Laporan Kasus New

40
BAB I KASUS A. Identitas Pasien Nama : Sdr. D Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 15 tahun Alamat : Gunturan RT 06 Tri Harjo Pandak Bantul Pendidikan : SMP Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar B. Anamnesa 1. Keluhan Utama: bintil kemerahan di wajah 2. Keluhan Tambahan: bernanah dan terasa gatal 3. Riwayat penyakit sekarang : Seorang pemuda datang ke poli penyakit kulit dan kelamin dengan keluhan timbul bintil-bintil kemerahan di wajah sejak 3 bulan lalu. Awalnya muncul di kedua pipi kemudian menyebar ke dagu, kening, dan hidung. Bintil-bintil tersebut terasa nyeri dan gatal. Beberapa ada yang bernanah dan bila dipijit keluar seperti lemak berwarna putih. Pasien mencoba memakai 1

Transcript of Laporan Kasus New

Page 1: Laporan Kasus New

BAB I

KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Sdr. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 15 tahun

Alamat : Gunturan RT 06 Tri Harjo Pandak Bantul

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

B. Anamnesa

1. Keluhan Utama: bintil kemerahan di wajah

2. Keluhan Tambahan: bernanah dan terasa gatal

3. Riwayat penyakit sekarang :

Seorang pemuda datang ke poli penyakit kulit dan kelamin dengan keluhan timbul bintil-

bintil kemerahan di wajah sejak 3 bulan lalu. Awalnya muncul di kedua pipi kemudian

menyebar ke dagu, kening, dan hidung. Bintil-bintil tersebut terasa nyeri dan gatal.

Beberapa ada yang bernanah dan bila dipijit keluar seperti lemak berwarna putih. Pasien

mencoba memakai pembersih muka ponds antibacterial namun tidak membaik dan

bertambah banyak, sebelumnya belum pernah berobat untuk penyakitnya ini. Pasien

mengaku sering bermain bola dan kepanasan, pasien jarang mencuci wajah. Pasien

menyangkal mengonsumsi rokok, alkohol, serta obat-obatan dalam jangka waktu lama.

Riwayat stress emosional disangkal oleh pasien.

1

Page 2: Laporan Kasus New

4. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah menderita keluhan serupa sebelumnya.

Riwayat penyakit asma, diabetes melitus, hipertensi, alergi disangkal pasien.

5. Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dengan

keluhan yang sama. Riwayat penyakit jantung, asma, diabetes melitus, hipertensi, ginjal

tidak ada.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Status Generalis :

Kepala : t. a. k.

Leher : t. a. k.

Thorax : t. a. k.

Abdomen : t. a. k.

Ekstremitas : t. a. k.

Genital : t. a. k.

Status Dermatologis :

Tampak papul eritema multiple diskret, pustule multiple diskret, nodul eritema multiple

diskret, komedo terbuka multiple diskret dan sikatriks hipotrofik. Lokasi di regio frontalis,

regio nasalis, regio zygomatica dekstra dan sinistra, region maksilaris dekstra dan sinistra,

region mentalis, dan regio parotideomasseterica dekstra dan sinistra.

2

Page 3: Laporan Kasus New

D. Diagnosa Banding

1. Akne vulgaris

2. Erupsi akneiformis

3. Rosasea

E. Diagnosa Kerja

Akne vulgaris

3

Page 4: Laporan Kasus New

F. Terapi

Doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari

Cimetidine 1x1 tablet selama 7 hari

Clindamycin phosphate 1 %

Retinoid acid 0,025%

G. Saran/nasehat

Merawat kebersihan kulit dan lingkungan, hindari polusi debu, serta pemencetan jerawat.

Tidak memakai produk wajah sembarangan.

Hidup sehat, cukup istirahat dan hindari stres.

Patuh terhadap pengobatan yang diberikan.

4

Page 5: Laporan Kasus New

BAB II

DASAR TEORI

A. DEFINISI

Akne vulgaris atau jerawat adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang

ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada

daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1

B. EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat

itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan

dibanding anak laki-laki.2 Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan

85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Perempuan cenderung untuk

terkena akne pada usia lebih dini daripada anak laki-laki. Puncak kejadian pada

perempuan antara 14 dan 17 tahun, sedangkan pada laki-laki usia 15 sampai 19 tahun.

