LAPORAN KEMAJUAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI filePemberian hijauan saja tidak akan mencukupi...
Transcript of LAPORAN KEMAJUAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI filePemberian hijauan saja tidak akan mencukupi...
LAPORAN KEMAJUANHIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
ANALISIS HISTOMORPHOMETRI ERITROCYT DANLEUKOCYT SAPI BALI PASCA PEMBERIAN MINERAL
Ketua : Drh. Putu Suastika, M.KesNIDN : 0018085714
Anggota 1 : Dr. Drh. I Putu Sampurna, MPNIDN : 0003055808
Anggota 2 : Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes.NIDN : 0016076309
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat PerjanjianPenugasan Pelaksanaan Penelitian No. : 1180/UN14.2/PP.07/2015, tanggal 25 Mei 2015
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANAPEBRUARI TAHUN 2015
Bidang Unggulan :Ketahanan PanganKode/ Nama Bidang Ilmu : 221/ Sain Veteriner
LAPORAN KEMAJUANHIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
ANALISIS HISTOMORPHOMETRI ERITROCYT DANLEUKOCYT SAPI BALI PASCA PEMBERIAN MINERAL
Ketua : Drh. Putu Suastika, M.KesNIDN : 0018085714
Anggota 1 : Dr. Drh. I Putu Sampurna, MPNIDN : 0003055808
Anggota 2 : Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes.NIDN : 0016076309
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat PerjanjianPenugasan Pelaksanaan Penelitian No. : 1180/UN14.2/PP.07/2015, tanggal 25 Mei 2015
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANAPEBRUARI TAHUN 2015
Bidang Unggulan :Ketahanan PanganKode/ Nama Bidang Ilmu : 221/ Sain Veteriner
LAPORAN KEMAJUANHIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
ANALISIS HISTOMORPHOMETRI ERITROCYT DANLEUKOCYT SAPI BALI PASCA PEMBERIAN MINERAL
Ketua : Drh. Putu Suastika, M.KesNIDN : 0018085714
Anggota 1 : Dr. Drh. I Putu Sampurna, MPNIDN : 0003055808
Anggota 2 : Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes.NIDN : 0016076309
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat PerjanjianPenugasan Pelaksanaan Penelitian No. : 1180/UN14.2/PP.07/2015, tanggal 25 Mei 2015
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANAPEBRUARI TAHUN 2015
Bidang Unggulan :Ketahanan PanganKode/ Nama Bidang Ilmu : 221/ Sain Veteriner
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Analisis Histomorphometri Eritrocyt DanLeukocyt Sapi Bali Pasca Pemberian Mineral
2. Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan/221 / Sain Veteriner3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Drh. Putu Suastika, M.Kesb. Jenis Kelamin : Laki-lakic. NIP/NIDN : 195708181987031003 / 0018085714d. Jabatan Struktural : -e. Jabatan fungsional :f. Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran Hewang. Pusat Penelitian : Fakultas Kedokteran Hewan UNUDh. Alamat : Jl. PB. Sudirmani. Telpon/Faks : ( 0361 ) 223791j. Alamat Rumah : Jl. Pendidikan I / H2 Sidakarya Denpasark. Telpon/Faks/E-mail : [email protected]
4. Jumlah anggota peneliti : 2 orang5. Jumlah mahasiswa : 2 orang6. Jangka Waktu Penelitian : 1 tahun7. Pembiayaan : Rp. 25.000.000,-
MengetahuiDekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
(Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, M.P.)NIP. 19600305 198703 1 001
Mengetahui,Ketua Bagian Anatomi Unud
( Drh. Puitu Suastika, M.Kes )NIP. 195708181987031003
Denpasar, 29 Juli 2015Ketua Peneliti
( Drh. Puitu Suastika, M.Kes )NIP. 195708181987031003
i
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Analisis Histomorphometri Eritrocyt DanLeukocyt Sapi Bali Pasca Pemberian Mineral
2. Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan/221 / Sain Veteriner3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Drh. Putu Suastika, M.Kesb. Jenis Kelamin : Laki-lakic. NIP/NIDN : 195708181987031003 / 0018085714d. Jabatan Struktural : -e. Jabatan fungsional :f. Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran Hewang. Pusat Penelitian : Fakultas Kedokteran Hewan UNUDh. Alamat : Jl. PB. Sudirmani. Telpon/Faks : ( 0361 ) 223791j. Alamat Rumah : Jl. Pendidikan I / H2 Sidakarya Denpasark. Telpon/Faks/E-mail : [email protected]
4. Jumlah anggota peneliti : 2 orang5. Jumlah mahasiswa : 2 orang6. Jangka Waktu Penelitian : 1 tahun7. Pembiayaan : Rp. 25.000.000,-
MengetahuiDekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
(Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, M.P.)NIP. 19600305 198703 1 001
Mengetahui,Ketua Bagian Anatomi Unud
( Drh. Puitu Suastika, M.Kes )NIP. 195708181987031003
Denpasar, 29 Juli 2015Ketua Peneliti
( Drh. Puitu Suastika, M.Kes )NIP. 195708181987031003
i
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Analisis Histomorphometri Eritrocyt DanLeukocyt Sapi Bali Pasca Pemberian Mineral
2. Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan/221 / Sain Veteriner3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Drh. Putu Suastika, M.Kesb. Jenis Kelamin : Laki-lakic. NIP/NIDN : 195708181987031003 / 0018085714d. Jabatan Struktural : -e. Jabatan fungsional :f. Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran Hewang. Pusat Penelitian : Fakultas Kedokteran Hewan UNUDh. Alamat : Jl. PB. Sudirmani. Telpon/Faks : ( 0361 ) 223791j. Alamat Rumah : Jl. Pendidikan I / H2 Sidakarya Denpasark. Telpon/Faks/E-mail : [email protected]
4. Jumlah anggota peneliti : 2 orang5. Jumlah mahasiswa : 2 orang6. Jangka Waktu Penelitian : 1 tahun7. Pembiayaan : Rp. 25.000.000,-
MengetahuiDekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
(Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, M.P.)NIP. 19600305 198703 1 001
Mengetahui,Ketua Bagian Anatomi Unud
( Drh. Puitu Suastika, M.Kes )NIP. 195708181987031003
Denpasar, 29 Juli 2015Ketua Peneliti
( Drh. Puitu Suastika, M.Kes )NIP. 195708181987031003
i
DAFTAR ISIHalaman
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... ii
RINGKASAN ………………………………………………………………………. iii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 11.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….. 11.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………………….. 21.3 Urgensi/Keutamaan Penelitian ……………………………………………… 2BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………... 22.1 Sapi Bali …………………………………………………………………….... 22.2 Mineral …………………………………………………………………………. 42.3 Histologi Darah ……………………………………………………………… 5BAB III. METODE PENELITIAN ………………………………………………... 73.1 Objek Penelitian ……………………………………………………………… 73.2 Bahan Penelitian ………………………………………………………....…… 73.3 Alat Penelitian ………………………………………………………………... 83.4 Rancangan Penelitian ………………………………………………………… 83.5 Prosedur Penelitian …………………………………………………………... 8BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........... ………………………………….. 104.1 Hasil Penelitian ...................................................................................................... 10
4.2 Analisis Data ..........................................................................................................
