LAPORAN KASUS ABORTUS

37
LAPORAN KASUS ABORTUS INKOMPLIT Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang OLEH: Wan Nur Atierah 105070108121008 Zaw Myo Aung 105070108121015 Claudia Belgisa Putri 105070103111016 Elisabeth Permatasari 105070107111011 Pembimbing dr. Hermawan Wibisono, SpOG Pendamping dr. Cahyawati Arisusilo LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI

description

monggo

Transcript of LAPORAN KASUS ABORTUS

Page 1: LAPORAN KASUS ABORTUS

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda

di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

OLEH:

Wan Nur Atierah 105070108121008

Zaw Myo Aung 105070108121015

Claudia Belgisa Putri 105070103111016

Elisabeth Permatasari 105070107111011

Pembimbing

dr. Hermawan Wibisono, SpOG

Pendamping

dr. Cahyawati Arisusilo

LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

2014

Page 2: LAPORAN KASUS ABORTUS

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda

di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

Oleh:

Wan Nur Atierah 105070108121008

Zaw Myo Aung 105070108121015

Claudia Belgisa Putri 105070103111016

Elisabeth Permatasari 105070107111011

Menyetujui:

Pendamping, Pembimbing,

dr. Cahyawati Arisusilo dr. Hermawan Wibisono, SpOG

2

Page 3: LAPORAN KASUS ABORTUS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu,

namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu

atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk Hadijato, 2008).

Menurut data WHO, presentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi, sekitar

15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60-75%

angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu (Lestariningsih, 2008).

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan

kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh,

abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical

pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo,

2008).

WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20

juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia

diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi

abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya terjadi di negara

berkembang. Di Amerika Serikat, angka kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20%

dari kehamilan (Dwilaksana, 2010).

Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh

Departemen Kesehatan RI, yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Pada tahun

2006, diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap sebanyak 42.354 orang,

dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang. Jumlah pasien abortus yang

menjalani rawat jalan sebanyak 24.491 orang kasus baru dan jumlah kunjungan sebanyak

34.103.

Menurut WHO tahun 2006, tingkat kasus aborsi di Indonesia tercatat yang tertinggi di

Asia Tenggara, mencapai dua juta kasus dari sekitar 4,2 juta jumlah kasus per tahun yang

terjadi di negara-negara Association Of South East Asian Nation (ASEAN)

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SKDI) tahun 2007, menyatakan Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini 228 per 100.000 kelahiran hidup. Ada empat

penyebab klasik kematian ibu yaitu; perdarahan, eklampsia, infeksi, dan abortus.

Saat ini abortus merupakan salah satu masalah reproduksi yang banyak dibicarakan

di Indonesia bahkan di dunia. Masalah abortus perlu dibahas, mengingat abortus

merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan, dan sebagai penyebab langsung

3

Page 4: LAPORAN KASUS ABORTUS

kematian ibu/maternal. Kematian maternal merupakan masalah besar khususnya di negara

berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal terjadi di negara berkembang, sedangkan

di negara maju hanya sekitar 1-2% (Manuaba, 2007).

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagipada seorang

wanita adalah 73% dan 83,6% karena usia dan paritas. Sedangkan Warton, Fraser dan

Llewellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% kejadian abortus dapat

disebabkan oleh usia dan paritas. Kejadian abortus juga diduga mempunyai efek terhadap

kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan

itu sendiri (Wiknjosastro, 2007).

Sekitar satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran paling sering antara

minggu ke-6 dan ke-10 kehamilan. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman

untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Penyebab abortus dari faktor

reproduksi di antaranya adalah faktor usia ibu, dimana keguguran wanita hamil pada usia di

bawah 20 tahun ternyata lebih tinggi dari usia 20-29 tahun, kemudian meningkat kembali

sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Bantuk Hadijanto, 2008)

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu

penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah faktor genetik yaitu translokasi parental

keseimbangan genetik seperti kelainan Mendelian atau mutasi pada beberapa lokus

(gangguan poligenik atau multifaktor). Selain itu, kelainan kongenital uterus seperti anomali

duktus Mulleri, septum uterus, uterus bikornis, mioma uteri, sindroma Asherman, dan

inkompetensi serviks. Autoimun seperti aloimun, mediasi imunitas humoral, dan seluler serta

defek fase luteal seperti sintesis LH yang tinggi, antibodi antitiroid hormon dan faktor

endokrin eksternal juga merupakan penyebab terjadinya abortus. Infeksi, kelainan

hematologik dan pengaruh lingkungan juga bisa menyebabkan abortus spontan pada wanita

hamil (Prawirohardjo, 2008).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui diagnosis, penatalaksanaan dan perawatan abortus pada kasus yang

diajukan.

