laporan k3-3
Click here to load reader
-
Upload
dita-adi-saputra -
Category
Documents
-
view
1.279 -
download
58
Transcript of laporan k3-3
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA III
DEGRADASI FOTOKATALISIS LIMBAH ZAT WARNA DALAM PELARUT AIR MENGGUNAKAN FOTOKATALIS OKSIDA LOGAM
(K3-3)
DISUSUN OLEH :
Nama :Aristo Tyas Pratama
NIM : 07/252976/PA/11480
Jurusan : Kimia
Asisten : Wuri Apriyana
Tanggal : 3, 10, dan 17 Desember 2009
LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
I. TUJUAN PERCOBAAN
Kompetensi yang diharapkan:
1. Memahami prinsip degradasi fotokatalisis menggunakan bahan semikonduktor.
2. Memahami penentuan efisiensi proses degradasi zat warna menggunakan fotokatalis
oksida logam.
3. Memahami efektivitas degradasi fotokatalisis zat warna menggunakan oksida logam.
4. Pemahaman kesadaran lingkungan dan alternatif pengolahan limbah yang bersifat
ramah lingkungan dan tidak mahal.
Keterampilan yang diharapkan:
1. Menguasai teknologi fotokatalis beserta penerapannya.
2. Mampu membuat desain penelitian fotokatalis.
3. Mampu mengoperasikan dan menganalisis data hasil analisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
II. DASAR TEORI
1. Fotokatalisis
Fotokatalis adalah reaksi yang melibatkan cahaya ( fotoreaksi) dan mengalami
peningkatan kecepatan reaksi akibat adanya katalis yang mengabsorbsi energi cahaya
ultraviolet (UV) sehingga menghasilkan senyawa pereduksi dan pengoksidasi pada
permukaan katalis. Proses diatas didasarkan pada kemampuan ganda suatu material
semikonduktor (misalnya TiO2, ZnO, Fe2O3, CdS, ZnS) untuk menyerap foton dan
melakukan reaksi transformasi antar muka material secara simultan.
Dengan pencahayaan ultra violet ( l < 405 nm) permukaan TiO2 mempunyai
kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan senyawa
organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses tersebut
dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti
sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak
beracun. Sementara dengan mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon dioksida
dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna, mirip
dengan proses fotosintesa pada tumbuhan.
2. Fotodegradasi
Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu senyawa (biasanya senyawa
organik) dengan bantuan energi foton. Proses fotodegradasi memerlukan suatu
fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan semikonduktor. Prinsip fotodegradasi
adalah adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada logam
semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan elektron ini menyebabkan
timbulnya hole (lubang elektron) yang dapat berinteraksi dengan pelarut (air)
membentuk radikal •OH. Radikal bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan
senyawa organik target.
Diantara beberapa logam fotokatalis, oksida Ti dilaporkan memiliki aktivitas
yang cukup besar dan efektif selain murah dan non toksik. Dalam reaksi fotokatalis
dengan TiO2 dalam bentuk kristal anatase TiO2 dilaporkan sebagai komponen aktif
sedangkan dalam bentuk rutile kurang menunjukkan aktifitasnya. TiO2 dengan bentuk
kristal anatase dan rutile jika dikenai suatu sinar UV dengan λ < 385 nm untuk anatase
dan λ = 405 nm untuk rutile, akan menghasilkan spesies ditunjukkan H+ pada
permukaannya. Oleh karenanya TiO2 mampu mengoksidasi spesies kimia yang
mempunyai potensi redoks yang lebih kecil. Pengurangan ukuran kristal berguna
untuk menekan rekombinasi fotoeksitasi electron (e-) dan lubang (H+) (Fatimah,
2005).
