LAPORAN HASIL PENELITIAN -...

60

Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN -...

Page 1: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau
Page 2: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

LAPORAN HASIL PENELITIAN

D-LPPN Nomor 031

PENCEGAHAN KONFLIK MELALUI PEMBERDAYAAN

KETAHANAN MASYARAKAT – FOKUS KABUPATEN

KETAPANG KALIMANTAN BARAT

PENELITI:

DR. I GEDE SUMERTHA KY, PSC, M.SC

DR. ICHSAN MALIK, M.Sc

NINGSIH SUSILAWATI, S.Sos, M.Si (Han)

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PERTAHANAN

BOGOR,

SEPTEMBER 2016

Page 3: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 ii

HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PERTAHANAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

1. Judul : Pencegahan Konflik Melalui Pemberdayaan

Ketahanan Masyarakat – Fokus Kabupaten

Ketapang Kalimantan Barat.

2. Bidang Keilmuan : Pertahanan 3. Peneliti : 1. Dr. I Gede Sumertha, KY, PSc., M.Sc

2. Dr. Ichsan Malik, M.Sc

3. Ningsih Susilowati., S.Sos., M.Si (Han)

4. Jumlah Peneliti : 3 (tiga) orang

5. Lokasi Kegiatan : Provinsi Kalimantan Barat

Mengetahui:

Ketua LPPM Unhan,

Dr. Drs. Sutrimo, M.M., M.Si Pembina Utama Madya IV/d

Bogor, September 2016

Kapuslit Strahan,

Ir. Sapto Ongko Putro, AH., M.MSI Kolonel Laut (KH) NRP. 2823/P

Page 4: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-

Nya tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pencegahan

Konflik Melalui Pemberdayaan Ketahanan Masyarakat – Fokus Kabupaten

Ketapang Kalimantan Barat”.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menjalankan program penelitian dari

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dalam bidang Ilmu

Pertahanan dari Universitas Pertahanan. Penulis menyadari bahwa tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidak mudah bagi tim peneliti

untuk menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan YME berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini dapat

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat, serta

mewujudkan perdamaian dunia.

Bogor, September 2016

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 iv

ABSTRAK

Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi

kekayaan multietnis, multikultur, dan multi agama yang merupakan potensi

untuk membangun negara multikultur yang besar. Kemajemukan terkadang

membawa berbagai persoalan dan potensi konflik yang berujung pada

perpecahan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah untuk mempersatukan

suatu keragaman tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat multikultural.

Konflik etnis pernah terjadi di wilayah Kalimantan Barat pada Desember 1996 –

April 1997 dan tahun 1999. Berkaitan dengan hal tersebut, di Kalimantan Barat

tepatnya Kabupaten Ketapang merupakan wilayah yang dapat dikatakan

memiliki resiliensi yang kuat dikarenakan tidak mudahnya terpengaruh dengan

konflik yang terjadi pada tahun 1997 dan 1999 di Provinsi Kalimantan Barat.

Kerangka teoritis dan konseptual yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik dan Teori

Resilience. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan

pendekatan deskriptif yang kemudian didukung dengan data primer dan data

sekunder.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan

tingginya ketahanan Kab. Ketapang merupakan wilayah dengan masyarakat

yang heterogen dan masyarakatnya relatif lebih terbuka secara geografis.

Selain itu, Di Kabupaten Ketapang, Tokoh Adat/Agama/Masyarakat sangat

berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat di Ketapang. Hubungan yang

erat antara individu dengan komunitas inilah yang kemudian mempengaruhi

kuatnya ketahanan/resiliensi masyarakat Kab. Ketapang setempat. Kemudian,

hubungan yang baik antara kelompok fungsional, yaitu stakeholders setempat

dengan kelompok fungsional, yaitu Tokoh Adat/Agama/Masyarakat juga

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kuatnya ketahanan masyarakat

Kab. Ketapang.

Kata Kunci : Ketapang, Konflik, Ketahanan, Masyarakat.

Page 6: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 v

ABSTRACT

As a plural and heterogeneous country, Indonesia has the potential riches

of multiethnic, multicultural, multi-religious which is the potential to build a great

multicultural country. Pluralism bring problems and potential conflicts that led to

the split, sometimes. This shows that is not easy to unite a diversity without the

support of multicultural awareness. Ethnic conflicts have occurred in West

Kalimantan in December 1996 - April 1997 and 1999. In this regard, in West

Kalimantan, Ketapang Regency exactly are with a strong resilience because is

not affected by the conflict in 1997 and 1999 in the West Kalimantan Province.

The theoretical and conceptual framework used in this study is a dynamic

framework Prevention and Conflict Resolution and Resilience theory. The

method used is qualitative method with descriptive approach which is further

supported by primary data and secondary data.

The results of this study indicate that the factors causing the high resilience

of Ketapang is a region with a heterogeneous society and relatively more open

society geographically. In addition, in this region, traditional figure / Religion /

Society is very influential in society life in Ketapang. A close relationship

between the individual and the community then affect the strength of the

resistance / resilience of the society. Then, a good relationship between

functional groups, namely local stakeholders with functional groups, namely the

traditional figure / Religion / Society has also become one of the factors that

affect the strength of community resilience in Ketapang Regency.

Keywords: Ketapang, Conflict, Security, Society.

