LAPORAN KASUS NUTRISI PARENTERAL DI INTENSIVE CARE...
Transcript of LAPORAN KASUS NUTRISI PARENTERAL DI INTENSIVE CARE...
i
LAPORAN KASUS
NUTRISI PARENTERAL DI INTENSIVE CARE UNIT
Oleh:
Oleh :
dr. Putu Agus Surya Panji , Sp.An, KIC
DEPARTEMEN/KSM ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Nutrisi Parenteral di
Intensive Care Unit” ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan
dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, Oktober 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Nutrisi Parenteral .................................................................................. 3
2.2 Tujuan Nutrisi Parenteral ...................................................................... 4
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Nutrisi Parenteral ..................................... 5
2.4 Sediaan Nutrisi Parenteral ..................................................................... 7
2.5 Metode Pemberian Nutrisi Parenteral ................................................... 9
2.6 Komplikasi Nutrisi Parenteral ............................................................... 9
BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 11
BAB IV DISKUSI KASUS ................................................................................. 22
BAB V SIMPULAN ........................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26
iv
ABSTRAK
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh. Status nutrisi
normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi. Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada
kebanyakan pasien yang masuk ke rumah sakit. Pasien kritis dengan riwayat trauma
berat, sepsis atau gagal napas mengakibatkan peningkatan metabolisme dan
katabolisme sehingga dapat menimbulkan malnutrisi. Nutrisi yang optimal
merupakan kunci utama untuk pemeliharaan seluruh fase penyembuhan luka.
Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien kritis menyebabkan klinisi perlu
mengetahui lebih lanjut tentang pemberian nutrisi perioperatif khususnya pada
pasien dengan sakit kritis di Ruang Terapi Intensif.
Pada pasien ini, asupan nutrisi melalui enteral yaitu dextrose 5% 500 ml per
24 jam pada hari kelima rawat ICU, sementara untuk nutrisi parenteral pasien
mendapat Kabiven 1440 ml. Pasien diberikan Ringer Laktat 500 ml setiap 24 jam
selama di rawat di Ruang ICU. Penilaian nutrisi pasien menggunakan skor SGA.
Skor SGA pasien adalah B yaitu Gizi Kurang hingga Sedang. Kebutuhan energi
pasien berdasarkan BMI nya yang 22,05 kg/m2 adalah 1.169,55 kkal dengan protein
sebesar 43,9 gram, lemak sebesar 32,5 gram, dan karbohidrat sebesar 175,4 gram.
Kata kunci : anestesi, nutrisi, perenteral.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Status nutrisi merupakan fenomena multidimensional yang memerlukan
beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan
dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index
(BMI), serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor.1,2 Respon
hipermetabolik komplek terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh,
hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Efek cedera atau penyakit berat
terhadap metabolisme energi, protein, karbohidrat dan lemak akan mempengaruhi
kebutuhan nutrisi.3 Pasien kritis dengan riwayat trauma berat, sepsis atau gagal
nafas mengakibatkan peningkatan metabolisme dan katabolisme sehingga dapat
menimbulkan malnutrisi. Kondisi malnutrisi dapat menyebabkan disfungsi organ,
meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas perioperatif akibat perburukan
pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya angka infeksi dan
penyembuhan luka yang lama, sehingga menyebabkan lama rawat pasien
memanjang dan peningkatan biaya perawatan. 2,3
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh.
Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat
masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara parentral
(intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu
hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali.
Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan penuh liku-liku masalah
biokimia dan fisiologi. Juga harga relatif mahal tetapi jika digunakan dengan benar
pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya
yang semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit.4
Nutrisi yang optimal sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan seluruh fase
penyembuhan luka. Selain itu, pemberian dukungan nutrisi pada periode operatif
tersebut dapat menurunkan komplikasi terutama infeksi berat pada pasien
malnutrisi.4,6,7 Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien kritis
menyebabkan klinisi perlu mengetahui lebih lanjut tentang pemberian nutrisi
khususnya pada pasien dengan sakit kritis di Ruang Terapi Intensif. Melalui laporan
2
kasus ini diharapkan dapat membantu dalam memahami mengenai pemberian
nutrisi pada pasien intensif. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam membantu
membuat laporan ini menjadi lebih baik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nutrisi Parenteral
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh. Status nutrisi
normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi. Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak diinginkan
terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh.1,2
Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu diet oral, nutrisi enteral dan
nutrisi parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan
cukup makanan dan keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara
dokter, ahli gizi penderita dan keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa
menelan dalam jumlah cukup, sedangkan fungsi pencernaan dan absorbsi usus
masih cukup baik. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau berfungsi
sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus
dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran
darah mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan
hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver. Diet enteral
mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus seperti
gastrin, neurotensin enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada lambung,
duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus mencegah
atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated lymphoid
tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus.4
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para peneliti
sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian
makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat
yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai istilah Nutrisi
Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan melalui pembuluh
4
darah. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan
proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi.5
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan
nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya
penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya
pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi
yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang
yang menderita kelaparan tanpa komplikasi.4
Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan
fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi
parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan
nutrisinya normal.9 Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas :
1) Nutrisi Parenteral Sentral
a) Diberikan melalui central venous bila konsentrasi > 10% glukosa.
b) Subclavian atau internal vena jugularis digunakan dalam waktu singkat
sampai < 4minggu.
c) Jika > 4 minggu diperlukan permanent cateter seperti implanted
vascular access device.
