Referat HS

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis okupasional ialah suatu penyakit kulit di mana paparan terhadap bahaya fisik, kimia, ataupun biologi di tempat kerja menjadi penyebab atau faktor kontribusi utama dalam perkembangan penyakitnya. Diagnosisnya memerlukan index kecurigaan yang tinggi dan pengetahuan mengenai lingkungan pekerja. Dermatitis kontak berkontribusi sebesar 60% dari semua dermatitis okupasional dan 40-70% dari penyakit yang didapat oleh karena pekerjaan. Sedangkan sisanya dapat berupa Urtikaria Kontak, Infeksi Okupasional, Dermatitis Oleh Karena Penyebab Fisik, dan Bermacam – Macam dermatitis Terkait Pekerjaan lainnya. Dermatitis kontak dapat berupa iritan, alergi ataupun keduanya. Dermatitis kontak dapat terjadi bersamaan dengan dermatitis endogen seperti dermatitis atopik. Secara umum, morfologi dermatitis kontak tidak dapat dibedakan dengan dermatitis endogen. Sebagai contoh, likenifikasi merupakan suatu fenomena atopik, dan blister (kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki) lebih cenderung terjadi pada dermatitis kontak. Dermatitis interdigital biasanya berhubungan dengan pekerjaan yang banyak kontak dengan air. Jenis pekerjaan yang paling sering menyebabkan dermatitis okupasional yaitu: Juru masak/koki, Penata 1

description

herpes

Transcript of Referat HS

Page 1: Referat HS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis okupasional ialah suatu penyakit kulit di mana paparan terhadap

bahaya fisik, kimia, ataupun biologi di tempat kerja menjadi penyebab atau faktor

kontribusi utama dalam perkembangan penyakitnya. Diagnosisnya memerlukan

index kecurigaan yang tinggi dan pengetahuan mengenai lingkungan pekerja.

Dermatitis kontak berkontribusi sebesar 60% dari semua dermatitis

okupasional dan 40-70% dari penyakit yang didapat oleh karena pekerjaan.

Sedangkan sisanya dapat berupa Urtikaria Kontak, Infeksi Okupasional,

Dermatitis Oleh Karena Penyebab Fisik, dan Bermacam – Macam dermatitis

Terkait Pekerjaan lainnya.

Dermatitis kontak dapat berupa iritan, alergi ataupun keduanya. Dermatitis

kontak dapat terjadi bersamaan dengan dermatitis endogen seperti dermatitis

atopik. Secara umum, morfologi dermatitis kontak tidak dapat dibedakan dengan

dermatitis endogen. Sebagai contoh, likenifikasi merupakan suatu fenomena

atopik, dan blister (kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki) lebih cenderung

terjadi pada dermatitis kontak. Dermatitis interdigital biasanya berhubungan

dengan pekerjaan yang banyak kontak dengan air.

Jenis pekerjaan yang paling sering menyebabkan dermatitis okupasional

yaitu: Juru masak/koki, Penata rambut/ahli kecantikan, Dokter/dokter

gigi/perawat/dokter hewan, Petani/tukang kebun, Tukang sapu/tukang cuci,

Pelukis, Mekanik/montir, Tukang cetak, dan Konstruksi

1.2. Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, fisiologi, epidemiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan penyakit dermatitis

okupasional

1.3. Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk:

1. Memahami definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,

penatalaksanaan dan prognosis penyakit dermatitis okuasional.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

1

Page 2: Referat HS

3. Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang.

1.4. Manfaat

1.4.1. Menambah wawasan mengenai penyakit dermatitis okupasional.

1.4.2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang

mengikuti kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan

Kelamin

2

Page 3: Referat HS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Dermatitis akibat kerja adalah proses patologis kulit yang timbul pada

waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh – pengaruh yang terdapat di dalam

lingkungan kerja.

Dari batasan ini terlihat bahwa penyakit kulit akibat kerja ini boleh disebut

sebagai gejala sampingan usaha manusia atau sebagai buatan manusia. Oleh

karena itu manusia dituntut untuk mencegah atau memperkecil kemungkinan

terjadinya dengan menerapkan tekonologi pengendalian.

2.2 EPIDEMOLOGI

Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu

peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis

kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat

nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004).

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau

substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu

dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis

kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya

dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan

peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa

gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter

kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm),

crust dan skuama (Freedberg, 2003).

Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut

Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis

kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan

dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1%

penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia

memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana

3

Page 4: Referat HS

66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis

kontak alergi (Hudyono, 2002).

Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja

sebesar 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa

Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel

sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski,

2009). Diagnosis dermatitis kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

klinis, dan tes kulit berupa patch test (Orton dan Wilkinson, 2004).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyakit dermatitis kontak

merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan

dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan dan

trauma. Beberapa jenis dermatitis kontak seperti dermatitis kontak iritan

disebabkan oleh bahan iritan absolute seperti asam basa, basa kuat, logam berat

dan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan, misalnya sabun, deterjen dan pelarut

organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah dermatitis kontak alergi biasanya

disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau lainnya yang meninggalkan

sensitifitas kulit (Erliana, 2008).

2.3 ETIOLOGI

Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor :

1. Faktor kimiawi; dapat berupa iritasi primer, allergen, atau karninogen.

2. Faktor merkanik / fisik; seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma, panas,

dingin, kelembaban udara, sinar radioaktif.

3. Faktor biologis; seperti jasad renik ( mikroorganisme ) hewan dan

produknya, jamur, parasit, dan virus.

4. Faktor psikologis ( kejiwaan ); ketidakcocokan pengelolaan perusahaan

sering membuat konflik di antara pegawai dan dapat menimbulkan

gangguan pada kulit seperti neurodermatitis.

Sebenarnya kulit mempunyai fungsi untuk mempertahankan diri dari

serangan/ rangsangan luar. Epidermis berfungsi menghambat penguapan air yang

berlebihan dari tubuh, menghambat penyerapan berlebihan dari luar. Pigmen di

dalam kulit melindungi tubuh dari pengaruh sinar matahri. Selain itu kulit

4

Page 5: Referat HS

mengandung kelenjar keringat dan pembuluh darah yang berfungsi sebagai alat

penjaga keseimbangan cairan tubuh.

2.4 DERMATITIS KONTAK

2.4.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.

Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana

pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor

kontributor. Selain itu menurut American Medical Association, dermatitis

seringkali cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan

untuk eksim, kontak (infeksi dan alergi) (HSE UK, 2004).

Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari

kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan

rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja

(Michael, 2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-

alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut

(Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit

yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme

imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak

iritan) (Hudyono, 2002).

Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia

yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan)

untuk dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai

kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan

reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini

ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk

dapat ditembus sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan

mengandung air kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah

diantara lapisan barrier ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan

merupakan tempat yang mudah ditembus (HSE UK, 2004).

2.4.2 Jenis Dermatitis Kontak

Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis

5

Page 6: Referat HS

kontak iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan

regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan

kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel

tanduk tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia

menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan

menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi

pada seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua

bentuk dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan

pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.

1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang

bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema

(bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari

luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat

menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis

kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia

langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar

berasal dari sel epidermis (Michael, 2005).

Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat

iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk

kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat

molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain

ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama

kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya usia

(anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam

lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan

lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang

rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopic (Djuanda,

2007).

6

Page 7: Referat HS

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat

sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah

yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada

kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain ruam kulit,

bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu

kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi ketika kulit

kembali terpapar (Widyastuti, 2006) Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak

Alergika diantaranya kosmetik (cat kuku, penghapus cat kuku, deodoran,

pelembab, losyen sehabis bercukur, parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel),

tanaman (racun ivy (tanaman merambat), racun pohon, sejenis rumput liar,

primros), obat-obat yang terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang

digunakan dalam pengolahan pakaian.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak

Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain

yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor

individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnya usia (anak

dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih

tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih

banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang

terhadap bahan iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik.

Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras,

keringat, terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan

APD.

2.5.1 Faktor Langsung

Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)

Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan

pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis

kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan

kelainan pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi.

7

Page 8: Referat HS

Melalui kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia

dapat menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis

kontak alergi. Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui

kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol,

dan perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak

bahan kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang

menentukan besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut

exposurerespons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk

lama kontak (durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R,

2006). Agen kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.

1. Iritan Primer

Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer.

Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit

sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi.

Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan

pertama.

2. Sensitizers

Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi

pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang

menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan

iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lain -

lain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lainlain.

Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat

menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada

8

Page 9: Referat HS

permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak

jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera

korosif dengan derajat ringan. Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak

jaringan lunak lebih kuat daripada asam anorganik. Bahan ini merusak lebih

dalam pada jaringan lunak kulit dengan menimbulkan proses perlemakan dalam

hitungan minggu, rasa nyeri yang hebat dan melemahkan lapisan endermis

sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap bahan kimia lain. Namun pada saat

permulaan terpapar justru tidak timbul rasa sakit.

Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam

menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan

lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif

memerlukan pH yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera

korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan

membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk

untuk terjadinya infeksi sekunder. Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan

bahan kimia dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan

sensitisasi sistem kekebalan tubuh yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau

struktur bahan kimia yang serupa sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat

menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat

rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe lambat maupun sedang. Contoh bahan

yang dapat menyebabkan reaksi alergi yaitu fromaldehid, kromium, nikel,

fenoliat.

Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan dermatitis kontak

diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl

urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI),

iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/

phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-toluenediamine, petrolatum,

paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan

sodium lauryl ether sulfate.

Lama Kontak

Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan

kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai

9

Page 10: Referat HS

dengan proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis

kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan

terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan

kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan

kelainan kulit (Fatma, 2007). Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan

bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi

yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan

sampai tahap berat. Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan

kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak

sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit

dermatitis.

2.5.2 Faktor Tidak Langsung

Suhu dan Kelembaban

Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan

terjadi beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa

potensial bahaya yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu

udara. Kelembaban udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi

terjadinya dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada

epidermis.

Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam

kuat, sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan

turunnya kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah

terjadinya dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban

udara turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit

sehingga memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi

lebih mudah terkena dermatitis.

Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk

nyaman, suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara

20-24 oC untuk musim dingin dan 23-28 oC untuk musim panas dengan

kelembaban 35-65 oC. Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia

merupakan daerah tropis yang mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban

yang lebih tinggi, rekomendasi NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan

10

Page 11: Referat HS

di daerah tropis. Maka berdasarkan penelitian untuk ruangan ber-AC dianjurkan

suhu antara 24-26 oC atau perbedaan antara suhu di dalam dan diluar ruangan

tidak lebih dari 5 oC (NIOSH, 1999).

Masa Kerja

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah

terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai

terpajan dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992)

lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di

suatu tempat, sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja

adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang

sudah bekerja. Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja.

Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan

berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia

akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Suma’mur (1996)

menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak

dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia

menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka

semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk

terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007).

Usia

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari

individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat

memperparah terjadinya dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan

bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga

kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan

pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit

menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Kondisi kulit mengalami

proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit

menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Produksi sebum

menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel

menurun (HSE, 2000). Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi

11

Page 12: Referat HS

lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan

dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin,

1980). Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang

pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8

tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian

terdahulu pekerja dengan usia yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena

dermatitis kontak.

Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung

berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda

juga memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan

kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu

pekerja yang lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini

berbanding terbalik dengan kondisi kulit mereka (HSE, 2000).

Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia

dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan

pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan

alat pelindung diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan

kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok

usia, artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-

bahan penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian

cenderung didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek

makin lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis

kontak.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World

Dictionary). Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko

mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic

Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan

tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar

keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu

androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan

12

Page 13: Referat HS

ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria

sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar

aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja

aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan

semakin kering. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih

sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga

kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita

penyakit dermatitis.

Ras

Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan

pendukung terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah

karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok

dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan

salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis (Djuanda, 2007).

Ras dalam hubungannya dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap

individu mempunyai warna kulit yang berbeda berdasarkan ras-nya masing-

masing.

Menurut Djuanda kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan

dengan kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri

karena kulitnya kaya akan melanin. Melanin merupakan pigmen kulit yang

berfungsi sebagai proteksi atau perlindungan kulit (Djuanda, 2007). Sel

pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari

rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit adalah 10 : 1. Jumlah

melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan

warna kulit ras maupun individu. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit

dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis dan kimiawi seperti

zat kimia (Djuanda, 2007).

Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan

berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk

riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya

alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra,

13

Page 14: Referat HS

2008). Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja

lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari

kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi

perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit,

rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit

(Djuanda, 2007). Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu

tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit

dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru.

Para pekerja yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena

dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika

terjadi inflamasi terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi

sehingga akan lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999)..

Personel Hygiene

Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan

dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan

selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah

penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan

kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas

terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya

dermatitis kontak antara lain:

1. Mencuci tangan

Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan,

karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan

kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi

kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari

penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai,

kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan

segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).

Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya

dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar

benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat menjadi

salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan

14

Page 15: Referat HS

kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan masih

terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan

kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang dapat

menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health

Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu

minimal menggunakan air dan sabun. Cara mencuci tangan yang baik dapat

terlihat dalam gambar berikut ini.

Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis

kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang menempel pada kulit

ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat.

2. Mencuci Pakaian

Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang

menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang

kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila

dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota

keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya

baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai

kembali (Hipp, 1985).

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus

digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.

Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang

bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya.

15

Page 16: Referat HS

Perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada

(Cahyono AB, 2004). Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah

terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar

dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia.

Berikut merupakan jenis alat pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan

yang berhubungan dengan bahan kimia, yaitu:

1. Alat Pelindung Pernafasan

Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas,

uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun,

korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang

berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk

kedalam pernafasan.

2. Alat Pelindung Tangan

Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-

benda tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini

dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan

bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan.

3. Alat Pelindung Kaki

Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan

kimia, benda panas dan kontak listrik.

16

Page 17: Referat HS

4. Pakaian Pelindung

Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari

percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain

drill, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi

tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan

kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung

dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung

tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk

mencegah terjadinya dermatitis kontak.

2.6 PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah

ini (Djuanda, 2007) :

1. Dermatitis Kontak Iritan

Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit,

17

Page 18: Referat HS

tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria

atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala

peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas,

nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah

berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena

delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga

mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.

2. Dermatitis Kontak Alergi

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi

mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV.

Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Fase

sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu. Pada

fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke dalam

epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang

kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di

konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans

melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui

kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan

kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali).

Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar

getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi

tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang

sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan

dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya

berlangsung antara 24-48 jam.

18

Page 19: Referat HS

2.7 GAMBARAN KLINIS

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan

dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis

dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas

tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih

bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi.

1. Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan

suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi

iritan. eadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh

detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam

waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi

ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang

cukup tinggi.

Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48

jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul

bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya

berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat

selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula

vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan

eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas. Dalam fase

ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2007).

2. Fase Kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan

lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama

berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat

menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain

baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan. Kelainan

baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa

bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor

paling penting.

19

Page 20: Referat HS

Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut

yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung

simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama,

terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema

ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini

sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain

yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).

Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis

kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan

untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003).

1. Dermatitis pada tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering

terdapat pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling

banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian

tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering

berkontak langsung dengan bahan kimia.

2. Dermatitis pada wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat

topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau

sekitarnya mungiun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah – buahan.

Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona

mata dan obat mata.

20

Page 21: Referat HS

3. Dermatitis pada lengan

Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena

dermatitis karena barang – barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel),

debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu di

ketiak juga bisa terkena karena penggunaan deodorant. Pada pekerja walaupun

lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan kimia, tetapi

tidak menutup kemungkinan untuk terciprat bahan kimia saat melakukan

pekerjaan.

4. Dermatitis pada kaki

Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai

bawah.nDermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci

(nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin,

etilendiamin), semen,sandal dan sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadinya

dermatitis pada kaki akibat tumpahan atau cipratan bahan kimia saat melakukan

pekerjaan.

21

Page 22: Referat HS

5. Dermatitis pada badan

Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut

dan pewangi pakaian.

6. Dermatitis pada leher

Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat

pewarna pakaian.

2.8 DIANOSIS KLINIS

Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan

teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi. diagnosa yang dilakukan dalam

mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode - metode tersebut yaitu dengan

melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan penunjang

(Firdaus, 2002).

22

Page 23: Referat HS

a. Anamnesis

Yang perlu ditanyakan antara lain ialah :

Apakah sudah ada penyakit kulit sebelum masuk kerja di

perusahaan uang sekarang

Jenis pekerjaan penderita

Pengaruh libur/istiraht terhadap penyakitnya

Apakah ada karyawan lain menderita penyakit yang sama

Riwayat alergi penderita atau keluarganya

Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang

digunakan ditempat pekerjaan.

Apakah kelainan terjadi ditempat-tempat yang terpajan

Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi

yang dipakai

Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan

dan temperature

Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya

penyakit

b. Pemeriksaan Klinis

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan

kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan,

misalnya : tangan, lengan, muka, atau anggota gerak.

Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut

dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan

kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan

skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak

tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah, urine, tinja hendaknya dilakukan secara lngkap. Bila

ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya

dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperiksa kerokan kulit

dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak.

d. Percobaan tempel/ uji tempel

23

Page 24: Referat HS

Karena dermatitis akibat kerja sebagian besar berbentuk dermatitis kontak

alergis (80%) maka uji temple perlu dikerjakan untuk memastikan

penyebab alegennya.

Bahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi

tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes temple yang sudah standard an

sisebut unit uji temple; unit ini terdiri dari atas Filter paper disc, yang

dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji.

Bahan yang akan diuji ditetskan di atas unit uji temple, kemudian ditutup

dengan bahan impermeable, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang

hipoalergis. Pembacaan dilakukan setelah 48, 72 dan 96 jam. Setelah

penutup dibuka, ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek

plester.

Hasil 0 : bila tidak ada reaksi

+ : bila hanya ada eritema

++ : bila ada eritema, papul dan vesikel

+++ : bila ada edema, vesikel

2.9 DIAGNOSA BANDING

Tabel dibawah ini adalah perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan

Dermatitis Kontak Alergi (DKA).

DKA DKI Serangan Mendadak dalam 1-2 hari

pada orang tersesitisasi. Lambat, minggu, bulan, tahun

Keluhan Gatal. Perih. Pemeriksaan Predominan efloresensi akut

dan sub akut. Eritema, edem, vesikel, eksudasi

Predominan efloresensi khronis : kering. Selanjutnya eritem likhenifikasi, ekskoriasi

Penyebab Nikel, khrom, getah tumbuhan, karet, plastik, cat, kosmetik, obat

Air, sabun, deterjen, pelarut

Batas Tidak Jelas Jelas Bentuk Klinis

Gejala hebat; eritema, Bula, dan batas tegas, Polimorf

Gejala ringan; eritema, erosi, dan batas tidak tegas, Monomorf

Perjalanan penyakit

Sensitifitas bertahan lama, dapat terjadi toleransi

Condong khronis

Tes tempel + - Target Pada orang yang sensitif Semua orang Bentuk Lesi Tidak sesuai sesuai

2.10 PENGENDALIAN RESIKO

24

Page 25: Referat HS

Usaha pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dalam

menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus

mengidentifikasi potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang

digunakan dan pengaruhnya terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk

mengurangi resiko yang mungkin timbul dikemudian hari (SHARP, 1999).

Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis,

administrative maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit

(skin care program), yaitu dengan cara sebagai berikut (SHARP, 1999) :

1. Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai

melalui penerapan ventilasi udara yang memenuhi standar.

2. Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien

dan efektif, misalnya substitusi bahan kimia.

3. Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi

kerja.

4. Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di

dalam lingkungan kerja.

5. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian

laboratoruim yang tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan

masker.

6. Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi

pekerja atau keluarga pekerja.

7. Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga

kebersihan pribadi dan melakukan upaya pencegahan pribadi.

2.11 PENATALAKSANAAN

Tindakan pertama ialah memutus mata rantai kontak dengan penderita,

selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis penyakitnya.

Bila kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi kering.

Sesudah itu dapat dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung

kortikosteroid. Bila ada infeksi sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin

atau eritromisin. Bila ada infeksi jamur diberi obat anti jamur.

Pengobatan medikamentosa terdiri dari :

Pengobatan sistemik :

25

Page 26: Referat HS

o Kortikosterid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan

dalam waktu yang singkat.

Prednisone 5-10 mg/dosis, 2-3x/24 jam, dosis anak : 1

mg/kgBB/hari

Deksametason 0,5-1 mg/dosis, 2-3x/24 jam, dosis anak

: 0,1 mg/kgBB/hari

Triamsinolon 4-8 mg/dosis, 2-3x/24 jam, dosis anak : 1

mg/kgBB/hari

o Antihistamin

Klorfeneramin maleat 3-4 ing/dosis, 2-3x/24 jam, dosis

anak : 0,09 mg/kg/dosis 3x/24 jam

Difenhidramin 10-20 mg/dosis im 1-2x/24 jam, dosis

anak: 0,5 mg/kg/dosis 1-2x/24 jam

Loratadin 1 tablet/hari

Pengobatan topikal :

o Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam

faali (NaCl 0,9%)

o Bentuk kronik dan kering diberi krim hidrokortison 1%

atau Diflukortolon valerat 0,1% atau krim betametason

valerat 0,005-0,1%

2.12 PROGNOSIS

Prognosis dermatitis kontak umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dan

atau faktor pencetus dapat dihindari serta patuh menggunakan obat sesuai dosis

yang dianjurkan.

