacoklat kehitaman dan terdapat endapan berwarna hijau tua.

5Campuran + aquades 100ml Setelah ditambahkan aquades 100ml, terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau muda yang kemudian menjadi hijau lumut.

6Hasil disaring dengan menggunakan penyaring buchner. Setelah disaring, pada filtrat terbentuk larutan berwarna hitam sedangkan pada residu terbentuk endapan berwarna hijau muda.

7Hasil (residu crode antrakuinon) dimurnikan dengan sublimasi. Gram antrakuinon sebelum sublimasi = 3,51 gram

Gram antrakuinon setelah sublimasi = 0,05 gram

Residu (endapan hijau) yang ada setelah disublimasi selama 3 jam, lama-kelamaan terjadi perubahan warna menjadi kuning (yang mana endapan kuning melekat pada dinding tabung reaksi bagian atas).

F. ANALISI DATA

1. Perhitungan

Perhitungan massa antrakuinon secara teoritis

Diketahui: massa antrasena= 2gram

Mr antrasena

= 178gram/mol

Mr antrakuinon

= 208 gram/mol

Ditanya: massa natrakuinon=.?

Penyelesaian:

Mol atrasena= mol antrakuinon

=

=

Massa antrakuinon=

= 2,33707865 gram

2,34 gram

Gram/ massa antrakuinon secara teori = 2,34 gram

Perhitungan persentase antrakuinon murni dari praktikum

Diketahui: massa awal= 2gram

Massa akhir

= 0,05 gram

Ditanya: % antrakuinon=.?

Penyelesaian:% antrakuinon=

=

= 2,5%

Perhitungan % error

% error =

Dimana :P = massa antrakuinon akhir 9dari praktikum)

S = massa antrakuinon teori

% error =

=

=

= 97,86%

Persen error/persen kesalahan yang diperoleh sebesar 97,86%

Mekanisme reaksi

G. PEMBAHASANPada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari reaksi oksidasi senyawa aromatic polisiklik serta mempelajari proses refluks dan pemurnian senyawa dengan metode sublimasi. Pada percobaan ini digunakan antrasena yang merupakan senyawa aromatic polisiklik sebagai senyawa yang nantinya akan teroksidasi menjadi antrakuinon. Digunakannya antrasena dan bukan senyawa polisiklik yang lain, karena antrasena merupakan senyawa aromatic yang lebih reaktif terhadap reaksi oksidasi reduksi dan substitusi elektrofilik daripada benzena atau senyawa aromatik lainnya. Karena disebabkan oleh kemampuan senyawa ini bereaksi pada suatu cincin dan masih tetap mempunyai satu atau lebih cincin benzena yang utuh dalam zat maupun dalam produk.

Pada prosesnya, untuk memperoleh antrakuinon murni maka dilakukan beberapa tahapan yaitu tahap pemanasan, refluks, penyaringan dan sublimasi. Pada prosesnya 2 gram antrasena dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan dengan CH3COOH glacial (50ml). tujuan dari dimasukkannya larutan ke dalam labu alas bulat adalah agar larutan yang berada dalam laru alas bulat tercampurkan atau tereaksikan secara sempurna. Digunakannya CH3COOH glasial karena asam asetat glasial merupaka pelarut protik hidrofilik (polar) dengan titik didih 118,1oC, yang nantinya dengan penambahan asam asetat glasial, maka proses oksidasi dapat berjalan dengan optimal.

Pada proses selanjutnya, campuran (antrasena dengan CH3COOH glasial) dipanaskan selama 15 menit. Berdasarkan hasil pengamatan, dalam proses pemanasan larutan berwarna peach dengan terdapat adanya endapan, berubah warna menjadi berwarna kuning yang kemudian menjadi coklat dengan terdapat sedikit endapan seperti larutan jenuh. Terdapatnya sedikit endapan menunjukkan bahwa natrasena tidak terurai seutuhnya dan larut dalam CH3COOH glasial. Namun, meskipun demikian dengan dilakukannya pemanasan selama 15 menit maka dapat diperoleh hasil yang lebh optimal. Karena waktu optimal dalam proses pemanasan ini adalah 15 menit secara teori. Namun, kurangnya hasil ynag diperoleh dikarenakan tegangan srta pemanasan dari campuran yang tidak maksimal sebab suhu maksimal dari campuran ini sekitar 118,1oC yang kemungkinan dalam proses pemanasan ini suhu yang digunakan kurang dari 118,1oC. Terjadinya perubahan warna pada larutan dikarenakan sebagian besar antrasena telah terurai akibat besarnya energi yang diperoleh melalui proses pemanasan. Dengan adanya energi kinetic yang besar akibat pemanasan akan mnyebabkan reaksi berjalan lebih cepat yang menunjukkan pula bahwa proses pemanasan yang terjadi berperan dalam proses percepatan terjadinya reaksi.

Pada proses selanjutnya, ke dalam campuran yang telah dipanaskan ditambahkan dengan H2SO4 pekat setetes demi setetes dan Na2Cr2O7 dalam aquades setetes demi setetes, dalam suhu kamar. Ditambahkannya larutan H2SO4 maupun Na2Cr2O7 pada suhu kamar bertujuan agar senyawa yang telah tereaksikan dalam proses pemanasan dlam keadaan stabil sehingga dapat megoptimalkan proses pencampuran senyawa yang akan ditambahkan. Pada proses penambahan H2SO4 pekat dilakukan secara perlahan-lahan sedikit demi sedikit kerana H2SO4 pekat yang merupakan asam kuat mengalami proses disosisasi sempurna menjadi ion-ionnya dengan energi yang dihasilkan sangat tinggi yang bersifat eksoterm, akan mendesak campuran untuk bereaksi akibat adanya energi kinetic yang sangat besar yang diberikan oleh H2SO4 pekat. Dalam proses ini H2SO4 pekat berperan sebagai katalis saja untuk mempercepat reaksi dan tidak ikut bereaksi dengan antrasena. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah dimasukkan H2SO4 pekat ke dalam campuran maka terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau keputihan yang keruh yang menandakan bahwa produk yang dicari mulai terbenuk. Setelah terbentuk larutan hijau keputihan, maka setelah ditambahkan Na2Cr2O7dalam H2O yang berwarna orange bening, maka akan terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau tua yang sedikit orange. Dalam proses ini, Na2Cr2O7 berperan sebagai oksidator yang akan mengoksidasi antrasena menjadi natrakuinon dengan bantuan katalis asam sulfat (H2SO4). Dalam proses penambahan Na2Cr2O7, proses reaksi belumlah berjalan dengan maksimal. Sehingga untuk memaksimalkan reaksi dan mengoptimalkan proses pembentukan produk, maka proses ini dilanjutkan dengan proses refluks.prinsip kerja refluks adalah dengan mendidihkan senyawa organik. Pemanasan larutan organik yang mengandung pelarut volatile akan menyebabkan lepadsnya molekul pelarut menjadi uap panas. Uap panas tersebut akan terrembunkan oleh suatu pendingin (kondensor), dimana uap akan menjadi fasa cair dan kembali pada sistem reaksi. Dalam proses refluks, yaitu suhu harus dijaga agar pengembunan tidak lebih dari 1/3 panjang pendingin, sehingga ebagian uap akan keluar dari sistem reaksi melalui puncak pendingin. Pada percobaan ini proses refluks dilakukan selama 15menit karena berdasarkan literature waktu optimal dari proses refluks campuran adalah 15 menit (Anonim, 2009).

Proses selanjutnya, untuk mendapatkan antrakuinon yang terpisah dari filtratnya, maka larutan hasil refluks yang berwarna coklat kehitaman dengan endapan berwarna hijau tua, ditambahkan dengan aquades 100ml agar larutan menjadi encer sehingga akan memudahkan dalam proses penyaringan. Dalam percobaan ini digunakan penyaring Buchner karena untuk memisahkan endapan dengan larutannya dibutuhkan kecepatan yang tinggi serta tekanan yang tinggi untuk menghasilkan pemisahan yang maksimal dalam sistem vakum.

Setelah larutan disaring, diperoleh filtrat bewarna hitam dan residu berupa endapan berwarna hijau muda. residu yang diperoleh ini merupakan crode antrakuinon atau antrakuinon yang masih terikat oleh zat pengotor dengan berat 3,51 gram. Berat antrakuinon kotor yang lebih besar dibandingkan dengan berat awal (antrasena) sebesar 2 gram dikarenakan dalam prosesnya ditambahkan banyak zat yag ikut bereaksi/ membentuk suatu endapan. Untuk memperoleh antrakuion murni, maka endapan yang telah dikeringkan dimurnikan dengan sublimasi. Yang mana sublimasi merupakan metode pemurnian senyawa dengan tekanan uap senyawa yang dimurnikan harus cukup tinggi pada suhu di bawah titik lelehnya sehingga laju penguapn dari padatan akan berjalan cepat dan uap terkondensasi kembali menjadi padatan pada bagian permuakan pendingin (bagian bawah tabung reaksi yang berisi es).

Dari proses dsublimasi, diperoleh antrakuinon murni berwarna kuning yang melekat pada dinding tabung reaksi bagian atas, yang mana melekatnya antrakuinon pada dinidng menujukkan bahwa antrakuinon telah terpisah dari zat pengotornya. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh berat antrakuinon sebesar 0,05 gram atau setara dengan 2,5% dari berat awal 2 gram (berat antrasena). Jika dihitung persen error dari antrakuinon, maka akan diperoleh nilai sebesar 97,86%. Bersarnya nilai dari %error yang dihasilkan dikarenakan selisih antara massa dari hasil praktikum dengan teori yang terlalu besar dan bernilai negatif. Adanay perbedaan antara hasil praktikum dengan teori disebabkan oleh beberapa hal yaitu: kesalahan dalam praktikum, pengaturan suhu, tegangan serta waktu refluks dan pemanasan yang kurang tepat, proses sublimasi yang kurang optimal, terdapatnya banyak pengotor serta kemungkinan oksidasi antrasena belumlah berjalan dengan sempurna.

H. PENUTUP

Kesimpulan

Antrakuinon dapat diperoleh dari proses oksidasi antrasena (dlama suatu reaksi kimia).

Asam asetat berperan sebagai pelarut dalam proses oksidasi antrasena.

H2SO4 pekat bertindak sebagai katalis dalam reaksi oksidasi dari antrasena.

Untuk mengoptimalkan hasil reaksi dari suatu proses reaksi, digunakan metode refluks.

Dalam percobaan ini yang bertindak sebagai oksidator adalah Na2Cr2O7.

Untuk mmeperoleh antrakuinon murni dapat dilakukan dengan proses sublimasi.

Dari oercoban ini, diperoleh % antrakuinon dalam 2 gram antrasena sebesar 2,5% dengan berat murni 0,05 gram. Sedangkan berdasarkan teori berat natrakuinon adalah 2,34 gram.

Dengan berat antrakuinon sebesar 0,05gram diperoleh % error sebesar 97,86%. Dimana hal ini dikarenakan dalam antrakuinon terdapat zat pengotor yang sangat banyak.

