MOTIVASI KERJA HIPERKES
-
Upload
ira-rha-pracina-gunarton -
Category
Documents
-
view
101 -
download
1
description
Transcript of MOTIVASI KERJA HIPERKES
Motivasi kerja(Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Kerja)
Dosen Pengampu:
Drs. Hardjono, MSi.
(Kelas B)
Binti Mukhoiriyah (R0012016)Ira Pracinasari (R0012048)Rangga Darmajati (R0012078)
PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diera modern ini, banyak perusahaan di Indonesia yang mulai mencari
cara untuk meningkatkan motivasi bekerja kepada karyawannya. Mengingat
pentingnya motivasi kerja bagi dunia usaha. Karena dengan motivasi kerja yang
tinggi maka produktivitas yang tinggi juga dapat dicapai. Motivasi dapat di
ciptakan dan ditingkatkan dengan cara memenuhi kebutuhan pegawai,
Memberikan perhatian kepada bawahan dan menganggap karyawan
sebagai insan yang tidak semata-mata sebagai bawahan. Menggerakkan motivasi
kerja pada karyawan juga bukanlah hal yang mudah mengingat karakteristik
setiap individu juga berbeda satu sama lain. Dan setiap karyawan mempunyai
motivasi yang berbeda. Ada karyawan yang bekerja dengan motif untuk
memperoleh upah yang tinggi, dan ada pula yang bekerja dengan motif
memperoleh kesempatan pengembangan karier, serta masih banyak motif-motif
lainnya yang dapat mempengaruhi prestasi/produktivitas kerja karyawan.
Jadi pada dasarnya, penyebab karyawan melaksanakan pekerjaannya
adalah motivasi karyawan tersebut untuk bekerja. Jika karyawan termotivasi
untuk bekerja, maka prestasi kerja pun cenderung akan meningkat. Maka
produktivitas karyawan pun akan menjadi lebih baik.
B. Tujuan
1. Mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menguji dan
melaksanakan teori-teori motivasi kerja di tempat kerja
2. Mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menganalisis penyebab
kasus-kasus yang berkaitan dengan motivasi kerja di tempat kerja
2
3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
pada tenaga kerja di tempat kerja
4. Mahasiswa dapat mengetahui dasar-dasar motivasi kerja
C. Manfaat
I. Bagi Praktikan
a. Memperoleh kemampuan dan keterampilan dalam menguji dan melaksanakan
teori-teori mengenai motivasi kerja
b. Memperoleh kemampuan dan keterampilan dalam menganalisis kasus-kasus yang
berkaitan motivasi kerja pada pekerja di tempat kerja.
c. Memperoleh pengetahuan mengenai penyebab kurangnya motivasi bekerja bagi
tenaga kerja di tempat kerja
d. Memperoleh pengetahuan tentang dasar-dasar motivasi kerja
II. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
a. Dapat menambah pengetahuan dari mata kuliah Psikologi kerja mengenai
motivasi kerja di tempat kerja
b. Dapat menambah referensi kepustakaan di kampus DIII Hiperkes dan
Keselamatan Kerja
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu kata movere yang
berarti bergerak. Dalam konteks sekarang, motivasi dapat didefinisikan
sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan
ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan.
Pada tahun 1943, pakar psikologi motivasi Abraham Maslow
memaparkan teori hierarki kebutuhan dari motivasi yang sekarang menjadi
terkenal.
Moslow menyatakan bahwa psikologi motivasi adalah sebuah fungsi
dari lima kebutuhan dasar, yaitu:
Psikologi. Kebutuhan dasar yang utama. Antara lain kebutuhan
akan makanan, minum, udara untuk bertahan hidup.
Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap
kerugian fisik dan emosional.
Cinta . Keinginan untuk dicintai dan mencintai. Mengandung
kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki.
Penghargaan . Kebutuhan akan reputasi, kebanggaan, dan
pengakuan dari orang lain. Juga mengandung kebutuhan akan
kepercayaan diri dan kekuatan.
Aktualisasi diri. Keinginan untuk menjadi apa yang ia ingin jadi.
Untuk menjadi terbaik adalah kesanggupan dari menjadi apa.