3. TiO2
TiO2 merupakan kristal yang berwarna putih dengan indek bias sangat tinggi
dan titik lebur 1855°C. TiO2 memiliki struktur semikonduktor yaitu struktur
elektronik yang dikarakterisasi oleh adanya dua macam pita tingkatan energi
elektronik (pita valensi dan pita konduksi ). Jarak antara dua pita sering disebut
sebagai band gap energy (Eg). TiO2 mempunyai tiga bentuk kristal :
Gambar 1. Struktur kristal TiO2.
Beberapa faktor akan mempengaruhi aktivitas fotokatalis TiO2, salah satu
yang terpenting adalah bentuk kristalnya. Untuk kepentingan pengolahan limbah,
dispersi TiO2 pada pengemban berpori (mesoporous material) memberikan
keuntungan lebih khususnya secara ekonomis. Aktivitas TiO2 –montmorillonit dapat
dimanfaatkan untuk fotodegradasi zat warna dan pada fotodegradasi senyawa organik
dari limbah cair industri tekstil.
Fotokatalisis merupakan suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan
material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet ( λ < 405 nm) permukaan TiO2
mempunyai kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan
senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses
tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik
seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif
tidak beracun. Sementara dengan mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon
dioksida dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna,
mirip dengan proses fotosintesa pada tumbuhan.
Penyinaran permukaan TiO2 (bersifat semikonduktor) menghasilkan
pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya juga menjadikan permukaan
tersebut bersifat polar dan/atau hidrofilik (suka akan air) dan kemudian berubah lagi
menjadi nonpolar dan/atau hidrofobik (tidak suka air) setelah beberapa lama tidak
mendapatkan penyinaran lagi.
Sifat hidrofilik dan hidrofobik, salah satunya, ditandai dengan ukuran sudut
kontak butiran air pada permukaan lapisan tipis TiO2 tersebut, yaitu sedikit lebih
besar dari 50 derajat pada saat sebelum disinari kemudian berubah menjadi mendekati
0 derajat setelah disinari. Material dengan sudut kontak sekecil itu akan sangat
hidrofilik (superhidrofilik). Manfaat dari superhidrofilisitas permukaan adalah kotoran
yang bersifat suka air pada setiap bagian permukaan akan terbawa saat air mengalir di
atas permukaan tersebut. Sementara kotoran yang tidak suka air (minyak) yang berarti
nonpolar atau hidrofobik akan tergelincir saat berada pada permukaan yang sangat
hidrofilik. Sebagai tambahan kotoran nonpolar (kebanyakan zat organik) yang
tertinggal di permukaan lapisan tipis TiO2 secara pelahan akan hancur, dipecah
menjadi, karbon dioksida dan air akibat proses fotokatalisis (Gunlazuar, 2003).
4. Metilen Blue
Metil biru merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai
bakterisida dan fungsida pada akuarium. Di beberapa tempat penggunaan bahan ini
sudah semakin tidak populer karena diketahui mempunyai pengaruh buruk terhadap
filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada kulit, pakaian, dekorasi
akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium. Diduga bahan inipun dapat
berakibat buruk pada tanaman.
Metilen blue merupakan senyawa aromatis heterosiklik dengan rumus
molekul C16H18N3SCl. Pada suhu kamar berupa padatan hijau gelap, yang jika
dilarutkan dalam air akan menjadi larutan berwarna biru. Larutan metilen blue dapat
memberikan warna biru apabila berada pada lingkungan dengan tingkat oksidasi yang
tinggi.
Gambar 2. Struktur kimia metilen blue.