2) Nutrisi Parenteral Perifer
a) Nutrisi Parenteral Perifer diberikan melalui peripheral vena.
b) Nutrisi Parenteral Perifer digunakan untuk jangka waktu singkat 5 -7
hari dan ketika pasien perlu konsentrasi kecil dari karbohidrat dan
protein.
c) Nutrisi Parenteral Perifer digunakan untuk mengalirkan isotonic atau
mild hypertonic solution. High hypertonic solution dapat menyebabkan
sclerosis, phlebitis dan bengkak.
2.2 Tujuan Nutrisi Parenteral
Adapun tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah sebagai berikut:8,10
1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak
memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan
makanan.
5
2. Total Parenteral Nutrition (TPN) digunakan pada pasien dengan luka bakar
yang berat, pancreatitis, inflammatory bowel syndrome, inflammatory bowel
disease, ulcerative colitis, acute renal failure, hepatic failure, cardiac disease,
pembedahan dan kanker.
3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan
katabolisme energy.
4. Mempertahankan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
Pemberian dari nutrisi parenteral didasarkan atas beberapa dasar fisiologis, yakni:8
1. Apabila di dalam aliran darah tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya, kekurangan
kalori dan nitrogen dapat terjadi.
2. Apabila terjadi defisiensi nutrisi, proses glukoneogenesis akan berlangsung
dalam tubuh untuk mengubah protein menjadi karbohidrat.
3. Kebutuhan kalori kurang lebih 1500 kalor per hari,diperlukan rata-rata dewasa
untuk mencegah protein dalam tubuh untuk digunakan.
4. Kebutuhan kalori menigkat terjadi pada pasien dengan penyakit
hipermetabolisme, demam, trauma membutuhkan kalori sampai dengan 10.000
kalori per hari.
5. Nutrisi parenteral menyediakan kalori yang dibutuhkan dalam konsentrasi yang
langsung ke dalam sistem intravena yang secara cepat terdilusi menjadi nutrisi
yang tepat sesuai toleransi tubuh
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Nutrisi Parenteral
Adapun indikasi nutrisi parenteral sebagai berikut:11
1. Sebagai pengganti untuk oral nasogastrik, jika oral nasogastrik ini tidak
efektif, tidak memungkinkan dan berbahaya. Nutrisi parenteral total
digunakan dalam kondisi sebagai berikut: Pasien dengan muntah yang
kronis, kanker, radioterapi, Anorexia nervosa
2. Sebagai supplemen untuk pasien yang kehilangan banyak nitrogen (pasien
dengan luka bakar, kanker metastatik, radiasi dan kemoterapi).
3. Mengistirahatkan gastrointestinal :
a) Gastrointestinal fistula, Extensive inflammatory bowel disease,
Intestinal resection, Intestinal obstruction, multiple gastro intestinal
6
surgery, gastro intestinal trauma, intolerance enteral feeding yang
berat.
b) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
c) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat,
status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis
arteri mesenterika, diare berulang.
d) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan,
pseudo-obstruksi dan skleroderma.
e) Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan
makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis
gravidarum.
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-
kondisi klinis sebagai berikut :11
a) Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.
b) Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
c) Pankreatitis akut ringan.
d) Kolitis akut.
e) AIDS.
f) Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.
g) Luka bakar.
h) Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).
Hal-Hal yang perlu dihindari dalam pemberian nutrisi parenteral antara lain :4
a) Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat
Osmolritas plasma 300 mOsmol. Vena perifer dapat menerima sampai
maksimal 900 mOsmol. Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka
makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan
>900-1000 mOsm, seharusnya digunakan vena sentral (vena cava,
subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan cepat dapat
mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga tidak dapat sempat
merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral maka
7
sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer, dengan
demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa
tekanan osmolaritas cairan tersebut (tercatat disetiap botol cairan). Vena
pada kaki tidak boleh digunakan karena sangat mudah menyebabkan deep
vein trombosis dengan resiko teromboemboli yang tinggi.
b) Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup
Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan
eritrosit mutlak memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi
glukoneogenesis dari subtrat lain. Kalori mutlak harus dicukupi terlebih
dahulu. Diperlukan deksrose 6 gram/kgBB per hari (300 gr) untuk
kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk
regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi pemberian asam
amino harus dilindungi kalori, agar asam amino tersebut tidak dibakar
menjadi energi (glukoneogenesis). Tiap gram nitrogen harus dilindungi 150
kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin.