Saran

Prosedur kerja dipelajari sebaik-baiknya agar tidak terjadi kesalahan pada saat praktikum berlangsung.

Dibutuhkan pemahaman yang lebih mengenai prinsip kerja serta metode pemisahan dari refluks dan sublimasi.

Literatur yang berhubungan dengan antrasena, antrakuinon, asam asetat serta zat-zat lain yang digunakan pada percobaan ini harus dicari dan dipelajari dengan baik agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam teori/ percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.Fessenden, Ralph, J dan Joan S. Fessenden. 1999. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.Keenen, Cahrles. 1999. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.Marck, D. Lincker. 2003. Dictionary of Chemistry second Edition. New York: mc graw-hill.Pine, H. Stanley. 1988. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Stanitsky, Conrad L. 2003. Chemistry in Context. New York: Mc Graw-Hill.Stanitski. 2003. Chemistry in Context. New York: Mc Graw-Hill.Williamson. 2000. Macroscale and Microscale organic experiments. USA: hughton Mifflin Company.

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK DENGAN CARA EKSTRAKSI

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan: Mempelajari teknik pemisahan campuran naftalena dan naftol dengan cara ekstraksi cair-cair.

Mempelajari tujuan penggaraman pada ekstraksi cair-cair

Mempelajari teknik pengeringan dalam medium cair

Mempelajari teknik isolasi kafei dari teh

Hari, tanggal: Senin, 21 Mei 2010

Tempat: Laboratorium Kimia Dasar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM

B. LANDASAN TEORI

Diantara berbagai metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau juga disebut ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan yang paling baik dalam tingkat makro maupun mikro adalah dengan metode ini. Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pemisah. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasnya adalah zat terlalur dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dlam kedua fasa pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparative, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 2007: 85).

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solid pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan. Lapisan yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dilakukan untuk analisa selanjutnya (Yazid, 2005: 181).

Ektraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda-beda dalam pelarut. Seringkali senyawa yang hendak diekstraksi diubah secara kimia terlebih dahulu agar larut di dalam air atau pelarut organik. Sebagai contoh pada ekstraksi cair dari cair sering digunakan dua zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti larutan dalam air dan pelarut organik (kloroform, etil asetat) untuk melakukan ekstraksi. Corong pisah beserta karnnya sangat berguna untuk memisahkan dua zat cair yang tidak salaing melarutkan tersebut (Bresnick, 2004: 95).

Ekstraksi pelarut dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk murni. Dalam hal ini banyak campuran ion logam pemisah akan tidak sempurna dalam suatu ekstraksi tahap tunggal. Ekstraksi dapat ditingkatkan dengan keasaman yang rendah dan konsntrasi zat penyepit yang tinggi. Sistem ekstraksi yang melibatkan pasangan ion dan solvent. Umumnya jarang logam yang sederhana cenderung lebih dapat larut dalam pelarut yang sangat polar, seperti air daripada pelarut organik yang tetapan dielektriknya jauh lebih rendah. Suatu pemisahan yang ideal adalah seluruh zat yang diinginkan berakhir dalam suatu pelarut dan zat-zat pengganggu dalam pelarut yang lain (Underwood, 1986: 261).

Naftalena dan naftol merupakan zat padat yang strukturnya hanya berbeda pada gugus fungsi OH. Apabila kedua zat ini tercampur, maka pemisahan secara ekstraksi tidak dapat langsung diterapkan karena kedua zat ini mempunyai kelarutan yang sama pada satu pelarut misalnya DCM (diklorometana) sehingga perlu dilakukan teknik transformasi terlebih dahulu sehingga kedua zat tersebut mempunyai kelarutan yang berbeda (Isjri, 2004: 53-54).

Naftalena, C10H8 , merupakan senyawa murni pertama yang diperoleh dari fraksi didih lebih tinggi dari batubara (coal tar), yaitu suatu campuran rumit yang mengandung banyak hidrokarbon aromatic (termasuk benzena, toluene, dan xilena). Naftalena mudah diisolasi karena senyawa ini menyublim dan tar sebagai padatan kristal tak berwarna yang indah, dengan titik leleh 80oC. Naftalena merupakan molekul planar dengan dua cincin yang berdifusi. Dan cincicn menggunakan bersama dua atom karbon.

Panjang ikatan pada naftalena tidak semuanya sama, tetapi kira-kira mirip dengan panjang ikatan pada benzena (1, 394Ao). Meskipun memiliki 2 cincin beranggotakan enam, naftalena memiliki energi resonansi sedikit lebih rendah dibandingkan pada dua benzena, yang sekitar 60 kkal/mol (Hart, 2003: 145-146).

Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama-sama senyawa refilin dan teobromin. Pada keadaan asal, kafein adalah serbuk putih yang pahit. Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun mete, biji lo, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air) (Silberberg, 2003: 514).

Kafein pertama kali diisolasi oleh Belletier dan Caventou pada tahun 1819. Kafein adala komponen alkaloid delivat xanthin yang befungsi sebagai stimuli pada manusia. Daun teh mengandung banyak sekali senyawa di dalamnya termasuk kafein. Untuk memisahkan kafein dari senyawa lainnya ditambahkan Na2CO3 atau Pb asetat. Na2CO3 merupakan garam nonpolar, yang dapat terurai di dalam air menjadi ion Na+ yang mengikat kafein dan CO3- yang mengikat H2O membentuk HCO3 (suatu asam). Garam kafein +Na larut dalam air. Air panas yang ditambahkan berfungsi membuka pori-pori dari dalam teh agar ekstrak daunt eh dapat keluar dengan sempurna dan kafein yang didapatkan cukup banya (Noerdin, 2003: 31-32).

Penambahan diklorometan (DCM) berfungsi mengikat kafein yang tadinya berbentukl garam dengan Na+ menjadi berikatan diklorometan. Sebab kepolaran kafein hampir sama dengan diklorometan (DCM) tersebut, sehingga kelarutan kafein cukup besar di dalam diklorometan (140mg/l). Sementara kelarutan kafein di dalam air lebih rendah (22mg/l). Penambahan magnesium sulfat anhidrat, dimana anhidrat sendiri berarti tanpa air sehingga fungsi magnesium sulfat anhidrat adalah untuk mengikat air yang masih terbawa dalam larutan diklorometan-kafein. Magnesium sulfat anhidrat berfungsi sebagai carbo adsorbens (Riswiyanto, 2009: 4-5).

C. ALAT DAN BAHAN

Alat

Pipet tetes

Corong pisah

Erlenmeyer

Pengaduk

Penyaring Buchner

Gelas kimia 1000ml

Gelas kimia 250 ml

Pemanas listrik

Timbangan analitik

Spatula

Corong kaca

Gelas kimia kecil

Statif

Erlenmeyer

Klem

Pipet volume

Silinder ukur

Pipet tetes

Bahan

Campuran naftalena dan naftol

Serbuk teh (daun teh)

HCl 2M

NaOH 1M

Na2SO4 anhidrat

DCM

Aquades

Larutan Pb asetat 10%

Kertas label

Kertas saring

Tissue

Aluminium foilD. SKEMA KERJAa. Pemisahan Campuran Naftalena Dan Naftol

b. isolasi kafein dari teh

E. HASIL PENGAMATAN

1. Pemisahan Campuran Naftalena Dan Naftol

NoPercobaanHasil Pengamatan

1Penimbangan campuran naftalena dan naftol. Naftalena dan naftol yang berupa campuran berwarna putih agak sedikit pink. Warna putih berasal ari naftalena sedangkan pink berasal dari naftol. Campuran (berupa bubuk) yang ditimbang seberat 1 gram.

2Campuran (naftalena + naftol) ditambahkan DCM 20ml. Setelah ditambahkan DCM 20ml, timbul warna agak pink pada larutan.

3Campuran (naftalena dan naftol + DCM) ditambahkan dengan NaOH 1 M (2ml) dikocok. Setelah ditambahkan NaOH 1M ke dalam campuran, maka akan timbul panas (eksoterm) pada corong pisah yang di dalamnya berisi campuran. Setelah dikocok, belum terjadi pemisahan secara sempurna (terbentuk koloid). Sehingga perlu ditambahkan aquades.

4Campuran yang telah ditambahkan NaOH 1M, ditambahkan dengan aquades 10 ml, dan diekstrak. Setelah ditambahkan aquades, terbentuk larutan berwarna putih setelah diekstrak terbentuk dua fasa yaitu larutan berwarna putih seperti koloid di bawah dan larutan bening di atas.

5Lapisan organik ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat kemudian disaring dan diuapkan. Setelah ditambahkan Na2SO4 anhidrat tidak terjadi perubahan warna larutan yaitu larutan etap berwarna putih (koloid).

Setelah disaring diperoleh filtrate berwarna agak coklat dan endapan berwarna putih coklat.

Setelah diuapkan, terbentuk naftaleena dengan warna kristal/endapan coklat kemerahan dengan timbul adanya bau seperti kapur barus (khamper).

6Lapisan air ditambahkan dengan HCl dan diekstrak dengan DCM. Larutan yang semula berupa larutan bening, setetlah ditambahkan dengan HCl, timbul adanya koloid dimana larutan berwarna coklat kekuningan. Koloid yang timbul berwarna putih.

Setelah diekstrak dengan DCM, terbentuk 2 fasa yaitu fasa organic berupa endapan/ koloid yang berada di bawah dan bagian atas berupa larutan bening (fasa air).

7Fasa organik hasil ekstraksi ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat kemudian disaring dan diuapkan. Setelah ditambahkan Na2SO4 ke dalam fasa organic,tidak terjadi adanya perubahan warna. Akan tetapi, Na2SO4 terlihat larut dalam fasa organik.

Setelah disaring diperoleh endapan yang berwarna putih dan larutan bening dengan timbul adanya bau. Setelah diuapkan terbentuk endapan atau kristal berwarna putih bening.

8Naftol dannaftaalena ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik beserta gelas kimia yang digunakan. Perhitungan/ pengukuran berat naftalena

Berat gelas kimia kosong = 101,81 gram

Berat gelas kimia + endapan = 102, 22 gram

Berat naftalena hasil = 0,41 gram

Perhitungan/ pengukuran berat naftol:

berat gelas kimia kosong = 41,51 gram

berat gelas kimia + endapan = 42,41 gram

berat naftol hasil = 0,90 gram

2. Isolasi Kafein Dari Teh

NoPercobaanHasil Pengamatan

1500ml aquades dipanaskan dan ditambahkan dengan 50 gram daun teh kemudian dipanaskan 15 menit. setelah dipanaskan aquades yang mendidih ditambahkan dengan daun teh yang berwarna coklat kemerahan.

setelah ditambahkan daun teh, terjadi perubahan warna larutan menjadi coklat kemerahan. pada proses pemanasan selanjutnya terjadi perubahan warna larutan yang lebih pekat.

