Laporan Kasus Meningoesefal Sol

download Laporan Kasus Meningoesefal Sol

of 30

Transcript of Laporan Kasus Meningoesefal Sol

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    1/30

    Bagian Ilmu Penyakit Saraf CASE REPORT

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Mulawarman

    MENINGOENSEFALITIS + SOL

    oleh:

    RAKHMADI SYABAN NUR

    NIM. 04.45396.00186.09

    Pembimbing:

    dr. SUSILO SISWOTO, Sp. S, M,Pd,M.Si.

    Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

    Pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Mulawarman

    2010

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    2/30

    LEMBAR PENGESAHAN

    CASE REPORT

    MENINGOENSEFALITIS + SOL

    Dipresentasikan pada tanggal 1 Mei 2010

    Disusun oleh:

    RAKHMADI SYABAN NUR

    NIM. 04.45396.00186.09

    Pembimbing:

    dr. SUSILO SISWOTO, Sp. S.M.Pd,M.Si

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    3/30

    Laporan Kasus

    MRS : 16 April 2010, 22.37 WITA

    Waktu pemeriksaan : 17 April 2010, 09.35 WITA

    Bangsal : Angsoka

    Identitas Pasien

    Nama : Tn. B

    Usia : 35 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Sp. I Sebulu

    Pekerjaan : Swasta

    Agama : Protestan

    Suku : Jawa

    Anamnesis (alloanamnesis)

    Keluhan Utama

    Penurunan kesadaran

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Penurunan kesadaran terjadi pada pasien sejak 3 jam sebelum masuk RS.

    Penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba. Pasien tiba-tiba terjatuh setelah

    keluar dari kamarnya.

    3 hari sebelum MRS, pasien berbicara pelo, dan mengalami kelemahan ditangan dan kaki kanannya. Pasien tidak bisa berjalan dengan benar, kecuali

    dibopong oleh keluarga. Munculnya mendadak pada saat pasien sedang duduk-

    duduk, diawali dengan perasaan kram-kram dan kesemutan pada tangan dan

    kakinya.

    Sebelum mengalami penurunan kesadaran, pasien sering mengeluhkan nyeri

    di kepalanya. Dikatakan oleh keluarga pasien, pasien sering mengatakan kepalanya

    sakit seperti di tekan beban berat di seluruh bagian kepala, paling sakit di bagian

    depan kepala. Rasa sakit tidak berhenti-berhenti, hanya berkurang sekitar 30 menit

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    4/30

    apabila diberi obat sakit kepala, dan tidak berkurang pula apabila pasien istirahat.

    Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan atau terbentur kepalanya. Keluhan sakit

    kepala ini dialami pasien sejak 1 minggu sebelum MRS.

    Pasien tidak ada mengalami mual-mual dan muntah, serta tidak mengalami

    kejang-kejang, selama di rumah maupun hingga MRS.

    Pasien mengalami demam sejak 3 minggu sebelum MRS. Demam tersebut naik

    turun, tidak tentu siklusnya, terkadang naik pada malam hari, terkadang naik pada

    siang hari. Demam diikuti pasien menggigil dan kemudian berkeringat. Bersamaan

    dengan demam, pasien juga merasakan badannya mulai melemah, sakit-sakit pada

    sendi dan badannya, dan nyeri pada ulu hati.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien pernah didiagnosis oleh dokter puskesmas menderita malaria 2

    minggu yang lalu, dan diberikan pil berwarna merah yang diminum 4 pil sekaligus.

    Menurut keluarga, pasien minum obat secara teratur. Namun pasien tidak kembali

    control setelah obat pasien habis, sehingga tidak diketahui apakah pasien sudah

    sembuh atau belum dari malarianya

    Pasien tidak mempunyai hipertensi

    Pasien tidak mempunyai diabetes melitusPasien tidak pernah mengalami serangas stroke sebelumnya

    Pasien tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya

    Pasien tidak pernah mengalami batuk lama / pengobatan TBC selama 6 bulan

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit serupa

    Pemeriksaan Fisik

    Status Praesens

    Keadaan Umum : sakit berat

    Kesadaran : apatis, GCS E2 V2 M4

    Tanda Vital

    Tekanan Darah : 130/90

    Nadi : 70 x/menit, kuat angkat, reguler

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    5/30

    Pernafasan : 20 x/men

    Suhu : 39,3

    Kepala

    Bentuk : normal

    Konjungtiva : tidak anemis

    Pupil : isokor 3 mm | 3 mm, bulat, reflex cahaya (+)

    Bibir sianosis : -

    Leher

    Pembesaran KGB : (-)Trakhea : teraba di tengah

    Thoraks

    Paru

    Inspeksi : simetris, pergerakan simetris, retraksi

    Palpasi : pergerakan simetris,

    Perkusi : sonor

    Auskultasi : vesikuler, Rh -|-, Wh -|-

    Jantung

    Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi : ictus cordis tidak terada

    Perkusi : batas jantung dalam batas normal

    Auskultasi : S1-S2 tunggal regular, murmur (-) gallop (-)

    AbdomenInspeksi : flat, vena kolateral (-)

    Palpasi : hepatomegali 1 cm di bawah arcus, spleenomegali

    Schuffner III

    Perkusi : timpani

    Auskultasi : bising usus dbn

    Ekstremitas atas dan bawah

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    6/30

    Akral : hangat

    Oedem : (-)