Pakar psikologi motivasi yang lain, Clayton Alderfer mengembangkan
sebuah teori alternatif dari kebutuhan manusia pada akhir 1960an. Teori ini
membedakan kebutuhan yang telah dikembangkan oleh Maslow menjadi tiga
level dari yang terendah sampai tertinggi yaitu kebutuhan-kebutuhan
eksistensi (Existence Needs) yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan
4
keamanan, kebutuhan-kebutuhan hubungan (Relatedness Needs) yang
berfokus pada bagaimana individu berhubungan dengan lingkungan
sosialnya, kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan (Growth Needs) yang meliputi
kebutuhan akan tumbuh sebagai manusia pada umumnya dan menggunakan
kemampuannya untuk mencapai potensi yang penuh. Meskipun teori
psikologi motivasi ERG mengasumsikan bahwa perilaku yang termotivasi
mengikuti suatu hierarki yang agak serupa dengan hierarki yang
dikemukakan oleh Maslow, terdapat perbedaan penting. Pertama, teori ERG
menyatakan bahwa lebih dari satu level kebutuhan bisa menggerakkan
motivasi pada saat yang bersamaan. Kedua, teori ERG memiliki apa yang
dinamakan komponen frustasi-regresi (frustation-regresion aspect). Jadi, jika
kebutuhan-kebutuhan tertentu tidak terpenuhi, individu akan menjadi frustasi,
mundur ke level yang lebih rendah.
David McClelland, seorang pakar psikologi motivasi yang terkenal
telah mempelajari hubungan antara kebutuhan dengan perilaku sejak tahun
1940an. Ia membagi kebutuhan menjadi tiga jenis, yaitu prestasi
(achievement), kekuasaan (power), dan afilasi (affilation). Penjelasannya
adalah sebagai berikut:
The Need for Achievement: Menyatakan bahwa motivasi dan
kemampuan sangat mendorong untuk memperkuat lebih keras
lagi mencapai prestasi (sukses) atau keinginan menyelesaikan
suatu kesulitan.
The Need for Affiliation. Keinginan untuk menghabiskan waktu
dalam aktivitas serta hubungan sosial.
The Need of Power. Merefleksikan keinginan individu untuk
mempengaruhi, melatih, mengajar, atau mendorong seseorang
untuk sukses.
Terence Mitchell, seorang peneliti terkenal mengenai perilaku
organisasi, memperkenalkan model konseptual yang menjelaskan bagaimana
psikologi motivasi mempengaruhi perilaku dan kemampuan bekerja. Ia
menerangkan bahwa individual inputs dan job context merupakan dua
5
kategori kunci dari faktor yang mempengaruhi motivasi. Kedua kategori ini
saling mempengaruhi satu sama lain yang juga mempengaruhi motivational
process yang nantinya akan membentuk motivated behaviors. Ia juga
menjelaskan bahwa motivated behaviors secara langsung dipengaruhi oleh
individual\'s ability dan job knowledge (skills), motivasi, dan suatu kombinasi
yang membatasi job context factors. Performance seseorang, pada akhirnya
akan dipengaruhi oleh motivated behavior.
A. Dasar – Dasar pokok Motivasi Kerja
Pada dasarnya motivasi dapat mamacu karyawan untuk bekerja keras
sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan
produkitvitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan
perusahaaan, sumber motivasi ada tiga faktor, yakni:
Kemungkinana untuk berkembang,
Jenis pekerjaan ,dan
Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari
perusahaan tempat mereka bekerja.
Di samping itu terdapat beberapa aspek yang terpengaruh terhadap
motivasi kerja karyawan, yakni: rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji
yang adil dan kompetitif. Lingkungan kerja yang menyengangkan,
penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen.
Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang
menarik menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan,
kejelasan akan standar keberhasilan, output yang diharapkan serta, bangga
terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja
karyawan.
Pada dasarnya proses dapat digambarkan jika seseorang tidak puas
akan mengakibatkan ketegangan, yang pada akhirnya akan mencapai jalan
atau tindakan untuk memenuhi dan terus mencari kepuasan yang menurut
ukurannya sendiri sudah sesuai dan harus terpenuhi. Sebagai contohnya,
beberapa karyawan secara regular menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk berbicara atau mendiskusikan sesuatu di kantor, yang sebenarnya
6
hanya untk memuaskan kebutuhan sosialnya. Langkah ini sebagai suat usaha
yang bagus, namun tidak produktif dapat mewujudkan hasil kerja atau target
kerja.