Akne biasanya sembuh dalam waktu 10 tahun dari onset, meskipun sampai dengan lima

persen wanita dan satu persen pria di usia tiga puluhan dapat memiliki jerawat persisten

ringan.3 Sumber lain menyebutkan usia awal timbulnya komedo adalah usia 7 tahun dan

timbulnya papulopustules pada usia 10 - 11 tahun. Meskipun tidak ada perbedaan gender

dalam prevalensi jerawat, namun cenderung lebih parah pada laki-laki dan juga tidak ada

perbedaan dalam tingkat keparahan jerawat di kalangan usia dan kelompok etnis. Bagian

yang paling sering terkena jerawat adalah wajah diikuti dengan dada.4,5

C. ETIOPATOGENESIS

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum

diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara

lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,

keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium

aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3

5

Page 6: Laporan Kasus New

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi peningkatan

sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada

penyakit parkinson dan akromegali.3

2. Bakteri

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes,

Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang

terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada

kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea

yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi

kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi

sitokin pro-inflamasi.3

3. Herediter

Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar

palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat akne,

kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3

4. Hormon

Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini

menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada

remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan stimulus utama pada

sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon

sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin

disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar

sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3

5. Diet

Penelitian menunjukkan pada pasien yang menjalani diet rendah karbohidrat dapat

mengurangi risiko terkena akne daripada pasien dengan diet tinggi karbohidrat.6

6. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim

dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.1

6

Page 7: Laporan Kasus New

7. Faktor iatrogenik

Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus

polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada

dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.7

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan

kadang- kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan

terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri,

dan peradangan (inflamasi).

1. Peningkatan sekresi sebum

Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi

sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak

sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua

kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida

mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak

bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas

ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan

dapat menjadi komedogenik.1,2

Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan

aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan

mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum

androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-

reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT

poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi

timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2

Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis

estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika

dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme

dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen

dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui

umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang

menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2

7

Page 8: Laporan Kasus New

P

a b c d

Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul

(pustul) d) Nodul (Diambil dari kepustakaan 2 )

2. Keratinisasi folikel

Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne

yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi

hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan

kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian

menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal

tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian

membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan

daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga

menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam

linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.2

Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan

hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang

memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-

reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron

(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit

follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-

8

Page 9: Laporan Kasus New

reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi

proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam

patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak

terkena akne.1,2

Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam

linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang

yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan

dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan

hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat

asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan

mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.8

IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit

follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan

mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat

pembentukan mikrokome.9

3. Bakteri

Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif

dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik,

dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki

konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak

terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya

penyakit yang diderita.2

Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi

perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi

yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi

dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-

inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi

hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan

faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan

berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang

9

Page 10: Laporan Kasus New

mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin

proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.10

4. Inflamasi

Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan

komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului

pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan

cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan

dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas

inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2

Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih

terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan

ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis

mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama

ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea

dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah

ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2

Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular,

seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling berkaitan dalam

pembentukan akne.9

D. GEJALA KLINIS

Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang

memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer

dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan

pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup

biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada

kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4

mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh

sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan

membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus

sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.7,8,9

10

Page 11: Laporan Kasus New

Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit

yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang

memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap,

makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne

memiliki penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang

dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type

atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe

anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan

leher.11,12

Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada

wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan

dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan

kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada

daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.13,14

Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal

dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12 tahun,

yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal

tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang

kadang-kadang terjadi. Bagaimanapun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia

pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat

menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih

berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda.

Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular

seminggu sebelum mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun

yang belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi

sebagai papul, pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher

bagian atas.7

11

Page 12: Laporan Kasus New

E. KLASIFIKASI DAN DERAJAT

Akne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan lainnya,

sehingga diperlukan penggolongan / klasifikasi untuk membedakannya. Plewig dan

Kligman dalam buku Acne: Morphogenesis and Treatmant (1975) mengklasifikasikan akne

sebagai berikut15 :

A. Akne vulagris dan varietasnya:

Akne tropikalis

Akne fulminan

Pioderma fasialis

Akne mekanika

Dan lainnya

B. Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya:

Akne kosmetika

Pomade acne

Akne klor

Akne akibat kerja

Akne deterjen

C. Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya:

Solar comedones

Akne radiasi (sinar X, kobal)

Pergolongan ini membedakannya secara jelas dengan kelainan yang mirip akne, erupsi

akneiformis akibat induksi obat yang digunakan secara lama, misalnya kortikosteroid,