    Status Pskiatri

    Cara berpikir, tingkah laku : menurun

    Kecerdasan, perasaan hati, dan ingatan : menurun

    Status neurologis

    Kesadaran : apatis, GCS E2V2M4

    Kepala : bulat, simetris, nyeri tekan (-)

    Leher : pergerakan (+), kaku kuduk (+)

    Pemeriksaan Saraf Kranialis

    Pemeriksaan Kanan Kiri

    N. Olfaktorius

    SubjektifObjektif dengan teh

    Dengan kopi

    ++ N+ N

    ++ N+ N

    N Optikus

    Tajam PenglihatanLapangan PandangMelihat Warna

    + N+ N+ N

    + N+ N+ N

    N. OcculomotoriusRefleks cahaya + N + N

    N. Trochlearis

    Pergerakan mata (kebawah-keluar) + N + N

    N. Trigeminus

    Membuka mulutMengunyahMenggigit

    Refleks kernigSensibilitas muka

    + N+ N+ N

    + N+ N

    + N+ N+ N

    + N+ N

    N. Abducens

    Pergerakan mata kelateral + N + N

    N. Fasialis

    Mengerut dahiMenutup mataMemperlihatkan gigiBersiulPerasaan lidahPerasaan muka

    Dahi

    Pipi Dagu

    + N+ N+ N+ N+ N

    + N+ N+ N

    + N+ N+ N+ N+ N

    + N+ N+ N

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    7/30

    N. Octavus

    Detik arlojiSuara berbisik

    + N+ N

    + N+ N

    N. Glosopharingeus

    Perasaan lidah bagian belakang + N + N

    N. Vagus

    BicaraMenelanNadi

    + N+ N+ N

    + N+ N+ N

    N. AccesoriusMengangkat bahuMemalingkan kepala

    + N+ N

    + N+ N

    N. Hipoglossus

    Pergerakan lidahTremor lidahArtikulasi

    + N+ N+ N

    + N+ N+ N

    Badan dan Anggota Gerak

    Badan

    Motorik

    Respirasi : vesikuler, gerakan simetris, retraksi (-)

    columna vertebralis : lurus

    Sensibilitas

    Taktil : normal

    Nyeri : normal

    Anggota gerak atas

    Kanan Kiri

    Motorik

    Pergerakan

    Kekuatan

    Tonus

    Tropik

    -

    0-0-0-0

    -

    -

    + N

    5-5-5-5

    + N

    -

    Refleks

    Biceps + N + N

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    8/30

    Triceps

    Hoffman

    Frommer

    + N

    -

    -

    + N

    -

    -

    Sensibilitas

    Sensibilitas taktil

    Sensibilitas nyeri

    Perasaan diskrim

    Perasaan lokalis

    + N

    + N

    +

    + N

    + N

    +

    Anggota gerak bawah

    Kanan Kiri

    Motorik

    Pergerakan

    Kekuatan

    Tonus

    Tropik

    -

    0-0-0-0

    -

    -

    +

    5-5-5-5

    +

    -

    Refleks

    Patella

    Achilles

    Babinski

    Chaddock

    Clonus paha

    Clonus kaki

    Patrick

    Laseq

    Kernik

    +

    +

    +

    -

    -

    -

    -

    +

    +

    +

    +

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    Sensibilitas

    Sensibilitas taktil

    Sensibilitas nyeri

    Perasaan diskrim

    Perasaan lokalis

    +

    +

    -

    +

    +

    -

    Pemeriksaan Koordinasi, Gait, Keseimbangan :

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    9/30

    Cara berjalan : tidak dilakukan

    Romberg-Test : tidak dilakukan

    Dysmetria : tidak dilakukan

    Diaddookinesis : tidak dilakukan

    Test tunjuk hidung : tidak dilakukan

    Uji Dix-Hallpike : tidak dilakukan

    Alat Vegetatif

    Miksi : (+)normal

    Defekasi : (+)normal

    Ereksi : (+)normal

    Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium

    IGD : Lekosit 12.500

    Hb 11,1

    Ht 33,6

    Platelet 516.000

    DDR (-)

    GDS 112

    Ureum 28,7

    Creatinin 0,6

    Na 117

    K 3,7

    Cl 83

    Ruangan : Lekosit 15.600

    Hb 11,3

    Ht 35

    Platelet 448.000

    LED 40

    DDR (-)

    GDS 134

    SGOT 45

    SGPT 29

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    10/30

    Bil. Total 0,2

    Bil. Direk 0,1

    Bil. Indirek 0,1

    Protein total 6,2

    Albumin 2,7

    Globulin 3,5

    Cholestrol 143

    As. Urat 5,3

    Ureum 45,1

    Creatinin 0,6

    Na 141

    K 3,6

    Cl 108

    CT Scan

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    11/30

    Intrepertasi CT Scan

    Ada massa hipodens di daerah pineal body, agak sinistra dan superior yang tampak

    pada image 13 s/d 17 irisan axial polos

    Pada post contrast i.v. massa ini makin jelas dengan hyper-enhancement yang pada

    sebagian kecil saja dengan ukuran 2,8 x 3 cm, pada image18 axial, ukuran 2,2 x 3,1

    cm, irisan coronal image 19, dan ukuran 1,9 x 2,8 cm pada image 7 irisan sagital

    Ada pelebaran ringan pada ventrikel lateralis, ventrikel 3 dan 4 masih baik

    Tidak tampak bleeding, shifting dari midline, struktur ataupun kalsifikasi patologis

    pada intracranial

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    12/30

    Ada kalsifikasi pineal body dan plexus choroideus cornu posterior ventrikel laterals,

    tampak pada image 13-15 axial.

