Laporan Nora 6
-
Upload
nora-dwi-saputri -
Category
Documents
-
view
57 -
download
15
Transcript of Laporan Nora 6
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu sama lain
sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak di antara molekul-
molekulnya. Kondisi ini mengakibatkan gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruang
yang ditempatinya, bagaimana pun besar dan bentuknya. Densitas dari gas dipergunakan
untuk menghitung berat molekul suatu gas. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunkan
persamaan gas ideal sehingga menghasilkan persamaan dimana tekanan gas dikalikan berat
molekul gas sebanding dengan massa jenis suatu gas dikali tetapan gas ideal dan suhu absolut.
Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap menjadi gas bila terjadi
peningkatan suhu (umumnya 100oC). Berat molekul senyawa volatil dapat diukur berdasarkan
pengukuran massa jenis gas yang menguap. Adapun senyawa volatil yang digunakan dalam
percobaan ini adalah kloroform. Kloroform merupakan senyawa yang memiliki titik didih
yaitu 60oC oleh karenanya pemanasan harus konstan dan dijaga. Kloroform akan habis
menguap dan terlarut ke dalam larutan apabila melewati titik didihnya. Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan percobaan yang bertujuan untuk menentukan berat molekul senyawa
volatil berdasakan pengukukuran massa jenis gas menggunakan persamaan gas ideal.
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan pengukuran massa jenis gas.
1.2.2 Melatih menggunakan persamaan gas ideal.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Material Safety Data Sheet
a. Kloroform
Kloroform memiki bentuk atau wujud berupa cairan, tidak berwarna, dan berbau
manis. Kloroform ini mudah larut dalam air panas dan larut dalam air dingin. Titik didih
Kloroform yaitu 61°C yang menyebabkan kloroform mudah menguap sedangkan titik
leburnya -63°C. Kloroform mempunyai sifat tidak mudah terbakar. Kerapatan kloroform pada
suhu 20°C yaitu 1,48 gram/cm3 dan tekanan uapnya 211 hPa sedangkan massa molar 119,38
gram/mol (Sciencelab, 2014).
Kloroform berbahaya bagi mata dan kulit serta pernafasan atau penelanan jika terkena
karena iritasi dan korosif. Cuci tangan bila terkena kulit, hirup udara segar sebanyak mungkin
bila terhirup secara berlebih atau langsung, cuci mata dengan air bersih jika terkena mata dan
bila tertelan minum banyak air putih. Teknik penyimpanan yang baik sangat diperlukan untuk
mencegah bahaya dari kloroform. Cara penyimpanannya adalah dengan memisahkan
kloroform dari oksidan yang kuat, basa kuat, logam, aseton, makanan dan bahan makanan
(Sciencelab, 2014).
b. Akuades
Akuades memiliki nama IUPAC Dihydrogen monoxide, atau Oxidaneleh mikroba
dengan rumus molekul H2O. Akuades mimiliki sifast fisika dan kimi yaitu tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak berbau pada keadaan standar. Akuades memiliki kerapatan 1000 kgm -3,
dengan titik leleh 0°C dan titik didih 100°C. Akuades tidaklah berbahaya atau beracun
sehingga tidak akan menyebabkan resiko jika terhirup, tertelan, atau bersentuhan dengan kulit
ataupun mata (Sciencelab, 2014).
c. Aseton
Aseton mempunyai nama lain yaitu 2-propanon, dimetil keton, dimetilformaldehida,
dan β-ketopropana. Aseton berwujud liquid atau cairan mempunyai sifat mudah terbakar.
Aseton merupakan suatu keton yang paling sederhana. Zat ini mempunyai berat molekul 58.8
g/mol, titik didih 56,2oC dan titik leleh sebesar -95,35oC. Titik kritisnya sebesar 235oC,
tekanan uapnya 24 kPa, dan kepadatan uapnya 2. Aseton lebih mudah larut dalam air, baik air
dingin maupun air panas. Aseton berbahaya jika terjadi kontak dengan kulit, mata, maupun
organ yang lain dan untuk mengatasi jika terkena mata, harus dibilas dengan air dan kelopak
mata harus tetap terbuka bisa menggunakan air dingin selam 15 menit, jika perlu
mendapatkan saran medis. Kontak langsung dengan kulit, bilas segera dengan air dan tutup
kulit yang terkena aseton dengan barang yang lunak. Aseton larut dalam berbagai
perbandingan dengan air, etanol, dan dietil eter. Aseton sendiri juga merupakan pelarut yang
penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa
kimia lainnya (Sciencelab, 2014).
