Laporan Klinik III
Transcript of Laporan Klinik III
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
(Test Urea dengan metode kinetika enzimatis)
Hari/Tanggal Praktikum : Senin/ 24 Oktober 2011
Waktu: 13.00-16.00
Disusun Oleh :
Ibrahim 260110080011 (Alat dan Bahan, Prosedur)
Milyadi Sugijanto 260110080015 (Tujuan, Prinsip)
Valdis Reinaldo A. 260110080081 (Editor)
Fadhillah A. 260110080112
Imay A.H. 260110080113 (Teori, Daftar Pustaka)
Dian C. Sodik 260110080114
Indra Anggara A. 260110080115 (Data Pengamatan, Perhitungan)
Citra Caesaria F. 260110080116 (Pembahasan, Kesimpulan)
Yanarita Anelindha F. 260110080117
LABORATORIUM KIMIA KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
(Test Urea dengan metode kinetika enzimatis)
I. TUJUAN
1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan test urea secara kinetika
enzimatis.
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.
II. PRINSIP
Urea+H 2O urease→
2 NH 3+CO2
NH 3+α−Ketoglutarat urease→
α−Glutamat +NAD
III. TEORI
Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit penyaring (nefron). Sebuah
nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding
yang berlubang (kapsula Bowman), yang mengandung seberkas pembuluh
darah (glomerulus). Kapsula Bowman dan glomerulus membentuk
korposkulum renalis. Darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki
tekanan yang tinggi. Sebagian besar bagian darah yang berupa cairan disaring
melalui lubang-lubang kecil pada dinding pembuluh darah di dalam
glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula Bowman; sehingga yang tersisa
hanya sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar (misalnya protein)
(Mutschler, 1991).
Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga Bowman
(daerah yang erletak diantara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula Bowman)
dan mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal (tabung/saluran di bagian
hulu yang berasal dari kapsula Bowman); natrium, air, glukosa dan bahan
lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan dikembalikan ke darah. Ginjal
juga menggunakan energi yang secara selektif menggerakkan molekul-
molekul yang besar (termasuk obat-obatan, misalnya penicillin) ke dalam
2
tubulus. Molekul tersebut dibuang ke dalam air kemih meskipun ukurannya
cukup besar untuk dapat melewati lubang-lubang pada penyaring
glomerulus(Mutschler, 1991).
Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa Henle. Ketika cairan melewati
ansa Henle, natrium dan beberapa elektrolit lainnya dipompa keluar sehingga
cairan yang tersisa menjadi semakin pekat. Cairan yang pekat ini akan
mengalir ke dalam tubulus kontortus distal. Di dalam tubulus distal, semakin
banyak jumlah natrium yang dipompa keluar. Cairan dari beberapa nefron
mengalir ke dalam suatu saluran pengumpul (duktus kolektivus). Di dalam
duktus kolektivus, cairan terus melewati ginjal sebagai cairan yang pekat, atau
jika masih encer, maka air akan diserap dari air kemih dan dikembalikan ke
dalam darah, sehingga air kemih menjadi lebih pekat. Tubuh mengendalikan
konsentrasi air kemih berdasarkan kebutuhannya terhadap air melalui hormon-
hormon yang kerjanya mempengaruhi fungsi ginjal (Mutschler, 1991).
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal ialah pengaturan keseimbangan air; pengaturan konsentrasi
garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah; dan eksresi bahan
buangan dan kelebihan garam. Ginjal melakukan fungsi vitalsebagai pengatur
volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan
mengeksresikan solut dan air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena
sesuatu hal gagal melakukan fungsinya, maka kematian akan terjadi dalam
waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma
darah melalui golmerulus diikuti dengan reabsorpsi sejumlah solut dan air
dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solut dan air
akan dieksresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui system pengumpul
(Sylvia,1995).