Protein 50 gr memerlukan (50 : 6,25) x 150 kkal = 1200 kcal atau 300 gram
karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan
kebutuhan kalori. Tidak disarankan memberikan asam amino jika
kebutuhan kalori belum dipenuhi.
c) Tidak melakukan perawatan aseptik
Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang atau infeksi.
Prevalensi infeksi berkisar antara 2-30%. Kuman sering ditemukan adalah
flora kulit yang terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus.
2.4 Sediaan Nutrisi Parenteral
Cairan nutrisi parenteral total disediakan dari cairan komersil yang
tersedia dengan mencampur glukosa hipertonik dengan cairan asam amino.
Natrium, kalium, fosfat, kalsium, magnesium, dan klorida ditambahkan ke
cairan nutrisi parenteral total. Elemen trace seperti seng, tembaga, mangan,
kromium, dan selenium juga harus ditambahkan jika kebutuhan terapi
parenteral diperpanjang. Kebutuhan vitamin dapat meningkat, sehingga
8
menekankan perlunya penambahan sediaan multivitamin ke cairan TPN.
Vitamin B12 dan asam folat dapat diberikan sebagai komponen dari sediaan
multivitamin atau secara terpisah. Vitamin D harus dibatasi karena penyakit
tulang metabolik dapat dihubungkan dengan penggunaan vitamin ini pada
beberapa pasien dengan terapi nutrisi parenteral jangka panjang. Vitamin K
dapat diberikan secara terpisah sekali seminggu. US Food and Drug
Administration (FDA) melarang penambahan rutin vitamin K ke nutrisi
parenteral total karena kekhawatiran efek sampingnya, dan pemberian rutin
akan mengacaukan penggunaan antikoagulan seperti warfarin pada pasien
yang membutuhkan terapi tersebut konsentrasi albumin serum biasanya
meningkat dalam beberapa hari sampai minggu seiring respon stress mereda
dan jika pasien menerima bantuan nutrisi yang adekuat. Pemberian
suplemen albumin tidak diperlukan jika tidak ada gejala atau tanda-tanda
hipoalbuminemia, yang biasanya tidak muncul sampai konsentrasi albumin
serum kurang dari 2,4 g/dL.4
Emulsi lemak (Intralipid) dapat diberikan secara terpisah atau
bersama-sama dengan glukosa dan asam amino untuk membentuk cairan
nutrisi parenteral total 3-in-1, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi bakteri, cairan nutrisi
parenteral totaldisiapkan secara aseptik dibawah penutup aluran udara yang
berlapis-lapis, didinginkan, dan diberikan dalam 24 sampai 48 jam.12
Contoh sediaan nutrisi parenteral total :
a) Clinimix N9G15E
Larutan steril, non pirogenik untuk infus intravena. Dikemas dalam satu
kantong dengan dua bagian: satu berisi larutan asam amino dengan
elektrolit, bagian yang lain berisi glukosa dengan kalsium. Tersedia
dalam ukuran 1 liter
b) Minofusin Paed
Larutan asam amino 5% bebas karbohidrat, mengandung elektrolit dan
vitamin, terutama untuk anak-anak dan bayi. Bagian dari larutan nutrisi
parenteral pada prematur dan bayi. Memberi protein pembangun,
elektrolit, vitamin dan air pada kasus di mana pemberian peroral tidak
9
cukup atau tidak memungkinkan, kasus di mana kebutuhan protein
meningkat, defisiensi protein atau katabolisme protein.
Contoh sediaan nutrisi parenteral parsial :
a) Cernevit
Preparat multivitamin yang larut dalam air maupun lemak (kecuali
vitamin K) dikombinasi dengan mixed micelles (glycocholic acid dan
lecithin). Mengingat kebutuhan vitamin tubuh yang mungkin berkurang
karena berbagai situasi stress (trauma, bedah, luka bakar, infeksi) yang
dapat memperlambat proses penyembuhan.
2.5 Metode Pemberian Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral parsial, pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui
intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat di penuhi
melalui enteral. Cairan yang biasanya digunakan dalam bentuk dekstrosa atau
cairan asam amino. Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui jalur
intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya harus dipenuhi melalui cairan
infus. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung
karbohidrat seperti Triofusin E1000, cairan yang mengandung asam amino
seperti PanAmin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti Intralipid.
Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat melalui
vena antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena jugularis
interna dan eksterna, dan vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui perifer
dapat dilakukan pada sebagian vena di daerah tangan dan kaki.8
2.6 Komplikasi
Penggunaan vena perifer hanya digunakan pada terapi nutrisi
parenteral yang tidak melampaui waktu dua minggu. Setelah itu, pemberian
nutrisi harus beralih kepada nutrisi enteral atau oral. Jika hal tersebut tidak
mungkin dilakukan, pemberian nutrisi parenteral harus dilakukan lewat
vena sentral seperti vena subklavia untuk mencegah flebitis atau thrombosis
karena hipertonisitas larutan nutriennya. Pemasangan kateter vena sentral
untuk pemberian nutrisi parenteral ini umumnya dikerjakan oleh dokter
spesialis anestesi. Karena adanya kemungkinan komplikasi di atas, pasien-
pasien yang mendapat NP harus selalu menjalani pemeriksaan
10
antropometrik dan laboratorium (Hb atau Ht, albumin, kolesterol maupun
TG) untuk mengevaluasi status nutrisi, pemeriksaan klinis dan laboratorium
lain seperti BSG, elektrolit, ureum/kreatinin, SGOT/SGPT perlu dilakukan
secara periodik. Pemeriksaan faal gastrointestinal juga harus dilaksanakan.
Begitu fungsinya pulih kembali dan kontraindikasi pemberian nutrisi enteral
tidak terdapat, saluran cena harus digunakan sebagai organ pemberian
nutrisi. Jika pasien bersedia dan mampu makan, pemberian per oral
merupakan pilihan; kalau tidak, pemakaian kateter lambung (NGT)
diperlukan untuk menyalurkan nutrient kedalam saluran cerna (lambung
atau duodenum). Saluran cerna yang tidak digunakan dalam waktu lama
akan membawa akibat atrofi sel-sel usu karena pergantian brush-border usus
yang terjadi tiap hari memerlukan glutamine yang ada dalam formula nutrisi
enteral (isolate kedelai). Ketika pemberian nutrisi enteral sudah
dimungkinkan, pemberian nutrisi parenteral harus dikurangi secara bertahap
(tapering-off).5
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ni Wayan Puri
No. RM : 19044897
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 80 tahun
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Banjar Cenggiling, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung
Diagnosis : Peritonitis Generalisata et causa perforasi gaster dan
sepsis
Tindakan : Laparotomi + repair gaster omental plaque +
appendisektomi + cuci caecum abdomen
MRS : 1 Oktober 2019
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar keluarga dengan keluhan utama
perut membesar. Pasien mengeluh perut membesar sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien mengatakan sejak perutnya membesar pasien menjadi sedikit makan
karena perut terasa cepat penuh. Keluhan terkadang dirasakan seperti perut
kembung. Keluhan disertai mual namun tidak disertai muntah. Riwayat
kehilangan berat badan yang signifikan disangkal pasien. Riwayat demam dan
BAB hitam disangkal oleh pasien. Produksi kencing dikatakan normal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami gejala serupa sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemik seperti kencing manis dan tekanan darah tinggi
disangkal pasien. Pasien tidak mengonsumsi obat apapun.
12
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa. Riwayat
penyakit sistemik di keluarga seperti kencing manis dan tekanan darah tinggi
disangkal.
RIWAYAT SOSIAL DAN PRIBADI
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang dapat beraktivitas tanpa
keluhan sebelum sakit. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun minum
minuman beralkohol.
3.3 Pemeriksaan Fisik
BB : 60 kg, TB : 1650 cm, BMI : 22,05 kg/m2, Suhu aksila : 36,7oC, NRS diam:
1/10, NRS bergerak : 3/10
SSP : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, pupil isokor 3 mm/3
mm, RC/RK +/+, ikterus -/-, anemis -/-
Respirasi : Frekuensi 16x/menit, tipe vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-), SpO2 98%
KV : TD 100/60 mmHg, HR 84x/menit, bunyi jatung S1-S2 tunggal,
regular, murmur (-), gallop (-)
GIT : Bising usus menurun, ascites (-), nyeri tekan (+), perkusi
hipertimpani (+)
UG : BAK spontan
MS : akral hangat + + , edema - -
+ + - -
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (03/10/2019)
WBC 18,81 x 103 μL (4,0-10,0)
HGB 10,89 gr/dL (13,0-18,0)
HCT 34,74 % (40,0-54,0)
PLT 201 x 103 / μL (150-400)
Faal Hemostasis (02/10/2019)
PT 19,7 detik (10,8-14,4)
13
APTT 30,8 detik (24-36)
INR 1,42 (0,9-1,1)
Kimia Klinik (03/10/2019)
SGOT 24,8 U/L (0-37)
SGPT 16,40 U/L (0-42)
GDS 106 mg/dL (80-200)
BUN 36,8 mg/dL (10-50)
SC 1,0 mg/dL (0,3-1,2)
Analisa gas darah (03/10/2019)
pH 7,28 (7,35-7,45)
pCO2 48,5 mmHg (35,00-45,00)
pO2 83,5 mmHg (80,00-100,00),
Beecf -4,3 (-2-2)
HCO3- 22,40 mmol/L (22,00-26,00),
SO2c 95% (95%-100%)
Elektrolit (03/10/2019)
Na 143 mmol/l (136-145)
K 4,16 mmol/l (3,5-5,1)
Cl 115 mmol/l (94-110)
Albumin 2,20 mmol/L (3,4 – 4,8)
3.5 Permasalahan dan Kesimpulan
Permasalahan Aktual :
- Geriatri
- Sepsis
- Peritonitis Generalisata et causa perforasi gaster
Permasalahan Potensial : Infeksi, perdarahan
Kesimpulan : Status Fisik ASA III
14
3.6 Persiapan Anestesi
Persiapan di Ruang Perawatan
• Evaluasi identitas penderita
• Persiapan psikis
− Anamnesis pasien
− Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang
rencana anestesi yang akan dilakukan mulai di ruang penerimaan, ruang
operasi sampai di ruang pemulihan
• Persiapan fisik
− Puasa 8 jam sebelum operasi
− Melepaskan perhiasan sebelum ke kamar operasi
− Ganti pakaian khusus sebelum ke ruang operasi
− Memeriksa status present, status fisik dan hasil pemeriksaan penunjang
− Memeriksa surat persetujuan operasi
− Memasang iv line, cairan pengganti puasa dengan RL dengan tetesan 20
tetes per menit.
