Laporan Kinetika

32
Acara I KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Cindy Elysia NIM : 11.70.0067 Kelompok D3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Transcript of Laporan Kinetika

Page 1: Laporan Kinetika

Acara I

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Nama : Cindy Elysia

NIM : 11.70.0067

Kelompok D3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Laporan Kinetika

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar

Kel Perlakuan Waktu ∑ mikroorganisme tiap petak

Rata-rata ∑ mikroorganisme

tiap petak

Rata-rata ∑ mikroorganisme

tiap CC

OD pH Total Asam

(mg/ml)1 2 3 4D1 Sari apel +

Saccharomyces cerevisae

N0 19 26 20 16 20,25 8,08 x 107 0,0928 3,34 11,52N24 79 67 110 137 98,25 3,93 x 108 0,6167 3,33 11,52N48 160 128 171 179 157,5 6,38 x 108 1,0400 3,45 14,44N72 72 212 180 77 135,25 5,41 x 108 1,6038 3,46 14,44N96 141 130 122 142 133,75 5,35 x 108 1,1195 3,45 11,52

D2 Sari apel + Saccharomyces cerevisae

N0 25 35 32 69 25 1 x 108 0,0273 3,38 10,944N24 48 53 60 57 44 1,76 x 108 0,6882 3,35 11,904N48 82 115 114 121 108 4,32 x 108 0,9875 3,45 14,44N72 122 117 125 125 122,25 4,89 x 108 0,9958 3,46 10,56N96 147 146 151 140 146 5,84 x 108 1,5034 3,54 11,36

D3 Sari apel + Saccharomyces cerevisae

N0 7 16 18 6 11,75 4,7 x 107 0,0558 3,35 11,52N24 62 48 79 75 68,5 2,74 x 108 0,5095 3,28 12,48N48 112 97 133 141 120,75 4,83 x 108 1,0695 3,42 14,40N72 104 109 116 120 112,25 4,49 x 108 1,0033 3,41 14,40N96 182 193 189 203 191,75 7,67 x 108 1,3080 3,45 10,56

D4 Sari apel + Saccharomyces cerevisae

N0 6 5 7 9 6,75 2,7 x 107 0,0315 3,32 11,52N24 97 90 86 92 119 4,76 x 108 0,6189 3,31 13,056N48 150 100 136 90 91,25 3,65 x 108 0,9435 3,39 13,428N72 161 159 155 160 158,75 6,35 x 108 0,9108 3,42 13,44N96 99 60 47 67 68,25 2,73 x 108 1,1990 3,45 12,288

1

Page 3: Laporan Kinetika

2

D5 Sari apel + Saccharomyces cerevisae

N0 39 32 42 21 33,5 1,34 x 108 0,0087 3,33 12,67N24 115 185 174 210 171 7,16 x 108 1,0027 3,32 16,896N48 215 256 217 188 219 8,76 x 108 1,3256 3,43 9,792N72 271 240 231 181 230,75 9,23 x 108 1,3124 3,45 10,56N96 220 204 255 207 221,5 8,86 x 108 1,0482 3,49 11,904

Dari tabel hasil pengamatan yang telah diperoleh di atas dapat diketahui hasil sebagai berikut. Pada kelompok D1 diperoleh rata-

rata jumlah mikroorganisme tiap petak yang meningkat seiring dengan bertambahnya lama waktu fermentasi namun kemudian

mengalami penurunan pada hari keempat. Demikian halnya pada rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Nilai absorbansi yang

diperoleh pada kelompok D1 juga mengalami peningkatan seiring dengan lama waktu fermentasi namun pada waktu fermentasi

hari keempat diperoeh nilai absorbansi yang menurun. Besar pH yang diperoleh pada kelompok D1 juga mengalami peningkatan

hingga hari ketiga yang kemudian juga mengalami penurunan pada hari keempat menjadi 3,45. Untuk total asam yang diperoleh

pada kelompok D1 yaitu sebesar 11,52 mg/ml pada hari ke-0 dan hari pertama yang kemudian menjadi 14,44 mg/ml pada hari

kedua dan ketiga serta menjadi 11,52 mg/ml pada hari keempat.

