Laporan Kasus BBLR Hs

38
LAPORAN KASUS BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) OLEH Honesti Trijuniarni H1A 007 022 Pembimbing dr. H.Tatang.A. Hidayat, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK 1

description

BBLR

Transcript of Laporan Kasus BBLR Hs

LAPORAN KASUS

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

OLEH

Honesti TrijuniarniH1A 007 022

Pembimbingdr. H.Tatang.A. Hidayat, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK DI SMF ANAK RSUP MATARAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2013

1

I. Identitas Pasien

Nama : Bayi S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 1 hari

BBL : 2250 gram

A – S : 7-9

Tanggal Lahir : 12 Maret 2013 pukul 20.45 WITA

No. MR : 507667

Ibu Ayah

Nama Ny Sukamsiah Tn Puja

Umur 20 th 24 th

Pendidikan/Berapa tahun SMP SMA

Pekerjaan IRT Tidak bekerja

II. Keluhan Utama :

Berat badan lahir rendah

III. Riwayat Penyakit Sekarang :

Bayi lahir di ruang bersalin RSUP NTB, dilahirkan secara spontan dengan A-S 7-9.

Bayi masuk NICU dengan suhu tubuh di bawah normal, tangis kuat, napas sesak (-),

retraksi dinding dada (-), tidak terlihat biru pada bibir & ekstremitas.

IV. Riwayat Kehamilan Ibu :

Ibu os mengaku ini adalah kehamilannya yang pertama. Ibu Os tahu kehamilannya

saat sudah berumur 2 bulan. Ibu Os biasa ANC setiap bulan di Posyandu dan diperiksa

oleh bidan. Os teratur meminum vitamin yang diberikan oleh Posyandu. HPHT tanggal 4

April 2012. Selama hamil, ibu Os tidak pernah sakit berat ataupun diopname. Selama

hamil, Os mengaku pernah merasa sesak nafas, badan terasa lemas dan tidak berenaga.

Muntah-muntah (-), demam (-), kejang (-),keluar bercak darah selama hamil (-). Os

mengatakan makan cukup selama hamil dengan berat badan meningkat sebanyak ±10 kg.

2

V. Riwayat Persalinan :

Bayi lahir spontan di VK Teratai RSUP NTB, Apgar skor: 7-9, BBL 2250 gram.

tangis kuat (+), hipotermi (+), sianosis (-).

VI. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : waspada

Ballard score : 38-40 minggu

Score Down : <4 tidak ada gawat napas

GDS stik : 27 mg%

1. Tanda – Tanda Vital :

Suhu : 35,9 oC

DJ : 140 x/menit

Respirasi : 46 x/menit

Tekanan Darah : Tidak dievaluasi

2. Menilai Pertumbuhan :

Berat Badan : 2250 gram

Panjang Badan : 46 cm

Lingkar Kepala : 32 cm

3. Penampakan Umum :

Aktivitas : normal

Warna Kulit : kemerahan

Cacat Bawaan Yang Tampak : (-)

4. Kepala

Bentuk kepala : simetris, lonjong, lecet (-), ubun – ubun besar terpisah, teraba

datar, sutura normal, craniosynostosis (-), molding (-), caput

sucendaneum (-), dan cephal hematom (-)

5. Leher

Rooting refleks (+), hematome pada m. SCM (-), pembesaran kel. Tiroid (-), leher

pendek (-).

3

6. Muka

Mata : katarak kongenital (-), SCB (-), conjunctivitis (-).

Hidung : atresia choana (-/-), napas cuping hidung (-/-), rhinore (-/-)

Mulut : palatoschizis (-), frenulum pendek (-), makroglossia (-).

Telinga :low set ears (-/-)

7. Thoraks

Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-) subcostal.

Palpasi : gerakan dinding dada simetris

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Penilaian pernapasan : napas teratur (+), tachypnea (-), stridor (-), tarikan dinding

dada (-/-) subcostal, sianosis (-).

8. Jantung

S1S2 tunggal regular, mur – mur (-), gallop (-).

9. Abdomen

Inspeksi : distensi (-), organomegali (-), kelainan congenital (-)

Auskultasi : bising usus Normal

Palpasi : massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.

Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen

10. Umbilicus

Tampak basah, warna kuning kehijauan (-), edema (-), kemerahan (-) pada pangkal

umbilicus.

11. Genitalia

Normal. Hipospadia (-), epispadia (-), hidrokel (-), rugae testis (+) halus.

12. Anus dan rektum

Anus (+), mekoninum (+) 24 jam pertama.