Page 7: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 vi

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................ iii

ABSTRAK................................................................................................ iv

ABSTRACT.............................................................................................. v

DAFTAR ISI.............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL...................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian................................................................ 7

1.4 Manfaat Penelitian............................................................. 7

BAB II KERANGKA TEORI..................................................................... 8

2.1 Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik....... 8

2.2 Kerangka Dinamis .............................................................. 10

2.3 Teori Resilience.................................................................. 13

BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 17

3.1 Jenis Penelitian.................................................................... 17

3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data............................... 17

3.3 Teknik Analisis Data............................................................. 20

BAB IV DATA PENELITIAN DAN ANALISIS DATA.................................. 22

4.1 Gambaran Sebaran Data/Subjek Penelitian.......................... 22

4.1.1 Geografis dan Demografis Kab. Ketapang................. 22

4.1.2 Sosial Masyarakat Kab. Ketapang............................. 23

4.1.3 Visi dan Misi Kota...................................................... 24

4.2 Analisis Data dan Interpretasi Hasil..................................... 27

Page 8: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 vii

4.3 Pembahasan...................................................................... 32

4.3.1 Ketahanan Masyarakat........................................... 32

4.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ketahanan Masyarakat (Community Resilience) Etnis............ 36 BAB V KESIMPULAN............................................................................ 41 5.1 Simpulan........................................................................... 41 5.2 Saran................................................................................ 42 5.2.1 Saran Teoritis......................................................... 42 5.2.2 Saran Praktis......................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 44

Page 9: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.4.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Agama Kabupaten

Ketapang pada Tahun 2009............................................. 23 Tabel 3.4.2 Jumlah Rumah Ibadah di Kabupaten Ketapang

pada Tahun 2009.............................................................. 24

Page 10: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik........ 9 Gambar 2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Individual

Resilience............................................................................. 14

Page 11: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kontrak Kerja........................................................ 46 Lampiran 2 Sprin Peneliti........................................................ 47

Page 12: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beranekaragam bangsa,

hal ini dapat dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang kompleks

dan luas. Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi

kekayaan multietnis, multikultur, dan multi agama yang merupakan potensi

untuk membangun negara multikultur yang besar. Akan tetapi, disisi lain kondisi

masyarakat yang multikultural juga berpotensi untuk memicu munculnya konflik

dan perpecahan. Nasikun (2007:33) menyatakan bahwa kemajemukan

masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik,

pertama secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-

kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta

perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh

adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah

yang cukup tajam.

Kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi

konflik yang berujung pada perpecahan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

mudah untuk mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung oleh kesadaran

masyarakat multikultural. Berkaitan dengan hal tersebut, Geertz (dalam

Hardiman, 2002: 4) mengemukakan bahwa Indonesia merupakan negara yang

sangat kompleks sehingga sulit untuk melukiskan anatominya. Negera ini bukan

hanya multietnis yang terdiri dari suku Jawa, Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali,

dan lainnya melainkan juga menjadi arena pengaruh multimental dari India,

Cina, Belanda, Portugis, Hindhuisme, Buddhisme, Konfusianisme, Islam,

Kristen, Kapitalis, dan seterusnya.

Dengan demikian, hal tersebut menjadi dilematis tersendiri bagi

Indonesia karena selain menjadikan Indonesia sebagai multicultural nation-

state, namun juga dapat menjadi ancaman bagi negara. Hal ini dikarenakan

perbedaan tersebut dapat memotivasi timbulnya konflik antarkelompok, etnis,

agama, dan suku bangsa. Salah satu indikasinya yaitu mulai tumbuh suburnya

berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, agama, dan organisasi atau

golongan yang berjuang dan bertindak atas nama kepentingan kelompok yang

mengarah pada konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).

Page 13: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 2

Beberapa konflik yang terjadi di Indonesia yang bersifat SARA kerap

terjadi, salah satunya adalah konflik etnis yang terjadi di Kalimantan Barat, yaitu

konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau dan menyebar

hingga ke wilayah Pontianak tahun 1996-1997, serta konflik antara etnis Melayu

dan Madura di Kabupaten Sambas pada tahun 1999. Hal ini dikarenakan

keragaman etnis yang cukup tinggi di Kalimantan Barat. Populasi etnis di

wilayah ini sangat beragam, terdiri dari etnis Dayak, Melayu, Madura, Jawa,

Bugis, Batak, dan Cina. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Pusat

Statistik (2003), jumlah persentase etnis Dayak sekitar 33.75%; Melayu 34.43%;

Cina 10.01%; Madura 5.51%; Bugis 3.29%, Sunda 1.21%, Batak 0.56%,

dan lain-lain 1.85%. Persentase penduduk di atas menunjukkan bahwa

kelompok etnis paling besar di Kalimantan Barat adalah etnis Dayak dan

Melayu. Namun demikian, etnis Cina dan Madura yang penduduknya tidak

terlalu banyak memiliki andil yang cukup besar dalam proses kategorisasi

berdasarkan etnis di Kalimantan Barat.

Kondisi masyarakat yang multietnis seperti di Kalimantan Barat ini sangat

rawan terjadi gesekan apabila tidak dikendalikan dengan baik. etnisitas dapat

menjelma menjadi konflik kekerasan dan lebih parahnya lagi dapat

menyebabkan ethnic cleansing atau pembantaian terhadap suatu etnis seperti

yang terjadi di Rwanda. Potensi konflik yang sangat tinggi ini dikarenakan

persaingan dan saling membandingkan antar kelompok etnis timbul di

permukaan, seperti yang dinyatakan oleh Horowitz (1985), “Ethnic groups have

a natural tendency to cleave to each other, and to compare and compete with

each other.”

Konflik etnis pernah terjadi di wilayah Kalimantan Barat pada Desember

1996 – April 1997 antara suku Dayak dan Madura, di Sanggau dan menyebar

hingga ke wilayah Pontianak. Korban mayoritas berasal dari etnis Madura. Dari

kasus tersebut diperkirakan 500 hingga 1700 orang meninggal dunia (Davidson

dalam Achwan, et al., 2015) dan 20.000 orang Madura harus mengungsi

(Human Rights Watch: 1997). Konflik semakin mengekskalasi ketika suku

Dayak melakukan ritual yang merupakan bentuk deklarasi perang terhadap

suku Madura di wilayah tersebut dengan melakukan pemenggalan kepala dan

organ tubuh suku Madura untuk dikonsumsi.

Page 14: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 3

Pasca insiden tersebut, konflik kembali muncul pada tahun 1999 antara

suku Melayu dan Madura di Kabupaten Sambas. Hal ini berawal dari

dibentuknya organisasi Forum Komunikasi Pemuda Melayu (FKPM) oleh para

pemuda Melayu. Akan tetapi, organisasi ini dihimpun oleh pemuda Melayu yang

mayoritasnya merupakan Preman dari suku tersebut sehingga menyebabkan

terjadinya tindak kekerasan yang terpusat dan terencana dari organisasi

tersebut. Tindakan kekerasan semakin meningkat ketika suku Dayak

menyatakan untuk turut bergabung dengan organisasi ini dan bertujuan untuk

melawan suku Madura. Aksi kekeran tersebut menyebabkan suku Madura

harus mengungsi dari tempat mereka tinggal di Sambas. Pontianak menjadi

salah satu kota yang dipilh untuk menampung 68.934 IDPs (internally displace

person) suku Madura dengan kondisi penampungan tanpa listrik ataupun

fasilitas lainnya (Sukamdi. et al., 2002). Di sisi lain, sekitar 10,000 suku Madura

memilih untuk pindah ke daerah asal mereka di Jawa Timur (Achwan, et al.,

2005).

Permasalahan pengungsian yang tidak ditangani secara maksimal

kemudian memicu timbulnya konflik pada tahun 2001 di Pontianak. Masyarakat

lokal yang beretnis melayu meminta pemerintah daerah untuk menutup area

pengungsian dan memberikan ultimatum agar pengungsi Madura meninggalkan

wilayahnya dalam waktu lima hari. Akan tetapi, suku Madura menolak dan

melakukan penyerangan terhadap beberapa pemuda dari suku Melayu yang

kemudian menjadi pemicu serangan balik dari suku Melayu dan tindak

kekerasan.

Beberapa konflik yang telah terjadi tersebut menunjukkan bahwa wilayah

Kalimantan Barat rentan akan terjadinya konflik etnis mengingat wilayah ini

terdiri dari beberapa etnis dengan salah satu etnis sebagai etnis mayoritas dan

etnis minoritas. Alqadrie (2013: 6) mendukung hak tersebut dengan menyatakan

bahwa Kalimantan Barat memiliki potensi konflik yang besar, apabila tidak

ditangani dan dikelola dengan baik maka eskalasi konflik dapat kembali terjadi.

Permasalahan kecil seperti kesalahpahaman antar dua kelompok maupun lebih

dapat menimbulkan bentrokan massa seperti yang terjadi pada Maret 2012

antara massa FPI (Front Pembela Islam) dengan mahasiswa suku Dayak.

Bentrokan massa yang terjadi selama dua hari tersebut menyebabkan aktivitas

Page 15: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 4

ekonomi di kota Pontianak terganggu karena masyarakat khawatir akan terjadi

konflik besar seperti yang terjadi pada tahun 1999 (Kompas.com). Perkelahian

antar kelompok di Kalimantan Barat ini masih selalu dikaitkan dengan

perbedaan suku dan dikhawatirkan penanganan konflik yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah masih sangat minimal.

Upaya pemerintah daerah dalam menangani konflik di Kalimantan Barat

ini dilakukan antara lain dengan mengevakuasi korban pengungsi, menangkap

oknum yang terlibat tindak kekerasan, menyelenggarakan dialog perdamaian di

tingkat kabupaten maupun kecamatan.

Penanganan konflik oleh pemerintah daerah dan aparat keamanan diKal-

Bar ini dapat dikatakan responsif. Mereka membantu evakuasi korban

penngungsi, menangkap pelaku kejahatan dari semua etnis yang terlibat,

mengadakan dialog perdamaian di wilayah Kabupaten maupun Kecamatan.

Sementara itu NGO (Non-Government Organization) memberikan bantuan

kemanusiaan seperti konseling untuk korban trauma hingga pada mengelola

proses rekonsiliasi antar etnis yang terlibat (Achwan, et al., 2005).

Akan tetapi, program Peace-building yang dilakukan oleh pemerintah

tidak sepenuhnya berhasil. Hal ini dikarenakan antara lain, misalnya upacara

‘ikrar perdamaian’ yang isinya mengajak semua kelompok etnis untuk

menumbuhkan kembali semangat persatuan dan kesatuan. Isi dari perjanjian ini

sama sekali tidak menyinggung penyelesaian akar konflik, selain itu perjanjian

ini dipersiapkan dan disusun oleh pihak militer dan sama sekali tidak

mengikutsertakan pihak yang terlibat konflik (Achwan, et al., 2015).

Sementara itu, etnis Melayu tidak pernah termotivasi untuk

menandatangani perjanjian perdamaian dengan alasan bahwa etnis Madura

tidak dapat mematuhi norma-norma yang terdapat pada budaya lokal. Dengan

adanya persepsi tersebut, maka upaya perdamaian yang dilakukan untuk

mengembalikan pengungsi Madura ke tempat tinggal dan pekerjaan mereka di

Sambas gagal.

Dengan demikian, upaya perdamaian di wilayah tersebut masih termasuk

kedalam kategori negative peace. Seperti yang dinyatakan Galtung (1995)

bahwa damai positif adalah kondisi tanpa kekerasan dengan terciptanya rasa

keadilan sosial di masyarakat, sedangkan damai negatif berarti konflik sudah

Page 16: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 5

tidak terjadi namun potensi konflik masih ada. Untuk mencapai damai yang

positif maka diperlukan pencegahan konflik berbasis resilience

(ketahanan). Masyarakat Kalimantan Barat yang hidup dalam kondisi damai

negatif memerlukan resilience untuk membantu mereka dalam mengkatalisasi

dan mengelola adanya potensi konflik menjadi damai yang positif. Hal ini

diperkuat oleh Lederach (1997) dalam Carpenter (2011) bahwa, “The greatest

potential for conflict prevention lies in fostering the strength and resilience of

local social and political networks and institutions that indentify and mobilise

constructive responses to tensions and stress factors”.

Sementara itu, konsep ketahanan dalam hal ini sebagaimana

diungkapkan oleh Carpenter (2011, dalam USAID : 2013) merupakan

kemampuan komunitas dalam memprediksi, mengelola, mengatasi, dan bangkit

kembali pada saat dan setelah goncangan atau gangguan terjadi. individu atau

komunitas yang memiliki ketahanan yang kuat akan dapat menahan kondisi

yang dapat menyebabkan konflik dengan mengelola dan menyelesaikan

ketegangan, atau dengan upaya musyawarah ataupun dengan adanya faktor

kepemimpinan yang kuat di wilayah tersebut.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di daerah rentan akan terjadinya

konflik memiliki berbagai macam tingkat ketahanan. Hal ini dikarenakan

terdapat sebagian masyarakat yang memiliki ketahanan yang tinggi dengan

tidak terpengaruh pada kondisi buruk yang terjadi dalam lingkungannya,

sementara itu terdapat sebagian masyarakat yang memiliki ketahanan yang

rendah dengan hidup dalam ketakutan hingga pada level ekstrim dikarenakan

konflik, dan juga terdapat masyarakat dengan tingkat ketahanan yang

terpengaruh namun dapat beradaptasi dan keluar dari konflik (Justino, 2012: 2).

