LAPORAN KASUS Herpes Zoster

download LAPORAN KASUS Herpes Zoster

of 23

description

hjjhjh

Transcript of LAPORAN KASUS Herpes Zoster

  • KATA PENGANTAR

    Dalam kesempatan kali ini puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

    Allah SWT atas rahmat, nikmat, karunia dan hidayah-Nya, dan tidak lupa

    sholawat serta salam yang senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan

    keluarganya serta para sahabatnya, laporan kasus yang berjudul Herpes Zoster

    Abdominalis dapat diselesaikan.

    Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada

    dr. Puguh, Sp.KK selaku pembimbing yang dengan penuh dedikasi, kesabaran

    dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing

    penulis sehingga hambatan dalam penulisan laporan kasus ini dapat teratasi.

    Penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada pasien dan

    keluarga atas partisipasi dan kerjasamanya yang memperbolehkan pelaporan

    kasus ini berlangsung dengan baik dan lancar.

    Penulis menyadari bahwa tulisan dalam laporan kasus ini masih jauh dari

    kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan

    pada laporan kasus. Penulis juga mengharapkan kritik serta saran yang

    membangun dari semua pihak agar menjadi lebih baik. Semoga laporan kasus ini

    dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya

    kedokteran dikemudian hari.

    Magelang, Juli 2015

    (penulis)

    1

  • LEMBAR PENGESAHAN

    PRESENTASI KASUS

    Herpes Zoster Thorakalis

    Disusun untuk Memenuhi Tugas

    Kepaniteraan Klinik Bagian Kulit dan Kelamin

    Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta

    Rumah Sakit Tentara Tk II 04.05.01 Dr Soedjono Magelang

    Oleh :

    Reza Angga Pratama

    1410221025

    Magelang, Juli 2015

    Telah Disetujui dan Disahkan Oleh :

    Pembimbing

    dr. Puguh, Sp. KK

    2

  • BAB I

    LAPORAN KASUS

    A. Identitas Pasien

    Nama : Ny. S

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 44 tahun

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Agama : Islam

    Alamat : Magelang

    B. Status Pasien Autoanamnesis (6 Juli 2015)

    Keluhan Utama

    Terdapat luka seperti lenting didaerah perut, pinggang, dan punggung.

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono magelang dengan keluhan

    adanya luka seperti lenting lenting didaerah perut, pinggang, dan punggung.

    Pasien mengaku terasa nyeri, panas, dan gatal didaerah luka atau lenting

    lenting tersebut. Keluhan tersebut timbul sejak 2 minggu yang lalu, awalnya

    lenting lenting tersebut muncul kecil kecil di daerah perut, lalu lenting

    lenting tersebut pecah, kemudian timbul lenting lenting baru semakin besar

    yang muncul di daerah perut hingga di punggung. Pasien mengaku pernah

    menggaruk lenting lenting tersebut hingga pecah. Pasien pernah berobat ke

    puskesmas 3x diberi obat salep tapi tidak sembuh. Pasien pernah menderita

    cacar pada usia 8 tahun.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-).

    Riwayat penyakit cacar (+)

    Riwayat alergi (-)

    3

  • Riwayat Penyakit Keluarga

    Riwayat penyakit yang sama dikeluarga (-)

    Riwayat Pengobatan

    Pasien pernah berobat ke puskesmas 3x lalu diberi obat salep tapi tidak

    sembuh.

    C. Pemeriksaan Fisik Kesadaran : Compos Mentis

    Keadaan Umum : Baik

    Status Generalisata

    Keadaan umum : Baik

    Kesadaran : Compos mentis

    Tanda vital : Tekanan darah = Tidak dilakukan

    Nadi = 92x/ menit

    RR = 20x/ menit

    Suhu = 36.50C

    Mata : Konjungtiva anemia -/-, sklera ikterik -/-

    THT : Telinga = aurikula tidak terdapat kelainan,

    Hidung = deviasi septum (), terdapat sekret jernih.