13. Ekstremitas

Normal. Syndactyli (-), polidactyli (-), talipes equinovarus (-/-)

14. Tulang belakang, pinggul dan system syaraf

Dalam batas normal

4

VII. Pemeriksaan Penunjang

13 Maret 2013:

GDS : 112 mg%

14 Maret 2013:

GDS : 78 mg%

VIII. Diagnosis Kerja

BBLR dengan kehamilan aterm

KMK

Dismaturitas

Riwayat hipoglikemia

Riwayat hipotermia

IX. Rencana Terapi

Nutrisi: ASI 135 cc/hari (Hari I) diberikan minimal setiap 3 jam.

Observasi tanda vital

Cek GDS setiap hari

Hari/ tgl S O A PII

14/03/2013 Aktifitas (+) Menangis

(+) kuat. Respon (+). Menyusu

(+) kurang kuat

RR: 46 x/m N: 142 x/m T : 36 C Kulit kemerahan Retraksi (-)

subcostal. Sianosis (-)

BBLR dengan

kehamilan aterm

KMK

Dismaturitas

Riwayat

hipoglikemia

Hipotermia

Observasi ASI 185

cc/hari diberikan minimal setiap 3 jam.

III14/03/2013

Aktifitas (+) Menangis

(+) kuat. Respon (+). Menyusu

(+)kuat

RR: 42 x/m N: 130 x/m T : 36.6 Kulit kemerahan Retraksi (-)

subcostal. Sianosis (-)

BBLR dengan

kehamilan aterm

KMK

Dismaturitas

Riwayat

Observasi ASI 226

cc/hari diberikan minimal setiap 3 jam.

5

hipoglikemia

Riwayat

hipotermia

6

DISKUSI

BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)

Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam

1 (satu) jam setelah lahir.

Klasifikasi

BBLR dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Prematuritas murni

Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan

berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan

sesuai untuk masa kehamilan.

Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit dan komplikasi akibat kurang

matangnya organ karena masa gestasi yang kurang.

b. Dismaturitas

Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan

merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.

Hal ini disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang

baiknya keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan dari

bayinya sendiri.

Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh

kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara

berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian

BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi

dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor

7

utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak

serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka

kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu

berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR

dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka

BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada

sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang

lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,

kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR

1) Faktor ibu

a. Penyakit : Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

b. Komplikasi pada kehamilan : Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti

perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

c. Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang

dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia

d. Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok,

ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.

2) Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

3) Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-

ekonomi dan paparan zat-zat racun.

Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :

Hipotermia

Hipoglikemia

Gangguan cairan dan elektrolit

8

Hiperbilirubinemia

Sindroma gawat nafas

Paten duktus arteriosus

Infeksi

Perdarahan intraventrikuler

Apnea of Prematurity

Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir

rendah (BBLR) antara lain :

Gangguan perkembangan

Gangguan pertumbuhan

Gangguan penglihatan (Retinopati)

Gangguan pendengaran

Penyakit paru kronis

Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka

waktu kurang lebih dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

1) Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari

etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR :

Umur ibu

Riwayat hari pertama haid terakir

Riwayat persalinan sebelumnya

Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

Kenaikan berat badan selama hamil

Aktivitas

Penyakit yang diderita selama hamil

9

Obat-obatan yang diminum selama hamil

2) Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain :

o Berat badan <2500 gr

o Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

Tulang rawan telinga belum terbentuk.

Masih terdapat lanugo.

Refleks masih lemah.

Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum menutup labium

minus; laki-laki: belum terjadi penurunan testis & kulit testis rata.

o Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).

Tidak dijumpai tanda prematuritas.

Kulit keriput.

Kuku lebih panjang

3) Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain

o Pemeriksaan skor ballard

o Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan

o Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit

dan analisa gas darah.

o Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan

kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom

gawat nafas.

o USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih

Penatalaksanaan/ terapi

1) Medikamentosa

Pemberian vitamin K1 :

o Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau

10

o Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10

hari, dan umur 4-6 minggu)

2) Diatetik

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks

menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan

pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan

memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap

sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil

yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama :

o Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan

cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi

menghisap paling kurang sehari sekali.

o Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari

selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan

keadaan bayi adalah sebagai berikut :

a. Berat lahir 1750 – 2500 gram

Bayi Sehat

o Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah

merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh;

setiap 2 jam) bila perlu.

o Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas

menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Bayi Sakit

o Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan

minum seperti pada bayi sehat.

o Apabila bayi memerlukan cairan intravena:

Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

11

Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil.

Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda

siap untuk menyusu.

Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan

nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :

Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi

telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar

berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila

keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk

menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram

Bayi Sehat

o Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak

dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke

dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung.

Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat

menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun

ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)

o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan

ASI setiap kali minum.

o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

Bayi Sakit

o Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

o Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan

IV secara perlahan.

12

o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan

ASI setiap kali minum.

o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi

sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak

o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok,

coba untuk menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram

Bayi Sehat

o Beri ASI peras melalui pipa lambung

o Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri

tambahan ASI setiap kali minum

o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

Bayi Sakit

o Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.

o Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan

intravena secara perlahan.

o Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap

kali minum

o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

d. Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)

o Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama

o Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian

cairan intravena secara perlahan.