2. Mengetahui faktor risiko, pencegahan, dan pada kasus yang diajukan.

1.3 Manfaat

Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.

4

Page 5: LAPORAN KASUS ABORTUS

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

No Reg : 1423220

Nama : Ny. S

Umur : 27 tahun

Alamat : Jl. Indrokilo Utara No.12, Lawang

Pendidikan : 12 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah 1x

Lama Menikah : 15 tahun

Kehamilan : G2P1001Ab000

Anak Terakhir : 10 tahun

Riwayat KB : sekarang tidak

Tanggal MRS : 1 September 2014

2.2 Subjektif

2.2.1 Keluhan utama

Perdarahan dari jalan lahir.

2.2.2 Perjalanan Penyakit

Ny. S/ 27 tahun/ Menikah 1x (15 tahun) datang ke poliklinik ginekologi RSSA

pada 1 September 2014, mengeluh mengalami perdarahan dari jalan lahir

seperti menstruasi sejak 17 Agustus 2014 (selama 15 hari). Perdarahan

disertai dengan rasa nyeri dari perut bagian bawah menembus dubur dan

menjalar sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul, namun

menyusahkan pasien untuk melakukan aktivitas.

2.2.3 Riwayat Pernikahan

Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama kurang lebih 15 tahun.

Umur perrtama kali kawin 12 tahun.

2.2.4 Riwayat Obstetri

G2P1001Ab000

Sekarang tidak KB

5

Page 6: LAPORAN KASUS ABORTUS

2.2.5 Riwayat Haid

Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 23 Juni 2014

Menarche : sejak usia 12 tahun

Siklus : 28 hari

Lamanya haid : 7 hari

Jumlah haid : biasa

Nyeri : sebelum haid

2.2.6 Riwayat Nyeri Perut : tidak ada

2.2.7 Riwayat Keputihan : tidak ada

2.2.8 Riwayat Keadaan Umum

Nafsu makan : biasa

Badan : tetap

Miksi : dalam batas normal

Defekasi : dalam batas normal

2.2.9 Riwayat Operasi/Penyakit : disangkal

2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa.

2.2.11 Riwayat Pengobatan

Vitamin SF dan asam folat

2.2.12 Riwayat Sosial

Senang makan dan minum manis.

2.3 Obyektif

2.3.1 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

BB : 67 Kg

TB : 155 cm

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit, reguler

6

Page 7: LAPORAN KASUS ABORTUS

RR : 20 x/menit

Suhu aksiler : 36,50C

Kepala dan leher : anemis - / - , icterus - / -

Thorax : Cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo/ v v Rh - - Wh - -

v v - - - -

v v - - - -

Abdomen :Fundus uteri membesar, perut flat, soefl, bising usus (+)

normal, shifting dullness (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema =|=, anemic =|=

Status Ginekologi

Genitalia Eksterna

Inspeksi : v/v fluxus (+) minimal, fluor (-)

Inspekulo : Fluxus (+) minimal, fluor (-), Porsio Multi Para, terlihat adanya

jaringan

Vaginal Touche : flux (+) fluor (-), Porsio Multi Para terbuka 1 jari, teraba

adanya jaringan mengisi cavum uteri. Corpus Uteri Ante

Flexi ~ 8-10 minggu.

Adnexa Parametrium D/S massa (-) nyeri (-)

Cavum Douglas dalam batas normal

2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Plano tes : positif

Darah Lengkap : 138/9550/39,3/362.000

2.4 Assessment

Abortus inkomplit

2.5 Planning

Planning Diagnosis : (-)

Planning Terapi : - Masuk Rumah Sakit pk. 12.10 WIB

- Pro kuretase

- Gentamycin 80mg intravena

- Kaltrofen supp II per rectal

7

Page 8: LAPORAN KASUS ABORTUS

Planning Monitoring : vital sign, keluhan subyektif pasien.

Planning Edukasi : KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) pasien dan

keluarga tentang:

1. kondisi ibu saat ini

2. prosedur tindakan medis yang akan dilakukan

beserta risiko yang akan terjadi dan prognosis.

