Laporan Kasus New
-
Upload
ranggit-oktanita -
Category
Documents
-
view
59 -
download
3
Transcript of Laporan Kasus New
BAB I
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Sdr. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 15 tahun
Alamat : Gunturan RT 06 Tri Harjo Pandak Bantul
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama: bintil kemerahan di wajah
2. Keluhan Tambahan: bernanah dan terasa gatal
3. Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pemuda datang ke poli penyakit kulit dan kelamin dengan keluhan timbul bintil-
bintil kemerahan di wajah sejak 3 bulan lalu. Awalnya muncul di kedua pipi kemudian
menyebar ke dagu, kening, dan hidung. Bintil-bintil tersebut terasa nyeri dan gatal.
Beberapa ada yang bernanah dan bila dipijit keluar seperti lemak berwarna putih. Pasien
mencoba memakai pembersih muka ponds antibacterial namun tidak membaik dan
bertambah banyak, sebelumnya belum pernah berobat untuk penyakitnya ini. Pasien
mengaku sering bermain bola dan kepanasan, pasien jarang mencuci wajah. Pasien
menyangkal mengonsumsi rokok, alkohol, serta obat-obatan dalam jangka waktu lama.
Riwayat stress emosional disangkal oleh pasien.
1
4. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah menderita keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat penyakit asma, diabetes melitus, hipertensi, alergi disangkal pasien.
5. Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dengan
keluhan yang sama. Riwayat penyakit jantung, asma, diabetes melitus, hipertensi, ginjal
tidak ada.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Generalis :
Kepala : t. a. k.
Leher : t. a. k.
Thorax : t. a. k.
Abdomen : t. a. k.
Ekstremitas : t. a. k.
Genital : t. a. k.
Status Dermatologis :
Tampak papul eritema multiple diskret, pustule multiple diskret, nodul eritema multiple
diskret, komedo terbuka multiple diskret dan sikatriks hipotrofik. Lokasi di regio frontalis,
regio nasalis, regio zygomatica dekstra dan sinistra, region maksilaris dekstra dan sinistra,
region mentalis, dan regio parotideomasseterica dekstra dan sinistra.
2
D. Diagnosa Banding
1. Akne vulgaris
2. Erupsi akneiformis
3. Rosasea
E. Diagnosa Kerja
Akne vulgaris
3
F. Terapi
Doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari
Cimetidine 1x1 tablet selama 7 hari
Clindamycin phosphate 1 %
Retinoid acid 0,025%
G. Saran/nasehat
Merawat kebersihan kulit dan lingkungan, hindari polusi debu, serta pemencetan jerawat.
Tidak memakai produk wajah sembarangan.
Hidup sehat, cukup istirahat dan hindari stres.
Patuh terhadap pengobatan yang diberikan.
4
BAB II
DASAR TEORI
A. DEFINISI
Akne vulgaris atau jerawat adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
B. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat
itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan
dibanding anak laki-laki.2 Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan
85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Perempuan cenderung untuk
terkena akne pada usia lebih dini daripada anak laki-laki. Puncak kejadian pada
perempuan antara 14 dan 17 tahun, sedangkan pada laki-laki usia 15 sampai 19 tahun.
Akne biasanya sembuh dalam waktu 10 tahun dari onset, meskipun sampai dengan lima
persen wanita dan satu persen pria di usia tiga puluhan dapat memiliki jerawat persisten
ringan.3 Sumber lain menyebutkan usia awal timbulnya komedo adalah usia 7 tahun dan
timbulnya papulopustules pada usia 10 - 11 tahun. Meskipun tidak ada perbedaan gender
dalam prevalensi jerawat, namun cenderung lebih parah pada laki-laki dan juga tidak ada
perbedaan dalam tingkat keparahan jerawat di kalangan usia dan kelompok etnis. Bagian
yang paling sering terkena jerawat adalah wajah diikuti dengan dada.4,5
C. ETIOPATOGENESIS
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara
lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium
aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
5
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi peningkatan
sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada
penyakit parkinson dan akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes,
Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang
terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada
kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea
yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi
kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi
sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini
menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada
remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan stimulus utama pada
sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon
sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar
sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3
5. Diet
Penelitian menunjukkan pada pasien yang menjalani diet rendah karbohidrat dapat
mengurangi risiko terkena akne daripada pasien dengan diet tinggi karbohidrat.6
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim
dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.1
6
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus
polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada
dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.7
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan
kadang- kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan
terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri,
dan peradangan (inflamasi).