ACTH, INH, iodida, bromide, vitamin B12, difenil hidrantoin, trimetadion, dan

fenobarbital. Pada akne vulgaris terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar

akibat pengaruh berbagai faktor penyebab. Pada akne venenata terjadi penutupan oleh

massa eksternal. Pada akne fisis, saluran keluar menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet,

sinar matahari, atau sinar radioaktif.16

12

Page 13: Laporan Kasus New

Derajat keparahan jerawat dapat dilakukan dengan menggunakan skala penilaian,

penghitungan lesi dan metode fotografi. Metode fotografi dapat digunakan untuk

menetapkan catatan yang akurat dan dapat dicapai dari subyek. Namun lesi kecil yang tidak

meradang sulit untuk dideteksi. Sebuah sistem penilaian baru bernama Comprehensive

Acne Severity Scale – CASS (modifikasi dari Investigator Global Assessment [IGA] of

Acne Severity) adalah alat divalidasi yang secara signifikan berkorelasi dengan teknik

Leeds untuk wajah (r = 0.82), dada (r = 0,85) dan belakang (r = 0,87). Cara ini sederhana

untuk digunakan di klinik praktek.17

Pemeriksaan dilakukan pada jarak 2,5 meter untuk jerawat di wajah, dada dan punggung.

13

Page 14: Laporan Kasus New

F. DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4

Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi

gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan

bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan

subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam,

arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4

Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan

tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang

menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan

glandula sebacea yang banyak.4

Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan

akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal

untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone

(LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan

penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak

responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk

mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.4

G. DIAGNOSIS BANDING

Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis dengan

adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul) yang erdapat

pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi

akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8

1. Erupsi akneiformis

Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti

kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH.

Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa

disertai demam.8

2. Rosasea

14

Page 15: Laporan Kasus New

Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,

dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri

atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema

intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista,

dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum

dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10

3. Dermatitis perioral

Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul

kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut.

Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut,

namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara

pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride,

dan kontrasepsi oral.2,8,10

Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu,

yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter

kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor

yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif

terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.12

H. PENATALAKSANAAN

Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet.2,5,6

1. Terapi Sistemik

a. Antibiotik oral

Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang masih

meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,

doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini

mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13

Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)

merupakan obat yang sering digunakan unutk akne. Obat ini digunakan sebagai

terapi lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka

kejadian resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan

15

Page 16: Laporan Kasus New

reaksi peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg

diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.

Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum

makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13

Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-

200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya

diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan

diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13

Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini

sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi

terhadap P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13

Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik

digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous

colitis. Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)

direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang

lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,13

b. Isotretionoin oral

Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan

untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi

komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan

menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan

menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung

terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan

jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13

Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau

50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan

jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan

pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn

yang berat. 2,6

16

Page 17: Laporan Kasus New

Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan

diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9

bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 2,13

Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk

lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat

daripada papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki

daripada di punggung dan badan.2,5

c. Hormonal

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon

terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara

sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada

akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.

Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,

estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi

hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi

topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,

dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-

kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan

terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane

hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg

ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)

dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,

salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif

yang diberikan antara 100-200 mg. 2,5

Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan

target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan

untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen

reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula

adrenal.2

2. Topikal

17

Page 18: Laporan Kasus New

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak

dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah

untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru

dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk

beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal

tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah

disekitarnya.8,13

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical.

Mekanisme kerja dari retinoid topical:

- Mengeluarkan komedo yang telah matur.

- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.

- Menghambat reaksi inflamasi.

- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance

terapi.13

b. Tretinoin

Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan

Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini

ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-

inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam

galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution

(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin

prenetration.11,13

c. Isotretinoin

Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama

dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24

dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13

d. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream,

atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000

18

Page 19: Laporan Kasus New

pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan

tretinoin 0.025%. 13

e. Tazarotene

Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk

akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13

f. Antibiotik Topikal

Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah

rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap

P.aknes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin

ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau

kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13

Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja

antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti

pada efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan

atau dalam saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi

papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5%

tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan

membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang

sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam

waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak

direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin

kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13

Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja

dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri

dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada

keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit

juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan

berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar

sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke

dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama

19

Page 20: Laporan Kasus New

dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah

dalam jumlah produksi sebum. 2,5,13

g. Asam Salisilat

Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi

dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13

h. Anti-androgen

Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang

berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan

industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu

terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah

tentang penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini

belum tersedia secara komersial. 2,5,13

3. Terapi Fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan

menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:

a. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan

menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,

pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.

Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13

b. Kortikosteroid Intralesi

Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-

nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun

waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan

adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah

total obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan

penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu

superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13

20

Page 21: Laporan Kasus New

Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi

nodular. Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense

(2.5-10 mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat

bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus

diulang dalam 2-3 minggu. Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular

tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13

c. Chemical Peeling

Chemical peeling adalah proses mengaplikasikan bahan kimia pada kulit sehingga

menyebabkan kerusakan terkendali dari epidermis menuju pengelupasan kulit,

diikuti oleh resurfacing, tanpa menyebabkan jaringan parut. Pengelupasan kulit

menyebabkan penurunan jumlah komedo dan pigmentasi postinflammatory serta

perbaikan scar yang dangkal. Peeling agen yang digunakan dalam jerawat :

Salicylic acid 20-30 % adalah agen peeling pilihan di jerawat karena

memiliki sifat keratolitik dan anti - inflamasi. Dapat dengan mudah

menembus pilosebaceous .

Keuntungan : Ini aman karena tidak perlu dinetralkan, penetrasi dermal

minimal dan mudah untuk diaplikasikan secara merata. Efektif dalam semua

derajat akne aktif karena bersifat komedolitik dan anti -inflamasi .

Kekurangan : Hal ini dapat menyebabkan salicylism jika diterapkan pada

daerah yang luas (seperti punggung) karena menyebabkan penyerapan

sistemik . Kontaindikasi dalam kehamilan dan pada pasien yang alergi

terhadap aspirin .

Asam glikolat 20-35 %

Keuntungan : ditoleransi dengan baik dan tidak menghasilkan toksisitas

sistemik . Ini adalah agen peeling efektif bahkan bila digunakan dalam

konsentrasi yang lebih rendah dan memiliki masa kerja panjang .

Kekurangan : Ada variabilitas besar pada pasien dalam hal reaktivitas dan

kemanjuran , sulit untuk mendapatkan solusi standar . Aplikasi untuk durasi

yang tepat ( biasanya tiga menit ) itu penting. Luka kulit, pigmentasi dan

21

Page 22: Laporan Kasus New

jaringan parut dapat terjadi pada konsentrasi yang lebih tinggi . Harganya

mahal dan harus dinetralkan dengan natrium bikarbonat .

Asam trikloroasetat 10-15 %

Keuntungan : murah , stabil , mudah tersedia dan mudah untuk

dipersiapkan. Tidak ada toksisitas sistemik dan tidak membutuhkan

netralisasi .

Kekurangan : Konsentrasi yang lebih tinggi ≥ 35 % dapat menyebabkan

jaringan parut . Hiperpigmentasi postinflammatory dapat terjadi, terutama

pada pasien berkulit gelap dan karenanya, pasien harus diperingatkan

tentang efek samping.18

d. Liquid Nitrogen

Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen

cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini

bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi

kerusakan pada dinding tersebut. 13

I. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai

pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat

permanen.2

Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembuh sebelum mencapai usia 30-40an.

Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi yang sangat

berat sehingga perlu dirawat inap di rumah sakit.

BAB III

PEMBAHASAN

22

Page 23: Laporan Kasus New

Pada kasus ini, pasien merupakan remaja laki-laki berusia 15 tahun dengan diagnosa

akne vulgaris, hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang menyebutkan bahwa 85% akne

vulgaris terjadi pada remaja. Puncak kejadian pada perempuan antara 14 dan 17 tahun,

sedangkan pada laki-laki usia 15 sampai 19 tahun. Sumber lain menyebutkan usia awal

timbulnya komedo adalah usia 7 tahun dan timbulnya papulopustules pada usia 10 - 11

tahun. Bagian yang paling sering terkena jerawat adalah wajah diikuti dengan dada.17

Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari

produksi hormon seks yang meningkat. Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan

kelenjar adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi

sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan

stimulus utama pada sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar

sebasea berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini

mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar

sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3

Manifestasi klinis akne vulgaris pada pasien ini adalah papul eritema multiple diskret,

pustule multiple diskret, nodul eritema multiple diskret, komedo terbuka multiple diskret dan

sikatriks hipotrofik. Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel

pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo

merupakan lesi primer dari akne. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan

disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Berdasarkan

derajat keparahan sistem penilaian baru bernama Comprehensive Acne Severity Scale –

CASS, pasien pada kasus ini menderita akne vulgaris derajat sedang dimana wajah dan

punggung tampak komedo, papul, dan pustule.

Terapi yang diberikan adalah Doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari, Cimetidine 1x1

tablet selama 7 hari, Clindamycin phosphate 1 %, Retinoid acid 0,025%. Antibiotik oral telah

banyak digunakan untuk mengobati kasus akne vulgaris derajat sedang dan berat. Namun,

penggunaan jangka panjang antibiotik oral mungkin terkait dengan resistensi bakteri.