19
4.3. Pembahasan ......................................................................................................... 20DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… … 21
ANALISIS HISTOMORPHOMETRI ERITROCYT DAN
LEUKOCYT SAPI BALI PASCA PEMBERIAN MINERAL
RINGKASAN
Pemberian hijauan saja tidak akan mencukupi kebutuhan nutrisi mineral, karena tidak
semua unsur mineral yang dibutuhkan sapi bali terdapat pada pakan yang tumbuh di suatu
lahan. Dalam hal ini ketersediaan mineral dipengaruhi oleh lahan atau tanah. Mineral dalam
darah sangat berperan untuk proses fisiologis tubuh, proses enzimatis dan hormon, perbaikan
sel, sebagai katalis dan regulator, reproduksi serta untuk kekebalan tubuh yang diperankan
oleh sel darah putih (McDonald, 2010). Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh sapi memang
sedikit, namun pengaruhnya sangat penting. Akibat dari kekurangan mineral ini akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sapi bali. (Darmono, 2007).
Sapi bali di Bali mengalami penyakit defisiensi mineral makro (P, K dan Cl) serta defisiensi
mineral mikro (Zn, Mn dan Cu) (Suwiti, 2012). Mikro mineral sangat berperan dalam
pembentukan darah, seperti mineral Fe berperan dalam pembentukan sel darah merah,
terutama dalam pembentukan hemoglobin. Sedangkan Zn, Mn, Se dan Cu sangat dibutuhkan
oleh tubuh untuk sistem kekebalan tubuh, baik secara humoral ataupun seluler (Arthington,
2006; Ahola et al., 2010).
penting dipelajari keadaan yang dapat mempengaruhi keberadaan dari sel-sel eritrosit
maupun leukosit tersebut, yaitu dalam hal ini yang dapat menyebabkan pengaruh pada
struktur histologi maupun ukuran (Histomorfometri). penelitian ini adalah untuk dapat
dipakai standarisasi morfologi dan morpometeri sel eritrocyt maupun sel leukocyt dalam
menentukan status kesehatan hewan yang bersangkutan. Oleh karena itu dengan mengetahui
histomorpometri sel eritrocyt dan leukocyt dapat dipakai sebagai pendeteksi awal status
kesehatan hewan tersebut
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi bali merupakan plasma nutfah yang perlu dipertahankan keberadaannya dan
dilestarikan keberadaannya sebab memiliki beberapa keunggulan spesifik ; diantaranya
memiliki sifat reproduksi dan kualitas karkas sangat baik, tahan pada kondisi lingkungan
tropis dan pakan yang buruk, serta mempunyai fertilitas yang tinggi (Supriyantono et al.,
2008). Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia.
Sapi bali tidak hanya terdapat di Bali melainkan sudah banyak tersebar di beberapa daerah di
Indonesia yakni NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa Timur.
Bagi masyarakat peternak sapi bali di Provinsi Bali, sapi bali merupakan hewan ternak
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat petani Bali dan memiliki empat
fungsi penting bagi masyarakat petani di Bali, yaitu : sebagai tenaga kerja pertanian, sebagai
sumber pendapatan, sebagai sarana upacara keagamaan, sebagai hiburan, dan objek
pariwisata (Batan, 2006). Sapi bali banyak dipelihara oleh masyarakat sebagai tabungan
bukan sebagai bisnis yang menjanjikan. Sehingga peternak sapi bali terkadang tidak
memperhatikan kebutuhan pakan sapi-sapinya tersebut dan hanya memberikan pakan hijauan
yang didapat dari lingkungan sekitarnya tanpa ada pakan tambahan.
Pemberian hijauan saja tidak akan mencukupi kebutuhan nutrisi mineral, karena tidak
semua unsur mineral yang dibutuhkan sapi bali terdapat pada pakan yang tumbuh di suatu
lahan. Dalam hal ini ketersediaan mineral dipengaruhi oleh lahan atau tanah. Mineral dalam
darah sangat berperan untuk proses fisiologis tubuh, proses enzimatis dan hormon, perbaikan
sel, sebagai katalis dan regulator, reproduksi serta untuk kekebalan tubuh yang diperankan
oleh sel darah putih (McDonald, 2010). Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh sapi memang
sedikit, namun pengaruhnya sangat penting. Akibat dari kekurangan mineral ini akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sapi bali. (Darmono, 2007).
Sapi bali di Bali mengalami penyakit defisiensi mineral makro (P, K dan Cl) serta
defisiensi mineral mikro (Zn, Mn dan Cu) (Suwiti, 2012). Mikro mineral sangat berperan
dalam pembentukan darah, seperti mineral Fe berperan dalam pembentukan sel darah merah,
terutama dalam pembentukan hemoglobin. Sedangkan Zn, Mn, Se dan Cu sangat dibutuhkan
oleh tubuh untuk sistem kekebalan tubuh, baik secara humoral ataupun seluler (Arthington,
iii
1
2006; Ahola et al., 2010). Kebutuhan mineral sangatlah penting dalam sistem pertahanan,
terutama proses hematopoiesis. Mineral dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti
mencampurnya dalam bentuk konsentrat. Bentuk konsentrat dapat diberikan berupa :
konsentrat mix dan cetak. Mineral terbukti berpengaruh terhadap diferensiasi sel-sel leukosit
atau sel darah putih sapi bali, dimana pasca pemberian mineral ditemukan terjadi
peningkatan jumlah leukosit terutama sel limfosit. Leukosit dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit adalah sel yang memiliki segmen atau
lobus pada inti sel dan granul pada sitoplasma, terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Agranulosit adalah sel yang tidak memiliki segmen atau lobus pada inti dan tidak ada granul
pada sitoplasma, terdiri atas monosit dan limfosit (Samuelson 2007).
Faktor yang dapat berpengaruh terhadap jumlah leukosit darah yaitu faktor internal
dan eksternal. Yang termasuk ke dalam faktor internal yakni umur hewan, bangsa, spesies,
kebuntingan, estrus, dan digesti. Sedangkan faktor eksternal meliputi infeksi, perdarahan,
keracunan, tumor, leukimia, trauma, agen fisik, agen kimiawi, gangguan hemopoetik, shock
anafilaksis, stress, gangguan sumsum tulang (degenerasi, depresi, deplesi, dan destruksi) dan
kaheksia karena defisiensi nutrisi (Dharmawan, 2002). Oleh karena itu penting dipelajari
keadaan yang dapat mempengaruhi keberadaan dari sel-sel eritrosit maupun leukosit tersebut,
yaitu dalam hal ini yang dapat menyebabkan pengaruh pada struktur histologi maupun ukuran
(Histomorfometri). Sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti tentang pengaruh
menambahkan mineral pada pakan (konsentrat) sapi bali terhadap struktur histologi dan
histomorpometri sel darah.
1.2 Tujuan Khusus
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pasca
pemberian mineral dalam bentuk cetak dan mix dan pengaruh tidak memberikan mineral
terhadap struktur histologi dan histomorfometri eritrocyt, dan leukocyt
1.3 Urgensi/Keutamaan Penelitian
Urgensi penelitian ini adalah untuk dapat dipakai standarisasi morfologi dan
morpometeri sel eritrocyt maupun sel leukocyt dalam menentukan status kesehatan hewan
yang bersangkutan. Oleh karena itu dengan mengetahui histomorpometri sel eritrocyt dan
leukocyt dapat dipakai sebagai pendeteksi awal status kesehatan hewan tersebut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali
Berdasarkan sistematikanya sapi bali termasuk dalam familia Bovidae, genus bos dan
sub genus Bovine yang termasuk dalam satu sub genus tersebut adalah Bibos gaurus, Bibos
frontalis dan Bibos sondaicus (Hardjono 1994). Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan sapi
asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian
ahli yakin bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi bali. Sebagai
keturunan banteng, sapi bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar
(Guntoro, 2002).
