LAPORAN KASUS ardian

44
BAB I PENDAHULUAN Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitismedia supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis mediasekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi / OME). Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. 3 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. 1 Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang terpenting, terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1 -46%. Di Indonesia antara 2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indian di Amerika Utara. 1

Transcript of LAPORAN KASUS ardian

Page 1: LAPORAN KASUS ardian

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi

otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitismedia supuratif dan otitis media non

supuratif (=otitis media serosa, otitis mediasekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi /

OME).

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi

penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK

melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita

kurang pendengaran yang signifikan.3 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8%

dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah

sakit di Indonesia.1

Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang terpenting,

terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1 -46%. Di Indonesia antara

2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada

penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indian di Amerika Utara.

Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe sekunder,

OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe ganas). OMSK tipe

ganas ini dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang

dapat berakibat fatal.5 Perbedaan tipe klinik penyakit ini dibuat berdasarkan apakah penyakit

melibatkan pars tensa atau pars plasida membran timpani sehingga perbedaan anatomi inilah

yang selanjutnya menimbulkan istilah “tubotimpanal” dan “atikoantral”.2

BAB II

1

Page 2: LAPORAN KASUS ardian

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Gambar 1. Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.

Telinga terdiri atas 3 bagian, yaitu: (1) Telinga luar, (2) Telinga tengah, dan (3) Telinga

dalam.7

Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang

terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus. Batas-

batas telinga tengah:

Batas luar: membran timpani

Batas depan: Tuba Eustachius

Batas bawah: Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)

2

Page 3: LAPORAN KASUS ardian

Batas dalam: Berturut- turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

2.1.1 Membran Timpani

Gambar 2. Struktur Membran Timpani

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga

dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida

(membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria).

Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga

dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran

pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan

sirkuler di bagian dalam.8

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut

sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah,

yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran timpani kiri pada

arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran

timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga

menyebabkan timbulnya refleks cahaya.8

3

Page 4: LAPORAN KASUS ardian

Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga

didapatkan bagian/kuadran:

Atas-depan

Atas-belakang

Bawah depan

Bawah belakang

Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan

epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba

auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina propria tipis dan

menyatu dengan periosteum.7

2.1.2 Tulang Pendengaran

Yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang

kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani.

Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng

dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam.7

2.1.3 Otot

Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot-

otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.

1. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya berjalan

mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil

untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke

dalam gagang maleus.

2. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding

posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.

2.1.4 Dua Buah Tingkap

4

Page 5: LAPORAN KASUS ardian

Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,

memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh karenanya

getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran

ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga

perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga

timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang

dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini memisahkan rongga

timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.7

2.1.5 Tuba Auditiva (Eustachius)

Menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya gepeng, dengan

dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup

lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel

goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen

terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara

pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.7

2.2 Otitis Media Supuratif Kronis

2.2.1 Pengertian

Otitis media supuratif kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah

dengan perforasi membrane timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus-

menerus atau hilang timbul. Sekret dapat berbentuk encer atau kental, bening atau

berupa nanah.8

2.2.2 Epidemiologi.

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,

ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Prevalensi

OMSK di dunia berkisar 1-46% pada komunitas masyarakat menengah ke bawah di

negara-negara berkembang. Di negara maju seperti Inggris prevalensinya hanya 0,9%.

Namun di Israel prevalensinya jauh lebih kecil yaitu 0,0039%. Menurut survey pada

5

Page 6: LAPORAN KASUS ardian

1996 di & provinsi di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi OMSK adalah sekitar

6% atau 6,6 juta orang. Sementara survey oleh Kesehatan Indera Penglihatan dan

Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan prevalensi OMSK adalah sekitar 3,1-

5,20 %.2

2.2.3 Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,

jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring

(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba

Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi

yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba

patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK

yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia)

dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat

bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis. 1,3,5

Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan

2. Genetik

3. Otitis media sebelumnya.

4. Infeksi

5. Infeksi saluran nafas atas

6. Autoimun

7. Alergi

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada

OMSK: 1,3,4,5

6

Page 7: LAPORAN KASUS ardian

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.

