LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS-JOSEPH.docx

56
LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT – FAMILIY FOLDER YOSEPH ADI KRISTIAN / 102008015 PEMBIMBING : dr. Setiawan Aslim SpOG Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951 1

Transcript of LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS-JOSEPH.docx

LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS

DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT – FAMILIY FOLDER

YOSEPH ADI KRISTIAN / 102008015

PEMBIMBING : dr. Setiawan Aslim SpOG

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: [email protected]

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami

peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Menurut penelitian epidemiologi yang

sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar

antara 1,4 dengan 1,6%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan

Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit

Tidak Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951

wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar

12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar

11,2%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis

masih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi. Efek

kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi epidemologi.

Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan penyakit

1

DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun

fungsional.

Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan

kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Mellitus mempunyai dua tipe

yang pertama Diabetes Mellitus tipe I (IDDM) yaitu diabetes mellitus yang tergantung

insulin dan yang kedua Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) yaitu diabetes mellitus yang

tidak tergantung insulin. Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada usia kurang dari 30

tahun dengan persentase 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Sedangkan

pada kasus diabetes mellitus tipe II sering ditemukan pada usia lebih dari 30 tahun

dengan persentase 90% - 95% seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non

obesitas 20%.

Penyakit diabetes mellitus perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh

perawat. Secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah,

melakukan perawatan luka dan mengatur diet makanan sehingga tidak terjadi

peningkatan kadar gula darah. Selain itu perawat maupun dokter juga berperan secara

preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes

mellitus untuk meningkatkan pemahaman pasien dan mencegah terjadinya komplikasi.

Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan

kedokteran menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai latar belakang pasien

yang menjadi tanggungannya. Untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan seperti itu

diperlukan adanya kunjungan rumah (home visit) serta melakukan pelayanan kesehatan

standar. Untuk dapat memajukan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada

masyarakat, maka perlu adanya kerjasama antara petugas kesehatan dan pasien.

Pemantauan terhadap penyakit pasien tidak hanya sekadar mendapatkan pengobatan di

puskesmas, namun lingkungan pasien turut diikutsertakan dalam usaha meningkatkan

kesehatan pasien. Home visit atau kunjungan dilakukan dengan tujuan untuk melihat

lingkungan rumah pasien dan sekaligus mengedukasi dan memberi penyuluhan yang

terkait dengan penyakit pasien.

2

2. TUJUAN

Tujuan umum: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Tujuan khusus: Dalam rangka anjangsana / silaturahmi khususnya terhadap pasien dan

juga keluarganya untuk mendapatkan informasi tambahan baik secara autoanamnesis

maupun alloanamnesis tentang kondisi pasien, kondisi keluarga serta kondisi social dan

lingkungan pasien.

3. MANFAAT

Manfaat yang didapatkan dari kunjungan ke rumah pasien antara lain :

Meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien

Meningkatkan hubungan dokter pasien

Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien

Menjamin terpenuhinya kebutuhan pasien.

3

LAPORAN KASUS

Puskesmas : Puskesmas Kelurahan Tomang.

Jln. Pulo Macan V, No.40

Nomor Register : -

Data Riwayat Keluarga

1. Identitas Pasien

Nama : Neneng Khoirunisah

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasisiwi

Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. Mandala Barat, No.3 Rt 01/04. Tomang, Jakarta Barat.

Telepon : 082115318060

2. Riwayat Biologis Keluarga

Keadaan Kesehatan Sekarang : Baik (tidak ada keluhan)

Kebersihan Perorangan : Baik

Penyakit yang sering diderita : Batuk, pilek, sariawan

Penyakit Keturunan : Disangkal

Penyakit Kronis / Menular : Disangkal

Kecacatan Anggota Keluarga : Disangkal

Pola makan : Baik

Pola istirahat : Baik

Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

3. Psikologis Keluarga

Kebiasaan Buruk : Tidak ada

Pengambilan keputusan : Ibu

Ketergantungan obat : Tidak ada

Tempat Mencari Kesehatan : Puskesmas

Pola Rekreasi : Kurang

4

4. Keadaan rumah / lingkungan

Jenis Bangunan : permanen

Lantai Rumah : keramik

Luas rumah : 2600 m2

Penerangan : baik

Kebersihan : baik

Ventilasi : baik

Dapur : ada

Jamban keluarga : ada

Sumber air minum : air tanah

Sumber pencemaran air : tidak ada

Pemanfaatan pekarangan : tidak

Sistem Pembuangan limbah : ada

Tempat pembuangan sampah : ada

Sanitasi lingkungan : baik

5. Spiritual keluarga

Ketaatan beribadah : baik

Keyakinan tentang kesehatan : baik

6. Keadaan Sosial Keluarga

Tingkat Pendidikan : sedang

Hubungan antar anggota keluarga : baik

Hubungan dengan orang lain : baik

Kegiatan organisasi sosial : sedang

Keadaan ekonomi : sedang

7. Kultural Keluarga

Adat yang berpengaruh : Adat Sunda

5

8. Daftar anggota keluarga :

No Nama Hub

dgn

KK

Umu

r

Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan

kesehatan

Keadaan

gizi

Imunisas

i

KB

1 Sagiman KK 40th SD Penjaga

kantor

Islam Baik Baik Baik -

2 Sutini Istri 41th SD Ibu rumah

tangga

Islam Baik Baik Baik -

3 Nisa

Khoirunisa

Anak 19th SMA Mahasiswi Islam Baik Baik Baik -

4 Rizkiyani Anak 17th SMP Pelajar Islam Baik Baik Baik -

9. Keluhan Utama : Luka yang sukar sembuh lebih dari 2 minggu sampai mengakibatkan

infeksi.