Persiapan di Ruang Persiapan
• Periksa kembali catatan medik penderita, identitas, persetujuan operasi
• Tanyakan kembali persiapan yang dilakukan di ruang perawatan
• Evaluasi ulang status present dan status fisik
• Penjelasan ulang kepada penderita tentang rencana anestesi
Persiapan di Kamar Operasi
• Menyiapkan mesin anestesi dan aliran gas
• Menyiapkan monitor dan kartu anestesi
• Mempersiapkan obat dan alat anestesi
• Menyiapkan obat dan alat resusitasi
• Evaluasi ulang status present penderita
3.7 Manajemen Operasi
➢ Teknik Anestesi GA-OTT
Pre medikasi : Midazolam 2 mg iv
Induksi : Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis
15
Analgetik : Fentanyl 100 mcg iv
Ketamin 30 mg iv
Fasilitas intubasi : Roculac 30 mg iv
Maintenance : O2: Air 2:2 lpm, Sevoflurane
Medikasi lain : Metronidazole 1000 mg iv
Ondansentron 4 mg IV
➢ Durante operasi
Hemodinamik : TD 110-100/ 80-70 mmHg, Nadi 70-80x/menit, RR
14-16x/menit, SpO2 99-100%
Cairan masuk : RL 1200 ml, darah tidak ada.
Cairan keluar : Urin 400 ml, perdarahan 50 ml
Lama operasi : 1 jam 33 menit
➢ Post Operasi
Perawatan : Rawat ICU
- Observasi tanda vital
- Manajemen nyeri pasca operasi
3.8 Manajemen Pasien
• Hari 1 (3 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari
P : - RL 500 ml/24 jam iv
- Kabiven 720 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml
NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : Midazolam iv titrasi
Trombus Profilaksis : -
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
16
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 2 (4 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari
P : - RL 500 ml/24 jam iv
- Kabiven 720 ml
- Albumin 20% 100 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml
NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : - Vascon 8 mg dalam 50 ml NaCl syring pump
titrasi target MAP 65-85 mmHg
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 3 (5 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari
P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml
NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : - Vascon 8 mg dalam 50 ml NaCl syring pump
titrasi target MAP 65-85 mmHg
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
17
• Hari 4 (6 Oktober 2019)
Feeding : E : Puasa 3 hari
P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml
NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : - Vascon 8 mg dalam 50 ml NaCl syring pump
titrasi target MAP 65-85 mmHg
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 5 (7 Oktober 2019)
Feeding : E : Dextrose 5% 500ml per 24 jam
P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg + ketamine 20 mg dalam 20 ml
NaCl 0,9% kecepatan 0,6 cc per jam
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
Sedation : -
Trombus Profilaksis : -
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
• Hari 6 (8 Oktober 2019)
Feeding : E : Dextrose 5% 500ml per 24 jam
P : - Kabiven 1440 ml
Analgesia : - Morphine 20 mg
- Paracetamol 1 gr/8 jam iv
18
Sedation : -
Trombus Profilaksis : -
Head of the bed up : - Head up 30-45derajat
Ulcer gaster protektif : - Omeprazole 40 mg tiap 12 jam
Glucose control : -
Terapi lain : - Ceftriaxone 2 gr/24 jam iv
- Metronidazole 500 mg tiap 8 jam
Penetapan Status Nutrisi
Pada pasien ini, asupan nutrisi melalui enteral yaitu dextrose 5% 500 ml per
24 jam, sementara untuk nutrisi parenteral pasien mendapat Kabiven 1440 ml.