    Enhancement pada post kontras i.v. dan vaskuler intra cranial lainnya dalam batas

    normal.

    Daerah basis crania, cavum orbitales, dan cavum nasi tidak tampak kelainan.

    Ossa capitis, aerasi ossa mastoid dan sinus paranasales dalam batas normal

    KESAN :

    Massa daerah pineal body agak sinistra superior

    Ada pelebaran ventrikel laterals

    Suspect pinealocystoma, DD. Glioma

    Diagnosis

    Dx. Klinis : penurunan kesadaran, hemiparese dextra, dan meningeal

    sign (+)

    Dx. Topis : Hemisfer (d), meningen, ensefalon

    Dx. Etiologis : Meningoensefalitis dan SOL

    PenatalaksanaanRL 20 tetes per menit

    Inj. Citicholine i.v. 2 x 1 amp

    Inj. Diazepam i.v. 1 amp (k/p)

    Inj. Ceftriaxone i.v. 2 x 2 gram

    Inj. Metronidazole i.v. 3 x 500 mg

    Inj. Dexamethasone i.v. 3 x 1 amp

    Inj. Antrain i.v. 3 x 1 amp

    Acyclovir tab 4 x II

    Inpepsa syrup 3 x CI

    Prognosis

    Dubia ad Malam

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    13/30

    Follow Up RuanganPera

    watanS O A P

    17/04/10Penurunan

    kesadaran

    GCS E2 V2 M3

    TD 130/90

    RR 24 x/mnt

    Nadi 90 x/mnt

    T 39,3 C

    Klinis : penurunan

    kesadaran + meningeal

    sign (+)

    Topis : meningen +

    ensefalon

    Etio : susp

    meningoensefalitis

    RL 20 tpm

    Citicholine inj 2x1

    Ranitidine inj 2x1

    Diazepam inj 1 amp (k/p)

    Ceftriaxone inj 2x2 gr

    Metronidazole inf 3x500

    Acyclovir 4xII tab

    Dexamethasone inj 3x1

    Antrain inj 3x1 amp

    ~ foto paru PA

    ~ konsul IPD cito

    (hiponatremi)

    14.10Penurunankesadaran

    GCS E2 V2 M3Anemis -|-

    Kaku kuduk (+)

    Susp. Meningoensefalitis~Co. dr. Dieni, Sp.PD, adv :naCl 0,9% 3000cc/24 jam

    besok cek ulang elektrolit

    19/04/10

    Pasien mulai

    sadar, demam (-),

    kejang (-),

    mengigau (+)

    GCS E4 V5 M6

    TD 100/70

    N 76 x/mnt

    RR 24 x/mnt

    T 37,3 C

    MMT ] 1 5

    1 5

    Klinis : penurunan

    kesadaran + meningeal

    sign (+)

    Topis : meningen +

    ensefalon

    Etio : susp

    meningoensefalitis

    RL 20 tpm

    Citicholine inj 2x1

    Ranitidine inj 2x1

    Diazepam inj 1 amp (k/p)

    Ceftriaxone inj 2x2 gr

    Metronidazole inf 3x500

    Acyclovir 4xII tab

    Dexamethasone inj 3x1

    Antrain inj 3x1 amp

    ~ MS-CT + kontras

    ~ cek elektrolit ulang

    20/04/10

    Pasien tidak bisa

    komunikasi

    Demam (-)

    Kejang (-)

    GCS E4 V2 M6

    TD 110/70

    N 80 x/mnt

    RR 24 x/mnt

    T 36,2 C

    MMT ] 1 5

    1 5

    Na : 141

    K : 3,8

    Cl :98

    Klinis : penurunan

    kesadaran + meningeal

    sign (+)

    Topis : meningen +

    ensefalon

    Etio : susp

    meningoensefalitis

    RL 20 tpm

    Citicholine inj 2x1

    Ranitidine inj 2x1

    Diazepam inj 1 amp (k/p)

    Ceftriaxone inj 2x2 gr

    Metronidazole inf 3x500

    Acyclovir 4xII tab

    Dexamethasone inj 3x1

    Antrain inj 3x1 amp

    ~ MS-CT + kontras

    ~ Inpepsa syrup 3xCI

    21/04/10

    Pasien tidak bisa

    komunikasi

    Demam (-)

    Kejang (-)

    GCS E4 V2 M6

    TD 110/70

    N 80 x/mnt

    RR 20 x/mnt

    T 36,3 C

    MMT ] 1 5

    1 5

    Klinis : penurunan

    kesadaran + meningeal

    sign (+)

    Topis : meningen +

    ensefalon

    Etio : susp

    meningoensefalitis

    RL 20 tpmCiticholine inj 2x1

    Ranitidine inj 2x1

    Diazepam inj 1 amp (k/p)

    Ceftriaxone inj 2x2 gr

    Metronidazole inf 3x500

    Acyclovir 4xII tab

    Dexamethasone inj 3x1

    Antrain inj 3x1 amp

    Inpepsa syrup 3xCI

    ~ MS-CT + kontras

    22/04/10

    Pasien tidak bisa

    komunikasi

    GCS E4 V2 M6

    TD 130/90

    Klinis : penurunan

    kesadaran + meningeal

    RL 20 tpm

    Citicholine inj 2x1

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    14/30

    Demam (+)