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi
sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak
sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua
kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida
mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak
bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas
ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan
dapat menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum
androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi
timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen
dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui
umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang
menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2
7
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul
(pustul) d) Nodul (Diambil dari kepustakaan 2 )
2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne
yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi
hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan
kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan
daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan
hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang
memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-
reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit
follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-
8
reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi
proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak
terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam
linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang
yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan
dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat
asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.8
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokome.9
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif
dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik,
dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki
konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak
terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya
penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi
yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi
dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-
inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan
faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan
berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang
9
mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.10
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului
pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan
cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan
dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas
inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan
ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama
ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea
dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah
ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular,
seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling berkaitan dalam
pembentukan akne.9
D. GEJALA KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang
memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer
dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan
pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup
biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada
kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4
mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh
sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan
membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus
sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.7,8,9
10
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit
yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang
memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap,
makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne
memiliki penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang
dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type
atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe
anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan
leher.11,12
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada
wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan
dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan
kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada
daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.13,14
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal
dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12 tahun,
yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal
tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang
kadang-kadang terjadi. Bagaimanapun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia
pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat
menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih
berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda.
Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular
seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun
yang belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi
sebagai papul, pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher
bagian atas.7
11
E. KLASIFIKASI DAN DERAJAT
Akne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan lainnya,
sehingga diperlukan penggolongan / klasifikasi untuk membedakannya. Plewig dan
Kligman dalam buku Acne: Morphogenesis and Treatmant (1975) mengklasifikasikan akne
sebagai berikut15 :
A. Akne vulagris dan varietasnya:
Akne tropikalis
Akne fulminan
Pioderma fasialis
Akne mekanika
Dan lainnya
B. Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya:
Akne kosmetika
Pomade acne
Akne klor
Akne akibat kerja
Akne deterjen
C. Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya:
Solar comedones
Akne radiasi (sinar X, kobal)
Pergolongan ini membedakannya secara jelas dengan kelainan yang mirip akne, erupsi
akneiformis akibat induksi obat yang digunakan secara lama, misalnya kortikosteroid,
ACTH, INH, iodida, bromide, vitamin B12, difenil hidrantoin, trimetadion, dan
fenobarbital. Pada akne vulgaris terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab. Pada akne venenata terjadi penutupan oleh
massa eksternal. Pada akne fisis, saluran keluar menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet,
sinar matahari, atau sinar radioaktif.16
12
Derajat keparahan jerawat dapat dilakukan dengan menggunakan skala penilaian,
penghitungan lesi dan metode fotografi. Metode fotografi dapat digunakan untuk
menetapkan catatan yang akurat dan dapat dicapai dari subyek. Namun lesi kecil yang tidak
meradang sulit untuk dideteksi. Sebuah sistem penilaian baru bernama Comprehensive
Acne Severity Scale – CASS (modifikasi dari Investigator Global Assessment [IGA] of
Acne Severity) adalah alat divalidasi yang secara signifikan berkorelasi dengan teknik
Leeds untuk wajah (r = 0.82), dada (r = 0,85) dan belakang (r = 0,87). Cara ini sederhana
untuk digunakan di klinik praktek.17
Pemeriksaan dilakukan pada jarak 2,5 meter untuk jerawat di wajah, dada dan punggung.
13
F. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi
gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan
bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan
subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam,
arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan
tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang
menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan
glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan
akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal
untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone
(LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan
penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak
responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk
mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.4
G. DIAGNOSIS BANDING
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis dengan
adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul) yang erdapat
pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi
akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti
kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH.
Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa
disertai demam.8
2. Rosasea
14
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,
dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri
atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema
intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista,
dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum
dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul
kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut.
Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut,
namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara
pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride,
dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu,
yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter
kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor
yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif
terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.12
H. PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang masih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini
mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)
merupakan obat yang sering digunakan unutk akne. Obat ini digunakan sebagai
terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka
kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan
15
reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg
diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.
Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum
makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-
200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan
diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi
terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik
digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous
colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang
lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,13
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan
untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan
jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan
jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan
pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn
yang berat. 2,6
16
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk
lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat
daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki
daripada di punggung dan badan.2,5
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.
Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,
estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi
topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,
dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-
kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan
terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane
hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)
dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,
salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif
yang diberikan antara 100-200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan
target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan
untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen
reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula
adrenal.2
2. Topikal
17
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak
dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah
untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru
dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk
beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal
tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah
disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance
terapi.13
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan
Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-
inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam
galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution
(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin
prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama
dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24
dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,
atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
18
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk
akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah
rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap
P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin
ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau
kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja
antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti
pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan
atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi
papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5%
tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan
membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang
sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam
waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin
kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit
juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke
dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama
19
dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah
dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan
industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu
terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah
tentang penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini
belum tersedia secara komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan
adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah
total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan
penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu
superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
20
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular. Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense
(2.5-10 mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Chemical Peeling
Chemical peeling adalah proses mengaplikasikan bahan kimia pada kulit sehingga
menyebabkan kerusakan terkendali dari epidermis menuju pengelupasan kulit,
diikuti oleh resurfacing, tanpa menyebabkan jaringan parut. Pengelupasan kulit
menyebabkan penurunan jumlah komedo dan pigmentasi postinflammatory serta
perbaikan scar yang dangkal. Peeling agen yang digunakan dalam jerawat :
Salicylic acid 20-30 % adalah agen peeling pilihan di jerawat karena
memiliki sifat keratolitik dan anti - inflamasi. Dapat dengan mudah
menembus pilosebaceous .
Keuntungan : Ini aman karena tidak perlu dinetralkan, penetrasi dermal
minimal dan mudah untuk diaplikasikan secara merata. Efektif dalam semua
derajat akne aktif karena bersifat komedolitik dan anti -inflamasi .
Kekurangan : Hal ini dapat menyebabkan salicylism jika diterapkan pada
daerah yang luas (seperti punggung) karena menyebabkan penyerapan
sistemik . Kontaindikasi dalam kehamilan dan pada pasien yang alergi
terhadap aspirin .
Asam glikolat 20-35 %
Keuntungan : ditoleransi dengan baik dan tidak menghasilkan toksisitas
sistemik . Ini adalah agen peeling efektif bahkan bila digunakan dalam
konsentrasi yang lebih rendah dan memiliki masa kerja panjang .
Kekurangan : Ada variabilitas besar pada pasien dalam hal reaktivitas dan
kemanjuran , sulit untuk mendapatkan solusi standar . Aplikasi untuk durasi
yang tepat ( biasanya tiga menit ) itu penting. Luka kulit, pigmentasi dan
21
jaringan parut dapat terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi . Harganya
mahal dan harus dinetralkan dengan natrium bikarbonat .
Asam trikloroasetat 10-15 %
Keuntungan : murah , stabil , mudah tersedia dan mudah untuk
dipersiapkan. Tidak ada toksisitas sistemik dan tidak membutuhkan
netralisasi .
Kekurangan : Konsentrasi yang lebih tinggi ≥ 35 % dapat menyebabkan
jaringan parut . Hiperpigmentasi postinflammatory dapat terjadi, terutama
pada pasien berkulit gelap dan karenanya, pasien harus diperingatkan
tentang efek samping.18
d. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen
cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini
bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi
kerusakan pada dinding tersebut. 13
I. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai
pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat
permanen.2
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembuh sebelum mencapai usia 30-40an.
Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi yang sangat
berat sehingga perlu dirawat inap di rumah sakit.
BAB III
PEMBAHASAN
22
Pada kasus ini, pasien merupakan remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan diagnosa
akne vulgaris, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang menyebutkan bahwa 85% akne
vulgaris terjadi pada remaja. Puncak kejadian pada perempuan antara 14 dan 17 tahun,
sedangkan pada laki-laki usia 15 sampai 19 tahun. Sumber lain menyebutkan usia awal
timbulnya komedo adalah usia 7 tahun dan timbulnya papulopustules pada usia 10 - 11
tahun. Bagian yang paling sering terkena jerawat adalah wajah diikuti dengan dada.17
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari
produksi hormon seks yang meningkat. Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan
kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi
sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan
stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar
sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar
sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3
Manifestasi klinis akne vulgaris pada pasien ini adalah papul eritema multiple diskret,
pustule multiple diskret, nodul eritema multiple diskret, komedo terbuka multiple diskret dan
sikatriks hipotrofik. Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo
merupakan lesi primer dari akne. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan
disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Berdasarkan
derajat keparahan sistem penilaian baru bernama Comprehensive Acne Severity Scale –
CASS, pasien pada kasus ini menderita akne vulgaris derajat sedang dimana wajah dan
punggung tampak komedo, papul, dan pustule.