3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

migrasi epitel.

4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang

cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah

penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain: 1,3,4,5

1. Terapi yang terlambat

2. Terapi yang tidak adekuat

3. Virulensi kuman tinggi

4. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

5. Perforasi membran timpani yang menetap.

6. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada

telinga tengah.

7. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.

8. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di

mastoid.

9. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

2.2.4 Patogenesis

7

Page 8: LAPORAN KASUS ardian

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal

menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang

menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah

(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini

(otitis media, OM).6

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan

akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan

udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang

relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi

saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga

lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.2,7 Pada anak dengan infeksi saluran

nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah

yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.

Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada

telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan

leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut

akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di

telinga tengah.9 Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang

dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya

akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.10

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu

lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium

dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini

mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta

pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan

tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.11

8

Page 9: LAPORAN KASUS ardian

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak

normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah,

keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.2,7

2.2.5 Klasifikasi

Berdasarkan letak perforasi, OMSK dapat terjadi pada :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-

superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus

fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi

total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

Selain klasifikasi di atas, OMSK dibagi atas 2 tipe, yaitu:

1. Tipe tubotimpanal (Benigna)

Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan

perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan

fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga

dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa

telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi

yang berbahaya.5

9

Page 10: LAPORAN KASUS ardian

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas :

Penyakit aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh

perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah

berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi

dari mukoid sampai mukopurulen.1,3

Penyakit tidak aktif

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi yang kering dengan mukosa

telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif

ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa

penuh dalam telinga. 1,3

2. Tipe atikoantral (Maligna)

Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena

penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai

chronic supurative otitis media with cholesteatoma.5

Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi

yang marginal dan atik. Perforasi marginal ialah perforasi yang dihasilkan dari

suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang

menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (anulus timpanikus). Oleh

sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel

mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut ‘penyakit

atikoantral’.5

Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi

yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang

muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma

mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan

infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering

dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum memerlukan

penatalaksanaan bedah.5

10

Page 11: LAPORAN KASUS ardian

2.2.6 Gejala Klinis

Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang

telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang

(mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral,

sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan

granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya

penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:5,8

1. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita

seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Pada

anamnesis ini digali keluhan utama dan keluhan penyerta.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari

perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai

hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan

pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur

berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan

untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

11

Page 12: LAPORAN KASUS ardian

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk

menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif

menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

2.2.8 Penatalaksanaan Medis

Medikamentosa

Prinsip mendasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah:9

1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret.

Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari.

2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal.

Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini pertama). Jika alergi

pensilin, beri eritromisin.

3. Bila sekret telah kering tapi masih ada perforasi observasi 2 bulan.

penatalaksanaan bedah (bila sekret telah kering tapi masih ada perforasi observasi

2 bulan, idielnya bisa dilakukan miringoplasti/timpanoplastik)

Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah secara operasi Timpanoplasti, yang

terdiri dari:9,10.