Williamson and Payne (1993) mengklasifikasikan taksonomi sapi bali sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum :Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminantia
Family : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos Sondaicus
Sapi bali memiliki beberapa kelebihan antara lain: kesuburan atau angka konsepsi
tinggi, tahan caplak, tingkat adaptasi yang baik, dan tahan terhadap cuaca panas. Sapi bali
memiliki tingkat berkembang biak yang cepat dengan angka kelahiran 40% - 85% (Martojo,
1988). Namun ada juga beberapa kekurangannya yaitu pertumbuhannya lambat, peka
terhadap penyakit Jembrana, penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte
(Darmadja, 1980; Hardjosubroto, 1994).
Ciri khas sapi bali adalah postur tubuh kecil, memiliki garis hitam pada punggung,
rambut berwarna merah bata, pada jantan dewasa bulu akan berubah menjadi coklat
kehitaman, berwarna putih pada bagian tepi daun telinga bagian dalam, kaki bagian bawah,
bagian belakang pelvis dan bibir bawah. Sapi bali juga memiliki cermin hidung, kuku, dan
bulu pada ujung ekor berwarna hitam (Guntoro, 2002).
Pakan untuk sapi bali dapat dibedakan ke dalam jenis hijauan dan konsentrat. Hijauan
ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak pada bahan keringnya (rumput,
leguminosa, jerami padi), sedangkan pakan penguat atau konsentrat yaitu pakan yang berasal
dari biji-bijian yang mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung
karbohidrat, protein dan lemak yang relatif banyak tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah
air yang relatif sedikit (Williamson & Payne, 1993). Bahan- bahan konsentrat memiliki
kecernaan yang relatif tinggi atau bahan tak tercerna relatif rendah. Contoh dari jenis
2
3
konsentrat antara lain dedak padi, bukil kelapa, bungkil kedelai, dan ampas tahu (Oka et al.,
2012).
Pemberian konsentrat pada sapi bali berpengaruh terhadap respon kekebalan seluler.
Semakin lama diberikan pakan campuran konsentrat, mengakibatkan terjadi peningkatan
respon kekebalan seluler. Selain itu konsentrat berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot
badan sapi (Berata et al., 2012).
2.2 Mineral
Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain dari karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% dari berat badan. Jumlah
seluruh mineral dalam tubuh hanya sebesar 4% (Piliang, 2002). Pembagian mineral ke dalam
kelompok mineral makro dan mikro tergantung kepada jumlah mineral tersebut di dalam
tubuh hewan, kandungan mineral yang diperlukan lebih dari 50 mg/kg termasuk kedalam
mineral makro, sedangkan di bawah jumlah tersebut termasuk mineral mikro (Darmono,
1995).
Mineral memiliki peran penting dalam fisiologis tubuh sapi bali, baik untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan. Bagi ternak ruminansia, mineral selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga digunakan untuk mendukung dan memasok
kebutuhan mikroba rumen. Beberapa unsur dari mineral memiliki peran yang penting dalam
penyusunan struktur tubuh seperti tulang, gigi, dan organ dalam lainnya. Unsur mineral
makro seperti Ca, P, Mg, Na, dan K memiliki peran penting dalam aktifitas fisiologis tubuh
hewan dan dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar, sedangkan unsur mikro hanya
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan Co diperlukan untuk
sistem enzim dan hormon dalam tubuh (McDowell, 1992)
Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam jumlah
besar dapat bersifat racun (Widodo, 2002). Mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan mineral
non esensial seperti Hg, Pb, dan As dapat menyebabkan keracunan jika dikonsumsi dalam
jumlah yang berlebihan (Darmono 1995). Beberapa mineral berperan penting dalam
meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen, sehingga defisiensi mineral dapat juga
mempengaruhi hasil dan proses fermentasi pakan dalam rumen. Jenis-jenis mineral seperti S,
Zn, Se, Co dan Na sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan vitamin B dan
protein (Arora, 1989).
2.3 Histologi Darah
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang
disebut Plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam
arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang
berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh
sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut
zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Darah merupakan elemen paling penting bagi makhluk hidup tingkat tinggi. Darah
terdiri atas cairan dan padatan dengan perbandingan 55% cairan dan 45% padatan. Bentuk
cairan disebut plasma yang terdiri atas air, protein, elektrolit, gas terlarut, zat makanan
(nutrien), hormon, dan produk sisa (waste product). Bentuk padatan terdiri atas sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit (platelet). Bentuk cairan dan
padatan ini dapat dipisahkan melalui sentrifugasi. Bentuk cairan lebih ringan dibandingkan
dengan bentuk padatan, oleh karena itu pada tabung sentrifugasi (centrifuge tube) plasma
terletak dibagian atas dari bentuk padatan (Cunningham & Klein 2007).
Sebagian besar sel-sel darah beredar di pembuluh darah. Eritrosit dan trombosit tidak
dapat menembus pembuluh darah, sedangkan leukosit dapat bermigrasi ke jaringan dengan
cara menembus pembuluh darah untuk melakukan pertahanan terhadap infeksi. Leukosit
merupakan sel darah yang istimewa karena merupakan satu-satunya sel darah mamalia yang
bernukleus dan memiliki organel. Leukosit tidak mengandung hemoglobin (Hb). Meskipun
jumlahnya hanya 1% dari volume darah, namun leukosit adalah komponen yang sangat
penting dalam sistem imun (Akers & Denbow 2008).
Eritrocyt
Eritrosit (sel darah merah) merupakan sel darah yang berfungsi untuk
mentransportasikan berbagai macam zat yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti oksigen, nutrisi,
karbondioksida, hormon, dan hasil metabolisme (Soepraptini et al., 2011). Eritrosit pada
mamalia berbentuk bikonkaf dan tidak memiliki inti sel. Ukuran eritrosit mamalia berbeda-
beda tergantung pada jenis hewan, pada sapi ukuran dari sel eritrosit adalah 6.0 µm (Gregory
2000). Eritrosit merupakan produk erythropoiesis yang prosesnya terjadi dalam sumsum
tulang merah (medulla asseum rubrum) yang antara lain terdapat dalam berbagai tulang
panjang. Erythropoiesis membutuhkan bahan dasar berupa protein, glukosa dan bebagai
4
5
aktivator. Beberapa aktivator erythropoiesis adalah mikromineral berupa Cu, Fe dan Zn.
Pemberian mineral Cu dan Fe dengan rasio tertentu mampu meningkatkan status hematologis
dan pertumbuhan hewan (Praseno, 2005). Mineral Cu, Fe dan Zn berperan dalam
metabolisme protein, khususnya Cu akan berperan dalam pembentukan protein kollagen, Fe
berperan dalam pembentukan senyawa heme dan Zn berperan dalam pembentukan protein
pada umumnya. Selain itu, dalam pembentukannya eritrosit juga dipengaruhi oleh konsentrasi
hemoglobin dan hematokrit. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi erythrophoeiesis
yaitu umur, jenis kelamin, aktivitas, nutrisi, bangsa, suhu lingkungan dan faktor iklim
(Swenson, 1984).
Ukuran eritrosit dapat berubah-ubah dikarenakan berbagai faktor. Faktor yang dapat
menyebabkan perubahan ukuran dari eritrosit antara lain faktor genetik, lingkungan (stres
osmotik, toksin, dan radioaktif), infeksi mikroorganisme, dan iatrogenik. Faktor genetik dapat
menyebabkan kelainan pada eritrosit, seperti thalassemia major dan sickle cell anemia.
