Laporan Hiperkes 1501 Studi Tour PT. Tekstil

download Laporan Hiperkes 1501 Studi Tour PT. Tekstil

of 39

description

laporan kunjungan

Transcript of Laporan Hiperkes 1501 Studi Tour PT. Tekstil

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDalam usaha menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan pemenuhan terhadap target produksi maka perlu ditunjang dengan peralatan yang modern. Namun dengan penggunaan peralatan yang modern tersebut pasti akan muncul adanya bahaya bagi operatornya maupun karyawan lainnya, disamping itu juga dapat mempengaruhi atau membahayakan lingkungan maupun masyarakat sekitar. Di sinilah pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja yang maksimal diharapkan dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari sebuah proses produksi, sehingga usaha efisiensi dan peningkatan produktifitas yang dilakukan perusahaan dapat terwujud (PT. Adi Satria Abadi, 2007). Faktor sumber daya manusia merupakan aset utama yang menentukan keberhasilan proses produksi, sehingga perlu diberikan perlindungan kerja yang sebaik-baiknya agar dapat menunjukan penampilan kerja yang baik yang akan tercermin dalam tingkat produktivitas kerja yang tinggi (Sumamur, 1995). Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap keselamatan kerja diatur melalui peraturan perundang-undangan guna meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan karyawan (Martina Indah Lestari, 2005). Peraturan tersebut diantaranya adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang diantaranya mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang bertujuan untuk :1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas nasional.2. Melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja atas hak keselamatannya.3. Sumber produksi yang dipakai dapat dipergunakan secara aman dan efisien.Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk melaksanakansecara berkala terhadap pelaksanaan perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) guna mencapai keselamatan, kesehatan serta kesejahteraanbagi tenaga kerja dan masyarakat sekitar (Sumamur, 1995). PT. Adi Satria Abadi adalah salah satu industri penyamakan kulit yang telah menerapkan pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup ( K3LH ) serta telah menyediakan Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, training K3, sarana dan prasarana pengolahan limbah hasil industri. PT. Adi Satria Abadi dinilai cukup baik bagi mahasiswa untuk menimba ilmu pengetahuan pengalaman praktek kerja lapangan yang berkenaan dengan Higene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selain itu mahasiswa dapat berlatih untuk mengidentifikasi bahaya, penyebab terjadinya kecelakaan kerja dan menemukan penanganannya. Berkaitan dengan latar belakang tersebut di atas, maka kami melaksanakan observasi serta menyusun laporan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Adi Satria Abadi.

1.2 Profil PerusahaanPT. Adi Satria Abadi (ASA) terletak di dusun Banyakan Sitimulyo Piyungan Bantul Yogyakarta. Batas wilayah PT. Adi Satria Abadi adalah :Utara: Jalan rayaTimur: PT. Bintang Alam SemestaSelatan: SawahBarat: SawahPerusahaan ini bergerak di bidang industri penyamakan kulit dengan bahan baku kulit kambing dan domba. Terdapat 260 tenaga kerja, waktu kerja di PT. Adi Satria Abadi adalah 6 hari kerja dan lama kerja 8 jam per hari dengan total kerja 40 jam per minggu. PT. Adi Satria Abadi mempunyai beberapa bagian produksi yaitu bagian pickle (seleksi bahan), tanning (pencucian dan penyamakan bahan dasar), shaving (penipisan ukuran kulit yang dikehendaki atau menurut pemesanan), dyeng (pewarnaan dan perminyakan) dan retan (pewarnaan untuk warna putih dengan bahan formalin), enzine (pengeringan kulit semi kering) dan setter (pelebaran kulit dengan sistem press), hanging (pengeringan total), milling (pelemasan kulit), wide stacking (pelemasan kulit untuk yang berwarna putih), stacking (pelemasan kulit), toggle (pelebaran kulit akhir dengan dipanasi) dan gudang (pengepakan hasil akhir proses). Di dalam Pedoman Mutu PT. Adi Satria Abadi, perusahaan ini memiliki moto perusahaan, yaitu kepuasan pelanggan adalah budaya kami.

1.3 Tujuan1. Melakukan pengukuran dan pengamatan mengenai bahaya kimia dan fisik, kebisingan, pencahayaan, iklim kerja dan paparan debu di PT. Adi Satria Abadi.2. Mengidentifikasi potensi bahaya kimia dan fisik, kebisingan, pencahayaan, iklim kerja dan paparan debu di PT. Adi Satria Abadi.3. Merencanakan upaya pengendalian potensi bahaya kimia dan fisik, kebisingan, pencahayaan, iklim kerja dan paparan debu di PT. Adi Satria Abadi.

1.4 Manfaat1. Bagi PerusahaanMemberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi perusahaan terhadap upaya penanganan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sehingga dapat meminimalisasi tingkat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja.2. Bagi Dokter Peserta PelatihanRangkaian kegiatan observasi ini dapat dijadikan pengalaman dan pengajaran untuk kegiatan ilmiah pada umumnya dan hiperkes pada khususnya.3. Bagi MasyarakatHasil observasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kondisi perusahaan secara umum dan menjadi bahan pertimbangan dalam mencari lapangan pekerjaan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Bahaya Fisik dan KimiaKaryawan akan menghadapi ancaman bahaya yang mengganggu kesehatan di tempat kerja PT. Adi Satria Abadi, identifikasi bahaya yang dilakukan di bagi menjadi 2 area yaitu :

a. Area OfficeBerikut ini merupakan identifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada area office PT. Adi Satria Abadi, antara lain :1) Bahaya FisikBahaya yang timbul di area office antara lain bahaya akibat kebisingan, bahaya akibat pencahayaan, dan bahaya akibat radiasi.a) Bahaya kebisingan yang timbul di area office di karenakan pada ruangan office tidak kedap suara, sehingga terpapar kebisingan yang di sebabkan oleh adanya kebisingan yang berada di area produksi. Namun bahaya kebisingan yang ada di area ini masih di bawah NAB yaitu sebesar 78 dB sedangkan batas NAB ialah 85 Db, (Hasil pengukuran mahasiswa Poltekes Fakultas Kesehatan Lingkungan,2009)b) Bahaya pencahayaan timbul akibat tidak adanya pemeliharaan terhadap fasilitas pencahayaan. Pencahayaan yang tidak baik dapat mengakibatkan kelelahan pada mata yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas pekerja.c) Aktivitas di area office yang menggunakan komputer berpotensi menyebabkan bahaya akibat radiasi yang di hasilkan oleh layar komputer, hal ini dapat mengakibatkan kelelahan pada mata serta efek radiasi lainnya.2) Bahaya MekanikBahaya ini berasal dari pengaturan penempatan perlengkapan yang tidak rapi juga dapat berasal dari kecerobohan dari pekerja sendiri, seperti tersandung,terjatuh, tertimpa dll.3) Bahaya KimiaBahaya pada area office, penggunaan zat kimia dapat diidentifikasikan pada penggunaan tinta printer dan tinta bolpoin yang berbahaya apabila terhirup karena mengandung timah hitam. Timah hitam yang terhirup secara berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh.

b. Area ProduksiFaktor-faktor bahaya yang dapat diidentifikasi antara lain :1) Bahaya FisikBahaya fisik yang timbul di area produksi, antara lain : bahaya akibat kebisingan, getaran, debu dan bahaya akibat tekanan panas.a) KebisinganBahaya fisik akibat kebisingan pada area produksi ini pada bagian proses drum ialah 79,4 dBA, bagian Shaving 82,9 dBA, tidak melebihi ambang batas. Nilai Ambang Batas 85 dBA, sedangkan ruang Enzine Setter 90,3 dBA, ruang staking 93,8 dBA, yaitu melebihi ambang batas Nilai ambang batas 85 dBA. Sumber kebisingan di area produksi PT. Adi Satria Abadi terdapat pada proses produksi staking, karena pada area tersebut digunakan mesin yang dapat menghasilkan kebisingan. Kebisingan dapat mengganggu komunikasi antar pekerja ketika bekerja, sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan dan tentunya dapat menurunkan produktifitas perusahaan.b) GetaranGetaran di PT. Adi Satria Abadi berasal dari alat-alat proses yang berada dalam setiap ruangan terutama pada mesin setter utara dan mesin Enzine, serta mesin enzine selatan selatan.2) Bahaya MekanikKecelakaan dengan sumber bahaya mekanik banyak terjadi pada area produksi, seperti tersandung, tergelincir, terjatuh, tertimpa kulit, terjepit, dan lain-lain.3) Bahaya KimiaPenggunaan bahan kimia pada proses produksi seperti formalin. bahan kimia tersebut dapat mengakibatkan keracunan apabila terhirup oleh pekerja dan apabila dengan mudah meledak dan terbakar apabila tidak digunakan dan diperlakukan sesuai prosedur.

2.2 Kebisingan2.2.1 DefinisiHampir semua jenis industri manufaktur menggunakan peralatan atau mesin-mesin yang berpotensi menimbulkan kebisingan. Suara dapat terjadi apabila ada bagian-bagian mesin atau benda yang bergetar, getaran ini selanjutnya dihantarkan oleh udara dalam bentuk gelombang dan sampai ke telinga bagian dalam unuk dianalisis, kemudian dilanjutkan melalui saraf pendengaran ke cortex cerebr. Mengingat sumber getaran tidak hanya satu, maka kebisingan terdiri dari bermacam-macam frekuensi yang acak. Kebisingan menurut PERMENAKER no : PER-13/MEN/X/2011 didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat meninbulkan gangguan pendengaran. Sedangkan definisi nilai ambang batas (NAB) menurut sumber yang sama didefinisikan sebagai standar faktor tempat kerja yang dapat dditerima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari hari untuk waktu yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.Jadi jelas bahwa kebisingan yang akan dibicarakan dalam makalah ini ruang lingkupnya terbatas pada tempat kerja atau workplace.2.2.2 Jenis KebisinganKebisingan dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu :a. Steadynoiseb. Intermitten noisec. Fluctuating noised. Impulsive noisee. Impact noiseKebisingan di tempat kerja dapat terdiri dari kombinasi kelima jenis bising diatas, bergantung dari sumber bising yang ada di tempat tersebut. Parameter suara atau atau bising yang penting adalah intensitas dan frekuensi.2.2.3 Pengukuran KebisinganDi dalam industri, pengukuran kebisingan dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :1. Untuk mengakses keterpaparan kebisingan tenaga kerja yang dikaitkan dengan resiko kerusakan pendengaran atau gangguan komunikasi.2. Untuk mengakses sumber bising sebagai dasar tindakan pengendalian.3. Untuk melihat sejauh mana kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.Pengukuran kebisingan dapat menggunakan Sound Level Meter, sebuah sound level meter pada prinsipnya terdiri dari : microphone, frequency weihting networks, dan amplifier. Sound level meter yang lengkap biasanya mempunyai perangkat untuk analisa frekuensi (octavebandanalyzer). Analisa frekuensi ini diperlukan untuk memperoleh data spektrum frekuensi dari sumber bising yang kompleks. Selanjutnya data ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengendalian termasuk sebagai dasar pemilihan suatu alat pelindung telinga.Dalam suatu sound level meter dengan grade yang baik biasanya dilengkapi juga dengan fasilitas Equivalent Continuous Sound Level atau Leq. Kebisingan lebih mudah terbaca bila menggunakan Leq, karena Leq mengukur besarnya energi suara yang berfluktuasi dan memberikan suatu level kebisingan yang equivalent dengan suara yang tidak berfluktuasi secara kontinyu dengan kandungan energi yang sama.2.2.4 Prinsip Kesamaan Energi Keterpaparan kebisingan tidak berarti hanya dipengaruhi tingkat kebisingan saja, tetapi juga lamanya terpapar. Bertambahynya 3dB berarti bahwa energi akustik yang sampai ke telinga akan menjadi 2 kali lipat. Ini berarti bila seseorangterpapar 85dB selama 8 jam akan wquivalent dengan terpapar 4 jam oleh tingkat kebisingan 88 dB.2.2.5 Nilai Ambang Batas KebisinganWaktu pemajanan / hariIntensitas kebisingan dB

8 jam42185889194

30 menit157.53.750.9497100103106112

28.1214.061.887.033.521.760.880.440.220.11Tidak boleh115118119121124127130133136139140

2.2.6 Pengaruh KebisinganKebisingan dapat menimbulkan efek-efek yang merugikan terhadap manusia, tidak hanya kemungkinan kerusakan pendengaran tetapi dapat lebih jauh lagi, yaitu menyebabkan gangguan komunikasi dan efisiensi kerja. Efek-efek yang merugikan antara lain :1. Temporary hearing lossBila telinga dipaparkan dengan sound pressure level yang sedang atau tinggi untuk waktu yang singkat, temporary hearing loss mungkin akan dialami. Hal ini dapat ditandai dengan adanya kenaikan tingkat ambang pendengaran. TTS bisa juga disertai dengan telinga yang berdengung secara kontinyu yang disebut tinitus. Recovery dari efek ini memerlukan waktu dan tergantung pada tingkat paparan kebisingan. Bila paparan kebisingan begitu hebat atau sering terjadi berulang-ulang, maka sebelum recovery TTS berlangsung sempurna kemungkinan akan berubah menjadi Permanent Hearing Loss.2. Permanent hearing lossPTS bisa disebabkan oleh :1. Trauma akustik Suara ledakan hebat dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan ossicles dan merusak sel sensor pendengaran dari organ corti dan sekitarnya. Bils tingkat kebisingan diatas 140 dB, maka kerusakan pendengaran akan terjadi.2. Chronic noise induced hearing lossTerpapar kebisingan yang berulang-ulang dan berlangsung selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PTS . Mula-mula hanya satu frekuensi yang meningkat ambang pendengaranyya, dalam tahap perkembanghannya, gangguan akan merambah pada semua frekuensi pembicaraan akan mengalami kenaikan ambang pendengaran.3. Gangguan komunikasiKebisingan akan menyebabkan seseorang akan sulit berkomunikasi satu dengan yang lain. Kesulitan ini akam muncul terutama apabila tingkat kebisingan melebihi 90dB. Pengaruh yang paling berbahaya apabila kebisingan tersebut menutup suara sinyal tanda bahaya yang seharusnya didengarkan oleh pekerja, namun karena background noise demikian tinggi sehingga sinyal tersebut tidak dapat didengar, hal ini bisa menimbulkan kecelakaan kerja.

