Laporan-kasus Kak Elvi

53
BAB 1 PENDAHULUAN Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun. 1 Anestetik intravena (TIVA) selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesia, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin, dan propofol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol. 2 Kista sebasea atau kista ateroma yang merupakan kista kelenjar sebasea terbentuk akibat sumbatan pada 1

description

TIVA

Transcript of Laporan-kasus Kak Elvi

BAB 1

PENDAHULUAN

Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam

mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan

memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran

yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan

keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup

dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan

nyeri menahun.1

Anestetik intravena (TIVA) selain untuk induksi juga dapat digunakan

untuk rumatan anestesia,   tambahan   pada   analgesia   regional   atau   untuk  

membantu   prosedur diagnostic misalnya thiopental, ketamin, dan propofol.

Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol.2

Kista sebasea atau kista ateroma yang merupakan kista kelenjar sebasea

terbentuk akibat sumbatan pada muaranya. Oleh karena itu kista kista ateroma

ditemukan di daerah yang mengandung kelenjar sebasea. Kadang terdapat

multipel dalam berbagai ukuran seperti yang ditemukan di kepala atau skrotum.

Kista ini tidak dijumpai di telapak tangan atau kaki.

Produk kelenjar sebasea, yaitu sebum tertimbun membentuk tumor yang

kurang lebih bulat, berbatas tegas, berdinding tipis, bebas dari dasar, tetapi

melekat pada dermis di atasnya. Daerah muara yang tersumbat merupakan tanda

khas yang disebut pungta. Isi kista adakah bubur eksudat berwarna putih abu-abu

yang berbau asam. Patut diiingat bahwa bila sebagian dinding kista tertinggal

1

pada eksisi, kista akan kambuh. Bila menjadi abses karena infeksi sekunder,

dilakukan insis dan penyaliran.

2

BAB 2

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Nn. AN

Umur : 21 tahun

Alamat : Banda Sakti

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum Kawin

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal pemeriksaan : 28 Juli 2015

Tanggal Operasi : 28 Juli 2015

Keadaan Pra bedah

Tinggi badan : 152 cm

Berat badan : 49 kg

Golongan darah : -

Hb : 13

BT : 6’30

CT :2’0

Diagnosa Pra Bedah : Kista Aterem maksilaris sinistra diameter ± 1 cm

Vital Sign

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : baik

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi nafas : 20x/menit

Frekuensi nadi : 84x/menit

Suhu : 36,5°C

3

Pemeriksaan Fisik

Sirkulasi : murmur (-)

Respirasi : ronki (-/-) wheezing (-/-)

Saraf : sadar baik (compos mentis)

Gastrointestinal : distensi (-)

Renal : BAK kateter (-)

Metabolik : DM (-)

Status Fisik ASA : 1

LAPORAN ANESTESI

Jenis operasi : Eksterpasi

Jenis anestesi : General Anestesi dengan teknik TIVA

Medikasi : Pethidin 2 cc

Sulfas Atropin 0,25 mg/mL 1,5 cc

Sedacom 0,5% 0,5 cc

Ketamin 100mg/mL 40 mg

Ranitidine 25 mg/mL 1 amp

Ondansetron 4 mg/mL 1 amp

Teknik anestesi :

pasien dalam posisi supine

dilakukan desinfeksi pada infus dan memasukkan obat satu persatu dari

premedikasi sampai maintenace secara bolus intra vena

Respirasi : spontan respiratory, O2 nasal canul

Posisi : supine

Cairan : infus RL ± 500 ml

Perdarahan selama operasi : ± 500 ml

Keadaan akhir pembedahan : compos mentis

Pemantauan Selama Anestesi

O2 : 2 liter

4

SpO2 : 98-100%

Mulai anestesi : 11. 55 WIB

Mulai operasi : 11. 56 WIB

Selesai operasi : 12.12 WIB

Tekanan Darah dan Frekuensi Nadi

Pukul (WIB) Tekanann darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

11.55 109/70 86

11.56 115/78 65

12.12 112/75 62

PROGNOSA

Baik

Mengetahui, Tanda TanganPembimbing Dokter Muda

(dr. Kurnian,Sp.An) ( Elvi Juwita, S.Ked )

5

BAB 3PEMBAHASAN

3.1 ANESTESI TIVA PADA KISTA ATEREM

KISTA ATEREM

Kista yang biasanya berbentuk gelembung adalah suatu bentukan yang

kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisis cairan atau badan setengah cair.