Pada kelompok D2 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak yang terus mengalami peningkatan jumlah hingga

waktu fermentasi pada hari keempat. Demikian halnya pada rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc yang juga mengalami

peningkatan. Untuk hasil pengamatan mengenai nilai absorbansi, pada kelompok D2 diperoleh nilai absorbansi yang terus

mengalami peningkatan. Pada hasil pengamatan pengukuran pH diperoleh nilai pH yang menurun setelah dilakukan fermentasi

selama satu hari namun pada waktu fermentasi pada hari kedua hingga keempat diperoleh nilai pH yang mengalami peningkatan.

Sedangkan pada total asam yang diperoleh, pada kelompok D2 memperoleh besar total asam yang fluktuatif yakni sebesar

10,944 mg/ml pada hari ke-0; 11,904 mg/ml pada hari pertama; 14,44 mg/ml pada hari kedua; 10,56 mg/ml pada hari ketiga serta

sebesar 11,36 mg/ml pada hari keempat.

Page 4: Laporan Kinetika

3

Pada kelompok D3 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme yang mengalami

peningkatan baik pada rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak maupun rata-rata jumlah

mikroorganisme tiap cc. Pada hasil pengamatan nilai absorbansi, diperoleh nilai absorbansi

yang mengalami peningkatan namun pada fermentasi hari ketiga diperoleh nilai absorbansi

yang menurun namun selanjutnya nilai absorbansi kembali mengalami peningkatan pada

hari keempat. Pada hasil pengukuran nilai pH diperoleh nilai pH terendah setelah

fermentasi selama satu hari yakni sebesar 3,28 yang kemudian kembali mengalami

peningkatan hingga diperoleh nilai pH tertinggi pada hari keempat proses fermentasi yakni

sebesar 3,45. Sedangkan pada hasil pengamatan total asam pada kelompok D3, diperolah

hasil total asam yang mengalami peningkatan selama dilakukan fermentasi tiga hari namun

mengalami penurunan setelah fermentasi pada hari keempat.

Pada kelompok D4 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak yang

flukutatif, artinya mengalami peningkatan yang diikuti dengan penurunan lalu meningkat

kembali dan pada akhirnya kembali menurun. Demikian halnya pada hasil rata-rata jumlah

mikroorganisme tiap cc. Sedangkan pada hasil pengamatan nilai absorbansi, pada

kelompok D4 memperoleh nilai absorbansi yang meningkat. Hasil pengukuran nilai pH

yang diperoleh oleh kelompok D4 mengalami penurunan pada fermentasi hari pertama

namun kemudian kembali meningkat pada hari kedua hingga hari keempat. Pada hasil total

asam yang diperoleh oleh kelompok D4 diperoleh hasil yang terus meningkat hingga waktu

fermentasi hari ketiga namun mengalami total asam yang menurun pada hari keempat

menjadi 12,288 mg/ml.

Pada kelompok D5 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme baik rata-rata jumlah

mikroorganisme tiap petak maupun tiap cc yang mengalami peningkatan hingga hari ketiga

fermentasi kemudian menurun pada hari keempat fermentasi. Pada hasil pengamatan nilai

absorbansi tertinggi diperoleh pada hari kedua fermentasi yakni sebesar 1,3256 sedangkan

nilai absorbansi terendah diperoleh pada ke-0. Pada hasil pengamatan pengukuran nilai pH

diperoleh nilai pH yang meningkat selama dilakukan waktu fermentasi selama empat hari.

Jumlah total asam yang diperoleh pada kelompok D5 yang tertinggi diperoleh pada hari

Page 5: Laporan Kinetika

4

pertama fermentasi yakni sebesar 16,896 mg/ml sedangkan jumlah total asam terendah

diperoleh pada hari kedua fermentasi sebesar 9,792 mg/ml.

Gambar 1. Grafik hubungan nilai absorbansi (OD) dengan waktu

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa kelompok D2 memiliki nilai absorbansi

tertinggi (OD) setelah fermentasi hari keempat yang ditunjukkan dengan garis berwarna

merah.

Gambar 2. Grafik hubungan rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan waktu

Page 6: Laporan Kinetika

Gambar 4. Grafik hubungan rata-rata jumlah mikroorganisme/CC dengan nilai pH

5

Dari gambar 2. mengenai grafik hubungan antara rata-rata jumlah mikroorganisme/cc

dengan waktu dapat diketahui bahwa kelompok D5 (yang ditunjukkan dengan garis warna

biru muda) memiliki rata-rata jumlah mikroorganisme yang meningkat dan jumlah tertinggi

terdapat pada hari ketiga yang kemudian mulai menurun pada hari keempat.