3.6 Laporan Kuretase

Setelah tindakan septik dan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya di samping

spekulum bawah yang dipegang oleh asistendengan pertolongan spekulum atas bibir depan

portio dijepit dengan Kogeltang Sonde masuk sedalam 7cm, corpus uteri retrofleksi.

Dilakukan kuretase biasa secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri bersih dengan

curet No.2 dan No. 3.

Berhasil dikeluarkan jaringan plasenta sebanyak kira-kira 10-15 gram.

Jumlah perdarahan selama kuretase 10 cc.

Tidak dilakukan pemasangan IUD.

Lama kuretase 15 menit.

Diagnose pra kuretase: Abortus inkomplit

Diagnose pasca kuretase: Abortus inkomplit

Keadaan pasca kuretase:

Keadaan Umum :baik/compos mentis

Tensi : 120/80

Nadi : 86x/menit

RR : 18x/menit

Terapi pasca kuretase: - Amoxiciliin 3x500mg

- Asam mefenamat 3x500mg

- Rob 2x1

BAB 3

8

Page 9: LAPORAN KASUS ABORTUS

PERMASALAHAN

3.1 Diagnosa

Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini?

3.2 Penatalaksanaan dan prognosis

Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada kasus ini?

BAB 4

9

Page 10: LAPORAN KASUS ABORTUS

PEMBAHASAN

4.1 Anatomi dan Fisiologi Alat-alat Kandungan, Mudigah, Janin, dan Wanita Hamil

4.1.1 Anatomi Alat-alat Kandungan

Alat kandungan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: alat kandungan luar (genitalia

eksterna) dan alat kandungan dalam (genitalia interna)

4.1.1.1 Alat Kandungan Luar

Alat kandungan luar dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat

dilihat dari luar bila wanita dalam posisi litotomi. Fungsi alat kandungan luar

dikhususkan untuk kopulasi (koitus). (Mochtar, 1998)

Mons veneris ialah daerah yang menggunung di atas simfisis, yang akan

ditumbuhi rambut kemaluan (pubes) apabila wanita berangkat dewasa. Pada wanita,

rambut ini tumbuh membentuk sudut lengkung sedangkan pada pria membentuk

sudut runcing ke atas.

Bibir besar kemaluan (labia majora) berada pada bagian kanan dan kiri,

berbentuk lonjong, yang pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh pubes

lanjutan dari mons veneris.

Bibir kecil kemaluan (labia minora) ialah bagian dalam dari bibir besar yang

berwarna merah jambu. Disini dijumpai frenulum klitoris, preputium, dan frenulum

pudenti.

Klentit (klitoris)identik dengan penis pada pria, kira-kira sebesar kacang hijau

sampai cabe rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Glans klitoris berisi jaringan

yang dapat bererksi, sifatnya amat sensitif karena banyak memiliki serabut saraf.

Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran

panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang di batasi

perineum.

Vestibulum terletak di bawah selaput lendir vulva, terdiri dari bulbus vestibuli

kanan dan kiri. Disini dijumpai kelenjar vestibuli major (kelenjar Bartholini) dan

kelenjar vestibulum minor.

Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina.

Selaput dara (hymen) merupakan selaput yang menutupi introitus vagina.

Biasanya berlubang membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata, atau fimbria.

Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau himen imperforata. Himen akan

robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kurunkula himen atau

sisa himen.

10

Page 11: LAPORAN KASUS ABORTUS

Lubang kemih (orifisium uretra eksterna) adalah tempat keluarnya air kemih

yang terletak di bawah klitoris. Di sekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan didapati

lubang kelenjar skene.

Perineum terletak di antara vulva dan anus. (Mochtar, 1998)

Gambar 4.1 Alat Kandungan Luar (Mochtar, 1998)

Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

4.1.1.2 Alat Kandungan Dalam

Liang Sanggama (vagina) adalah liang atau saluran yang menghubungkan

vulva dengan rahim, terletak diantara saluran kemih dan liang dubur. Dibagian ujung

atasnya terletak mulut rahim. Fungsi penting dari vagina ialah sebagai saluran keluar

untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim, alat untuk bersanggama,

dan jalan lahir pada waktu bersalin.

Rahim (uterus) adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya

ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim.

Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di anatara

kandung kemih dan dubur.