    Kejang (-)

    N 80 x/mnt

    RR 20 x/mnt

    T 38 C

    MMT ] 1 5

    1 5

    sign (+)

    Topis : meningen +

    ensefalon

    Etio : susp

    meningoensefalitis

    Ranitidine inj 2x1

    Diazepam inj 1 amp (k/p)

    Ceftriaxone inj 2x2 gr

    Metronidazole inf 3x500

    Acyclovir 4xII tab

    Dexamethasone inj 3x1Antrain inj 3x1 amp

    Inpepsa syrup 3xCI

    ~ Omeprazole inj 2x1

    17.30

    GCS E1 V1 M2

    TD 110/80

    N 85 x/mnt

    RR 28 x/mnt

    T 40 C

    MMT ] 1 5

    1 5

    Klinis : penurunan

    kesadaran + meningeal

    sign (+)

    Topis : meningen +

    ensefalon

    Etio : susp

    meningoensefalitis

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    15/30

    Tinjauan Pustaka

    MENINGITIS

    Definisi

    Meningitis adalah radang pada meningen yang mengakibatkan munculnya gejala-

    gejala meningeal seperti sakit kepala, kaku kuduk, dan fotofobia.

    Patofisiologi

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan meningitis bakterial,

    antara lain virulensi bakteri, pertahanan host , dan interaksi antara host-bakteria.

    Penyebaran bakteri biasanya terjadi secara hematogen. Biasanya invasi koloni

    bakteri pada nasofaring melalui jaringan lokal dan aliran darah. Penyebaran pada

    meningen dapat terjadi secara langsung melalui inokulasi bakteri pada saat trauma,

    bedah saraf, atau instrumentasi. Meningitis pada neonatus terjadi melalui transmisi

    vertikal oleh kolonisasi patogen yang terdapat pada usus atau traktus genital; atau

    secara horisontal melalui perawat di rumah sakit/ orang yang merawat dirumah.

    Cairan serebrospinalis yang keruh mengandung antibodi, komponen

    komplemen, dan leukosit (WBCs). Komponen dinding sel bakteri menyebabkan

    terjadinya kaskade komplemen dan sitokin yang mengakibatkan terjadinya 3 hal

    berikut yaitu meningkatnya permeabilitas sawar darah otak (blood-brain barrier),

    edema cerebral, dan mediator toksik pada CSF. Replikasi bakteri, meningkatkan

    jumlah sel-sel inflamasi, sitokin menyebabkan terganggunya transport membran,

    dan meningkatnya permeabilitas vaskuler dan membran sehingga mempermudah

    terjadinya proses infeksi yang terus menerus dan perubahan karakteristik sejumlah

    sel pada CSF, pH, laktat, protein, dan glukosa. Cairan eksudat yang melintasi CSF,

    sebagian menuju sisterna basalis, menyebabkan kerusakan saraf kranialis (seperti

    N.VIII, dengan penurunan pendengaran), obliterasi jalur CSF (menyebabkan

    hidrosefalus obstruksi), dan menginduksi vaskulitis dan tromboflebitis

    (menyebabkan iskemik otak lokal). Tekanan intrakranial (TIK) yang terus menerus

    dan edema otak yang lama, dapat mengganggu proses autoregulasi otak.

    Tanpa intervensi medis/pengobatan, menurunnya aliran darah otak dapat

    memperberat edema otak dan meningkatkan tekanan intrakranial. Terjadinya

    trauma endotel dapat mengakibatkan vasospasme dan trombosis, serta

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    16/30

    menyebabkan stenosis pada pembuluh darah besar dan kecil. Hipotensi

    sistemik(septic shock) juga dapat mengganggu cairan serebrospinal, dan pasien

    dapat segera meninggal akibat komplikasi sistemik atau adanya injuri iskemik

    menyeluruh pada system saraf pusat/central nervous system.

    Patofisiologi bakteri nonpatogen masih kurang dimengerti. Meningitis Fungi,

    patofisiologinya hampir mirip dengan meningitis bakteri tetapi kurang akut jika

    dibandingkan dengan meningitis bakteri.

    Gejala klinis

    Gejala klasik (lebih sering terlihat pada orang dewasa) antara lain:o Sakit kepalao Kaku kuduk (secara umum tidak nampak pada anak < 1 tahun atau pada

    penderita dengan gangguan/ perubahan status mental)

    o Demam dan menggigilo Fotofobiao Muntaho Gejala prodromal pada infeksi saluran pernapasan atas(virus dan bakteri)o Kejang (30-40% pada anak-anak, 20-30% pada dewasa)o

    Gejala neurologis fokal (termasukfocal seizures)o Perubahan sensorium (penderita merasa bingung/gelisah, terutama orang

    yang lebih tua)

    Gejala pada bayi:o Demamo Letargi dan perubahan tingkat kesadarano Tidak mau makan dan/atau muntaho Gangguan pernapasan, apnea, sianosis

    Meningitis Tuberculosis: demam, penurunan berat badan, berkeringat malam,dan malaise, dengan atau tanpa sakit kepala dan meningismus (gejala yang

    paling sering).

    Diagnosis

    Anamnesis

    Mencari sumber/fokus infeksi dengan menanyakan riwayat penyakit penderita

    seperti :

    - Riwayat infeksi saluran pernapasan bagian atas atau kontak dengan orang lain.