Terapi yang diberikan adalah Doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari, Cimetidine 1x1
tablet selama 7 hari, Clindamycin phosphate 1 %, Retinoid acid 0,025%. Antibiotik oral telah
banyak digunakan untuk mengobati kasus akne vulgaris derajat sedang dan berat. Namun,
penggunaan jangka panjang antibiotik oral mungkin terkait dengan resistensi bakteri.
Doxycycline adalah turunan tetrasiklin. Berbeda dengan tetrasiklin, penyerapan
doksisiklin kurang dipengaruhi oleh makanan. Kontraindikasi pada anak usia kurang dari
delapan tahun, kehamilan dan laktasi. Dosis doxycycline 50 hingga 100 mg sehari efektif
23
dalam mengurangi baik lesi inflamasi dan non-inflamasi. Penurunan lesi dicapai dengan
pengobatan tiga bulan doksisiklin oral adalah antara 14% dan 50% untuk lesi non-inflamasi
(p <0,05), dan antara 30% dan 75% untuk lesi inflamasi (p <0,05).17
Cindamycin topikal efektif dalam mengurangi baik inflamasi dan lesi non-inflamasi.
Sebuah uji klinis menunjukkan bahwa klindamisin unggul daripada plasebo. Rizer RL dkk.
melaporkan bahwa clindamycin topical efektif mengurangi lesi inflamasi dengan 54,9% (p =
0,015) dan lesi non-inflamasi dengan 26,4% (p = 0,043) pada minggu ke 12 pengobatan.
Retinoid topikal adalah turunan sintetis dari vitamin A (retinol). Retinoid mengikat reseptor
asam retinoat dan memiliki anti-comedogenic, komedolitik dan sifat anti-inflamasi. Efektif
dalam pengobatan ringan sampai sedang jerawat vulgaris untuk lesi baik inflamasi dan non-
inflamasi.17
BAB IV
KESIMPULAN
Akne vulgaris atau jerawat adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah
wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja
dengan beberapa derajat akne. Perempuan cenderung untuk terkena akne pada usia lebih dini
daripada anak laki-laki. Puncak kejadian pada perempuan antara 14 dan 17 tahun, sedangkan
pada laki-laki usia 15 sampai 19 tahun. Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi
banyak faktor dan kadang- kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi
folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).
24
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang
memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer dari
akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan
pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup
biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit
untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul
dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti
terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan
bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu
serosaginosa atau pus kekuningan.
Pada kasus ini pasien didiagnosa akne vulgari dengan derajat keparahan sedang, terapi
yang diberikan adalah Doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari, Cimetidine 1x1 tablet selama 7
hari, Clindamycin phosphate 1 %, Retinoid acid 0,025%. Cindamycin topikal efektif dalam
mengurangi baik inflamasi dan lesi non-inflamasi. Sebuah uji klinis menunjukkan bahwa
klindamisin unggul daripada plasebo. Retinoid topikal adalah turunan sintetis dari vitamin A
(retinol). Retinoid mengikat reseptor asam retinoat dan memiliki anti-comedogenic, komedolitik
dan sifat anti-inflamasi. Dosis doxycycline 50 hingga 100 mg sehari efektif dalam mengurangi
baik lesi inflamasi dan non-inflamasi. Penurunan lesi dicapai dengan pengobatan tiga bulan
doksisiklin oral adalah antara 14% dan 50% untuk lesi non-inflamasi (p <0,05), dan antara 30%
dan 75% untuk lesi inflamasi (p <0,05).17
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.
2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p:
690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts: Blackwell
Science,Inc.;2002. p:148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World
Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV, eds.
Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.
Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000. p:
231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th ed.
Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005. p:10-
20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF, Rawlings AV,
eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:253-256
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer
H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment. Dermatology, Acne
Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002. p:37-42. 2003
14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H, Nalgi L,
Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:87-98.
15. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from :
26
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
16. Truter, ilse. 2009. Evidence Based Pharmacy Practice – Acne Vulgaris. SA Pharmaceutical
Journal.
17. Johar, Datin Asmah. 2012. Clinical Practice Guideline - Management of Acne Vulgaris.
Ministry of Health Malaysia
18. Khunger, niti. 2008. Standard Guideline of Care for Acne Surgery. Indian Journal of
Dermatology, Venereology, Leprology.
27