Laporan Kasus Anak (ISPA)

18
Laporan Kasus Anak I. Identitas pasien No rekam medik : 11.02.00.198 Nama : an. N Umur : 2 tahun Jenis kelamin : Perempuan Nama Ayh/ Ibu : Ny. D Pekerjaan Ayah/ Ibu : IRT Alamat : Jl. Bambu kuning no 17 Agama : Islam Pendidikan Ayah/Ibu : SMA II. Anamnesis: Keluhan Utama : Batuk sejak 1 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Batuk sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan dahak. Jumlah dahak sedikit, dahak kental. Pilek sejak 1 mingggu yang lalu dengan ingus encer dan selalu mengalir keluar. Sesak nafas (+), Bersin-bersin (+), Demam (-) Mencret-mencret tidak ada, Mual tidak ada, Muntah tidak ada, nyeri kepala (-), Nafsu makan menurun (+), Menyusu

Transcript of Laporan Kasus Anak (ISPA)

Page 1: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Laporan Kasus Anak

I. Identitas pasien

No rekam medik : 11.02.00.198

Nama : an. N

Umur : 2 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Nama Ayh/ Ibu : Ny. D

Pekerjaan Ayah/ Ibu : IRT

Alamat : Jl. Bambu kuning no 17

Agama : Islam

Pendidikan Ayah/Ibu : SMA

II. Anamnesis:

Keluhan Utama :

Batuk sejak 1 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Batuk sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan dahak. Jumlah dahak sedikit,

dahak kental. Pilek sejak 1 mingggu yang lalu dengan ingus encer dan selalu

mengalir keluar. Sesak nafas (+), Bersin-bersin (+), Demam (-) Mencret-mencret

tidak ada, Mual tidak ada, Muntah tidak ada, nyeri kepala (-), Nafsu makan menurun

(+), Menyusu sedikit malas sejak sakit, BAK jumlah dan warna biasa, BAB warna

dan konsistensi biasa.

Riwayat Kelahiran :

Dilahirkan secara normal dengan dibantu oleh bidan. Dengan BB lahir 3,5 kg dan PL :

50 cm. Penyulit dalam kelahiran tidak ada

Page 2: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :

Ayah pasien yang bekerja sebagai seorang wiraswasta, Keadaan sekitar rumah cukup

bersih dan tidak terlalu sempit. Pasien tinggal dilingkungan yang cukup padat

penduduk. Lingkungan sekitar cukup bersih dan tertata dengan rapi

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi wajib dan tambahan lengkap

III. Pemeriksaan fisik

Keadan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis cooperatif

Vital sign : Tekanan Darah : 99/65 mmHg

Nadi : 35 x/menit

Pernafasan : 105 x/menit

Suhu : 36,6° C

BB : 11 kg

TB : 89 cm

Status general :

Kepala

Bentuk : normal

Tidak tampak adanya deformitas

Page 3: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Mata

Konjungtiva : tidak anemis

Pupil: isokor

Sklera : Tidak ikterus Gangguan Penglihatan ( - ) Alat bantu melihat ( - ) Palpebra : tidak terdapat ptosis

Hidung

Bentuk : Normal

Septum : terletak ditengah cavum nasi

Sekret : (+)

Mukosa : lembab

Gangguan penciuman : (+)

Edema konka : (+)

Telinga

Bentuk : normal

Nyeri tekan mastoid : tidak ditemukan

Serumen : tidak ada

Sekret : tidak ada

Memberan timapani : intake

Gangguan pendengaran : tidak ada

Mulut dan tenggorokan

Mulut : bersih

Mukosa : lembab

Tonsil : T1/T1 tenang

Tenggorokan : nyeri menelan: ada

kesulitan menelan: ada

Leher

Page 4: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar

Trakea : letak di tengah

Kelenjar getah bening : tidak teraba membesar

Thorax

Paru-Paru

Inspeksi : simetris dan terdapat retraksi dinding dada

Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru

Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi +/+, whezing -/-

Jantung

Inspeksi : terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra, SIC V

Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra

Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar dan simetris, tidak terdapat scar

Auskultasi : peristaltik usus (+)

Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-), hepatomegali (-)

Ekstremitas atas

Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem

Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem

Ekstremitas Bawah

Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem

Page 5: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem.