d. Alkohol
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol dan
kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol
yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup
alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol
yang dimaksudkan adalah etanol. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian
yang lebih luas lagi. Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk
senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom
karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Senyawa ini
berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah menguap pada suhu rendah serta mudah
terbakar pada suhu tinggi. Alkohol(etanol) memiliki rumus molekul CH3CH2OH. Etanol
memiliki kerapatan 0,79 g/cm³ dan titik didih 78°C (351oK), sedangkan titik bakunya sebesar
-113,84°C (-172,90F) (Sciencelab, 2014).
Alkohol dapat bercampur dengan air dan mudah bercampur dengan pelarut organic.
Penanganannya adalah dengan membilas dengan air bersih sebanyak-banyaknya selama
kurang lebih 15 menit. Bila merasa perlu, hubungi pihak medis. Jika terkena kulit
memungkinkan terjadinya iritasi tingkat menegah. Penanganannya dengan membilas kulit
yang terkena alkohol hingga bersih selama kurang lebih 15 menit. Jika tertelan, alkohol
dengan konsentrasi tinggi memungkinkan terjadinya sakit kepala, pusing, atau bahkan koma.
Pada konsentrasi rendah juga dapat menimbulkan pusing. Tindakan penanganan adalah
dengan memberiakn susu atau air putih, namun jangan berikan makanan dan segera rujuk ke
tempat medis. Jika terhirup berpeluang menimbulkan efek mutagenik. Jika terhirup maka
segera dibawa ke udar terbuka. Jika terdapat gangguan nafas, maka berikan bantuan
pernafasan atau oksigen. Penyimpanan dilakukan di tempat yang tertutup, bersih, dan pada
temperatur kamar (Sciencelab, 2014).
1.3.2 Landasan teori
Gas terdiri dari atas molekul-molekul yang bergerak ke segala arah dengan kecepatan
yang sangat tinggi. Molekul-molekul gas ini selalu bertumbukan dengan molekul-molekul
yang lain atau dengan dinding bejana. Tumbukan terhadap dinding bejana ini yang
menyebabkan adanya tekanan. Volume dari molekul-molekul gas sangat kecil bila
dibandingkan dengan volume yang ditempati oleh gas tersebut sehingga terdapat banyak
ruang kosong antara molekul-molekulnya. Hal ini yang menyebabkan gas mempunyai rapatan
yang lebih kecil daripada cairan atau padatan (Sukardjo, 1990).
Gas mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Gas bersifat transparan
b. Gas terdistribusi merata dalam ruang, apapun bentuk ruangnya.
c. Gas dalam ruang akan memberikan tekanan ke dinding.
d. Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya.
e. Gas berdifusi ke segala arah tidak peduli ada atau tidaknya tekanan dari luar.
f. Apabila dua atau lebih gas bercampur, gas-gas tersebut akan terdistribusi merata.
g. Gas dapat ditekan dengan tekanan luar, apabila tekanan luar dikurangi maka gas akan
mengembang.
h. Gas apabila dipanaskan akan mengembang dan apabila didinginkan akan mengerut
(Takeuchi, 2006).
Densitas dari gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas dengan
cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung berat molekulnya dengan berat
gas yang telah diketahui berat molekulnya (sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan
tekanan yang sama. Densitas gas didenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter. Berat
molekul dapat ditentukan dengan meninmbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur
tekanan, volume dan suhunya. Menurut hukum gas ideal :
..........................................................................................................................(1)
dimana
P : tekanan (atm)
V : volume (L)
R : konstanta gas (0,08206 atm liter mol-1 K-1)
n : jumlah mole (berat/volume)
(Respati, 1992).
