LAPORAN KASUS fx

download LAPORAN KASUS fx

of 19

Transcript of LAPORAN KASUS fx

LAPORAN KASUS GRAVES DISEASE

Disusun oleh: Karlina Isabella 030.07.132

Pembimbing: Dr. Deddy Subandrio, SpB. KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH PERIODE 26 JUNI- 3 SEPTEMBER 2011 RSAL DR.MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2011

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN DEPARTEMEN BEDAH RSAL Dr. MINTOHARDJO

I.IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Alamat Agama Status Pernikahan Pendidikan Pekerjaan No Rekam Medik :Ny. G :52 tahun : Perempuan : Komp TNI AL Blok CC XI no 3 Gunung Putri Bogor : Kristen Katholik : Sudah Menikah : SLTA : PNS AL : 234333

II. KELUHAN UTAMA Pasien mengeluhkan jantungnya terasa berdebar-debar sejak 1 tahun yang lalu.

III. ANAMNESIS Telah dilakukan autoanamnesis pada tanggal 12 juli 2011 jam 10.30 WIB

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Klinik Bedah dengan keluhan jantung berdebar yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan tangan yang sering bergetar tanpa sebab serta merasa seluruh tubuhnya sering berkeringat sejak 1 tahun yang lalu yang diarasakan terus menerus bahkan saat pasien berada di tempat yang tidak panas. Pasien juga merasakan dirinya sulit mengontrol emosi dan menjadi lebih pemarah belakangan

ini. Pasien juga mengeluhkan badan yang terasa lemas serta berat badan yang juga menurun kurang lebih 8 kg dalam waktu 1 tahun namun tidak merasakan ada perubahan dengan nafsu makannya. Pasien juga merasakan sering tidak bisa tidur, sering diare, serta menstruasi yang tidak teratur yang juga diarasakan sejak 1 tahun yang lalu. Sejak 4 bulan yang lalu pasien merasakan adanya sebuah benjolan di daerah leher sebelah kanan dan kiri yang ukurannya tidak dirasakan membesar oleh pasien, pasien juga menyangkal adanya nyeri pada benjolan tersebut.Pasien juga merasa kedua matanya terasa lebih menonjol ke arah luar, namun tidak ada gangguan penglihatan. Pasien menyangkal adanya perubahan suara, serta kesulitan menelan, pasien menyangkal adanya riwayat nyeri dada sebelah kiri yang menjalar, bengkak pada kedua kaki, sesak yang diperberat oleh aktivitas maupun tidur berbaring. Pasien juga menyangkal adanya masalah yang mengganggu pikiran pasien belakangan ini. Pasien juga menyangkan ada riwayat demam, trauma maupun radiasi di daerah leher.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien juga menyangkal adanya riwayat Diabetes Melitus, Hipertensi, riwayat penyakit jantung, asthma, dan riwayat alergi obat.

Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal adanya anggota keluarga lainnya yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Pasien juga menyangkal adanya anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus, Hipertensi dan Asthma. Ibu pasien mengidap penyakit jantung.

Riwayat Pengobatan Pasien sebelumnya sudah pergi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan sudah mengkonsumsi beberapa obat sejak 6 bulan yang lalu. Dan pasien merasa kondisinya menjadi lebih baik sejak mengkonsumsi obat-obatan tersebut.

Riwayat Kebiasaan Pasien menyangkal kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol, dan mengaku mengkonsumi garam beryodium.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum:

Kesadaran Kesan Sakit Status Gizi

: Compos Mentis :Tampak sakit ringan : Status gizi baik

Tanda Vital:

Tekanan Darah:150/80 Nadi Suhu Pernafasan :84x/ menit :36,5 C :20x/ menit

Antopometri:

BB: 48kg TB:160 cm

Status Generalis:

Kepala: Normosefali

Rambut: warna hitam, distribusi merata, dan mudah dicabut

Mata: tampak tidak exopthalmus tidak tampak oedem palpebra

conjungtiva tampak tidak anemis sklera tampak tidak ikterik refleks cahaya langsung maupun tidak langsung positif pada kedua mata

Telinga: tidak tampak adanya deformitas tidak ada nyeri telan tragus tidak ada nyeri tekan mastoid tidak ada nyeri tarik aurikula liang telinga lapang tidak ditemuakn adanya sekret maupun serumen m.tympani intak

Hidung: tidak tampak adanya deformitas, tidak tampak septum deviasi, mukosa hidung tidak hiperemis tidak tampak adanya sekret

Mulut dan tenggorok: Bibir Gigi geligi Lidah : tidak pucat dan tidak anemis : lengkap, oral hygiene cukup baik : normoglossi

Mukosa mulut : tidak hiperemis Faring Tonsil : tidak hiperemis, permukaan licin, arcus faring terletak di tengah. : T1-T1, tidak tampak tanda peradangan

Leher: (status lokalis)

Thorax: Paru :Gerak nafas simetris pada kedua hemithorax Suara nafas vesikuler pada kedua hemithorax Tidak ditemukan adanya ronkhi maupun wheezing Jantung : BJ I/ II reguler, tidak terdapat murmur maupun irama gallop

Abdomen:

Dinding abdomen didapatkan datar, supel Tidak terdapat adanya nyeri tekan maupun nyeri lepas pada seluruh kuadran abdomen. BU: 3x/ menit.