2Campuran (aquades + daun teh) disaring dan ditambahkan dengan larutan Pb asetat 10% (100ml), diaduk, didiamkan. setelah disaring warna larutan yang diperoleh coklat kemerahan begitu pula ampas dari daun teh yang telah disaring.

setelah ditambahkan Pb asetat kemudian diaduk dan didiamkan terbentuk larutan seperti koloid berwarna coklat-merah kehijauan.

3Campuran (larutan yang telah ditambahkan Pb asetat) disaring dengan penyaring buchner. setelah disaring, diperoleh larutan yang berwarna kuning bening dan endapan (hasil saringan) berwarna coklat kemerahan.

4Hasil dari proses penyaringan diuapkan sampai volume 100ml setelah diuapkan, larutan yang berwarna kuning bening berubah menjadi berwarna coklat kemerahan (kepekatan meningkat dari sebelumnya).

5Larutan hasil penguapan didinginkan dan ditambahkan dengan DCM 25 ml dan diekstrak. setelah ditambahkan dengan DCM, terbentuk 2 fasa dengan proses yang cukup lama. karena pada proses ekstraksi awalnya tidak terbentuk 2 fasa namun setelah didiamkan lama-kelamaan terbentuk 2 fasa.

fasa organik (bawah) berupa koloid berwarna coklat sedangkan fasa air (atas) berupa larutan berwarna merah (seperti teh pada umumnya).

6Fasa air dipisahkan dengan fasa organik. Ke dalam fasa air ditambahkan dengan DCM (15 ml) dan diekstrak. setelah ditambahkan DCM (15 ml) kemudian ekstrak dan didiamkan, setelah cukup lama terbentuk 2 fasa yaitu fasa organik (bawah) dan fasa air (atas( berupa larutan berwarna merah (terang seperti warna teh pada umumnya).

7Fasa organik hasil ekstraksi dikumpulkan, ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat, disaring dan diuapkan. setelah disatukan, fasa organik berbentuk koloid berupa coklat setelah ditambahkan Na2SO4, maka Na2SO4 akan larut dan warna coklat mulai memudar.

setelah disaring, diperoleh larutan berwarna coklat kemerahan yang bening serta endapan berwarna coklat.

8Fasa organik yang diuapkan ditimbang. Fasa organik yang diuapkan sakan membentuk ewndapan/kristal bverwarna coklat kemerahan di mana hasil penimbangan:

Berat gelas kimia kosong = 45,84 gram

Berat gelas kimia + endapan = 47,54 gram

Berat endapan/ kafein = 1,70 gram

F. ANALISIS DATA

Perhitungan

a. Pemisahan campuran naftalen dengan naftol

Naftalen

Dik: berat campuran = 1 gr

Massa naftalen yang diperoleh = 0,41 gr

% naftalen = 41 %

Naftol

Dik: berat campuran = 1 gr

Berat naftol = 0,90 gr

% naftol = 90 %

b. Isolasi kafein dari the

Dik: berat kafein = 1,7 gr

Berat daun teh = 50 gr

% kafein=

% kafein=

% kafein = 3,4 gr Mekanisme Reaksi

G. PEMBAHASAN

Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan zat kimia. Pada metode ekstraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda dalam berbagai pelarut. Pelarut yang umumnya digunakan: benzena, metal klorida, kloroform, dietil eter, dan sebagainya. Sering kali senyawa yang diekstraksi diubah secara kimia terlebih dahulu agar larut dalam air atau pelarut organik (Bresnick, 2004).

Pada percobaan ini terdiri dari beberapa tujuan yaitu: mempelajari teknik pemisahan campuran naftalena dan naftol dengan cara ekstraksi cair-cair, mempelajari tujuan penggaraman pada ekstraksi cair-cair; mempelajari teknik pengeringan dalam medium cair dan mempelajari teknik isolasi kafein dari teh. Untuk mencapai tujuan dari praktikum, maka dilakukan 2 jenis percobaan yaitu pemisahan campuran naftalena dn naftol serta isolasi kafein dari teh.

Pada percobaan pertama yaitu pemisahan campuran naftalena dan naftol, dilakukan satu kali proses ekstraksi. Dimana yang berperan dalam proses ekstraksi sebagai pelarut organik adalah diklorometan (DCM). Baik naftalena maupun naftol sama-sama larut dalam pelarut DCM. Sehingga jika pemisahan ditetapkan dengan ekstraksi langsung, maka akan susah untuk mamisahkannya. Untuk mempermudah pemisahan, maka perlu dilakukan teknik transformasi terlebih dahulu, sehingga kedua zat tersebut mempunyai kelarutan yang berbeda. Dalam percobaan ini, teknik transformasinya dilakukan dengan cara penambahan larutan NaOH 1M, dimana naftalena tidak larut dalam larutan NaOH 1M sedangkan naftol larut di dalamnya. Dengan adnaya penambahan larutan NaOH ini maka kedua larutan memisah, dimana naftol akan terdistribusi ke fasa air. Namun, karena perbedaan antara kedua fasa belum terlalu jelas, maka perlu adanya penambahan aquades sebanyak 10mL, lalu dikocok sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi pada solute pada kedua pelarut.

Berdasarkan hasil pengamatan, campuran naftalena dan naftol yang berwarna putih-pink, setelah ditambahkan DCM 20mL timbul warna larutan yang sedikit pink, hanya saja belum terbentuk pemisahan yang cukup jelas. Setelah ditambahkan larutan NaOH 2ml, timbul adanya panas pada corong pisah. Timbulnya paans pada corong pisah meunjukkan bahwa reaksi pencampuran adalah reaksi eksoterm. Setelah ditambahkan aquades yang berperan sebagai pelarut yang bersifat polar akan terbentuk larutan berwarna putih, di mana setelah diekstrak akan terbentuk 2 fasa di mana bagian bawah merupakan fasa organik berupa koloid (berwarna putih) dan bagian atas berupa laruta bening yang merupakan fasa air.

Proses selanjutnya adalah pemisahan antara fasa organik dan fasa air. Dimana fasa organik/ lapisan organik merupakan naftalena yang telah terpisah dari naftol. Hhal ini disebabkan karena naftol mempunyai kecenderungan lebih larut dalam air jika direaksikan dengan suatu basa yaitu NaOH. Dengan kata lain NaOH berperan sebagai pengikat atau pereaksi yang dapat memisahkan campuran antara naftalena dan naftol.

Untuk fasa organik yang telah terpisah sebelumnya, ke dalam fasa organik ditambahkan dengan Na2SO4. Tujuan dari penambahan Na2SO4 anhidrat adalah untuk memperoleh naftalena murni yang bebas dari air. Dari proses ini, berdasarkan hasil pengamatan, setealh campuran disaring maka diperoleh filtrat berwarna agak coklat dan endapan berwarna putih-coklat. Setelah filtrat disaring dan diuapkan maka akan diperoleh endapan berupa kristal coklat yang merupakan naftalena dari hasil pemisahan. Dalam proses ini, diperoleh naftalena yang berupa endapan/kristal coklat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Karena seharusnya dalam proses ini diperoleh naftalena yang berupa kristal berwarna putih. Namun, meskipun demikian kristal yang dihasilkan ini benar-benar naftalena. Hal ini disebabkan pada kristal yang terbentuk timbul adanya bau seperti khamper (kapur barus). Kemungkinan tidak diperolehnya naftalena dengan warna yang sesuai dikarenakan adanya kontaminasi zat oleh zat-zat pengotordari luar dalam proses pemisahan, penyaringan maupun menguapan dari fasa organik.proses selanjutnya dalam fasa air, untuk memperoleh naftol murni yang masih dalam bentuk garam maka ditambahkan dengan HCl 1M. Dengan adanya penambahan HCl menyebabkan naftol akan kembali larut pada lapisan DCM yang merupakan fasa organik. Berdasarkan hasil pengamatan, terbetuk larutan berwarna coklat kekuningan di bagian atas dan endapan (koloid) berwaran putih-coklat.

Dengan memisahkan fasa organik yang merupakan koloid berwaran putih-coklat, maka akan diperoleh senyawa naftol. Naftol yang diperoleh dari fasa organik ini masih belum murni karena masih tercampur / terikat oleh air. Untuk membebaskan naftol dari air maka ditambahkan Na2SO4 anhidrat sebagai drying agent. Dengan proses selanjutnya yang dilakukan terhadap campuran ini adalah proses penyaringan dan penguapan maka akan diperoleh kristal berwarna putih bening. Terbentuknya kristal putih bening ini tidak sesuai dengan konsep ynag seharusnya. Karena melaui proses ini seharusnya dihasilkan endapan berwarna pink yang mana wrna pink merupakan waran asli dari naftol. Diperoleh waran yang berbeda bukan berarti hasil yang didapatkan bukanlah senyawa naftol. Hal itu dikarenakan kristal yang diperoleh menunjukkan bau khas dari naftol. Hanya saja, kaibat dari kontaminasi zat luar dan kesalahan dari praktikan maka diperoleh hasil yang tidak sesuai dnegan yang diharapkan.

Pada proses selanjutnya adalah proses penimbangan dan penentuan % naftalena maupun naftol. Berdasarakan hasil pengamatan, diperoleh berat naftalena sebesar 0,41 gram dengan persentase 41%. Sdangkan naftol diperoleh dengan berat 0,9gram dengan persentase 90%. Nilai untuk naftol tidak sesuai dengan yang seharusnya. Karena berat naftol yang diperoleh hampir mendekati 1 gram sedangkan berat campuran adalah 1 gram. Diperolehnya nilai naftol yag tidak sesuai dikarenakan kristal naftol belum terbntuk dengan maksimal. Selain itu pula, kemungkinan terjadi penambahan zat-zat tertentu ke dalam campuran dalam proses ekstraksi sehingga mempengaruhi hasil yang diperoleh.

Pada percobaan kedua, yaitu isolasi kafein dari daunt eh. Digunakannya daunt eh karena di dalam daunt eh banyak terkandung senyawa kafein. Dalam prosesnya, daunt eh dimasukkan ke dalam air mendidih yang kemudian dipanaskan lagi, dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses penguraian zat yang terkandung dalam teh. Di mana daunt eh mengandung banya sekali senyawa-senyawa selain kafein, yang santgat sulit sekali untuk terurai. Sehingga untuk proses ini perlu adanya energi tambaha yaitu berupa energi kinetic yang beradsal dari proses pemanasan.

Proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses penyaringan dalam keadaan panas. Tujuan dari penyaringan dalam keadaan panas adalah agar diperoleh senyawa hasil penguraian yang maksimal. Sebab jika dilakukan dalam keadaan dingin maka senyawa-seyawa yang telah terurai sebelumnya akan kembali lagi ke molekul awalnya. Sehingga akan sulit untuk memisahkan/ mengisolasi kafein disebabkan terjadinya pergeseran kesetimbangan dari proses penguraian ke reaktan (senyawa semula). Dalam proses ini, kelarutan dari kafein dalam air akan meningkat pada suhu yang tinggi.