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    17/30

    - Riwayat trauma yang menyebabkan adanya hubungan terbuka antara dunia luardengan meningen. (Dengan foto terlihat adanya fraktur di mastoid, os.temporal,

    atau lamina cribiformis yang secara klinis terdapat rinorrhoe, hidung terasa

    selalu basah).

    - Sinusitis- Otitis media- Mastoiditis- Riwayat penyakit Tuberculosis/pengobatan TB paru, imunosupresan, steroid,

    atau kemoterapi.

    Pemeriksaan fisik

    Tanda iritasi meningeno Kaku kuduko Kernig sign (+)o Brudzinski sign (+)

    Papil edema (hanya 1/3 kasus pasien dengan meningitis dengan peningkatanTIK)

    Tanda neurologis focalAbnormalitas saraf kranial (III, IV, VI, VII) pada 10-20% pasien

    Adanya kelainan sistemiko Infeksi ekstrakranial (sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia, infeksi

    saluran kemih).

    o Arthritis dijumpai pada N meningitidiso Petekiae dan perdarahan kulit klasik dijumpai pada N meningitidis; tetapi ini

    juga dapat terjadi oleh infeksi virus dan bakteri lain.

    o Syok endotoksik dengan kolapsnya vaskuler, merupakan karakteristik dariinfeksi N meningitidis yang berat.

    o Perubahan status mental, mulai dari iritabilitas sampai somnolen, delirium,dan koma.

    o Bayi Fontanela yang menonjol Irritabilitas paradoksal High-pitched cry Hipotonus

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    18/30

    Pemeriksaan kulit di sekitar vertebrae dimples, sinus, saraf, dan adanyakelainan kongenital.

    Diferensial diagnosis

    Ensefalitis Abses otak Kejang demam Demam tifoid Perdarahan subaraknoid Neoplasma otak

    Pemeriksaan penunjang

    Laboratorium

    Darah dan urin lengkap Elektrolit untuk menentukan dehidrasi atau syndrome of inappropriate secretion

    of antidiuretic hormone (SIADH)

    Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbalPungsi lumbal yaitu mengukur opening pressure, hitung jenis sel (differential

    count), kadar glukosa dan protein serta pemeriksaan mikrobiologi (pewarnaan

    gram dan kultur) pada cairan serebrospinalis.

    Pemeriksaan BUN dan/atau kreatinin dan fungsi hepar untuk melihat fungsiorgan dan menentukan dosis obat

    Kultur darah, urin, dan sputum (pemeriksaan BTA)2Dikutip dari E-medicine :

    Table 5. CSF Picture of Meningitis According to Etiologic Agent

    AgentOpening

    Pressure

    WBC count Glucose

    (mg/dL)

    Protein

    (mg/dL)

    Microbiolog

    y

    Bacterial

    meningitis200-300

    100-5000;

    >80% PMNs*100

    Specificpathogen

    demonstrate

    d in 60% of

    Gram stains

    and 80% of

    cultures

    Viral

    meningitis90-200

    10-300;

    lymphocytes

    Normal,

    reduced in

    LCM and

    mumps

    Normal

    but may be

    slightly

    elevated

    Viral

    isolation,

    PCR assays

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    19/30

    Tuberculous

    meningitis180-300

    100-500;

    lymphocytes

    Reduced,

    100

    Acid-fast

    bacillus

    stain,

    culture, PCR

    Cryptococcal

    meningitis180-300

    10-200;

    lymphocytesReduced 50-200

    India ink,

    cryptococcal

    antigen,

    culture

    Aseptic

    meningitis90-200

    10-300;

    lymphocytesNormal

    Normal

    but may be

    slightly

    elevated

    Negative

    findings on

    workup

    Normal

    values80-200

    0-5;

    lymphocytes50-75 15-40

    Negative

    findings on

    workup*Polymorphonuclear lymphocytes

    Polymerase chain reaction2

    Radiologi/ Neuroimaging

    Foto polos thorax dan kepala CT scan (computed tomography scanning) dan MRI (magnetic resonance

    imaging) kepala

    CT scan kepala membantu diagnosis sebelum pungsi lumbal yang memiliki efeksamping yang tidak menguntungkan dan memulai terapi antibiotik.

    Neuroimaging diindikasikan pada pasien panas/demam lama, adanya tanda dangejala neurologis fokal , adanya bukti peningkatan tekanan intrakranial, dan

    diduga adanya fraktur basis kranii. Juga diindikasikan untuk evaluasi sinus

    paranasalis. Pemeriksaan ini membantu mendeteksi komplikasi dari meningitis

    bakterial seperti hidrosefalus, infark cerebral, abses otak, subdural empiema,

    dan thombosis venosus sinus.

    Tes Tuberkulin (positif untuk Meningitis Tuberkulosis)

    Komplikasi

    Syok septik

    Seizures (30-40% pada anak-anak, 20-30% pada dewasa),

    Hidrosefalus

    Efusi subdural

    Anemia hemolitik (H.influenzae)

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    20/30

    TuliKebutaan/blindness

    Terapi

    Umum

    a. Penderita harus MRSb. Pemberian cairan infus yang cukupc. Bila gelisah beri sedativa seperti fenobarbital atau penenangd. Nyeri kepala diatasi dengan analgetike. Panas diturunkan dengan kompres es, parasetamol, atau asam salisilat (dosis

    anak 10 mg/ kgBB tiap 4 jam p.o)

    f. Kejang diatasi dengan diazepam, fenobarbital, dan difenilhidantoing. Kenaikan tekanan intrakranial diatasi dengan :

    ManitolDosis 1 1,5 mg/kg BB iv dalam 30 40 menit dapat diulangi 2 kali dengan

    interval 4 jam

    KortikosteroidBiasanya digunakan deksametason iv, dosis pertama 10 mg lalu diulangi

    dengan 4 mg setiap 6 jam.