1. Timpanoplasti

a. Pengertian

Timpanoplasti adalah tindakan operasi yang dilakukan untuk

menghilangkan penyakit atau rekonstruksi telinga tengah (dengan dan tanpa

tindakan mastoidektomi) serta memperbaiki mekanisme pendengaran dengan

memasang graft untuk menutup gendang telinga yang robek/perforasi.11

Timpanoplasti dilakukan melalui liang telinga ataupun insisi di belakang

telinga

12

Page 13: LAPORAN KASUS ardian

Gambar 3. Gambaran Proses Operasi Timpanoplasti

b. Tujuan

Untuk memperbaiki membrane timpani yang perforasi, menghentikan

infeksi secara permanen, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan

pendengaran yang lebih berat, serta untuk memperbaiki fungsi

pendengaran.6.11

c. Indikasi Dan Syarat

Indikasi dilakukan timpanoplasti, antara lain:6.8

1. Otitis media supuratif kronik (infeksi telinga tengah menahun) atau

rekuren sekunder terhadap kontaminasi

2. Penderita dengan tuli konduksi karena perforasi membran timpani atau

disfungsi ossikular

3. Perforasi membran timpani atau tuli menetap lebih dari 3 bulan karena

trauma, infeksi atau pembedahan

4. Destruksi tulang yang telah meluas ke telinga tengah

5. Erosi tulang pendengaran

6. Kelumpuhan saraf fasialis

7. Fistel labirin

13

Page 14: LAPORAN KASUS ardian

8. Ketidakmampuan untuk berenang dengan aman.

Syarat dilakukannya timpanoplasti adalah:8

1. Perforasi terjadi di sentral dimana keadaan telinga sudah kering paling

tidak 6 minggu.

2. Mukosa telinga tengah normal.

3. Osikular yang utuh

4. Keadaan koklea baik

d. Kontraindikasi

Beberapa ahli berpendapat bahwa fungsi tuba Eustachius yang tidak baik

merupakan kontraindikasi absolut timpanoplasti oleh karena akan

menyebabkan kegagalan timpanoplasti, akibat tidak terdapatnya udara dalam

telinga tengah.

e. Tipe

Ada lima tipe dasar dari prosedur timpanoplasti menurut Zollner dan

Wullstein (1952):8

Tipe I timpanoplasti disebut Miringoplasti.

Hanya merekonstruksi membran timpani yang berlubang.

Tipe II timpanoplasti digunakan untuk perforasi membran timpani dengan

erosimaleus.

Ini melibatkan pencangkokan pada inkus atau sisa-sisa maleus tersebut.

Tipe III timpanoplasti diindikasikan untuk penghancuran dua ossicles,

dengan stapes masih utuh dan mobile.

14

Page 15: LAPORAN KASUS ardian

Ini melibatkan penempatan cangkokan ke stapes, dan menyediakan

perlindungan untuk perakitan.

Tipe IV timpanoplasti digunakan untuk penghancuran tulang

pendengaran, yang mencakup semua atau bagian dari lengkungan stapes.

Ini melibatkan penempatan cangkokan pada atau sekitar kaki stapes

mobile.

Tipe V timpanoplasti digunakan ketika kaki dari stapes menetap

f. Teknik

Sejak diperkenalkannya timpanoplasti tahun 1952 oleh Zollner dan

Wullstein, banyak material tandur dan metode penempatannya dilakukan

untuk menutup perforasi membran timpani.8 Diantaranya timpanoplasti

medial (underlay), timpanoplasti lateral (overlay), timpanoplasti sandwich

film, timpanoplasti Crowncork, timpanoplasti swinging door, laser-assisted

spot welding technique, fascia pegging, dan teknik mikroklip. Di antara

semua teknik, yang paling popular untuk menutup perforasi membran timpani

adalah teknik medial dan lateral.12

Teknik timpanoplasti ini dapat dilakukan dengan penipisan yang luas pada

dinding posterior dalam rongga mastoid sehingga dapat mengevaluasi semua

bagian dari telinga tengah.6 Dalam menjalankan teknik tersebut, dilakukan

pendekatan timpanoplasti pendekatan ganda (combined approach

tympanoplasty). Tujuan utama dalam pendekatan ini adalah untuk

membersihkan semua jaringan patologis dimana anatomi dari meatus

eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk

menghindari sistem aerasi yang tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan

membersihkan penyumbatan antara kavum timpani, antrum dan sistem sel

mastoid.12

g. Persiapan

15

Page 16: LAPORAN KASUS ardian

Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum dilakukan tindakan timpanoplasti