Konstanta gas R sama untuk setiap gas. Persamaan itu merupakan hubungan antara
dua variable sampel suatu zat dan disebut persamaan keadaan gas sempurna. Persamaan
tersebut cukup dipenuhi oleh kebanyakan gas pada temperature dan tekanan suhu kamar
(mendekati 25 oC dan 1 atm). Semua gas semakin mematuhi persamaan itu ketika tekanan
berkurang. Dengan demikian persamaan tersebut adalah hukum pembatas dengan pengertian
bahwa semua gas mematuhinya pada batas tekanan nol. Gas yang mematuhi persamaan
tersebut secara tepat disebut gas sempurna atau gas ideal (Atkins, 1994).
Sifat gas secara umum dapat dinyatakan dengan persamaan keadaan. Persamaan
keadaan secara matematik menunjukkan hubungan antara tekanan, temperatur, volume dan
jumlah mol. Persamaan keadaan untuk gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Persamaan gas ideal dapat
disusun ulang untuk mengukur massa satu mol molekul gas dari hasil pengukuran massa jenis
gas, dimana jumlah mol gas dapat dinyatakan dengan massa suatu gas dibagi dengan berat
molekul suatu gas. Sehingga penurunan rumusnya yaitu:
………………………………………………………………………………..(2)
Persamaan di atas dapat diubah menjadi
………………………………………………………………………….(3)
……………………………………………………………………………….(4)
Keterangan :
P = Tekanan (atm)
V = Volume (Liter)
n = Jumlah mol
R = Tetapan gas (0,08206 Liter atm mol-1 K-1)
T = Temperatur (K)
= Kerapatan gas (gram/Liter)
dalam hal ini kerapatan gas berbanding lurus dengan berat molekul (BM). Berat molekul gas
dapat dinyatakan dengan beberapa cara yaitu dengan cara Regrault, Viktor Meyer dan cara
Limiting Density. Cara Regnault dipakai untuk menentukan BM zat pada suhu kamar
berbentuk gas. Cara Victor Meyer dipakai untuk menentukan BM zat cair yang mudah
menguap. Sedangkan cara Limiting Density merupakan penentuan BM berdasarkan rumus
gas ideal. Penentuan berat molekul berdasarkan hukum-hukum gas ideal hanya bersifat
perkiraan. Hal ini disebabkan karena hukum gas ideal sudah menyimpang walaupun pada
tekanan atmosfer. Percobaan ini merupakan alternatif lain dari metode penentuan massa jenis
gas dengan alat Viktor Meyer (Sukardjo, 1990).
Gambar 1.1 Alat Viktor Meyer
Suatu cairan volatil dengan titik didih lebih kecil dari 100 oC jika ditempatkan dalam
labu erlenmeyer bertutup yang mempunyai lubang kecil pada bagian tutupnya, dan kemudian
labu erlenmeyer tersebut dipanaskan sampai 100 oC maka cairan tersebut akan menguap dan
uap itu akan mendorong udara yang terdapat pada labu erlenmeyer keluar melalui lubang
kecil tersebut. Setelah semua udara keluar, pada akhirnya uap itu sendiri yang akan keluar
sampai akhirnya uap ini berhenti keluar bila keadaan keseimbangan telah tercapai. Keadaan
keseimbangan ini dicapai apabila tekanan uap cairan dalam labu erlenmeyer sama dengan
tekanan uap udara luar. Labu erlenmeyer pada kondisi keseimbangan hanya berisi uap cairan
dengan tekanan sama dengan tekanan atmosfer, volume sama dengan volume labu
erlenmeyer, dan suhu sama dengan titik didih air dalam penangas air. Labu erlenmeyer ini
kemudian diambil dari penangas air, didinginkan, dan ditimbang sehingga massa gas yang
terdapat di dalamnya dapat diketahui. Kemudian berat molekul senyawa tersebut dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan 3 (Tim Kimia Fisik, 2014).