4. Efek-efek lainPengaruh kebisingan sudah banyak dipelajari dan diteliti, diantaranya gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi bertambah, vertigo serta melebarnya pupil mata seseorang bila berada di tempat yang sangat bising. Selain gangguan tersebut, kebisingan dapat mengganggu ko9nbsentrasi dan sulit tidur.

2.2.7 Prinsip Pengendalian KebisinganDua pendekatan dasar untuk mengendalikan kebisingan adalah :1. Pengendalian pada sumbernyaPengendalian kebisingan sebaiknya dimulai dari sumbernya, yaitu dapat berupa penggantian peralatan atau mesin yang bising, memodifikasi mesin, dan perawatan mesin dengan baik secara periodik.2. Memotong jalur transmisi kebisingan Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain : meredup atau meredam mesin yang bising, menambah jarak antara sumber bising dan pekerja, membuat ruangan kedap suara, menggunakan bantalan mesin dan anti vibrasi.

2.2.8 Alat Pelindung Telinga (Personal Hearing Protection)Bila pengendalian kebisingan secara teknis maupun asministratif sulit untuk diterapkan atau tidak berhasil mengurangi tingkat kebisingan sampai batas yang direkomendasikan, maka pekerja sebaiknya menggunakan alat pelindung telinga yang efektif. Pada prinsipnya ada 2 jenis alat pelindung pendengaran, yaitu :1. Sumbat telinga2. Tutup telingaSumbat telinga yang baik dapat menahan suara dengan frekuensi tertentu saja, sehingga frekuensi untuk pembicaraan tidak terganggu. Kedua alat pelindung diatas tentunya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih alat bantu dengar adalah :a. Ear muff lebih visibel dibanding ear plug.b. Ear muff tidak mudah hilang.c. Ear muff dapat digunakanm oleh orang yang memiliki infeksi telinga.d. Ear muff cocok untuk semua ukuran kepala.e. Ear plug membuat telinga kotor bila tangan yang memasukkan terkontaminasi.f. Ear plug jauh lebih murah.g. Ear plug lebih nyaman dibanding ear muff pada lingkungan yang panas.h. Ear plug tidak diganggu oleh pemakai yang berkacamata dan berambut panjang.i. Ear plug lebih praktis jika dipakai dalam lingkungan confined space.

2.3 Pencahayaan2.3.1 DefinisiIntensitas pencahayaan / penerangan di tempat kerja dimaksudkan untuk memberikan pennerangan kepada benda benda yang merupakan object kerja, peralatan , atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu diperlukan intensistas penerangan yang optimum. Selain menerangi object kerja, penerangan juga diharapkan cukup memadai menerangi keadaan sekelilingnya (Badan Statistik Nasional,2004)2.3.2 Faktor faktor yang mempengaruhi penglihatanBeberapa factor yang dapat mempengaruhi penglhatan menurut Dyer dan Morris (1990) adalah : (Padmanaba CGR , 2006)1. Faktor Usia Bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur angsur kehilangan elastisnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidak nyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian ppula penglihahatan jauh.2. Faktor PeneranganLuminasi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminasi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar . semakin besar luminasi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata jug akan semakin bertambah.3. Faktor Silau (glare) Menurut Granjean (1988) silau adalah suatu proses adaptasi yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan4. Faktor ukuran pupilAgar jumlah sinar yang diteriima sinar sesuai , maka otot iris akan mengatur ukuran pupil.5. Faktor sudut dan ketajaman penglihatanSudut penglihatan (visual angle) sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata.2.3.3 Sistem PencahayaanMenurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan di ruangan, yaitu : (Prabu, 2009)Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu diterangi. Untuk efek yang optimal, disarankan langit-langit, dinding, serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan.Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.Sistem Pencahayaan Difus (general diffuse lighting)Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya ke atas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan.Tingkat Penerangan Berdasarkan Jenis PekerjaanJenis PekerjaanContoh PekerjaanTingkat Penerangan yang Dibutuhkan (Lux)

Tidak telitiPenimbunan barang80-170

Agak telitiPemasangan (tak teliti)170-350

TelitiMembaca menggambar350-700

Sangat telitiPemasangan700-1000

Sumber : Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja, 2012.Rekomendasi tingkat pencahayaan lingkungan kerja berdasarkan jenis kegiatan tingkat pencahayaan minimal berdasarkan KEMENKES RI. NO 1405 / MENKES/SK/XII/021. Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus adalah 100 lux pada ruangan penyimpanan dan ruang peralatan yang memerlukan pekerjaan kontinui.2. Pekerjaan kasar terus menerus adalah 200 lux pada pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar\3. Pekerjaan rutin adalah 300 lux pada ruang administrasi , ruang control , pekerjaan mesin dan perakitan4. Pekerjaan agak halus 500 lux pada pembuatan gmbar atau bekerja dengan mesin kantor , pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengn mesin.5. Pekerjaan halus adalah 1000 lux pada pemeilihan warna , pemrosesan textile, pekerjaan mesi halus dan perakitan halus6. Pekerjaan amat halus adalah 1500 lux pada mengukir dengan tangan dan perakitan yang sangat halus . tidak menimbulkan bayangan 7. Pekerjaan terinci adalah 3000 lux pada pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus tidak menimbulkan bayangan

2.4 GetaranDalam kehidupan sehari hari kita sering tidak menyadari bahwa sebenarnya alat transportasi seperti : bus, kereta api dan mobil adalah sumber paparan vibrasi. Selain itu, tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya juga tidak lepas dari paparan vibrasi terutama mereka yang menggunakan : hand tool, mesin mesin produksi atau kendaraan berat.Sebagaimana halnya dengan suara, ada yang bias dinikmati misalnya music atau yang bersifat mengganggu seperti suara mesin pabrik. Vibrasi pada manusia dapat juga membuat nyaman atau tidak nyaman. Vibrasi yang menyenangkan dapat berupa jogging / lari, dan menari. Sedang yang membuat tidak nyaman dapat dijumpai pada hand held power tool atau mengemudi diatas jalan berbatu / tidak rata.Ada 2 jenis vibrasi pada manusia, yaitu whole body vibration (WBV) dan Hand Arm Vibration ( HAV). WBV ditransmisikan ke tubuh melalui permukaan penyangga ( kaki, pantat dan punggung ). Seseorang yang mengemudikan kendaraan akan terpapar vibrasi melalui pantat dan punggung. HAV ditransmisikan ke telapak tangan dan lengan, vibrasi tersebut terutama dialami oleh operator alat alat getar. Sistem WBV dan HAV secara mekanis berbeda, oleh karena itu masing masing dipelajari secara terpisah.Keterpaparan terhadap WBVTerpapar terhadap WBV dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen atau gangguan pada system saraf. Terpapar setiap hari olehWBV selama bertahun tahun dapat menyebabkan kerusakan fisik yang serius, sebagai contoh ischemic lumbago yang mempengaruhi tulang belakang bagian bawah, selain itu system sirkulasi dan urologi juga terganggu.Terpapar WBV dapat menggangu system saraf pusat. Gejala dari gangguan ini biasanya akan muncul selama atau segera setelah terpapar getaran. Biasanya gejala berupa, kelelalahan, imsonia atau sakit kepala. Banyak orag mengalami gejala tersebut setelah melakukan perjalanan panjang dengan mobil atau kapal. Namun demikian gejala biasanya akan hilang setelah beristirahat beberapa saat.Keterpaparan terhadap HAVTerpapar setiap hari oleh HAV selama bertahun tahun dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen, yang umumnya dikenal sebagai White finger syndrome atau dapat merusakkan persendian dan otot otot jari atau lengan. White finger syndrome ditandai dengan memutihnya jari- jari yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah dan saraf pada jaringan lunak. Gejalanya biasanya mempengaruhi satu jari pada mulanya, selanjutnya jari- jari yang lain akan terpengaruhi bila keterpaparan HAV berlanjut. Dalam sebagian besar kasus-kasus bergejala akan menyerang pada kedua tangan. Pada tahap awal White-finger syndrome gejalanya berupa sensasi gatal, mati rasa dan hilangnya control pada jari-jari yang dipengaruhi. Hilangnya rasa dan control dari jari-jari dapat mengundang bahaya secara langsung dan seketika. Kerusakan sendi-sendi jari atau siku sering disebabkan oleh paparan vibrasi yang dihasilkan oleh alat seperti: asphalt hammers dan rock drill dalam jangka panjang. Kerusakan ini menyebabkan sakit dipersendian dan otot-otot lengan dengan disertai berkurangnya kotrol dan kekuatan otot lengan.Respon frekuensi dari tubuh manusiaVibrilasi mekanis dari sebuah mesin disebabkan oleh komponen komponen mesin yang bergerak. Setiap gerakan komponen mempunyai frekuensi tertentu. Vibrasi keseluruhann yang ditransmisikan ke seluruh tubuh manusia dibangun oleh frekuensi yang berbeda dari vibrilasi yang terjadi secara stimultan. Merupakan kenyataan yang perlu dipertimbangkan bila mengukur vibrasi pada, karena masing masing bagian tubuh manusia sensitifitasnya tidak sama untuk setiap kisaran frekuensi vibrilasi.Untuk mengetahui mengapa bagian tubuh manusia ada yang sensitive dan ada yang tidak sensitive terhadap beberapa frekuensi vibrilasi, maka perlu dipandang bahwa tubuh manusia merupakan system mekanis. Sistem ini demikian complicated karena adanya kenyataan bahwa :a. Masing masing bagian tubuh mempunyai sensitifitas terbesar pada kisaran frekuensi yang berbeda.b. Tubuh manusia tidak simetrisc. Tidak ada dua orang yang merespon vibrilasi dengan cara yang tepat sama.Karena tubuh manusia tidak simetris, maka responnya terhadap vibrilasi tergantung pada arah dimana vibrilasi dikenakan. WBV sebaiknya diukur dalam arah arah system koordinat orthogonal. Arah longitudinal ( dari kepala ke ujung kaki ) disebut sumbu Z. Dalam arah ini tubuh paling sensitive terhadap vibrilasi dalam kisaran frekuensi 4 8 Hz. Respon tubuh terhadap vibrilasi dalam sumbu x ( depan ke belakang ) dan sumbu Y ( samping ke samping ) tidak berbeda dan dalam sumbu X dan Y ini respon terbesar pada frekuensi 1 2 Hz.Untuk system HAV, respon frekuensi terhadap vibrilasi adalah sama untuk semua sumbu. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah apakah sumbu X, Y atau Z yang diambil dalam pengukuran vibrilasi. HAV mempunyai sensitivitas terbesar pada kisaran frekuensi 12 16 Hz.Pengukuran VibrilasiAdalah penting untuk mengukur vibrasi pada manusia secara akurat, sehingga suatu assessment dapat dibuat untuk :1. Ketidaknyamanan yang dihasilkan oleh vibrasi2. Kemungkinan bahaya dari bagian tubuh yang terpaparDari pengukuran yang akurat dapat diambil step step yang perlu untuk mempengaruhi kedua factor diatas. Akurasi dari pengukuran vibrasi tergantung pada kualitas dari transducer dan analisis sebuah alat yang digunakan. Transducer atau accelerometer yang sekarang banyak digunakan untuk pengukuran vibrasi adalah piezoelectric accelerometer. Responnya meliputi seluruh frekuensi yang penting dalam pengukuran vibrasi pada manusia. Accelerometer yang dipilih sebaiknya berbentuk kecil :a. Vibrasi yang sedang diukur tidak terganggu oleh keberadaannyab. Tidak mengganggu operator dalam menjalankan alatPengendalian Vibrasia. Pada Whole Body Vibration ( WBV )Tujuan utama pada pengendalian vibrasi adalah mengurangi banyaknya bahaya vibrasi dengan meredam resonansi yang timbul tanpa menimbulkan frekuensi resonansi yang baru. Caranya antara lain :a. Memperbaiki atau meredam langsung getaran pada sumbernyab. Member bantalan lunak antara tempat duduk pengemudi dengan bagian tubuh pengemudic. Menggunakan sepatu peredam getaran bila sumber getar merambat melalui kakid. Mengurangi waktu terpaparb. Pada Hand Arm VibrationGetaran pada HAV dapat dikendalikan dengan acara :a. Memberikan damping pada bagian peralatanb. Menyisipkan damping antara peralatan dan tanganc. Mengurangi waktu terpapard. Mengenakan sarung tangan

2.5 Iklim Kerja2.5.1 Pengertian Iklim KerjaIklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya. (Menaker, 1999)Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara, kecepatan udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat faktor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut tekanan panas. (Ramdan, 2007)Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembapan udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan, dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efesiensi dan produktivitas kerja. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah berkisar antara 24oC sampai 26oC dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 5oC. Batas kecepatan angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/detik. (Subaris, 2007)

2.5.2 Macam Iklim KerjaKemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industri telah menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca tertentu yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin.

a. Iklim Kerja PanasIklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembapan, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari. (Budiono, 2008)Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang diterim tubuh yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Tekanan panas akan berdampak pada terjadinya :1. DehidrasiPenguapan yang berlebihan yang akan mengurangi volum darah dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan kekurangan oksigen.2. Heat rashPaling umum adalah prickly heat yang terlihat sebagai papula merah, hal ini terjadi akibat sumbatan kelenjar keringat dan retensi keringat. Gejala bisa berupa levet terus menerus dan panas disertai gatal yang menyengat.3. Heat fatigueGangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas. Gerakan tubuh menjadi lembat, kurang waspada terhadap tugas.4. Heat crampsKekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah sampai dibawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama dengan kelelahan panas, kekejangan timbul mendadak.5. Heat exhaustionDikarenakan kekurangan cairan tubuh atau elektrolit.6. Heat syncopeKeadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama pemejanan panas dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian keringat.7. Heat strokeKerusakan serius yang berkaitan dengan kesalahan pada pusat pengatur suhu tubuh. Pada kondisi ini mekanisme pengatur suhu tidak berfungsi lagi disertai hambatan proses penguapan secara tiba-tiba. (Ramdan, 2007)

b. Iklim Kerja DinginPengaruh suhu dingin dapat mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit yang disebut frost bite. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akubat iklim kerja suhu dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan menggunakan pakaian pelindung yang baik. Di samping itu, pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodik. (Budiono, 2008)

2.5.3 Pengukuran Iklim KerjaAlat yang dapat digunakan adalah Arsmann psychrometer. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat menggunakan Questemp yaitu suatu alat digital untuk mengukur tekanan panas dengan parameter Indeks Suhu Bola Basah (ISBB). Alat oni dapat mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas dilingkungan kerja dilakukan dengan meletakkan alat pada ketinggian 1,2 m (3,3 kaki) bagi tenaga kerja yang berdiri dan 0,6 m ( 2 kaki) bila tenaga kerja duduk dalam melakukan pekerjaan. Pada saat pengukuran reservoir ( tandon ) termometer suhu basah diisi dengan aquadest dan waktu adaptasi alat 10 menit.

2.6 Kadar Debu2.6.1. Definisi Debu adalah debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh kekuatan kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik organik maupun anorganik (Suma'mur, 2009). Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi, pada dasarnya pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanik.

2.6.2. Sifat-Sifat Debu Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu (2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:1. Sifat pengendapan Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara. 2. Sifat permukaan basah Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja. 3. Sifat penggumpalan Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di bawah saturasi, kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Kelembaban yang melebihi tingkat huminitas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan debu.Oleh karena itu partikel debu bias merupakan inti dari pada air yang berkonsentrasi sehinga partikel menjadi besar. 4. Sifat listrik statis Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya proses penggumpalan. 5. Sifat optis Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap. Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan , dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1-10 mikron biasa nya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mem- punyai diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 1992). Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan. Debudebu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 1997). American Lung Association membagi penyakit paru akibat kerja mejadi dua kelompok besar : Pneumokoniosis disebabkan karena debu yang masuk ke dalam paru serta penyakit hipersensitivitas seperti asma yang disebabkan karena reaksi yang berlebihan terhadap polutan di udara (Suma'mur, 2009). Menurut Suma'mur (1996), debu yang dapat menimbulkan ganggguan kesehatan bergantung dari : a. Solubility Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka bahan - bahan itu akan larut dan langsung masuk ke pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang peri bronchial menuju ke luar bronchial oleh rambut-rambut getar di kembalikan ke atas. b. Komposisi kimia debu 1. Inert dust Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal.- Poliferal dust Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Debu golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis, contohnya : debu silika, asbestosis, kapas, berilium dan sebagainya.- Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahandi dalam paru, namun dapat ditimbulkan efek iritasi yaitu debuyang bersifat asam atau asam kuat. c. Konsentrasi debu Semakin tinggi konsentrasi debu di udara tempat kerja, maka semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan. d. Ukuran partikel debu Ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian atas. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut : 1. Ukuran debu 5 10 mikron, akan tertahan olah cilia pada saluran pernapasan bagian atas. 2. Ukuran debu 3 5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah. 3. Ukuran debu 1 3 mikron, sampai dipermukaan alveoli. 4. Ukuran debu 0,5 1 mikron, hinggap dipermukaan alveoli,selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru. 5. Ukuran debu 0,1 0,5 mikron, melayang dipermukaan alveoli.

2.6.3. Sumber Debu Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997). Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin.

2.6.4. Jenis Debu Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma'mur (2009) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik. Klasifikasi debu dapat dilihat pada tabel.Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Kesehatan Pada Manusia No Jenis Debu Contoh (Jenis Debu)

1.1 Organik a. Alamiah 1. Fosil 2. Bakteri

3. Jamur 4. Virus 5. Sayuran

6. Binatang b. Sintesis 1. Plastik 1. Plastik2. 2. Reagen

Batu bara, karbon hitam, arang, granit. TBC, antraks, enzim, bacillus substilis. Koksidiomikosis, Histoplasmosis. Actinomycosis, kriptokokus, thermophilic. Cacar air, Q fever, psikatosis. Kompos jamur, ampas tebu, tepung padi, gabus, serat nanas, atap alang-alang, katun, rami. Kotoran burung, kesturi, ayam

Politetrafluoretilen, toluene diisosianat Minyak isopropyl, pelarut organic

2.2 Anorganik a. Silika bebas 1. Crystaline2. Amorphous b. Silika 1. Fibrosis2. Lain-lain c. Metal 1. Inert 2. Lain-lain 3. Bersifat keganasan

Quarz, trymite cristobalite Diatomaceous earth, silica gel

Asbestosis, sillinamite, talk Mika, kaolin, debu, semen

Besi, barium, titanium, alumunium Berilium Arsen, kobal, nikel hematite, uranium, khrom,

(Sumber : Suma'mur. P.K 2009) Partikel debu yang terdapat di lingkungan kerja lokasi penelitian sebagian besar bersumber dari akitivitas pengepressan barang-barang bekas yang terbuat dari besi dan alumunium yang sudah korosif (berkarat). Debu di lingkungan kerja lokasi penelitian sebagian besar debu anorganik golongan metal yang bersifat inert. Debu inert merupakan debu kerja nonfibrogenik, dimanadebu ini yang tidak menimbulkan reaksi jaringan paru akibat inhalasi di tempatkerja, contohnya adalah ferrioksida, stanum oksida, alumunium oksida, barium sulfat, titanium dioksida (Harrianto, 2010).

2.6.5. Pengukuran Kadar Debu di Udara Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berada konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara. Hal ini penting dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat dijadikan pedoman pihak pengusaha dalam membuat kebijakan yang tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja, sekaligus menekan angka prevalensi penyakit akibat kerja. Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti: 1. High Volume Air Sampler (HVAS) Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7 m/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran darah melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 - 8 jam. 2. Low Volume Air Sampler (LVAS) Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita ingin kan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung. 3. Low Volume Dust Sampler (LVDS) Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air sampler. 4. Personal Dust Sampler (PDS) Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

2.6.6. Nilai Ambang Batas (NAB) Kadar Debu Nilai ambang batas (NAB) adalah standard faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI No.13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja). Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktik higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Kadar debu yang melampaui ambang batas yang ditentukan dapat mengurangi penglihatan, menyebabkan endapan tidak menyenangkan pada mata , hidung, dan telinga dan dapat juga mengakibat kerusakan pada kulit. Nilai ambang batas kadar debu di udara berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengujian3.1.1 Identitas PerusahaanNama Perusahaan: PT. Adi Satria Abadi (ASA)Jenis Perusahaan: Penyamakan KulitJumlah Tenaga Kerja: 252 OrangAlamat Perusahaan:Dusun Banyakan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, YogyakartaTanggal Kunjungan: 22 Januari 2015, Pukul 10.00 WIB3.1.2 Proses Produksi1. Bahan yang diperlukan :a. Bahan baku : Kulit domba dan kambingb. Bahan tambahan : tepung kanji, wax (lilin), formalin, kromik2. Mesin atau peralatan kerja yang dipergunakan :a. Mesin pemroses kulit mentahb. Mesin pengeringc. Mesin pembersih lemak kulitd. Mesin pembakar bulu kaine. Mesin pemasrah kulitf. Mesin oveng. Mesin finishing3. Proses produksi :Kulit mentah dipilih melalui proses seleksi (pickle), kemudian masuk ke proses pencucian dan penyamakan warna dasar (tanning), dilanjutkan dengan penipisan ukuran kulit sesuai pemesanan (shaving). Setelah ditipiskan, kulit kemudian masuk ke tahap pewarnaan dan peminyakan (dyeing) dan pewarnaan untuk warna putih menggunakan formalin (retan). Setelah selesai diwarnai, kulit dikeringkan setengah kering (Enzyne) dan dilebarkan menggunakan mesin press (setter). Kulit dikeringkan total dengan cara digantung (hanging), dan dilemaskan menggunakan mesin (milling), untuk kulit yang berwarna putih dilakukan dengan cara wide stacking.4. Barang yang dihasilkan :a. Produk utama : Kulit lembaranb. Produk sampingan : -

3.2 Identifikasi Bahaya Fisik dan KimiaA. HasilPotensi bahayaSumber potensiBahaya Pengendalian

Kebisingan Ruang enzine setterRuang stakingHearing lossHearing lossEar plugEar plug

Tekanan panasArea produksiDehidrasiMenyediakan air minum di setiap area produksi

Pencahayaan OfficeGudang Mata lelah, penglihatan kabur dan rangkap, produktivitas berkurangMeningkatkan pencahayaan sampai nilai normal

Getaran Mesin setter utaraMesin EnzineMesin enzin selatanGangguang sistem saraf pusat dan urologiMeredam langsung getaranMemberi bantalan lunakMenggunakan sepatu peredam getaranMengurangi waktu terpapar

Radiasi ---

Faktor Kimia Potensi bahaya Sumber potensi Bahaya Pen gendalian

Debu Area produksiInfeksi pernapasanMenggunakan masker

Gas uap/ asap ---

Kimia cairDiobal Chromosol bSoda kue (NaHCO3)Soda asetatPro enzymSoda kloridFormid acidAmoniak Permian carbonat KeracunanAlergiKerusakan jaringan paruInfeksi saluran napasMenggunakan sarung tanganMenggunakan maskerMenyediakan ventilasi yang cukup

Kimia padat---

3.3 KebisinganA. HasilNoLokasiTingkat kebisinganJenis bisingSumber bisingNAB(dB)Keterangan

LeqLmax

1Bag. tanning81.695.5KontinuMesin tanning85Belum melebihi

2Bag. Shaving83.591.7KontinuMesin shaving85Belum melebihi

3Bag. Enzyn-setter80.492.4KontinuMesin enzyn85< NAB

4Bag. Bengkel88.296.9IntermittenKipas angin, alat perbaikan85>NAB

5Bag. Stacking80.181.5KontinuMesin stacking, exhaust fan, fan85