Laporan Kasus Reni

33
TINJAUAN PUSTAKA I. Defenisi Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) merupakan suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. II. Etiologi Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi: 1. Meningkatkan beban awal Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. 2. Meningkatkan beban akhir Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. 3. Menurunkan kontraktilitas miokardium Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor 1

description

crs

Transcript of Laporan Kasus Reni

Page 1: Laporan Kasus Reni

TINJAUAN PUSTAKA

I. Defenisi

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung dapat berupa

gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian

preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) merupakan suatu

keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme

kompensatoriknya.

II. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung

kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi:

1. Meningkatkan beban awal

Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat

septum ventrikel.

2. Meningkatkan beban akhir

Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi

sistemik.

3. Menurunkan kontraktilitas miokardium

Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan

kardiomiopati.

Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-

faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-

faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrkularis) dapat

menyebabkan gagal jantung.

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan

sirkulasi yang mendadak dapat berupa:

1. Disritmia

Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah

rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons mekanis yang sinkron

dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.

2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru

1

Page 2: Laporan Kasus Reni

Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh yang meningkat.

3. Emboli paru

Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi

ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan

Tabel 1.Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung

Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung

A. Kelainan Mekanik

1. Peningkatan Beban Tekanan

a. Sentral (Stenosis aorta)

b. Perifer (hipertensi sistemik)

2. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan

beban awal)

3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau

trikuspidal)

4. Tamponade Perikardium

5. Pembatasan Miokardium atau Endokardium

6. Aneurisme Ventrikel

7. Dissinergi Ventrikel

B. Kelainan Miokardium (otot)

1. Primer

a. Kardiomiopati

b. Miokarditis

c. Kelainan Metabolik

d. Toksisitas (Alkohol, Kobalt)

e. Presbikardia

2. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik)

a. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)

b. Kelainan Metabolik

c. Perdadangan

d. Penyakit Sistemik

e. Penyakit Paru Obstruktif Kronis

C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran

2

Page 3: Laporan Kasus Reni

1. Tenang (Standstill)

2. Fibrilasi

3. Takikardia atau bradikardia ekstrim

4. Asinkronitas listrik, gangguan konduktif

III. Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung

akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang

efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan

meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik

ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula

peningkatan tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama

diastol. Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam pembuluh darah

paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi

cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah edema interstisial. Peningkatan lebih lanjut

dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena

paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.

Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung

kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat terjadi

yaitu :

1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon

simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang

pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.

Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah

jantung. Selain itu, juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan

tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke

organ-organ yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk

mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan

aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan meningkatkan beban awal jantung

yang nantinya akan meningkatkan kontraksi dan curah jantung.

3

Page 4: Laporan Kasus Reni

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan penurunan

aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akibatnya terjadilah pelepasan renin

dari aparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin dengan angiotensinogen di dalam

darah akan menghasilkan angiotensi I. Kemudian akan terjadi konversi

angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan merangsang sekresi

aldosteron dari kelenjar adrenal yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada

tubulus distal dan duktus pengumpul.Natrium akan menarik air. Selain itu,

angiotensin II jua menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan

darah.

3. Hipertrofi ventrikel.

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium

atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah

sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat meningkatkan kekuatan

kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka meningkat.

Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.

Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal

atau hampir normal pada awal perjalanan gagal dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan

kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan

berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

IV. Klasifikasi

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal

jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi,

serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark

miokard akut, dengan pembagian:

Derajat I : Tanpa gagal jantung

Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan

peningkatan tekanan vena pulmonalis

Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis)

Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :

4

Page 5: Laporan Kasus Reni

Kelas I : Tanpa keluhan - Masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari

tanpa disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.

Kelas II : Ringan - aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak

napas, ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka

keluhan pun hilang.

Kelas III : Sedang - aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak

napas, ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas

dihentikan.

Kelas IV : Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada

saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika

melakukan aktivitas.

V. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kiri

Dispnea (sulit bernapas)

Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja

pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan paru dan

peningkatan tahanan aliran udara. Dispnea saat beraktivitas (dyspneu d’effort)

menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.

Orthopnea

Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring,

biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan dyspneu

d’effort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan

ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan

peningkatan tekanan kapiler pulmoner.

Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)

Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali menyamarkan

gejala gagal jantung yang lain.

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)

Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang

biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3

jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau

wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial

5

Page 6: Laporan Kasus Reni

menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner interstitial

yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea

dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami

batuk dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.

Ronki

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas

dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru karena pengaruh

gaya gravitasi.

Hemoptisis

Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.

Disfagia (sulit menelan)

Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan

kompresi esofagus dan disfagia.

Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kanan

Kongesti vena sistemik

Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena leher

mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara

paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan

terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Hepatomegali (pembesaran hati)

Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.