Faktor koreksi dipentingkan di dalam perhitungan sebab nilai BM hasil perhitungan
akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi sebenarnya mengandung kesalahan. Ketika labu
erlenmeyer kosong ditimbang labu ini penuh dengan udara. Setelah dilakukan pemanasan
yang dilanjutkan dengan pendinginan dalam desikator, maka tidak semua uap cairan berada
dalam bentuk cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah udara yang masuk kembali ke
dalam labu erlenmeyer. Oleh karena itu, massa cairan X sebenarnya harus ditambahkan
dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer karena
adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa udara di atas dapat dihitung dengan
mengasumsikan bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk tadi sama dengan
tekanan uap cairan X pada suhu kamar. Nilai ini dapat diketahui dari tabel The HandBook of
Phisics and Chemistry. Massa udara tersebut di atas dapat dihitung dengan mengasumsikan
bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk tadi sama dengan tekanan uap cairan
pada suhu kamar, dengan faktor koreksi :
………………………………………………….(5)
dimana
P = Tekanan uap (mmHg)
T = suhu kamar (oC)
Jadi, dengan menggunakan rumus di atas, tekanan uap pada berbagai suhu dapat diketahui.
Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu kamar, bersama-sama dengan data
mengenai volume labu erlenmeyer dan berat molekul udara (28,8 gram/mol), dapat dihitung
faktor koreksi, maka dapat diperoleh nilai berat molekulnya yang lebih tepat (Tim Kimia
Fisik, 2014).
BAB II. METODE PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
- Labu ukur erlenmeyer
- Gelas piala
- Aluminium Foil
- Karet gelang
- Neraca analitik
2.1.2 Bahan
- Cairan volatil (kloroform)
- Aquades
2.2 Cara Kerja
5 mL cairan volatil
- dimasukan kedalam labu erlenmeyer 100 mL, lalu ditutup dengan
alumunium foil dan dikencangkan dengan karet gelang. Dibuat lubang
kecil dengan jarum pada aluminium foil.
- direndam labu erlenmeyer dalam penangas air bersuhu 100oC hingga air
dibawah alumunium foil. Dibiarkan labu erlenmeyer dalam penangas air
sampai semua cairan volatil menguap. Dicatat suhu penangas air,
dikeringkan air yang terdapat pada bagian luar dalam desikator untuk
mendinginkannya.
- ditimbang labu erlenmeyer yang telah dingin dengan neraca analitik
(jangan dilepas tutup alumunium foil dan karet gelang sebelum labu
erlenmeyer ditimbang).
- ditentukan volume labu erlemeyer dengan mengisi labu dengan air sampai
penuh dan diukur massa air yang terdapat dalam labu erlenmeyer. Diukur
suhu air yang terdapar dalam erlenmeyer.
BAB III. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA
Hasil
3.1 Hasil dan Pengolahan Data
3.1.1 Hasil Percobaan
No. Hasil Percobaan Labu I Labu II Labu III
1.
Massa Erlenmeyer,
alumunium foil, dan karet
gelang
35,4 g 36,6 g 35,71 g
2.
Massa Erlenmeyer,
alumunium foil, karet gelang,
dan cairan X
42,55 g 43,98 g 42,65 g
3. Massa cairan X 0,24 g 0,36 g 0,32 g
4. Massa Erlenmeyer dan air 100,35 g 102,39 g 100,04 g
5. Massa Erlenmeyer 34,818 g 35,889 g 34,88 g
6. Massa air 65,536 g 66,506 g 65,162 g
7.Suhu yang terdapat dalam
labu Erlenmeyer28oC 28oC 28oC
8. Suhu penangas air 90 oC 92 oC 92 oC
9. Tekanan atmosfer 1 atm 1 atm 1 1 atm
3.1.2 Pengolahan Data
No. Labu ErlenmeyerVolume Air
(mL)
Berat Molekul
Senyawa Volatil
(g/mol)
Efisiensi (%)
1. Labu I 65,819 89,951 75,27 %
2. Labu II 66,448 134,925 112,91 %
3. Labu III 65,443 119,934 100,36 %
Rata-rata 65,903 114,937 96,18 %
Konstanta R 0,08206 L atm mol-1 K-1
Densitas air 0,9957 g/mL
BM standar CHCl3 119,5 g/mol
BAB IV. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini yaitu membahas tentang berat molekul berdasarkan pengukuran
massa jenis gas. Berat Molekul (BM) senyawa adalah banyaknya gram massa suatu zat dalam
sejumlah besar molnya. Ada beberapa metode penentuan berat molekul dalam suatu senyawa,
diantaranya cara Regnault, cara Victor Meyer, dan cara Limiting Density. Cara Regnault
dipakai untuk menentukan berat moekul zat pada suhu kamar berbentuk gas. Cara Victor
Meyer dipakai untuk menentukan berat molekul zat cair yang mudah menguap. Sedangkan
cara Limiting Density merupakan penentuan berat molekul berdasarkan rumus gas ideal
(Sukardjo, 1990).