Movement : tidak terdapat nyeri gerak dan ruang gerak tidak terganggu

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

V. Diagnosa kerja

Nasofaringitis akut

VI. Diagnosa Banding

Rhinitis

Pertusis

Difteri

VII. Penatalaksanaan

Terapi

Paracetamol

CTM

GG

Edukatif

Preventif :

- Hindari pasien kontak dengan orang-orang yang berpotensi untuk terkena infeksi

- Meningkatkan daya tahan tubuh dengan memberi makanan yang mengandung

karbohidrat dan protein tinggi

- Lengkapi imunisasi dasar yang belum lengkap 

Promotif :

- Lingkungan jaga agar tetap bersihc.

Page 6: Laporan Kasus Anak (ISPA)

 

Kuratif :

- Istirahat cukup dan banyak minum air putih

VIII. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Page 7: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebut juga Common Cold

atau Nasofaringitis Akut. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang

melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring atau laring. ISPA merupakan

keadaan infeksi anak yang paling lazim.

Etiologi

Penyakit disebabkan oleh lebih dari 200 agen virus yang berbeda secara serologis.

75% penyakit ini disebabkan oleh virus. Agen utamanya adalah rhinovirus, yang

menyebabkan lebihdari sepertiga dari semua kasus common cold; koronavirus menyebabkan

sekitar 10%. Masa infektivitas berakhir dari beberapa jam sebelum munculnya gejala sampai

1-2 hari sesudah penyakit nampak.Streptokokus grup A adalah bakteri utama yang

menyebabkan nasofaringitis akut.Corynebacterium diphteriae, Mycoplasma pneumonia,

Neisseria meningitides, dan N. gonorrhea juga merupakan agen infeksi primer. Hemophilus

influenza, Streptococcus pneumonia, Moraxell catarrhalis,dan Staphylococcus aureus dapat

menimbulkan infeksi sekunder pada jaringansaluran pernapasan atas dan menyebabkan

komplikasi pada sinus, telinga, mastoid, limfonodusdan paru-paru. Infeksi  M. pneumonia

dapat berlokalisasi pada nasofaring dan pada kasus inisukar dibedakan dengan nasofaringitis

virus.

 

Faktor Predisposisi

Page 8: Laporan Kasus Anak (ISPA)

Kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan. Walaupun umur bukan faktor yang

menentukan daya rentan, namun infeksi sekunder purulen lebih banyak dijumpai pada

anak kecil. Penyakit ini sering diderita pada waktu pergantian musim.

 

Patologi

Perubahan pertama adalah edema dan vasodilatasi pembuluh darah pada

submukosa.Infiltrate sel mononuclear menyertai, yang dalam 1-2 hari menjadi

polimorfonuklear. Perubahan struktural dan fungsional silia mengakibatkan pembersihan

mukus terganggu. Pada infeksi sedang sampai berat, epitel superficial mengelupas.

Regenerasi sel epitel baru terjadi setelah lewat stadium akut. Ada produksi mukus yang

banyak sekali, mula-mula encer, kemudian mengental dan biasanya purulen. Dapat juga ada

keterlibatan anatomis saluran pernafasan atas,termasuk oklusi dan kelainan rongga sinus.

Manifestasi Klinis 

Lebih berat pada anak kecil daripada anak yang lebih tua dan dewasa. Pada umumnya

anak yang berumur 3 bulan sampai 3 tahun menderita demam pada awal perjalanan infeksi,

kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang berlokalisasi muncul. Bayi yang

lebih muda biasanya tidak demam, dan anak yang lebih tua dapat menderita demam ringan.