    M. purulenta

    Ditambah dengan pemberian antibiotik sesuai dengan penyebabnya.

    Tetapi sambil menunggu hasil kultur, harus diberikan antibiotik spektrum luas

    secepat mungkin. Pemberian antibiotik minimal 10 14 hari atau 7 hari bebas

    demam. Antibiotik yang sering dipakai antara lain: ampisilin, gentamisin,

    kloramfenikol, dan golongan sefalosforin.

    M. Tuberkulosis

    a. Virus- Simptomatis (analgetik, antipiretik)- Suportif (cairan,- AntivirusAcyclovirb. Meningitis TB

    Obat anti TB : 2HRZE/ 4HR atau 2HRZE/ 4H3R3

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    21/30

    Operasi

    Dilakukan untuk menghilangkan sumber infeksi, dan bila terjadi hidrosefalus unruk

    pemasangan shunting/pirau. Pada efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc

    setiap hari selama 2-3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.

    Fisioterapi

    Dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

    Prognosis

    Prognosis tergantung pada patogenitas, usia dan kondisi pasien, dan beratnya

    penyakit yang terjadi secara akut

    Pasien dengan gangguan neurologis yang berat atau dengan onset penyakit yang

    berat, dan mendapat terapi secara langsung, memiliki angka mortalitas rata-rata

    50-90% dan angka morbiditas yang lebih tinggi.

    Pneumococcal meningitis has the highest rates of mortality (21%) and

    morbidity (15%).2

    SPACE OCCUPYING LESSION (SOL)

    A. DefinisiTumor otak adalah suatu lesi ekspansifyang bersifat jinak (benigna) ataupun

    ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra

    cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).

    Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada usia dewasa

    muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun.

    Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding

    wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria

    dan wanita.

    B. Manifestasi klinisGejala umum akan dijumpai gangguan fungsi akibat adanya pembengkakan

    otak dan peninggian tekanan dalam tengkorak kepala seperti:

    1. Nyeri kepalaBiasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi

    hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    22/30

    (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam.

    Mula-mula rasa sakit bisa diatasi dengan analgetik biasa tetapi lama

    kelamaan obat tidak berkhasiat lagi.3 Walaupun hampir seluruh penderita

    tumor otak mengalami keluhan sakit kepala, tetapi pada gejala awal tidak

    terdeteksi, disebabkan oleh banyaknya prevalensi sakit kepala yang bukan

    saja hanya pada penderita tumor otak, hingga keluhan sakit kepala tidak

    termasuk sebagai gejala klinis jika tidak dijumpai secara bersamaan

    dengan tanda atau gejala-gejala lain yang mengarah pada tumor otak.

    Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek.

    Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau

    mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga

    bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila

    duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain

    sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri

    kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di

    daerah lobus oksipitalis.

    2. Muntah proyektilMuntah biasanya tanpa didahului oleh rasa mual yang diakibatkan

    peninggian tekanan intra kranial. Terdapat pada 30% kasus dan umumnya

    menyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior.

    3. Gejala Tekanan Tinggi IntrakranialBerupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul

    pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran.

    Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan

    segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat

    dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang

    sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi

    adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma

    serebelum dan craniopharingioma.

    4. KejangKejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus,

    dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    23/30

    bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan

    kejang adalah tumor otak bila:

    Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun Mengalami post iktal paralisis Mengalami status epilepsi Resisten terhadap obat-obat epilepsi Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

    Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien

    dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada

    glioblastoma.

    C. Pemeriksaan PenunjangSetelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik

    untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

    1. Elektroensefalografi (EEG)2. Foto polos kepala

    Foto Rontgen untuk diagnostik sekurang kurangnya diambila dalam

    dua arah, antero-posterior dan lateral.pada peninggian tekanan intrakranial

    yang sudah lama, gambaran impressiones digitale makin jelas sehinggagambaran kranium mempunyai gambaran berawan. Pada anak, dapat juga

    dijumpai pelebaran sutura.

    3. ArteriografiBersifat invasif, sehingga sekarang jarang dilakukan lagi.

    4. Computerized Tomografi (CT Scan)CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-X dan dengan

    penggunaan komputer yang akan menghasilkan gambar organ-organ tubuh

    manusia. CT Scan dapat digunakan apabila MRI tidak tersedia. Namun, low-

    grade tumor pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT Scan.

    5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan penggunaan

    cranial MRI. MRI harus menjadi pemeriksaan pertama pada pasien dengan

    tanda dan gejala kelainan pada intracranial. MRI menggunakan magnetic

    fieldbertenaga untuk menentukan nuclear magnetic spin dan resonansi yang

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    24/30

    tepat pada sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki

    nuclear magnetic spin dan resonansi yang berbeda pula.

    D. PenatalaksanaanPengobatan pada tumor otak dapat berupa initial supportive dan

    definitive therapy.