Gambar 3. Grafik hubungan rata-rata jumlah sel/cc dengan nilai absorbansi (OD)

Berdasarkan pada gambar 3. di atas dapat diketahui hasil setelah dilakukan fermentasi

selama empat hari (N96), pada kelompok D5 yang ditunjukkan dengan garis berwarna biru

muda memiliki nilai absorbansi tertinggi walaupun rata-rata jumlah mikroorganisme/cc nya

mengalami penurunan.

Page 7: Laporan Kinetika

6

Pada gambar 4 di mana menunjukkan grafik hubungan antara rata-rata jumlah

mikroorganisme/cc dengan nilai pH yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya

rata-rata jumlah mikroorganisme/cc pada kelompok D5 hingga hari ketiga (N72) waktu

fermentasi yang kemudian mengalami penurunan pada hari keempat waktu fermentasi.

Gambar 5. Grafik hubungan rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan total asam

Dari gambar 5. di atas dapat diketahui bahwa kelompok D5 (yang ditunjukkan dengan garis

berwarna biru muda) memiliki total asam yang tertinggi setelah empat hari fermentasi

(N96).

Page 8: Laporan Kinetika

2. PEMBAHASAN

Banyak peneliti seperti Schmidt et al. (1985) dan Okpokwasili & Nweke (2005) telah

mengembangkan serta mengusulkan berbagai macam pertumbuhan mikroba dan model

kinetika biodgradasi yang digunakan untuk memprediksi jumlah produksi biomassa yang

dapat dicapai dalam waktu tertentu. Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai

kinetika fermentasi dalam produksi minuman beralkohol yakni sari buah apel yang

ditambahkan yeast Saccharomyces cerevisae atau yang juga dikenal dengan nama cider.

Cider adalah minuman yang memiliki kadar alkohol yang rendah yang merupakan hasil

fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati atau tanpa penambahan gula

oleh sel khamir (Ranganna, 1978). Menurut Realita & Debby (2010), sebenarnya hampir

semua jenis buah dapat digunakan dalam pembuatan cider dengan syarat jumlah gulanya

mencukupi.

Schlegel & Schmidt (1994) menyebutkan bahwa peragian atau fermentasi adalah proses

metabolisme yang dapat menghasilkan produk-produk pemecahan dari substrat organik

yang berfungsi sebagai donor atau akseptor hidrogen. Jay (1986) menambahkan jika proses

fermentasi merupakan suatu proses metabolit di mana karbohidrat dan campuran yang

terdapat di dalamnya akan dioksidasi dengan cara melepas energi dimana penerima

elektron eksternal tidak hadir. Dari proses fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan

sifat bahan pangan yang merupakan akibat dari pemecahan kandungan dari bahan pangan

tersebut. Contohnya adalah buah atau sari buah serta bahan pangan yang berasal dari

serealia yang dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol seperti ketela pohon dan ketan yang

dapat memiliki bau alkohol atau asam (tape), susu asam dan lain sebagainya (Winarno et

al., 1984). Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat cider dari sari apel tanpa

penambahan gula serta menggunakan yeast Saccharomyces cerevisae.

Yeast atau khamir merupakan jamur bersel satu (tunggal) yang bereproduksi dengan cara

memperbanyak diri dengan pertunasan. Yeast akan mengeluarkan enzim yang dapat

digunakan untuk menguraikan pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Jenis

Page 9: Laporan Kinetika

8

yeast sendiri bermacam-macam dan masing-masing yeast akan bekerja pada substrat yang

berbeda-beda (Godman, 1987).

Salah satu buah yang dapat digunakan untuk membuat cider adalah apel. Kualitas cider

yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan varietas apel. Pada kulit apel terdapat

kandungan senyawa yang berkontribusi terhadap rasa sari apel sehingga dalam pembuatan

cider apel, kulit apel tidak dikupas. Selanjutnya ke dalam sari buah apel tersebut

diinokulasikan dengan kultur bakteri yang kemudian akan memfermentasi sari buah apel

tersebut. Pada fermentasi sari apel terjadi proses yang mengubah gula pada apel ke dalam

bentuk etil alkohol dan karbon dioksida oleh ragi dimana proses perubahan gula ini

merupakan tahap pertama dalam pembuatan cider apel. Sedangkan tahap yang kedua adalah

proses yang mengubah asam malat menjadi karbon dioksida oleh bakteri asam laktat

(Realita & Debby, 2010).