Percobaan ini memiliki dua tujuan yaitu menentukan berat molekul senyawa volatil
berdasarkan pengukuran massa jenis gas dan melatih menggunakan persamaan gas ideal.
Senyawa volatil adalah senyawa-senyawa yang mudah menguap menjadi gas bila terjadi
peningkatan suhu (umumnya 100oC) dan juga tekanannya. Semakin tinggi suhu maka tekanan
uap pada senyawa tersebut juga semakin tinggi, sehingga semakin mudah senyawa tersebut
untuk menguap. Sebagian besar senyawa volatil berasal dari senyawa-senyawa organik seperti
benzena, kloroform, alkohol, eter dan senyawa organik lainnya.
Senyawa volatil yang digunakan pada percobaan ini adalah kloroform. Metode yang
digunakan untuk menentukan massa jenis gas digunakan alat vikto meyer. Viktor Meyer
merupakan alat yang digunakan untuk menentukan berat molekul (BM) zat cair yang mudah
menguap. Perlakuan pertama dalam percobaan ini yaitu dilakukan penimbangan terhadap
erlenmeyer kosong yang akan digunakan sebagai wadah dalam menguapkan kloroform.
Penimbangan juga dilakukan pada erlenmeyer yang berisi air serta pada erlenmeyer kosong
yang ditutup menggunakan aluminium foil dan karet gelang. Penimbangan dilakukan
sebanyak tiga kali terhadap erlenmeyer kosong yang berbeda. Hasil yang diperoleh berturut-
turut yaitu 34,818 gram, 35,889 gram, dan 34,880 gram. Kemudian labu erlenmeyer ditutup
alumunium foil dan dikencangkan dengan karet gelang lalu ditimbang. Hasil yang diperoleh
adalah 35,4 gram; 36,6 gram; dan 35,71 gram. Setelah dilakukan penimbangan, erlenmeyer
diisi dengan kloroform sebanyak 5 mL lalu ditutup kembali menggunakan aluminium foil
dengan karet yang sama pada saat pengukuran sebelumnya dan kemudian ditimbang kembali.
Hasil yang diperoleh sebesar 42,55 gram; 43,98 gram; dan 42,65 gram. Hal ini bertujuan agar
cairan tidak menguap ke luar, karena cairan yang digunakan yaitu kloroform sifatnya mudah
menguap.
Perlakuan selanjutnya aluminium foil dilubangi menggunakan jarum agar uap dapat
keluar, kemudian erlenmeyer berisi kloroform direndam dalam gelas kimia berisi air yang
sudah mendidih di atas pemanas listrik hingga semua cairan menguap. Uap air yang terbentuk
akan mendorong udara yang terdapat pada labu erlenmeyer keluar melalui lubang kecil. Saat
semua udara yang terdapat pada labu erlenmeyer keluar pada akhirnya uap cairan itu sendiri
juga akan keluar. Uap cairan tersebut akan berhenti keluar saat keadaan mencapai
kesetimbangan. Keadaan mencapai kesetimbangan dicapai apabila tekanan uap cairan dalam
labu erlenmeyer sama dengan tekanan uap udara luar. Pada kondisi kesetimbangan ini, labu
erlenmeyer hanya berisi uap cairan yang memiliki volume sama dengan volume labu
erlenmeyer dan temperatur sama dengan titik didih air dalam penangas air. Tujuan tahap ini
disamping untuk menguapakan kloroform juga menentukan suhu pada saat gas kloroform
memenuhi wadahnya, sehingga dapat ditentukan massa jenisnya. Reaksi yang terjadi adalah:
CHCl3 (aq) CHCl3 (g)
Reaksi diatas adalah reaksi endoterm, hal ini dapat diketahui karena untuk dapat
terjadinya reaksi tersebut dibutuhkan panas dari luar sistem. Panas dari luar sistem ini berasal
dari gelas kimia berisi air yang dipanaskan pada penangas air. Suhu pemanasan yang terlalu
tinggi dapat mempengaruhi tekanan. Semakin tinggi suhu semakin tinggi pula tekanannya,
dan tekanan sangat berpengaruh dengan berat molekul senyawa volatil yang diperoleh.