5. Spektrofotometer UV Visible
Spektrofotometer sinar tampak dan Ultraviolet ( UV-Vis) merupakan suatu alat
yang melibatkan spectra energi dan spektrofotometri.. Sinar merupakan salah satu
kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek. Pada analisis spektrokimia, spektrum
radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah
interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Persamaan Planck menunjukkan bahwa
E = hv, dimana E adalah energi foton, v, frekuensinya, sedangkan h adalah tetapan
Planck (6,624 x 10-27 erg detik). Suatu foton memiliki energi tertentu dan dapat
menyebabkan transisi tingkat energi suatu atom atau suatu molekul. Karena spesies
kimia mempunyai tingkat energi yang berbeda-beda, maka transisi perubahan
energinya juga berbeda. Berarti suatu spektrum yang diperoleh dengan memplot
beberapa fungsi frekuensi terhadap frekuensi radiasi elektromagnetik adalah khas
untuk spesies kimia tertentu dan berguna untuk identifikasi. Prinsip dasar analisis
spektrometri yaitu larutan sampel menyerap radiasi elektromagnetik dan jumlah
intensitas radiasi yang diserap oleh larutan sampel dihubungkan dengan konsentrasi
analit dalam sampel. Komponen-komponen pokok yang ada pada spektrofotometri
meliputi sumber radiasi, monokromator, tempat cuplikan, detektor dan pencatat hasil.
Analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis ini menggunakan
energi cahaya dalam range antara energi sinar tampak yang mendekati energi sinar
UV. Sumber sinar UV dapat berasal dari lampu fluoresence, lampu uap merkuri,
dengan lampu yang didesain untuk mereduksi sinar tampak dan menyamai spektrum
ultraviolet.
Gambar 3. Spektra sinar UV-Vis
Energi pada gelombang sinar UV-Vis menyebabkan suatu elektron mengalami
transisi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Alat ini dapat digunakan untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif, spesies kimia akan memberikan
serapan pada panjang gelombang yang spesifik, sedangkan analisis kuantitatif dapat
dihitung dengan menggunakan hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa
absorbansi akan sebanding dengan konsentrasi.
Dimana A adalah absorbansi yang terukur, I0 adalah intensitas cahaya yang
masuk pada panjang gelombang ditentukan, I adalahIntensitas sinar yang
dipancarkan, L panjang wadah sample, dan c konsentrasi spesies. Spektrofotometer
UV-Vis mengukur kuat cahaya melewati suatu sampel ( I), dan sebagai
pembandingnya adalah kuat cahaya sebelum melewati sampel ( Io). Perbandingan I / Io
disebut transmitansi dan pada umumnya dinyatakan sebagai persentase (% T).
Absorbansi, A, didasarkan pada transmitans itu:
A = − log(%T)
Gambar 4. Diagram of a single-beam UV/vis spectrophotometer.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat : peralatan gelas, lemari UV atau sinar matahari, spektrofotometer UV-Vis,
sentrifuse, magnetic stirrer.
2. Bahan : TiO2, sinar matahari atau UV, metilen blue, akuades.
IV. CARA KERJA
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimal Metilen Blue.
Dibuat larutan metilen blue dengan konsentrasi 3 ppm. Larutan tersebut
kemudian ditentukan absorbansi maksimumnya menggunakan spektrofotometer UV-
Vis dengan range panjang gelombang 550-700 nm.
2. Penentuan kurva standar absorbansi.
Disiapkan larutan metilen blue dengan konsentrasi 1-5 ppm masing-masing 10
ml. Kelima larutan dengan berbeda konsentrasi tersebut kemudian di analisis
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimal yang didapat
pada langkah 1. Dari data kemudian dibuat kurva absorbansi vs konsentrasi.
3. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi konsentrasi metilen blue.
Sebanyak 0,05 gr TiO2 masing-masing ditambahkan kedalam 50 ml larutan
metilen blue dengan konsentrasi 3, 4, 5, dan 6 ppm. Keempat campuran kemudian
disinari dengan menggunakan UV pada lemari UV sambil diaduk menggunakan
magnetic stirrer selama 2 jam. Setelah 2 jam berlalu, keempat campuran dipisahkan
berdasarkan fasanya menggunakan sentrifuse. Cairan dari keempat campuran
dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimal. Hitung %
degradasi dari setiap variasi konsentrasi.
4. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi berat TiO2.