Fungsi Utama Ginjal:
a. Fungsi Eksresi
3
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 m-Osmol dengan
mengubah-ubah eksresi air.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
b. Fungsi Non-eksresi
Menghasilkan rennin – peting untuk pengaturan tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin – factor penting dalam stimulasi produksi
sel darah merah oleh sumsum tulang.
Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin.
(Sylvia,1995).
Ginjal mengeksresikan bahan-bahan kimia asing tertentu (obat-obatan
dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolik lain, tetapi fungsinya paling
utama adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstraseluler
dalam batas-batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah
eksresi air dan solut, di mana kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan
pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Pembentukan rennin dan
eritropoietin serta metabolisme vitamin D merupakan fungsi non ekskretor
yang penting (Evelyn, 2002).
Defisiensi eritropoietin dan pengaktifan vitamin D dianggap penting
sebagai etiologi anemia dan penyakit tulang pada uremia. Ginjal juga penting
sehubungan dengan degradasi insulin dan pembentukan sekelompok senyawa
yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20
persen dari insulin yang dibentuk oleh pankreas didegradasi oleh sel-sel
tubulus ginjal. Akibatnya penderita diabetis yang menderita payah ginjal
mungkin membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin
4
(PG) merupakan hormon asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam banyak
jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGA2 dan PGE2 yang merupakan
vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin mempunyai peranan penting
dalam pengaturan aliran darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+.
Kekurangan prostaglandin mungkin juga ikut berperan pada beberapa bentuk
hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti-bukti yang ada sekarang ini masih
kurang memadai (Evelyn, 2002).
Mekanisme Urinaria
Sekresi Urine dan Mekanisme Fungsi Ginjal. Glomerulus adalah saringan.
Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ccm plasma,
mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ccm (10 persen) dari itu
disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus
lainnya, disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembusi
pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring, yaitu
filtrat glomerulus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya
menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan ditinggalkan yang tidak
diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap atau ditinggalkan
dalam tubula, maka sel dapat mengatur susunan urine di satu sisi dan susunan
darah di sisi sebaliknya. Dalam keadaan normal semua glukosa diabsorpsi
kembali; air sebagian besar diabsorpsi kembali, kebanyakan produk buangan
dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urine
(Evelyn, 2002).
Mikturisi ialah peristiwa pembungan urine. Karena urine dibuat di dalam
maka ia mengalir melalui ureter ke dalam kandung kencing. Keinginan untuk
membuang air kecil disebabkan oleh penambahan tekanan di dalam kandung
kencing, dan tekanan ini disebabkan oleh isi urine di dalamnya. Hal ini terjadi
bila telah tertimbun 170 sampai 230 ml. Mikturisi ialah gerakan refleks yang
dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persarafan yang lebih tinggi
pada manusia. Gerakannya ditimbulkan oleh kontraksi otot abdominal yang
menambah tekanan di dalam rongga abdomen; dan berbagai organ yang
5
menekan kandung kencing membantu mengosongkannya. Kandung kencing
dikendalikan oleh saraf pelvis, dan serabut saraf simpatis dari plexus
hipogastrik (Evelyn, 2002).
Komposisi Urin Normal
Urine terutama terdiri atas air, urea dan natrium khlorida. Pada seorang
yang menggunakan diit yang rata-rata berisi 80 sampai 100 gram protein
dalam 24 jam, jumlah persen air dan benda padat dalam urine adalah seperti
berikut: Air 96 % Benda padat 4 % (terdiri atas urea 2 % dan produk
metabolik lain 2 %) Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal
dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai
ginjal, dan dieksresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang
normal adalah 30 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari
jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan
ureum. Asam Urat. Kadar normal asam-urat di dalam darah adalah 2 sampai 3
mg setiap 100 cm, sedangkan 1,5 sampai 2 mg setiap hari dieksresikan ke
dalam urine. Kreatine adalah hasil buangan keratin dalam otot. Produk
metabolisme lain mencakup benda-benda purine, oxalat, fosfat, sulfat, dan
urat. Elektrolit atau garam seperti natrium dan kalium khlorida dieksresikan
untuk mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut (Evelyn, 2002).