Kelainan ini tergolong jinak sehingga eksisi hanya dilakukan kalau benjolan

sampai mengganggu.

Kista sebasea atau kista ateroma yang merupakan kista kelenjar sebasea

terbentuk akibat sumbatan pada muaranya. Oleh karena itu kista kista ateroma

ditemukan di daerah yang mengandung kelenjar sebasea. Kadang terdapat

multipel dalam berbagai ukuran seperti yang ditemukan di kepala atau skrotum.

Kista ini tidak dijumpai di telapak tangan atau kaki.

Produk kelenjar sebasea, yaitu sebum tertimbun membentuk tumor yang

kurang lebih bulat, berbatas tegas, berdinding tipis, bebas dari dasar, tetapi

melekat pada dermis di atasnya. Daerah muara yang tersumbat merupakan tanda

khas yang disebut pungta. Isi kista adakah bubur eksudat berwarna putih abu-abu

yang berbau asam. Patut diiingat bahwa bila sebagian dinding kista tertinggal

pada eksisi, kista akan kambuh. Bila menjadi abses karena infeksi sekunder,

dilakukan insis dan penyaliran.

ANATOMI KULIT

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Menurut Price dan Wilson (1995), kulit merupakan

6

organ terbesar pada tubuh manusia yang membungkus otot-otot dan organ dalam

tubuh.

Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis,

dermis dan subkutan. Berikut akan diuraikan mengenai masing-masing lapisan :

a. Lapisan epidermis (kutikel)

Bagian ini merupakan lapisan yang terluar dari kulit dan terdiri dari lima

lapisan (lima stratum), yaitu: stratum korneum, stratum lusidum, stratum

granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.

1. Stratum korneum (lapisan tanduk), terletak paling luar dan terdiri dari

beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya

telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

2. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan korneum, selnya pipih, sudah

banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan

tembus sinar.

3. Stratum granulosum (lapisan keratohidin), merupakan dua atau lapisan sel-sel

gepeng dengan sitoplasma berbutir kakr dan terdapat inti diantaranya. Butir-

butir ini terdiri atas keratohialin dimana sel mukosa biasanya tidak

mempunyai lapisan ini. Lapisan ini juga tampak jelas pada telapak tangan dan

telapak kaki.

4. Stratum spinosum (stratum malphigi) disebut juga pickle cell layel.

Merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm dan terdiri

dari s-8 lapisan. Jika dilihat di bawah mikroskop sel-selnya berbentuk

polygonal/ banyak sudut dan mempunyai tanduk (spina).

7

5. Stratum basale, terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnas) yang tersusun

vertikal pada perbatasan derma epidermal, berbaris seperti pagar. Lapisan ini

merupakan lapisan epidermis paling bawah.

Gambar lapisan dari epidermis :

b. Lapisan dermis (korneum)

Merupakan lapisan di bawah epidermis yang tersusun atas jaringan fibrous

dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil

yang berisi ranting-ranting pembuluh darah kapiler. Di dalam dermis terdapat

ujung akhir saraf sensoris dan kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-

belit dengan jumlah banyak.

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai “True Skin”. Lapisan dermis ini paling tebal dapat dijumpai di punggung

dan paling tipis pada palpebrae. Hubungan antara dermis dan epidermis ini

tidaklah sebagai bidang yang rata, tetapi berbentuk gelombang. Bagian dermis

yang menonjol ke dalam epidermis dinamakan papilla, sedangkan bagian

8

epidermis yang menonjol ke dermis disebut rete ridge. Papila ini pada telapak

tangan dan jari-jari terutama tersusun linier yang memberikan gambaran kulit

yang berbeda-beda sebagai dermatoglyphic (sidik jari). Bagian dermis papiler ini

tebalnya sekitar seperlima dari tebal dermis total. Bagian bawah dari dermis

papiler ini dinamakan dermis retikuler yang mengandung vasa darah dan lymphe,

serabut syaraf, adnexa dan lainnya.

Dermis ini tersusun dari beberapa unsur atau organ yang meliputi: unsur

seluler, unsur fibrous, substansi dasar, pembuluh darah dan limphe, sistem saraf.

c. Lapisan subkutis (hypodermis)

Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar dan berisi

sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplas

lemak yang bertambah lapisan sel-sel lemak disebut poni kulus adipose yang

berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf

tepi, pembuluh darah dan getah bening.

Gambar Anatomi Kulit :

9

3.2 ANESTESI TIVA (TOTAL INTRA VENA ANESTESI)

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan

memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat

tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik.

Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai

pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

PREMEDIKASI

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :

- Meredakan kecemasan dan ketakutan

- Memperlancar induksi anestesia

- Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

- Meminimalkan jumlah obat anestetik 

10

- Mengurangi mual-muntah pasca bedah

- Menciptakan amnesia

- Mengurangi isi cairan lambung

- Mengurangi refleks yang membahayakan

OBAT PREMEDIKASI

1. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama

untuk mengurangi efek bronkial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis,

baik akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu

efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan

spasmegastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya

laringospameyang berkaitan dengan anestesi umum.

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik adaperasaan

kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur.Karena itu sebaiknya obat initidak digunakan

untuk anestesi regional atau lokal.Pemberiannya harus hati-hati padapenderita dengan suhu

diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi atrium.Atropin

tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.Diberikan secara

suntikan subkutis, intramuskular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mguntuk dewasa dan 0,015

mg/kgBB untuk anak-anak.

2. Midazolam 5 mg : obat penenang (tranquillizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan

pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepatkarena

transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tuadengan

11

perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harusditentukan

secara hati-hati.Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.Dosis premedikasi sebelum

operasi (secara intramuskular) pada orang dewasa :0,07-0,1 mg/kg berat badan. Premedikasi

sebelum diagnostik atau intervensi pembedahan(secara intravena) : 2,5-5 mg. Selanjutnya 1 mg

dosis jika perlu. Induksi anestesi :dewasa : 10-15 mg secara intravena, dikombinasikan dengan

narkotik sebesar 0,03-0,3mg/kg berat badan/jam. Anak-anak : 0,15-0,2 mg/kg berat badan secara

intramuskular,dikombinasikan dengan Ketamin. Untuk pemeliharaan : 0,03-0,2 mg/kg berat

badan/jam.Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan.

3. Meperidin/Pethidin

Petidin bekerja pada reseptor opioid terletak di batang otak, amygdala, corpus

striatum,dan hipotalamus. Petidin menghambat impuls dari susunan syaraf dan menghambat

transmisi informasi nosiseptif dari perifer ke medulla spinalis.Kekuatan analgesinya antara 1/7-

1/10 morfin. Analgesi timbulnya 15-20 menit sesudahpemberian intramuskuler, kadar puncak

plasma tercapai dalam waktu 15-60 menit. Lama kerjasekitar 2-4 jam. Kadar dalam plasma

minimal untuk mencapai analgesi bervariasi antar individu, dengan kadar 0,7 mcg/cc

menghasilkan 95% analgesi paska bedah. Pemberian pada dosis analgesi dapat menimbulkan

efek sedasi.Dosis pemberian pada orang dewasa 1mg/kgBB, pada orang tua dosis perlu

dikurangi.Pada anak kira-kira 0,5 mg/kgBB jika diberikan bersama barbiturate dosis perlu

dikurangisampai sepertiganya.Penggunaan yang dianjurkan adalah intramuskuler atau intravena.

Jika diberikan secarasub kutan menimbulkan iritasi. Pada pemberian intravena petidin harus

diberikan pelan-pelan,dengan cara diencerkan menjadi larutan 0,02-0,04%.

12

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat

anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,

Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

INDIKASI ANESTESI INTRAVENA

1. Obat induksi anestesia umum

2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4. Obat tambahan anestesi regional

5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

CARA PEMBERIAN

1. Sebagai  obat tunggal :

- Induksi anestesi

- Operasi singkat: cabut  gigi

2. Suntikan berulang :

- Sesuai kebutuhan : Kuretase

3. Diteteskan lewat infus :

- Menambah kekuatan anestesi

JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat-obat anestesi dan yang

digunakan di Indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,

Diazepam ,Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

Kelebihan TIVA:

13

1.  Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebihakurat

sesuai yang dibutuhkan.

2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar

jalannafas atau paru-paru.

3.  Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus

1. Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )

Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia

intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali

digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia

umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun.

Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan

kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut

sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan

emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml =

10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5W.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi

diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino

Butired Acid).

Farmakokinetik

Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat

protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit

14

tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun

dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan

secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata

30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml

mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai

efek analgetik ataupun relaksasi otot.

Farmakodinamik

a. Pada sistem saraf pusat

Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang

kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian

dosis induksi  (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat

menyebabkan perubahan mood tapi tidak  sehebat thiopental. Dapat menurunkan

tekanan intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%.