Disiapkan 6 buah larutan metilen blue dengan konsentrasi % degradasi
maksimal yang diperoleh dari langkah 4 masing-masing sebanyak 50 ml. kedalam
setiap larutan ditambahkan TiO2 dengan berat bervariasi dari 0,01 – 0,06 gr.
Campuran kemudian disinari dengan menggunakan UV pada lemari UV sambil
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam. Setelah 2 jam berlalu, keempat
campuran dipisahkan berdasarkan fasanya menggunakan sentrifuse. Cairan dari
keempat campuran dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ
maksimal. Hitung % degradasi dari setiap variasi berat TiO2.
V. HASIL PERCOBAAN
1. Penentuan λ Serapan Maksimal Metilen Blue
Data hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Data absorbansi metiln blue.
λ (nm) A λ (nm) A λ (nm) A550 0,03 600 0,118 650 0,231555 0,033 605 0,129 655 0,25560 0,038 610 0,139 660 0,269565 0,044 615 0,143 665 0,273570 0,051 620 0,147 670 0,264575 0,06 625 0,151 675 0,227580 0,067 630 0,161 680 0,173585 0,078 635 0,174 685 0,123590 0,091 640 0,188 690 0,089595 0,102 645 0,212 695 0,057
700 0,041
500 550 600 650 700 7500
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
kurva absorbansi vs panjang gelombang
panjang gelombang
adso
rban
si
Gambar 5. Kurva absorbansi vs λ.
2. Penentuan kurva standar absorbansi
Tabel 2. Data absorbansi larutan metilen blue standar.
konsentrasi A1 0,1792 0,3513 0,5354 0,6955 0,928
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50
0.10.20.30.40.50.60.70.80.9
1
f(x) = 0.1842 x − 0.015R² = 0.996151578710022
kurva standar absorbansi vs konsentrasi
konsentrasi (ppm)
adso
rban
si
Gambar 6. Kurva absorbansi standar.
3. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi konsentrasi metilen blue.
Tabel 3. Data degradasi metilen blue.
Konsentrasi awal Absorbansi
Konsentrasi sisa
% terfotodegradasi
3 0,076 0,495 83,514 0,205 1,196 70,115 0,245 1,413 71,746 0,402 2,266 62,23
2.75 3.25 3.75 4.25 4.75 5.25 5.75 6.2561.00
66.00
71.00
76.00
81.00
86.00
Grafik hubungan % terfotokatalisis vs Konsentrasi
Konsentrasi (ppm)
% te
rfot
odeg
rada
si
Gambar 7. Kurva hubungan % terfotokatalisis vs Konsentrasi.
4. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi berat TiO2
Tabel 4. Data degradasi metilen blue.
berat TiO2 (gr)
Konsentrasi awal
(ppm)Absorba
nsiKonsentrasi sisa
% terfotodegra
dasi0,01 3 0,115 0.707 76.450,02 3 0,105 0.652 78.260,03 3 0,127 0.772 74.280,04 3 0,122 0.745 75.180,05 3 0,107 0.663 77.900,06 3 0,141 0.848 71.74
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.0768.00
70.00
72.00
74.00
76.00
78.00
80.00
kurva % terfotodegradasi vs berat TiO2
berat TiO2 (gr)
% te
rfot
odeg
rada
si
Gambar 8. Kurva % terfotodegradasi vs berat TiO2.
VI. PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan K3-3 dengan judul ”Degradasi Fotokatalisis Limbah
Zat Warna Dalam Pelarut Air Menggunakan Fotokatalis Oksida Logam“. Limbah zat
warna yang digunakan pada percobaan ini adalah metilen blue. Metilen blue adalah
sejenis pewarna yang digunakan untuk pewarnaan tekstil dan sangat berbahaya bagi
manusia. Limbah zat warna yang merupakan hasil samping pengolahan tekstil jika
masuk ke lingkungan dapat menyebabkan dampak yang berbahaya. Untuk
menanggulangi permasalahan tersebut dibutuhkan cara yang mudah dan murah tapi
efektif untuk mendegradasi zat warna yang ada di lingkungan. Dari berbagai macam
penelitian mengenai degradasi zat warna, terdapat cara yang cukup efektif yaitu dengan
metode fotodegradasi dengan menggunakan fotokatalis TiO2. Proses ini terjadi dengan
memanfaatkan energi matahari sehingga cukup praktis.