Tekanan yang dihasilkan sama dengan tekanan atmosfer atau dengan kata lain membentuk
kesetimbangan, sehingga dalam perhitungan berat molekul digunakan tekanan atmosfer dan
suhu yang digunakan adalah suhu air yang mendidih di atas penangas air. Setelah semua
cairan menguap, erlenmeyer diangkat dari gelas kimia dan diukur suhu air dalam gelas kimia
tersebut untuk mengetahui temperatur terbentuknya gas. Suhu air yang mendidih di atas
penangas air pada masing-masing erlenmeyer sebesar 90oC, 92oC, dan 92oC. Air yang
menempel pada bagian luar erlemeyer dilap dan didinginkan. Hal ini bertujuan agar uap yang
terdapat dalam erlenmeyer akan berubah menjadi cair kembali. Setelah dingin, erlenmeyer
ditimbang untuk mengetahui berat gas yang terdapat dalam erlenmeyer tersebut. Massa gas
berupa kloroform hasil penimbangan adalah 0,24 gram; 0,36 gram; dan 0,32 gram.
Perlakuan selanjutnya yaitu penentuan volume erlenmeyer dengan cara mengisi
erlenmeyer menggunakan air sampai penuh kemudian ditimbang serta diukur suhu air saat
penimbangan. Massa air yang diperoleh pada suhu 28oC, 28oC, dan 28oC berturut-turut adalah
sebagai berikut 65,536 gram; 66,506 gram; dan 65,162 gram. Pemilihan air pada percobaan
ini dikarenakan air memiliki massa jenis yang sudah diketahui dengan berbagai variasi suhu,
sehingga dapat diketahui dengan pasti massa jenisnya.
Perlakuan terakhir dalam percobaan ini adalah menghitung berat molekul kloroform
dari masing-masing erlenmeyer. Perhitungan berat molekul (BM) kloroform dapat
menggunakan persamaan gas ideal yaitu dengan adanya volume air dan massa jenisnya, maka
dapat dihitung massa jenis zatnya. Massa jenis zat yang sudah diketahui maka berat molekul
juga dapat dihitung. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, didapatkan BM kloroform pada
masing-masing erlenmeyer yang digunakan antara lain BM1 sebesar 89,951 gram/mol ; BM2
sebesar 134,925 gram/mol; dan BM3 sebesar 119,934 gram/mol sehingga didapatkan berat
molekul (BM) rata-rata sebesar 114,937 gram/mol. Pada data hasil perhitungan dapat
disimpulkan bahwa nilai massa cairan volatil berpengaruh terhadap berat molekul (BM).
Dengan demikian, semakin besar nilai dari massa cairan volatilnya maka semakin besar pula
nilai berat molekulnya. Hasil perhitungan berat molekul dari data percobaan yang diperoleh
ini tidak sesuai dengan literatur yang ada. Pada erlenmeyer pertama dan kedua memiliki
selisih yang cukup jauh dari berat molekul kloroform yang didapat dari literatur. Berat
molekul kloroform berdasarkan literatur yaitu 119,5 g/mol.
Perbedaan hasil perhitungan dengan literatur dikarenakan adanya kesalahan atau
ketidaktelitian selama praktikum berlangsung. Kesalahan tersebut antara lain penimbangan,
pengukuran dengan termometer, lambatnya menutup erlenmeyer dengan aluminium foil
sehingga mempengaruhi tekanan dan suhu saat pemanasan. Kesalahan waktu menimbang
erlenmeyer yang kurang kering, alat yang digunakan kurang berfungsi dengan baik.
Ketidaktepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua sehingga mengakibatkan
kesalahan dalam perhitungan. Hal ini dikatrenakan apabila masih ada cairan yang belum
menguap dalam labu erlenmeyer, maka dapat mengakibatkan kesalahan perhitungan massa
gas, sehingga terjadi kesalahan dalam perhitungan berat molekul. Kesalahan lainnya yaitu
praktikan tidak bisa mendapatkan temperatur penangas yang tepat sesuai petunjuk praktikum.