Faktor lingkungan, infeksi mikroorganisme, dan iatrogenik pada umumnya menyebabkan
hemolisis dan hemoragi sehingga terjadi kelainan, seperti anemia makrositik, anemia
mikrositik, dan anemia normositik (Ford 2013).
Leukocyt
Leukosit adalah sel darah yang bergerak aktif dan berfungsi sebagai pertahanan tubuh
suatu organisme dari benda asing atau bahan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. .Sel
leukosit memiliki diameter 7-20 µm dan berjumlah 1% dari volume total darah. Leukosit
dibagi menjadi kelompok granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil sedangkan
kelompok agranulosit yaitu monosit dan limfosit. Leukosit sebagian dibentuk di dalam
sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfa (Guyton & Hall 2006). Granulosit adalah
sel yang memiliki segmen atau lobus pada inti sel dan granul pada sitoplasma, terdiri atas
neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit adalah sel yang tidak memiliki segmen atau
Gambar Eritrosit (Handayani 2008)
6
lobus pada inti dan tidak ada granul pada sitoplasma, terdiri atas monosit dan limfosit
(Samuelson 2007). Jumlah dari sel leukosit dalam tubuh makhluk hidup berbeda-beda sesuai
dengan kebutuhan masing-masing individu. Perbedaan jumlah leukosit pada suatu individu
cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya : stress, aktivitas fisiologis, status gizi, umur dan
lain-lain (Dellmann & Brown, 1992).
Histomorfometri
Histomorfometri adalah suatu metode untuk mengetahui ukuran sel yang dilihat di
bawah mikroskop dengan lensa okuler dilengkapi skala. Ukuran tersebut dapat meliputi
ukuran panjang, lebar maupun diameter sel. Pengukuran dapat juga untuk mengetahui
pengukuran volume, ketebalan, panjang, dan lebar suatu sel atau jaringan (Eriksen et al.,
1994). Histomorfometri untuk pemeriksaan sel darah akan mempelajari tentang ukuran sel,
sitoplasma, dan ukuran nukleus dari sel darah. Tujuan dari pemeriksaan histomorfometri
dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan adanya kelainan pada sel
darah atau sebagai perbandingan sel darah satu spesies dengan spesies lain dengan cara
membandingkan ukuran-ukuran yang diperoleh.
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi bali jantan dengan berat
antara 250-325 kg yang digunakan sebanyak 24 ekor. Semua sapi bali ini dibeli dari pasar
hewan bringkit-badung dan dipastikan semua dalam keadaan sehat. Penelitian ini dilakukan
di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Sapi bali dipelihara
dengan cara yang sangat sederhana yaitu dengan perawatan diladang dengan kandang yang
seadanya. sumber pakan untuk sapi-sapi ini berasal dari lingkungan sekitar tempat
pemeliharaan sapi.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan untuk pemberian ransum untuk sapi ini terdiri dari 3 jenis yaitu : formulasi
ransum I (kontrol) terdiri dari rumput 70% dan leguminosa 30%. Formulasi ransum II yaitu
formulasi ransum I ditambah dengan konsentrat mix yang terdiri dari 0,5 kg dedak padi, 0,5
kg jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix. Formulasi ransum III diberikan formulasi
ransum I ditambah dengan konsentrat cetak dengan komposisi seperti formulasi ransum II.
Bahan yang digunakan pada pembuatan apusan darah adalah methyl alkohol absolut (metanol
absolut), pewarna Giemsa, alkohol, aquadest, minyak Emersi dan mineral premix (produk
7
Ultra-Mineral® produksi PT. Eka Farma Semarang) dengan komposisi kalsium karbonat
(50%), fosfor (25%), mangan (0,35%), iodium (0,2%), kalium (0,1%), tembaga (0,15%),
sodium klorin (23,05%), besi (0,8%), seng (0,2%) dan magnesium (0,15%).
3.3 Alat Penelitian
Alat untuk pembuatan pakan mix dan cetak adalah sebagai berikut: timbangan, alat
cetakan, mortir, kompor, panci pemanas, oven, dan plastik. Alat alat yang digunakan untuk
pembuatan apusan darah berupa : Spuit 3 ml, obyek gelas, gelas fiksasi (coplin jar), beaker
gelas, rak pewarna dan mikroskop
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 jenis formulasi ransum yaitu : formulasi ransum I (kontrol), formulasi
ransum II (konsentrat mix) dan formulasi ransum III (konsentrat cetak). Setiap perlakuan
digunakan 8 ekor sapi, sehingga untuk 3 perlakuan digunakan 24 ekor sapi.
3.5 Prosedur Penelitian
Perlakuan sampel
Perlakuan sampel dilakukan dengan pemberian ransum dengan formulasi I, II, dan III.
Pembuatan ransum dilakukan dengan cara :
a. Pembuatan konsentrat mix
Ditimbang 0,5 kg dedak padi dan 0,5 kg jagung kuning, kemudian ditambah dengan
mineral premix sebanyak 7,5 gram lalu diaduk sampai rata dan dikemas di dalam
plastik.
b. Pembuatan konsentrat cetak
Dipanaskan oven terlebih dahulu, kemudian dipanaskan 600ml air yang dicampur
dengan 30 gram tepung tapioka lalu di tambahkan dalam formulasi dari konsentrat
mix yang terdiri dari 0,5 kg dedak padi, 0,5 kg jagung kuning, dan 7,5 mineral
premix. Diaduk samapai rata. Kemuadian dicetak dan di oven selama 24 jam dengan
suhu 700C. pakan yang sudah kering akan dimasukkan kedalam kemasan plastik.
Uji palatabilitas
Uji palatabilitas dilakukan sebelum perlakuan yang sesungguhnya diberikan. Uji ini
dilaksanakan selama 1 minggu dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan sapi
terhadap formula konsentrat yang diberikan. Tujuan yang lainnya adalah secara tidak
langsung melakukan adaptasi pada sapi dan mencari metode yang baik untuk memberikan
konsentratnya.
7
Pengambilan darah
Setelah tiga bulan pemberian mineral premix, sampel darah diambil melalui vena
jugularis dengan menggunakan spuit 10 ml aseptik, lalu dibuat apusan darah sebanyak 24
buah sesuai jumlah sampel sapi. Pembuatan dan fiksasi apusan darah langsung dibuat di
lahan tempat pemeliharaan sapi.
Pembuatan apusan darah
Metode yang digunakan dalam pembuatan apusan darah dengan menggunakan
metode slide. Obyek gelas dibersihkan dengan alkohol 95% dan dikeringkan. Darah
diteteskan ke salah satu ujung obyek gelas. Obyek gelas kedua untuk penghapus diletakkan
dekat tetesan darah membentuk sudut 30o – 45o dengan obyek gelas yang tertetesi darah
(Dharmawan, 2002).
Gelas penghapus digeser ke arah tetesan darah sehingga darah tersebar ke seluruh
permukaan gelas penghapus. Gelas penghapus dengan cepat digeser berlawanan dengan arah
geseran sebelumnya, akan didapatkan apusan darah yang tipis dan merata. Hapusan darah
dikeringkan dengan cara digoyang – goyangkan. Setelah kering apusan dimasukkan ke coplin
jar yang telah diisi dengan methyl alkohol selama 3 menit yang berguna untuk fiksasi
(Dharmawan, 2002).
Pewarnaan giemza
Pembuatan larutan pewarna Giemsa dilakukan dengan mencampurkan 2 ml Giemsa
stock dan 8 ml aquadest atau larutan buffer (pH 6,8) ke dalam beaker gelas. Sampel apusan
darah diletakkan pada rak pewarna kemudian diteteskan larutan pewarna hingga merata.