B. Teori Motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H.Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu :
Fisiologis
Keamanan , keselamatan dan perlindungan
Sosial, kasih sayang, rasa dimiliki
Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
Aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia
menjadi.
Menurut maslow, jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, maka
ia perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah posisi bawahan
dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan
dia atas tingkat itu.
2. Teori Motivasi X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan
bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya
satu negatif (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah
mendominasi individu, dan satu lagi positif (teori Y) bahwa kebutuhan order
tinggi mendominasi individu.
7
3. Teori Motivasi - Higiene
Dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang
mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang
motivasi.
Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak
puas atau faktor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik
tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari
rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- Prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pekerjaan itu sendiri (the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
4. Teori Motivasi kebutuhan McClelland
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan, yaitu :
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)
5. Teori Motivasi Harapan - Victor Vroom
Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu
pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu,
dan pada daya tarik dari keluaran bagi individu tersebut.
Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan
menghantarkan ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang
baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus,
kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi
karyawan tersebut.
8
6. Teori Motivasi Keadilan Organisasi
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh
keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Individu bekerja
untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi.
Menurut Equity Theory (Adams, dalam Donovan, 2001),
karyawan menganggap partisipasi mereka di tempat kerja
sebagai proses barter, di mana mereka memberikan kontribusi
seperti keahlian dan kerja keras mereka, dan sebagai gantinya
mereka mengharapkan hasil kerja baik berupa gaji ataupun
pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi
mengenai keadilan antara apa yang didapatkan karyawan relatif
terhadap apa yang mereka kontribusikan.
Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah melalui
konsep Procedural Justice. Di sini, penekanannya adalah
apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja
pada para karyawan cukup adil atau tidak (Donovan, 2001).
7. Reinforcement theory
Teori motivasi ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses
motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku
dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam
proses pembelajaran.
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu, maka akan banyak
menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks
belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Membahas motivasi kinerja karyawan, maka hal ini terkait dengan
faktor-faktor yang memengaruhinya. Diantaranya yaitu ketidakjelasan peran,
rendahnya kompetensi, keragaman sistem nilai yang dimiliki karyawan,
preferensi yang berbeda, dan kurangnya penghargaan.
9
1. Kejelasan peran karyawan.
Semakin jelas dan terinternalisasinya uraian peran di kalangan
karyawan dan manajer cenderung semakin kecilnya peluang
terjadinya penyimpangan kinerja. Sebaliknya, ketidakjelasan peran
karyawan, akan menyebabkan motivasi kinerjanya menurun,
bahkan hilang sama sekali.
2. Kompetensi Karyawan.
Kompetensi terbagi dua :
o Kompetensi keras berupa pengetahuan dan keterampilan
o Kompetensi lunak (soft skills), berupa sikap, etos kerja,
motivasi, prakarsa, kreatifitas dan empati.
Semakin tinggi derajad kompetensi karyawan semakin tinggi pula
motivasi kinerja yang dimilikinya.
3. Lingkungan Kerja.
Lingkungan kerja terbagi menjadi :
o Lingkungan fisik (fasilitas kerja termasuk peralatan kerja,
ruangan, kursi dan meja, listrik, pendingin ruangan,
kebisingan yang rendah, dan alat pengaman)
o Non-fisik (gaya kepemimpinan manajer yang partisipatif,
kompensasi, mutu hubungan vertikal dan horisontal seperti
kebersamaan serta lingkungan sosial).
Semakin nyaman lingkungan kerja, semakin tinggi motivasi kinerja
karyawannya.
4. Sistem Nilai.
Nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan
tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai
prinsip atau standar dalam hidupnya.
Konflik yang terjadi antara manajer dan karyawan bisa jadi karena
dipengaruhi perbedaan nilai tentang ukuran kinerja pekerjaan;
apakah dilihat dari proses ataukah hasil; ataukah gabungan
10
keduanya. Sistem nilai sangat memengaruhi motivasi kinerja
karyawan.
5. Preferensi.
Yang dimaksud adalah derajad kesukaan atau preferensi terhadap
pekerjaan tertentu. Karyawan yang tergolong teori Y (suka bekerja,
disiplin, dan bertangung jawab), jenis pekerjaan apapun cenderung
siap untuk dilaksanakan.
Namun ada sebagian kecil karyawan tergolong teori X (tak suka
bekerja, malas, dan tak bertanggung jawab), maka proses dan
motivasi kinerja karyawannya menjadi rendah. Manajer hendaknya
dapat mengidentifikasi derajad preferensi karyawan terhadap
pekerjaan yang diberikan.
6. Penghargaan.
Setiap manusia membutuhkan penghargaan dari orang lain. Dalam
bidang pekerjaan, penghargaan yang dibutuhkan karyawan
berbentuk kompensasi finansial dan non-finansial. Kompensasi
finansial dapat berupa gaji, upah, insentif, dan bonus.
Kompensasi non-finansial bisa berupa jenjang karir, piagam
penghargaan prestasi, dan ucapan terimakasih. Penghargaan adalah
unsur vital dalam membangun motivasi kinerja dan kepuasan
karyawan.
Tidak semua faktor berhubungan atau berpengaruh nyata terhadap
motivasi kinerja karyawan. Hal itu sangat berkaitan dengan tipe organisasi
apakah berorientasi pada laba atau nirlaba; apakah BUMN atau non-BUMN.
Motivasi kinerja karyawan juga sangat terkait dengan faktor-faktor
kompetensi organisasi, skala atau ukuran usaha organisasi, karakteristik
perusahaan sebagai organisasi pembelajaran, karakteristik karyawan, jenis
pekerjaan, budaya organisasi, dan gaya kepemimpinan manajer dalam
organisasi.
11
Dengan demikian faktor-faktor yang memengaruhi cenderung beragam
dan sangat situasional sesuai dengan kondisi perusahaan atau organisasi
masing-masing.
a. Pentingnya Motivasi Organisasi
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Dalam kehidupan, motivasi memiliki peranan yang sangat
penting. Sebab, motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan
mendukung perilaku manusia, sehingga mau bekerja giat dan antusias
mencapai hasil yang optimal. Tanpa adanya motivasi dalam diri seseorang,
maka dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak sedikitpun dari
tempatnya berada. Begitupun dalam kehidupan berorganisasi, motivasi
organisasi sangat mutlak adanya. Sehebat apapun rencana yang telah dibuat
oleh ketua organisasi, apabila dalam proses aplikasinya dilakukan oleh
anggota yang kurang atau bahkan tidak memiliki motivasi yang kuat, maka
akan menyebabkan tidak terealisasinya rencana tersebut.
Tidak salah jika kemudian Flipo mendefinisikannya dengan “Direction
or motivation is essence, it is a skill in aligning employee and organization
interest so that behavior result achievement of employee want simultaneously
with attainment or organizational objectives”.
“Motivasi organisasi adalah suatu keahlian,
dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar
mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan
para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus
tercapai.”
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, manusia akan termotivasi oleh
kebutuhan yang dimilikinya. Pendapat ini sejalan dengan Robin yang
mengemukakan bahwa Motivasi organisasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa
kebutuhan individual.
12
Baron dalam Mangkunegara mendefinisikan motivasi organisasi
sebagai proses pemberian dorongan kepada anak buah supaya anak buah
dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan
organisasi secara optimal. Motivasi ini dapat pula dikatakan sebagai energi
untuk membangkitkan dorongan dalam diri.
Terkait dengan motivasi organisasi, perlu kita pahami, lima fungsi
utama manajemen adalah planning, organizing, staffing, leading, dan
controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning),
organisasi dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing).
Langkah berikutnya adalah menugaskan atau mengarahkan anggota menuju
ke arah tujuan yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara
sederhana adalah membuat anggota melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang diinginkan dan harus mereka lakukan.
Memotivasi organisasi merupakan kegiatan kepemimpinan yang
termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan ketua organisasi untuk
memotivasi anggotanya akan sangat menentukan efektifitas ketua. Ketua
harus dapat memotivasi para anggotanya agar pelaksanaan kegiatan dan
kepuasan kerja mereka meningkat. Jika ketua membiarkan anggotanya
berjalan tanpa motivasi, maka bisa dipastikan kinerja organisasi yang
memburuk, menemukan kegagalan program kerja, bahkan terancam bubar.
Menurut Atkinson, suatu organisme (dalam hal ini manusia dan
hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat
dan lebih efisien daripada yang tidak dimotivasi. Selain menguatkan
organisme itu, motivasi organisasi cenderung mengarahkan perilaku (orang
yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang
haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari
stimulus/rangsangan yang menyakitkan.
Jika demikian, motivasi organisasi memegang peranan yang tidak bisa
diremehkan. Banyak cara yang bisa dilakukan, baik secara formal maupun
informal. Baik secara organisatoris maupun pendekatan secara personal.
Sebagai pimpinan organisasi, sebisa mungkin bisa memahami masalah
13
anggotanya, sehingga bisa memecahkan masalah secara bersama. Peran
evaluasi sangat penting dalam hal ini, sehingga tidak ada anggota yang
merasa terpaksa menjalankan roda organisasi. Apalagi, jika organisasi
bersifat sukarela, alias tidak ada upah kerja untuk anggotanya.
b. Faktor yang Mempengaruhi Turunnya Motivasi Kerja
Seperti kita ketahui bahwa motivasi sangat berpengaruh dengan
prestasi kerja seseorang. Dalam menjalankan usaha pun juga membutuhkan
motivasi untuk mencapai kesuksesan yang di cita – citakan. Namun untuk
menumbuhkan motivasi dalam diri seseorang tidaklah mudah. Emosional
yang ada dalam diri seseorang mempengaruhi motivasi seseorang bisa naik
bahkan bisa turun, sesuai dengan kondisi yang dialaminya.
Tak bisa dipungkiri hampir semua orang pernah merasakan kejenuhan hebat
yang mengakibatkan turunnya motivasi diri seseorang. Turunnya motivasi
membuat seseorang merasa tidak ingin melakukan kegiatan apapun, hingga
tidak fokus dan merasa bingung dengan apa yang akan dikerjakannya.Jika
dipaksakan bekerja pun akan menghasilkan kinerja yang kurang memuaskan.
Hal ini sebaiknya jangan dibiarkan berlarut – larut, karena selain akan
merugikan diri sendiri juga akan merugikan usaha yang dikerjakannya.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan turunnya motivasi seseorang
antara lain dikarenakan adanya kejenuhan akan rutinitas yang sama setiap
harinya, sehingga membuat seseorang menjadi pasif dan cenderung menyerah
pada keadaan sehari – harinya. Selain itu tujuan hidup yang kurang jelas juga
dapat membuat seseorang tidak termotivasi dalam menjalankan usahanya,
sehingga seseorang tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya. Hal
ketiga yang dapat mempengaruhi turunnya motivasi karena adanya rasa takut
untuk mencoba usaha baru, sehingga tidak ada keinginan untuk bekerja keras
mencapai kesuksesan yang dicita – citakan.
14
c. Tindakan – Tindakan yang Dapat Memacu Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan dorongan dari dalam diri seseorang yang
membuatnya tergerak melakukan kegiatan produktif, hingga menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Adanya motivasi
kerja ternyata berpengaruh besar terhadap kesuksesan seseorang. Seseorang
tidak akan berhasil meraih kesuksesan, tanpa adanya dorongan motivasi yang
diikuti dengan tekat kuat untuk bekerja keras. Karena untuk memperoleh hasil
yang memuaskan dibutuhkan adanya proses dan perjuangan yang cukup
panjang.
Motivasi kerja yang dimiliki seseorang ternyata dapat mengalami
perubahan, terkadang bisa naik dan suatu waktu juga bisa turun. Hal inilah
yang menyebabkan seseorang terkadang dapat bekerja dengan penampilan
kerja terbaiknya, jika motivasi kerjanya sedang naik. Dan tak jarang pula
seseorang bekerja dengan malas – malasan jika kondisi motivasi kerjanya
sedang turun.
Biasanya motivasi kerja akan turun ketika seseorang merasa tidak puas
dengan hasil kerja yang didapatkan. Untuk mengatasi hal tersebut, ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengembalikan motivasi kerja
seseorang. Berikut beberapa solusi yang dapat dijalankan :
1. Jadikan hasil kerja sebagai tujuan utama Anda.
Besarnya hasil kerja atau reward yang diperoleh seseorang, baik
berupa materi maupun non materi dapat dijadikan sebagai tujuan
utama motivasi kerja. Hal itu akan membuat Anda selalu berusaha
untuk mewujudkan hasil kerja yang terbaik. Selain itu dengan
adanya dorongan tersebut menjadikan seseorang bekerja dengan
optimal guna meraih sukses.
2. Mengembangkan potensi diri dengan mengikuti seminar
ataupun workshop.