Justino menambahkan bahwa tingkat ketahanan masyarakat terhadap konflik

dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

“Levels of resilience depend on a series of factors both within and outside of the

control of those affected by conflict. These factors can be grouped into: (i) the

magnitude and duration of the effects of violence; (ii) the type of coping

strategies that people are able (or allowed) to access; and (iii) the effectiveness

of the strategies adopted to cope with the effects of conflict and violence”.

Berkaitan dengan hal tersebut, di Kalimantan Barat tepatnya Kabupaten

Ketapang terdapat wilayah yang dapat dikatakan memiliki resiliensi yang kuat

Page 17: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 6

dikarenakan tidak mudahnya terpengaruh dengan konflik yang terjadi pada

tahun 1997 dan 1999 di Provinsi Kalimantan Barat. Namun, jika ditilik lebih

dalam, Kabupaten Ketapang merupakan wilayah yang mayoritas

masyarakatnya merupakan suku Dayak dan Madura (Davidson: 2002). Akan

tetapi, hal tersebut tidak menjadi tolak ukur tidak terjadinya ketegangan antara

kedua suku tersebut, namun hanya saja tidak mengekskalasi seperti konflik di

Sambas dan Pontianak. Achwan, et al., (2015) menyatakan bahwa hal ini

dikarenakan adanya proses pencegahan melalui mediasi yang dilakukan oleh

ketua adat Dayak dengan menggunakan hukum adat

Peranan masyarakat dan adat setempat sangat relevan dalam proses

pembangunan ataupun dalam proses rekonstruksi sosial di lingkungan rawan

konflik, yang justru biasanya pemerintah atau institusi keamanan terkait

dianggap absen dalam proses ini. Untuk itu maka masyarakat harus memiliki

ketahanan terhadap konflik sehingga dapat mengabsorpsi guncangan dan

bangkit kembali dari kesulitan yang disebabkan oleh konflik.

Menurut Yohanes Bahari yang merupakan anggota Penasihat Dewan

Adat Dayak Kalbar dan Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan

Universitas Tanjungpura, akar konflik etnis di Kal-Bar belum sepenuhnya

diselesaikan dan kesepakatan damai pada tingkat elit ternyata tidak sampai

pada akar rumputnya (Kompas.com). Permasalahan ini membuat potensi konflik

etnis untuk terjadi kembali di Kal-Bar sangat tinggi, oleh sebab itu konsep

ketahanan terhadap konflik dirasakan perlu untuk diteliti dalam pencegahan dan

resolusi konflik sehingga dapat menjamin masyarakat untuk hidup

berdampingan dengan damai yang positif.

1.2 Rumusan Masalah

Konflik antar etnis di Kalimantan Barat masih menunjukkan kemungkinan

untuk terulang kembali. Sedikit percikan api terhadap bara konflik yang masih

menyala ini dapat menyebabkan kerusuhan yang berujung pada konflik

kekerasan. Peace-building dan pencegahan konflik dengan kesepakatan damai

masih belum menyentuh akar konflik dan tidak menyentuh secara langsung

terhadap generasi muda. Selain itu fenomena lainnya menunjukkan bahwa

terdapat wilayah di Kal-Bar yang sama sekali tidak terpengaruh dengan konflik

etnis yang terjadi, dalam arti tidak terjadi konflik besar seperti di daerah lain. Hal

Page 18: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 7

ini akan dihubungkan dengan konsep penting dalam pencegahan konflik dan

keberhasilan peace building yang mengacu pada ketahanan masyarakat

terhadap konflik (community resilience to conflict).

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan yang diajukan

adalah:

1.Bagaimana ketahanan masyarakat (community resilience) dalam hal ini adalah

etnis Dayak, Melayu, dan Madura dalam pencegahan konflik di Kabupaten

Ketapang, Kalimantan Barat?

2.Apa yang menjadi Faktor Penghambat dan Pendorong tingginya ketahanan

masyarakat di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:

1.3.1 Mengetahui faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat

khususnya generasi muda etnis Dayak, Madura, Melayu, dan Cina terhadap

kemungkinan terjadinya eskalasi konflik di Kalimantan Barat.

1.3.2 Mengetahui strategi coping yang terbaik dalam meningkatkan ketahanan

msayarakat sehingga dapat memperkuat proses pencegahan konflik di

Kalimantan Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Mendapatkan masukan dalam pencegahan konflik agar tidak berulang

kembali dengan mengetahui strategi coping apa yang seharusnya dimiliki

masyarakat dalam menghadapi konflik sehingga mempengaruhi tingkat

ketahanan masyarakat di Kalimantan Barat.

1.4.2 Manfaat Praktis

Membantu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam upaya

pencegahan konflik berulang kembali dengan menyentuh langsung pada akar

permasalahan yakni kondisi ketahanan masyarakat di wilayah itu sendiri. Selain

itu juga sebagai masukan positif maupun negatif dalam memperkuat program

peace building di Kalimantan Barat.

Page 19: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 8

BAB 2

KERANGKA TEORI

2.1 Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik

Kerangka dinamis pencegahan dan resolusi konflik ini muncul dari

pemahaman bahwa situasi konflik dan pascakonflik merupakan situasi yang

sangat kompleks dan tidak linear. Sejak berakhirnya perang dunia ke II, kita

banyak menyaksikan jenis baru dari konflik, konflik menjadi lebih kompleks,

namun seringkali dikonseptualisasikan melalui pendekatan yang sederhana.

Sehingga kompleksitas dan cara berpikir sistemik diabaikan. Alhasil, tidak

jarang analisis yang diberikan membawa hasil yang keliru (Gallo, 2012).

Selanjutnya, Gallo (2012), dalam artikelnya Conflict Theory, Complexity and

System Approach, mengambil dua contoh kasus, yaitu Perang Irak dan

Operasi Peace For Galilee untuk menggambarkan pemikiran linear dan

mekanistik dalam menyelesaikan konflik. Namun sebaliknya, menurut Gallo,

konflik merupakan sistem yang sangat kompleks, dengan struktur yang adaptif

dan mekanisme yang dapat berubah.

Pemikiran yang juga memperkuat pemahaman dinamis tentang konflik

juga disampaikan oleh Druckman (2005), ia melihat bahwa konflik merupakan

situasi yang sangat dinamis, cepat berubah dan tidak statis. Oleh karena itu,

sangat penting untuk memiliki cara berpikir yang dinamis, mendalam dan

holistik untuk memahami konflik. Para analis konflik serta para mediator

rekonsiliasi dan pembangunan perdamaian hendaknya dapat memahami situasi

dan kondisi dinamis ini sehingga analisinya menjadi lebih tepat serta intervensi

yang dilakukan dapat berhasil. Lebih jauh dalam konteks konflik, kesalahan

analisa awal dapat berakibat fatal bagi intervensi yang akan dilakukan.

Akibat situasi dinamis ini bagi para peneliti adalah adanya kebutuhan

untuk penggunaan metodologi yang tepat dalam penelitian atau kajiannya.

Druckman (2005) menyatakan bahwa para analis atau peneliti konflik pada

dasarnya harus memutuskan secara cerdas bahwa dalam menghadapi situasi

yang dinamis, abstrak, cepat berubah, serta situasi yang spesifik dan unik maka

basis analisis atau risetnya haruslah lebih konstruktif, reflektif, kontekstual, seta

menggunakan cara berpikir yang lebih divergen.

Page 20: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 9

Meskipun situasi dan kondisi konflik sangat komoleks dan cepat sekali

berubah, namun fenomena konflik tetap dapat dideteksi sejak dini, sehingga

dapat direspon secara tepat. Galtung (1996) menyarankan untuk memahami

konflik secara menyeluruh sehingga dapat dianggap sebagai suatu penyakit.

Untuk dapat menentukan penyakit yang sebenarnya, kita harus dapat

membedakan mana yang sekedar gejala dan mana yang menjadi sumber

penyakitnya. Untuk itu, perlu dilakukan diagnosis terlebih dahulu terhadap

penyakit tersebut, lalu dapat ditentukan treatment yang tepat tahap demi tahap.

Dalam memahami kompleksitas dari sebuah konflik, Ichsan Malik (2014)

memperkenalkan pendekatan kerangka dinamis pencegahan dan resolusi

konflik yang bertumpu pada pengalaman empirik sebagai upaya untuk

mencegah dan menyelesaikan konflik di Indonesia. Kerangka dinamis

pencegahan dan resolusi konflik ini memiliki lima komponen utama yaitu,

eskalasi dan deeskalasi, komponen faktor konflik, komponen aktor konfli,

komponen pemangku kepentingan (stakeholder) dan komponen kemauan

politik (political will).

Gambar 2.1

Page 21: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 10

2.2 Kerangka Dinamis Pencegahan dan Resolusi Konflik

Dalam hal ciri dinamis dari kerangka ini lahir karena meliputi dua hal

mendasar: pertama, analisis situasi dan kondisi konflik dan pascakonflik

haruslah analisis yang bersifat dinamis sebagaimana yang diraikan pada awal

kerangka teori; kedua, melalui pengalaman empiris Ichsan Malik menjadi

mediator konflik, konflik dapat muncul dari kelima komponen tersebut. konflik

dapat muncul dari eskalasi konflik yag dibiarkan terus meningkat, namun juga

dapat muncul dari dari faktor pemicu konflik yang telah mumpuni, atau juga

dapat muncul akibat dari efektifnya provokator konflik yang memengaruhi

kelompok rentan menjadi agresif dan mudah dimobolisasi. Oleh karena iu

perspektif yang digunakan dalam melihat kondisi dan situasi konflik harus

holistic dan terintegrasi dalam melihat kelima komponen yang ada dalam

kaerangka ini, karena semua omponen tersebut semuanya salingkait-

mengait, saling berkontribusi dan saling memberikan pengaruh dalam terjadinya

kondisi konfil dan juga peramaian.

Komponen pertama adalah tingkat eskalasi dan de-eskalasi. Tingkat

eskalasi akan memberikan kontribusi bagi konflik dan perdamaian. Jika eskalasi

konflik meningkat dalam bentuk ketegangan dan mobilisasi massa, kemudia

diikuti terjadinya krisis pada seluruh pihak yang berkepentingan untuk

menyelesaikan konflik, hingga berlanjut dalam bentuk aksi kekerasan baik yang

bersifat terbatas atau massal yang menyebabkan korban, maka eskalasi

tersebut akan memberikan pengaruh terhadap terjadinya pembangunan konflik.

Begitu juga sebaliknya, jika eskalasi telah dapat dideteksi dan dikendalikan,

dilakukan musyawarah atau pertemuan untuk menyelesaikan konflik sehingga

ketegangan dan krisis dapat diredam. Maka kondisi yang disebut de-

eskalasi konflik dapat mendorong terjadinya pembangunan perdamaian. Akan

tetapi, menurunnya eskalasi tidak serta merta akan menjadikan permasalahan

suatu konflik selesai. Masih ada beberapa komponen lainnya yang dapat

mendorong terjadinya konflik.

Komponen kedua disebut faktor konflik. ada tiga elemen dalam factor

konflik yaitu: 1) Elemen pemicu konflik adalah faktor yang muncul tiba-tibadalam

kejadian konflik, bisa pembunuhan, perkelahian, ataupun tidak kekerasan.

Elemen pemicu ini dapat dianalogikan sebagai api yang menyambar dan dapat

Page 22: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 11

langsung membakar rumput yang kering. 2) Elemen akselerator konflik

adalah reaksi-reaksi yang muncul sebagai akibat dari terjadinya konflik, reaksi

ini apabila dibiarkan akan terus meluas dan semakin mendalam. Akselerator

adalah katalisatir yang dapat menyebarkan konflik ke segala arah. Hal ini dapat

dianalogikan dengan angin panas yang menyebarkan api sehingga kebakaran

semakin meluas. 3) Elemen akar konflik. Penyebab struktural adalah sumber

konflik yang sebenarnya paling mendasar berkaitan dengan kebijakan negara

maupun kebijakan global dalam akses dan kontrol terhadap sumber daya yang

menyangkut kehidupan. Adanya diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil.

Kekacauan suatu pemerintah dalam pengelolaan masyarakat dan sumber daya.

Ataupun terjadinya kejahatan kemanusiaan dan korupsi. Hal ini dapat

dianalogikan sebagai hamparan rumput kering yang mudah terbakar. Ketiga

elemen ini akan menjadi prakondisi yang mendorong meningkatnya eskalasi

konflik.

Komponen ketiga adalah aktor konflik, suatu komponen yang

berkontribusi sangat besar untuk meningkatkan eskalasi konflik. ada tiga

kategori dari aktor-aktor konflik yang perlu diperhatikan dalam pencegahan dan

penyelesaian konflik yaitu: kategori pertama adalah aktor provokator,

yaitu aktor-aktor utama yang terlibat dalam konflik. aktor ini kadang kala

memiliki logika yang abnormal tentang peristiwa yang terjadi atau faktor-

faktordalam konflik. logikanya yang abnormal ini biasa disebarkan dalam bentuk

informasi yang distortif. Logika yang abnormal tentang situasi yang disebarkan

bulat- bulat oleh provokator biasanya diterima secara bulat-bulatoleh kelompok

rentan yang merupakan aktor dalam kategori kedua. Persepsi dari kelompok

rentan dan pernyataan dari provokator akan menyebabkan semakin

meningkatnya eskalasi konflik. kategori ketiga dari aktor-aktor konflik adalah

kelompok fungsional, yaitu kelompol yang tanggung jawab utamanya adalah

menghentikan kekerasan dan mencegah meluasnya konflik.

berdasarkan undang-undang, aktor fungsional untuk pencegahan dan

penyelesaian konflik adalah polisi dan pemerintah daerah atau pusat. Biaanya

aktor fungsional gagal memotong pengaruh dari provokator kepadakelompok-

kelompok rentan, dan terlambat atau tidak mampu berkoordinasi dengan pihak-

pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk menghentikan konflik.

Page 23: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 12

Pemangku kepentingan (stakeholders) merupakan komponen keempat

dari kerangka dinamis pencegahan dan resolusi konflik. pemangku kepenttingan

adalah elemen-elemen yang berkepentngan untuk menghentikan konflik serta

mencegah meluasnya konflik. Elemen pemangku kepentingan terdiri dari;

kelompok polisi, militer, kelompok tooh masyarakat (Tomas), tokoh agama

(Toga) dan tokoh adat (Toda), kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

kelompok peneliti, serta kelompok media massa. Oleh kelompok fungsional,

komponen pemangku kepentingan ini diharapkan untuk dapat berkomunikasi,

member kontribusi, bekerja sama, dan saling berkoordinasi dengan mereka

untuk mencegah terjadinya konflik dan menghentikan konflik jika sudah terjadi.

Selain itu, kelompok pemangku kepentingan ini diharapkan dapat

menjadi pihak-pihak yang proaktif dalam pencegahan dan penyelesaian konflik;

jemput bola, tidak hanya menunggu bola; menjadi bagian dari solusi, bukan

menjadi bagian dari masalah.

Komponen kelima adalah kemauan politik dari penguasa. Kemauan

politik ini terrefleksi dalam dua hal. Pertama terlihat dari inisiatif dan

kepemimpinan dari para penguasa untuk menyelesaikan konflik-konflik yang

terjadi secara tuntas. Tidak membiarkan konflik terus membara dan bahkan

menyebar ke segala arah. Kedua adalah adanya produk-produk hukum atau

kebijakan yang dapat mencegah dan menyelesaikan konflik. pada konteks

Indonesia, secara normatif telah ada Undang-Undang Penanganan Konflik

Sosial No. 7 Tahun 2012, serta adanya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2014

tentang penanganan gangguan keamanan dalam negeri, serta berbagai

keputusan menteri terkait dengan pengelolaan dan penyelamatan sumber daya.

Namun persoalannya adalah bagaimana UU dan peraturan ini diinterpretasikan

dan ditegakkan agar dapat digunakan untuk mencegah dan menyelesaikan

konflik.

Kelima komponen utama kerangka dinamis pencegahan dan resolusi

konflik ini akan saling berpengaruh, berinteraksi, dan saling memberikan

kontribusi untuk mencegah konflik. untuk itu, kunci utama dalam mencegah dan

menangani konflik terletak pada kecermatan dalam mendeteksi eskalasi konflik

kemudiann melakukan upaya untuk deeskalasi konflik. Selanjutnya dibutuhkan

adanya ketajaman analisis dari faktor penyebab konflik untuk dilanjutkan

dengan kemampuan untuk memperkuat aktor fungsional, meredam

Page 24: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 13

provokatorm dan mengontrol kelompok-kelompok rentan. Hal berikutnya adalah

kemampuan di dalam menjalin koordinasi yang efektif dengan seluruh elemen

pemangku kepentingan supaya konflik dapat dihentikan. Pada akhirnya adalah

bagaimana berdasarkan regulasi yang ada para pemimpin mampu melakukan

manuver, inisiatif dan melakukan suatu keputusan untuk menghentikan konflik

dan mencegah konflik secara menyeluruh.

2.3. Teori Resilience

Resilience yang berasal dari bahasa latin ‘resilio’ merupakan subjek

multidisiplin dan banyak digunakan dalam berbagai permasalahan yang

berhubungan dalam isu sosial dan sistem ekologi, seperti manajemen bencana,

ekonomi, community planning, urban renewal, dan pembangunan. Awalnya

resilience populer digunakan di disiplin ilmu yang berbeda seperti, engineering,

material science, ekologi, dan psikologi, biasanya setiap bidang memiliki konsep

yang berbeda, sehingga memiliki definisi dan pemahaman yang beragam.