Sampel dibiarkan selama 25 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir. Sampel
dikeringkan dengan cara diangin – anginkan (Dharmawan, 2002).
Pewarnaan HE
Pembuatan larutan pewarna Hematoxilin eosin dilakukan dengan mencampurkan 2 ml
Giemsa stock dan 8 ml aquadest atau larutan buffer (pH 6,8) ke dalam beaker gelas. Sampel
hapusan darah diletakan pada rak pewarna kemudian diteteskan larutan pewarna hingga
merata. Diamkan sampel selama 25 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir. Keringkan
sampel dengan cara diangin-anginkan (Dharmawan, 2002).
Pengukuran sel eritrosit, monosit, dan limfosit
Pengamatan struktur histologi darah dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran
lensa objektif 100x yang dibantu dengan meneteskan minyak Emersi untuk mengurangi
terjadinya bias. Pengamatan sel eritrosit, monosit, dan leukosit dimulai dari ujung preparat
9
8
dan bergerak kesisi selanjutnya, lalu berpindah sejauh 2-3 lapang pandang dengan
menggunakan battlement metode. Untuk pengukuran sel eritrosit, monosit, dan limfosit
menggunakan metode yang sama dengan pengamatan, namun pada mikroskop digunakan
lensa ukur khusus yaitu lensa mikrometer. Langkah pertama sebelum pengukuran diameter
yaitu melakukan kalibrasi. Mikrometer okuler diletakkan pada lensa okuler dengan cara
membuka tabung lensa okuler. Kemudian mencari bayangan mikrometer okuler hingga
skalanya dapat terlihat jelas. Selanjutnya meletakkan mikrometer objektif yang berbentuk
slide, ditempatkan pada meja preparat mikroskop di bawah lensa objektif dan seperti yang
dilakukan pada mikrometer okuler, bayangan skala pada mikrometer juga dicari hingga
terlihat jelas. Kalibrasi dimulai dengan mensejajarkan kedua bayangan skala dan
menghimpitkan kedua angka 0 pada masing-masing skala mikrometer. Lalu mencari
bayangan garis skala kedua mikrometer yang berhimpit serta menghitung jumlah bagian
skala pada masing-masing mikrometer dari titik 0 sampai garis skala yang berhimpit. Dengan
cara ini nilai skala mikrometer okuler dapat diketahui. Pengukuran dilakukan pada sel
eritrosit, limfosit, dan monosit sebanyak 5 sel pada setiap preparat (Saktiyono, 2006).
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil Pengamatan Sel Eritrocyt
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian mineral dalam bentuk
mix dan cetak terhadap struktur histologi dan histomorfometri eritrosit, limfosit, dan monosit
sapi bali. Hasil pengamatan struktur histologi eritrosit, limfosit, dan monosit setelah diberikan
perlakuan kontrol (tanpa tambahan mineral), dengan penambahan mineral mix, dan cetak
disajikan pada Gambar di bawah ini.
(a) (c)(b)
Gambar variasi struktur eritrosit sapi bali antara (a) kontrol, (b) mineral mix, dan (c) cetak
Pengamatan terhadap struktur histologi eritrosit dari gambar di atas dapat dilihat bahwa
terdapat berbagai variasi struktur histologi. Gambar (a) terlihat struktur histologi dari eritrosit
pada kelompok kontrol memiliki bentuk yang bulat bikonkaf dan hampir seragam.
Pengamatan selanjutnya dapat dilihat bentuk eritrosit ada yang oval dan bertumpuk.
Pengamatan struktur histologi pada Gambar (b) yaitu eritrosit pada kelompok sapi bali
dengan tambahan mineral mix, dapat dilihat eritrosit tersebut memiliki bentuk bulat dan
bikonkaf. Pada gambar dapat dilihat adanya bentuk eritrosit yang oval dan lonjong. Selain itu
sama halnya dengan eritrosit pada kelompok kontrol, pada gambar juga ditemukan eritrosit
yang bertumpuk. Gambar (c) eritrosit memiliki bentuk yang seragam yakni bulat dan
bikonkaf. Pada gambar terlihat cekungan dengan jelas, namun pada Gambar (c) juga
ditemukan bentuk eritrosit yang oval dan bertumpuk.
Variasi struktur histologi eritrosit dapat ditandai dengan perbedaan/perubahan warna,
bentuk dan adanya badan inklusi pada eritrosit (Colville dan Bassert, 2008). Pada hasil
pengamatan sel eritrosit, didapatkan hasil perbandingan antara eritrosit pada sampel kontrol
dengan sampel yang diberi tambahan mineral ditemukan berbagai variasi bentuk. Bentuk
eritrosit bulat dan bikonkaf, dengan warna eritrosit biru pucat dikarenakan pewarnaan
Giemza yang digunakan. Pewarnaan Giemza menyebabkan warna dari eritrosit menjadi biru
pucat bukan merah pada umumnya dikarenakan kandungan hemoglobinnya. Bentuk eritrosit
pada sapi biasanya seragam kecuali jika ada anemia berat. Bentukan eritrosit rata-rata
seragam yaitu bulat selain itu ditemukan posisi eritrosit yang berkumpul dan saling tumpang
tinding dengan yang lain, selain itu terlihat juga beberapa eritrosit tidak berbentuk bulat
penuh namun ada yang bentuknya sedikit pipih dan ada yang berbentuk oval.
Hasil Pengamatan Sel Aganulocyt
Gambar variasi struktur limfosit sapi bali antara (a) kontrol, (b) mineral mix, dan (c) cetak
(b) (c)(a)
10
Hasil pengamatan struktur histologi limfosit pada kelompok kontrol terlihat pada
Gambar (a), limfosit memiliki nukleus yang bulat dan besar. Terlihat pada gambar nukleus
dari limfosit kontrol memiliki bentuk yang padat dan hampir memenuhi seluruh selnya
sedangkan sitoplasmanya terlihat tipis. Pada Gambar (b) limfosit dari sapi bali yang diberikan
mineral mix terlihat memiliki nukleus yang besar. Nukleus pada Gambar (b) jika diperhatikan
lebih teliti tidak padat seperti pada Gambar (a), pada kelompok ini nukleusnya terlihat seperti
memiliki rongga atau cairan di dalamnya. Selain itu limfosit ini juga memiliki sitoplasma
yang tebal dengan bentuk sel yang tidak bulat penuh. Berbeda dengan Gambar (a) dan (b),
pada Gambar (c) limfosit tidak terlihat adanya sitoplasma. Limfosit pada Gambar (c) yaitu
kelompok sapi bali yang diberikan tambahan mineral cetak memiliki nukleus yang besar dan
menutupi seluruh selnya. Pada limfosit ini juga ditemukan adanya rongga pada nukleusnya,
selain itu bentuk dari limfosit dari gambar ini terlihat tidak memiliki bentuk yang bulat hal ini
terlihat dari bentuk nukleus yang tidak rata.
Gambar variasi struktur histologi monosit sapi bali antara (a) kontrol, (b) mineral mix, dan (c)
cetak.