Doxycycline adalah turunan tetrasiklin. Berbeda dengan tetrasiklin, penyerapan

doksisiklin kurang dipengaruhi oleh makanan. Kontraindikasi pada anak usia kurang dari

delapan tahun, kehamilan dan laktasi. Dosis doxycycline 50 hingga 100 mg sehari efektif

23

Page 24: Laporan Kasus New

dalam mengurangi baik lesi inflamasi dan non-inflamasi. Penurunan lesi dicapai dengan

pengobatan tiga bulan doksisiklin oral adalah antara 14% dan 50% untuk lesi non-inflamasi

(p <0,05), dan antara 30% dan 75% untuk lesi inflamasi (p <0,05).17

Cindamycin topikal efektif dalam mengurangi baik inflamasi dan lesi non-inflamasi.

Sebuah uji klinis menunjukkan bahwa klindamisin unggul daripada plasebo. Rizer RL dkk.

melaporkan bahwa clindamycin topical efektif mengurangi lesi inflamasi dengan 54,9% (p =

0,015) dan lesi non-inflamasi dengan 26,4% (p = 0,043) pada minggu ke 12 pengobatan.

Retinoid topikal adalah turunan sintetis dari vitamin A (retinol). Retinoid mengikat reseptor

asam retinoat dan memiliki anti-comedogenic, komedolitik dan sifat anti-inflamasi. Efektif

dalam pengobatan ringan sampai sedang jerawat vulgaris untuk lesi baik inflamasi dan non-

inflamasi.17

BAB IV

KESIMPULAN

Akne vulgaris atau jerawat adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai

dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah

wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1

Akne pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja

dengan beberapa derajat akne. Perempuan cenderung untuk terkena akne pada usia lebih dini

daripada anak laki-laki. Puncak kejadian pada perempuan antara 14 dan 17 tahun, sedangkan

pada laki-laki usia 15 sampai 19 tahun. Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi

banyak faktor dan kadang- kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang

berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi

folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).

24

Page 25: Laporan Kasus New

Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang

memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer dari

akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan

pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup

biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit

untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul

dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti

terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan

bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu

serosaginosa atau pus kekuningan.

Pada kasus ini pasien didiagnosa akne vulgari dengan derajat keparahan sedang, terapi

yang diberikan adalah Doksisiklin 100 mg/hari selama 7 hari, Cimetidine 1x1 tablet selama 7

hari, Clindamycin phosphate 1 %, Retinoid acid 0,025%. Cindamycin topikal efektif dalam

mengurangi baik inflamasi dan lesi non-inflamasi. Sebuah uji klinis menunjukkan bahwa

klindamisin unggul daripada plasebo. Retinoid topikal adalah turunan sintetis dari vitamin A

(retinol). Retinoid mengikat reseptor asam retinoat dan memiliki anti-comedogenic, komedolitik

dan sifat anti-inflamasi. Dosis doxycycline 50 hingga 100 mg sehari efektif dalam mengurangi

baik lesi inflamasi dan non-inflamasi. Penurunan lesi dicapai dengan pengobatan tiga bulan

doksisiklin oral adalah antara 14% dan 50% untuk lesi non-inflamasi (p <0,05), dan antara 30%

dan 75% untuk lesi inflamasi (p <0,05).17

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 26: Laporan Kasus New

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.

2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform

Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p:

690-703.

3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts: Blackwell

Science,Inc.;2002. p:148-156.

4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html

5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World

Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003

6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV, eds.

Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5

7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.

Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000. p:

231-44.

8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics 7th ed.

Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18

9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005. p:10-

20.

10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of Dermatology

Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:175-180

11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF, Rawlings AV,

eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:253-256

12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer

H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:125-131.

13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment. Dermatology, Acne

Symposium at the World Congres of Drematology Paris July 2002. p:37-42. 2003

14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H, Nalgi L,

Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:87-98.

15. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from :

26

Page 27: Laporan Kasus New

http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html

16. Truter, ilse. 2009. Evidence Based Pharmacy Practice – Acne Vulgaris. SA Pharmaceutical

Journal.

17. Johar, Datin Asmah. 2012. Clinical Practice Guideline - Management of Acne Vulgaris.

Ministry of Health Malaysia

18. Khunger, niti. 2008. Standard Guideline of Care for Acne Surgery. Indian Journal of

Dermatology, Venereology, Leprology.

27