13

o Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri

tambahan ASI setiap kali minum

o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):

o Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,

seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau

ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

o Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

o Ukur suhu tubuh dengan berkala

o Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

o Jaga dan pantau patensi jalan nafas

o Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit

o Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,

gangguan nafas, hiperbilirubinemia)

o Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

o Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu

berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Pemantauan (Monitoring)

1) Pemantauan saat dirawat

a. Terapi

o Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

o Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang

o Pantau berat badan bayi secara periodik

14

o Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10%

untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat

lahir <1500

o Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat

lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :

- Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180

ml/kg/hari

- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar

jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari

- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian

ASI hingga 200 ml/kg/hari

- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap

minggu.

2) Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan

mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang

sebagai berikut :

o Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

o Hitung umur koreksi.

o Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

o Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).

o Awasi adanya kelainan bawaan.

Prognosis BBLR

Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis

akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena

komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial,

hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.

15

Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah

yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :

o Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama

kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga

berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus

cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang

lebih mampu

o Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama

kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung

dengan baik

o Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi

sehat (20-34 tahun)

o Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan

pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan

akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.

Tanda kecukupan pemberian ASI:

o BAK minimal 6 kali/ 24 jam.

o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI.

o BB naik pd 7 hari pertama sbyk 20 gram/ hari.

o Cek saat menyusui, apabila satu payudara dihisap ASI akan menetes

dari payudara yg lain.

Indikasi bayi BBLR pulang:

o Suhu bayi stabil.

o Toleransi minum oral baik terutama ASI.

o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

16

Cara menghangatkan bayiCara Petunjuk penggunaan

Kontak kulit Untuk semua bayi Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat atau

menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4 oC) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan.

KMC Untuk menstabilkan bayi dgn berat badan <2.500 g, terutama direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat badan <1.800 g.

Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat) Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat

merawat bayinya.Pemancar panas Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.

Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi.

Inkubator Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1.500 g yang tidak dapat dilakukan KMC.

Ruangan hangat Untuk merawat bayi dengan berat <2.500 g yang tidak memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan.

Tidak untuk bayi sakit berat.

Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (ml/Kg)

Berat (g) Umur (hari)1 2 3 4 5+

>1500 60 80 100 120 150<1500 80 100 120 140 150

Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1250-1499

Pemberian Umur (hari)1 2 3 4 5 6 7

Jumlah ASI tiap 3 jam (ml/kali) 10 15 18 22 26 28 30

Kebutuhan cairan elektrolit bayi (ml/kg)

Berat badan (g) <1000 1000 - <1500 1500 – 2500 >2500

Hari I 120 cc D5% 100 cc D7,5% 80 cc D10% 80 cc D10%

Hari II 140 cc D5% 120 cc D7,5% 100 cc D10% 90 cc D10%

Hari III 170 cc D5% 130 cc D7,5% 110 cc D10% 100 cc D10%

Hari >IV 200 cc 140-150 cc 130-150 cc 120-150 cc

Pembuatan cairan D7,5% = 93 cc (D5%) + 7 cc (D40%) = 100 cc D7,5%.

17

HIPOTERMI

I. Definisi

Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produksi panas

dan hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh dalam keadaan normal,

kemampuan ini sangatlah terbatas pada BBL. Suhu normal pada BBL 36,0 – 36,5o C atau

96,7o F Suhu basal tubuh (rektal) antara 36,5-37,5o C atau 97,7-99,5o F. Suhu aksilar bisa

0,5-1,0oC lebih rendah dari suhu rektal. Suhu tubuh normal terjadi jika ada keseimbangan

antara produksi panas dan hilangnya panas.

Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5o C, yang terbagi atas :

hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5o C, Hipotermia sedang yaitu

suhu antara 32-36oC, dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh <32oC.

II. Faktor Resiko

Bayi yang mempunyai risiko untuk terjadinya gangguan termoregulasi antara

lain :

Bayi preterm dan bayi-bayi kecil lainnya yang dihubungkan dengan tingginya ratio

luas permukaan tubuh dibandingkan dengan berat badannya.

Bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak

sempurna, seperti pada meningomielokel, gastroskisis, omfakel.

18

BBL dengan gangguan saraf sentral, seperti perdarahan intrakranial, obat-obatan

asfiksia.

Bayi dengan sepsis

Bayi dengan tindakan resusitasi yang lama

Bayi IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) atau Janin Tumbuh Lambat

III. Patofisiologi

BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan

dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan

kehilangan panas:

1. Penurunan produksi panas

Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan

basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas,

misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal dan pituitari.