Keluhan gastrointestinal.

Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal

merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada

dinding usus dan/atau kongesti hepar.

Edema perifer

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak

pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari. Siangnya edema

akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.

Nokturia (diuresis malam hari)

Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring.

6

Page 7: Laporan Kasus Reni

Asites dan edem anasarka

Gagal jantung yan berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh generalisata.

Gejala dan tanda gagal ke depan jantung kiri

Hipoperfusi ke organ-organ nonvital

Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ nonvital demi

mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari

gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan

ginjal.

- Kulit pucat dan dingin

disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.

- Demam ringan dan keringat yang berlebihan

disebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh

untuk melepaskan panas.

- Kelemahan dan keletihan

disebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat

oleh ketidakseimbangan elektrolit dab cairan atau anoreksia.

- Anuria

Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.

Pernapasan Cheyne-Stokes

Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-

Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan dengan

rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya

sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana

terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini

merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan,

mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.

Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas

parah (berat) atau napas berhenti sementara.

Gejala serebral

Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti

disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan gagal

jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi

7

Page 8: Laporan Kasus Reni

serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan

dalam insomnia.

VI. Diagnosis

Diagnosisdibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan

penunjang.

a. Anamnesis

Manifestasi klinis

Gagal jantung ringan dan moderat :

- Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam

beberapa menit.

- Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi.

Gagal jantung berat :

- Pasien harus duduk dengan tegak

- Sesak nafas

- Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan

- Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV berat

Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan :

- Sianosis pada bibir dan kuku

- Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik)

Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya

penurunan stroke volume

Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer

b. Pemeriksaan fisis : inspeksi perut bisa membuncit, palpasi dapat ditemukan

hepatomegali, perkusi, dan auskultasi bising usus biasanya normal

c. Pemeriksaan penunjang :

1. Foto toraks

Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks menekan

diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri dengan apeks terangkat

dari diafragma, pinggang jantung merata atau menonjol,dan ada gambaran

double kontur.

Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi

8

Page 9: Laporan Kasus Reni

Garis Kerley A/B

Infiltrat prekordial kedua paru

Efusi pleura

2. EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.

Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 ≥ 35 mm , aritmia misalnya

terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R’ tidak seragam.

3. Pemerikasaan lain : pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk kelainan

katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.

4. Laboratorium :

a. Faal ginjal :

Urin :

- Berat jenis <

- Volume urin menurun

- Na urin menurun, rennin meningkat aldosteron

Darah :

- Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka

menunjukkan gagal jantung yang berat.

- Na, Bl dan albumin menurun, sehingga meningkatkan volume darah

dan cairan udema karena rennin dan aldosteron meningkat.

- Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turun, maka menunjukkan gagal

jantung dan gagal ginjal.

b. Faal hati

Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkat

LED turun

LDH naik, terutama LDH5

Fosfatase alkali naik (ringan/berat)

Protombin agak naik

c. Faal paru

Tekanan O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru udema

Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat

hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia

Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi udema

paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi CO2.

9

Page 10: Laporan Kasus Reni

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa ditegakkan gagal jantung

kongestif, yaitu ditemukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria mayor :

Paroksismal nocturnal dispnea

Distensi vena leher

Peningkatan tekanan vena jugularis

Rongki basah halus tidak nyaring

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Refluks hepatojugular

Kriteria minor :

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dyspneu d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardi (>120x/menit)

Kriteria mayor atau minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

VII. Penatalaksanaan

10

Page 11: Laporan Kasus Reni

Aktivitas

Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu

latihan rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA

kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin

isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi.

Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan

berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan

durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake kalori

belum diketahui secara jelas

Diet

Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal

jantung.

Diuretik

Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat

diakibatkan oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala

kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan

retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan untuk

11

Page 12: Laporan Kasus Reni

mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif

(sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales,

distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide

bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+,

K+,dan Cl – pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone

mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan

diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.

Vasodilator

Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy,

apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti dengan

diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-load. Contoh

vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat, Nitropusid, dan Nesitirid.

ACE Inhibitor (ACEI)

Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya

digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF (Ejection fraction)

menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan

menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi

angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat

kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan

meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV

remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan

memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI,

dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi,

penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan

mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan

dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat

ditoleransi.

Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin

angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama

pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu

diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi renal

12

Page 13: Laporan Kasus Reni

menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi

potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE

karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat

sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang

berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I

menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin

tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan

ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.

Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan

darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut

serupa pula.

β-Adrenergic Receptor Blockers

Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien

dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem

adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih

reseptor adrenergik (α1, β1, and β2). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam

memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi

oleh reseptor β1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat

proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan

memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien

HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%).

Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul

dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari

setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi

betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka

dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga

<50>1 receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.

Antagonis Aldosteron

13

Page 14: Laporan Kasus Reni

Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir

efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang

independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan

sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron

akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian

antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV

yang memiliki EF yang menurun (<35%).

Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan

resiko hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima

terapi suplemen potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis

aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens

kreatinin <30>5.0 mmol/L.

Antikoagulan dan Antiplatelet

Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik.

Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun.

Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang

kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan resiko pembentukan thrombus.

Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial

paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke atau

transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati simptomatik

atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya thrombus LV sebaiknya

diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali terdapat

kontraindikasi terhadap pemakaiannya.

Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik

untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau

81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi.

LAPORAN KASUS

14

Page 15: Laporan Kasus Reni

IDENTITAS PASIEN:

Nama : Tn. R

Umur : 72 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Muaro Paneh, Solok

Pekerjaan : Petani

ANAMNESIS:

Keluhan Utama: sesak sejak ± 2 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Sesak sejak 1 hari yang lalu, meningkat sejak ± 2 jam yang lalu, sesak terus menerus,

sesak tidak berbunyi, tidak dipengaruhi cuaca, dan diperberat oleh aktivitas,

berkurang dengan istirahat.

- Sesak bertambah kalau berbaring dan pasien lebih suka tidur dengan bantal yang

ditinggikan.

- Sesak tiba-tiba saat pasien sedang tertidur (+)

- Riwayat sesak sebelumnya (+)

- Kedua kaki sembab sejak 1 bulang yang lalu

- BAB encer 1 hari yang lalu, frekuensi 3 x, ampas (+), lensir (-), darah (-). Saat ini

sudah tidak mencret lagi.

- Riwayat sering batuk, terutama di malam hari disangkal

- Demam (-)

- Nyeri kepala (-)

- Nyeri dada (-)

- Perut membesar (-)

- BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat DM disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, hipertensi, dan DM.

15

Page 16: Laporan Kasus Reni

Riwayat Kebiasaan, Sosial Ekonomi, dan Pekerjaan:

- Pasien dulu bekerja sebagai petani, sekarang sudah tidak bekerja lagi.

- Pasien merokok, 1 bungkus/ hari.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum :

Kesadaran : CMC

Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Gizi : Sedang

Berat Badan : 55 kg

Tinggi Badan : 165 cm

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Nadi : 112 x / menit

Nafas : 32 x / menit

Suhu : 36,7 0C

Kulit : Sianosis (-)

KGB : Tidak membesar

Mata : Konjungtiva anemis (+/+)

Sclera ikterik (-/-)

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan

Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan

Leher : JVP 5+2 cmH2O

Kelenjer tiroid tidak membesar

Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan

P : fremitus kiri = kanan

Pk : sonor

A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal

paru, Wh (-/-)

Jantung : I : iktus tidak terlihat

P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

16

Page 17: Laporan Kasus Reni

Pk : batas jantung kanan : LSD

batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI

batas jantung atas : RIC II

Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)

Perut : I : perut tampak tidak membuncit

P : supel, hepar dan lien tidak teraba.

Pk : tympani, shifting dullness (+)

A : BU (+) N

Punggung : CVA : NT (-), NK (-)

Anggota gerak : edema +/+, Rf ++/++, Rp -/-

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi

Hb : 8,4 gr/dl

Leukosit : 16,6700/mm3

Ht : 44%

Trombosit : 433.000/m3

GDS : 205 mg/dl

Ureum : 38,1 mg/dl

Kreatinin : 1,10 mg/dl

Urinalisa

Warna : kuning

Darah : -

Bilirubin : -

Urobilinogen : +

Keton : -

Protein : -

Nitrit : -

Glukosa : -

pH : 7,0

Bj : 1,005

Sedimen :

- Eritrosit : -

17

Page 18: Laporan Kasus Reni

- Silinder : -

- Leukosit : 2-5/LPB

- Kristal : -

- Epitel : 1-2/LPK

EKG:

- Irama sinus, LVH, RVH

Roentgen Thorax :

Kardiomegali dengan bendungan paru

Diagnosa kerja

CHF fc class III - IV LVH RVH irama sinus ec HHD

Diagnosis tambahan

Anemia ringan ec penyakit kronis

Terapi :

O2 3 liter/menit

Istirahat / Diet jantung II

IVFD RL 10 tts/i

Inj Lasix 1 x 1 amp iv

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (skin test)

Spironolacton 1 x 25 mg

Captopril 2 x 12,5 mg

Pasang Kateter, balance cairan

Rencana : cek gula darah puasa dan 2 jam PP (besok)

FOLLOW UP

25/10/20 1 2

S/ - Sesak (+)

18

Page 19: Laporan Kasus Reni

- Kaki sembab (+)