    Cp50 - respon terhadap perintah hilang (verbal ) = 2.3 - 3.5 mcg/ml

      Pemeliharaan : 1.5-6 mcg/ml

      Pasien bangun: < 1.6 mcg/ml

      Pasien terorientasi: < 1.2 mcg/ml.

b. Pada sistem kardiovaskuler

Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan

pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan

denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan

katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.

Pengaruh pada jantung tergantung dari :

15

·         Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali

·         Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding

pemberian secara bolus

·         Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung

c. Pada sistem pernafasan

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa

kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian

diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem

pernafasan adalah seperti berikut:

4. Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan

dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.

5. Pemberian 2,4 mg/kg:

- Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit

- Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit

6. Pemberian 100 µg/kg/min:

- Respons CO2 sedikit menurun  

- VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%

2. Pemberian 200 µg/kg/min:

- Hanya sedikit mendepresi VT

- paCO2 menurun

Dosis dan penggunaan

a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus

16

c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to

effect).

d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila

digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.

e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang

minimal 0,2%

f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam

lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari

6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%.

Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian

propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika

mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada

bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar.

Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi

menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga

pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak

seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan

kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau  methohexital).

Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi

kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada

ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.

17

2. Tiopenton

Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal

dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal

yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat

mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam

waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10

menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9

Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek

sedasi dan hilangnya kesadaran.1

Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-

thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-

pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-

thiobarbituric acid]. Ada juga turunan barbiturat yang dipakai sebagai induksi

seperti secobarbital dan pentobarbital tetepi penggunaannya sangat jarang.

Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates,

sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.11

Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat ,

tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan

banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.8

Mekanisme kerja

Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan

menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat

menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan

18

pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol

beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat

secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf dari pada akson. Barbiturat

menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik

(GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter

(presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).

Farmakokinetik

1. Absorbsi

Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara

intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak – anak.

Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk

induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital

intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.

2. Distribusi

Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan

tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan

vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti

hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam

plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan

lemak.

3. Metabolisme

Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.

4. Ekskresi

19

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3

ml/kg/menit dan pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.

Farmakodinamik

1. Pada Sistem saraf pusat

Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia

pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran

darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik

elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala

methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi.

2. Mata

Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental

atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi

thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.

3. Sistem kardiovaskuler

Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan

frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi

obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung,

sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot

jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi

CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih

normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya

tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh

20

darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga

dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.

4. Sistem pernafasan

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2

menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai

menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks

laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan

laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.

Dosis

Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk

menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu

50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan

memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap

barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang

jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut,

karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan

dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan

menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan

pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

3. Ketamin

21

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang

memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis

tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik

yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang.

Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan

“rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang

yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang

digunakan sebagai anestesi umum.

Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering

menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi

dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan

persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut

dengan emergence phenomena.

Mekanisme kerja

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat

dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan

interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan

juga efek analgesik.

Farmakokinetik

1. Absorbsi

Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular

22

2. Distribusi

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan

didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah

pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 –

20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.

3. Metabolisme

Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi

beberapa metabolit yang masih aktif.

4. Ekskresi

Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

Farmakodinamik

1. Susunan saraf pusat

Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan

mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata

berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang

dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan

mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif

yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara

intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan

mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami

agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah

intrakranial.

23

Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia

ketika operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat

anak-anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5µg/ml.

Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA)

yang non kompetitif yang menyebabkan :

·  Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat

·  Mengurangi pembebasan presinaps glutamat

·  Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:

· Mimpi buruk

· Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)

· Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi

· Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan

· 20%-30% terjadi pada orang dewasa

· Dewasa > anak-anak

· Perempuan > laki-laki

2 . Mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan,

terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada

pleksus koroidalis.

3. Sistem kardiovaskuler

24

Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga

bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat

efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

4. Sistem pernafasan

Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.

dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga

merupakan obat pilihan pada pasien asma.

Dosis dan pemberian

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular

apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin

bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi

adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif

lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang

diinginkan.

Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.

Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah

dari dosis awal sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek

sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10

µg/kg/min IV drip infus.

Bioavailabilitas

Route % bioavailabilitasNasal 50Oral 20IM 90Rektal 25

25

Epidural 77Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada

mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan

mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek

mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan

intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.

Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang

telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja.

Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus

dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada

trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler

meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien

yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat

simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.

4. Opioid

Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun.

Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata

“opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.

Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine,

fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang

sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam

26

dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda

dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.

Mekanisme kerja

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf

pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ.

Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai

analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan

reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat

menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter

ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.