Pada proses selanjutnya filtrat dari larutan teh ditambahkan dengan Pb asetat 10%. Tujuan dari penambahan Pb asetat 10% adalah untuk memisahkan kafein dari senyawa-senyawa lain seperti tannin, karena dalam teh selain kafein juga terdapat senyawa tannin yang memiliki kepolaran yang hampir sama dengan kafein (Anonim, 2009). Jika ditinjau dari strukturnya Pb(CH3COOH)2 merupakan senyawa nonpolar, yang dapat terurai di dalam air menjadi ion Pb2+ yang megikat kafein dan CH3COO- yang mengikat H2O membentuk suatu asam. Suatu ion Pb2+ yang mengikat kafein larut dalam air. Sehingga melaui proses selanjutnya yanitu penyaringan dengan menggunakan penyaring Buchner diperoleh kafein yang telah terpisah dengan senyawa lainnya, di mana senyawa-senyawa lain akan terendapkan/ tersisa pada kertas saring. Digunakannya penyaring Buchner karena pada proses penyaringan ini memerlukan kecepatan yang tinggi dengan tekanan yang cukup besar. Dari hasil pengamatan filtrat yang diperoleh berwarana kuning bening yang menunjukkan senyawa kafein telah terpisah dari senyawa yang lainnya.

Setelah diperoleh filtrat, maka filtrat tersebut diuapkan hingga 100mL. Tujuan dari proses penguapan adalah untuk memperlleh filtrat yang lebih pekat, dimana kandungan air dari filtrat tersebut berkurang. Sehingga nantinya, akan memaksimalkan proses pemisahan dengan metode ekstraksi.

Larutan yang telah diuapkan dengan proses pemanasan ini kemuudian didinginkan dan ditambahkan dengan DCM 25 ml. Tujuan dari proses pendinginan adalah agar tidak terjadi kerusakan pada struktur kafein akibat proses pemanasan jika nanti ditambahkan dengan DCM. Selain itu juga tujuan dari pendinginan adalah agar diperoleh hasil pemisahan yang maksimal. Campuran yang telah ditambahkan DCM kemudian diekstrak untuk memperoleh fasa organiknya. Proses ekstraksi yang disertai dengan penambahan DCM dilakukan sebanyak 2 kali untuk memperoleh fasa organik yang lebih banyak. Jika ditinjau dari strukturnya, kafein dapat larut dalam air akibat adanya interaksi antara ion Pb2+ dengan gugus polar dari kafein. Namun, hal itu bakan berarti menunjukkan bahwa kafein hanya larut dalam air dan tidak larut dlaam pelarut organik. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan DCM ke dalam klarutan, maka kafein larut dalam fasa organik meskipun membutuhkan waktu yang lama dan hasil yang diperoleh sangat sedikit. Larutnya kafein di dlaam DCM disebabkan oleh adanya gugus dari kafein yang juga bersifat nonpolar, hanya saja sifat kepolarannya lebih tinggi dibandingkan sifat nonpolarnya.

Pada proses selanjutnya yang dilakukan adlah proses penambahan Na2SO4 anhidrat ked lam fasa organik yang telah dipisahkan. Seperti halnya pada percobaan pertama, penambahan Na2SO4 anhidrat bertujuan untuk membebaskan kafein dari air sehingga dpaat diperoleh kafein murni. Karena keterbatasan waktu, maka proses penguapan setelah penyaringan tidak dilakukan. Dari proses penyaringan diperoleh filtrat berwarna coklat kemerahan dan endapan berwarn coklat. Dari proses penimbangan diperoleh berat kafein sebesar 1,7 gram dengan persentase kafein sebesar 3,4%. Angka ini dapat saja lebih kecil akibat adanya proses penguapan filtrat. Dari proses penguapan, semakin luas permukaan penampung (gelas kimia), maka proses penguapan/ pembentukan kristal semakin besar.

H. PENUTUP

Kesimpulan

Ekstraksi adalah metode pemisahan dua senyawa atau lebih berdasarkan pada prinsip perbedaan kelarutan dalam suatu pelarut.

Naftol dan naftalena memiliki kelarutan yang sama dalam pelarut DCM.,

Untuk mempermudah pemisahan naftol dan naftalena, maka dilakukan transformasi dengan penambahan NaOH pada naftol yang kemudian akan membentuk garam yang larut dalam fasa air, sehingga didapatkan kembali naftalena dalam fasa organik.

Untuk memperoleh kembali naftol maka ke dalam fasa air ditambahkan degan HCl, sehingga naftol diperoleh dalam fasa organik

Penambahan Na2SO4 anhirat bertujuan untuk membebaskan air dari senyawa dalam fasa organik.

Dari hasil percobaan diperoleh warna naftalena dan naftol yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini dikarenakan pengaruh zat pengotor, penyaringan maupun penguapan zat (baik naftalena maupun naftol).

Dari hasil percobaan diperoleh % naftalena sebesar 41% dan naftol 90%, dimana % naftol terlalu besar dikarenakan pembentukan kristalnya yang tidak sempurna dan kemungkinan komposisi larutan yang ditambahkan terlalu besar.

Tujuan penambahan Pb asetat 10% adalah untuk memisahkan kafein dari tannin, yang juga terdapat dalam teh serta senyawa-senyawa penyusun teh lainnya.

Ion Pb2+ dan kafein larut dalam air, selain itu juga kafein dapat sedikit larut dalam DCM yang mana itunjukkan oleh pembentukan 2 fasa meskipun membutuhkan waktu yang lama.

Dari percobaan diperoleh % kafein sebesar 3,4% dari berat kafein sebesar 1,7 gram.

Saran

Dibutuhkan ketelitian pada saat pengukuran berat naftol, naftalena maupun kafein.

Dibutuhkan kehati-hatian pada saat menggunakan alat-alat yang terbuat dari kaca karena mudah pecah.

Prosedur kerja harus dipahami dan dimengerti dengan sebaik-baiknya sebelum memulai praktikum.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2009. Petunjuk Praktikum Kimia Organik 2. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Bersnick, Steven. 2004. Intisari Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Hart, Harlod. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Isjri. 2004. Praktikum Kimia Organik. Malang: Universitas Negeri Malang.

Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Noerdin. 2003. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Bandung: ITB.

Riswiyanto, S. 2009. Praktikum Kimia Organik dan Terapan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Silberberg, Martin S. 2003. Chemistry The Molecular Nature of Matter of Change. New York: Mc Graw- Hill.

Underwood, Ralp dan R. A. Day. 1986. Analisis Kiimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Yazid, Estein. 2005. Kimia Fisika untuk Para Medis. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

REAKSI ESTERIFIKASIA. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan

: Mempelajari teknik esterifikasi etil asetat dari etanol

Mempelajari mekanisme reaksi etil asetat dari etanol

Hari, tanggal: Senin, 12 April 2010

Tempat: Laboratorium Kimia dasar, Lantai II, Fakultas MIPA, UNRAM

B. LANDASAN TEORI

Dalam kimia, ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus hidroksil dengan suatu gugus organik (biasa dilambangkan dengan R). Ester dapat dibuat dari reaksi antara lain klorida asam dengan suatu alkohol dalam media basa seperti piridin, dari reaksi asam anhidrat dengan suatu alkohol, dan juga raksi antara sam karboksilat dengan alkohol menggunakan katalis karboksilat dan alkohol direfluks secara bersama-sama denga adanya asam sebagai katalis. Reaksi yang terjadi pada proses pembuatan ester merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga tidak mungkin mendapatkan ester secara kuantitatif dalam setiap mol reaktannya. Kesetimbangan dapat diarahkan ke produk dengan mengambil produk lainnya (produk airnnya), atau dengan menggunakan reaktan dengan kuantitas yang lebih (Riawan, 1989: 177-178).

Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu proses batch dan proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung di bawah tekanan pada suhu 200-250oC. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk menghasilkan ester. Henkel telah mengmbangkan esterifikasi countercurrent kontinyu menggunakan kolom reaksi dodel plate. Teknologi ini didasarkan pada prinsip reaksi esterifikasi dengan absorpsi simultan superheated yang cenderung digunakan dalam produksi ester dari asam lemak spesifik. Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Sistem pemroses yang dirancang untuk menyelesaikan reaksi esterifikasi dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai 100%. Oleh karena itu, reaksi esterifikasi merupakan kesetimbangan, maka konversi sempurna tidak mungkin tercapai, dan sesuai informasi yang ada konversi yang dapat dicapai hanya sampai 98%. Nilai konversi yang tinggi dapat dicapai dengan ekses reaktan yang besar. Proses esterifikasi secara umum harus diketahui untuk dapat mendorong konversi sebesar mungkin (Doald, 2002: 513-515).

Laju esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung terutama pada halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asa karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester. Seperti banyak reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleufilik menyerang karbonil positif, dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud (Fessenden, 1982: 82-83).

Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil, -COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil; antar aksi dari kedua gugus ini adalah mengakibatkan suatu keaktifan kimia yang unik dan untuk asam karboksilat. Asam asetat (CH3COOH) sejauh ini merupakan asam yang paling penting di perdagangan, industri dan laboratorium. Bentuk murninya disebut asam asetat glacial karena senyawa ini menjadi padat seperti es bila didinginkan. Asam asetat glacial tidak berwarna, cairan mudah terbakar (titik leleh 7oC, titik didih 80 oC), dengan bau pedas menggigit. Dapat bercampur dengan air dan banyak pelarut organik (Riawan, 1990: 582).

Proses esterifikasi merupakan proses yang cenmderung digunakan dalam produksi ester dari asam lemak spesifik laju reaksi esterifikasi yang sangat dipengaruhi oelh struktur molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa natara. Data tetang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai berikut: (1) alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat alkohol tersier; (2) ikatan rangkap memperlambat reaksi; (3) asam aromatic (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas konversi yang tinggi; (4) makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi (Wilbraham, 1992: 253).

Reaksi kimia kadang dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar atau pada titik didih pelarut yang digunakan pada sistem reaksi. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk reaksi-reaksi yang berlangsug pada suhu tinggi adalah seperangkat alat refluks. Beberapa alat refluks ditampilkan dengan berbagai tipe yaitu : (1) alat refluks sederhana dilengkapi dengan labu alas bulat(a) dan pendingin Liebig (b); (2) seperangkat alat reflkus dilengkapi dengan labu alas bulat (a), pendingin Liebig(b), dan corong pisah; (3) seperangkat alat refluks dilengkapi dengan labi alas bulat (a), pendingin Liebig(b), dan corong pisah serta pengaduk atau termometer(c) (Torri, 1997: 123).

Destilasi adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen yang ada di dalam campuran. Destilasi biasa dilakukan untuk pemisahan campuran yang memiliki perbedaan titik didih yang cukup besar. Sedangkan destlasi uap dilakukan untuk pemisahan campuran yang memiliki perbedaan tekanan uap jenuh yang cukup antara komponen-komponen yang ada pada campuran. Pada destilasi uap, uap yang cukup digunakan biasanya uap air. Selain itu destilasi juga dilakukan pada tekanan di bawah tekanan atmosfer (Kirk, 1997: 253-254).