2. Peningkatan panas yang hilang

Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan

panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara:

Konduksi :

Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua

obyek. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara kulit BBL dengan

permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang

berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.

Konveksi :

Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi

dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas

disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses

transportasi BBL ke rumah sakit.

Radiasi:

Yaitu berpindah suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin, misalnya dari

bayi dengan suhu yang hangat dikeliling suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber

19

kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator

yang dingin.

Evaporasi:

Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius.

Sumber kehilangan panas dapat BBL yang basah setelah lahir, atau pada waktu

dimandikan.

3. Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam

menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/

saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/

anestesi) dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuh-

nya. Bayi sepsis akan mengalarni masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi

hipotermi atau hipertermi.

Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu

tubuh berubah, menjadi tidak normal. Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis

tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa:

1. Shivering thermoregulation,/ST

Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat

dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.

2. Non-shivering thermoregulation/NST

20

Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk

menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak

coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi

panas dari dalam tubuh.

3. Vasokonstriksi perifer

Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf

perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi sehingga terjadi

vasokontriksi.

Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan

mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.

IV.Diagnosis

Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang -aktif,

kutis marmorota, pucat, tekipne atau takikardia. Sedangkan hipotermi yang

berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres

respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi,

sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan pada

keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.

Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau

kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting

untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan melalui

aksila, rektal atau kulit.

Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, oleh

karena mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan

untuk dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining

untuk kemungkinan adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan

sebagai prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.

21

Klasifikasi suhu tubuh abnormal

Temuan*

Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi

Bayi terpapar suhu

lingkungan yang rendah

Waktu timbulnya kurang

dari 2 hari

Suhu tubuh 32 oC-36,4oC

Gangguan napas

Denyut jantung kurang dari 100

kali/menit

Malas minum

Letargi

Hipotermia sedang

Bayi terpapar suhu

lingkungan yang rendah

Waktu timbulnya kurang

dari 2 hari

Suhu tubuh < 32 oC

Tanda hipotermia sedang

Kulit terabas keras

Napas pelan dan dalam

Hipotermia berat

Tidak terpapar dengan

dingin atau panas yang

berlebihan

Suhu tubuh berfluktuasi antara

36 oC – 39 oC meskipun berada

di suhu lingkungan yang stabil

Fluktuasi terjadi sesudah

periode suhu stabil

Suhu tubuh tidak

stabil (pertimbangan

dugaan sepsis)

Bayi berada dilingkungan

yang sangat panas, terpapar

sinar matahari, berada di

dalam inkubator, atau di

bawah pemancar panas.

Suhu tubuh > 37,5oC

Tanda dehidrasi (elastisitas kulit

turun, mata dan ubun-ubun

besar cekung, lidah dan

membran mukosa kering)

Malas minum

Frekuensi napas > 60 kali.

Menit

Denyut jantung > 160 kali/menit

Letargi

Iritabel

Hipertermia

V. Manajemen Hipotermi

22

Hipotermi berat :

- Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,

bila mungkin. Gunakan incubator atau ruangan hangat, bila perlu.

- Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat.

- Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.

- Bila bayi dengan gangguan napas, lakukan manajemen gangguan napas.

- Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infuse tetap

terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.

- Periksa kadar glukosa dara, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dl tangani

hipoglikemia.

- Nilai tanda kegawatan pada bayi setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap

4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.

- Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai denagan yang disebutkan dalam

penanganan kemungkinan besar sepsis.

- Anjurkan ibu menyususi segera setelah bayi siap :

Bila bayi tidak dapat menyusu, beri Asi peras dengan menggunakan salah satu

alternative cara pemberian minum.

Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI

peras begitu suhu bai mencapai 35oC

- Periksa suhu tubuh bayi tiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5oC/ jam, berarti

usaha manghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi

stiap 2 jam.

- Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk mengangatkan dan suhu ruangan setiap

jam.

- Setelah suhu tubuh bayi normal :

Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhu tiap jam.

- Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap

dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang

memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

23

VI. Preventif

Langkah Promotif/Preventif untuk mencegah terjadinya hipotermia, yaitu : rawat bayi

kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25°C dan bebas dari aliran angin), jangan

meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding dingin atau jendela)

walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar panas, jangan meletakkan bayi

langsung di permukaan yang dingin (misalnya alasi tempat tidur atau meja periksa

dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan), pada waktu dipindahkan ke

tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan

perawat, berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (misalnya

menggunakan pemancar panas), ganti popok setiap kali basah, bila ada sesuatu yang

basah ditempelkan di kulit (mis. kain kasa yang basah), usahakan agar bayi tetap hangat,

jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.

24

DAFTAR PUSTAKA

Azis, Abdul Latief. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Kesehatan Anak,

edisi III. RSU Dokter Sutomo. Surabaya

Kosim, Sholeh. 2010. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama. Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jakarta

25