Farmakokinetik

1. Absorbsi

Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin

intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat

transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi

dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg)

dan dewasa (200-800 μg).

2. Distribusi

Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang

rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset

kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan

sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.

3. Metabolisme

27

Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran

darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.

4. Ekskresi

Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati

bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 – 10% opioid diekskresikan lewat

urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi

darah dan otot polos esterase.

Farmakodinamik

1. Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot

jantung maupun tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya

akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik

juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya

pelepasan histamin.

2. Sistem pernafasan

Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan

frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat

dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan

bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat

depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang

refleks batuk pada dosis tertentu. 

3. Sistem gastrointestinal

28

Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan

lambung juga terhambat.

4. Endokrin

Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat

stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah

relatif stabil.

Dosis dan pemberian

Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena

0,5 mg/Kgbb, sedangkan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil

seperseratus dari petidin.

5.  Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah

Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan

lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.

Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang

tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan

bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut

air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5. 

Mekanisme kerja

Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik,

amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Benzodiazepine

bekerja di reseptor ikatan GABAA. Afinitas pada reseptor GABAA berurutan

seperti berikut lorazepam midazolam diazepam.  Reseptor spesifik

29

benzodiazepine akan berikatan pada komponen gamma yang terdapat pada

reseptor GABA. 

Farmakokinetik

Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan

muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu

paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan

terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam

didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan

tampak lambat pada pasien tua.

Farmakodinamik

1. Sistem saraf pusat

Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan

mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan

laju metabolisme.

2. Sistem Kardiovaskuler

Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac

out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik

mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.

3. Sistem Pernafasan

30

Clearance in ml/kg/min

Short midazolam 6-11

Intermediate lorazepam 0.8-1.8

Long diazepam 0.2-0.5

Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat

nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan

retardasi mental.

4. Sistem saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat

supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita

kekakuan otot rangka.

Dosis

Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.

- Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb

- Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg

- Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.

- Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Efek samping

Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai

sedasi. Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan

trombophlebitis. Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia

pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di reverse dengan flumazenil (Anexate,

Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1 mcg/kg/menit berikutnya.

6. Etomidat

Etomidat (Amidat)  merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat

dengan efek gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi

pernafasan yang sedikit. Selain efek hemodinamik yang stabil dan kurang

31

mendepresi pernafasan obat ini juga bahkan memproteksi fungsi serebral serta

lebih aman dibandingkan dengan tiopenton. Etomidat bersifat tidak stabil dan

tidak larut dalam air maka dengan itu etomidat biasanya tersedia 2 mg/ml dalam

propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9  dan osmomalitas s4,640

mOsm/l.

Farmakokinetik

Metabolisme di dalam hepar :

      etomidate

--->ester hydrolysis(MAJOR)

carboxylic acid of etomidate

--->N-dealkylation(minor)

ethyl-imidazole-5-carbolylate

The major metabolite, the carboxylic acid of etomidate, is inactive.

Ekskresi

Metabolit etomidat diekskresi ke urin sebanyak 85% manakala sisa 15%

diekskresikan lewat empedu.

t1/2(distribusi) = 3 menit

t1/2(redistribusi) = 30 menit

t1/2(eliminasi) = 4 jam

clearance (oleh hepar), Cl = 20 ml/kg/menit

Farmakodinamik

1. Sistem saraf pusat

Bersifat hipnotik dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgIV dengan onse 5-15 menit.

Efek hipnotik kemungkinan berasal dari efek sistem GABA-Adrenergik. Etomidat

tidak mempunyai efek analgesik sama sekali. Etomidat menurunkan tekanan

32

intracranial dan aliran darah serebral. Selain itu dapat menurunkan kadar

metabolit oksigen pada otak (CMRO2). Tekanan mean arteri (MAP) tidak banyak

berubah jadi perfusi serebral akan meningkat dan ratio oksigen suplai pada

serebral : demand turut meningkat. Etomidat memberikan gambaran EEG yang

mirip dengan barbiturate. Obat ini juga bisa menyebabkan gerakan mioklonik.

2. Mata

Menurunkan tekanan intraocular dalam waktu 5 menit

3. Sistem Kardiovaskuler

Etomidat mempunyai efek yang minimal pada sistem kardiovaskular.

Hanya 10% efek dari etomidat yang meningkatkan nadi. Induksi etomidat dengan

dosis 0.3 mg/kg hanya menyebabkan perubahan yang minimal (<10%) pada MAP

(Mean arterial pressure), Stroke volume (SV) dan CVP (central venous pressure).