ialah:8

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

EKG

Foto rontgen mastoid

CT Scan temporal

Tes penala dan audiometri

Pemeriksaan kuman dari cairan teling

h. Perawatan Setelah Operasi

Umumnya, pasien dapat kembali ke rumah 3-5 hari pasca operasi

timpanoplasti. Antibiotik dapat diberikan dengan analgetik. Setelah 10 hari,

perban dibuka, telinga dievaluasi untuk melihat adakah graft yang berhasil

tumbuh. Selain itu, pasien dianjurkan untuk mengindari telinga dari paparan

air. Jika terdapat alergi atau flu, pemberian antibiotic dan dekongestan dapat

dilakukan. Setelah 2 minggu pasca operasi, pasien sudah dapat kembali

beraktivitas.6.8

Untuk proses penyembuhan yang sempurna, graft membrane timpani

harus terbebas dari infeksi. Infeksi dapat dicegah dengan pemberian topikal

antibiotik pada liang telinga. Aktivitas yang dapat mengubah tekanan timpani

harus dihindari, seperti bersin, menggunakan pipet untuk minum, atau

peradangan pada hidung. Setelah 3 bulan pasca operasi dilakukan

pemeriksaan audiometry untuk evaluasi kemajuan timpanoplasti.8

Selama proses penyembuhan tersebut, ada beberapa hal yang harus

dilakukan pasien setelah operasi, antara lain:6.12

Selalu menggunakan penutup telinga selama 2 minggu

16

Page 17: LAPORAN KASUS ardian

Gunakan penyumbat telinga yang lembut saat mandi sehingga air tidak

masuk ke telinga

Tidak bepergian dengan pesawat ataupun berenang selama masa

penyembuhan

Hindari olah raga atau aktivitas  yang berat selama 6 minggu setelah

operasi

Pemeriksaan rutin untuk mengetahui perkembangan penyembuhan

membran timpani

i. Prognosis

Keberhasilan timpanoplasti mencapai 80-90% dalam memperbaiki fungsi

pendengaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan

timpanoplasti adalah:8.12

Telinga yang kering (keadaan telinga)

Letak perforasi membran timpani

Perforasi lebih dari 50%

Masih adanya malleus

Tipe graft

Menurut penelitian, timpanoplasti dapat membantu pendengaran hingga

kurang dari 40 dB.12

2. Mastoidektomi sederhana

Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga

mastoid.

3. Mastoidektomi radikal

17

Page 18: LAPORAN KASUS ardian

Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga

tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar

digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah

2.2.9 Komplikasi

Klasifikasi komplikasi OMSK menurut Adams dkk (1989):

1. Komplikasi ditelinga tengah :

a. Perforasi persisten membran timpani

b. Erosi tulang pendengaran

c. Paralisis nervus fasial

2. Komplikasi telinga dalam

a. Fistel labirin

b. Labirinitis supuratif

c. Tuli saraf ( sensorineural)

3. Komplikasi ekstradural

a. Abses ekstradural

b. Trombosis sinus lateralis

c. Petrositis

4.Komplikasi ke susunan saraf pusat

a. Meningitis

b. Abses otak

c. Hindrosefalus otitis

Komplikasi di Telinga Tengah

Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada

membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus,

akan menyebabkan tuli konduktif yang berat. Derajat tuli konduktif tidak selalu

berhubungan dengan penyakitnya, ssebab jarigan patologis yang terdapat pada 18

Page 19: LAPORAN KASUS ardian

kavum timpani pun, misalnya kolesteatoma dapat menghantar suara ke telinga

dalam. 3

1. Paresis nervus fasialis

Dapat terjadi akibat penyebaran secara langsung melalui kanalis fasialis

pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi

tulang oleh kolestoma atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke

dalam kanalis fasialis tersebut.

Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak

diperlukan. Perlu diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang

lainnya, serta menghilangkan tekanan di dalam kavum timvani dengan

drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada perbaikan

setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk melakukan

dekompresi. Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus

segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. 3,6

Komplikasi di Telinga Dalam.

Apabila terjadi infeksi di telinga tengah ada kemungkinan untuk menjalar

ke telinga dalam malalui tingkap bulat. Selama kerusakan hanya sampai bagian

basalnya saja tidak akan ada keluhan dari pasien. Apabila telah menyebar ke

koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering digunakan sebagai indikasi

miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam

empat puluh delapan jam dengan pengobatan medikamentosa saja. 3

Penyebaran melalui proses destruksi, seperti oleh kolesteatoma atau

infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan

pendengaran, misalnya vertigo, mual dan muntah, serta tuli saraf.