Ciri-Ciri Urine Normal
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan
jumlah cairan yang dimasukkan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau
banyak protein dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan
untuk melanjutkan ureanya. Warnanya kuning oranye pucat tanpa endapan,
tetapi adakalanya jonjot lendir tip[is nampak terapung di dalamnya. Baunya
tajam. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6. Berat
jenis berkisar dari 1010 sampai 1025 (Evelyn, 2002).
Tes Fungsi Ginjal
6
Terdapat banyak macam tes, tetapi beberapa yang sederhana, ialah:
1. Tes untuk protein (albumin)
Bila ada kerusakan glomeruli atau tubula, maka protein dapat membocor
masuk urine. Orang dewasa normal dan sehat mengeksresikan sedikit protein
dalam kemih – sampai 150 mg/hari – yang terutama terdiri dari albumin dan
protein Tamm-Horsfall. Yang terakhir ini dieksresikan oleh tubulus distal.
Proteinuria dalam jumlah yang lebih besar dari 150 mg/hari dianggap
patologis.
2. Mengukur konsentrasi ure darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik di
atas kadar normal 20-40 miligram per 100 ccm darah. Karena filtrasi
glomerulus harus menurun sampai sebanyak 50 persen sebelum kenaikan
kadar urea darah terjadi, maka tes ini bukan tes yang sangat peka.
3. Tes konsentras.
Dilarang makan atau minum selama 12 jam untuk melihat sampai berapa
tinggi berat jenis naik.
4. Laju filtrasi glomerulus
Tes ini jarang digunakan dalam klinik, karena melibatkan proses infuse
intravena dengan kecepatan yang konstan dan pengumpulan kemih pada saat-
saat tertentu dengan kateter. Tes bersihan kreatinin endogen (terbentuk di
dalam tubuh) jauh lebih sederhana pelaksanaannya
(Sylvia,1995).
Fungsi ginjal bisa dinilai melalui analisa darah dan urin. Laju
penyaringan ginjal bisa diperkirakan dengan cara mengukur kreatinin serum.
Kadar urea nitrogen darah juga bisa menunjukkan fungsi ginjal. Creatinine
clearance adalah tes yang lebih akurat, yang menggunakan suatu rumus yang
menghubungkan kadar serum kreatinin dengan usia, berat badan dan jenis
kelamin (Davey, 2002).
Prosedur imaging
7
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan ukuran dan letak ginjal,
tetapi kedua hal tersebut biasanya akan terlihat lebih baik pada pemeriksaan
USG. Urografi intravena adalah suatu teknik rontgen yang digunakan untuk
menampilkan ginjal dan saluran kemih bagian bawah. Suatu zat radioopak
disuntikkan melalui pembuluh vena. Zat tersebut akan terdapat dalam ginjal
biasanya dalam waktu kurang dari 5 menit. Kemudian dilakukan pemotretan,
yang hasilnya akan menunjukkan gambaran ginjal serta perjalanan zat
radioopak ke dalam kandung kemih. Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik,
maka urografi intravena tidak akanmemberikan hasil yang baik, karena ginjal
tidak dapat mengkonsentrasikan zat radioopak di dalam ginjal. Sebagai efek
samping dari penyuntikan zat radioopak, terjadi gagal ginjal akut pada 1 dari
200 kasus. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resikonya lebih tinggi pada:
a. usia lanjut atau memiliki riwayat gangguan ginjal
b. diabetes melitus
c. dehidrasi
d. mieloma multipel.
Kepada orang-orang tersebut, sebelum zat radioopak disuntikkan,
diberikan cairan infus dan dosis yang rendah. Atau sebagai pilihan, kadang
digunakan pemeriksaan CT scan. Sistogram adalah suatu gambaran rontgen
dari kandung kemih, yang diperoleh melalui urografi intravena. Sistogram
retrograd diperoleh dengan cara memasukkan zat radioopak melalui uretra,
sehingga didapat gambaran yang lebih jelas mengenai kandung kemih dan
uretra. Foto rontgen diambil sebelum, selama dan sesudah berkemih (Davey,
2002).