    Tenggorokan = Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang

    Thorax : paru: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-;

    jantung: S1-S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-)

    Abdomen : datar, dinding perut supel

    Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), capillary refill < 2 detik

    Status Dermatologikus

    Lokasi : abdomen region lumbar sinistra, region lumbal sinistra

    Efloresensi :

    4

  • Abdomen region lumbar sinistra, region lumbal sinistra

    Vesikel, bula, pustule, krusta, ekskoriasi Ukurannya lenticular, plakat. Bentuk lesinya tidak teratur, sirkumskripta, unilateral

    D. Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan

    E. Resume Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono magelang dengan keluhan adanya

    luka seperti lenting lenting didaerah perut, pinggang, dan punggung. Pasien

    mengaku terasa nyeri, panas, dan gatal didaerah luka atau lenting lenting

    tersebut. Keluhan tersebut timbul sejak 2 minggu yang lalu, awalnya lenting

    lenting tersebut muncul kecil kecil di daerah perut, lalu lenting lenting

    tersebut pecah, kemudian timbul lenting lenting baru semakin besar yang

    muncul di daerah perut hingga di punggung. Pasien mengaku pernah menggakruk

    lenting lenting tersebut hingga pecah. Pasien pernah berobat ke puskesmas 3x

    diberi obat salep tapi tidak sembuh. Pasien pernah menderita cacar pada usia 8

    tahun.

    Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Status

    dermatologikus pada Abdomen region lumbar sinistra, region lumbal sinistra

    terdapat efloresensi berupa vesikel, bula, pustule, krusta, ekskoriasi. Ukurannya

    lenticular, plakat. Bentuk lesinya tidak teratur, sirkumskripta, dan unilateral.

    F. Diagnosis Kerja Herpes zoster thorakalis

    5

  • G. Diagnosis banding 1. Herpes simpleks

    2. Dermatitis kontak

    3. Luka bakar

    H. Terapi Farmakologis

    1. Infus RL

    2. Inj. Ranitidine 2x1 iv

    3. Inj cefotaxim 2x1,5 iv

    4. Inj ketorolac 2x1 iv

    oral

    5. Amitriptilin 3x1

    6. Metil predinisolon 8mg 2x1

    7. Alpentin 100mg 3x1

    8. Neurodex 3x1

    9. Sagestam cream 3x1 di tempat luka

    Non farmakologis

    1. Istirahat yang cukup

    2. Minum obat teratur

    3. Makan makanan yang bergizi

    4. Tetap menjaga kebersihan dengan tetap mandi walaupun masih banyak

    lenting lenting atau lepuhan

    5. Tidak menggaruk dan memecahkan lenting lenting tersebut

    I. Prognosis Quo ad Vitam : Ad bonam

    Quo ad Fungsionam : Ad bonam

    Quo ad Sanationam : Dubia

    Quo ad komesticam : Ad malam

    6

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan

    kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan.2 Herpes zoster

    merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf

    kutaneus selama episode awal chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari

    herpes zoster 2,3,5,6,7 Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi

    primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion

    dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami

    reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1

    B. Epidemiologi Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi

    musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela,

    dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh

    oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau herpes.4 Sebaliknya,

    kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi

    hubungan host-virus.4

    Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden

    terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam

    segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60

    tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara.4 Diperkirakan bahwa ada

    lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih

    dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada

    peningkatan insidens dari zoster pada anak anak normal yang terkena

    chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.8 Faktor resiko utama adalah

    disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20 sampai 100

    kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada usia

    yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi

    dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus (HIV),

    7

  • transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi

    pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi

    oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV,

    dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun.4 Zoster mungkin

    merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS pada

    individual dengan resiko tinggi.8 Dengan demikian, infeksi HIV harus

    dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.4

    Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis

    kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen

    interleukin 10 polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2

    Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk

    memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua

    dari herpes zoster jarang terjadi pada orang imunokompeten, dan serangan

    ketiga sangat jarang.2 Orang yang menderita lebih dari satu episode mungkin

    immunocompromised.2 Pasien imunokompeten menderita beberapa episode

    seperti penyakit herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes

    simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.2

    Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan

    varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster

    tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu

    yang lebih lama pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster

    tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui

    kontak langsung dengan lesi mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat

    disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada aerosol, sehingga

    tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien

    tersebut.2

    C. Etiologi Virus Varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini

    merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

    8

  • D. Patogenesis Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet

    respiratori.3 VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang

    lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius

    sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi,

    VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan

    ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus berjalan

    sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan

    vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8 Zoster terjadi dari reaktivasi

    dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi

    adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya

    dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur

    hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu

    sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan.1 Reaktivasi

    mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara

    spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala

    prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi

    primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam

    mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1

    Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien

    HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.1

    9

  • http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

    http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm

    Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan

    imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas

    terhadap VZV spesifik.1

    Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi

    peradangan ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan

    10

  • batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit

    vesikuler yang khas.1 Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten

    dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.1

    Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan

    permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara

    sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus

    membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi

    paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas

    tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal

    ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.4

    Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan

    mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin

    berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada

    saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir.8

    http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

    E. Manifestasi Klinis Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan

    kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus

    sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah

    dan menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi

    vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai

    tetesan embun pada kelopak mawar ( dew drop on rose petal ).3 Setelah

    11

  • vesikel matang, pecah membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi

    merupakan karakteristik dari varisela.3

    Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang

    sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan

    karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang

    eritematosa.3

    Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan

    intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,

    beberapa dermatom atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada

    penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada

    penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira

    kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama.8

    Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal1,7, malaise, demam, nyeri

    kepala, dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya

    diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari

    sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.1

    Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia)7 dapat

    menstimulasi migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum,

    kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis4,6, prolaps diskus intervertebral,

    atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang

    serius.4

    Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di

    sekitarnya8 herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.1

    Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian

    makulopapuler muncul secara dermatomal.1 Lesi baru timbul selama 3-5 hari.8

    Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule

    pada hari ketiga.4 Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 4

    minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya

    krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu.4 Pada orang yang normal, lesi lesi

    baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari).4

    Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih

    ringan dan berdurasi pendek pada anak anak.4 Dermatom yang terlibat :

    12

  • biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering

    terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan

    sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.8

    Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien seperti ini

    harus dievaluasi oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster yang

    melibatkan telinga atau mangkuk konkhal sindrom Ramsay-Hunt.3 Sindrom

    ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis,

    hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi

    zosteriform di telinga.3 Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal,

    namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi

    meluas dalam kasus zoster-diseminata.3 Zoster bilateral jarang terjadi, dan

    harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.3

    F. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus.6 Konfirmasi

    laboratorium biasanya tidak perlu.6,7 Metode laboratorium untuk identifikasi

    adalah sama seperti orang-orang untuk herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi

    kulit, titer antibodi, cairan vesikuler antibodi immunofluorescent (direct

    fluorescent antibody), mikroskop elektron, dan kultur dari cairan vesikel dari

    beberapa studi patut dipertimbangkan.7

    Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear).7 Tes tersebut

    tidak membedakan herpes simpleks dan varicella.3,7 Dasar dari lesi pertama

    kali dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin, Giemsa, Wrights,

    toluidine biru, atau tinta papanicolaou.7 Sel raksasa multinuklear dan sel epitel

    yang mengandung inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat.7 Direct

    fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat (rapid

    test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ.3 Kultur virus : tes yang

    sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk dikultur dan tumbuh

    dengan lambat, minimal 1 minggu.3 Herpes zoster terlihat kira kira 7 kali

    lebih sering pada pasien HIV.7 Tes HIV dilakukan jika ada indikasi yang jelas.7

    13

  • G. Diagnosa Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan

    pemeriksaan penunjang.

    H. Diagnosa Banding

    I. Komplikasi Sequele dari herpes zoster termasuk komplikasi cutaneous, ocular,

    neurologic, dan visceral. Komplikasi yang paling sering dari herpes zoster

    berhubungan dengan luasnya VZV dari tempat permulaan yang terkena di

    sensory ganglion, nervus, atau kulit yang mana dari aliran darah atau oleh

    perluasan neural secara langsung. Ruam mungkin menyebarluaskan setelah

    erupsi dermatomal yang pertama. Ketika system imun pasien diperiksa, tidak

    jarang mempunyai sedikit vesikel di area jauh dari yang terlibat. Lesi yang

    menjalar biasanya muncul dalam seminggu merupakan onset dari erupsi

    segmental dan jika sedikit jumlahnya, mudah terlewat. Penyebaran yang

    ekstensif (dengan 25 sampai 50 lesi atau lebih) menghasilkan erupsi seperti

    14

  • varisella (biasanya herpes zoster), terjadi dalam 2% sampai 10% pada pasien

    dengan zoster terlokalisir, kebanyakan mereka mempunyai defek imunologik

    sebagai hasil dari defisiensi imun yang didapat yang biasa disebut dengan

    infeksi HIV atau terapi imunosupresif. Jika ruam meluas dan menyebar dari

    kecil, nyeri diarea yang terkena herpes zoster, kemunculan pertama kali

    mungkin tidak disadari.