Mengikuti acara seminar ataupun workshop dapat meningkatkan
kemampuan kerja maupun motivasi kerja yang Anda butuhkan.
15
Sehingga kualitas kerja kita dapat meningkat, dan mendekatkan
Anda pada tujuan yang dicitakan.
3. Agendakan aktivitas yang dapat menghilangkan kejenuhan
kerja. Misalnya saja agendakan untuk mengadakan acara outbond
maupun rekreasi bersama rekan kerja. Sehingga dapat
menghilangkan kejenuhan kerja yang dapat menurunkan motivasi.
Selain itu kegiatan tersebut juga dapat mempererat hubungan
antara para karyawan dengan atasannya.
4. Komunikasikan masalah pekerjaan yang dihadapi.
Biasakan untuk mengomunikasikan masalah pekerjaan yang
dihadapi dengan rekan kerja, sehingga masalah yang menghambat
pekerjaan dapat segera diatasi dan tidak berlarut – larut.
5. Pilihlah bidang pekerjaan yang memang Anda senangi.
Dengan memilih bidang pekerjaan yang Anda senangi akan
mengurangi kejenuhan kerja yang sering muncul. Karena
menjalankan pekerjaaan yang disenangi membuat seseorang
merasa nyaman dan tidak terbebani.
6. Terapkan kedisiplinan pada diri Anda.
Karena dengan disiplin seseorang akan selalu berkomitmen untuk
menuju impian yang diinginkannya. Ketahuilah bahwa motivasi
yang kuat serta kedisiplinan diri, akan membawa pada kesuksesan.
16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kasus 1
Kita akan menggunakan Contoh Kasus PHK seperti yang telah digunakan
sebelumnya. Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak
termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi
kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan
memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK,
mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang
mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK.
Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah
dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy
Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk
perusahaan dalam Contoh Kasus kita:
o Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu
mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan
pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki
keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
o Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan
prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai
targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para
karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan
mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
o Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian
yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward
system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah
satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang
bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu,
17
misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan,
dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan
sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing
karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
Kasus 2
Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran, motivasi
pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini bisa jadi disebabkan
karena karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, baik dari sudut pandang
Equity Theory maupun Procedural Justice. Ketika perusahaan memecat karyawan
yang telah memberikan kontribusi berupa kerja keras dan keahlian, karyawan
mempersepsi bahwa ketidakadilan telah terjadi. Situasi ini bisa diperburuk melalui
prosedur PHK. Seringkali, alasan mengapa PHK dilakukan hanya diberikan
melalui memo atau penjelasan singkat dari manajemen level bawah, tanpa adanya
pertemuan tatap muka dengan para pembuat keputusan di manajemen level atas,
sehingga karyawan tidak memiliki kesempatan untuk bertanya atau memberikan
pendapatnya. Dalam situasi seperti ini, karyawan tidak diberikan cukup
kesempatan untuk membentuk justifikasi kognitif dalam benak mereka mengenai
mengapa PHK itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan karena penelitian telah
menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk akal disertai empati
cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan yang tidak adil
(Greenberg, 1990). Equity Theory juga menjelaskan bahwa setelah persepsi
ketidakadilan terbentuk, karyawan akan mencoba meraih kembali keadilan dengan
mengurangi jumlah kontribusi mereka (Adams, dalam Donovan, 2001). Misalnya,
karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau bahkan absen sama
sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang mereka
kontribusikan pada perusahaan.
Menurut Withdrawal Progression Model, para pekerja di atas kemungkinan
akan memulai reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti datang
terlambat, sebelum beralih ke tindakan yang lebih berat, seperti absen, dan pada
akhirnya keluar dari perusahaan (Johns, 2001). Memang belum tentu semua
karyawan yang tidak puas akan keluar dari perusahaan, karena masih ada factor-
18
faktor lain yang turut mempengaruhi seperti tingkat pengangguran di lokasi
tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan lain yang dianggap menarik oleh para
karyawan tersebut (Hom and Kinicki, 2001). Namun, bahkan dalam situasi di
mana karyawan tidak dapat keluar dari perusahaan, mereka akan terus
melanjutkan pelanggaran-pelanggaran selama mereka masih merasa tidak puas
(Johns, 2001). Ini tentu saja merupakan sesuatu yang sulit diterima oleh
perusahaan. Karena itu, beberapa rekomendasi akan diberikan kasus ini, untuk
mengurangi perilaku dan sikap yang tidak diinginkan ini.
Rekomendasi:
Pertemuan karyawan dengan manajemen serta peninjauan kembali kebijakan
perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori Organisational Justice
(Keadilan Organisasi), ketika karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan,
mereka akan mengambil tindakan terhadap organisasi dengan tujuan meraih
kembali keadilan (Adams, dalam Donovan, 2001). Persepsi ketidakadilan ini
mungkin dapat dikurangi dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal
mengenai mengapa ketidakadilan tersebut harus terjadi (Greenberg, 1990).
Berdasarkan penelitian Greenberg (1990), penjelasan yang efektif haruslah
memenuhi kriteria sebagai berikut: otoritas yang tertinggi harus jujur dan
menunjukkan empati terhadap para pekerja; dan keputusan yang diambil dapat
dijustifikasi berdasarkan informasi yang cukup.
Kriteria-kriteria ini jika diterapkan dalam contoh kasus di atas mungkin akan
dapat mengurangi efek negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk memberikan
penjelasan mengenai PHK pada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin dengan kriteria sebagai berikut:
Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas.
Para manajer dengan bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap
para pekerja, misalnya dengan mengucapkan bahwa mereka mengerti
bagaimana perasaan para pekerja dengan adanya PHK.
Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data
finansial yang menjustifikasi PHK sebagai jalan terbaik untuk
menghindarkan perusaan dari kebangkrutan
19
Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk mengajukan
pertanyaan atau memberikan pendapat mengenai PHK
Setelah melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari adanya persepsi
ketidakadilan di masa yang akan datang, perusahaan dapat melakukan peninjauan
kebijakan-kebijakan mereka yang berlaku saat ini. Kebijakan perlu diubah jika
ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan, misalnya karyawan dari kelompok
yang berbeda diperlakukan berbeda dalam proses PHK (mendapat kompensasi
yang berbeda, atau hanya kelompok tertentu yang berhak mendapat konseling,
dsb).
20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
Dari 2 kasus diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja sangat
mempengaruhi prestasi kerja seorang karyawan sehingga banyak karyawan yang
menurun motivasi kerjanya disebabkan tidak adanya keseimbangan antara prestasi
kerja dengan penghasilan yang didapatkan. Selain itu keputusan perusahaan yang
tidak adil juga mempengaruhi motivasi kerja seorang karyawan maka banyak
karyawan yang tidak terima dengan keputusan-keputusan perusahaan yang begitu
saja tanpa ada kejelasan yang pasti dari Top Management.
Saran :
Sebaiknya manajemen lebih memikirkan nasib para pekerjanya yang
sudah berkontribusi banyak untuk kemajuan perusahaan tersebut,jangan
hanya membuat keputusan dalam satu sudut pandang saja. Selain itu
perusahaan harus terbuka terhadap karyawannya demi kepercayaan
karyawan terhadap perusahaan tersebut.
Para karyawan harus lebih berfikir jauh kedepan demi masa depannya
masing-masing. Jangan hanya memikirkan penghasilan yang cukup dan
kebutuhan sosial saja.
DAFTAR PUSTAKA21
Hasibuan, M. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Ahyari, Agus, (1983), Kepemimpinan Efektif dalam Perusahaan suatu Pendekatan
Psikologi, Liberty,Jogyakarta.
As’ad, Moh, (1999), Seri Sumber Daya Manusia Psikologi Industri, Cetakan 4,
Liberty, Yogyakarta.
Donovan, J.J. (2001). Work motivation. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K.
Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational
Psychology (pp. 53-76). London: Sage Publications.
Greenberg, J. (1990). Employee theft as a reaction to underpayment inequity: The
hidden cost of paycuts. Journal of Applied Psychology, 75, 5, 561-568.
Hom, P.W., & Kinicki, A.J. (2001). Toward a greater understanding of how
dissatisfaction drives employee turnover. Academy of Management
Journal, 44, 975-987.
Johns, G. (2001). The psychology of lateness, absenteeism, and turnover. In N.
Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial,
Work,
and Organizational Psychology (pp. 232-252). London: Sage Publications.
McClelland, David C, Siswo Suyanto, Wihelminus, W. Bakowatun,
(Penterjemah). 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi : Mempercepat
22
Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Motif Berprestasi,
Jakarta : Intermedia.
23