10. Keluhan tambahan : Poliuria, nokturia, polidipsi, cepat lelah, pandangan kabur ( visus

OD -8, OS -8, silinder 1,5)

11. Riwayat Penyakit dahulu : disangkal

12. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD: 110/80 mmHg, Nadi 78 x/menit, Suhu 35,50C, RR 22

x/menit

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pasien adalah test gula darah puasa dan

hasilnya 140

13. Diagnosis Penyakit

DM TIPE 2

14. Diagnosis Keluarga

6

Anggota keluarga pasien dalam kondisi sehat. Keluarga pasien sangat mendukung

tentang kesehatan pasien. Keluarga mengetahui jenis makanan apa yang boleh diberikan

pada pasien yaitu dengan mengontrol diet pasien terutama mengurangi sumber makanan

karbohidrat kompleks dan simpleks serta bahan makanan/minuman mengandung

pemanis, mereka mendapat anjuran oleh dokter puskesmas.

15. Anjuran Penatalaksanaan penyakit

Promotif

Penyuluhan atau memberitahukan kepada pasien mengenai :

- Memberikan segala informasi tentang penyakit DM

- Upaya pencegahan terhadap komplikasi

- Pengobatannya dan pengontrolan diet terhadap pasien

- Pentingnya untuk berolahraga

- Secara teratur melakukan tes gula darah di puskesmas

Preventif

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini

meliputi :

- Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),

perbanyak konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak, tomat,

semangka, dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)

- Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)

- Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan

- Pertahankan berat badan ideal

- Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid

- Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori

prediabetes)

7

Kuratif

- Diet/perencanaan makan

Memberi penjelasan kepada pasien berupa makanan yang harus dihindari dan yang

boleh dikonsumsi. Seperti sayuran yang dianjurkan contohnya buncis, dan yang

dihindari nangka muda. Buah yang dianjurkan,papaya, kedondong, salak, tomat,

semangka dan yang dihindari sawo, jeruk manis, nanas, rambutan, durian, nangka,

anggur. Memberi penjelasan pada pasien bahwa makan sedikit tapi sering yaitu 3 kali

makanan utama, 3 kali makanan antara interval 3 jam.

- Anti Diabetik Oral

Contohnya : metformin, gliburid, glibenklamid

Rehabilitatif

Pencegahan tingkat ini merupakan pencegahan terjadinya kecacatan dan kematian akibat

komplikasi dari diaetes melitus. Pencegahan ini dilakukan untuk mengembalikan keadaan

kondisi fisik dan psikologis penderita seoptimal mungkin. Sehingga untuk menghindari

komplikasi dari DM sendiri, pasien disarankan untuk mengatur makananan, dan selalu

mengontrol ketat kadar gula darahnya.

16. Prognosis

Penyakit : dubia ad bonam

Pasien terlihat dalam keadaan yang sehat, belum ada komplikasi yang terjadi. Karena

pasien pun baru mengetahui bahwa luka yang sukar sembuh tersebut dikarenakan salah

satunya karena gula darahnya yang diatas kadar normal pada umumnya. Sekarang luka

pasien telah sembuh, karena pasien teratur berkunjung ke puskesmas untuk

memeriksakan keadaannya.

Keluarga : Keluarga pasien pun terlihat sangat mendukung kesehatan anaknya.

Karena pasien selalu ditemani ibunya pergi berobat ke puskesmas. Kelurga pasien pun

dalam keadaan yang sehat.

8

17. Resume

Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 14 Juli 2011, didapatkan

bahwa keluhan utama pasien adalah luka yang sukar sembuh, dan keluhan khas DM

(poliuri, nokturi, polidipsi, cepat lelah, dan pandangan kabur) serta didukung dengan

kadar gula darah yang menunjukkan belum pasti DM, namun boleh dikatakan mengarah

kepada DM melihat pasien belum mampu untuk mengontrol ketat dietnya, meskipun

keluarga pasien sangat mendukung upaya tersebut.

Keadaan pasien baik dan dapat beraktivitas seperti biasa dan pasien secara rutin

memeriksakan dirinya ke puskesmas. Keadaan rumah pasien tergolong rumah yang sehat

dilihat dari kebersihannya, meskipun tidak mendapat pencahayaan yang baik akibat

minimnya ventilasi, di rumah pasien terdapat dapur yang bersih, sanitasi rumah baik dan

terdapat kamar mandi serta jamban yang sehat.

.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANAMNESIS

Anamnesis yang sistematik mencakup (1) keluhan utama pasien, (2) riwayat penyakit lain

yang pernah dideritanya maupun pernah diderita oleh keluarganya, dan (3) riwayat penyakit

yang diderita saat ini.

Keluhan khas DM : poliuria, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya.

Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

2.2 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi Kaki

- Atrofi/hipotofi otot

- Kontraktur/ sikatrik

- Gerakan-gerakan terbatas

- Lesi kulit (infiltrat, abses, ulkus, gangrene)

Palpasi Kaki

- Kulit dingin (vaskularisasi berkurang), hangat/panas (akibat adanya ulkus)

- Pulsasi arteri dorsalis pedis

- Pulsasi arteri tibialis posterior

Refleks

- Sensibilitas : monofilament (sensorik)

- APR +menurun/+menurun (motorik)

- KPR +menurun/ +menurun (motorik)

- Babinsky : gerakan dorsofleksi ibu jari kaki yang sering disertai dengan pemekaran

jari-jari menunjukan refleks babinsky.

10

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam

menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara

pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis pemeriksaan yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena

sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena

maupun kapiler denganmemperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda

sesuai pembakuan oleh WHO

untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM

dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan

penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang

mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan dilakukan kemudian pada

mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis

definitive.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai

berikut

1) Usia > 45 tahun

2) Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m2

3) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)

4) Riwayat DM dalam garis keturunan

5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000gr

6) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau TG ≥ 250 mg/dL

11

Catatan :

Untuk kelompok risisko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaring negative, pemeriksaan

penyaring ulangnya dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun

tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaringnya dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu

(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah

yang tepat bagi mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara

menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudia 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi

DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan

dengan resistensi insulin. Pda kelompok TGT ini risisko terjadinya aterosklerosis lebih

tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit

kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring

dan Diagnosis

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar

glukosa

darah

sewaktu

(mg/dL)

Plasma vena <110 110-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar

glukosa

darah

puasa

Plasma vena <110 110-15 ≥126

Darah kapiler <90 90-109 ≥110

12

Langkah-langkah untuk menegakan diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan

Toleransi Glukosa

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL sudah cukup

untuk menegakan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥126

mg/dL juga digunakan untk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok dengan keluhan

tidak khas, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum

cukup kuat untuk menegakan diagnosis DM, diperlukan pemastian lebih lanjut

dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah sewaktu ≥200

mg/dL pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) di dapatkan

kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥200 mg/dL.

Gambar 1. Langkah – langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu

13

Cara penatalaksanaan TTGO

Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan

jasmani seperti yang dilakukan

Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelumpemeriksaan, minum air putih

diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah pembebanan glukosa

Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan laboratorium :

Hematologi

Hb, Leukosit, Hitung jenis leukosit, Laju endap darah

Glukosa darah puasa dan 2 jam sesuadah makan

Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT umur, kreatinin

SGPT, Albumin/Globulin

Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida

Albuminuria mikro

Hb AIC (hemoglobin glikosilasi)

Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk memperoleh informasi kadar gula

darah yang sesungguhnya, karen apasien tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun

waktu 2-3 bulan. Glikosilasi adalah masuknya gula ke dalam sel darah merah dan terikat.

Maka tes ini berguna untuk mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A (A1C)

sepanjang umur sel darah merah (120 hari). A1C menunjukan kadar hemoglobin

terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-6%.

Semakin tinggi nilai A1C pada penderita DM semakin potensial beresiko terkenan

komplikasi. Pada penderita DM tipe 2 akan menunjukan penurunan risiko komplikasi

apabila A1C dapat dipertahankan dibawah 8%. Setiap penurunan 1% saja kaan

menurunkan risisko gangguan pembulih darah (mikro-vaskular) sebanyak 35%,

komplikasi DM lain 21% dan menurunkan risiko kematian 21%. Kenormalam a1c dapat

14

diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap sepanjang waktu, tidak

hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja yang sudah dipersipkan sebelumnys.

Olahraga teratur, diet dan taat obat adalh kuncinya.

Pemeriksaan Komplikasi Diabetes Melitus

Mata : - Ketajaman penglihatan (mencari makulopati)

- Oftalmoskopi dengan mata yang dilatasi (mencari retinopati)

Tekanan Darah: - Berbaring

- Berdiri (untuk mencari hipotensi postural yang menandakan

nefropati autonom)

EKG untuk melihat miokard laten (silent MI, penyakit pembuluh darah koroner)

Fungsi Ginjal : - Kreatinin, GFR

- Proteinuria (dipstick, protein 24 jam)

Bruit pada arteri femoralis

Periksa daerah injeksi

Denyut nadi kaki

Tes rangsang getar (untuk mencari neuropati)

Denyut nadi kaki

Cari ada/tidak penyakit kaki diabetik

Periksa pula : - Kontrol glikemik

- Faktor risiko kardiovaskular

- Berat badan

Penilaian hasil Terapi DM

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah

2. Pemeriksaan kadar A1C

3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri (PGDM)

4. Pemeriksaan glukosa urin

5. Pemeriksaan benda keton

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

15

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat

Pemeriksaan kadar HbA1C

Manggambarkan kadar glukosa darah 2-3 bulan sebelum pemeriksaan

Untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya

Nilai rujukan : 5-9% Hb total

Dianjurkan pemeriksaan dilakukan 2 kali/tahun

Pemeriksaan Glukosa Darah Mandiri

Bahan pemeriksaan darah kapiler, reagen kering

Alat perlu dikalibrasi

Secara berkala hasil pemeriksaan perlu dibandingkan dengan cara konvemsional

Untuk pemantauan DM

Pemeriksaan Glukosa Urin

Kurang akurat

Hanya dilakukan bilapasien tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar gula darah

Pemeriksaan Benda Keton

Terutama DM tipe 2 :

Terkendali buruk

Dengan penyulit akut

Dengan gejala KAD

Sedang hamil

Nulai rujukan : <0,6 mmol/darah

Ketosis : >1 mmol/darah

Indikasi KAD : >3 mmol/ darah

2.3 Differential Diagnosis

1. Diabetes Melitus tipe 1

16

Adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada

akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.

Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian

pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi auto-antibodi terhadap sel-sel

beta, yang akan berakibat berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.

Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta pankreas menjadi

rusak. Terjadi defisiensi insulin absolute setelah sel β pankreas dihancurkan oleh proses

autoimum pada orang-orang yang memiliki predisposisi secara genetis.

Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes,

juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi

karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin

pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang

dewasa, namun lebih sering didapat pada anak – anak. Sampai saat ini IDDM tidak dapat

dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan

penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai

dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal

pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan

sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta

pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan

pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian

insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa

mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan

olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin

melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada

tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (bolus) dari insulin

yang dibutuhkan pada saat makan.

17

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan

polidipsia, poliuria, polifagia, turunya berat badan, lemah, somnolen yang terjadi selama

beberapa hari atau beberapa minggu, dan terdapat infeksi (abses, infeksi jamur, misalnya

kandidiasis). Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, disertai dengan gejala

mual, muntah, mengantuk, dan takipnea, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan

pengobatan segera. Terapi insulin biasanya dibutuhkan untuk mengontrol metabolisme dan

umumnya penderita peka terhadap insulin.

2. Diabetes Melitus karena penyakit lain

Merupakan diabetes mellitus yang diakibatkan oleh berbagai hal:

a) Defek genetic fungsi sel beta

Glukosa transporter 2, glukokinase, mitokondria

b) Defek genetic kerja insulin

Insulin gen, reseptor insulin, resisten insulin tipe A, leprechaunism, sindrom

Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik

c) Penyakit eksokrin pancreas

Pancreatitis, neoplasma, fibrosis, calculus, pankreatektomi

d) Endokrinopati

Akromegali, cushing syndrome, hipertiroidisme, feokromositoma (tumor anak

ginjal), somatostatinoma, aldosteroma.

e) Akibat obat – obatan / zat kimia

Glukokortikoid, hormone tiroid, vacor, pentamidin, asam nikotinat, diazoxid,

agonis beta adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, streptozotocin, alloxan,

nitrosamine.

f) Infeksi

Coxsackie virus, rubella congenital, CMV

g) Akibat reaksi imun (jarang)

Antibody, antiinsulin (tubuh memproduksi zat anti terhadap insulin sehingga

glukosa tidak dapat dimasukkan ke dalam sel)

h) Sindrom genetic lain

Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Sindrom Wolfram’s.

18

2.4 Working Diagnosis

Diabetes Melitus Tipe 2/ NIDDM (resistensi insulin tapi tidak absolute defisiensi

insulin)

Faktor risiko DM tipe 2

Usia >45 tahun

Berat badan lebih : >110% berat badan ideal atau indeks massa tubuh (IMT) >23 kg/m2.

Hipertensi (TD ≥140/90 mmHg)

Riwayat DM dalam garis keturunan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >4 kg

Riwayat DM gestasional

Riwayat toleransi gula terganggu (GTT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme.

Kolesterol HDL ≤35 mg/dL dan atau trigliserida ≥250 mg/dL

Etiologi dan Patofisiologi

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih

sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena

gangguan sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer.

Genetika : toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetik. Oleh karena itu

DM II merupakan kelainan poligenik dengan faktor metabolik berganda yang berinteraksi

dengan pengaruh eksogen untuk menghasilkan fenotip tersebut koordinasi genetik pada

DM tipe 2 pada kembar identik mendekati 90%. 7 Tidak terkait dengan lokus HLA, tetapi

> 90% konkordans pada orang kembar. Suatu subkelompok mempunyai alel polimorfik

untuk glikogen sintase, perkecualiannya adalah maturity-onset diabetes of the young

(MODY) yang autosomal dominan : gen glukokinase yang mengalami mutasi (di

kromosom 7) menyebabkan perubahan mekanisme pengenalan glukosa (glucose-sensing

mechanism).

19

Resistensi insulin

o Mekanisme mayor resistensi insulin pada otot skeletal meliputi gangguan aktivasi

sintase glikogen , disfungsi regulator metabo0lis, reseptor doen-regulation, dan

abnormalitas transporter glukosa.

o Meningkatkan penurunan ambilan glukosa selular yang dimediasi oleh insulin.

o Hepar juga menjadi resisten terhadap insulin, yang biasanya berespon terhadap

hiperglikemia dengan menurunkan produksi glukosa. Pada DM II, produksi gl;ukosa

hepar terus berlangsung meskipun terjadi hiperglikemia, mengakibatkan peningkatan

keluaran glukosa hepar basal secara tidak tepat.

o Obesitas, terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung dengan peningkatan

derajat resistensi insulin.