Ekstraksi atau penyarian adalah proses pemindahan pengucilan suatu konstituae dalam suatu sampel ke suatu pelarut dengan cara mengocok atau melarutkannya. Proses ekstraksi melibatkan dua fasa (kedua fasa dapat berupa cairan tetapi tidak bercampur) dan dapat dilakukan dengan satu kali ekstraksi (single extraction), beberapa kali ekstraksi (multiple extraction), dan sinambungan (continues extraction). Dalam proses ekstraksi cair-cair atau sering disebut juga sebagai ekstraksi pelarut, solute dipindahkan dari pelarut satu ke pelarut yang lain dan tidak bercampur dengan cara pengocokan yang berulang. Di laboratorium ekstraksi pelarut dilakukan dalam suatu corong pisah (saparation funnel). Dalam corong pisah, siapkan larutan solute dalam suatu pelarut. Masukkan kedua larutan yang tidak bercempur dan kocok. Setelah pengocokan sempurna, campuran dibiarkan memisah dlam dua lapisan (fasa air dan fasa organik). Salah satu lapisan/ fasa diambil, sedangkan lapisan kedua dibuang atau diekstraksi kembali dengan cara yang sama (Ibrahim, 2009: 32-33).

C. ALAT DAN BAHAN

Alat

Alat refluks

Alat destilasi (dengan termometer)

Corong pisah

Erlenmeyer

Silinder ukur

Pipet volume

Pipet tetes

Bulb

Corong kaca

Statif

Klem

Erlenmeyer

Gelas kimia

Labu alas bulat

Bahan

Etanol (C2H5OH)

Asam asetat glacial (CH3COOH)

Asam sulfat pekat (H2SO4)

NaHCO3 jenuh

Na2SO4 anhidrat (sodium sulfat)

Kertas saring

Kertas label

Tissue

Aquades (H2O)D. SKEMA KERJA

E. HASIL PENGAMATAN

NoPercobaanHasil Pengamatan

1Memasukkan etanol 20ml ke dalam labu alas bulat kemudian mereaksikannya dengan H2SO4 (dicampurkan sedikit demi sedikit) dan ditambahkan CH3COOH glacial (60 ml) Larutan etanol yang bening (tidak berwarna), setelah ditambahkan dengan H2SO4 prkat (bening) sedikit demi sedikit terbentuk larutan berwarna kuning bening dan timbul panas. Selin itu terdapat adanya gas dan uap pada dinding tabung. Jika H2SO4 pekat dimasukkan sekaligus maka akan timbul peningkatan suhu yang sangat tinggi pula yang menyebabkan timbulnya gas dan asap dalam jumlah banyak secara spontan yang sangat berbahaya.

Setelah ditambahkan CH3COOH, larutan bening agak kuning tadi menjadi berwarna kuning yang lebih bening dari sebelumnya, warna kuning yang ada sedikit memudar.

2Campuran larutan (etanol + H2SO4 pekat dan CH3COOH glacial) yang kemudian direfluks. Larutan yang berada dalam labu alas bulat yang direflkus menghasilkan perubahan warna pada larutan menjadi bening kecoklatan.

3Hasil refluks didinginkan dan didestilasi (etil asetat akan terdestilasi pada suhu 76-77oC) Setelah didestilasi diperoleh larutan yang bening dari larutan bening kecoklatan dengan disertai timbul adanya bau seperti bau balon tiup.

Pada percobaan ini diperoleh destilat pada suhu 80oC. Hal ini karena alat yang digunakan bermasalah pada proses destilasi gas yang keluar dari pipa penghubung kondensor.

4Destilat dipindahkan ke dalam corong pisah + aquades (H2O) 6ml dan dikocok. Destilat (hasil destilasi) yang diperoleh setelah ditambahkan dengan air (aquades) 60 mlwarna larutan pada corong pisah menjadi berwarna putih keruh (warna agak keruh seperti minyak).

Pada proses pengocokan pertama kali timbul adanya tekanan yang kemudian lama-kelamaan tekanan berkurang dan menghilang. Setelah dikocok, larutan didiamkan lama kelaman larutan yang semula berwarna keruh, mebentuk 2 fasa, dimana pada bagian di antara kedua fasa terdapat gelembung yang lama-kelamaan semakin menghilang.

Kedua fasa yang terbentuk terdiri dari fasa organik di bagian atas dan fasa air di bagian bawah. Di mana bagian atas lebih bening dibandingkan dengan bagian bawahnya (bagian bawah putih keruh).

5Lapisan ester dari hasil ekstraksi ditambahkan aquades 50ml dan ditasmbahkan NaHCO3 jenuh 14 ml serta dikocok kembali. Pada saat ester ditambahkan dengan air yang terbentuk seperti minyak dimana bagian atas keruh dan bagian bawah bening (berminyak). Pada saat ditambahkan NaHCO3 timbul adanya gelembung yang naik ke fasa bagian atas. Setelah dikocok, pada kocokan pertama timbul adanya tekanan yag sangat tinggi dibandingkan dengan percobaan 4. Setelah diekstraksi, larutan semula berwarna putih keruh lama-kelamaan membentuk 2 fasa di bagian atas bening dan di bagian bawah agak keruh. Jumlah fasa pada bagian atas sangat sedikit dibandingkan dengan bagian atas sebelumnya.

6Ester yang ada di bagian atas dimurnikan dengan Na2SO4 anhidrat (4gram) dikocok dan disaring. Pada prosesnya, setelah larutan ditambahkan Na2SO4, larutan menjadi keruh yang kemudian lama-kelamaan menjadi bening kembali.

Setelah disaring, ester yang dihasilkan sangatlah sedikit jumlahnya. Namun, masih ada aroma seperti bau balon tiup.

Larutan yang dihasilkan tidak berwarna dan timbul adanya bau sedap menandakan bahwa ester murni telah diperoleh.

F. ANALISIS DATAMekanisme reaksi

G. PEMBAHASAN

Ester merupakan senyuawa yang diturunkan dari asam karboksilat. Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang terjadi pada proses ini disebut reaksi esterifikasi. Esterifikasi berlangsung dengan adanya bantuan dari katalis asam dan merupakan reaksi reversibel. Selain dengan mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol, ester juga dap[at dibuat dari reaksi antara asil halida dengan alkohol maupun senyawa anhidrat yang dapat direaksikan dengan alkohol. Namun metode ini sangat jarang diganakan dalam skala laboratorium karena cukup berbahaya.

Proses percobaan ini, yaitu reaksi esterifikasi bertujuan untuk mempelajari teknik esterifikasi etil asetat dari etanol serta untuk mempelajari mekanisme reaksi esterifikasi etil asetat dari etanol. Pada percobaan ini, untuk membuat suatu ester digunakan asam asetat glasial dan etanol dikarenakan kedua senyawa tersebut dapat lebih mudah bereaksi membentuk ester serta dapat dijumpai dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu, karena asaam asetat glasial merupakan asam lemah sehingga tingkat bahayanya lebih rendah dibandingkan dengan asam yang lain. Jika digunakan asam metanoat atau metanol, maka proses pembentukan ester akan jauh lebih lama karena proses reaksi yang terjadi berjalan dengan lambat (Wilbraham, 1992).

Pada proses pertama 20ml etanol dimasukkan ke dalam labu alas bulat bertujuan untuk memudahkan dalam proses selanjutnya yaitu proses refluks. Karena jika digunakan labu alas bulat, maka hasil refluks yang diperoleh akan lebih optimal. Sebelum ditambahkan asam asetat glasial, ke dalam labu alas bulat etanol direaksikan terlebih dahulu dengan H2SO4 pekat sedikit demi sedikit. Hal ini bertujuan untuk memberikn suasana asam pada larutan secara cepat sehingga, ketika ditambbahkan dengan CH3COOH glasial, reaksi yang berlangsung akan lebih optimal, karena jika tidak demikian, produk yang dihasilkan tidaklah maksimal karena reaksi yang terjadi merupaka reaksi reversibel (bolak-balik). Berdasarkan hasil pengamatan, larutan etanol (bening) yang ditambahkan dengan H2SO4 (bening) akan menyebabkan timbulnya gas dan uap pada dinding tabungyang disertai perubahan warna larutan menjadi bening kekuningan dengan timbul adanya panas. Timbulnya gas dan uap pada dinding tabung dikarenakan H2SO4 pekat terurai sempurna pada larutan etanol menjadi ion-ionnya yang disertai oleh adanya energi disosiasi yang sangat besar. Selain itu, timbulnya pada pada larutan dikarenakan adanya gaya tumbrukan dikarenakan adanya energi kinetik yang sangat besar, yang mana hal itu ditandai dengan timbulnya tekannan tinggi pada proses pembentukan gas. Oleh karena itu, pada penambahan H2SO4 pekat harus ditambahkan sedikit demi sedikit karena jika ditambahkan sekaligus akan sangat berbahaya. Terbentuknya larutan berwana bening kekuningan disebabkan adanya ion HSO3- yang tereduksi dari larutan H2SO4 pekat.

Setelah ditambahkan dengan CH3COOH glasial larutan menjadi jernih daripada sebelumnya dengan warna yang sedikit memudar. Hal ini dikarenakan ion HSO3- yang terbentuk semakin berkurang dengan adanya penambahan dari asam asetat glasial. Pada proses selanjutnya campuran direfluks selama 1 jam pada suhu kira-kira 70oC. Hal ini bertujuan agar diperoleh hasil refluks yang optimal dan diperoleh senyawa denga jumlah yang maksimal. Pada proses ini, reaksi pembentukan ester akan berjalan dengan lebih maksimal, karena pada suhu 70oC, senyawa-senyawa yang ada akan aktif terurai dan bereaksi akibat adanya penurunan dari energi aktivasi. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil refluks yang berupa larutan bening kecoklatan, di mana larutan yang berwarna bening kecoklatan ini disebabkan oleh masih terdapatnya senyawa-senyawa lain selain ester. Karena ester pada umumnya berupa larutan bening (tak berwarna) dengan bau sedap. Untuk itu, perlu dilakukan proses selanjutnya yaitu destilasi yang bertujuan untuk memisahkan ester dengan senyawa-senyawa yang lainnya yang tidak diperlukan.

Pada proses ini, yaitu destilasi. Sebelum dilakukan proses destilasi tersebut, hasil refluks haruslah dalam keadaan dingin. Hal ini dikarenakan, jika hasil refluks masih dalam kondisi panas maka ester yang dihasilkan akan rusak dan disebabkan oleh penguraian kembali seyawanya oleh adanya suhu tinggi. Pada proses destilasi ini, dilakukan pada suhu berkisar antara 76-77oC. Karena pada suhu 76-77oC etil asetat (ester) akan menguap/ terdestilasi dan terpisahkan dari senyawa yang lainnya sehingga diperoleh hasil (ester) yang cukup murni. Akan tetapi, pada prakteknya, destilasi yang dilakukan mencapai suhu di atas 76oC untuk memperoleh destilat. Hal ini dikarenkaan terdapatnya kerusakan pada alat destilasi yang digunakan. Walaupun demikian, dari destilasi tersebut dapat diperoleh larutan bening dengan bau seperti bau balon tiup yang menunjukkan adanya ester yang dihasilkan (Kirk, 1997).