Langkah pertama dalam membuat cider apel adalah dengan mengambil sari buah apel

dengan menggunakan juicer. Setelah itu, sebanyak 250 ml sari apel dimasukkan ke dalam

erlenmeyer yang sebelumnya sudah disterilisasi terlebih dahulu. Kemudian erlemeyer yang

berisi sari buah apel dipanaskan dengan menggunakan waterbath dengan suhu mendekati

100oC selama 30 menit. Setelah itu, ke dalam sari buah apel ditambahkan biakan yeast

Saccharomyces cerevisae secara aseptis. Dari sari apel yang sudah ditambahkan kultur

tersebut, selanjutnya diambil sebanyak 30 ml dan dimasukkan ke dalam beaker glass

sebagai sampel untuk dihitung jumlah selnya dengan menggunakan haemocytometer lalu

diukur besar absorbansinya (optical density) dengan menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 660 nm. Selain itu, dari 30 ml sampel yang telah diambil tersebut

kemudian diambil sebanyak 10 ml untuk dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N untuk

mengetahui totas asamnya serta dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter.

Sari apel yang masih tersisa dalam Erlenmeyer kemudian diberi perlakuan penggojogan

dengan menggunakan shaker.

Page 10: Laporan Kinetika

9

Sari apel yang telah diberi kultur yeast selanjutnya akan mengalami proses fermentasi di

mana glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati akan difermentasi oleh S. cerevisae

yang kemudian akan menghasilkan alkohol serta CO2. Pemecahan pati dan glukosa dalam

buah ditandai oleh terjadinya perubahan warna substrat yang menjadi lebih keruh (Rahman,

1992). Sari apel akan terus dishaker selama 0 hingga 96 jam yang kemudian setiap 24 jam

akan diambil sebanyak 30 ml sampel untuk kemudian dihitung jumlah sel

mikroorganismenya, nilai absorbansinya, besar pH dan total asam. Perhitungan jumlah sel

mikroorgnaisme yang menggunakan haemocytometer merupakan penentuan jumlah sel

secara langsung, sedangkan pengukuran nilai absorbansi yang dilakukan merupakan

penentuan jumlah sel secara tidak langsung. Menurut Chen (2011), konsentrasi sel yang

dapat terukur dengan haemocytometer merupakan konsentrasi sel yang rendah.

Pada larutan cider dapat ditentukan jumlah massa sel dengan melalui dua cara yaitu dengan

metode Turbidimetri serta Counting Chamber. Penentuan massa sel dengan menggunakan

metode Turbidimetri dilakukan dengan menggunakan tingkat kekeruhan dari larutan yang

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer. Intensitas cahaya yang

ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan kemudian dapat ditentukan dengan

menggunakan Hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer secara matematis yaitu:

A = log (I0/It) = – log(I0/It) = – log T = abc

di mana I0 adalah intensitas cahaya mula-mula dan I adalah intensitas cahaya yang

diteruskan. Semakin keruh suatu suspensi maka persen transmitansinya akan semakin kecil

(Fardiaz, 1992). Sedangkan penentuan massa sel dengan metode Counting Chamber

dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer yang merupakan alat untuk menghitung

sel secara cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah (Chen, 2011).

Haemocytometer dapat digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel dengan

meletakkannya di atas spesimen pentas atau tempat objek. Berikut ini merupakan hasil

pengamatan jumlah sel yang diperoleh setelah diamati dengan menggunakan mikroskop.

Page 11: Laporan Kinetika

10

(a) (b) (c) (d) (e)Gambar 6. (a) Pengamatan N0, (b) Pengamatan N24, (c) Pengamatan N48, (d) Pengamatan

N72, dan (e) Pengamatan N96

Setelah dilakukan pengukuran jumlah sel mikroorganisme dengan menggunakan

haemocytometer yang kemudian diamati dengan mikroskop, pengujian selanjutnya adalah

pengukuran besar pH sampel larutan vinegar apel. Dalam pengukuran pH, sebanyak 10 ml

sampel vinegar diambil lalu pH-nya diukur dengan pH-meter. Angka yang ditunjukkan

oleh pH-meter yang terbaca kemudian dicatat. Menurut Petrucci (1992), pH-meter

merupakan alat pengukur pH yang dapat digunakan dengan lebih mudah, cepat serta tepat.