Ekstremitas:

Didapatkan adanya tremor halus pada kedua tangan Tidak ditemukan adanya oedem pada kedua extremitas Tidak ditemukan adanya hiperhidrosis pada kedua extremitas atas

V.STATUS LOKALIS (Regio Coli anterior) Inspeksi: tampak dua buah benjolan pada kanan dan kiri leher, benjolan berbentuk bulat lonjong dengan ukuran 5x3 cm, warna kulit sama dengan sekitarnya, dan tidak tampak tanda peradangan. Palpasi: teraba sebuah benjolan berbentuk bulat lonjong dengan ukuran 5cm x 3cm, ikut bergerak naik saat pasien diminta menelan ludah, konsistensi lunak, berbatas tegas, dengan permukaan licin, tidak dapat digerakkan dari dasarnya, serta tidak ada nyeri tekan maupun perubahan suhu. Perkusi: (-) Auskultasi: tidak terdapat adanya bruit KGB tidak teraba membesar JVP 5+2 cmH2O

VI.PEMERIKSAAN LANJUTAN

EKG (25 Februari 2011) :didapatkan irama sinus takikardia

Pemeriksaan Laboratorium (25 Februari 2011) Pemeriksaan TSH T3 T4 Hasil 0.008 6.58 17.12 Nilai Rujukan 0.350-5.500 0.58-1.59 4.87-11.72

VII.RESUME

Ny.G, usia 52 tahun, datang dengan keluhan jantung berdebar yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, tangan yang sering bergetar tanpa sebab, tubuhnya sering berkeringat, sulit mengontrol emosi, badan terasa lemas, penurunan berat badan, sulit tidur, diare, dan menstruasi yang menjadi tidak teratur, mata yang terasa lebih membesar, serta adanya benjolan di leher yang dirasakan tidak membesar. Dan dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya struma difusa. Dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya peningkatan jumlah T3 dan T4 serta penurunan jumlah TSH, dan pada EKG didapatkan sinus takikardia.

VIII. DIAGNOSA KERJA Graves Disease

IX.DIAGNOSA BANDING Struma multinodusa toksik Adenoma toksik Tiroiditis subakut ( De Quervain) Karsinoma Thyroid

X. PENATALAKSANAAN: Anti Thyroid: Neomercazole Beta Blocker: Propanolol Muscle Relaxant: Diazepam Rencana Yodium Radioaktif

XI.PROGNOSIS Ad funsionam :ad bonam Ad sanasionam:dubia Ad vitam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

THYROID

Anatomi Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya memiliki berat 15 sampai 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam hormon, yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan kalsitonin.

Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:1. A. thyroidea superior cabang dari A. Carotis communis 2. A. thyroidea inferior cabang dari A. subclavia

3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:

1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna). 2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna). 3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri). Persarafan kelenjar tiroid:1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior 2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)

N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

1. Iodide Trapping, yaitu penangkapan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase. 2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan

3.

4.

5. 6. 7. 8.

satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase). Peembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.

Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3

yang ada di dalam darah. 2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3. 3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4. Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel. Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan

reseptornya di inti sel. 2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkat. 3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel. 4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

Kelainan Kelenjar Tiroid 1. Hipertiroidisme/Goutertoksika/Tirotoksikosis/Penyakit Grave Penyebabnya adalah gangguan antibodi, timbul akibat autoimunitas yang berkembang terhadap jaringan tiroid. Gejala: a. mudah tersinggung, intoleransi terhadap panas, berkeringat banyak, berat badan berkurang, diare, kelemahan otot, kecemasan, insomnia, dan tremor. b. eksoftalmos (protrusi bola mata). 2. Hipotiroidisme Penyebabnya hampir sama dengan hipertiroidisme, yaitu autoimunitas terhadap jaringan tiroid tersebut. Penyebab lainnya adalah pembesaran kelenjar tiroid: a. Goiter koloid endemik: kekurangan iodium. b. Goiter koloid nontoksik idiopatik: bukan karena kekurangan iodium tetapi sekresi hormonnya tertekan. Gejala: rasa capek, rasa mengantuk, kelemahan otot, kecepatan denyut jantung menurun, curah jantung menurun, volume darah menurun, konstipasi, kelemahan mental (kurangnya pertumbuhan rambut, kulit bersisik, suara parau), dan kasus berat mengakibatkan miksedema.

3. Kretinisme Penyebabnya karena hipotiroidisme ekstrem pada masa janin bayi dan anak-anak. Gejala: gagalnya pertumbuhan anak, retardasi mental, kretinisme endemik (kekurangan iodium), pertumbuhan rangka lebih kecil dari pertumbuhan jaringan lunak (badan pendek dan gemuk), lidah besar (menelan dan bernafas terhambat sehingga pernafasan bunyi tercekik/guttural)

GRAVES Disease Definisi Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) Etiologi Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun, dimana penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun. Patogenesis Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati pada penyakit Graves. Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R).

Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. . Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung. Gambaran Klinis Gejala dan Tanda Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus. Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan

otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus yang akan menimbulkan kebutaan. Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum ditemukan antara lain palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang cuaca dingin. Pada wanita muda gejala utama penyakit graves dapat berupa amenore atau infertilitas

Pemeriksaan laboratorium Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti Ltiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,

menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4). Pemeriksaan penunjang lain Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin

. Komplikasi Krisis tiroid (Thyroid storm) Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita. Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon tiroid didalam kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar T4 dan T3 didalam serum penderita dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya pada penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Juga tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan produksi triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid terjadi peningkatan jumlah reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi PENGELOLAAN PENYAKIT GRAVES Walaupun mekanisme otoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves, namun penatalaksanaannya terutama ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu : Obat anti tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya Obat obatan Obat Antitiroid : Golongan Tionamid Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan

karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. Obat Golongan Penyekat Beta Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4. Pembedahan Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Terapi Yodium Radioaktif Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun. Pengobatan oftalmopati Graves Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah keratitis. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata.