laporan k3-3

24

Click here to load reader

Transcript of laporan k3-3

Page 1: laporan k3-3

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA III

DEGRADASI FOTOKATALISIS LIMBAH ZAT WARNA DALAM PELARUT AIR MENGGUNAKAN FOTOKATALIS OKSIDA LOGAM

(K3-3)

DISUSUN OLEH :

Nama :Aristo Tyas Pratama

NIM : 07/252976/PA/11480

Jurusan : Kimia

Asisten : Wuri Apriyana

Tanggal : 3, 10, dan 17 Desember 2009

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2009

Page 2: laporan k3-3

I. TUJUAN PERCOBAAN

Kompetensi yang diharapkan:

1. Memahami prinsip degradasi fotokatalisis menggunakan bahan semikonduktor.

2. Memahami penentuan efisiensi proses degradasi zat warna menggunakan fotokatalis

oksida logam.

3. Memahami efektivitas degradasi fotokatalisis zat warna menggunakan oksida logam.

4. Pemahaman kesadaran lingkungan dan alternatif pengolahan limbah yang bersifat

ramah lingkungan dan tidak mahal.

Keterampilan yang diharapkan:

1. Menguasai teknologi fotokatalis beserta penerapannya.

2. Mampu membuat desain penelitian fotokatalis.

3. Mampu mengoperasikan dan menganalisis data hasil analisis menggunakan

spektrofotometer UV-Vis.

II. DASAR TEORI

1. Fotokatalisis

Fotokatalis adalah reaksi yang melibatkan cahaya ( fotoreaksi) dan mengalami

peningkatan kecepatan reaksi akibat adanya katalis yang mengabsorbsi energi cahaya

ultraviolet (UV) sehingga menghasilkan senyawa pereduksi dan pengoksidasi pada

permukaan katalis. Proses diatas didasarkan pada kemampuan ganda suatu material

semikonduktor (misalnya TiO2, ZnO, Fe2O3, CdS, ZnS) untuk menyerap foton dan

melakukan reaksi transformasi antar muka material secara simultan.

Dengan pencahayaan ultra violet ( l < 405 nm) permukaan TiO2 mempunyai

kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan senyawa

organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses tersebut

dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik seperti

sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak

beracun. Sementara dengan mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon dioksida

dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna, mirip

dengan proses fotosintesa pada tumbuhan.

Page 3: laporan k3-3

2. Fotodegradasi

Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu senyawa (biasanya senyawa

organik) dengan bantuan energi foton. Proses fotodegradasi memerlukan suatu

fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan semikonduktor. Prinsip fotodegradasi

adalah adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada logam

semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan elektron ini menyebabkan

timbulnya hole (lubang elektron) yang dapat berinteraksi dengan pelarut (air)

membentuk radikal •OH. Radikal bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan

senyawa organik target.

Diantara beberapa logam fotokatalis, oksida Ti dilaporkan memiliki aktivitas

yang cukup besar dan efektif selain murah dan non toksik. Dalam reaksi fotokatalis

dengan TiO2 dalam bentuk kristal anatase TiO2 dilaporkan sebagai komponen aktif

sedangkan dalam bentuk rutile kurang menunjukkan aktifitasnya. TiO2 dengan bentuk

kristal anatase dan rutile jika dikenai suatu sinar UV dengan λ < 385 nm untuk anatase

dan λ = 405 nm untuk rutile, akan menghasilkan spesies ditunjukkan H+ pada

permukaannya. Oleh karenanya TiO2 mampu mengoksidasi spesies kimia yang

mempunyai potensi redoks yang lebih kecil. Pengurangan ukuran kristal berguna

untuk menekan rekombinasi fotoeksitasi electron (e-) dan lubang (H+) (Fatimah,

2005).

3. TiO2

TiO2 merupakan kristal yang berwarna putih dengan indek bias sangat tinggi

dan titik lebur 1855°C. TiO2 memiliki struktur semikonduktor yaitu struktur

elektronik yang dikarakterisasi oleh adanya dua macam pita tingkatan energi

elektronik (pita valensi dan pita konduksi ). Jarak antara dua pita sering disebut

sebagai band gap energy (Eg). TiO2 mempunyai tiga bentuk kristal :

Gambar 1. Struktur kristal TiO2.

Page 4: laporan k3-3

Beberapa faktor akan mempengaruhi aktivitas fotokatalis TiO2, salah satu

yang terpenting adalah bentuk kristalnya. Untuk kepentingan pengolahan limbah,

dispersi TiO2 pada pengemban berpori (mesoporous material) memberikan

keuntungan lebih khususnya secara ekonomis. Aktivitas TiO2 –montmorillonit dapat

dimanfaatkan untuk fotodegradasi zat warna dan pada fotodegradasi senyawa organik

dari limbah cair industri tekstil.

Fotokatalisis merupakan suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan

material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet ( λ < 405 nm) permukaan TiO2

mempunyai kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam media air, kebanyakan

senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air, berarti proses

tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik. Senyawa-senyawa anorganik

seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif

tidak beracun. Sementara dengan mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon

dioksida dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna,

mirip dengan proses fotosintesa pada tumbuhan.

Penyinaran permukaan TiO2 (bersifat semikonduktor) menghasilkan

pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya juga menjadikan permukaan

tersebut bersifat polar dan/atau hidrofilik (suka akan air) dan kemudian berubah lagi

menjadi nonpolar dan/atau hidrofobik (tidak suka air) setelah beberapa lama tidak

mendapatkan penyinaran lagi.

Sifat hidrofilik dan hidrofobik, salah satunya, ditandai dengan ukuran sudut

kontak butiran air pada permukaan lapisan tipis TiO2 tersebut, yaitu sedikit lebih

besar dari 50 derajat pada saat sebelum disinari kemudian berubah menjadi mendekati

0 derajat setelah disinari. Material dengan sudut kontak sekecil itu akan sangat

hidrofilik (superhidrofilik). Manfaat dari superhidrofilisitas permukaan adalah kotoran

yang bersifat suka air pada setiap bagian permukaan akan terbawa saat air mengalir di

atas permukaan tersebut. Sementara kotoran yang tidak suka air (minyak) yang berarti

nonpolar atau hidrofobik akan tergelincir saat berada pada permukaan yang sangat

hidrofilik. Sebagai tambahan kotoran nonpolar (kebanyakan zat organik) yang

tertinggal di permukaan lapisan tipis TiO2 secara pelahan akan hancur, dipecah

menjadi, karbon dioksida dan air akibat proses fotokatalisis (Gunlazuar, 2003).

Page 5: laporan k3-3

4. Metilen Blue

Metil biru merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai

bakterisida dan fungsida pada akuarium. Di beberapa tempat penggunaan bahan ini

sudah semakin tidak populer karena diketahui mempunyai pengaruh buruk terhadap

filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada kulit, pakaian, dekorasi

akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium. Diduga bahan inipun dapat

berakibat buruk pada tanaman.

Metilen blue merupakan senyawa aromatis heterosiklik dengan rumus

molekul C16H18N3SCl. Pada suhu kamar berupa padatan hijau gelap, yang jika

dilarutkan dalam air akan menjadi larutan berwarna biru. Larutan metilen blue dapat

memberikan warna biru apabila berada pada lingkungan dengan tingkat oksidasi yang

tinggi.

Gambar 2. Struktur kimia metilen blue.

5. Spektrofotometer UV Visible

Spektrofotometer sinar tampak dan Ultraviolet ( UV-Vis) merupakan suatu alat

yang melibatkan spectra energi dan spektrofotometri.. Sinar merupakan salah satu

kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek. Pada analisis spektrokimia, spektrum

radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah

interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Persamaan Planck menunjukkan bahwa

E = hv, dimana E adalah energi foton, v, frekuensinya, sedangkan h adalah tetapan

Planck (6,624 x 10-27 erg detik). Suatu foton memiliki energi tertentu dan dapat

menyebabkan transisi tingkat energi suatu atom atau suatu molekul. Karena spesies

kimia mempunyai tingkat energi yang berbeda-beda, maka transisi perubahan

energinya juga berbeda. Berarti suatu spektrum yang diperoleh dengan memplot

beberapa fungsi frekuensi terhadap frekuensi radiasi elektromagnetik adalah khas

untuk spesies kimia tertentu dan berguna untuk identifikasi. Prinsip dasar analisis

spektrometri yaitu larutan sampel menyerap radiasi elektromagnetik dan jumlah

intensitas radiasi yang diserap oleh larutan sampel dihubungkan dengan konsentrasi

Page 6: laporan k3-3

analit dalam sampel. Komponen-komponen pokok yang ada pada spektrofotometri

meliputi sumber radiasi, monokromator, tempat cuplikan, detektor dan pencatat hasil.

Analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis ini menggunakan

energi cahaya dalam range antara energi sinar tampak yang mendekati energi sinar

UV. Sumber sinar UV dapat berasal dari lampu fluoresence, lampu uap merkuri,

dengan lampu yang didesain untuk mereduksi sinar tampak dan menyamai spektrum

ultraviolet.

Gambar 3. Spektra sinar UV-Vis

Energi pada gelombang sinar UV-Vis menyebabkan suatu elektron mengalami

transisi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Alat ini dapat digunakan untuk analisis

kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif, spesies kimia akan memberikan

serapan pada panjang gelombang yang spesifik, sedangkan analisis kuantitatif dapat

dihitung dengan menggunakan hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa

absorbansi akan sebanding dengan konsentrasi.

Dimana A adalah absorbansi yang terukur, I0 adalah intensitas cahaya yang

masuk pada panjang gelombang ditentukan, I adalahIntensitas sinar yang

dipancarkan, L panjang wadah sample, dan c konsentrasi spesies. Spektrofotometer

UV-Vis mengukur kuat cahaya melewati suatu sampel ( I), dan sebagai

pembandingnya adalah kuat cahaya sebelum melewati sampel ( Io). Perbandingan I / Io

disebut transmitansi dan pada umumnya dinyatakan sebagai persentase (% T).

Absorbansi, A, didasarkan pada transmitans itu:

A = − log(%T)

Page 7: laporan k3-3

Gambar 4. Diagram of a single-beam UV/vis spectrophotometer.

III. ALAT DAN BAHAN

1. Alat : peralatan gelas, lemari UV atau sinar matahari, spektrofotometer UV-Vis,

sentrifuse, magnetic stirrer.

2. Bahan : TiO2, sinar matahari atau UV, metilen blue, akuades.

IV. CARA KERJA

1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimal Metilen Blue.

Dibuat larutan metilen blue dengan konsentrasi 3 ppm. Larutan tersebut

kemudian ditentukan absorbansi maksimumnya menggunakan spektrofotometer UV-

Vis dengan range panjang gelombang 550-700 nm.

2. Penentuan kurva standar absorbansi.

Disiapkan larutan metilen blue dengan konsentrasi 1-5 ppm masing-masing 10

ml. Kelima larutan dengan berbeda konsentrasi tersebut kemudian di analisis

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimal yang didapat

pada langkah 1. Dari data kemudian dibuat kurva absorbansi vs konsentrasi.

3. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi konsentrasi metilen blue.

Sebanyak 0,05 gr TiO2 masing-masing ditambahkan kedalam 50 ml larutan

metilen blue dengan konsentrasi 3, 4, 5, dan 6 ppm. Keempat campuran kemudian

Page 8: laporan k3-3

disinari dengan menggunakan UV pada lemari UV sambil diaduk menggunakan

magnetic stirrer selama 2 jam. Setelah 2 jam berlalu, keempat campuran dipisahkan

berdasarkan fasanya menggunakan sentrifuse. Cairan dari keempat campuran

dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimal. Hitung %

degradasi dari setiap variasi konsentrasi.

4. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi berat TiO2.

Disiapkan 6 buah larutan metilen blue dengan konsentrasi % degradasi

maksimal yang diperoleh dari langkah 4 masing-masing sebanyak 50 ml. kedalam

setiap larutan ditambahkan TiO2 dengan berat bervariasi dari 0,01 – 0,06 gr.

Campuran kemudian disinari dengan menggunakan UV pada lemari UV sambil

diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam. Setelah 2 jam berlalu, keempat

campuran dipisahkan berdasarkan fasanya menggunakan sentrifuse. Cairan dari

keempat campuran dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ

maksimal. Hitung % degradasi dari setiap variasi berat TiO2.

V. HASIL PERCOBAAN

1. Penentuan λ Serapan Maksimal Metilen Blue

Data hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Data absorbansi metiln blue.

λ (nm) A λ (nm) A λ (nm) A550 0,03 600 0,118 650 0,231555 0,033 605 0,129 655 0,25560 0,038 610 0,139 660 0,269565 0,044 615 0,143 665 0,273570 0,051 620 0,147 670 0,264575 0,06 625 0,151 675 0,227580 0,067 630 0,161 680 0,173585 0,078 635 0,174 685 0,123590 0,091 640 0,188 690 0,089595 0,102 645 0,212 695 0,057

700 0,041

Page 9: laporan k3-3

500 550 600 650 700 7500

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

kurva absorbansi vs panjang gelombang

panjang gelombang

adso

rban

si

Gambar 5. Kurva absorbansi vs λ.

2. Penentuan kurva standar absorbansi

Tabel 2. Data absorbansi larutan metilen blue standar.

konsentrasi A1 0,1792 0,3513 0,5354 0,6955 0,928

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

1

f(x) = 0.1842 x − 0.015R² = 0.996151578710022

kurva standar absorbansi vs konsentrasi

konsentrasi (ppm)

adso

rban

si

Gambar 6. Kurva absorbansi standar.

Page 10: laporan k3-3

3. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi konsentrasi metilen blue.

Tabel 3. Data degradasi metilen blue.

Konsentrasi awal Absorbansi

Konsentrasi sisa

% terfotodegradasi

3 0,076 0,495 83,514 0,205 1,196 70,115 0,245 1,413 71,746 0,402 2,266 62,23

2.75 3.25 3.75 4.25 4.75 5.25 5.75 6.2561.00

66.00

71.00

76.00

81.00

86.00

Grafik hubungan % terfotokatalisis vs Konsentrasi

Konsentrasi (ppm)

% te

rfot

odeg

rada

si

Gambar 7. Kurva hubungan % terfotokatalisis vs Konsentrasi.

4. Penentuan degradasi metilen blue dengan variasi berat TiO2

Tabel 4. Data degradasi metilen blue.

berat TiO2 (gr)

Konsentrasi awal

(ppm)Absorba

nsiKonsentrasi sisa

% terfotodegra

dasi0,01 3 0,115 0.707 76.450,02 3 0,105 0.652 78.260,03 3 0,127 0.772 74.280,04 3 0,122 0.745 75.180,05 3 0,107 0.663 77.900,06 3 0,141 0.848 71.74

Page 11: laporan k3-3

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.0768.00

70.00

72.00

74.00

76.00

78.00

80.00

kurva % terfotodegradasi vs berat TiO2

berat TiO2 (gr)

% te

rfot

odeg

rada

si

Gambar 8. Kurva % terfotodegradasi vs berat TiO2.

VI. PEMBAHASAN

Telah dilakukan percobaan K3-3 dengan judul ”Degradasi Fotokatalisis Limbah

Zat Warna Dalam Pelarut Air Menggunakan Fotokatalis Oksida Logam“. Limbah zat

warna yang digunakan pada percobaan ini adalah metilen blue. Metilen blue adalah

sejenis pewarna yang digunakan untuk pewarnaan tekstil dan sangat berbahaya bagi

manusia. Limbah zat warna yang merupakan hasil samping pengolahan tekstil jika

masuk ke lingkungan dapat menyebabkan dampak yang berbahaya. Untuk

menanggulangi permasalahan tersebut dibutuhkan cara yang mudah dan murah tapi

efektif untuk mendegradasi zat warna yang ada di lingkungan. Dari berbagai macam

penelitian mengenai degradasi zat warna, terdapat cara yang cukup efektif yaitu dengan

metode fotodegradasi dengan menggunakan fotokatalis TiO2. Proses ini terjadi dengan

memanfaatkan energi matahari sehingga cukup praktis.

Pada percobaan ini digunakan dua jenis variasi, yaitu variasi konsentrasi metilen

blue, dan variasi berat TiO2. Percobaan ini diawali dengan menentukan panjang

gelombang (λ) dimana terjadi absorbansi maksimum pada metilen blue. Dari percobaan

yang telah dilakukan didapat bahwa λ maks untuk metilen blue adalah sebesar 665 nm,

maksudnya adalah pada panjang gelombang sebesar 665 nm ini metilen blue dapat

menyerap sinar secara optimal, atau λ sebesar 665 nm dapat diadsorb secara optimal oleh

Page 12: laporan k3-3

metilen blue. Dengan mengetahui λ maks ini, nantinya akan berguna untuk

mengidentifikasi metilen blue yang telah terfotodegradasi.

Pada perlakuan pertama yaitu dengan variasi konsentrasi metilen blue, digunakan

konsentrasi 3, 4, 5, dan 6 ppm. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengetahui

konsentrasi dimana metilen blue dapat terfotodegradasi secara maksimal. Setiap 50 ml

variasi konsentrasi metilen blue diatas ditambahkan dengan 0,05 mg TiO2, kemudian

dimasukan kedalam lemari UV agar terjadi proses fotodegradasi.

Proses penyinaran dengan UV juga disertai dengan pengadukan keempat

campuran, pengadukan ini bertujuan supaya seluruh bagian campuran dapat disinari

secara merata, sehingga proses fotodegradasi dapat berlangsung optimal. Setelah

penyinaran selama waktu tertentu, campuran disentrifuse untuk memisahkan antara

larutan metilen blue dengan TiO2, kemudian diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Pada variasi konsentrasi ini, konsentrasi dimana fotodegradasi

terjadi maksimal, seperti terlihat pada gambar 7, adalah 3 ppm.

Pada gambar 7 terlihat bahwa % fotodegradasi menurun dengan meningkatnya

konsentrasi, hal ini dapat dijelaskan bahwa TiO2 dengan berat yang sama akan

menyebabkan degradasi metilen blue dengan jumlah yang sama, misal, TiO2 seberat 0,05

gr akan mendegradasi metilen blue sebesar x ppm. Dengan membandingkan antara

konsentrasi terdegradasi dan konsentrasi awal maka akan diketahui bahwa %

terfotodegradasi berbanding terbalik dengan konsentrasi awal.

% terfotodegradasi = [terfotodegradasi] / [awal]

% terfotodegradasi ≈ 1 / [awal]

Dengan konsentrasi terfotodegradasi yang sama dan konsentrasi awal yang

semakin besar, maka % terfotodegradasi akan semakin berkurang. Namun jika kita

perhatikan gambar 7, konsentrasi 4 ppm menunjukan penurunan % terfotodegradasi yang

drastis dibanding dengan data-data yang lain, hal ini mungkin terjadi karena proses

penyinaran yang kurang sempurna, sehingga menyebabkan konsentrasi metilen blue

yang terfotodegradasi akan lebih sedikit.

Untuk perlakuan ke-2 yaitu variasi berat TiO2, digunakan variasi berat 0,01; 0,02;

0,03; 0,04; 0,05; dan 0,06 gr TiO2. Tujuan dari variasi ini adalah untuk mengetahui berat

TiO2 optimal untuk memfotodegradasi metilen blue. Pada perlakuan ini, konsentrasi

metilen blue yang digunakan adalah yang memiliki % fotodegradasi terbesar, yaitu 3

Page 13: laporan k3-3

ppm. Sama dengan perlakuan pada variasi konsentrasi, keenam larutan metilen blue 3

ppm yang telah ditambahkan TiO2 masing-masing seberat variasi diatas, disinari dengan

UV dalam lemari UV sambil disertai dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer.

Setelah penyinaran selama waktu tertentu, campuran disentrifuse untuk memisahkan

larutan metilen blue dari TiO2, kemudian larutan diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometer UV-Vis.

Pada variasi berat TiO2 ini, hasil percobaannya dapat dilihat pada tabel 4 dan

gambar 8. Data pengamatan yang diperoleh cukup fluktuatif, sehingga kita tidak dapat

mengambil kesimpulan mengenai pengaruh variasi berat TiO2 dalam fotodegradasi

metilen blue. Secara teoritis kita mengetahui bahwa katalis tidak mempengaruhi letak

kesetimbangan reaksi, tetapi katalis berfungsi mempercepat tercapainya kesetimbangan.

Semakin banyak katalis yang digunakan maka reaksi akan berjalan semakin cepat hingga

tercapai kesetimbangan. Pada kasus ini, reaksi akan berlangsung paling cepat pada

penambahan TiO2 sebesar 0,06 gr, sedangkan reaksi yang paling lambat terjadi pada

penambahan TiO2 sebesar 0,01 gr. Jika kita menggunakan perbandingan laju reaksi

antara setiap penambahan TiO2 dari 0,01 hingga 0,06 gr, pada waktu yang sama maka

larutan dengan TiO2 seberat 0,06 gr seharusnya mengalami fotodegradasi yang paling

besar.

v = [C] / t

[C] ≈ v

Sesuai persamaan di atas, konsentrasi terfotodegradasi akan sebanding dengan laju

reaksi, sedangkan laju reaksi akan dipengaruhi oleh jumlah katalis. Sehingga dengan

katalis TiO2 yang besar, maka laju fotodegradasi akan semakin cepat, sehingga pada

waktu yang sama, maka fotodegradasi akan terjadi lebih banyak dibandingkan reaksi

dengan TiO2 yang sedikit.

Tetapi pada tabel 4 dan gambar 8, datanya tidak mengikuti teori diatas, hal ini

mungkin disebabkan karena pada saat penyinaran pengadukan yang terjadi tidak

sempurna, disebabkan karena magnetic stirrer tidak sama dengan jumlah larutan, maka

terpaksa menggunakan 1 magnetic stirrer untuk mengaduk dua larutan. Hal ini

menyebabkab TiO2 tidak tersebar secara merata dalam larutan sehingga fotodegradasi

yang tejadi tidak berlangsung pada setiap bagian larutan. Penyinaran yang sempurna

mungkin hanya terjadi pada larutan dengan variasi berat TiO2 0,02 dan 0,05 gr saja,

Page 14: laporan k3-3

sedangkan larutan yang paling tidak sempurna penyinarannya adalah larutan dengan

variasi berat TiO2 0,06 gr.

Reaksi fotodegradasi terkatalisis memerlukan empat komponen yaitu: sumber

cahaya (foton), senyawa target, oksigen dan Fotokatalis. Proses fotokatalisis

menggunakan TiO2 dapat diamati pada skema berikut;

Sesuai dengan skema diatas, dapat diketahui bahwa proses fotodegradasi dengan

TiO2 berlangsung dalam 4 tahap. Tahap pertama yaitu TiO2 menerima energi foton dari

suatu sinar misalnya lampu UV. Proses fotodegradasi dapat terjadi jika energi foton yang

diperoleh lebih besar daripada energi bandgap antara pita valensi dan pita konduksi, jika

energinya lebih kecil maka elektron tidak akan mempunyai cukup energi untuk naik ke

pita konduksi. Energi ini mengakibatkan 1 elektron pada pita valensi TiO2 memiliki

energi yang cukup untuk naik ke pita konduksi, dengan naiknya 1 elektron ke pita

konduksi, maka terbentuk satu hole pada pita valensi. Kemudian pada tahap berikutnya

hole pada pita valensi dan 1 elektron pada pita konduksi akan terjebak pada permukaan