Pada percobaan ini digunakan dua jenis variasi, yaitu variasi konsentrasi metilen
blue, dan variasi berat TiO2. Percobaan ini diawali dengan menentukan panjang
gelombang (λ) dimana terjadi absorbansi maksimum pada metilen blue. Dari percobaan
yang telah dilakukan didapat bahwa λ maks untuk metilen blue adalah sebesar 665 nm,
maksudnya adalah pada panjang gelombang sebesar 665 nm ini metilen blue dapat
menyerap sinar secara optimal, atau λ sebesar 665 nm dapat diadsorb secara optimal oleh
metilen blue. Dengan mengetahui λ maks ini, nantinya akan berguna untuk
mengidentifikasi metilen blue yang telah terfotodegradasi.
Pada perlakuan pertama yaitu dengan variasi konsentrasi metilen blue, digunakan
konsentrasi 3, 4, 5, dan 6 ppm. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengetahui
konsentrasi dimana metilen blue dapat terfotodegradasi secara maksimal. Setiap 50 ml
variasi konsentrasi metilen blue diatas ditambahkan dengan 0,05 mg TiO2, kemudian
dimasukan kedalam lemari UV agar terjadi proses fotodegradasi.
Proses penyinaran dengan UV juga disertai dengan pengadukan keempat
campuran, pengadukan ini bertujuan supaya seluruh bagian campuran dapat disinari
secara merata, sehingga proses fotodegradasi dapat berlangsung optimal. Setelah
penyinaran selama waktu tertentu, campuran disentrifuse untuk memisahkan antara
larutan metilen blue dengan TiO2, kemudian diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Pada variasi konsentrasi ini, konsentrasi dimana fotodegradasi
terjadi maksimal, seperti terlihat pada gambar 7, adalah 3 ppm.
Pada gambar 7 terlihat bahwa % fotodegradasi menurun dengan meningkatnya
konsentrasi, hal ini dapat dijelaskan bahwa TiO2 dengan berat yang sama akan
menyebabkan degradasi metilen blue dengan jumlah yang sama, misal, TiO2 seberat 0,05
gr akan mendegradasi metilen blue sebesar x ppm. Dengan membandingkan antara
konsentrasi terdegradasi dan konsentrasi awal maka akan diketahui bahwa %
terfotodegradasi berbanding terbalik dengan konsentrasi awal.
% terfotodegradasi = [terfotodegradasi] / [awal]
% terfotodegradasi ≈ 1 / [awal]
Dengan konsentrasi terfotodegradasi yang sama dan konsentrasi awal yang
semakin besar, maka % terfotodegradasi akan semakin berkurang. Namun jika kita
perhatikan gambar 7, konsentrasi 4 ppm menunjukan penurunan % terfotodegradasi yang
drastis dibanding dengan data-data yang lain, hal ini mungkin terjadi karena proses
penyinaran yang kurang sempurna, sehingga menyebabkan konsentrasi metilen blue
yang terfotodegradasi akan lebih sedikit.
Untuk perlakuan ke-2 yaitu variasi berat TiO2, digunakan variasi berat 0,01; 0,02;
0,03; 0,04; 0,05; dan 0,06 gr TiO2. Tujuan dari variasi ini adalah untuk mengetahui berat
TiO2 optimal untuk memfotodegradasi metilen blue. Pada perlakuan ini, konsentrasi
metilen blue yang digunakan adalah yang memiliki % fotodegradasi terbesar, yaitu 3
ppm. Sama dengan perlakuan pada variasi konsentrasi, keenam larutan metilen blue 3
ppm yang telah ditambahkan TiO2 masing-masing seberat variasi diatas, disinari dengan
UV dalam lemari UV sambil disertai dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer.