1. Fistula labirin dan labirinitis

19

Page 20: LAPORAN KASUS ardian

Otitis media supuratif kronis terutama yang dengna kolesteatoma, dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga

terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi

labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total dan meningitis.

Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula, yaitu dnegan

memberikan tekanan udara positif aau negative keliang telinga melalui

otoskop dengan corong telinga yang kedap atau balon karet dengna bentuk

elips pada unjungnya yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Bila karet

dipencet dan udara yang didalamnya akan menyebabkan perubahan tekanan

udara di dalamnya akan menyebabkan perubahan tekana udara di liang

telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi

dan ekspansi labirin membran. Tes fistula positif akan menimbulkan

nistagmus atau vertigo. Tes fistula negative, bila fistulanya sudah tertutup oleh

jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati/ paresis kanal. 3,6

Pada fistula labirin, operasi segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi

dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali.

Tindakan bedah harus adekuat, untuk penyakit primer. Matriks kolesteatoma

dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah

tersebut harus segera ditutup dengna jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang

rawan. 3,6

2. Labirinitis

Labirinitis terjadi karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfe. Terdapat

dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif.

Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difusa dan serkumsripta,

sednagkan labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut

difusa dan labirinitis supuratif kronik difusa. 3

Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa

inversi sel radang. Sedangkan pada labirinitis supuratif , sel radang

menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel, seperti

20

Page 21: LAPORAN KASUS ardian

fibrosa dan osifikasi. Manifestasi klinis berupa tuli sensorineural tiba-tiba,

vertigo berat, nistagmus, mual dan muntah. 6

Pada kedua bentuk labirinitis itu oprasi harus segera dilakukan untuk

menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang –kadang diperlukan

drainase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Serta

perlu juga diberikan antibiotika yang adekuat

Komplikasi ke ekstradural

1. Petrositis

Penyebaran ke os petrosum melalui penyebaran langsung ke sel-sel udara

yang ada pada tulang temporal yang tersebar hingga os petrosum. Dicurigai

jika pasien otitis media disertai gejala diplopia, karena kelemahan nervus VI.

Seringkali disertai dengan rasa nyeri di daerah parietal , temporal atau

oksipital, oleh karena terkenanya nV ditambah dengan terdapatnya otore yang

persisten (sindrom Gradenigo). 3,6

Kecurigaan terhadap petrosis terutama bila terdapat nanah yang keluar

terus menrus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi.

Pengobatannya sendiri dengan operasi serta pemberian antibiotika protokol

komplikasi intracranial

2. Tromboflebitis Sinus Lateralis

Invasi infeksi ke sinus sigmoid keika melewati tulang mastoid akan

menyebabkan terjadinya thrombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering

dijumpai sebelum era antibiotik, namun kini telah jarang. Demam yang tidak

dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama dari infeksi

pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi setelah penyakit

menjadi berat didaptkan kurve suhu yang baik turun dengan sangat curam

disetai dengan menggigil. Kurve suhu demikian menandakan adanya sepsis.

Rasa nyeri biasanya tidak jelas, keculai bila sudah terdapat abses

perisinus. Kultur darah biasnaya positif, terutama bila darah diambil ketika

demam. Pengobatan harus dengna bedah yakni dengan melakukan

21

Page 22: LAPORAN KASUS ardian

pembuangan pada sumber infeksi di sel-sel mastoid, membuang tulang yang

berbatasan dengan sinus yang nekrotik. 3,6

3. Abses Ekstradural

Merupakan terkumpulnya nanah di antara duramater dan tulang. Pada otitis

media supuratif kronis keadaan ini berhubungna dengna jaringan granulasi

dan kolesteatomi yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. 3,6

Gejalanya berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto

ronsen mastoid yang baik, terutama posisi schuller, dapat dilihat kerusakan di

lempeng tegmen.

4. Abses Subdural

Biasanya terjadi akibat perluasan tromboflebitis melalui pembuluh vena.

Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala dan penurunan kesadaran

sampai koma pada pasien OMSK. Gejala SSSP dapat berupa kejang,

hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif. 3,6

Pungsi lumbal diperlukan untuk membedakan abses subdural dengan

meningitis. Pada abses subdural pada pemeriksaan likior serebrospinal kadar

protein biasanya normal dan tidak ditemukan bakteri. Kalau pada abses

ekstradural nanah keluar pada waktu oprasi mastoidektomi, pada abses

subdural nanah harus dikeluarkan secara bedah saraf. 3,6

Komplikasi ke SSP

1. Meningitis

Kompikasi otitis media ke SSP yang tersering adalah meningitis. Baik

otitis media akut mapun kronik serta dapat terlokalisasi dan umum. Gejala

klinik meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual

muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat, serta nyeri kepala hebat.

Pada kasus yang berat biasanya kesadaran menurun(sampai koma). Terdapat

tanda kernig (+). Pengobatan meningitis otogenik ialah dengan mengobati

meningitisnya dulu dnegna antibiotic yang sesuai,, kemudian infeksi di

telinganya ditanggulangi dengan oprasi mastoidektomi. 3,6

22

Page 23: LAPORAN KASUS ardian

2. Abses Otak

Abses otak biasanya ditemui di serebelum, fosa kranial posterior atu di

lobus temporal dan di fosa kranial media. Sering akibat tromboflebitis sinus

lateralis, petrositis atau meningitis. Gejala abses serebelum biasnaya lebih

jelas daripada abses temporal. Abses serebelum dapat ditandai dengan

ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dna tidak tepat menunjuk suatu

objek.

Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain toksisitas

berupa nyeri kepala, demam, muntah, serta keadaan latargik. Selain itu

sebgai tanda yang nyata sutau abses otak ialah nadi yang lambat serta

serangan kejang. Pemeriksaan liqior serebrospinal memperlihatkan kadar

protein yang meninggi seta kenaikan tekanan liqior. Mungkin terdapat juga

edema papil. Lokasi abses dapat diketahui melalui pemeriksaan angigrafi,

ventrikulografi atau dengan tomografi computer. 3,6

Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi,

dengan atau tanpa oprasi untuk melakukan draenase dari lesi. Pengobatan

dengan antibiotic harus intensef. Mastoidektomi dilakuikan guna membuang

sumber infeksi.

3. Hidrosefalus Otitis

Ditandai dengan peninggian tekanan lokuor serebrospinal yang hebat

tanpa adanya kealinan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan terdat edema

papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis. Gejala

berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandanganyang kabur, mual

muntah. Keadaan ini desebabkan oleh tertekannnya sinus lateralis yang

mengakibatkan kegagalan absorbsi likuor serebrospinal oleh lapisan

araknoid. 3,6

23

Page 24: LAPORAN KASUS ardian

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Nur wildan salis

Umur : 6 ½ tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : mataram

Berat badan : 15 kg

Waktu Pemeriksaan : juni 2012

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Keluar cairan telingah kanan

Riwayat penyakit sekarang:

pasien datang ke poli THT RSUP NTB dengan keluhan keluar cairan bening dari telinga

kanan sejak 3 hari yang lalu disertai dengan nyeri dan sering pegang telingah yang kanan,

cairan tidak berbau, jika di beri obat cairan berhenti keluar. Pasien juga mengeluh sering

pilek. Bengkak (+) sakit (+), berbau (-),demam (-),batuk(-) mimisan (-). Pasien juga sering

mandi di sungai.

Riwayat penyakit dahulu:

Awal tahun baru pasien pernah meniup balon, bengkak dan sakit keluar cairan bening.

Riwayat penyakit keluarga:

Misan dari pasien ini pernah keluar cairan kaya gini..

Orang tua pernah gamgguan pendengaran tapi belum pernah di periksa atau di obtain.

Riwayat pengobatan:

Pernah di obatin dengan sirup dan salep

24

Page 25: LAPORAN KASUS ardian

Riwayat alergi:

Pasien memiliki riwayat alergi susu dan miskuat.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,4ºC

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-)

Serumen (+) minimal,

hiperemis (-), furunkel (-),

edema (-), otorhea (-)

serumen

25

Page 26: LAPORAN KASUS ardian

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (+), sentral postero-

inferior), cone of light (-),

gambaran pulsasi (-)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (-)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa

26

Perforasi

Page 27: LAPORAN KASUS ardian

(-) hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

- -

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

DIAGNOSIS

Otitis Media Supuratif Kronis fase aktif.