Pada urografi retrograd, zat radioopak dimasukkan melalui kateter ke
dalam ureter. Dengan teknik ini akan diperoleh gambaran yang jelas dari
kandung kemih, ureter dan ginjal bagian bawah, jika urografi intravena gagal.
Urografi retrograd juga bisa digunakan untuk menemukan adanya
penyumbatan ureter atau untuk menilai seseorang yang alergi terhadap zat
radioopak intravena. Kerugian dari teknik ini adalah resiko terjadinya infeksi
dan perlu dilakukan pembiusan. USG menggunakan gelombang suara untuk
8
menghasilkan gambaran struktur anatomi ginjal. Teknik ini sederhana, tidak
menimbulkan nyeri dan aman. USG bisa digunakan untuk:
a. Mempelajari ginjal, ureter dan kandung kemih; dengan gambaran yang
baik meskipun ginjal tidak berfungsi baik.
b. Mengukur laju pembentukan urin pada janin yang berumur lebih dari 20
minggu dengan cara mengukur perubahan volume kandung kemih.
Dengan demikian bisa diketahui fungsi ginjal janin.
c. Pada bayi baru lahir, USG merupakan cara terbaik untuk mengetahui
adanya massa di dalam perut, infeksi saluran kemih dan kelainan bawaan
pada system kemih.
d. Memperkirakan ukuran ginjal dan mendiagnosis sejumlah kelainan ginjal,
termasuk perdarahan ginjal.
e. Menentukan lokasi yang terbaik guna mengambil contoh jaringan untuk
keperluan biopsi.
USG merupakan metode diagnostik terbaik untuk penderita gagal
ginjal stadium lanjut, yang ginjalnya tidak dapat mengambil atau mentolerir
zat radioopak. Kandung kemih yang terisi dengan urin bisa terlihat dengan
jelas pada USG. USG juga dapat digunakan untuk mendeteksi tumor kandung
kemih, tetapi hasilnya lebih baik jika digunakan CT scan. CT Scan merupakan
pemeriksaan yang lebih mahal dibandingkan dengan USG dan urografi
intravena, tetapi mempunyai beberapa keuntungan:
a. CT scan dapat membedakan struktur padat dengan cairan, sehingga sangat
berguna dalam menilai jenis dan luasnya tumor ginjal atau massa lainnya
yang menyebabkan perubahan pada saluran kemih. Untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas, bisa disuntikkan zat radioopak melalui
pembuluh vena.
b. CT scan dapat membantu menentukan penyebaran tumor ke luar ginjal.
c. Campuran air dan zat radioopak yang dimasukkan ke dalam kandung
kemih selama pemeriksaan CT scan dapat dengan jelas menggambarkan
tumor kandung kemih (Davey, 2002).
9
Sekitar 25% darah masuk untuk difiltrasi oleh ginjal, fungsi ginjal
adalah untuk mempertahan homeostasis (keseimbangan cairan dan elektrolit.
Terdiri dari jutaan glomerolus (sebagi filtrasi) uang terdiri atas kapsula
bowmwn.
Darah dari arteri afferent membuat liku-liku dan membentuk arteri
efferent.
Dari kapsula bowman darah yang difiltrasi akan melewati tubulus yang
berlekuk-lekuk dan bersambung dengan glomerulus yang lain dan
bermuara pada pelvis renis.
Dari pelvis renis hasil filtrasi (air, ureum, creatinin, dan amoniak) akan
dikeluarkan melewati melewati ureter yang kemudian ditampung di vesika
urinaria.
Hasil filtrasi ginjal yang dapat digunakan sebagai indikator kerusakan
ginjal adalah ureum dan kreatinin.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme
protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel
dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap
hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
ekskresi urea (Riswanto, 2010).