Suplai O2 miokard : demand tetap stabil.

4. Sistem pernafasan

Depresi pada respon CO2 lebih sedikit berbanding barbiturat. Bolus

induksi dapat menyebabkan hiperventilasi pada permulaan pemberian, bisa juga

terjadi apnoe pada awal pemberian,  sedikit peningkatan pada PaCO2, bisa timbul

hiccup dan kadang-kadang menyebabkan batuk. Tidak ada penglepasan histamin.

5. Sistem endokrin

Ciri khas dari etomidat adalah dapat menginhibisi sintesis steroid adrenal.

Etomidat memblokir secara reversibel pada 11-beta-hydroxylase (sedikit pada 17-

alpha-hydroxylase) yang menyebabkan penurunan produksi dari kortisol,

kortikosteron dan aldosteron. Mekanisme tersebut berasal dari ikatan imidazole

33

bebas pada sitokrom-P450 yang menghambat sintesis asam askorbat. Asam

askorbat diperlukan dalam memproduksi steroid dalam tubuh. Biasanya Vitamin

C diberikan setelah pasien selesai operasi jika pasien telah diinduksi dengan

etomidat.

Dosis

Induksi 0.2 - 0.4 mg/kg  IV

Rektal induksi (peds) 6.5 mg/kg -> hipnotik dalam 4 menit

(hemodinamik stabil, recovery cepat)  

Maintenance: Diperlukan 300 - 500 ng/ml plasma level

TECHNIC OF TENS": 10x10 = 100 ug/kg/mnt untuk 10 menit

berikutnya 10 µg/kg/mnt dan D/C 10 menit sebelum

dibangunkan 

Efek samping

Menyebabkan nyeri pada injeksi tetapi dapat dikurangi dengan;

menggunakan sediaan dalam propylene glycol, volume yang lebih besar

Premedikasi; pemberian Lidokain 1-2 menit sebelumnya

Dapat menyebabkan gerakan mioklonik dan dapat dikurangi dengan

premedikasi benzodiazepine atau obat narkotika lainnya. Bisa menyebabkan mual

dan muntah tapi jarang. Setelah pemberian etomidat dapat terjadi hiccup. Bisa

juga menyebabkan trombophlebitis kebanyakannya pada pemberian sediaan

dalam propylene glycol.

Kontraindikasi

34

Jangan diberikan dalam jangka panjang selama beberapa jam atau hari

karena dapat menginhibisi sintesis adrenal steroid sehingga terjadi penurunan

kortisol dan aldosteron.

KESIMPULAN

Seorang perempuan berumur 10 tahun datang dengan diagnosa prabedah kista

aterem pada tanggal 08 Mei 2013 dengan status ASA 1 di kamar operasi. Teknik

anestesi total intravena anestesi merupakan suatu teknik pembiusan dengan

memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral. Anestesi

premedikasi dengan menggunakan petidin,sulfas atropin, sedacom, medikasi

dengan menggunakan ketalar dan untuk maintenance dengan oksigen 2-3

liter/menit. Untuk mengatasi mual muntah diberikan ranitidine 1 amp dan

ondancetron 1 amp. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi

mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi

berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL. Pasien dipindah ke ruang

pemulihan dan dilakukan observasi. Bila pasien tenang dan baik pasien dapat

dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu kesadaran 1

(merespon bila nama dipanggil), aktivitas motorik 1 (dua ekstremitas dapat

digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan darah

dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi

Aldrete Score pada pasien ini adalah 8 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.

Perawatan post operatif dilakukan dibangsal ruang rawatan.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta, 2002.

2. Jong, Wing., Sjamsuhidajat., 2004., Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC..

3. Gambar kulit di dapat dari http://www.scribd.com/doc/131197626/Presus-

Anestesi-kedokteran

4. Sanders, Tina., Scanlon, Valeria C., 2004. Buku Ajar Anatomin dan Fisiologi.

Jakarta: EGC.

5. “Intravenous Anesthetics” didapat dari http://www.

metrohealthanesthesia.com/edu.htm

6. “Intravenous anesthesic” didapat dari

http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic

7. “Hipnotika dan Sedativa” didapat dari http://www.medicastore.com

8. “Anestesi Intravena” didapat dari

http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi intravena.html

9. “Opioid” didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid

10. “Anestesi Umum” didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum

11. Premedikasi didapat dari http://www.scribd.com/doc/98401981/Anestesi-

Umum-Dengan-Balance-Anestesia

36