Pada proses selanjutnya, destilasi tersebut dimasukka ke dalam corong pisah kemudian ditambahakan dengan aquades. Berdasarkan hasil pengamatan, larutam tersebut sedikit dingin dengan warna larutan sedikit keruh dan seperti berminyak. Hal ini kemungkinan dikarenakan senyawa ester yang dihasilkan tidaklah murni (cukup murni) karena masih mengandung senyawa-senyawa lain yang kemudaian beraksi dan larut dalam air. Terbentuknya larutan yang keruh dan berminyak menunjukkan awal terbentuknya 2 fasa larutan yatu fasa organik dan fasa air. Setelah larutan dikocok, akan terbentuk 2 bagian yang terpisah di mana bagian atas yang merupakan fasa organik lebih bening dibandingkan dengan fasa airnya yang berwarna putih keruh. Warna keruh ini menunjukkan adnya senyawa organik yang berasal dari destilat yang telah larut dlaam air. Terbentuknya fasa organik dibagian atas dikarenakan berat jenis fasa organik lebih kecil dibandingkan dengan fasa air yang ada.

Pada proses selanjutnya, hasil ekstrak yang ada (bverupa fasa organik yaitu etil asetat) ditambahkan dengan aquades dan NaHCO3 jenuh. Untuk mendapatkan NaHCO3 jenuh dapat dibuat dengan cara memanaskan larutan NaHCO3 sampai terbentuknya sedikit endapan atau dengan cara melarutkan NaHCO3 padat ke dalam aquades dengan jumlah yang sedikit lebih banyak sehingga NaHCO3 tidak dapat lagi dilarutkan oleh aquades. Ekstrak yang ditambahkan dengan aquades berdasarkan hasil pengamatan, timbul adnaya larutan seperti berminyak dengan bagian atasnya berwarna keruh dan bagian bawah bening. Setelah ditambahkan dengan NaHCO3 timbul adanya gelembung yang naik ke fasa yang berada di bagian atas. Naiknya gelembung ke bagian atas, dikarenakan NaHCO3 akan terurai menjadi ionnya memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan fasa air tersebut. Dengan adanya gelembung yang naik ke atas akan mengikat ion-ion atau senyawa-senyawa pengganggu yang menyususn senyawa ester yang ada (yang menyebabkan kemurnian ester berkurang). Dari proses tersebut, campuran yang terbentuk kemudian dikocok. Setelah proses pengocokan selesai akan timbul warna keruh pada larutan yang makin lama tingkat kejenuhannya akan sedikit berkurang dan akan timbul adanya 2 fasa larutan. Dibandingkan dengan fasa organik sebelumnya, jumlah fasa organik yang dihasilkan jauh lebih sedikit. Hal ini menunjukikan telah terbetik senyawa ester yang lebih murni. Seperti pada proses ekstraksi sebelumnya, fasa organik berada di atas degan warna yang lebih bening dibandingkan dengan fasa air.

Proses ynag terakhir dilakukan adalah proses pemurnian ester dengan menggunkana Na2SO4 padatan. Berdasrkan hasil pengamatan, setelah ditambahkan Na2SO4 larutan menjadi keruh, lama-kelamaan menjadi bening kembali, yang kemudian setelah disaring, aroma balon tiup masih tercium dan cairan yang dihasilkan berupa cairan yang tidak berwarna. Cairan yang tidak berwarna dan bau sedap ini merupakan etil asetat/ ester yang telah dimurnikan melalui beberapa tahap. Berdasarkan konsepnya, baik aquades, NaHCO3 maupun Na2SO4 padat memiliki peran atau fungsi yang sama yaitu untuk memurnikan senyaawa ester dengan cara mengikat dan melarutkan zat pengotor yang ada, agar tidak bergabung lagi dengan ester sehingga diperoleh ester yang benar-benar murni. Karena nantinya Na2SO4 berperan sebagai pengering yang menyerap / menghilangkan air (H2O) yang ada.

H. PENUTUP Kesimpulan

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukkan ester oleh asam karboksilat dan alkohol dnegan katalis asam.

H2SO4 pekat berperan sebagai katalis dan pemberi suasana asam pada proses pembentukan ester.

Campuran direfluks 1 jam dengan suhu kira-kira 70oC bertujuan untuk memperoleh hasil reaksi yang optimal.

Destilasi dilakukan untuk memisahkan antara etil asetat dengan senyawa-senyawa lain yang mempengaruhi kemurnian ester yang dihasilkan.

Pada proses ekstraksi diperoleh 2 fasa di mana fasa organik berada di atsa dan fasa air berada di bawah dengan fasa organik lebih bening dibandingkan fasa air yang ada.

Pada proses ekstraksi kedua diperoleh fasa organik yang lebih sedikit dan lebih murni dibandingkan denagn fasa organik pada ekstraksi pertama.

Aquades, larutan NaHCO3 jenuh serta Na2SO4 memiliki peranan atau fungsi yang hampir sama yaitu berperan dalam pemurnian senyawa ester (Na2SO4 sebagai penghilang H2O).

Saran

Dibutuhkan kehati-hatian pada proses penambahan H2SO4 pekat ke dalam lartan etanol karena bersifat bahaya.

Prosedur kerja dipelajari sebaik-baiknya agar tidak terjadi kesalahan pada saat praktikum berlangsung.

Dibutuhkan kehati-hatian pada saat proses ekstraksi berlangsung, terutama pada proses pengocokan.

DAFTAR PUSTAKA

Donald, Cram. 2002. Kimia Organik I. Bandung: ITB.Fessenden, Ralp. J., Fessenden, Joan S. 1981. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, F. Othmer. 1997. Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd ed. New York: John Wiley and Sons.

Riawan, S. 1989. Kimia Organik. Jakarta: Binarupa aksara.

Riawan. 1990. Kimia Organik Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara.

Torri. 1997. Organic Chemistry. Tokyo: Iwanami Shoten Publishers.

Wilbraham, Antoni, C. 1992. Pengantar Kimia Organik. Bandung: ITB.

SINTESIS ASAM SULFANILAT

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan

: Mempelajari teknik sulfonasi terhadap amina aromatikMempelajari mekanisme substitusi kedua dengan pengaruh orto dan para pada suatu benzena tersubtitusi

Hari, tanggal: Senin, 18 April 2010

Tempat

: Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram

B. LANDASAN TEORI

Sulfonasi senyawa aromatik merupakan salah satu jenis sulfonasi yang paling penting. Sulfonasi tersebut dapat dilakukan dengan mereaksikan senyawa aromatic dengan asam sulfat. Asam sulfat yang digunakan umumnya mengandung sulfur trioksida (oleum). Sama halnya dengan nitrasi dan halogenasi, sulfonasi senyawa aromatic adalah reaksi subtitusi elektrofilik, tetapi merupakan reaksi yang dapat balik (reversible) (Bruice, 2007: 3421).

Sulfonasi benzena dengan asam sulfat berasap (H2SO4 + SO3) menghasilkan asam benzena sulfonat.

Tidak seperti reaksi subtitusi elektrofilik benzena yang lain, sulfonasi bersifat mudah balik dan menunjukkan efek isotop kinetic yang sedang. Perrdeuterio benzena mengalami sulfonasi dengan laju kira-kira separuh laju benzena biasa (Fessenden, 1982 : 474).

Dalam sulfonasi kita dapat menggunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap, dan elektrolitnya dapat berupa sulfur trioksida (SO3) atau sulfur trioksida terprotonasi, +SO3H. struktur resonansi berikut menunjukkan bahwa SO3 ialah elektrofilik kuat pada sulfur.

Produknya yaitu asam sulfonat, ialah asam organik kuat (Hart, 2003: 137).

Pemanasan larutan yang mengandung pelarut volatil akan menyebabkan lepasnya molekul pelarut menjadi uap panas. Jika uap panas terembunkan oleh suatu pendingin, uap akan menjadi fasa cair dan kembali pada sistem reaksi. Proses semacam ini dinamakan refluks. Suhu refluks dijaga agar pengembunan tidak lebih dari 1/3 bagian panjang pendingin. Pemanasan yang cepat dan tinggi tidak menyebabkan perubahan suhu refluks, tetapi menyebabkan sebagian uap akan keluar dari sistem reaksi melalui puncak pendingin. Alat refluks paling sederhana dilengkapi dengan labu alas bulat dan pendingin Liebig, seperangkat alat refluks dilengkapi dengan labu alas bulat, pendingin Liebig dan corong pisah , seperangkat alat refluks dilengkapi dengan labu alas bulat , pendingin Liebig, corong pisah, dan pengaduk atau termometer (Tundo, 2007: 342).

Gambar 1. Peralatan Refluks

Penyaring Buchner digunakan untuk proses penyaringan yang tidak dapat dilakukan dengan penyaring biasa. Penyaringan biasa dilakukan dengan memanfaatkan gaya grafitasi, sedangkan pada penyaring buchner, filtrat dipisahkan dari sistem campuran dengan cara disedot atau divakum (Layli, 2008: 543).Karbon aktif adalah suatu jenis karbon yang diaktifkan dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaannya dan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri. Norit adalah karbon berasal dari tumbuhan tumbuhan yang diaktifkan dengan kuat. Karbon aktif yang digunakan dalam Norit berasal dari tumbuhan dan dalam bentuk dicetak (molded carbon). Dengan gaya Van der Walls yang dimilikinya, pori-pori yang sangat luas ini mampu menangkap berbagai macam bahan, termasuk bahan beracun. Oleh karena itu karbon aktif dapat digunakan pada kasus overdosis obat, keracunan makanan, atau tertelan bahan beracun. Namun, kemampuannya menangkap racun ini hanya terjadi di lambung dan usus, ketika zat beracun belum terserap dan masuk ke dalam peredaran darah. Sehingga, semakin cepat diberikan, semakin banyak racun yang dapat diserap. Tidak semua bahan dapat diserap oleh karbon aktif. Beberapa diantaranya yang tidak dapat diserap adalah litium, asam atau basa kuat, logam dan bahan inorganik (misalnya, natrium, besi, timah, arsen, yodium, fluorin, dan asam borat), alkohol (misalnya etanol, metanol, isoprofil alkohol, glikol, dan aseton), dan hidrokarbon (seperti minyak tanah, bensin, oli, dan hidrokarbon tumbuhan seperti minyak pinus). Sehingga, pada kasus keracunan zat-zat ini, karbon aktif tidak boleh diberikan (Hunger, 2003: 297).Asam sulfat, H2S

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Oksigen" \o "Oksigen" O4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Sifat-sifat asam sulfat yang korosif diperburuk oleh reaksi eksotermiknya dengan air. Asam sulfat menjalani reaksi substitusi aromatik elektrofilik dengan senyawa-senyawa aromatik, menghasilkan asam sulfonat terkait: (Chenier, 1981 : 45-46).