Namun definisi tersebut memiliki kunci pokok yang dapat membantu dalam

membangun teori resilience terhadap konflik.

Pada bidang material science, “resilience refers to a property of materials

to resume their original size and shape after experiencing stress. In engineering,

resilience is the maximum energy per volume that can be elastically

stored” (Carpenter: 2015). Dari kedua definisi diatas dapat dikonotasikan bahwa

resilience memiliki hubungan dengan kerapuhan, maka fleksibilitas merupakan

kunci dari resilience (Milliken : 2013).

Selain itu dalam bidang engineering menyatakan bahwa keragaman dan

redundansi merupakan sumber dari resilience, maka terbentuklah gagasan

bahwa komunitas akan lebih resilience disaat beragam aktor dapat memprediksi

fungsi kritis dan menangani persoalan spesifik dari suatu kondisi (dalam hal ini

konflik). Sedangkan pengertian resilience dalam bidang ekologi adalah “the

capacity of a system to absorb disturbance and reorganize while undergoing

change so as to still retain essentially the same function, structure, identity, and

feedbacks” (Carpenter: 2014).

Page 25: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 14

Dalam ilmu psikologi, resilience adalah kemampuan seseorang untuk

beradaptasi dan bangkit kembali dari kesulitan, resilience dalam ilmu psikologi

dapat diidentifikasi dengan beberapa karakter personal seperti misalnya sistem

kepercayaan, percaya diri yang tinggi, kognitif yang baik, dan kemampuan

memecahkan masalah (Connor & Davidson, 2003; Coutu, 2002; Dumond &

Provost, 1999). Individual Resilience pertama kali di dipelajari untuk

mengetahui perkembangan anak yang tumbuh dalam situasi atau lingkungan

yang sulit, cara yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi risk

factorsdan protective factors. Menurut Hermann, et al. (2011) Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi individual resilience yaitu personal factors; biological

factors; dan environmental factors yang terdiri dari dua yaitu, tingkat mikro

seperti hubungan dengan keluarga, dan tingkat makro yaitu hubungannya

dengan komunitas. Faktor-faktor tersebut menjadi indikasi yang dapat

meningkatkan atau merendahkan kemampuan resilience individu (bagan 2.2).

Walaupun resilience memiliki banyak pengertian yang berbeda karena

disesuaikan pada penerapan di bidang tertentu, namun sebenarnya memiliki

beberapa karakteristik yang sama yaitu, kemampuan untuk menanggapi dan

bangkit kembali dari kesulitan; siap dalam menghadapi ancaman; kemampuan

dan bersedia untuk beradaptasi terhadap perubahan; komitmen untuk bertahan;

Gambar 2.2 Faktor-Faktor yang memepengaruhi Individual Resilience Sumber: Herman, et al, 2011, hal 261.

Page 26: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 15

kerelaan dari komunitas dan organisasi untuk bersatu dengan adanya

kesamaan nilai (McAslan: 2011).

“Thus resilience is the ability of something or someone to cope in the face

of adversity—to recover and return to normality after confronting an abnormal,

alarming, and often unexpected threat. It embraces the concepts of awareness,

detection, communication, reaction (and if possible avoidance) and recovery.

These are essential features of the daily struggle for life and are founded in our

basic instinct of survival. Resilience also suggests an ability and willingness to

adapt over time to a changing and potentially threatening

environment” (Carpenter: 2014).

Maka berdasarkan fondasi konseptual resilience dari berbagai disiplin

ilmu yang telah dijelaskan diatas, conflict resilience mengacu pada mekanisme

dan kapasitas yang diperlukan untuk mencegah konflik. Lebih lanjut Ryan

(2012) menjelaskan bahwa resilience terhadap konflik adalah “capacities to

foster greater social and political cohesion and to address the causes of

fragility”. Kerentanan (fragility) yang dimaksud adalah gagalnya pemerintah

dalam melaksanakan fungsi dasar yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

dan ekspektasi rakyatnya. Fungsi dasar ini misalnya akses terhadap layanan

umum, keamanan, legitimasi, ataupun kebutuhan sosial seperti kohesi

masyarakat.

Untuk itu, suatu wilayah memerlukan sistem yang kuat agar dapat

memenuhi fungsi dasar yang disebutkan diatas sehingga tercipta damai yang

positif. Carpenter (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,

“Conflict resilience is the ability of a social system to absorb disturbance while

retaining its basic identity, structure, and function, in this case ethnic

composition, pre-existing relations, and basic functions”.

Kapasitas sistem untuk mengatasi gangguan bergantung pada adaptive

capacity yang terdiri dari: social capital, economic development, community

competence, dan information and communication (Carpenter: 2014).

“Adaptive capacity is a function of the ability of individuals and groups to

imagine the future, to plan forward, to act collectively, learn, and incorporate

new knowledge, and to resolve conflicts” (Holling & Walker, 2003).

Sedangkan Longstaff (2010) menambahkan bentuk lain, banyaknya

sumber daya (resources) yang tersedia menjadi faktor yang harus dianalisa

untuk menentukan tingkat resilience masyarakat selain adaptive capacity.

Sumber daya disini adalah objek, kondisi, karakteristik, dan energi yang dinilai

Page 27: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 16

berharga dalam suatu masyarakat tersebut. Objek dan kondisi dapat berupa

ketersediaan sekolah, rumah sakit, makanan, persediaan air, kohesi sosial, dan

tingkat ekonomi. Sedangkan karakteristik dan energi dapat berupa

kepemimpinan, tingkat pendidikan, dan etika sosial.

Page 28: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 17

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan adalah deskripif dengan

pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007) Metode

kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupakata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. David Williams (Moleong, 2007). Strategi penelitian kualitatif yang

digunakan adalah studi kasus. Stake (1995) menjelaskan bahwa strategi ini

merupakan strategi dimana peneliti mengeksplorasi program, kegiatan, aktifitas,

proses dari individu atau kelompok.