O/ Ku : sedang

KS : cmc

TD : 140/90 mmHg

Nd : 98 x/menit

Nf : 28 x/menit

T : 37,0oc

Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan

P : fremitus kiri = kanan

Pk : sonor

A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal

paru, Wh (-/-)

Jantung : I : iktus tidak terlihat

P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

Pk : batas jantung kanan : LSD

batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI

batas jantung atas : RIC II

Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)

Laboratorium :

GDP : 67 mg/dl

GD 2 jam PP : 91 mg/dl

A/ CHF fc class II - III LVH RVH irama sinus ec HHD

Anemia ringan ec penyakit kronis

Th/

O2 3 liter/menit

Istirahat / Diet jantung II

IVFD RL 10 tts/i

Inj Lasix 1 x 1 amp iv

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (skin test)

Spironolacton 1 x 25 mg

19

Page 20: Laporan Kasus Reni

Captopril 2 x 12,5 mg

26/10/2012

S/ - Sesak (+) berkurang

- Kaki sembab (+) berkurang

- Nyeri perut

O/ Ku : sedang

KS : cmc

TD : 140/80 mmHg

Nd : 90 x/menit

Nf : 24 x/menit

T : 36,5oc

Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan

P : fremitus kiri = kanan

Pk : sonor

A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal

paru, Wh (-/-)

Jantung : I : iktus tidak terlihat

P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

Pk : batas jantung kanan : LSD

batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI

batas jantung atas : RIC II

Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)

A/ CHF fc class II - III LVH RVH irama sinus ec HHD

Anemia ringan ec penyakit kronis

Th/

Off infus

Captopril tab 2 x 12,5 mg

Furosemid tab 2 x 40 mg

Lansoprazole caps 1 x 1

20

Page 21: Laporan Kasus Reni

Antacid syr 3 x C1

27/10/2012

S/ - Sesak (-)

- Kaki sembab (+) berkurang

- Nyeri perut (-)

O/ Ku : sedang

KS : cmc

TD : 140/90 mmHg

Nd : 90 x/menit

Nf : 20 x/menit

T : 36,70c

Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan

P : fremitus kiri = kanan

Pk : sonor

A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal

paru, Wh (-/-)

Jantung : I : iktus tidak terlihat

P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

Pk : batas jantung kanan : LSD

batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI

batas jantung atas : RIC II

Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)

A/ CHF fc class I-II LVH RVH irama sinus ec HHD

Anemia ringan ec penyakit kronis

Th/

Furosemid tab 1x 40 mg

Spironolacton tab 1 x 25 mg

Bisoprolol tab 1x2,5 mg

Captopril 2 x 12,5 mg

Pasien boleh pulang, kontrol poliklinik

21

Page 22: Laporan Kasus Reni

DISKUSI

Telah dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Solok seorang pasien laki-laki usia 72

tahun dengan diagnosis CHF fc class III - IV LVH RVH irama sinus ec HHD dan diagnosis

tambahan anemia ringan ec penyakit kronis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

22

Page 23: Laporan Kasus Reni

Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sesak sejak 1 hari yang lalu, meningkat

sejak ± 2 jam yang lalu, sesak terus menerus, sesak tidak berbunyi, tidak dipengaruhi cuaca,

dan diperberat oleh aktivitas, berkurang dengan istirahat. Sesak bertambah jika pasien

berbaring dan pasien lebih suka tidur dengan bantal yang ditinggikan. Riwayat sesak tiba-tiba

saat pasien sedang tertidur (+), riwayat sesak sebelumnya (+), serta kedua kaki sembab sejak

1 bulang yang lalu. Sesak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor , mekanisme yang

paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada jaringan

intertisial atau intraalveolar alveolus yang mengurangi kelenturan paru dan peningkatan

tahanan aliran udara.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 112

x/menit, frekuensi nafas 32 x/menit, JVP 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan fisik paru

ditemukan adanya rhonki basah halus tidak nyaring di kedua basal paru, yang disebabkan

oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas dari gagal jantung kiri. Dari pemeriksaan

fisik jantung, pemeriksaan EKG dan rontgen thorax didapatkan adanya tanda-tanda

pembesaran jantung. Anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan di atas mengarahkan kita

kepada diagnosis gagal jangtung kongestif yang disertai dengan pembesaran ventrikel kanan

dan kiri. Etiologi terjadinya gagal jantung kongestif pada pasien ini disebabkan oleh penyakit

hipertensi kronis.

Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian O2, istirahat dan diet

jantung II, IVFD RL 10 tts/I, injeksi lasix 1 x 1 amp iv, injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr iv (skin

test), spironolacton 1 x 25 mg peroral, captopril 2 x 12,5 mg peroral, serta pemasangan

kateter dan balance cairan.

23