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari
makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein,
ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak
dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan
atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa
mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan
bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal (Riswanto, 2010).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat: 1. Spektrofotometer
2. Kuvet
10
3. Pipet piston
4. Beaker glass
5. Tabung reaksi + rak tabung reaksi
6. Stop watch
7. Sentrifugasi
Bahan: 1. Serum, EDTA plasma, urin
2. Alkohol 70%
Reagensia: 1. Buffer
Tris-buffer 150 mmol/l, pH 7,6
2. Reagen enzim:
Urease >= 10 U/mL
GLDH >= 2 U/mL
NADH 0,26 mmol/L
Adenosin-5-diphosphat 3 mmol/L
Alpha-oxoglutarat 14 mmol/L
3. standar:
Urea 80 mg/100 mL (13,35 mmol/L)
V. PROSEDUR
Cara pembuatan dan stabilitas larutan
1. Buffer:
Isi larutan siap untuk digunakan. Stabil sampai waktu kadaluarsa jika
disimpan pada 2-8 derajat Celsius.
2. Reagen enzim:
UR 220: lakukan rekonstitusi sati vial dari reagen enzim 2 dengan 15 mL
larutan buffer 1.
Larutan stabil selama 4 minggu pada 2-8 derajat Celsius atau selama 2 hari
pada 15-25 derajat Celsius.
UR 221, UR 222, UR 2364:
Lakukan rekonstitiusi terhadap satu vial dari reagen enzim 2 dengan
sebagian larutan buffer 1 dan kemudian buffer 1 dan kemudain pindahkan
11
seluruhnya pada botol buffer 1, bilas botol reagen enzim beberapa kali.
Larutan stabil selama 4 minggu pada 2-8 derajat Celsius atau selama 2 hari
pada 15-25 derajat Celsius.
3. Standar
Larutan standar siap untuk digunakan
Stabil sampai waktu kadaluarsa jika disimpan pada 2-8 derajat Celsius.
Cara kerja:
Panjang gelombang: 340 (Hg 334 nm atau Hg 365 nm)
Kuvet : 1 cm
Temperatur : 37 derajat Celsius
Pengukuran dilakukan terhadap blanko reagen.
Untuk setiap seri pengukuran cukup digunakan satu blanko reagen dan satu
standar.
Pipetkan ke dalam tabung standar:
BR (µl) Standar (µl) Sampel (µl)
Standar - 10 -
Sampel - - 10
Reagen 1000 1000 1000
Campurkan dan baca absorbansi pertama tepat setelah 30 detik dan stop watch
mulai dijalankaan. Baca tepat sesuadah 1,2 dan 3 menit.
12
VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
A. DATA PENGAMATAN
PengamatanReagen 1 Reagen 2
A1 A2 A1 A2
Blanko
Standar
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
0,312
0,321
0,294
0,307
0,337
-
-
0,288
0,306
0,340
1,873
1,823
1,817
1,823
1,802
-
-
1,821
1,832
1,822
Rata-rata sampel 0,31267 0,3113 1,814 1,825
B. PERHITUNGAN
Sampel 1
Curea= AsampelAstandar
xCstandar
Curea=0,312670,321
x 50mgdL
Curea=48,7mgdL
atau
Curea= AsampelAstandar
x 8,33mmol
L
13
Curea=0,312670,321
x 8,33mmol
L
Curea=8,114mmol
L
Sampel 2
Curea sampel2= AsampelAstandar
xCstandar
Curea sampel2=1,8141,823
x50mgdL
Curea sampel2=49,75mgdl
atau
Curea= AsampelAstandar
x 8,33mmol
L
Curea=1,8141,823
x 8,33mmol
L
Curea=8,289mmol
L
VII. PEMBAHASAN
Tujuan percobaan kali ini adalah melakukan fungsi ginjal dengan test
urea secara kinetika enzimatis dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan
yang diperoleh. Untuk menetapkan kadar urea dalam serum pasien digunakan
metode kinetika enzimatis. Prinsip pengukurannya adalah urea diukur setelah
mengalami hidrolisis yang akan menghasilkan ammonia dan karbon dioksida.