Saluran telur (tuba Falopii) adalah saluran yang keluar dari kornu rahim

kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter 3-8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh

peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam

saluran dilapisi silia, yaitu rambut getar yang berfungsi untuk menyalurkan telur dan

hasil konsepsi.

Indung Telur (ovarium) terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan

dan kiri rahim, dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang lig. Latum. (Mochtar,

1998)

11

Page 12: LAPORAN KASUS ABORTUS

Gambar 4.2 Alat Kandungan Dalam (Mochtar, 1998)

Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

4.1.2 Fisiologi Alat-alat Kandungan

4.1.2.1 Fisiologis Haid

Pada wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara teratur

mengelluarkan darah dari alat kandungannya, dan ini disebut haid.

Pada siklus haid, mukosa rahim dipersiapkan secara teratur untuk menerima

ovum yang dibuahi setelah terjadinya ovulasi, keadaan ini dikontrol oleh hormon-

hormon yang dapat dideteksi dalam air kemih. Yang diperiksa adalah air kemih 24

jam dan diukur kadar estriol dan pregnandiolnya. (Mochtar, 1998)

Gambar 4.3 Siklus Menstruasi Normal

Sumber Sinopsis Obstetri, edisi 2

12

Page 13: LAPORAN KASUS ABORTUS

Satu siklus haid dibagi atas beberapa fase (stadium):

(1) Stadium menstruasi (deskuamasi) : 3-7 hari

(2) Stadium proliferasi : 7-9 hari

(3) Stadium sekresi : 11 hari

(4) Stadium premenstruasi : 3 hari

4.1.2.2 Hormon-hormon Siklus Haid

- FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh hipofise lobus depan

- Estrogen dihasilkan oleh ovarium

- LH (Luteinzing Hormone) dihasilkan hipofise

- Progesteron dikeluarkan oleh indung telur (Mochtar, 1998)

4.1.2.3 Ovulasi (Pengeluaran Sel Telur)

Kapan terjadinya ovulasi atau keluarnya sel telur dari indung telur perlu kita

ketahui untuk menentukan masa/ hari subur seorang wanita, karena kehamilan

hanya mungkin terjadi bila sanggama (koitus) dilakukan pada sekitar saat ovulasi.

Biasanya ovulasi terjadi kira-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang. Dengan

kata lain, diantara dua haid yang berurutan, indung telur akan mengeluarkan ovum,

setiap kali satu dari ovarium kanan dan lain kali dari ovarium kiri.

Cara menentukan adanya ovulasi:

- Biopsi endometrium

- Suhu basal badan

- Sitologi vaginal

- Getah serviks

- pH getah vagina

- Endoskopi (Mochtar, 1998)

4.1.3 Kehamilan normal

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil

normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid

terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi

sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari

bulan ketujuh sampai 9 bulan. (Prawirohardjo, 2007)

4.1.4 Persalinan normal

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun

ke dalam jalan lahir. Kelahiran disebut juga proses pengeluaran janin dan ketuban

didorong keluar melalui jalan lahir.

13

Page 14: LAPORAN KASUS ABORTUS

Sehinggga persalinan dan kelahiran normal, proses dimana terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada

janin. (Prawirohardjo, 2007)

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:

- Kala I : dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses

ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sapai 3 cm dan

fase akhir (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat

dan sering selama fase aktif.

- Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini

biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

- Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung

tidak lebih dari 30 menit.

- Kala IV : dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

(Prawirohardjo, 2007)

4.2 Abortus

4.2.1 Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di

luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu,

namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu

atau berat janin kurang dari 500 gram.

4.2.2 Etiologi dan Faktor Presdiposisi

Etiologi penyebab abortus adalah sebagai berikut:

Faktor dari janin (Fetal), yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom)

Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dåri: infeksi kelainan hormonal seperti

hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan,

merokok, konsumsi alkohol, faktor imunologis, dan defek anatomis seperti

uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks

sebelum waktu inpartu, umumnya pada trisemester kedua) dan sinekhiae

uteri karena sindro Asherman.

Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma (Prawirohardjo, 2007)

14

Page 15: LAPORAN KASUS ABORTUS

4.2.3 Epidemiologi

BKKBN memperkirakan angka aborsi di Indonesia 2 juta per tahun. Aborsi

yang disengaja terjadi 1,2 – 1,6 juta kasus di Amerika Serikat dalam 10 tahun

terakhir. Kira-kira 15% kehamilan klinis dan 60% kehamilan kimiawi berakhir

dengan abortus spontan. Sekitar 8% abortus spontan terjadi pada kehamilan

kurang dari 12 minggu.