Anilin bereaksi substitusi elektrofilik sejuta kali lebih cepat daripada benzena. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa NH2 merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka (rentan; susceptible) terhadap substitusi lebih lanjut. Suatu senyawa yang memiliki gugs NH2 (pengarah o, p) pada cincin. Struktur resonansi untuk aniline menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melpas-elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilitas-resonansi aniline ialah bahwa cinci menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-, p-) pada cincin aniline teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik; namun posisi o dan p lebih teraktifkan daripada posisi m. struktur resonansi terpaparkan di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi o dan p mengemban muatan negatif parsial, sedangkan posisi m tidak (Fessenden, 1997: 475-478). C. ALAT DAN BAHAN

Alat

Alat refluks

Penyaring buchner

Pengaduk

Corong

Gelas kimia

Silinder ukur 100ml

Pipet gondok

Bulb

Pemanas listrik

Pipet tetes

Labu alas bulat 250ml

Neraca analitik

Fluke

Stopwatch

Bahan

Anilin

Asam sulfat pekat

NaOH 2N

Norit

Aquades

Es batu

Tissue

Kertas Saring

Kertas label

D. SKEMA KERJA

-dimasukkan (labu alas bulat)+H2SO4 pekat(40mL; setetes demi setetes)Sambil diaduk (lakukan dalam lemari asam)

Didinginkan (campuran air dan es)

Direfluks ( 1,5 jam, 160oC)

Ditest dengan 2 tetes campuran dimasukkan ke dalam NaOH 2N (4ml), jika larutan jernih berarti sulfonasi sempurnaDituangkan ke dalam aquades dingin (400mL) diaduk kuat-kuat

Didiamkan 10 menit

Disaring (penyaring Buchner), sambil dicuci dengan aquades

+ 4gram norit

Didihkan 10-15 menit

Disaring kembali

Didinginkan

Endapan disaring dengan penyaring buchner

Dikeringkan endapan

Ditimbang dan ditentukan

% w/wnya

E. HASIL PENGAMATAN

NoPercobaanHasil pengamatan

1Proses penambahan anilin dengan H2SO4 pekat (40mL; setetes demi setetes) dalam labu alas bulat, yang dilakukan secara bersamaan dengan proses pendinginan campuran dengan air dan es Anilin (berwarna merah darah), setelah ditambahkan dengan H2SO4 setettes demi setetes (dalam labu alas bulat yang didinginkan dengan es) akan menimbulkan asap dengan jumlah banyak.

Warna larutan H2SO4 pada pengambilan pertama bening, akan tetapi pada pengambilan kedua dan seterusnya berwarna pink (merah muda).

Warna anilin setelah diteteskan dengan H2SO4 berubah menjadi berwarna kuning kecoklatan, yang beberapa saat kemudian menimbulkan adanya endapan putih pada dindidng tabung.

Selang waktu sebentar maka akan timbul perubahan pada dinding tabung terdapat endapan berwarna kuning dan bagian bawah terdapat endapan berwarna coklat kehitaman yang mulai terbentuk (seperti warna pada tape).

Setelah proses penambahan H2SO4 selesai, larutan yang terdapat dari hasil reaksi berwarna hitam, dengan endapan yang seperti karang berwarna coklat keunguan, dan dibagian dasar pada dinding masih ada endapan coklat muda dan putih kehijauan.

2Campuran (anilin + H2SO4) direfluks Pada saat direfluks, karena panas yang meningkat karang yang terbentuk lama-kelamaan mulai melebur.

Ketika suhu makin meningkat (mendidih) keluar asap yang banyak. Dan timbul endapan berwarna putih di sekitar mulut dinding tabung akibat uap yang dihasilkan.

3Campuran (hasil refluks) dites dengan memasukkan 2 tetes campuran ke dalam 4mL NaOH. Pada saat campuran diteteskan ke dalam larutan NaOH, timbul perubahan warna yang lebih jernih dari sebelumnya (akan tetapi masih berwarna), di mana bagian atas berwarna hitam pekat dan bawah berwarna ungu kehitaman.

4Campuran ditambahkan dengan aquades dingin 400mL dan diaduk kuat-kuat Setelah dituangkan dengan aquades 400mL volume larutan pada labu alas bulat menjadi 450mL.

5Campuran didiamkan 10 menit dan disaring dengan penyaring Buchner (sambil dicuci dengan aquades) Setelah didiamkan, larutan di bagian atas berwarna hitam (coklat tua) dan di bagian bawah berwarna coklat keabuan. Setelah disaring, filtrat yang diperoleh berwarna hitam pekat, sedangkan endapan yang telah terpisah berwarna abu gelap. Terdapat dua endapan yang diperoleh karena menggunakan 2 kertas saring dalam proses penyaringan.

6Hasil berupa larutan berwarna ditambahkan dengan 4gram norit dan didihkan 10-15 menit dan kemudian disaring Setelah dipanaskan volume larutan turun menjadi 380mL.

7Filtrat didinginkan, dan endapan disaring dengan penyaring buchner Filtrat yang diperoleh berwarna hitam dan terdapat pula kristal bening yang berbentuk bulat.

Karena filtrat yang diperoleh masih berwarna hitam setelah dilakukan penyaringan maka dilakukan proses pengaringan sekali lagi. Sehingga dihasilkan 2 endapan pada proses penyaring 1 dan ke-2 dengan jenis kertas saring yang digunakan berbeda.

Pada penyaringan kedua terdapat endapan berwarna hitam, yang kemungkinan kristal putih yang terdapat di dalamnya hayalah sedikit sekali.

8Hasil berupa endapan dikeringkan, dan ditimbang. Pada proses ini, diperoleh berat masing-masing endapan yaitu untuk penimbangan endapan pertama berwarna abu gelap beratnya 30, 31 gram dan 31, 51 gram (ditambah dengan kedua kertas saring).

Penimbangan untuk ensdapan hitam dan kristal yang terbentuk sebesar 6,72 dan 1,70 (ditambah dengan kertas saring).

Kertas saring yang digunakan dalam proses penyaringan ini terdapat dalam 3 jenis yaitu untuk endapan abu-abu kehitaman menggunakan kertas saring dengan berat 0, 95 gram, untuk endapan berwarna hitam menggunakan kertas saring dengan berat 1,22 gram, untuk kristal putih menggunakan kertas saring dengan berat 0,10 gram.

F. ANALISIS DATAa. Mekanisme Reaksi

Resonansi anilin

Reaksi anilin dengan asam sulfat

b. Perhitungan

Diketahui: Berat jenis anilin () = 1,03mg/mL

Mr anilin ()

= 93 mg/mmol

Berat jenis H2SO4= 1,84mg/mL

Mr H2SO4

= 98mg/mmol

Volume anilin

= 20mL

Volume H2SO4

= 40mL

Mr asam sulfanilat= 173 mg/mmol

mg anilin

: endapan kotor ke-1= 30.310 gram

endapan kotor ke-1= 30.510 mg

endapan hasilke-2= 6.720 mg

endapan hasil ke-3= 1.700 mg

mg kertas saring

: ke-1 = 0,95 gram

= 950 mg

ke-2= 0,10 gram

= 100 mg

ke-3= 1,22 gram

= 1220 mg

Ditanya: % rendemen=.?

Penyelesaian:

Perhitungan endapan

Untuk endapan kotor= mg endapan kotor mg kertas saring

= mg endapan kehitaman 2x mg kertas saring ke-1

= 62.820 mg 2(920) mg

= 62.820 mg 1840 mg

= 60.980 mg

Untuk endapan sulfanilat= mg endapan sulfonat mg kertas saring

= (mg endapan 1+ mg endapan 2) (mg kertas saring 2 + kertas saring 3)

= (6720 + 1700)mg - (1000 + 1220) mg

= 8420mg 2220 mg

= 6200 mg Untuk perhitungan anilin

Massa anilin=

= 1, 03 mg/mL x 20mLx1000

= 20.600 mg

Mmol anilin=

=

= 221,5053763 mmol

= 221,5 mmol

0, 222 mol

Untuk perhitungan H2SO4 Massa H2SO4=

1000

= 1, 84 mg/mL x 40 mL x 1000

= 73.600 mg

Mmol H2SO4=

=

= 751,0204082 mmol= 0,751 mol

0,751mol Reaksi yang terjadi

C6H5NH2+ H2SO4 C6H10NH2SO3H + H2O

Mmol mula-mula:0,222mol0,751mol

- -

Mmol bereaksi: 0,222mol0,222mol0,222mol0,222molMmol setimbang:

-0,529mol0,222mol0,222molMenurut teori massa asam sulfanilat

Berat asam sulfanilat= mol x Mr

= 0,222 mol x 173mg/mmol

= 38,406 g

= 38.406 mg

% rendemen

=

=

= 16. 14331094

G. PEMBAHASAN

Asam sulfanilat merupakan atau disebut juga dengan sasam sulfonat merupakan salah satu jenis asam aromatik yang berasal dari reaksi antara senyawa aromatik (misalnya, benzena dan turunannya) dengan asam kuat, H2SO4. Asam sulfanilat merupakan asam yang sangat mudah terlarut dalam air, di mana gugus gugus sulfonatnya mudah dikeluarkan. Pengeluaran gugus sulfonai, -SO3H dilakukan pada suhu 180oC dan tekanan yang tinggi (Riawan, 2008: 207). Secara teori, sifat fisik dari asam sulfat adalah: pada suhu kamar berbentuk kristal padat berwarna putih, merupakan golongan asam kuat, memiliki sifat higroskopis mudah menyerap air untuk masuk ke dalam molekulnya, berat molekul 173,19 gram/mol, titik cair 288oC serta mudah larut dalam air panas dan pelarut polar lainya. Reaksi pembuatan asam sulfanilat ini dinamakan dengan reaksi sulfonasi.

Reaksi sulfonasi merupakan salah satu reaksi subtitusi aromatik elektrolitik, yaitu reaksi substitusi aromatik elektrofilik yang merupakan suatu reaksi dimana elektrofilik disubstitusikan untuk satu atom hidrogen pada cincin aromatik (Fessenden, 1982). Sulfonasi dapat juga diartikan menjadi suatu reaksi kimia yang melibatkan penggabungan asam-asam sulfonat,-SO3H ke dalam molekul atau ion, termasuk reaksi-reaksi yang menggabungkan gugus-gugus sulfonil halida ataupun garam-garam yang berasal dari gugus asam sulfonat, misalnya SO2Cl, ke dalam senyawa organik.