Selain pengujian pengukuran pH, selanjutnya dilakukan pengujian penentuan total asam

yang dihasilkan selama proses fermentasi vinegar apel berlangsung. Penentuan total asam

dilakukan dengan metode titrasi dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N. Untuk

penentuan total asam dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 10 ml lalu

dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.

Titrasi dilakukan hingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan

warna menjadi coklat tua. Sesudah terjadi perubahan warna maka titrasi segera dihentikan

lalu volume NaOH yang dibutuhkan dalam proses titrasi tersebut dicatat. Penentuan total

asam dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

Total asam (mg/ml) =

ml NaOH x Normalitas NaOH x 19210 ml sampel

Adanya aktivitas dari yeast Saccharomyces cerevisae dalam mengubah gula menjadi

alkohol serta beberapa hasil metabolit lain yang menyebabkan warna substrat menjadi

semakin keruh (Rahman, 1992). Semakin keruh warna substrat maka nilai absorbansinya

Page 12: Laporan Kinetika

11

akan menjadi semakin kecil. Apabila nilai absorbansi (OD) semakin kecil maka cahaya

yang diteruskan akan semakin kecil sedangkan cahaya yang dihamburkan akan semakin

banyak.

Semakin banyak jumlah sel yang ada dalam suspensi maka sinar yang dihamburkan akan

menjadi semakin banyak (Pelezar & Chan, 1976). Jika sinar yang dihamburkan semakin

banyak maka nilai absorbansi yang diperoleh akan semnakin kecil (Fardiaz, 1992). Dari

grafik hubungan antara nilai absorbansi (OD) dengan waktu (Gambar 1.) maka dapat

diketahui bahwa nilai absorbansi akan semakin meningkat seiring dengan berjalannya

waktu yang ditunjukkan oleh kelompok D2 (garis berwarna merah). Sedangkan pada

kleopmok D1 (garis berwarna biru tua) dan D5 (garis berwarna biru muda) diperoleh nilai

absorbansi yang mengalami penurunan pada N96. Berkurangnya sinar yang dihamburkan

dapat disebabkan oleh karena aktivitas S. cerevisae dalam mengubah gula menjadi alkohol

dan beberapa hasil metabolit lainnya menjadi semakin berkurang sehingga larutan tidak

bertambah keruh. Hasil yang diperoleh oleh kelompok D1 dan D5 menunjukkan kesesuaian

dengan pernyataan Pigeau et al. (2007) yang menyebutkan bahwa puncak konsentrasi sel

menjadi lebih rendah sehingga tingkat pertumbuhan menjadi lebih lambat karena

konsentrasi jus meningkat. Konsentrasi jus menjadi meningkat karena adanya pengambilan

sampel sebanyak 30 ml setiap 24 jam.

Fase pertama yang dilalui oleh mikroorganisme dalam siklus hidupnya adalah fase lag

(Fardiaz, 1992). Dari grafik antara hubungan jumlah sel/cc dengan waktu (Gambar 2.)

dapat diketahui bahwa fase lag berada pada N0 hingga N24 yang selanjutnya

mikroorganisme akan memasuki fase logaritmik di mana pertumbuhan sel akan menjadi

semakin cepat (Fardiaz, 1992). Dari grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan waktu

dapat dilihat bahwa kelompok D1, D2 dan D3 yang menunjukkan perkembangan jumlah

mikroorganisme pada fase logaritmik pada waktu antara N24 hingga N48. Sedangkan pada

kelompok D5 ditemukan bahwa fase logaritmik mikroorganisme yang ditunjukkan pada

waktu antara N24 hingga N48 menunjukkan pertumbuhan jumalh sel yang tidak terlalu cepat.