Disfungsi sel beta

o Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel pulau (sel islet) penkreas

menghasilkan insulin yang memadai untuk menyediakan insulin yang cukup setalah

sekresi insulin dipengaruhi.

o Diteorikan bahwa hiperglikemia dapat membuat sel beta semakin tidak responsif

terhadap glukosa karena toksisitas glukosa.

o Sekresi insulin normalnya terjadi dalam dua fase. Fase pertama terjadi dalam

beberapa menit setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cvadangan insulin

yang disimpan dalam sel beta; fase dua merupakan pelepasan insulin yang baru

disintesis dalam beberapa jam setelah makan. Pada DM II, fase pertama pelepasan

insulin sangat terganggu.

o Fungsi sel beta (termasuk fase awal sekresi insulin) dan resistensi insulin membaik

dengan penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik.

Epidemiologi

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,

kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Suatu penelitian yang

dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di kelurahan

Kayuputih adalah 5,69% sedangkan di daerah rural di suatu daerah di Jawa Barat tahun

20

1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban

dengan daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian

diabetes. Tetapi di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban dan

1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus

Terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural

di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah itu.

Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen

Kesehatan melakukan Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta yang

melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951 wanita. Survei tersebut

melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 12,1% dengan DM yang

terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data

ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir 3x

lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi.

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisisensi

insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa plasma puasa yang normal; atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.

Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul

glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan dieresis osmotic yang meningkatkan

pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang

bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan

berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai

akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun,

dan didiagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan

melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut

mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya tidak mengalami

ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya

21

relative. Sejumlah insulin tetap disekresikan dan masih cukup untuk menghambat

ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet,

atau terhadap obat-obatan hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk

menormalkan kadar glukosanya.

Penatalaksanaan

Non medika mentosa

1. Terapi gizi medis.

Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan

pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Jenis bahan makanan:

a. Karbohidrat

Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih dari 55 -

56% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi

dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty

acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

Rekomendasi pemberian karbohidrat:

kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.

dari total kebutuhan kalori per hari, 60 – 70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat.

jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari

total kebutuhan kalori per hari.

jumlah serat 25 – 50 gram per hari.

jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari

total kalori per hari.

sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfam

dan sukralosa

penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram/hari

22

fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari

makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi

b. Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10 – 15% dari total kalori per hari.

Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai

40 gram per hari, maka diperlukan tambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial.

Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein:

kebutuhan protein 15 – 20% dari total kebutuhan energi per hari.

pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah.

pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8 – 1,0 mg/kg

berat badan/hari.

pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/kg berat

badan/hari dan tidak kurang dari 40 gram

jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dari

protein hewani.

c. Lemak

Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan makanan ini

sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K.

berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak

tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi

karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada

diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids),

merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil

lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan dadar trigliserida, kolesterol

total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak

23

tidak jenuh rantai panjang (PUFA = polyunsaturated fatty acid) dapat melindungi jantung,

menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam

lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan

aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,

sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.

Rekomendasi pemberian lemak:

batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total

kebutuhan kalori per hari

jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7%

dari total kalori per hari.

konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, maka

maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari.

batasi asupan asam lemak bentuk trans

konsumsi ikan seminggu 2 – 3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh

rantai panjang.

asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari.

2. Latihan jasmani

Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah

satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang

diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetisi

sebagai kegiatan sehari – hari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mecuci,

makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa,

merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh

diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari – hari.

Diabetes merupakan penyakit sehari – hari. Penyakit yang akan berlangsung seumur

hidup. Kadang, diabetes dipandang sebagai tantangan, diwaktu lain dianggap sebagai beban.

Tanggung jawab terhadap pengelolaan diabetes sehari – hari, merupakan milik masing –

masing diabetisi. Mereka yang telah memutuskan untuk hidup dengan diabetes dalam

keadaan sehat mempunyai satu persamaan, bahwa mereka harus melakukan kegiatan fisik.

24

Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik bagi diabetisi telah dilakukan sejak seabad yang

lalu oleh seorang dokter dari dinasti Sui di China, dan manfaat kegiatan ini masih terus

diteliti oleh para ahli hingga kini. Kesimpulan sementara dari penelitian itu aialah bahwa

kegiatan fisik diabetisi (type 1 maupun 2), akan mengurangi resiko kejadian kardiovaskular

dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman baik secara

fisik, psikis maupun social dan tampak sehat. Kemajuan teknologi agak bersebrangan dengan

anjurang untuk melakukan kegiatan fisik, karena akan membuat seseorang kurang bergiat.

Mengingat hal ini, maka harus dibuat suatu kegiatan fisik yang terencana dengan baik dan

teratur bagi diabetisi.

Medika mentosa

Bila dengan langkah – langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka

dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis.

MACAM – MACAM OBAT ANTI HIPERGLIKEMIK ORAL

1. Golongan Insulin Sensitizing

Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi

secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut maka metformin

biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari dalam bentuk extended release. Pengobatan

dengan dosis maksimal akan dapat menurunkan A1C , sebesar 1-2%. Efek samping yang

dapat terjadi adalah asidosis laktat dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1.3 mg/dL pada perempuan dan > 1.5

mg/dL pada laki – laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus

diberikan denga hati – hati pada orang lanjut usia.