4.2.4 Klasifikasi

Gambar 4.4 Kriteria diagnosis abortus

Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

1.Abortus spontan: Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis

untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai  abortus spontan.

Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage).

2. Abortus imminens (keguguran mengancam): Peristiwa terjadinya

perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil

konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

3. Abortus incipiene (keguguran berlangsung): Peristiwa perdarahan uterus

pada kehamilan sebelum  20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang

meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules

menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

4. Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap): Pengeluaran sebagian hasil

konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa

15

Page 16: LAPORAN KASUS ABORTUS

tertinggal  dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka

dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadang sudah

menonjol dari ostium uteri eksternum.

5. Abortus complet (keguguran lengkap): Perdarahan pada kehamilan muda di

mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah

kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap.

6. Missed abortion (retensi janin mati): Kematian janin sebelum berusia 20

minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan

selama 8 minggu atau lebih. (Prawirohardjo, 2007)

4.2.5 Penegakan Diagnosis

4.2.5.1 Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu cara penegakan diagnosis yang dilakukan pertama kali. Di

mana anamnesa yang baik dan benar dapat mengarahkan diagnosis. Anamnesa pada

kasus obstetri dan ginekologi memiliki prinsip yang sama dengan anamnesa pada

umumnya, yaitu meliputi identitas, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat penyakit

sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat keluarga, riwayat sosial. Pada kasus obstetri dan

ginekologi, anamnesis dititikberatkan pada riwayat perkawinan, kehamilan, siklus

menstruasi, penyakit yang pernah diderita khususnya penyakit obstetri dan ginekologgi,

serta pengobatan, riwayat KB, serta keluhan-keluhan seperti perdarahan dari jalsn lahir,

keputihan (fluor albus), nyeri, maupun bennjolan (Prawirohardjo, 2011).

Menurut Sastrawinata et al., pada tahun 2005, abortus memiliki manifestasi klinik

sebagai berikut di bawah:

- Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu

- Pendarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.

- Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri

pingang akibat kontraksi uterus.

Pada anamnesa didapatkan pasien seorang wanita berusia 27 tahun (tergolong usia

reproduktif), 1 kali menikah selama 15 tahun, riwayat kehamilan 2 kali dan memiliki 1 orang

anak hidup. Pertama kali menstruasi (menarche) pada usia 12 tahun dengan siklus haid

pasien teratur yaitu 28 hari dan lama haid 7 hari. HPHT pasien 23 Juni 2014. Pasien datang

ke Poliklinik Ginekologi RSUD Dr.Saiful Anwar Malang pada tanggal 1 September 2014

16

Page 17: LAPORAN KASUS ABORTUS

pukul 13.00 WIB dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir seperti menstruasi sejak

17 Agustus 2014 (selama 15 hari). Perdarahan disertai dengan rasa nyeri dari perut bagian

bawah menembus dubur dan menjalar sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul,

namun menyusahkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Pada pasien Ny. S, HPHT-nya adalah 23 Juni 2014, kemudian mulai muncul

perdarahan seperti haid pada tanggal 17 Agustus 2014. Hal tersebut berarti pasien

mengalami amenore selama 7 minggu lebih 3 hari (kurang dari 20 minggu). Adanya

keluhan perdarahan dari jalan lahir yang mungkin disertai keluarnya jaringan konsepsi, rasa

mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pingang adalah keluhan

yang biasa ditemui pada kasus abortus. Hal tersebut terjadi karena uterus berkontraksi

untuk mengeluarkan jaringan sisa hasil konsepsi yang gugur yang telah dianggap sebagai

benda asing.

Menurut WHO, setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada

tiga gejala seperti; (i) perdarahan pada vagina, (ii) nyeri pada abdomen bawah, (iii) riwayat

amenorea, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus. Dari hasil anamnesa pada

pasien, didapatkan memenuhi ketiga gejala tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan

terjadinya abortus harus dipikirkan.

4.2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis abortus menurut Prawirohardjo, 2007 adalah

sebagai berikut:

Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan hasil

konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.

Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah

tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan

atau jaringan berbau busuk dari ostium.

Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan

dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan,

tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada peraban adneksa, kavum

douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion),

abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion) atau

abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion), abortus

17

Page 18: LAPORAN KASUS ABORTUS

habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion) (Cunningham et al.,

2005; Griebel et al., 2005).

Abortus Iminens (Threatened abortion)

Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama

kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta

dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan,

sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et

al., 2005).

Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20

minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut

beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah

atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,

karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari

abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan

spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,

sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et

al., 2005).

Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan

perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri

karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari

pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan

dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat

menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya

sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan

kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).

Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus

Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah

lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan

plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan

ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang

dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan

berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu

18

Page 19: LAPORAN KASUS ABORTUS

merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi

lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi

tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang

setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan

berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi

telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah

abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca

abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).

Abortus Tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap

berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus

tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang

pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan

tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit

(Mochtar, 1998).

Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan

kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis

(Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan

abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah

kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan,

hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan

kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone

sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.

Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran

kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering

ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis

tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang

dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter

aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Mochtar,

1998; Dulay, 2010).

Diagnosis Perdarahan Nyeri Perut Uterus Serviks Gejala Khas

19

Page 20: LAPORAN KASUS ABORTUS

Abortus

Iminens Sedikit Sedang Sesuai usia kehamilan

tertutup Tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi

Insipiens Sedang-banyak

Sedang-hebat

Sesuai usia kehamilan

Terbuka Tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi

Inkomplit Sedang-banyak

Sedang-hebat

Sesuai dengan usia kehamilan

terbuka Ekspulsi sebagian jaringan konsepsi

Komplit sedikit Tanpa/sedikit Lebih kecil dari usia gestasi

Terbuka /tertutup

Ekspulsi seluruh jaringan konsepsi

Missed abortion Tidak ada Tidak ada Lebih kecil dari usia kehamilan

tertutup Janin telah mati tapi tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi

Tabel 4.1 Kriteria diagnosis abortus

Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

Pada pemeriksaan didapatkan pasien dalam keadaan baik, status generalis dalam

batas normal. Tidak ada anemia maupun ikterus. Kondisi jantung maupun paru juga dalam

batas normal. Pada pemeriksaan abdomen terlihat membesar, namun bising usus terdengar

normal dan tidak ada shifting dullness. Inspeksi pada genitalia eksterna terlihat darah keluar

minimal tanpa disertai fluor, terlihat adanya jaringan. Kemudian dilakukan inspekulo tampak

adanya portio multi paritas terbuka kurang lebih 1 jari, licin, tampak adanya perdarahan

minimal dan jaringan. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan melakukan vaginal touché

tidak didapatkan kelainan dan corpus uteri anteflexi, dindingnya dalam batas normal. Dalam

corpus uteri teraba adanya jaringan. Pada pemeriksaan adnexa perimetrium dextra dan

sinistra tidak didapatkan massa ataupun nyeri.

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perdarahan

minimal benar keluar dari jalan lahir disertai dengan jaringan dengan kondisi portio terbuka.

4.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Plano test adalah uji hormonal kehamilan yang didasarkan pada adanya produksi

korionik gonadotropin (hCG) oleh sel-sel sinsiotrofoblas pada awal kehamilan. Hormon ini

disekresikan ke dalam sirkulasi ibu hamil dan diekskresikan melalui urin. Human Chorionic

Gonadotropin (hCG) dapat dideteksi pada sekitar 26 hari setelah konsepsi dan peningkatan

ekskresinya sebanding meningkatnya usia kehailan di antara 30-60 hari. Produksi

puncaknya adalah pada usia 60-70 hari, kemudian menurun secara bertahap dan menetap

hingga akhir kehamilan setelah usia 100-130 hari. Pemeriksaan kuantitatif hCG cukup

bermakna bagi kehamilan. Kadar hCG yang rendah ditemui pada kehamilan ektopik dan

20

Page 21: LAPORAN KASUS ABORTUS

abortus iminens. Kadar yang tinggi dapat dijumpai pada kehamilan majemuk, mola

hidatidosa, atau korio karsinoma (George Adriaansz dan T.M. Hanafiah, 2008).

Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna.

Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji kepekaan mukosa

serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah

lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesteron berguna untuk mendeteksi

kegagalan korpus luteum. Jika terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan

darah dan pencocokan silang serta panel koagulasi.