Kondisi ini menyebabkan cairan volatil menguap pada temperatur sekitar kurang dari 100°C.
Massa gas yang dihitung dalam percobaan adalah massa dari gas yang telah terkondensasi
menjadi cair kembali. Seharusnya pengukuran massa gas senyawa volatil tersebut dilakukan
pada saat suhu masih tidak berubah yaitu ± 900C karena pada suhu tersebut gas masih belum
terkondensasi artinya gas dari senyawa volatil tersebut masih dalam bentuk gas.
Berat molekul didapatkan dari perhitungan, selanjutnya digunakan untuk menghitung
efisiensi yang didapat dari percobaan. Efisiensi merupakan suatu ukuran ketepatan atau
derajat ketepatan hasil pengukuran dengan kenyataan atau literatur yang mana nilai dari
efisiensi ini dalam bentuk persen (%).Tujuan menghitung efisiensi adalah untuk menentukan
sejauh mana tingkat keberhasilan atau ketepatan pengukuran yang dilakukan dengan
kenyataan atau literatur.Berdasarkan percobaan yang dilakukan didapatkan nilai efisiensi dari
kloroform berturut-turut yaitu 75,27 %, 112,91%, dan 100,36 % sehingga diperoleh efisiensi
rata-rata pada percobaan ini sebesar 96,18 %.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan penentuan berat molekul berdasarkan
pengukuran massa jenis gas adalah sebagai berikut:
1. Berat molekul kloroform yang diperoleh dari percobaan sebesar 114,937 gram/mol
dengan efisiensi sebesar 96,18 %.
2. Perhitungan berat molekul kloroform menggunakan persamaan gas ideal yaitu BM =
sehingga dapat malatih praktikan dalam menggunakan persamaan gas ideal.
5.2 Saran
Saran untuk percobaan penentuan berat molekul berdasarkan pengukuran massa jenis
gas adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan praktikum.
2. Sebaiknya praktikan mempelajari cara kerja dan landasan teori sebelum praktikum agar
tidak terjadi kesalahan selama praktikum.
3. Sebaiknya agar alat-alat yang digunakan lebih dipelihara dengan baik dan bahan-bahan
yang digunakan lebih dijaga dengan baik agar tidak terkontaminasi sehingga hasil yang
diperoleh dari percobaan dapat lebih mendekati hasil secara teoritis.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Respati. 1992. Dasar-dasar Ilmu untuk Universitas. Yokyakarta: Renika Cipta.Sciencelab. 2014. Kloroform MSDS [serial online] http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927133 [21 Maret 2014].Sciencelab. 2014. Aseton MSDS [serial online] http://www.sciencelab.com/msds.php?msds
Id=9927062 [26 Maret 2014].Sciencelab. 2014. Etanol MSDS [serial online] https://www.sciencelab.com/msds.php?msds
Id=9923955 [26 Maret 2014].Sukardjo. 1990. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta.Takeuchi, Yashito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Alih Bahasa: Ismunandar. Iwanami
Sholen: Tokyo.Tim Kimia Fisik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember: Universitas Jember.
LAMPIRAN
1. Menentukan volume air
a. Erlenmeyer 1
V1 = = = 65,819 mL
b. Erlenmeyer 2
V2 = = = 66,448 mL
c. Erlenmeyer 3
V3 = = = 65,443 mL
Vrata-rata = = =
= 65,903 mL
2. Menentukan berat molekul
a. Erlenmeyer 1
BM = = = 89,951 g/mol
b. Erlenmeyer 2
BM = = = 134,925 g/mol
c. Erlenmeyer 3
BM = = = 119,934 g/mol
BMrata-rata = = =
= 114,937 g/mol
3. Menentukan efisiensi
a. Erlenmeyer 1
µ = × 100 %= × 100 % = 75,27 %
b. Erlenmeyer 2
µ = × 100 %= × 100 % = 112,91 %
c. Erlenmeyer 3
µ = × 100 %= × 100 % = 100,36 %
µrata-rata = = =
= 96,18 %