Penggunaan dalam klinik

Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU,

repaglinid, nateglinid, penghambat alpha glikosidase dan glitazone. Efektivitas metformin

menurunkan glukosa darah pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU. Karena

25

kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan dan

memperbaiki profil lipid maka metofrmin sebagai monoterapi pada awal pengelolaan

diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan

pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan kombinasi

dengan SU atau obat anti diabetic lain.

Glitazone

Golongan Thiazolidinediones atau Glitazone adalah golongan obat yang mempunyai

efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

Obat ini dapat diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak

berhubungan dengan obat oral lainnya. Monoterapi dengan glitazone dapat memperbaiki

konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dL dan A1C 1.4 – 2.6% dibandingkan

dengan placebo. Rosiglitazone dan pioglitazone dapat digunakan sebagai monoterapi dan

sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.

Penggunaan dalam klinik

Rosiglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga

sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara klinik rosiglitazon

dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki

konsentrasi glukosa puasa sampai 55 mg/dL dan A1C sampai 1.5% dibandingkan dengan

placebo. Sedang pioglitazon juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila

digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dL

dosis tunggal.

2. Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemikdengan cara stimulasi sekresi

insulin oleh sel beta penkreas. Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid.

Sulfonylurea

Sulfonylurea telah digunakan untukpengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an. Obat

ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama

26

bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonylurea

sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau

mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang dengan

sedikit efek samping (termasuk hipoglikemi) dan rwlatif murah. Berbagai macam obat

golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis

dan mekanisme kerjanya.

Penggunaan dalam klinik

Pada pemakaian sulfonylurea, umumnya selalu dimulai dari dosis rendah , untuk

menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan tertentu di mana kadar glukosa

darah sangat tinggi, dapat diberikan sulfonylurea dengan dosis yang lebih besar dengan

perhatian khusus bahwa dalam beberapa ahri sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan

dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna.

Dosis permulaan sulfonylurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila

konsentrasi glukosa puasa < 200 mg/dL, SU sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis

kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa

90-130 mg/dL. Bila glukosa darah puasa > 200 mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih

besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap dengan lebih

baik. Pada obat yang diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi

terbesar.

Kombinasi sulfonylurea dengan insulin

Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjang

hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. Umumnya kenaikan kadar

glukosa darah sesudah makan kureang lebih sama, tidak tergantung pada kadar glukosa darah

pada keadaan puasa. Dengan memberikan dosis insulin kerja atau insulin glargin pada

malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah

27

puasa dapat turun. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian

sulfonylurea seperti biasa.

Kombinasi sulfonylurea denga insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin sendiri

dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Dan cara kombinasi ini lebih

dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin multiple.

Glinid

Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonylurea dan merupakan glinid.

Kerjanya juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip

dengan sulfonylurea tetapi tidak mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid

kedua – duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan

melalui metabolism dalam hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Repaglinid

dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai paruh yang singkat karena

lama menempel pada kompleks SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU.

Sedang nateglinid mempunyai masa tinggi lebih singkat dan tidak menurunkan kadar

glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan

glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai

efek terhadap glukosa darah puasa maka kekuatannya menurunkan A1C tidak begitu kuat.

3. Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam

saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemik postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal

seperti meteorismus, flatulens, dan diare. Flatulens adalah efek yang paling tersering terjadi

pada hamper 50% pengguna obat ini. Penghambat Alfa Glukosidase dapat menghambat

bioavailibilitas metformin jika bersamaan dengan orang normal.

28

Acarbose hampir tidak diabsorpsi dan bekerja local pada saluran pencernaan.

Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan, metabolism terutama oleh

flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh

eliminasi plasma kira – kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui

feses.

Penggunaan dalam klinik

Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan

insulin,metformin, glitazone, atau sulfonylurea. Untuk mendapatkan efek maksimal, obat ini

harus diberikan segera pada saat makanan utama. Hal ini perlu karena merupakan

penghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja enzimatik pada saat yang sama

karbohidrat berada di usus halus. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudahnya

makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa postprandial. Monoterapi

dengan acarbose dapat menurunkan rata – rata gluokosa postprandial sebesar 40-60 mg/dL

dan glukosa puasa rata – rata 10-20 mg/dL dan A1C 0.5-1%. Dengan terapi kombinasi

bersama sulfonylurea, metformin dan insulin maka acarbose dapat menurunkan lebih banyak

terhadap A1C sebesar 0.3-0.5% dan rata – rata glukosa postprandial sebesar20-30 mg/dL dari

keadaan sebelumnya.

Sasaran pengelolaan DM bukan hanya glukosa darah saja, tetapi juga termasuk factor

– factor lain yaituberat badan, tekanan darah, dan profil lipid, seperti tampak pada sasaran

pengendalian DM yang dianjurkan dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe

2 di Indonesia tahun 2006 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia).

4. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)

Terdapat dua macam penghambat DPP-IV yang ada saat ini yaitu sitagliptin dan

vildagliptin. Pada terapi tunggal, penghambat DPP-IV dapat menurunkan HbA1c sebesar

0,79-0,94% dan memiliki efek pada glukosa puasa dan post prandial. Penghambat DPP-IV

dapat digunakan sebagai terapi alternative bila terdapat intoleransi pada pemakaian

metformin atau pada usia lanjut. DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia maupun

kenaikan berat badan. Efek samping yang dapat ditemukan adalah nasofaringitis,

29

peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi yang berat jarang

ditemukan.

INSULIN

Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes tipe 1 dan

sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis; insulin rekombinasi manusia adalah

yang paling sering digunakan, walaupun beberapa pasien lebih memilih menggunakan insulin

sapi atau babi. Sediaan dengan kombinasi yang berbeda antara lama kerja pendek dengan

menengah/ panjang sering digunakan. Analog insulin adalah insulin yang mengalami modifikasi

kimiawi, yang lebih singkat sehingga memungkinkan langsung pemebrian sebelum makan. Obat

hipoglikemik oral (misalnya metformin) terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk

penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sensitivitas terhadap insulin

Tabel 2. Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah (mg/dL)

- Puasa

- 2 jam postprandial

A1C (%)

Kol.total (mg/dL)

Kol.LDL (mg/dL)

Kol.HDL (mg/dL)

Trigliserida (mg/dL)

IMT (kg/m2)

Tekanan darah (mmHg)

80-100

80-144

<6,5

<200

<100

>45

<150

18,5-23

≤130/80

100-125

145-179

6,5-8

200-239

100-129

150-199

23-25

130-140/80-90

≥126

≥180

≥8

≥240

≥130

≥200

>25

>140/90

Komplikasi

Retinopati diabetik

30

Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetic non-

proliferatif sampai perdarahan retina dan lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan kebutaan.11

Retinopati diabetik nonproliperatif merupakan bentuk yang paling ringan dan sering tidak

memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya dengan pemeriksaan oftalmoskopi

langsung maupun tidak langsung. Cara yang paling baik ialah dengan menggunakan foto fundus

dan FFA (Fundal Fluorescein Angiography). Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retina

merupakan tanda paling awal yang dapat dilihat pada RDNP (retinopati diabetic nonproliperatif).

Kelainan morfologi lain ialah penebalan membrane basalis , perdarahan ringan, eksudat keras

yang tampak sebagai bercak berwarna kuning dan eksudat lunak yang tampak sebagai cotton

wool spot. Retinopati diabetik nonproliperatif berat sering disebut juga sebagai retinopati

diabetic iskemik, obstruktif atau preproliperatif. Gambaran yang dapat ditemukan yaitu bentuk

kapiler yang berkelok tidak teratur akibat dilatasi yang tidak beraturan dan cotton wool spot,

yaitu daerah retina dengan gambaran bercak berwarna putih pucat dimana kapiler mengalami

sumbatan. Retinopati diabetik proliperatif ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru.

Pembuluh darah baru tersebut berbahaya karena bertumbuh secara abnormal keluar dari retina

dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan

kebutaan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada

retina. Makulopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering pada retinopati diabetik.

Makulopati diabetik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu makulopati iskemik (akibat

penyumbatan yang luas dari kapiler di daerah sentral retina), makulopati eksudatif (karena

kebocoran setempat suhingga terbentuk eksudat keras seperti pada RDPN) dan edema macula

(akibat kebocoran yang difus).

Nefropati diabetik

Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya

mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut

dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang

memerlukan pengelolaan dan pengobatan substitusi. Ditemukannya miroalbuminuria mendorong

dan mengharuskan agar dilakukan pengelolaan DM yang lebih intensif termasuk pengelolaan

berbagai faktor resiko lain untuk terjadinya komplikasi kronik DM seperti tekanan darah, lipid

dan kegemukan serta merokok. Penyandang DM dengan laju filtrasi glomerulus atau bersihan

31

kretinin < 30 mL/menit seyognyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk menjajagi

kemungkinan dan untuk persiapan terapi pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa

dialisis maupun transplantasi ginjal.

Neuropati diabetik

Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering

ditemukan pada diabetes melitus (DM). risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain

ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Polineuropati

sensori-motor simetris diatas atau distal symmetrical sensorymotor polyneuropathy (DPN)

merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai degan berkurangnya

fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada bagian

diatal yang berkembang kea rah proksimal. Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek

sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Bentuk lain ND yang juga sering sitemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis)

atau diabetic autonomic neuropathy (DAN). Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan

tes respons denyut jantung terhadap maneuver valsava, variasi denytu jantung (interval PR)

selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis DAN

dilakukan dengan respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik), respons tekanan

darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).

Penyakit Jantung Koroner

Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien DM (baik DM tipe 1 maupun DM

tipe 2) adalah Penyakit Jantung Koroner, yang merupakan salah satu penyulit makrovaskular

pada diabetes melitus. Penyulit makrovaskular ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini

yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak. Penyebab aterosklerosis pada pasien

DM tipe 2 bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti

hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia dan/atau

hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis. Pada

pasien DM, risiko payah jantung meningkat 4 sampai 8 kali. Peningkatan risiko ini tidak hanya

disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa

pasien DM dapat pula mempengaruhi otot jantung secara independen. Selain melalui keterlibatan

32

aterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik juga dapat terjadi

perubahan-perubahan berupa fibrosis interstitial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel-sel otot

jantung. Pada tingkat selular terjadi gangguan pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan

struktur troponin T dan peningkatan aktivitas piruvat kinase. Perubahan-perubahan ini akan

menyebabkan gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-

diastolik sehingga dapat menimbulkan kardiomiopati restriktif.