BMI pasien : 22,05 kg/m2
Kebutuhan Nutrisi : Energi sebanyak 1.169,55 kkal
Status Nutrisi pasien dinilai menggunakan Skor Subjective Global
Assessment (SGA) dimana penilaian dengan menggunakan skor ini
mempertimbangkan kebiasaan makan, kehilangan berat badan yang baru ataupun
kronis, gangguan gastrointestinal, penurunan kapasitas fungsional dan diagnosis
yang dihubungkan dengan asupan yang buruk.
Deskripsi
Jawaban
Skor SGA
A B C
1.Berat Badan/Perubahan Berat Badan
(*)
• BB Biasanya (kg)
• BB Awal masuk RS (kg)
BB : 60 kg
Perubahan BB biasanya
BB Biasanya – BB Sekarang x 100%
BB Biasanya
1. Tidak ada
2. [ ] <5%
3. [ ] 5-10%
4. [ ] >10%
5. Berat Badan Turun (Pengakuan Pasien)
A
A
B
C
C
2.Asupan Makanan
19
• Ada perubahan ?
• Perubahan dan jumlah asupan
• Lamanya dan derajat perubahan
asupan makanan
1. [ v ] ya
2. [ ] tidak
1. [ ] asupan cukup dan tidak ada
perubahan
2. [ ] asupan menurun tapi tahap ringan
dari pada sebelum sakit
3. [ v ] asupan tidak cukup dan menurun
tahap berat daripada sebelum sakit.
1. [ ] < 2 minggu, sedikit atau tanpa
perubahan
2. [ ] > 2 minggu , perubahan ringan
sampai sedang
3. [ v ] tidak bisa makan, perubahan
drastis
A
A
B
B
C
C
Deskripsi Lamanya Skor SGA
A B C
3.Gejala Gastrointestinal
• Anoreksia
• Mual
• Muntah
• Diare
a. [ ] tidak
pernah
a. [ ] tidak
pernah
a. [ ] tidak
pernah
a. [ ] tidak
pernah
b. [ ] 1-3x/ minggu
b. [ v ] 1-3x/
minggu
b. [ v ] 1-3x/
minggu
b. [ ] 1-3x/ minggu
c.[ ] setiap hari
c.[ ] setiap hari
c.[ ] setiap hari
c.[ ] setiap hari
Keterangan :
1. Jika beberapa gejala, tidak ada gejala, sebentar-sebentar
2. Jika ada beberapa gejala > 2 minggu
3. Jika lebih dari satu atau semua gejala setiap hari/teratur > 2 minggu
A
B
C
Deskripsi Jawaban Skor SGA
20
4. Kapasitas Fungsional
• Ada perubahan kekuatan/stamina
tubuh ?
• Bila ada perubahan :
• Deskripsi keadaan fungsi tubuh :
1. [ v ] ya
2. [ ] tidak
1. [ ] meningkat
2. [ v ] menurun
1. [ ] aktivitas normal, tidak ada kelainan,
kekuatan/stamina tetap
2. [ ] aktivitas ringan, mengalami hanya
sedikit penurunan (tahap ringan)
3. [ v ] tanpa aktivitas/di tempat tidur,
penurunan kekuatan/stamina tahap
buruk
A
B
C
5. Penyakit dan Hubungannya dengan
Kebutuhan Gizi Klinik :
• Secara umum ada gangguan
stress metabolik akut?
• Bila ada, kategorinya (Stress
Metabolik Akut)
1. [ v] ya
2. [ ] tidak
1. [v ] rendah/sedang (mis: infeksi, penyakit
jantung kongestif)
2. [ ] tinggi (mis: colitis ulseratif, diare, kanker)
A
B
C
PEMERIKSAAN FISIK
Deskripsi
Jawaban
Skor SGA
1. Kehilangan lemak subkutan (Bisep,
Trisep, Subskapula, Suprailiaka)
2. Kehilangan massa otot pada (pelipis,
tulang selangka, tulang belikat, tulang
iga, betis, lutut)
a. [ ]
tidak
ada
b. [ v] beberapa
tempat
b. [v ] beberapa
tempat
c. [ ] semua tempat
c. [ ] semua tempat
c. [ ] berat
c. [ ] berat
A
A
B
B
C
C
21
3. Edema
4. Ascites
a. [ ]
tidak ada
a. [ v]
tidak ada
a. [v ]
tidak ada
b. [ ] sedang
b. [ ] sedang
A
A
B
B
C
C
Keseluruhan Skor SGA
A : Gizi Baik/Normal (Skor “A” pada >50% kategori atau ada peningkatan signifikan
B : Gizi Kurang –Sedang (tidak terindikasi jelas pada “A” atau “C”
C : Gizi Buruk (skor “C” pada >50% kategori, tanda-tanda fisik signifikan
B
Pemberian nutrisi bertahap untuk saat ini pasien dipuasakan. Koreksi
kebutuhan energi perhari (kkal/hari) dihitung dari basal energy expenditure (BEE)
x faktor stres dimana besarnya kebutuhan basal atau basal energy expenditure
(BEE) pasien ini menurut rumus Harris Benedict adalah:
BEE = 655,1 + (9,56xBB dalam kg) + ((1,85xTB dalam cm) – (4,68 x usia)
BEE = 655,1 + (9,56 x 60 kg) + ((1,85 x 165 cm) – (4,68 x 80 tahun))
= 1169,55 kcal dengan faktor stres yaitu post operasi (tanpa komplikasi)
sebesar 1,0.