Page 13: Laporan Kinetika

12

Setelah fase logaritmik, selanjutnya mikroorganisme akan mengalami perlambatan

pertumbuhan yang menunjukkan penurunan pertumbuhan mikroorganisme (Fardiaz, 1992)

yang disebut dengan fase stasioner. Fase stasioner adalah fase di mana jumlah sel yang

hidup kurang lebih sama dengan jumlah sel yang mati. Dari grafik hubungan antara jumlah

sel/cc dengan waktu (Gambar 2.), grafik kelompok D3 merupakan grafik yang

menunjukkan fase stasioner dari mikroorganisme. Pada grafik, fase stasioner ditunjukkan

pada waktu antara N48 hingga N72. Setelah melewati fase stasioner, selanjutnya

mikroorganisme akan masuk ke dalam fase kematian di mana mikroorganisme mengalami

penurunan jumlah (Fardiaz, 1992) yang ditunjukkan oleh grafik kelompok D1, D4 dan D5

pada waktu N96. Sedangkan pada kelompok D2 dan D3 menunjukkan peningkatan jumlah

mikroorganisme. Kesalahan ini dapat terjadi disebabkan karena adanya kontaminasi atau

terjadi kesalahan dalam pengukuran jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer.

Dari grafik antara hubungan nilai absorbansi (OD) dengan jumlah sel/cc (Gambar 3.) dapat

dilihat bahwa hasil yang sesuai dengan teori Rahman (1992) yaitu terdapat pada kelompok

D2 yang menunjukkan peningkatan nilai absorbansi seiring dengan meningkatnya jumlah

sel/cc. Hal tersebut berarti hanya kelompok D2 yang memiliki jumlah sel/cc yang

berbanding lurus dengan nilai absorbansi (OD). Sedangkan pada kelompok yang lain

diperoleh nilai absorbansi dan jumlah sel/cc yang tidak sesuai dengan teori yakni fluktuatif.

Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam menghitung jumlah sel serta

kesalahan pembacaan dengan spektrofotometer yang disebabkan oleh penempatan kuvet

yang tidak tepat atau karena kuvet yang kurang besih (Pomeranz dan Meloan, 1994).

Dari grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan nilai pH (Gambar 4.) dapat diketahui

bahwa hasil pengamatan kelompok D2 dan D3 menunjukkan hasil yang berbanding lurus

antara hubungan jumlah sel/cc dengan pH setelah fermentasi N96. Semakin besar jumlah

biomassa sel/cc maka semakin besar pula nilai pH-nya. Derajat keasaaman atau pH

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

selama proses fermentasi berlangsung (Roukas, 1994). S. cerevisae dapat bertumbuh secara

Page 14: Laporan Kinetika

13

optimal pada rentang pH 3,5 hingga 6,5 dengan pH terbaik untuk pertumbuhannya adalah

pada pH 4,5 (Saravanan et al., 2007).

Berdasarkan hasil pengamatan pada grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan total

asam (Gambar 5.), sebagian besar kelompok (D1, D4, D5) memperoleh hubungan antara

jumlah sel/cc dengan total asam yang berbanding lurus yakni total asam menjadi menurun

ketika jumlah selnya juga mengalami penurunan. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Galaction et al. (2010) yang menyatakan bahwa semakin rendah total

asam maka hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah sel dalam sampel mengalami

penurunan. Penurunan jumlah sel disebabkan oleh karena substrat yang digunakan oleh S.

cerevisae sebagai media pertumbuhannya mengalami pengurangan jumlah serta karena

adanya jumlah alkohol yang meningkat yang menyebabkan pertumbuhan yeast menjadi

terhambat. Peningkatan jumlah produksi etanol atau alkohol dapat mempengaruhi

penurunan jumlah sel karena terjadi pengurangan jumlah substrat yang adalah glukosa

(gula). Glukosa atau gula akan digunakan yeast untuk kemudian dipecah menjadi CO2 dan

alkohol dalam kondisi anaerob.

Dalam jurnal dengan judul Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast

Performance and Wine Acidity disebutkan bahwa puncak konsentrasi sel akan menjadi

lebih rendah dan tingkat pertumbuhan yeast akan menjadi lebih lambat karena konsentrasi

jus yang mengalami peningkatan (Pigeau et al., 2007). Hal tersebut berarti bahwa jika

konsentrasi substrat meningkat maka pertumbuhan yeast akan menjadi lebih lambat karena

konsentrasi selnya lebih rendah. Dalam jurnal yang berjudul Evaluation of Growth Kinetics

and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strain yang ditulis oleh Damtew et al.

(2012) juga disebutkan bahwa S. cerevisae memiliki kinetika pertumbuhan yang lebih

tinggi dengan konsentrasi gula pada media pertumbuhan molase sebesar 10% (b/v) dan

15% (b/v).