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu

Pencegahan primer: semua aktifitas ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada

individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. (cegah agar tidak sampai

menjadi DM)

Pencegahan sekunder: menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes

penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang

sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya

untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. (cegah

kompilkasi)

Pencegahan tersier: semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang sudah ada.

Usaha ini meliputi:

- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan

organ (jangan sampai timbul chronic kidney disease)

- Mencegah kecacatan tubuh

Strategi pencegahan

Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efisien dan

efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada pencegahan penyakit

menular, ada 2 macam strategi untuk dijalankan, antara lain

1. Pendekatan populasi/masyarakat

Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang

dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup yang tidak

33

berisiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga

untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target

populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi

tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta

(LSM, pemuka masyarakat dan agama)

2. Pendekatan individu berisiko tinggi

Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang

berisiko untuk menderita penyakit diabetes pada suatu saat kelak. Pada golongan

ini termasuk individu yang: berumur >40th, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga

DM, riwayat melahirkan >4kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia.

Penyuluh diabetes

Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya

komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya pencegahan, baik

primer,sekunder dan tersier adalah yang paling baik. Karena upaya itu sangat berat,

adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh dokter ahli diabetes atau endokrinologis.

Oleh karena itu diperlukan tenaga trampil yang berperan sebagai perpanjangan tangan

dokter ahli endokrinologis itu. Diluar negeri tenaga itu sudah lama ada disebut

diabetes educator yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan

lain-lain yang berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta oleh Pusat Diabetes dan

Lipid FKUI/RSCM melalui SIDL-nya sejak tahun 1993 telah diselenggarakan kursus

penyuluh diabetes yang sampai saat ini berlangsung secara teratur. Kursus itu ternyata

mendapat sambutan luar biasa dari rumah sakit seluruh Indonesia, bahkan di beberapa

kota misalnya di Bandung, Surabaya, Bali, Makassar, Manado dll. Mereka sudah

melaksanakan sendiri kursus itu. Untuk sementara kursus itu hanya dibatasi untuk

dokter, perawat dan ahli gizi yang merupakan satu kesatuan kerja di rumah sakit

masing-masing

PROGNOSIS

34

Prognosis pada penderita diabetes mellitus tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien

diatas prognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan)

risiko timbulnya komplikasi dengan baik.

Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengan

diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi gagal

ginjal.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi

Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),

perbanyak konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak,

tomat, semangka, dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)

Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)

Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan

Pertahankan berat badan ideal

Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid

Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori

prediabetes)

BAB III

35

PENUTUP

Kesimpulan

Pelayanan kedokteran keluarga adalah tindakan kuratif, rehabilitative promotif, preventif

dan protektif yang dilakukan oleh perseorangan, keluarga, komunitas atau masyarakat

terhadap perseorangan, keluarga, komunitas atau masyarakat. Pelayanan kedokteran

keluarga adalah pelayanan dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip

kedokteran keluarga : komprehensif, koordinatif, kolaboratif, kontinu, yang

mengutamakan pencegahan, memperlakukan pasien secara holistik, pasien adalah

perseorangan yang dilihat sebagai bagian integral dari keluarganya.

Sehingga dalam menangani pasien sebagai seorang dokter harus memberi pelayanan

secara utuh kepada pasiennya dan memberi pemahaman secara keseluruhan agar pasien

dapat memahami mengenai penyakitnya secara baik sehingga pasien dapat menghindari

segala faktor resiko yang dapat mengkibatkan komplikasi yang dapat berkibat fatal bagi

kelangsungan hidupnya.

Daftar pustaka

36

1. Rani azis, Soegondo sidartawan, Nasir UA, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer arief.

Panduan Pelayanan Medik. Diabetes mellitus. Jakarta: Pengurus Besar Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB.PAPDI); 2009. h.9-14

2. Davey Patrick. At a glance medicine. Diabetes mellitus dan komplikasi diabetes. Jakarta :

Erlangga; 2006.h.135-7

3. Brickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 8. Jakarta :

EGC; 2009.h.508-60

4. Gustaviani reno, Suyono slamet, Soebardi suharko, Waspadji sarwono,Yunir em,

Soegondo sidartawan. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi 4. Diabetes mellitus di

Indonesia, diagnosis dan klasifikasi diabetes, farmakoterapi dan terapi non farmakologis

DM tipe 2, komplikasi kronik diabetes. Jakarta : FKUI; 2007 h. 1852-86

5. Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta:

Amara books; 2009 h.116

6. Price Sylvia, Wilson Lorraine. Patofisiologi. Diabetes mellitus. Ed VI. Jakarta : EGC ;

2005 h. 1260-9

7. Yunir, Em. Suharko Soebardi. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Lampiran

37

38