Komplikasi purulen terjadi lebih sering dan lebih parah pada umur ± umur yang lebih

muda.Sinusitis persisten dapat terjadi pada semua umur. Manifestasi awal pada bayi yang

umurnya lebih dari 3 bulan adalah demam yang timbul mendadak, iritabilitas, gelisah dan

bersin. Ingus hidung mulai keluar dalam beberapa jam, segera menyebabkan obstruksi

hidung, yang dapat mengganggu pada saat menyusu; pada bayi kecil yang mempunyai

ketergantungan lebih besar pada pernafasan hidung, tanda-tanda kegawatan pernafasan

sedang dapat terjadi. Selama 2-3 hari pertama membrane timpani biasanya mengalami

Page 9: Laporan Kasus Anak (ISPA)

kongesti dan cairan dapat ditemukan di belakang membran tersebut, yang selanjutnya dapat

terjadi otitis media purulenta atau tidak. Sebagian kecil bayi mungkin muntah,dan beberapa

penderita menderita diare. Fase demam berakhir dari beberapa jam sampai 3 hari;demam

dapat berulang dengan komplikasi purulen.Pada anak yang lebih tua, gejala awalnya adalah

kekeringan dan iritasi dalam hidung dan tidak jarang, di dalam faring.

Gejala ini dalam beberapa jam disertai dengan bersin, rasa menggigil, nyeri otot,

ingus hidung yang encer dan kadang-kadang batuk. Nyeri kepala, lesu, anoreksia, dan demam

ringan, mungkin ada. Dalam 1 hari sekresi biasanya menjadi lebih kental dan akhirnya

menjadi purulen. Cairan ini mengiritasi, terutama selama fase purulen. Obstruksi hidung

menyebabkan pernafasan mulut, dan hal ini, melalui pengeringan membran mukosa

tenggorokan, menambah rasa nyeri. Pada kebanyakan kasus, fase akut berakhir selama 2-4

hari.

 

Diagnosis Banding

Manifestasi awal campak dan pertusis dan pada sebagian kecil, poliomyelitis,

hepatitisserta parotitis adalah nasofaringitis. Ingus hidung yang terus menurus, terutama jika

berdarah,member kesan benda asing atau difteria, dan pada bayi, atresia khoana atau sifilis

congenital.Rhinitis alergika berbeda dari rhinitis infeksiosa dalam hal, bahwa rhinitis ini

tidak disertai demam; ingus hidungnya biasanya tidak menjadi purulen dan rhinitis ini

biasanya bersama dengan bersin terus menerus dan mata serta hidung gatal. Membran

mukosa pada rhinitis alergika biasanya pucat dan bukan meradang, dan pulasan hidung

seringkali mengandung banyak eosinofil bukannya leukosit polimorfonuklear seperti pada

infeksi.

Pada rhinitis alergika,antihistamin dapat menghasilkan pelenyapan tanda-tanda dan

gejala dengan cepat dan relativesempurna; pada rhinitis infeksiosa, antihistamin ini

Page 10: Laporan Kasus Anak (ISPA)

memberikan sedikit manfaat yang tetap dan dapat mengentalkan sekresi sehingga

membuatnya lebih sukar untuk dibersihkan.

 Komplikasi

Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian-bagian

lain saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang-

kadang bernanah. Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat

terjadi. Komplikasi yang paling sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi-bayi

kecil sampai sebanyak 25 persennya. Walaupun komplikasi ini dapat terjadi pada awal

perjalanan biasanya muncul sesudah fase akut nasofaringitis. Dengan demikian otitis media

harus dicurigai jika demam berulang. Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan atas juga

melibatkan saluran pernafasan bawah; dan pada banyak kasus, fungsi paru menurun

walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada. Sebaliknya,

laringotrakeobronkitis, bronkiolitis, atau pneumonia dapat berkembang selama perjalanan

nasofaringitis akut. Nasofaringitis virus juga sering merupakan pemicu gejala asma pada anak

dengan saluran pernafasan reaktif.