Dikatakan juga dalam jurnal yang berjudul Production and effect of killer toxin by

Sacharomyces cerevisae and Pichia kluyveri on sensitive yeasts and fungal pathogens

Page 15: Laporan Kinetika

14

(Madhusudan and Joishy, 2005) menyatakan bahwa yeast S. cerevisae dapat mentolerasi

50% glukosa selama 24 jam pada suhu ruang. Tingginya toleransi S. cerevisae terhadap

glukosa sangat penting untuk produktivitas etanol yang tinggi pula. Selain glukosa, dalam

jurnal The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast

Species (Şener et al., 2007) disebutkan bahwa suhu fermentasi dapat mempengaruhi

perkembangan dari S. cerevisae dengan strain yang berbeda. Banyaknya etanol dan hasil

samping yang dihasilkan selama proses fermentasi juga bergantung pada suhu (Torija et al.,

2003). Suhu dapat mempengaruhi sensitivitas dari yeast dalam menghasilkan konsentrasi

alkohol, kecepatan fermentasi dan lamanya fase lag.

Berdasarkan pada jurnal yang berjudul Slow Fermentation in French Cider Processing due

to Partial Biomass Reduction (Nogueira et al., 2008), dalam udaha mengendalikan proses

fermentasi cider supaya lebih terkontrol maka dapat dilakukan dengan cara memperlambat

proses fermentasi. Proses fermentasi dapat diperlambat dengan mengurangi biomassa yang

ada di dalamnya dengan cara menyaringnya. Selain proses fermentasi menjadi lebih

terkontrol, kematian yeast yang berguna dalam fermentai juga dapat diperkecil.

Page 16: Laporan Kinetika

3. KESIMPULAN

Cider adalah minuman yang memiliki kadar alkohol yang rendah yang merupakan hasil

fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati atau tanpa penambahan

gula oleh sel khamir.

Hampir semua jenis buah dapat digunakan dalam pembuatan cider dengan syarat

jumlah gulanya mencukupi.

Proses fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan yang merupakan

akibat dari pemecahan kandungan dari bahan pangan tersebut.

Yeast mengeluarkan enzim yang dapat digunakan untuk menguraikan pati dan gula

menjadi alkohol dan karbondioksida.

Jenis yeast sendiri bermacam-macam dan masing-masing yeast akan bekerja pada

substrat yang berbeda-beda.

Kualitas cider apel yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan varietas apel.

Prose perubahan gula ke dalam bentuk etil alkohol dan karbon dioksida oleh ragi

merupakan tahap pertama dalam pembuatan cider apel.

Tahap kedua dalam proses pembuatan cider apel adalah proses yang mengubah asam

malat menjadi karbon dioksida oleh bakteri asam laktat.

Pemecahan pati dan glukosa dalam buah ditandai oleh terjadinya perubahan warna

substrat yang menjadi lebih keruh.

Konsentrasi sel yang dapat terukur dengan haemocytometer merupakan konsentrasi sel

yang rendah.

Metode Counting Chamber dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer yang

merupakan alat untuk menghitung sel secara cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel

yang rendah.

Titrasi dilakukan hingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya

perubahan warna menjadi coklat tua.

Semakin keruh warna substrat maka nilai absorbansinya akan menjadi semakin kecil

karena cahaya yang diteruskan akan semakin kecil sedangkan cahaya yang

dihamburkan akan semakin banyak.

Page 17: Laporan Kinetika

16

Semakin besar jumlah biomassa sel/cc maka semakin besar pula nilai pH-nya.

Derajat keasaaman atau pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung.

S. cerevisae dapat bertumbuh secara optimal pada rentang pH 3,5 hingga 6,5 dengan pH

terbaik untuk pertumbuhannya adalah pada pH 4,5.

Semakin rendah total asam maka hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah sel dalam

sampel mengalami penurunan yang disebabkan oleh karena substrat yang digunakan

oleh S. cerevisae sebagai media pertumbuhannya mengalami pengurangan jumlah.

Semarang, 30 Juni 2014

Praktikan, Asisten Dosen,

- Andriani Cintya S.

- Stella Mariss H.

Cindy Elysia - Meilisa Lelyana D.