Ammonia yang dihasilakan selanjutnya akan mengalami reaksi kombinasi
14
dengan 2-α-oxoglutarate menghasilkan glutamate. Glutamate sebagai produk
akhir atau indikator akan dihitung dengan menggunakan spektrofotometri UV-
Vis.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme
protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel
dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap
hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari
makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein,
ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak
dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan
atau ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa
mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan
bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak
retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah
oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas
ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal terdiri dari 600.000 nefron.
Nefron terdiri atas glomerulus dengan sebuah kapiler yang berfungsi sebagai
filter. Penyaringan terjadi di dalam sel-sel epitelial yang menghubungkan
setiap glomerulus.
Ginjal merupakan organ terpenting dari tubuh manusia maka dari itu
ginjal mempunyai beberapa fungsi seperti : mengatur keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, serta
mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan
sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia
asing. Akhirnya selain regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin
15
yang penting untuk mengatur tekanan darah, juga bentuk aktif vitamin D yaitu
penting untuk mengatur kalsium, serta eritropoeitin yang penting untuk
sintesis darah.
Jika ginjal gagal, baik akut maupun kronik, produk akhir dari
metabolisme nitrogen terakumulasi, menaikan kadar nitrogen non-protein
(NPN). Hal ini tampak dari menaiknya nitrogen urea darah (BUN) dan kreatin
serum. Kenaikan nitrogen akan menyebabkan azotemia. Azotemia adalah
uremia, yaitu ginjal gagal membuang waste product dari metabolisme.
Prinsip dari percobaan praktikum kali ini adalah kadar urium
berbanding lurus dengan laju filtrasi glomerulus (GFR). Apabila kadar ureum
dalam urin rendah berarti terjai kerusakan ginjal, karena laju filtrasi
glomerulus rendah sehingga ureum tertahan di peredaran darah.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
Urea + H2O urease 2NH3 + CO2
NH3 + - ketoglutarat + NADH 6LDH L-Glutamat + NAD+
Prosedur percobaan kali ini pertama-tama dibuat terlebih dahulu
reagen enzim dan larutan standar serta buffer. Kemudian dibuat larutan
standar yaitu standar dipipet sebanyak 10 l dan reagen sebanyak 1000 l
dipipet ke dalam kuvet. Setelah serum didapat, diambil sebanyak 10 µL dan
ditambahkan reagen sebanyak 1000 µL dan dikocok dengan tujuan agar serum
dan reagen homogen. Larutan direplikasi sebanyak 3 (triplo), sehingga
masing-masing tabung berisi 10 µL serum dan 1000 µL reagen. Tujuan dari
pembuatan larutan blanko adalah untuk membuktikan bahwa pelarut yang
digunakan tidak memiliki daya absorbansi (sama dengan nol) sehingga ketika
kita mengukur sampel, hanya kadar yang ingin kita ukur saja (kadar ureum)
saja yang terbaca. Kemudian dibuat juga larutan standar yang berisi 1000 µL
reagen dan 10 µL larutan standar ureum. Larutan standar ini sebagai
pembanding ketiga sampel yang ada. Kemudian campuran tersebut didiamkan
selama 30 detik (operating time). Hal ini dimaksudkan agar supaya didapatkan
hasil optimal di mana reagen dan serum bereaksi optimal. Setelah itu dibuat
16
larutan sampel yaitu sampel sebanyak 10 l dan reagen 1000 l dipipet ke
dalam kuvet.