Pencegahan

Vaksin yang efektif belum ada. Gammaglobulin atau vitamin C tidak mengurangi

frekuensi atau keparahan infeksi, dan penggunaannya tidak dianjurkan. Karena common cold 

 terdapat dimana-mana, maka tidak mungkin mengisolasi anak dari keadaan ini. Namun,

karena komplikasi pada bayi yang amat muda dapat relatif serius, maka harus dilakukan

beberapa upaya untuk melindungi bayi dari kontak dengan orang-orang yang berpotensi

terinfeksi. Penyebaran infeksi adalah dengan aerosol (batuk,bersin) atau kontak langsung

dengan bahanyang terinfeksi (tangan).

Page 11: Laporan Kasus Anak (ISPA)

 

Pengobatan

Tidak ada terapi spesifik hanya simtomatik, yaitu diberikan ekspektoran untuk

mengatasi batuk; sedativum untuk menenangkan dan antipiretikum untuk menurunkan panas.

Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Pengisapan lendir dari hidung dengan

berbagai alat tidak efektif dan biasanya berbahaya. Cara terbaik penyaluran sekret ialah

dengan mengusahakan posisi bayi dalam prone position. Bila ada infeksi sekunder hendaknya

diberikan antibiotika.

Tirah baring biasanya dianjurkan, tetapi tidak terdapat bukti bahwa cara ini

memperpendek  perjalanan penyakit atau mempengaruhi hasilnya. Asetaminofen atau

ibuprofen biasanya membantu dalam mengurangi iritabilitas, nyeri dan malaise selama hari

pertama dan hari kedua infeksi, tetapi penggunaan yang berlebih-lebihan harus dihindari.

Aspirin yang diberikan pada anak yang terinfeksi virus influenza meningkatkan risiko

terjadinya sindrom Reye dan tidak dianjurkan untuk anak-anak yang mempunyai gejala

saluran pernapasan.

Sebagian besar kegawatan adalah karena obstruksi hidung dan harus dilakukan upaya

untuk melegakannya jika keadaan tersebut mengganggu pada saat tidur atau pada saat

minumatau makan. Pemasukan obat-obatsn melalui hidung mungkin merupakan metode

efektif untuk melegakan obstruksi hidung.

Pada bayi, pemasukan salin steril dapat membantu pengeluaran fisik mucus yang

berlebihan. Fenilefrin (0,125-0,25%) digunakan secara luas di Amerika Serikat. Tetes hidung

kuat yang bekerja lebih lama, walaupun berguna pada orang dewasa, cenderung mengiritasi

dan kadang-kadang hipereksitatif atau sedatif pada bayi. Tetes hidung pada

larutan berminyak harus dihindari karena tetes ini dengan mudah teraspirasi. Penambahan

antibiotik, kortikosteroid, atau antihistamin pada tetes hidung menaikkan harganya tetapi

Page 12: Laporan Kasus Anak (ISPA)

tidak menambahapa-apa pada efektivitasnya.Tetes hidung paling baik diberikan 15-20 menit

sebelum makan dan pada waktu sebelum tidur. Sementara anak pada posisi telentang dengan

leher ekstensi, 1-2 tetes dimasukkan pada setiap lubang hidung. Karena cara ini sering

menimbulkan pengerutan membrane mukosa anterior saja, 1-2 tetes dapat dimasukkan 5-10

menit kemudian. Pemasukan dekongestan hidung dengan aplikator berujung kapas tidak

dianjurkan. Dekongestan yang diberikan secara oral juga digunakan secara luas untuk

mengerutkan mukosa hidung yang menebal dan untuk melegakan obstruksi.

Kebanyakan anak dengan nasofaringitis akut mengalami penurunan nafsu makan,

tetapi tindakan memaksa untuk makan hidangan tidak ada gunanya. Cairan yang diinginkan

anak harus diberikan dengan interval yang sering. Konstipasi sementara lazim dijumpai tetapi

tidak tidak memerlukan pengobatan karena tanda ini hilang dengan cepat bila anak kembali

makan secara normal.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Laporan Kasus Anak (ISPA)

1) Kliegman and Beheman. 2007. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15.

EGC.Jakarta.2.

2) Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

1985.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Percetakan INFOMEDIKA

JAKARTA.Jakarta