Setelah penyinaran selama waktu tertentu, campuran disentrifuse untuk memisahkan
larutan metilen blue dari TiO2, kemudian larutan diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
Pada variasi berat TiO2 ini, hasil percobaannya dapat dilihat pada tabel 4 dan
gambar 8. Data pengamatan yang diperoleh cukup fluktuatif, sehingga kita tidak dapat
mengambil kesimpulan mengenai pengaruh variasi berat TiO2 dalam fotodegradasi
metilen blue. Secara teoritis kita mengetahui bahwa katalis tidak mempengaruhi letak
kesetimbangan reaksi, tetapi katalis berfungsi mempercepat tercapainya kesetimbangan.
Semakin banyak katalis yang digunakan maka reaksi akan berjalan semakin cepat hingga
tercapai kesetimbangan. Pada kasus ini, reaksi akan berlangsung paling cepat pada
penambahan TiO2 sebesar 0,06 gr, sedangkan reaksi yang paling lambat terjadi pada
penambahan TiO2 sebesar 0,01 gr. Jika kita menggunakan perbandingan laju reaksi
antara setiap penambahan TiO2 dari 0,01 hingga 0,06 gr, pada waktu yang sama maka
larutan dengan TiO2 seberat 0,06 gr seharusnya mengalami fotodegradasi yang paling
besar.
v = [C] / t
[C] ≈ v
Sesuai persamaan di atas, konsentrasi terfotodegradasi akan sebanding dengan laju
reaksi, sedangkan laju reaksi akan dipengaruhi oleh jumlah katalis. Sehingga dengan
katalis TiO2 yang besar, maka laju fotodegradasi akan semakin cepat, sehingga pada
waktu yang sama, maka fotodegradasi akan terjadi lebih banyak dibandingkan reaksi
dengan TiO2 yang sedikit.
Tetapi pada tabel 4 dan gambar 8, datanya tidak mengikuti teori diatas, hal ini
mungkin disebabkan karena pada saat penyinaran pengadukan yang terjadi tidak
sempurna, disebabkan karena magnetic stirrer tidak sama dengan jumlah larutan, maka
terpaksa menggunakan 1 magnetic stirrer untuk mengaduk dua larutan. Hal ini
menyebabkab TiO2 tidak tersebar secara merata dalam larutan sehingga fotodegradasi
yang tejadi tidak berlangsung pada setiap bagian larutan. Penyinaran yang sempurna
mungkin hanya terjadi pada larutan dengan variasi berat TiO2 0,02 dan 0,05 gr saja,
sedangkan larutan yang paling tidak sempurna penyinarannya adalah larutan dengan
variasi berat TiO2 0,06 gr.