Jumlah kebutuhan karbohidrat, lemak dan protein pada pasien di ruang terapi
intensif adalah :14
a. Jumlah karbohidrat adalah 60% dari BEE, dan 1 gram = 4 kkal sehingga
pada pasien ini jumlah karbohidrat yang diperlukan adalah 175,4 gram per
hari.
b. Jumlah kebutuhan lemak adalah 25% dari BEE, dan 1 gram = 9 kkal yaitu
pada pasien ini jumlah kebutuhan lemaknya adalah 32,5 gram perhari.
c. Jumlah kebutuhan protein adalah 15% dari BEE, dan 1 gram = 4 kkal yaitu
43,9 gram perhari.
22
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pasien perempuan usia 60 tahun dengan peritonitis generalisata oleh karena
perforasi gaster dan sepsis yang telah dilakukan laparotomi dengan repair gaster
omental plaque, appendisektomi, dan cuci caecum abdomen. Tindakan
pembedahan ini memiliki risiko perdarahan tinggi. Oleh karena itu, memerlukan
perhatian khusus, terutama dalam terapi nutrisi pada pasien sebelum, selama, dan
sesudah operasi.1
Pada pasien ini memiliki status ASA III, dilakukan pemeriksaan fisik yaitu
monitoring tekanan darah, nadi, suhu laju nafas dan pemeriksaaan fisik rutin
meliputi pemeriksaan tinggi, berat, keadaan umum serta kesadaran umum.
Penilaian global subyektif (Subjective Global Assessment/SGA) digunakan
sebagai penentuan status nutrisi pada pasien ini karena mempertimbangkan
kebiasaan makan, kehilangan berat badan yang baru ataupun kronis, gangguan
gastrointestinal, penurunan kapasitas fungsional dan diagnosis yang dihubungkan
dengan asupan yang buruk. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa
status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa
metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan
nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI), serum
albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor.1,2
Cara pemberian nutrisi pada pasien kritis ada 2 jalur yaitu enteral dan
parenteral. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan
tidak ada kontraindikasi maka nutrisi enteral harus dipertimbangkan, karena nutrisi
enteral lebih fisiologis. Nutrisi enteral merupakan pilihan utama untuk pemberian
nutrisi dan lebih direkomendasikan daripada nutrisi parenteral.2,10 Pasien kritis yang
memerlukan nutrisi enteral biasanya memerlukan pemasangan selang makanan.2
Nutrisi enteral harus dimulai sedini mungkin pada semua pasien jika tidak ada
kontraindikasi, sebaiknya dalam 24 jam pembedahan. Nutrisi parenteral
dipertimbangkan sebagai suplemen pada pasien yang tidak bisa mencapai
kebutuhan nutrisi penuh dengan nutrisi enteral.10 Pada pasien yang memerlukan
nutrisi pasca-operatif, nutrisi enteral atau kombinasi enteral dan parenteral
23
suplemen adalah pilihan pertama.7 Nutrisi parenteral diberikan jika nutrisi enteral
tidak terindikasi. Pada pasca operatif pemberian nutrisi enteral selalu harus
dipertimbangkan lebih dahulu daripada parenteral dan selama tidak ada
kontraindikasi sebaiknya diberikan dalam 24 jam pembedahan.8 Pada pasien ini,
asupan nutrisi melalui enteral yaitu dextrose 5% 500 ml per 24 jam, sementara
untuk nutrisi parenteral pasien mendapat Kabiven 1440 ml.