Reagensia yang telah disiapkan diinkubasikan dengan alat pemanas
hingga suhunya mencapai 37°C. Alasan digunakan suhu 37°C adalah karena
suhu ini merupakan suhu yang optimal untuk reaksi antara reagensia dan
larutan sampel sesuai dengan prinsip reaksi di atas. Setelah suhunya mencapai
suhu 37°C, sebanyak 1 ml reagensia dipipetkan ke dalam kuvet yang
sebelumnya telah diisi larutan standar. Tiga puluh detik setelah pencampuran
reagensia dan larutan standar dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar
menggunakan spektrofotometer. Absorbansi tersebut dianggap sebagai nilai
absorbansi pertama (A1). Kemudian 60 detik setelah pengukuran absorbansi
larutan standar (A1), larutan standar tersebut kembali diukur absorbansinya
dengan alat spektrofotometer yang sama dan nilai absorbansi yang dihasilkan
dianggap sebagai nilai absorbansi kedua (A2). Kedua nilai absorbansi tersebut
dicatat. Dari hasil percobaan didapatkan nilai A1 standar adalah sebesar 0,321
dan A2 standar sebesar 1,823.
Selanjutnya, dilakukan penyiapan dan pengukuran absorbansi larutan
sampel dengan prosedur yang sama seperti pengukuran absorbansi. Dari hasil
percobaan didapatkan nilai A1 sampel adalah sebesar 0,294; 0,307; 0,337 dan
A2 sampel sebesar 1,817; 1,823; 1,802.
Setelah itu data dimasukkan ke dalam perhitungan dengan rumus:
Curea sampel 1 =
AsampelAs tan dar X Cstandar
=
0 ,312670 ,321 x 50 mg/dl
= 48,7 mg/dl
Curea sampel 2 =
AsampelAs tan dar X Cstandar
=
1,8141 ,823 x 50 mg/dl
= 49,75 mg/dl
17
Hasil kadar ureum yang didapat masih dalam batas normal karena
masih jauh di bawah nilai standarnya. Sehingga pasien dapat dikatakan tidak
mengalami gangguan ginjal.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi
acuan untuk mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam
sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan
penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan kreatinin).
Salah satu hasil metabolisme yang akan dibuang oleh ginjal yaitu
ureum dan kreatinin adalah sebagai indikator derajat kesehatan pada ginjal.
Apabila keduanya meningkat, hal ini menunjukkan fungsi ginjal yang tidak
baik.
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam
amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan
diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal
adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah (20 – 40 mg/dl), tetapi hal ini
tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam
pembentukan ureum.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme
protein (asam amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel
dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap
hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan
ekskresi urea.
Ureum dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan pada
ginjal karena ureum merupakan hasil metabolisme protein di hati menjadi
NH3. Bila NH3 bereaksi dengan CO2 hasil respirasi sel dalam tubuh, dia akan
menghasilkan urea/ ureum. Ureum ini harus diekskresikan oleh ginjal dan
dikeluarkan bersama urin. Jika terdapat kerusakan pada ginjal dan Glomerulus
Filtration Rate (Kecepatan Filtrasi Glomerulus) menurun, maka ureum tidak
dapat dikeluarkan bersama urin, serta tertahan lebih lama di dalam darah. Hal
18
ini akan menyebabkan kadar urem dalam darah meningkat. Pemeriksaan kadar
ureum ini sangat dipengaruhi oleh diet makanan (protein).
VIII. KESIMPULAN
Kadar ureum yang didapatkan bila di bandingkan dengan kadar standar
normal masih berada jauh dibawahnya sehingga pasien tidak memiliki
gangguan ginjal.
19
DAFTAR PUSTAKA
Davey, P. 2002. At a Glance Medicine. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Evelyn, P.C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia.
Jakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat Farmakologi Dan Toksikologi. Penerbit ITB.
Bandung.
Riswanto. 2010. Ureum Darah (Serum). Tersedia pada
http://labkesehatan.com/2010/03/ureum-darah-serum.html [Diakses pada
tanggal 29 Oktober 2011].
Riswanto. 2010. Urinalisis. Tersedia pada http://labkesehatan.com/2010/02
/urinalisis-1.html [Diakses pada tanggal 29 Oktober 2011].
Sylvia, P.A. 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
20