    Mata terlibat dalam 20% sampai 70% dari pasien dengan zoster

    oftalmikus. VZV juga penyebab daro nekrosis retinal akut,

    Herpes zoster mungkin hadir dengan berbagai komplikasi neurologic yaitu

    post herpetic neuralgia yang paling umum dan penting. PHN mempunyai

    variasi definisi yaitu nyeri seterlah penyembuhan ruam atau nyeri 1 bulan, 3

    bulan, bulan, atau 6 bulan setelah onset ruam atau definisi terbaru yaitu

    terfokus dalam 90 sampai 120 hari setelah onset ruam.

    Digambar tersebut bisa dilihat faktor resiko yang signifikan dari segi umur

    untuk terkena PHN. Faktor resiko yang lain termasuk kehadiran nyeri

    prodromal, nyeri yang hebat selama fase akut herpes zoster, tingkat keparahan

    dari ruam, kebanormalitas dari sensory pada dermatom yang terkena dan

    kemungkinan terkena herpes zoster oftalmikus. Peningkatan usia, tingkat

    keparahan nyeri akut, kehadiran nyeri prodromal keperahan ruam telah

    dilaporkan sebagai predictor independen dari PHN. Pasien dengan PHN

    mungkin menderita constant pain (dideskripsikan sebagai rasa panas, gata,

    15

  • berdebar-debar), intermittent pain (rasa tertusuk, rasa tertembak) dan atau

    stimulus-evoked pain, termasuk allodynia (rasa sakit, rasa panas,, rasa

    tertusuk). Allodynia (nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus yang biasanya tidak

    menyakitkan) adalah komponen dari penyakit yang hadir 90% dari pasien

    dengan PHN. Pasien dengan allodynia mungkin menderita nyeri yang berat

    setelah tersentuh (dengan sentuhan yang ringan) dikulit yang terkena oleh

    benda biasa seperti angin atau baju.

    J. Pengobatan Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.7

    Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan

    mengurangi resiko komplikasi.7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan

    modifikasinya, misalnya valasiklovir.16 Obat yang lebih baru ialah famsiklovir

    dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama

    sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari.16 Obat obat tersebut diberikan

    dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.16 Untuk zoster yang menyebar luas

    yang timbul pada orang orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir

    intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa. 9

    Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya

    diberikan 7 hari1,16, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa

    rejimen yang dianjurkan.1,7

    16

  • Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster3 :

    1. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.

    2. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.

    3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher,

    alat gerak, dan perineum (lumbal sakral).

    Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma

    lebih tinggi.16 Jika lesi baru masih tetap timbul obat obat tersebut masih dapat

    diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.16

    Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan

    famsiklovir sama dengan asiklovir.1

    Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka

    pendek dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan

    pertimbangan ketat.1 Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay

    Hunt.16 Pemberian harus sedini dininya untuk mencegah terjadinya

    paralisis.16 Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah

    seminggu dosis diturunkan bertahap.16 Dengan dosis prednison setinggi itu

    imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat anti viral.16

    Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis ganglion.16

    Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk

    mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif

    diberikan kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep

    antibiotik.16

    17

  • Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah

    diberikan untuk mengurangi insidens.3 Menurut FDA, obat pertama yang dapat

    diterima untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia

    paska herpetic ialah pregabalin.16 Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba

    yang analog yaitu gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih

    poten (2 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih

    sederhana.16 Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 7 hari bila responnya

    kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimum 600 g

    sehari.16 Efek sampingnya berupa dizziness, dan somnolen yang akan

    menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.16

    Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin

    dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes.3,7 Solutio Burrow dapat

    digunakan untuk kompres basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit

    beberapa kali sehari, untuk maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan

    krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri.7 Solutio Povidone- iodine sangat

    membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat dari

    orang tua.7 Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari

    untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan

    jangka pendek.7

    Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300 600 mg per oral

    TID selama 7 hari).3 Tidak lebih dari 150 mg/d. 3 Penderita AIDS dengan

    CD4+

  • Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3

    ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR

    Zoster 5 x 800 mg

    setiap hari

    selama 7 10

    hari

    500 mg TID

    selama 7 hari

    1 g TID selama 7

    hari

    Disseminated

    zoster (dosis

    anak)