(11.70.0067)

Page 18: Laporan Kinetika

4. DAFTAR PUSTAKA

Chen, Yu-Wei. (2011). Automatic Cell Counting for Haemocytometers Through Image Processing National Chung-Cheng University. Taiwan.

Damtew, W., S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evalutaion of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948.

Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Galaction, A. I., A. M. Lupasteanu and D. Cascaval. (2006). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The Open Systems Biology Journal, 3,9-20.

Godman, A. (1987). Kamus Sains Bergambar. PT Gramedia. Jakarta.

Jay, J. M. (1986). Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold. New York.

Madhusudan P Dabhole and K N Joishy. (2005). Production and effect of killer toxin by Sacharomyces cerevisae and Pichia kluyveri on sensitive yeasts and fungal pathogens. University of Mumbai, Mumbai, India. Vol 4 , April 2005, pp. 290-292.

Nogueira, A., J. M. Le Quere, P. Gestin, A. Michel, G. Wosiacki and J. F. Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to PPartial Biomass Reduction. J. Inst. Brew. 114(2), 102-110.

Okpokwasili, G. C. & C. Nweke. (2005). Microbial Growth and Substrate Utilization Kinetiscs. African Journal of Biotechnology Vol.5 (4), pp. 305-317, 16 February, 2005.

Pelezar, M. J. & Chan E. C. S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets: MIT.

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Erlangga. Jakarta.

Pigeau, G. M. E. Bozza, K. Kaiser & D. L. Inglis. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast Perfoemance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.

Page 19: Laporan Kinetika

18

Pomeranz, Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Realita, T. dan M. S. Debby. (2010). Teknologi Fermentasi. Penerbit: Widya Padjajaran. Bandung.

Roukas, T. (1994). Continuous Ethanol Productions from Carob Pod Extract by Immobilized Saccharomyces cerevisae in a Packed Bed Reactor. J Chem Technology Biotechnol. 59:387-393.

Saravanan, V., K. Manikandan, T. Viruthagiri. (2008). Kinetics Studies on Ethanol Production from Banana Peel Waste Using Mutant Strain of Saccharomyces cereviceae. Indian Journal of Biotechnology Vol 7, pp 83-88.

Schlegel, H. G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Schmidt, S. K., Simkins S., Alexander M. (1985). Models for The Kinetics of Biodegradation of Organic Compounds Not Supporting Growth. Appl. Environ. Microbiol. 50: 323-331.

Şener, A.; A. Canbaş & M. U. Ünal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric for 31, 349-354.

Torija, M. J., N. Rozes, M. Poblet, J. M. Guillamon and A. Mas. (2003). Effects of fermentation temperature on the strain population of Saccharomyces cerevisae. Int. J. Food Microbiol. 80: 47-53.

Winarno, F. G., Fardiaz dan D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 20: Laporan Kinetika

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus:

Volume petak = (0,05 x 0,05 x 0,01) mm3 = 0,00025 mm3 = 2,5 x 10-7 cc

Jumlah sel/ cc = 1

volume petak × rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak

Total asam = ml NaOH × Normalitas NaOH ×192

10 ml sampel = … mg/ml

Kelompok D3

N0

Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (7+16+18+6) : 4 = 11,75

Jumlah sel/cc = 1

2,5× 10−7 × 11,75 = 4,7 × 107

Total asam = 6 ×0,1 ×192

10 = 11,52 mg/ml

N24

Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (62+58+79+75) : 4 = 68,5

Jumlah sel/cc = 1

2,5× 10−7 × 68,5 = 27,4 × 107

Total asam = 6,5 ×0,1 ×192

10 = 12,48 mg/ml

N48

Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (112+97+133+141) : 4 = 120,75

Jumlah sel/cc = 1

2,5× 10−7 × 120,75 = 48,3 × 107

Total asam = 7,5× 0,1 ×192

10 = 14,40 mg/ml

N72

Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (104+109+116+120) : 4 = 112,25

Page 21: Laporan Kinetika

20

Jumlah sel/cc = 1

2,5× 10−7 × 112,25 = 44,9 × 107

Total asam = 7,5× 0,1 ×192

10 = 14,40 mg/ml

N96

Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (182+193+189+203) : 4 = 191,75

Jumlah sel/cc = 1

2,5× 10−7 × 191,75 = 76,7 × 107

Total asam = 5,5× 0,1 ×192

10 = 10,56 mg/ml

5.2. Jurnal

5.3. Laporan Sementara