Gambar di atas menunjukkan berbagai variasi struktur histologi dari monosit. Gambar (a)
menunjukkan monosit pada kelompok kontrol yang terlihat memiliki bnetuk nukleus yang
seperti ginjal dan berwarna pucat. Nukleus terlihat memiliki lekukan yang berada pas di
tengahnya, selain itu limfosit ini memilki sitoplasma yang terlihat jelas dengan bentuk sel
yang bulat. Berbeda dengan Gambar (b) monosit memiliki nukleus yang tidak berbentuk
seperti ginjal melainkan terlihat berbentuk seperti angka “8”. Bentuk nukleus ini terlihat
dengan adanya dua lekukan pada kedua sisi nukleus monosit tersebut. Sitoplasma pada
monosit ini juga terlihat jelas dengan bentuk selnya yang bulat. Gambar (c) yaitu monosit
pada kelompok sapi bali yang diberi mineral mix terlihat memilki nukleus yang tidak
simetris. Nukelus pada monosit ini terlihat memiliki lekukan yang tidak simetris dimana
(c)(a) (b)
11
12
terlihat segmen nukleus bagian bawah terlihat lebih besar dibandingakan bagian lainnya.
Selain itu bentuk selnya juga terlihat bulat dan memiliki sitoplasma yang jelas sama seperti
pada monosit sapi bali kelompok yang lainnya.
Ukuran histomorfometri Eritrocyt
No sampel Data kalibrasi RERATAKontrol 1 3,5 3,5 2,1 1,4 2,8 13,3 2,66
2 2,8 3,5 2,8 2,8 3,5 15,4 3,083 2,8 2,1 3,5 2,8 3,5 14,7 2,944 2,8 3,5 3,5 3,5 3,5 16,8 3,365 2,8 3,5 2,8 3,5 4,2 16,8 3,366 3,5 2,8 3,5 2,8 3,5 16,1 3,227 2,8 3,5 2,1 2,8 4,2 15,4 3,088 2,8 3,5 2,8 2,1 3,5 14,7 2,94
Mineral 1 4,2 2,8 2,1 3,5 3,5 16,1 3,22Mix 2 3,5 2,8 3,5 2,8 3,5 16,1 3,22
3 2,8 3,5 2,1 2,8 4,2 15,4 3,084 2,8 3,5 2,8 2,1 3,5 14,7 2,945 2,8 3,5 2,1 3,5 2,8 14,7 2,946 3,5 3,5 2,1 3,5 3,5 16,1 3,227 3,5 4,2 2,8 2,8 2,1 15,4 3,088 2,1 2,8 3,5 2,8 3,5 14,7 2,94
Mineral 1 2,1 2,8 3,5 3,5 3,5 15,4 3,08cetak 2 3,5 4,2 2,1 2,1 2,8 14,7 2,94
3 2,1 3,5 2,8 2,8 3,5 14,7 2,944 2,8 2,1 3,5 2,8 3,5 14,7 2,945 2,8 3,5 2,1 3,5 3,5 15,4 3,086 2,8 3,5 2,8 3,5 4,2 16,8 3,367 2,8 3,5 2,1 2,8 3,5 14,7 2,948 2,8 2,1 3,5 2,8 3,5 14,7 2,94
Ukuran histomorfometri limfosit
No sampel Data kalibrasi Jumlah Rata-rata
Kontrol 1 0,7 5,6 5,6 4,2 4,2 4,9 24,5 4,92 0,7 5,6 4,9 4,9 4,9 4,9 25,2 5,043 0,7 3,5 5,6 5,6 4,9 4,9 24,5 4,94 0,7 4,2 5,6 4,2 6,3 4,9 25,2 5,045 0,7 4,9 4,2 3,5 5,6 4,9 23,1 4,626 0,9 4,2 3,5 4,9 5,6 6,3 24,5 4,97 0,8 4,2 4,2 4,2 5,6 5,6 23,8 4,768 0,8 3,5 4,9 4,9 5,6 5,6 24,5 4,9
Mineral 1 0,8 4,2 3,5 5,6 4,9 5,6 23,8 4,76Mix 2 0,6 4,2 5,6 4,9 4,2 4,2 23,1 4,62
3 0,6 4,9 4,2 3,5 4,9 4,2 21,7 4,34
4 0,5 4,2 5,6 4,2 2,8 3,5 20,3 4,06
5 0,5 4,2 2,8 4,9 4,2 3,5 19,6 3,926 0,9 4,2 4,9 5,6 4,9 6,3 25,9 5,187 0,9 4,9 4,2 4,2 6,3 6,3 25,9 5,188 0,8 4,2 3,5 3,5 5,6 5,6 22,4 4,48
Mineral 1 0,6 4,2 5,6 3,5 5,6 4,2 23,1 4,62cetak 2 0,7 3,5 4,9 4,9 4,2 4,9 22,4 4,48
3 0,8 2,8 3,5 4,9 3,5 5,6 20,3 4,064 0,9 4,2 3,5 5,6 3,5 6,3 23,1 4,625 0,8 4,2 4,2 4,9 5,6 5,6 24,5 4,96 0,6 5,6 4,9 3,5 4,9 4,2 23,1 4,627 0,7 3,5 5,6 5,6 4,9 4,9 24,5 4,98 0,8 2,8 3,5 5,6 4,9 5,6 22,4 4,48
Ukuran histomorfometri monosit
No sampel Data setelah kalibrasi Jumlah Rata-rata
Kontrol 1 4,2 5,6 4,2 4,9 4,9 23,8 4,762 3,5 7 7,7 5,6 6,3 30,1 6,023 6,3 4,9 5,6 4,9 6,3 28 5,64 6,3 5,6 7 4,9 6,3 30,1 6,025 3,5 4,9 4,2 5,6 4,2 22,4 4,486 4,2 4,9 6,3 7 6,3 28,7 5,747 6,3 4,9 5,6 4,9 6,3 28 5,68 4,2 5,6 5,6 5,6 4,9 25,9 5,18
Mineral 1 4,2 5,6 4,9 5,6 4,9 25,2 5,04Mix 2 4,2 7 7,7 5,6 6,3 30,8 6,16
3 5,6 3,5 4,9 5,6 3,5 23,1 4,624 4,9 4,2 5,6 3,5 4,2 22,4 4,485 3,5 5,6 4,9 4,2 4,9 23,1 4,626 5,6 4,9 7 5,6 4,2 27,3 5,467 3,5 4,9 4,9 5,6 6,3 25,2 5,048 4,9 5,6 4,9 6,3 6,3 28 5,6
Mineral 1 4,9 6,3 4,9 4,2 3,5 23,8 4,76cetak 2 4,2 5,6 5,6 6,3 4,9 26,6 5,32
3 4,9 3,5 4,2 4,9 5,6 23,1 4,624 5,6 4,9 3,5 6,3 4,2 24,5 4,95 4,2 4,2 4,2 5,6 5,6 23,8 4,766 4,2 5,6 4,9 3,5 4,2 22,4 4,487 4,2 4,9 4,9 5,6 3,5 23,1 4,628 4,9 4,2 4,2 3,5 6,3 23,1 4,62
Hasil Pengamatan Sel Granulocyt
13
Hasil pengamatan struktur histologi sel granulosit sapi bali kontrol, bentuk mix, dan
cetak disajikan dalam bentuk gambar .
Kontrol Bentuk Mix Bentuk Cetak
Gambar Variasi struktur histologi sel neutrofil sapi
Hasil pengamatan struktur histologi sel granulosit sapi bali pasca pemberian mineral
dalam bentuk mix dan cetak terhadap struktur histologi pada 24 sampel menunjukkan
berbagai variasi. Pada perbandingan struktur histologi ditemukan bentukan sel neutrofil pada
sapi kontrol dengan sapi yang diberi tambahan mineral dalam bentuk mix dan cetak tidak
berbeda. Terlihat dari bentuk sel yang yang sama yaitu bulat dengan sitoplasma yang jelas
dan agak pucat, serta memiliki jumlah lobus yang sama yaitu 3 lobus.
14
Kontrol Bentuk Mix Bentuk Cetak
Gambar Variasi struktur histologi sel eosinofil sapi baliHasil pengamatan struktur histologi sel granulosit sapi bali pasca pemberian mineral
dalam bentuk mix dan cetak terhadap struktur histologi pada 24 sampel menunjukkan
berbagai variasi. Pada perbandingan struktur histologi ditemukan bentukan sel eosinofil pada
sapi kontrol dengan sapi yang diberi tambahan mineral dalam bentuk mix dan cetak tidak
15
15
berbeda. Terlihat dari bentuk sel yang yang sama yaitu bulat hanya saja ukurannya relatif
berbeda yaitu ada yang lebih kecil dan ada yang lebih besar, dengan sitoplasma yang jelas
dan berwarna merah, serta memiliki jumlah lobus yang sama yaitu 2 lobus.
Kontrol Bentuk Mix Bentuk Cetak
Gambar Variasi struktur histologi sel basofil sapi bali
Hasil pengamatan struktur histologi sel granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil) sapi
bali pasca pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak terhadap struktur histologi pada 24
sampel menunjukkan berbagai variasi. Pada perbandingan struktur histologi ditemukan
bentukan sel basofil pada sapi kontrol dengan sapi yang diberi tambahan mineral dalam
bentuk mix dan cetak tidak berbeda. Terlihat dari bentuk sel yang yang sama yaitu bulat
16
hanya saja ukurannya relatif berbeda yaitu ada yang lebih kecil dan ada yang lebih besar,
dengan sitoplasma yang jelas dan berwarna biru, serta memiliki 2 lobus dengan bentuk tidak
beraturan.
Ukuran histomorfometri GranulocytKONTROL
Neutrofil
No Ukuran (µm) Rata-rata (µm)
1 4.9, 4.9, 3.5, 3.5, 4.9 4.3
2 4.9, 4.9, 4.2, 4.2, 4.2 4.4
3 4.2, 4.2, 4.9, 4.2, 3.5 4.2
4 3.5, 4.9, 4.9, 5.6, 5.6 4.9
5 4.2, 3.5, 4.9, 4.2, 4.9 4.3
6 4.2, 4.2, 4.2, 3.5, 3.5 3.9
7 3.5, 4.2, 4.9, 4.9, 3.5 4.2
8 4.2, 4.9, 4.9, 4.2, 3.5 4.3
Eosinofil
1 4.2, 3.5, 4.9, 4.9, 4.9 4.4
2 4.2, 3.5, 4.2, 4.2, 4.9 4.2
3 4.2, 3.5, 4.2, 3.5, 4.2 3.9
4 4.2, 4.2, 4.9, 4.9, 5.6 4.7
5 3.5, 4.2, 3.5, 4.2, 4.9 4.0
6 3.5, 3.5, 3.5, 4.9, 4.2 3.9
7 3.5, 4.2, 3.5, 4.9, 4.2 4.0
8 3.5, 4.9, 4.2, 4.9, 4.9 4.4
Basofil
1 4.2, 4.9, 4.9, 4.2, 4.2 4.4
2 4.2, 4.9, 4.9, 4.9, 4.2 4.6
3 5.6, 4.9, 4.9, 4.9, 4.2 4.9
4 3.5, 3.5, 3.5, 3.5, 3.5 3.5
5 3.5, 4.2, 4.9, 3.5, 4.2 4.0
6 3.5, 4.2, 4.2, 4.2, 3.5 3.9
7 4.9, 4.9, 4.2, 4.2, 4.9 4.6
8 4.2, 4.9, 4.9, 4.2, 4.9 4.6
BENTUK MIX
Neutrofil
No Ukuran (µm) Rata-rata (µm)
1 3.5, 4.9, 4.2, 4.9, 3.5 4.2
2 4.2, 4.9, 4.2, 4.9, 3.5 4.3
3 4.2, 4.9, 3.5, 3.5, 4.9 4.2
4 4.9, 4.9, 4.2, 5.6, 4.9 4.9
5 4.2, 3.5, 4.9, 4.9, 3.5 4.2
6 4.9, 4.2, 4.2, 3.5, 4.9 4.3
7 5.6, 4.2, 4.2, 4.2, 3.5 4.3
8 4.9, 3.5, 3.5, 3.5, 4.2 3.9
Eosinofil
1 4.9, 4.2, 4.2, 5.6, 4.9 4.7
2 4.9, 3.5, 4.2, 4.2, 4.2 4.2
3 4.2, 3.5, 4.2, 2.8, 3.5 3.6
4 4.9, 4.2, 4.2, 4.9, 3.5 4.3
5 4.2, 4.2, 4.2, 3.5, 4.2 4.0
6 4.9, 4.2, 4.9, 3.5, 4.2 4.3
7 5.6, 4.2, 4.9, 4.2, 3.5 4.4
8 4.2, 4.2, 3.5, 3.5, 4.2 3.9
Basofil
1 4.2, 4.2, 5.6, 4.9, 4.9 4.7
2 5.6, 4.9, 5.6, 4.2, 4.9 5.0
3 3.5, 3.5, 3.5, 4.2, 2.8 3.5
4 3.5, 4.2, 5.6, 4.2, 4.9 4.4
5 3.5, 4.9, 4.2, 4.9, 4.2 4.3
6 4.9, 5.6, 4.9, 4.2, 4.9 4.9
7 4.9, 4.9, 4.2, 3.5, 3.5 4.2
8 4.2, 4.9, 4.2, 3.5, 4.2 4.2
BENTUK CETAK
Neutrofil
No Ukuran (µm) Rata-rata (µm)
1 4.9, 4.2, 4.9, 4.9, 3.5 4.4
2 4.2, 2.8, 3.5, 3.5, 3.5 3.5
3 4.2, 3.5, 3.5, 4.2, 3.5 3.7
4 4.2, 4.9, 4.2, 4.9, 4.9 4.6
5 5.6, 3.5, 4.2, 4.2, 4.2 4.3
6 3.5, 4.2, 3.5, 4.9, 4.2 4.0
7 4.2, 4.2, 3.5, 4.9, 4.9 4.3
8 4.2, 4.9, 3.5, 4.9, 4.2 4.3
Eosinofil
1 4.2, 3.5, 4.9, 4.2, 4.2 4.2
2 3.5, 4.2, 4.9, 4.2, 4.2 4.2
3 4.2, 3.5, 4.2, 4.2, 3.5 3.9
4 5.6, 4.9, 3.5, 5.6, 4.2 4.7
5 4.2, 3.5, 4.2, 4.2, 3.5 3.9
6 4.2, 4.2, 3.5, 3.5, 4.2 3.9
7 3.5, 3.5, 4.9, 4.2, 4.9 4.2
17
8 3.5, 4.2, 4.9, 2.8, 3.5 3.7
Basofil
1 4.2, 4.9, 3.5, 4.2, 4.9 4.3
2 4.2, 4.2, 4.9, 4.2, 4.2 4.3
3 3.5, 4.2, 4.2, 4.9, 4.2 4.2
4 4.2, 4.9, 3.5, 4.9, 4.2 4.3
5 4.9, 4.2, 4.2, 5.6, 4.9 4.7
6 3.5, 5.6, 4.9, 4.2, 3.5 4.3
7 4.9, 3.5, 4.2, 5.6, 4.9 4.6
8 4.9, 4.2, 3.5, 2.8, 4.9 4.0
4.2 Analisis Data
Analisis data histomorfometri eritrosit sapi bali.