    20 mg/kg IV

    setiap 8 jam

    selama 7 hari

    - -

    Disseminated

    zoster(dosis

    dewasa)

    10 mg/kg IV

    setiap 8 jam

    selama 7 hari

    - -

    K. Pencegahan

    Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.3

    Berhubungan dengan Varivax, tetapi diperkirakan 14 kali lebih

    terkonsentrasi.3 Telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa

    riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya. Zostavax telah diketahui untuk

    mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia paska herpes.3

    http://www.medscape.com/viewarticle/735609

    19

  • BAB III

    ANALISA KASUS

    Pasien datang dengan keluhan adanya luka seperti lenting lenting

    didaerah perut, pinggang, dan punggung. Pasien mengaku terasa nyeri, panas, dan

    gatal didaerah luka atau lenting lenting tersebut. Keluhan tersebut timbul sejak

    2 minggu yang lalu, awalnya lenting lenting tersebut muncul kecil kecil di

    daerah perut, lalu lenting lenting tersebut pecah, kemudian timbul lenting

    lenting baru semakin besar yang muncul di daerah perut hingga di punggung.

    Pasien mengaku pernah menggaruk lenting lenting tersebut hingga pecah.

    Pasien pernah berobat ke puskesmas 3x diberi obat salep tapi tidak sembuh.

    Pasien pernah menderita cacar pada usia 8 tahun.. Dari hasil pemeriksaan fisik

    didapatkan manifestasi klinis pada Abdomen region lumbar sinistra, region

    lumbal sinistra terdapat efloresensi berupa vesikel, bula, pustule, krusta,

    ekskoriasi Ukurannya lenticular, plakat. Bentuk lesinya tidak teratur,

    sirkumskripta, dan unilateral.

    Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang telah diuraikan diatas,

    diagnosis dari pasien ini adalah herpes zoster thorakalis. Herpes zoster merupakan

    hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama

    episode awal chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster.

    Adapun diagnosa banding untuk penyakit ini adalah pertama, herpes

    simplek karena dari manifestasi klinisnya terdapat vesikel yang berkelompok dan

    eritematosa tetapi bersifat bilateral dan disebabkan oleh virus herpes simplek.

    Kedua, dermatitis kontak karena manifestasi klinis dari dermatitis kontak itu juga

    terdapat vesikel ataupun bula tetapi disebabkan akibat adanya riwayat kontak.

    Ketiga, luka bakar bakar karena dari manifestasi klinisnya terdapat bula di tempat

    yang terkena dan mempunyai riwayat terkena panas atau bakar.

    Terapi yang diberikan pada pasien ini pertama inj ranitidine merupakan

    golongan AH2 yang fungsinya menurunkan sekresi asam lambung. Kedua

    cefotaxim merupakan golongan cephalosporin generasi ke 3. Ketiga, inj ketorolac

    merupakan OAINS. Keempat, aminotriptilin merupakan antidepresan trisiklik.

    Keempat, metilprednisolon 8 merupakan kortikosteroid sistemik kerja sedang.

    20

  • Kelima, alpentin yang isinya gabapentin yang merupakan antiepileptic. Keenam,

    neurodex merupakan vitamin untuk persyarafan. Ketujuh, sagestam cream

    merupakan antibiotic topical unutk menagah infeksi sekunder. Prognosis pada

    pasien ini. Quo ad Vitam yaitu ad bonam, Quo ad Fungsionam yaitu ad bonam,

    Quo ad Sanationam yaitu dubia, dan Quo ad komesticam yaitu ad malam.

    21

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia. 2002.

    2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.

    Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

    3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :

    Lippincotts Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer

    Health. 2011 .p. 148 -151.

    4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.

    Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General

    Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.

    5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical

    Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.

    6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks

    Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006

    .p.145-148.

    7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In :

    Clinical Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders.

    2010.p. 479 490.

    8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga

    Medical Series. 2008 : 115 119.

    9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed.

    New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.

    10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United

    State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.

    11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta :

    Erlangga Medical Series. 2005 : 29 31.

    12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby

    Elseiver. 2008.p. 212-214.

    22

  • 13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim

    Young Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In :

    International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 299.

    14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In :

    International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.

    15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review.

    New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.

    16. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu

    Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.

    23