Ultrasonografi dapat memperlihatkan massa adnexa, kehamilan intrauterin atau

cairan dalam cavum dauglas. Visualisasi dari kutub janindi dalam kantonggestasi intrauterin

benar-benar menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. Uterus yang kosong atau uterus

yang membesar sedang tanpa gestasi intrauterin dihubungkan dengan tes kehamilan positif

merupakan petunjuk dugaan gestasi ektopik (Kedaruratan Obstetri dan Gonekologi, Kapita

Selekta, 2005).

Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromososm

sebagai etiologi abortus. Analisis ini sering kali memberikan informasi yang sangat berharga

untuk konseling.

Pasien Ny.S pada saat diterima pertama kali adalah di poliklinik ginekologi RSSA,

mengaku hamil dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Untuk membuktikan perdarahan

tersebut benar abortus atau perdarahan haid, maka dilakukan pemeriksaan penunjang

plano test secara cepat untuk skrining kehamilan. Pada hasil plano test pasien didapatkan

positif, maka diambil kesimpulan dengan cepat bahwa pasien benar dalam keadaan hamil

dan kasus perdarahan ditegakkan sebagai abortus.

4.2.6 Diagnosis

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien memenuhi kriteria diagnostik abortus

inkomplit.

4.2.7 Komplikasi Abortus

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.

1) Perdarahan : Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2) Perforasi : Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan

teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari

21

Page 22: LAPORAN KASUS ABORTUS

luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi

uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalaan

gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan

kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya

perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera,

untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3) Infeksi : Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,

tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomletus dan lebih sering pada abortus

buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus

infeksius infeksi terbatas pada desidua.

4) Syok : Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)

dan karena infeksi berat (syok endoseptik) (Anwar M. dkk., 2008).

4.2.8 Penatalaksanaan dan Perawatan Abortus

Menurut WHO tahun 2007, penatalaksaan dan perawatan pertama kali pada kasus

abortus adalah sebagai berikut:

Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital

(nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu)

- Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik < 90

mmHg).

- Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi

berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:

Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1g diberikan setiap 6 jam

Gentamycin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam

Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

- Segera rujuk ibu ke rumah sakit

- Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan

konseling kontrasepsi pasca keguguran.

- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.

Pada abortus inkomplet, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan

pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin

dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.

Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan

fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk

abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua

22

Page 23: LAPORAN KASUS ABORTUS

dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia

anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika dan antibiotika.

Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika

dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol

sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif

yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Mochtar, 1998).

Pada abortus inkomplit, begitu keadaan hemodinamik sudah dinilai dan pengobatan

dimulai, jaringan yang tertahan harus diangkat atau perdarahan akan terus berlangsung.

Oksitosik (misal, Oksitosin 10 IU.500ml larutan Dekstrosa 5% dalam larutan Ringer laktat IV

dengan kecepatan kira-kira 125 ml/jam) akan membuat uterus berkontraksi, membatasi

perdarahan, membantu pengeluaran bekuan darah atau jaringan dan mengurangi

kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan kuretase. Pengeluaran hasil konsepsi

biasanya dapat dikerjakan dengan aman dengan blok paraserviks pada fasilitas rawat jalan.

Namun, faktor yang membatasi adalah kemampuan mengobservasi pasien secara memadai

setelah tindakan. Sebagian besar pasien yang dirawat jalan dapat dipulangkan setelah

observasi (1-6 jam) dapat memastikan kembalinya fungsi fisiologis dan tidak ada komplikasi

dini. Komplikasi utama kuretase adalah perforasi uterus. Jika dicurigai adanya perforasi,

pasien harus diobservasi di rumah sakit terhadap adanya tanda-tanda perdarahan

intraperitoneal, ruptur usus atau kandung kemih, atau peritonitis. Mungkin diperlukan

laparotomi spektrum luas (Ralph C. Benson, 2008).

Pada pasien Ny.S, tidak ditemukan adanya tanda-tanda shock. Kemudian segera

dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan secepat mungkin. Setelah itu, pasien MRS.

Pada umumnya setelah tindakan (DK atau suction curretage) pasien dapat segera

dipulangkan, tetapi pada beberapa kasus yang mengalami komplikasi (misalnya perdarahan

banyak, anemia atau infeksi) dapat dipertimbangkan untuk dirawat di RS. Tujuan perawatan

adalah untuk mengatasi anemia, infeksi, serta untuk pemulihan.

Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah Gentamicin 80mg

intravena dan Kaltrofen supp II per rectal. Gentamicin adalah antibiotik narrow spectrum

golongan aminoglikosida untuk gram negatif termasuk spesies Pseudomonas. Dengan

beta-lactamse juga dapat melawan enterococci. Sementara, Kaltrofen supp II adalah tablet

supositoria yang mengandung ketoprofen 100 mg pada masing-masing tabletnya. Termasuk

golongan anti-inflamasi non-steroid (AINS) dengan daya analgesik, antiinflamasi dan

antipiretik. Bekerja menghambat sintesa prostaglandin. Supositoria yang diberikan pada

malam hari lebih efektif dalam mengontrol nyeri yang timbul sepanjang malam dibandingkan

bentuk oral, kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam, dengan waktu paruh 2-3 jam. Jika

dikombinasikan dengan preparat oral, dosis kaltrofen supositoria per hari satu, yang

23

Page 24: LAPORAN KASUS ABORTUS

dimasukkan ke dalam rektum. Jika tidak, maka dosisnya 1 supositoria 2 kali sehari. Kedua

obat diminum setengah jam setelah makan.

4.2.9 Prognosis

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang

tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Rata-rataterjadi 114 kasus abortus

per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari

semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%.

Hal ini dikarenakan tinginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada

2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan

kegagalan gamet. Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221

perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, di

mana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.

Namun pada kasus aborsi yang tidak aman menjadi penyebab utama kematian ibu

hamil. Meningkatnya tindak aborsi di dunia menambah risiko pada kesehatan perempuan,

kata sejumlah peneliti. Penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan tingkat

aborsi global adalah 28 dari 1.000 perempuan pertahun. Namun, persentase aborsi yang

dilakukan tanpa bantuan tenaga medis terlatih naik dari 44% pada 1995 menjadi 49% pada

2008. Jurnal kesehatan Lancet yang mempublikasikan laporan itu mengatakan angka

tersebut "sangat meresahkan".

Aborsi tidak aman adalah salah satu penyebab kematian ibu hamil di dunia dan hal

itu mengacu pada prosedur aborsi yang dilakukan di luar rumah sakit, klinik atau tanpa

pengawasan medis yang memenuhi syarat.

24

Page 25: LAPORAN KASUS ABORTUS

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar

kandungan .

2.  Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor maternal, riwayat obstetri yang

kurang baik, riwayat infertilitas, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai

kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat kimia,

trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama, kelaianan pertumbuhan hasil

konsepsi, kelainan pada plasenta, kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi

serviks.

3.   Patofisiologi terjadinya abortus yaitu berawal dari perdarahan desiduabasalis,

diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan

dianggap benda asing dalam uterus dan uterus berkontraksi.

4.  Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20

minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah

normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan

normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau keram perut di

daerah atas simfisis.

5.  Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan

Doppler atau USG, pemeriksaan kadar fibrinogen darah.

6.  Berdasarkan jenisnya, abortus dapat dibagi menjadi empat yaitu abortus spontan,

abortus profokatus, abortus profokatus terapetikus dan abortus profokatus

kriminalis. Sedangkan berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan,

abortus dibagi atas abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit,

abortus komplit, abortus abortion, abortus terapeutik dan abortus septik.

7.  Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi,

syok, infeksi dan kelainan pembekuan darah.

8.  Penatalaksanaan pasca abortus adalah mencari penyebab abortus, observasi

involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian serta pasien dianjurkan

memakaian kontrasepsi kondom atau pil.

5.2 Saran

1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya

pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti

25

Page 26: LAPORAN KASUS ABORTUS

hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok,

konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.

2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang

mengalami abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.

3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya

monitoring berkala pada kasus abortus sangat penting untuk perencanaan

tatalaksana dan tindakan selanjutnya.

26

Page 27: LAPORAN KASUS ABORTUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

2. Diktat UNAIR Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan: Abortus. Surabaya: balai penerbit FK UNAIR, 2005

3. Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

4. Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

5. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

6. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

7. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

8. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

9. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. EGC, Jakarta, Indonesia.

10. Prawirohardjo,,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Bagian Kebidanan dan Kandungan.Abortus Hal 302-312. Jakarta :balai penerbit FK UI, 1991

12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Bagian Ilmu Kandungan. Abortus hal 246-249. Jakarta: Balai penerbit FK UNAIR, 1991

13. WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi 1. Jakarta, Indonesia.

27