Reaksi fotodegradasi terkatalisis memerlukan empat komponen yaitu: sumber
cahaya (foton), senyawa target, oksigen dan Fotokatalis. Proses fotokatalisis
menggunakan TiO2 dapat diamati pada skema berikut;
Sesuai dengan skema diatas, dapat diketahui bahwa proses fotodegradasi dengan
TiO2 berlangsung dalam 4 tahap. Tahap pertama yaitu TiO2 menerima energi foton dari
suatu sinar misalnya lampu UV. Proses fotodegradasi dapat terjadi jika energi foton yang
diperoleh lebih besar daripada energi bandgap antara pita valensi dan pita konduksi, jika
energinya lebih kecil maka elektron tidak akan mempunyai cukup energi untuk naik ke
pita konduksi. Energi ini mengakibatkan 1 elektron pada pita valensi TiO2 memiliki
energi yang cukup untuk naik ke pita konduksi, dengan naiknya 1 elektron ke pita
konduksi, maka terbentuk satu hole pada pita valensi. Kemudian pada tahap berikutnya
hole pada pita valensi dan 1 elektron pada pita konduksi akan terjebak pada permukaan
TiO2. Hole yang terdapat pada permukaan ini kemudian akan bereaksi dengan OH- yang
terbentuk dari dissosiasi air. Reaksi antara hole dan ion hidroksida inikemudian akan
membentuk suatu radikal OH• yang sangat reaktif, dan dapat bereaksi dengan komponen
organik sehingga komponen organik tersebut dapat terdegradasi menjadi suatu senyawa
yang lebih kecil, dan tidak berbahaya. Dalam hal ini, metilen blue akan terdegradasi
sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
2 C16H18N3SCl + 51 O2 à2 HCl + 2 H2SO4 + 6 HNO3 + 32 CO2 + 12 H2O
Mekanisme fotokatalis TiO2
hv + TiO2 TiO2 + hvb+ + ecb
-
ecb- etr
- dan hvb+ htr
+
H2O OH- + H+ htr
+ + OH- OH∙
4. OH. + senyawa organik → CO2 + H2O
Metilen blue akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana
seperti air, karbon dioksida, asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida dengan
perbandingan tertentu sesuai dengan koefisienya.
Pada percobaan ini bentuk kristal TiO2 yang digunakan adalah bentuk anatase dan
rutile, sedangkan brookite tidak digunakan karen tidak mempunyai aktifitas fotokatalitik
disebabkan karena band gap energinya yang sangat besar. TiO2 yang disintesis pada suhu
kamar akan menghasilkan bentuk kristal anatase, sedangkan jika dilakukan pemanasan
sampai suhu 140°C akan membentuk rutile. Bentuk brookite akan terjadi jika pemanasan
terus dilakukan hingga mencapai suhu 700°C.
VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Kemampuaan TiO2 sebagai fotokatalis dalam menyediakan h+ , sistem tersebut
mampu menghasilkan radikal hidroksi sebagai oksidator kuat secara kontinu
sesuai dengan sumber fotonnya.
2. Pada variasi konsentrasi, banyaknya zat yang terfotokatalis hampir sama sehingga
% terfotokatalis menurun seiring meningkatnya konsentrasi zat warna.
3. Pada variasi berat TiO2, % terfotokatalis tidak dapat ditentukan secara signifikan
karena kekurangtepatan perlakuan.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Basolo, Fried and Ralph G. Pearson, 1967, Mechanisms of Inorganic Reactions,
Wiley Eastern Private Ltd, New Delhi
Fatimah, 2005, Sintesis TiO2/zeolit Sebagai Fotokatalis pada Pengolahan Limbah Cair
Industri Tapioka Secara Adsorpsi-Fotodegradasi, TEKNOIN, Vol. 10, No. 4,
257-267
Gunlazuar, Jarnuzi, 2003, Fotokatalisis pada Permukaan TiO2, http://chem-is-try.org,
akses 26 Desember 2009.
Khopkar, S.M.2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta, Halaman 199-
227
Wijaya, Karna, et al, 2006, Utilisasi TiO2-zeolit dan Sinar UV untuk Fotodegradasi
Zat Warna Congo Red, Jurnal Berkala MIPA, UGM, Yogyakarta.
http://wikipedia.org, Methylen Blue, upload: 21 December 2009 at 12:38, akses 26
Desember 2009 jam 22.00.
Zhang, Yao Jun, et al, 2008, Synthesis of TiO2 Nanotubes Coupled with CdS
Nanoparticles and Production of Hydrogen by Photocatalytic Water
Decomposition, Materials Letters 62 3846–3848.
IX. PENGESAHAN
Mengetahui
Asisten
Wuri Apriyana
Yogyakarta, 27 Desember 2009
Praktikan
Aristo Tyas Pratama