DIAGNOSIS BANDING

-

27

Page 28: LAPORAN KASUS ardian

PEMERIKSAAN PENUNJANG

-

RENCANAN TERAPI

Medikamentosa

Obat cuci telingah : H2O2 3% selama 3-5 hari

Antibiotik sistemik :

Amoxicillin: 20 kg x 40 mg/kgBB/hari = 800 mg/hari, terbagi dalam 3 dosis selama 7

hari.

Analgetik :

Paracetamol 250 mg, bila perlu dapat diulangi tiap 4 – 6 jam, maksimal pemberian 6x

Nasal Dekongestan

Tablet pseudoefedrine HCL oral 3 x 30 mg selama 3-4 hari

KIE

Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek

liang telinga.

Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar

penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.

Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga kanan

ditutup dengan kapas.

Pasien dianjurkan menghindari makan jajanan dan es-es yang dijual di pinggir jalan.

Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan

pengobatan.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

28

Page 29: LAPORAN KASUS ardian

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut fase aktif didapatkan melalui hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, adanya riwayat pilek sebelum

keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi

pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan sumbatan tuba auditiva. Sumbatan tuba yang

terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret

merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada

telinga tengah. Rasa nyeri pada telinga muncul akibat proses inflamasi terhadap infeksi yang

terjadi.

Pemeriksaan fisik telinga mengonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi pada

telinga tengah. Tampak adanya perforasi sentral membran timpani pada postero-inferior pars

tensa.

Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang baru terjadi

selama 1 hari dengan tanpa pengeluaran sekret, menunjukkan adanya proses akut pada telinga.

Pasien juga mengaku sebelumnya tidak pernah keluar cairan dari telinga kanan.

Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi gejala yang

dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga infeksi tidak menetap dan

berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik

spektrum luas Amoxicillin selama 7 hari, dan paracetamol diminum bila perlu sebagai analgetik.

Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan

pengobatan, diharapkan proses infeksi tidak berlanjut menuju stadium berikutnya.

29

Page 30: LAPORAN KASUS ardian

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok studi otologi PERHATI–KL. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis Media

Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia. Jakarta, Mei, 2002.

2. Browning G.G. Aetiopathology of Inflammatory Conditions of the External and Middle Ear.

In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6 edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/3/15.

3. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness and

Management Options. Geneva, Switzerland, 2004.

4. Kadriyan, Hamsu. Seminar Otology Otitis Media Supurative Kronik (OMSK) di NTB.

Mataram, 2012.

5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai

Penerbit FK-UI, Jakarta, 2005; 55 – 7.

6. Murakami Y. Surgical Anatomy and Pathology for Reconstructive Middle Ear Surgery. In:

Suzuki JI et al. Reconstructive Surgery of the Middle Ear. Elsevier, Amsterdam, 1999, 116–8.

7. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th Ed. The

McGraw−Hill Companies, New York

8. Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI

9. Ballenger J.J. Penyakit Telinga Kronis. Dalam: Ballenger J.J. Penyakit Telinga, Hidung,

Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid dua. Binarupa Aksara, Jakarta, 1997; 392.

10.Frootko N.J. Reconstruction of the Middle Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th

edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997;3/11/1-2.

11.Johnson G.D. Simple Mastoid Operation. In: Glasscock-Shambough Surgery of the Ear. 5th

edition. BC. Decker, Hamilton, Ontario, 2003;487.

12.Boesoirie Shinta, Lasminingrum Lina, dkk. Perbandingan Keberhasilan Miringoplasti

Mediolateral Dengan Medial Dan Lateral Pada PErforasi Anterior Dan Subtotal Dengan

Pendekatan Transkanal.

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/perbandingan_keberhasilan_miringopl

asti_mediolateral_dengan_medial_dan_lateral.pdf. Diakses pada 29 Januari 2012.

30