Percobaan sintesis asam sulfanilat ini bertujuan untuk mempelajari teknik sulfonasi terhadap amina aromatik serta untuk mempelajari mekanisme substitusi kedua dengan pengaruh orto dan para pada suatu benzena tersubtitusi. Pada percobaan ini untuk membuat asam sulfanilat digunakan anilin yang kemudian direaksikan dengan asam sulfat. Pada tahap pertama anillin dimasukkan ke dalam labu alas bulat sebelum akhirnya ditambahkan dengan asam sulfat. Tujuan dari memesukkannya anilin ke dalam labu alas bulat adalah untuk memudahkan nantinya dalam proses selanjutnya yaitu proses refluks, karena pada proses refluks digunakan labu alas bulat yang berperan untuk memaksimalkan reaksi yang terjadi antarreaktan menjadi produk yang diinginkan. Pada proses penambahan H2SO4 (40mL) ke dalam labu alas bulat yang berisi anilin harus dilakukan secara hati-hati, dimana pada prosesnya anilin dimasukkan terlebuh dahulu ke dalam gelas kimia yang berisi air es yang kemudian ketika penambah asam sulfat setetes demi setetes, terhadap labu alas bulat dilakukan proses pengadukan. Tujuan dari dimasukkannya labu alas bulat yang berisi anilin ke dalam air es adalah untuk mengurangi panas yang ditimbulkan dari reaksi. Sebab, H2SO4 pekat yang digunakan merupakan asam kuat yang mengalami disosiasi sempurna menghasilkan energi kinetik yang sangat besar. Sehingga ketika direaksikan dengan anilin akan timbul asap dan juga panas yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm. Energi disosisasi yang sangat besar dari asam sulfat akan mendorong anilin untuk ikut terurai dimana dengan adanya proses penguraian antarmolekul dari masing-masing senyawa, akan menyebabkan terjadinya tumbrukan antarmolekul atau atom yang menyebabkan energi yang yang sangat besar. Timbulnya energi yang sangat besar ini ditandai oleh terdapatnya asap serta kenaikan suhu yang sangat tinggi dalam labu alas bulat pada proses penambahan asam sulfat..

Berdasarkan hasil pengamatan, warna anilin setelah diteteskan dengan H2SO4 berubah menjadi berwarna kuning kecoklatan, yang beberapa saat kemudian menimbulkan adanya endapan putih pada dinding tabung. Selang waktu sebentar maka akan timbul perubahan pada dinding tabung dan terdapat endapan berwarna kuning dan bagian bawah terdapat endapan berwarna coklat kehitaman yang mulai terbentuk (seperti warna pada tape). Setelah proses penambahan H2SO4 selesai, larutan yang terdapat dari hasil reaksi berwarna hitam, dengan endapan yang seperti karang berwarna coklat keunguan, dan dibagian dasar pada dinding masih ada endapan coklat muda dan putih kehijauan. Terjadinya perubahan warna tiap beberapa saat dikarenakan terjadi proses reaksi antara anilin dengan H2SO4, dimana dengan terjadinya perubahan warna pada akhir bagian reaksi (penambahan H2SO4) merupakan bentuk perubahan akhir yang menunjukkan bahwa produk/ hasil reaksi dari proses tersebut telah terbentuk, yaitu berupa kompleks anilin-sulfat. Sehingga untuk dapat menghasilkan asam sulfanilat murni, perlu dilakukan proses refluks. Dalam proses ini pada akhir reaksi terbentukya endapan dikarenakan terjadinya penurunan suhu produk akibat dimasukkannya labu alas bulat ke dalam air es, dengan terbentuknya endapan maka merupakan awal proses pembentukan kristal sulfanilat.

Proses selanjutnya yaitu proses refluks, dilakukan selama 1,5 jam dengan suhu 160oC, yang bertujuan untuk mengoptimalkan produk yang dihasilkan nantinya. Pada proses refluks, karena panas yang meningkat karang yang terbentuk lama-kelamaan mulai melebur. Ketika suhu makin meningkat (mendidih) keluar asap yang banyak. Dan timbul endapan berwarna putih di sekitar mulut dinding tabung akibat uap yang dihasilkan. Timbulnya uap menunjukan bahwa telah terjadi dekomposisi secara termal. Dimana, produk yang awalnya terbentuk berupa kompleks anilin-sulfat, mulai terurai dan membetuk asam sulfanilat (dalam hal ini asam sulfanilat yang terbentuk masih berupa cairan yang terikat oleh capuran hasil reaksi sebelumnya). Setelah refluks selesai maka proses selanjutnya adalah dilakukan pengetesan terhadap hasil refluks dengan meneteskan campuran yang diperoleh ke dalam larutan NaOH 2N (4mL). Berdasarkan hasil pengamatan, campuran yang diteteskan ke dalam larutan NaOH, akan menimbulkan perubahan warna yang lebih jernih dari sebelumnya (akan tetapi masih berwarna), di mana bagian atas berwarna hitam pekat dan bawah berwarna ungu kehitaman. Seharusnya dalam proses ini terjadi perubahan warna larutan yang menjadi bening setelah diteteskan dengan campuran (hasil refluks) hanya saja hal tersebut tidak terjadi. Kemungkinan hal tersebut tidak terjadi dikarenakan proses refluks tidak dilakukan secara maksimal. Karena pada praktikum yang dilakukan, refluks dilakukan tidak secara sekaligus (1,5 jam), akan tetapi dilakukan dua tahap dengan selang waktu satu hari (hari pertama 1 jam dan hari ke-2 setengah jam). Selain itu kemungkinan yang lain adalah disebabkan suhu refluks yang tidak konstan serta penggunaan larutan asam sulfat yang kualitasnya telah menurun (ditandai dengan terjadinya perubahan warna asam sulfat pada proses pengambilan yang berwarna merah muda).

Setelah dilakukannya pengetesan, proses selanjutnya adalah penambahan aquades sebanyak 400mL ke dalam campuran yang disertai dengan proses pengadukan campuran. Tujuan dari penambahan aquades adalah untuk mengurangi kepekatan campuran yang dihasilkan sehingga akan lebih memudahkan dalam proses selanjutnya yaitu proses penyaringan, sedangkan proses pengadukkan bertujuan utuk memeksimalkan proses pencampuran atau pelarutan campuran dengan aquades. Berdasarkan hasil pengamatan, Setelah dituangkan dengan aquades 400mL volume larutan pada labu alas bulat menjadi 450mL. yang menunjukkan bahwa dalam proses sebelumnya dihasilkan campuran sebesar 50mL. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringan, dimana pada prosesnya, digunakan penyaring Buchner yang dibantu oleh evaporator yang bertujuan untuk menghasilkan filtrat dengan jumlah yang optimal. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah didiamkan, filtrat yang diperoleh berwarna hitam pekat, sedangkan endapan yang telah terpisah berwarna abu gelap. Endapan ynag diperoleh ini merupakan produk yang tidak diperlukan, yang dapat mengganggu produk berupa asam sulfanilat yang ingin didapatkan. Sehingga untuk menghilangkan zat pengganggu tersebut dilakukanlah proses penyaringan.

Setelah filtrat yang diinginkan telah didapatkan, maka proses selanjutnya adalah proses penambahan norit kedalam campuran sebanyak 4gram yang kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan. Penambahan norit di sini berperan dalam proses pemurnian zat, dimana zat-zat pengotor yang tidak diingingkan yang dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan, akan diikat oleh norit sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih murni lagi. Proses penambahan norit yang kemudian dilajutkan dengan proses pemanasan, bertujuan untuk megoptimalkan proses pengikatan zat pengotor oleh norit. Karena dengan adanya peningkatan suhu campuran akan lebih mengoptimalkan terjadinya suatu proses reaksi maupum pemisahan akibat adanya energi kinetik yang tibul akibat peningkatan suhu (dengan pemanasan).

Proses pemanasan yang telah berlangsung selama 15 menit kemudian dilanjutkan dengan proses penyaringan. Pada proses penyarigan ini tidak dilakukan sabanya 2 kali melainkan hanya dilakukan satu kali saja dengan menggunakan penyaring buchner dan evaporator. Hal ini dikarenakan pada proses pendidihan, campuran yang ada telah didiamkan selama beberapa hari, sehingga memungkinkan produk yang diinginkan berupa asam sulfanilat telah terbentuk. Sehingga untuk mengoptimalkan hasil yang didapatkan maka proses penyaringan hanya dilakukan sekali saja. Dari proses penyaringan ini, berdasarkan hasil pengamatan dilakukan proses penyaringan sebanyak 2 kali dengan kertas saring yang berbeda. Hal ini dikarenakan, pada proses penyaringan pertama diperoleh filtrat (larutan) yang masih berwarna hitam (tidak bening), yang dikarenakan penggunaan kerts saring yang tidak terlalu tebal yang menyebabkan penyerapan dan penyaringan campuran tidak sempurna. Sehingga pada proses penyaring kedua digunakan kertasa saring yang memiliki ketebala yang lebih tinggi dari pada sebelumnya, sehingga dihasilkan filtrat (larutan) yang bening. Pada proses penyaringan pertama dihasilkan endapan berwarna hitam dan juga terdapat kristal berwarna putih. Sedangkan pada penyaringan kedua terdapat endapan berwarna hitam yang kemungkingkinan terdapat sedikit kristal putih. Dengan diperolehnya kristal dalam proses penyaringan ini menunjukkan bahwa asam sulfanilat yang didinginkan telah terbentuk.

Proses selanjutnya yanitu proses penentuan % rendemen (%w/w) dari asam sulfanilat. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan berat endapan yang diperoleh dibagi dengan berat berdasarkan teori maka diperoleh nilai sebesar16,14 %. Rendemen yang diperoleh ini merupakan hasil bagi antara berat hasil perhitungan dengan berat asam sulfanilat dari teori. Dengan menggunakan aspek kesetimbangan reaksi maka berat asam sulfanilat dari teori dapat dihitung. %redemen dari asam sulfanilat yang dihsilkan ini cukup bnayak. Mengingat pada prosesnya membutuhkan beberapa kali penyaringan dan dilakukan pula pengenceran yang menyebabkan asam sulfanilat murni yang diperoleh menjadi berkurang dan sangat sedikit.

Dengan adanya produk berupa asam sulfanilat yang dihasilkan, berdasarkan mekanisme reaksi, suatu anilin akan mengalami proses resonansi terlebih dahulu sebelum akhirnya bereaksi dengan asam sulfat membentuk asam sulfanilat. Proses resonansi inilah yang nantinya akan menentukan letatak dari gugus SO3H yang berikatan bengan anilin membentuk asam sulfanilat. Karena anilin memiliki elektron bebas pada atom N-nya. Maka kemungkinan gugus SO3H akan terikat pada posisi orto, atau para. Karena gugs NH2 yang kaya akan elektron berperan sebagai pengendali reaksi yang nantinay akan menentukan letak dari gugus lain yang akan berikatan pada cincin benzena. Setelah direaksikan antara anilin dengan asam sulfat akan membentuk komleks anilin-sulfat, yang dalam proses selanjutnya akan melepaskan air (H-O-H), sehingga yang terikat dengan anilin adalah gugus SO3H. Dengan adanya peningkatan suhu pada campuran yang terbentuk maka akan menyebabkan gugus SO3H bermigrasi pada posisi para. Sehingga terbentuklah produk yang berupa asam sulfanilat.

H. PENUTUP

a. Kesimpulan

Sulfonasi dapat dilakukan dengan cara mereaksilkan senyawa aromatik dengan asam sulfat pekat.

Salah satu contoh reaksi sulfonasi yaitu reaksi antara anilin dengan asam sulfat menghasilkan asam sulfanilat

Proses refluks dilakukan untuk mengoptimalkan produk