Kelompok Mean F HitungSignifikansi
(P)Kontrol 3.0800 ± 0.23664
0.232 0.795Mix 3.0800 ± 0.12961Cetak 3.0275 ± 0.14849
*Analisis ANOVA
pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak terhadap histomorfometri eritrosit sapi bali
tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
Analisis data histomorfometri limfosit sapi bali
Kelompok Mean F HitungSignifikansi
(P)Kontrol 4.8825 ± 0.13874
2.437 0.112Mix 4.5675 ± 0.46696Cetak 4.5850 ± 0.26721
*Analisis ANOVA
pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak terhadap histomorfometri limfosit sapi bali
tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
Analisis data histomorfometri monosit sapi bali
Kelompok Mean F HitungSignifikansi
(P)Kontrol 5.4425 ± 0.53670
3.146 0.064Mix 5.1625 ± 0.23367Cetak 4.8650 ± 0.50167
*Analisis ANOVA
pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak terhadap histomorfometri monosit sapi bali
tidak berbeda (P>0,05).
18
Analisis data histomorfometri neutrofil sapi bali
Kelompok Rata-rata + SD (µm) F P
Kontrol
Mix
Cetak
4,31 + 0,28
4,28 + 0,28
4,13 + 0,37
0,752 0,484
*Analisis ANOVA
pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap ukuran
sel neutrofil sapi bali.
Analisis data histomorfometri eosinofil sapi bali
Kelompok Rata-rata + SD (µm) F P
Kontrol
Mix
Cetak
4,19 + 0,28
4,17 + 0,33
4,08 + 0,30
0,252 0,779
*Analisis ANOVA
pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap ukuran
sel eosinofil sapi bali.
Analisis data histomorfometri basofil sapi bali
Kelompok Rata-rata + SD (µm) F P
Kontrol
Mix
Cetak
4,31 + 0,46
4,40 + 0,47
4,33 + 0,22
0,098 0,907
*Analisis ANOVA
pemberian mineral dalam bentuk mix dan cetak tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap ukuran
sel basofil sapi bali.
4.3 Pembahasan
19
DAFTAR PUSTAKA
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals. USA:Blackwell Publishing.
Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Cetakan Kedua. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
Arthington, J.D. 2006. Trace Mineral Nutrition and Immune Competence in Cattle. FloridaRuminant Nutrition Symposium, Best Western Gateway Grand, Gainesville FL.February 1-2, 2006.
Aspinall V, O’Reilly. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology. China:Butterworth Heinemann an Imprint of Elsevier.
Berata, I.K., Winaya, I.B.O., Kardena, I.M. 2012. Perubahan Histologis dan Respon ImunSapi Bali yang Diberikan Pakan Campuran Konsentrat. Jurnal Kedokteran Hewan6 (2) : 84-86.
Cunningham, J.G., Klein, B.G. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. China: Saunders anImprint of Elsevier Inc.
Darmadja, S.D.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam EkosistemPertanian di Bali. Bandung. Disertasi Universitas Padjajaran.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: Penerbit UI- Press.
Darmono. 2007.Penyakit Defisiensi Mineral Pada Ternak Ruminansia dan UpayaPencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian 26(3) : 104-108.
Dellmann, H.D., Brown E.M. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner I. Jakarta: UI Press.
Dellmann, H.D., Eurell J. 1998. Text Book of Veterinary Histology. USA: LippincottWilliams & Wilkins.
Dharmawan, N.S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner, Hematologi Klinik. Denpasar:Pelawa Sari.
Eriksen, E.F, Axelrod, D.W., Melsen F, Obrant K (1994). Bone histomorphometry. NewYork, USA: Raven press.
Ford, J. 2013. Red blood cell morphology. Int J Lab Hematol. 35(3): 351-7.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress.
Gregory, T.R. (2000). Nucleotypic effects without nuclei: genome size and erythrocyte size inmammals. Genome 43: 895-901.
20
Guntoro, S, 2002. Membudidayakan Sapi Potong . Kanisius, Yogyakarta.
Guyton, A.C., Hall J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Elsevier Inc,Philadelphia.
Guyton, A.C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, penerjemah; Setiawan I,editor. Ed ke-11. Jakarta:Puspa Swara. Terjemahan dari: Textbook of MedicalPhysiolog
Handayani, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan SistemHematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hoffbrand, V. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta: EMS.
Jain, N.C. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea &Febiger.
Martojo, H. 1988. Performans Sapi Bali dan Persilanggannya. Dalam “Seminar EksportTernak Potong”. Jakarta.
McDonald, P., Edwards, R.A., Greenhalgh, J.F.D. 1988. Animal Nutrition, 4th edition. NewYork: Longman Scientific and Technical, Copublihsed in The United States withJohn Witey and sons, Inc. Pp. 236.
McDonald, P., Edwards, R.A., Greenhalgh, J.F.D. 2002. Animal Nutrition, 6th edition.London and New York: Longman. Pp.543.
McDonald, P., Edwards, R.A., Greenhalgh, J.F.D., Morgan, C.A., Sinclair, L.A., Wilkinson,R.G. 2010. Animal Nutrition. Seventh Edition. England : Pearson Publishers.
McDowell LR., 1992. Minerals In Animal and Human Nutrition. London : Academic Press.
Oka, I.G.L., Suyadnya, I.P., Putra, S., Suarna, I.M., Suparta, N., Saka, I.K., Suwiti, N.K.,Antara, I.M., Puja, I.N., Sukanata, I.W., Oka, A.A., Mudita, I.M. 2012. Sapi BaliSumberdaya Genetik Asli Indonesia. Denpasar : Udayana University Press.
Piliang, W. G. 2002. Nutrisi Vitamin. Volume I. Edisi ke-5. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Press. Hal : 50-53.
Praseno, K. 2005. Respon eritrosit terhadap perlakuan mikromineral Cu, Fe dan Zn padaayam (Gallus gallus domesticus). J. Indo. Trop. Anim. Agric. 30 (3): 179-185.
Saktiyono. (2006). IPA Biologi Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sampurna, I.P., Nindhia, T.S. 2008. Analisis Data Dengan SPSS : Dalam RancanganPercobaan. Denpasar: Udayana University Press.
Samuelson, D.A. 2007. Textbook of Veterinary Histology. China: Saunders, an imprint ofElsevier Inc.
21
22
Soepraptini, J., Widyayanti K., Estoepangatie, A.T.S. 2011. Perubahan bentuk eritrosit padahapusan darah anjing sebelum dan sesudah penyimpanan dengan menggunakancitrate phosphate dextrose. JIKH.4(1). 23.
Suwiti, N.K., Putra, S., Puja, N., Watiningsih, N.L. 2012. Peningkatan Produksi Sapi BaliUnggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. LaporanPenelitian Prioritas Nasional (MP3EI) Tahap I Pusat Kajian Sapi Bali UniversitasUdayana
Suwiti, N,K., Sampurna, I.P., Puja, N., Watiningsih, N.L. 2014. Peningkatan Produksi SapiBali Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. LaporanPenelitian Prioritas Nasional (MP3EI) Tahap III Pusat Kajian Sapi Bali UniversitasUdayana
Swenson, M. J. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animal. 10th Edition. Ithaca andLondon :Cornell University Press.
Swenson, M. J., William, R.O. 1993. Duke’s Physiology of Domestik Animal. 11th Edition.Ithaca and London :Cornell University Press.
Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Fakultas Peternakan – Perikanan,Universitas Muhammadiyah Malang.
Williamson, G., Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
23