TiO2. Hole yang terdapat pada permukaan ini kemudian akan bereaksi dengan OH- yang

terbentuk dari dissosiasi air. Reaksi antara hole dan ion hidroksida inikemudian akan

membentuk suatu radikal OH• yang sangat reaktif, dan dapat bereaksi dengan komponen

organik sehingga komponen organik tersebut dapat terdegradasi menjadi suatu senyawa

yang lebih kecil, dan tidak berbahaya. Dalam hal ini, metilen blue akan terdegradasi

sesuai dengan persamaan reaksi berikut:

2 C16H18N3SCl + 51 O2 à2 HCl + 2 H2SO4 + 6 HNO3 + 32 CO2 + 12 H2O

Mekanisme fotokatalis TiO2

hv + TiO2 TiO2 + hvb+ + ecb

-

ecb- etr

- dan hvb+ htr

+

H2O OH- + H+ htr

+ + OH- OH∙

4. OH. + senyawa organik → CO2 + H2O

Page 15: laporan k3-3

Metilen blue akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana

seperti air, karbon dioksida, asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida dengan

perbandingan tertentu sesuai dengan koefisienya.

Pada percobaan ini bentuk kristal TiO2 yang digunakan adalah bentuk anatase dan

rutile, sedangkan brookite tidak digunakan karen tidak mempunyai aktifitas fotokatalitik

disebabkan karena band gap energinya yang sangat besar. TiO2 yang disintesis pada suhu

kamar akan menghasilkan bentuk kristal anatase, sedangkan jika dilakukan pemanasan

sampai suhu 140°C akan membentuk rutile. Bentuk brookite akan terjadi jika pemanasan

terus dilakukan hingga mencapai suhu 700°C.

VII. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Kemampuaan TiO2 sebagai fotokatalis dalam menyediakan h+ , sistem tersebut

mampu menghasilkan radikal hidroksi sebagai oksidator kuat secara kontinu

sesuai dengan sumber fotonnya.

2. Pada variasi konsentrasi, banyaknya zat yang terfotokatalis hampir sama sehingga

% terfotokatalis menurun seiring meningkatnya konsentrasi zat warna.

3. Pada variasi berat TiO2, % terfotokatalis tidak dapat ditentukan secara signifikan

karena kekurangtepatan perlakuan.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Basolo, Fried and Ralph G. Pearson, 1967, Mechanisms of Inorganic Reactions,

Wiley Eastern Private Ltd, New Delhi

Fatimah, 2005, Sintesis TiO2/zeolit Sebagai Fotokatalis pada Pengolahan Limbah Cair

Industri Tapioka Secara Adsorpsi-Fotodegradasi, TEKNOIN, Vol. 10, No. 4,

257-267

Gunlazuar, Jarnuzi, 2003, Fotokatalisis pada Permukaan TiO2, http://chem-is-try.org,

akses 26 Desember 2009.

Page 16: laporan k3-3

Khopkar, S.M.2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta, Halaman 199-

227

Wijaya, Karna, et al, 2006, Utilisasi TiO2-zeolit dan Sinar UV untuk Fotodegradasi

Zat Warna Congo Red, Jurnal Berkala MIPA, UGM, Yogyakarta.

http://wikipedia.org, Methylen Blue, upload: 21 December 2009 at 12:38, akses 26

Desember 2009 jam 22.00.

Zhang, Yao Jun, et al, 2008, Synthesis of TiO2 Nanotubes Coupled with CdS

Nanoparticles and Production of Hydrogen by Photocatalytic Water

Decomposition, Materials Letters 62 3846–3848.

IX. PENGESAHAN

Mengetahui

Asisten

Wuri Apriyana

Yogyakarta, 27 Desember 2009

Praktikan

Aristo Tyas Pratama