Level albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang
dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis
terjadi penurunan síntesa albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular
ke interstitial, dan pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme
albumin.12 Teori ini sesuai dengan pasien yang mengalami hipoalbumin yaitu
dengan kadar albumin 2,20 g/dL yang dimana kadar normalnya berkisar antara 3,5
hingga 5,9 g/dL.6
Pasien merupakan pasien pasca operasi laparotomi yang dimana tindakan
tersebut merupakan tindakan bedah mayor. Berdasarkan literatur menyatakan
hipoalbuminemia bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena
hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan plasma dan volume cairan
lainnya, tetapi disebabkan oleh kelebihan dan defisit cairan di intravaskular yang
disebabkan dilusi, penyakit, dan faktor distribusi.9
Nutrisi parenteral saat praoperatif diberikan sejak MRS. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa nutrisi parenteral diberikan sejak
praoperatif untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh,
meskipun pasien dipuasakan untuk operasi.8 Sementara nutrisi enteral dan
parenteral pasca operatif diberikan dalam 24 jam pembedahan dimana ini sesuai
dengan sumber literature yang disebutkan bahwa pemberian nutrisi enteral
sebaiknya 24 jam pembedahan selama tidak ada kontraindikasi, nutrisi parenteral
diberikan sebagai suplemen pada pasien yang tidak bisa mencapai kebutuhan nutrisi
penuh dengan nutrisi enteral.9
Kebutuhan energi pasien berdasarkan BMI nya yang 22,05 kg/m2 adalah
1.169,55 kkal dengan protein sebesar 43,9 gram, lemak sebesar 32,5 gram, dan
karbohidrat sebesar 175,4 gram. Dalam literature disebutkan pemantauan terapi
nutrisi pada penyakit kritis adalah bertujuan untuk memastikan bahwa dukungan
24
nutrisi yang tepat dipilih dan diberikan sesuai rencana dan resep, untuk memastikan
bahwa perkiraan kebutuhan energi dan protein terpenuhi, untuk menghindari atau
mendeteksi sejak dini segala kemungkinan komplikasi;untuk menilai respons
terhadap pemberian makanan, untuk mendeteksi defisiensi elektrolit atau
mikronutrien spesifik pada pasien yang berisiko akibat kehilangan khusus
(misalnya saluran pembuangan, terapi penggantian ginjal), atau patologi (misalnya
pada luka bakar mayor).10
25
BAB V
SIMPULAN
Nutrisi parenteral adalah merupakan nutrisi yang dimasukkan melalui pembuluh
darah dan tidak menggunakan sistem pencernaan. Nutrisi ini diberikan kepada
orang yang tidak mampu menyerap nutrisi melalui saluran pencernaan karena
muntah yang tidak terhenti, diare berat, atau adanya penyakit usus. Pasien akan
diberikan formula gizi yang mengandung nutrisi seperti glukosa, asam amino, lipid
dan vitamin ditambahkan dan mineral. Pasien merupakan perempuan berusia 60
tahun dengan peritonitis generalisata oleh karena perforasi gaster dan sepsis yang
telah dilakukan laparotomi dengan repair gaster omental plaque, appendisektomi,
dan cuci caecum abdomen. Pada pasien ini, penetapan status nutrisi menggunakan
penilaian Subjective Global Assessment (SGA). Kebutuhan energi pasien
berdasarkan BMI nya yang 22,05 kg/m2 adalah 1.169,55 kkal dengan protein
sebesar 43,9 gram, lemak sebesar 32,5 gram, dan karbohidrat sebesar 175,4 gram.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G & Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. PT
Indeks, 2018.
2. Morgan GE & Mikhail MS. Nutrition in perioperative & critical care. In:
Clinical Anesthesiology, 5th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill
Education, 2013, p. 1193-1198.
3. Wiryana, M. Nutrisi pada penderita sakit kritis. J Peny Dalam, 2007; 8(2):
176-186.
4. Cohen DA. Neoplastic Disease. In: Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL,
editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology, 2nd ed. Wadsworth: Cengage
Learning, 2010: p. 702-734.
5. Weimann A, Braga M, Carli F, Higashiguchi T, Hubner M, Klek S, Laviano
A, Ljungqvist O, Lobo DN, Martindale R, Waitzberg DL, Bischoff SC,
Sienger P. Espen guideline: clinical nutrition in surgey. Clinical nutrition,
2017; 36: 623-650.
6. Braga M, Ljungqvist O, Soeters P, Fearon K, Weimann A, Bozzeti F. ESPEN
guidelines on Parenteral Nutrition: Surgery. Clinical Nutrition, 2009; 28:
378-386.
7. Fukatsu K. Role of nutrition in gastroenterological surgery. Ann
Gastroenterol Surg, 2019;3:160-168.
8. Hartono A. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit. Edisi 2. EGC, 2010.
9. Singer P, Berger MM, Berghe GV, Biolo G, Calder P, Forber A, et al. ESPEN
Guidelines on Parenteral Nutrition: Intensive Care. European Society for
Clinical Nutrition and Metabolism, 2009.
10. Torgersen Z & Balters M. Perioperative nutrition. Surg Clin N Am, 2015;
95:255-267.
11. Marian M & Roberts S. Cancer cachexia. In: Clinical Nutrition for Oncology
Patients. Jones and Bartlett Publishers, 2010.
12. Rahardjo E. Dukungan kombinasi Nutrisi parenteral, 4nd Symposium life
support & critical care on trauma & emergency patients. Surabaya, 2008.