    1. Terapi SuportifTerapi Suportif berfokus pada meringankan gejala dan

    meningkatkan fungsi neuroligik pasien. Terapi suportif yang utama

    digunakan adalah anticonvulsants dan corticosteroid.

    a. AntikonvulsanAntikonvulsan diberikan pada pasien yang menunjukan tanda-tanda

    seizure. Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum digunakan,

    tapi carbamazepine (600-1000mg/h), Phenobarbital (90-150mg/h), dan

    valproic acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan.

    b. KortikosteroidKortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan

    intracranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

    Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena aktivitasmineralocorticoid yang minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari

    16 mg/h, tetapi dosis ini dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk

    mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

    c. ManitolDigunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

    2. Terapi DefenitifTerapi defenitif meliputi pembedahan, radiotherapy, kemoterapi dan

    yang sedang dikembangkan yaitu immunotherapy.

    Pembedahan

    Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan

    pembedahan yang dipilih harus berhati-hati untuk meminimalisir resiko

    deficit neurologic setelah operasi.

    Tujuan pembedahan :

    Menghasilkan diagnosis histologi yang akurat

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    25/30

    Mengurangi tumor pokok, Memberikan jalan untuk CSF mengalir Mencapai potensial penyembuhan.Terapi Radiasi

    Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan tumor

    otak pada orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang

    paling efektif untuk pasien dengan malignant glioma dan juga sangat penting

    bagi pengobatan pasien dengan low-grade glioma.

    Kemoterapi

    Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam pengobatan pasien

    dengan malignant glioma. Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata

    pertahanan semua pasien, tetapi sebuah subgroup tertentu nampaknya

    bertahan lebih lama dengan penambahan kemoterapi dan radioterapi.

    Kemoterapi juga tidak berperan banyak dalam pengobatan pasien dengan

    low-grade astrocytoma. Sebaliknya, kemoterapi disarankan untuk

    pengobatan pasien dengan oligodendroglioma.

    Imunoterapi

    Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang masih perlu diteliti

    lebih lanjut. Dasar pemikiran bahwa sistem imun dapat menolak tumor,khususnya allograft, telah didemonstrasikan lebih dari 50 tahun yang lalu.

    Hal itu hanya sebuah contoh bagaimana sistem imun dapat mengendalikan

    pertumbuhan tumor. Tumor umumnya menghasilkan level protein yang

    berbeda (dibandingkan protein normal) disekitar jaringan, dan beberapa

    protein mengandung asam amino substitusi atau deletions, atau mengubah

    phosphorylation atau glycosylation. Beberapa perubahan protein oleh tumor

    sudah mencukupi bagi sistem imun untuk mengenal protein yang dihasilkan

    tumor sebagai antigenik, dan memunculkan imun respon untuk melawan

    protein-protein tersebut.

    G. PrognosaPrognosis tergantung pada tipe tumor. Untuk glioblastoma multiforme

    yang cepat membesar rata-rata survival time tanpa pengobatan adalah 12

    minggu; dengan terapi pembedahan yang optimal dan radiasi, 32 minggu.

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    26/30

    Beberapa astrositoma yang tumbuh mungkin menyebabkan gejala-gejala

    minimal atau hanya serangan kejang-kejang selama 20 tahun atau lebih.

    Prognosa penderita tumor otak yang seluruh tumornya telah dilakukan

    pengangkatan secara bersih dan luas akan mempengaruhi (recurrens rates) atau

    angka residif kembali. Hasil penelitian dari The Mayo Clinic Amerika

    menunjukkan bahwa; 25 persen dari seluruh penderita tumor otak yang telah

    dilakukan reseksi total, 10 tahun kemudian tumornya residif kembali,

    sedangkan pada penderita yang hanya dilakukan reseksi subtotal, 61 persen

    yang residif kembali.

    Sebagian besar (80 persen) tumor-tumor Meningioma dapat di reseksi total

    dengan hasil baik. (Stafford et al, 1998). Oleh karena itu tindakan bedah masih

    merupakan terapi yang terbaik. Tumor-tumor pada daerah cerebral convexities

    (cembungan otak) dan pada kompartemen spinal sering dilakukan total reseksi.

    Suatu hal yang sulit untuk dapat membuat pernyataan umum tentang recurrens

    rates tanpa mempertimbangkan lokasi tumor dan pertumbuhannya.

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    27/30

    Pembahasan

    Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, mengarahkan

    kecurigaan pada terjadinya meningoensefalitis dan adanya suatu SOL pada salah

    satu hemisfer otak.

    Dari anamnesa pasien didapatkan

    Penurunan kesadaran

    Kelemahan pada kaki dan tangan kanan

    Pasien berbicara pelo

    Kelemahan terjadi perlahan

    Tidak ditemukan muntah-muntah

    Pasien merasakan sakit kepala hebat

    Adanya demam yang naik turun

    Dari hasil anamnesa tersebut, membawa kita ke arah diagnosa bahwa terdapat

    sebuah lesi yang mendesak daerah otak, sehingga bagian otak yang terdesak

    tersebut menjadi iskemik. Kemudian terjadinya kelemahan yang progresif lambat

    menandakan penambahan desakan pada bagian hemisfer. Didukung dengan adanya

    salah satu tanda peningkatan tekanan intrakranial, yaitu nyeri kepala hebat.

    Dari hasil anamnesa dan keadaan umum pasien juga dapat dinilai bahwa terdapat

    gangguan kesadaran dan terjadi demam yang fluktuatif. Hal ini membuat kecurigaan

    ke arah peradangan pada otak maupunmeningen.

    Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan :

    Tingkat kesadaran pasien menurunTemperatur febris

    Kekuatan motorik ekstremitas superior dan inferior kanan menurun

    Terdapat spastisitas ekstremitas tersebut

    Munculnya refleks patologis

    Terdapat tanda rangsang meningeal

    Tingkat kesadaran pasien menurun, adanya spastisitas, munculnya refleks patologis,

    menandakan bahwa terdapat lesi pada upper motor neuron (UMN). Adanya tanda

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    28/30

    rangsang meningeal dan penurunan kesadaran semakin menguatkan diagnosis

    meningoensefalitis.

    Dari hasil pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya leukositosis dan

    trombositosis, yang menunjukan terjadinya suatu proses peradangan dalam tubuh.

    Dari hasil pemeriksaan radiologis sendiri, melalui CT scan, didapatkan adanya

    sebuah massa di daerah pineal bodydan adanya pelebaran ventrikel lateralis. Massa

    tersebut dari hasil CT scan dicurigai sebagai pinealocytoma dengan DD. Glioma.

    Pada pasien ini diberikan terapi :

    RL 20 tetes per menit

    Sudah sesuai sebagai cairan rumatan, nutrisi parenteral bila intake pasien

    kurang, dan sebagai jalur pemberian obat i.v.

    Inj. Citicholine i.v. 2 x 1 amp

    Sudah sesuai dengan teori sebagai neuroprotektor, yang berfungsi untuk

    meningkatkan aliran darah ke otak,l meningkatkan konsumsi oksigen, dan

    menurunkan resistensi vaskuler.

    Inj. Diazepam i.v. 1 amp (k/p)

    Diberikan hanya apabila pasien kejangInj. Ceftriaxone i.v. 2 x 2 gram

    Digunakan sebagai antibiotic untu proses infeksi pada meningen. Diberikan

    antibiotic spectrum luas, karena belum dilakukan kultur pada cairan

    serebrospinal, untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotic yang adekuat.

    Inj. Metronidazole i.v. 3 x 500 mg

    Diberikan untuk membantu mengatasi proses infeksi pada pasien,

    kemungkinan pada kuman-kumanyang gram negative.

    Inj. Dexamethasone i.v. 3 x 1 amp

    Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi

    tekanan intracranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

    Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena aktivitas

    mineralocorticoid yang minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari

    16 mg/h, tetapi dosis ini dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk

    mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    29/30

    Inj. Antrain i.v. 3 x 1 ampDiberikan untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakn pasien

    Acyclovir tab 4 x II

    Mengatasi infeksi virus yang biasanya menyebabkan ensefalitis

    Inpepsa syrup 3 x CI

    Membantu untuk melindungi lambung dari terjadinya stress ulcer

    Inj. Ranitidin i.v. 2x1 amp

    Membantu untuk melindungi lambung dari terjadinya stress ulcer

    Pada pasien ini, sebaiknya dilakukan bone marrow punction untuk mengetahui

    bakteri apa yang menyebabkan peradangan pada meningen. Juga perlu dilakukan

    kultur dan analisis dari cairan serebrospinal untuk memastikan bakteri/virus yang

    terlibat, kemudian menentukan terapi antibiotic yang adekuat untuk pasien tersebut

    sesuai dengan hasil kulturnya. Sebaiknya juga pada pasien-pasien ini dilakukan test

    tuberculin atau test sputum BTA, untuk melihat adanya kemungkinan ke arah

    meningitis TB.

  • 7/30/2019 Laporan Kasus Meningoesefal Sol

    30/30

    Daftar Pustaka

    anonim.http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9(diakses 20 April 2010)

    anonim.www.fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php(diakses 20 April 2010)

    anonim.www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%

    (diakses 20 April 2010)

    Diangelis LM. Brain Tumor. N Engl J Med, Vol. 344, No. 2 January 11, 2001

    Duus P. Diagnosis Topik Neurologi. Diterjemahkan oleh Ronardy DH. EGC. 1996

    Gilroy J. Basic Neurology 3rd ed. New York: McGraw-Hill Caompanies, Inc. 2000.

    Hakim, Adril Arsyad, Prof. dr. H. SP.S,SP.BS(K) . Permasalahan Serta

    Penanggulangan Tumor Otak Dan Sumsum Tulang

    Belakang.www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htm(diakses 20

    April 2010)

    Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis Ed.1. Yogyakarta: Gadjah Mada University

    Press.1999. Hal 207-208

    Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi ke-2. Gajah Mada University Press.

    Yogyakarta. 2000

    Japardi S. Tekanan Tinggi Intrakranial. FK USU digilab 2002.

    Japardi, Iskandar, dr. Gambaran CT Scan pada Tumor Otak Benigna.

    (www.library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi11.pdf

    (diakses 20 April 2010)

    Listiono LD. Ilmu Bedah Saraf Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    1998

    Lumbantobing SM. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI press

    2007.

    Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2000. Hal

    35-37

    Masci JR et all. Meningitis. (http://www.emedicine.com. diakses 13 juni 2007)

    Shah SS, et all. Infectious disease. Blackwell Publishing.USA. 2006

    Shidarta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2004

    http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htmhttp://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htmhttp://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htmhttp://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htmhttp://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htmhttp://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%20tumor-x1.htmhttp://www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20tumor%20otak%25http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9