Bila bahan iritan dan alergen penyebab dermatitis tersebut tidak dapat

disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik, keadaan ini

sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifactor.

Sedangkan pada DKA prognosisnya Kurang baik dan menjadi kronis bila

bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (Dermatitis atpik, dermatitis

numularis, psoriasis) atau terpajan alergen yang tidak mungkin dihindari.

BAB III

26

Page 27: Referat HS

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja diperkirakan

akan semakin banyak dan salah satunya adalah dermatitis akbat kerja. Umumnya

dermatitis akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor

kimiawi, fisik atau mekanis, dan biologis. Dermatitis kontak merupakan kelainan

kulit yang terbanyak diantara dermatitis akibat kerja.

Dalam referat ini telah diterangkan bahwa dermatitis kontak dapat dibagi

menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi yang mempunyai

penyebab, patogenesis dan gejala klinis yang berbeda. Untuk membedakan DKA

dan DKI dibutuhkan penegakkan diagnosis yang tepat, sehingga dapat

memberikan terapi yang sesuai.

Prevalensi dermatitis akibat kerja dapat diturunkan dengan pencegahan

yang sempurna, seperti ; pemberian edukasi, penggunaan alat pelindung diri,

pelaksanaan uji tempel, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan

secara sukarela dan pengembangan teknologi di tempat kerja, sehingga prognosis

menjadi lebih baik.

3.2 SARAN

Dengan selesainya referat ini pembaca dapat mengambil manfaat dan

pengetahuan dari makalah ini serta dapat menjaga kesehatan akibat kerja sebaik

mungkin dengan melakukan pengendalian resiko terjadinya dermatitis akibat

kerja.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: Referat HS

Agius R. 2006. Occupational Exposure and its Limit, Practical Occupational

Medicine. www.agius.com. Diakses 01 November 2012.

Cahyono A. 2004. Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Cohen. DE. 1999. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and

Health, second edition, Canada.

Cronin E. 1980. Contact Dermatitis. Ediburgh London dan New York: Churchill

Livingstone.

Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri

dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F.

Lhoksumawe. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Firdaus U. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5.

Fredberg I.M, et all. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th Ed,

McGraw-Hill Professional, New York.

Gilles L, Evan R, Farmer and Antoinette F H. 1990. The Pathophysiology of Irritant

Contact Dermatitis. In : Jacksin EM, Goldner R, editors Irritant Contact

Dermatitis, Clinical Dermatology, New York : Marcel Dekker.

Hudyono J. 2002. Dermatosis akibat kerja. Majalah Kedokteran Indonesia,

November 2002.

HSE. 2000. The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing

Industry and Your Skin dalam hsebooks.co.uk.

HSE UK. 2004. Medical Aspect Of Occupational Skin Disease. Guidance Note MS

24, Second Edition. Norwich, England.

Hayakawa, R. 2000. Contact Dermatitis. Med.Sci. Nagoya.

Hipp, LL. 1985. Industrial Dermatoses. Chicago, USA: National Safety Council.

Indonesian Science Forum, Dermatitis Kontak Iritan, www.indonesiaindonesia.com,

Diakses tanggal 2 November 2012.

Kosasih A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta.

28

Page 29: Referat HS

Lestari, Fatma. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak

Pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Skripsi Universitas Indonesia.

Michael, J. A. 2005. Dermatitis, Contact, Emedicine; www.emedicine.com, Diakses

tanggal 01 november 2012.

NIOSH. 2006. Occupational and Environment Exposureof Skin to Chemic, dala,

http://www.mines.edu/outreach/oeesc.

Orton D.I, Wilkinson J.D. 2004. Cosmetic Allergy : Incidence, Diagnosis and

Managemen. Am J Clin Dermatol.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), 2009,

Kategori Galeri Kesehatan; Dermatitis Kontak, www.perdoski.org, Diakses 01

November 2012

Putra, B. I. 2008. Penyakit Kulit Akibat Kerja Karena Kosmetik. Universitas

Sumatera Utara.

SHARP. 1999. Preventing Occupational Dermatitsis. Washington State Departement

of Labour and Industries.

Suma’mur PK. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung

Agung.

Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di

RSUP Haji Adam Malik,Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Widyastuti, P. 2006. Dermatitis Akibat Kerja . Bumi Aksara. Jakarta.

World Health Organization (WHO). 2005. WHO Guidelines on Hand Hygiene in

Health Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press.

29