3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi

pustaka dan wawancara mendalam (In-Depth Interview). Studi pustaka

dilakukan dengan cara membandingkan dokumen yang ada, yaitu berupa

sumber kepustakaan, untuk mendapatkan data yang teoritis mengenai

fenomena konflik di Kalimantan Barat, resilience dan pencegahan konflik.

literatur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah buku, jurnal, penelitian

ilmiah lain, laporan, dan press release dari lembaga-lembaga yang kompeten.

Selanjutnya wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang

tidak didapatkan melalui studi pustaka. Dalam penelitian ini teknik wawancara

yang digunakan adalah wawancara secara mendalam dan diharapkan melalui

teknik ini peneliti mendapatkan pendapat dan pengalaman yang dapat dijadikan

dasar data yang akan dianalisis. Wawancara ini dilakukan dengan mengacu

pada protokol wawancara yang telah dibuat dan dilakukan secara lansung atau

tattap muka maupun melalui media elektronik.

Berdasarkan framework untuk menganalisa conflict resilience dari

USAID, sumber dan pengumpulan data dibagi menjadi tiga sesuai dengan

tahapan analisa. Pada tahap pertama yaitu contextual analysis, peneliti harus

mengetahui bagaimana keadaan wilayah yang akan diteliti, seperti sejarah

wilayah tersebut, keadaan politik, ekonomi, serta kondisi pembangunan pada

Page 29: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 18

saat ini. Data akan dikumpulkan berdasarkan literatur dan interview terhadap

sumber ahli.

Tahap kedua adalah factor analysis untuk mengetahui “the effectiveness

and legitimacy of institutions, the availability, performance, diversity, and

redundancy of its resources, and the networks, behaviors, norms and values, as

well as innovation, and institutional learning in its adaptive facilitators.” Teknik

pengumpulan data pada tahapan ini adalah dengan semi- structured

interview, yaitu wawancara yang daftar pertanyaannya sudah dikonsepkan

sebelum turun lapangan, namun bisa disesuaikan dan dikembangkan pada saat

wawancara berlangsung.

Tahap terakhir adalah analisa resilience yang merupakan sintesis antara

contextual analysis dan factor analysis. Analisa pada tahap ini adalah untuk

melihat dan mengevaluasi seberapa kuatnya komunitas atau masyarakat

terpapar konflik dan bagaimana mereka menghadapi konflik tersebut.

Page 30: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 19

Page 31: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 20

Analisa ini diharapkan untuk memberikan masukan kepada pemerintah

daerah maupun institusi terkait lainnya dalam mengetahui faktor apa saja yang

mempengaruhi tingkat resilience masyarakat. Selain itu dapat mengetahui sub-

sistem mana saja yang resilience nya rendah. Terakhir adalah untuk membantu

proses pencegahan konflik lebih spesifik terhadap sumber atau akar konflik,

dilihat dari faktor resilience yang dipakai dalam penelitian ini (resources,

adaptive capacity, institution).

3.3 Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan produk dari USAID “A Framework for

Analyzing Resilience in Fragile dan Conflict-Affected Situations”. Dalam

menganalisa resilience mereka menggunakan tiga tahapan yaitu contextual

analysis, factor analysis, dan resilience analysis. Untuk lebih jelas mengenai

pengambilan data, pengolahan data, dan analisa data dari tiga langkah tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 32: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 21

Pada tahap contextual analysis, peneliti akan mengambil data dengan

studi pustaka dan wawancara mendalam terhadap sumber untuk mengetahui

keadaan wilayah ynag akan diteliti dan bagaimana fenomena konflik yang

sebenarnya. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat

lokal di Ketapang terpapar dengan konflik dan penyebab konflik yang sudah

lama ada seperti ethnic stereotype, marjinalisai, dan pembatasan terhadap

kebijakan wilayah dan politik.

Tahap kedua adalah mempersiapkan daftar pertanyaan untuk masing-

masing sub-sistem sesuai dengan faktor terhadap reilience yang telah

dijelaskan sebelumnya. Kemudian pengambilan data dilakukan dengan

wawancara dan data yang didapat akan diolah dan dianalisa. Terakhir adalah

analisa resilience dengan meihat sintesis atau gabungan dari dua tahap

sebelumnya sehingga menjadi satu kesatuan yang menjelaskan tingkat

resilience pada tiap sub-sistem.

Page 33: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 22

BAB 4

DATA PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Gambaran Sebaran Data/Subjek Penelitian

4.1.1 Geografis dan Demografis Kab. Ketapang

A. Letak dan Luas Wilayah

Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten terluas dari 14 kabupaten/

kota di Provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah sebesar 31.588 km2

atau 21,28 persen terhadap total luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat yang

sebesar 146.807 km2. Secara geografis, Kabupaten Ketapang berada pada

posisi 00 19’ 26,51’’ Lintang Selatan sampai dengan 30 4’16,59’’ Lintang

Selatan dan 1090 47’36,55’’ Bujur Timur sampai dengan 1110 21’37,36’’ Bujur

Timur, dan berada pada posisi sebelah selatan provinsi Kalimantan Barat.

B. Administratif

Secara administratif Kabupaten Ketapang terdiri dari 20 Kecamatan, 240 Desa dan 9 Kelurahan dengan batas wilayah sebagai berikut :

Utara : berbatasan dengan Kabupaten Pontianak, Sanggau,

Sekadau dan Sintang.

Selatan : berbatasan dengan Laut Jawa.

Barat : berbatasan dengan Kabupaten Kayong Utara dan

Laut Natuna.

Timur : berbatasan dengan Kabupaten Melawi dan Provinsi

Kalimantan Tengah.

pesisir, yaitu wilayah kecamatan yang sebagian besar wilayahnya berbatasan

langsung dengan laut. Kecamatan Kendawangan adalah kecamatan terluas

dengan luas wilayah 5.859 Km2 atau 18,55 persen terhadap total luas wilayah

Kabupaten Ketapang, sedangakan kecamatan terkecil wilayahnya adalah

Kecamatan Delta Pawan. Terdapat 45 pulau‐pulau kecil di wilayah Kabupaten

Ketapang yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Kendawangan (36

Page 34: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 23

pulau), Kecamatan Delta Pawan (4 pulau) dan Kecamatan Matan Hilir Selatan

(5 pulau). Terdapat 3 pulau dari 36 pulau di Kecamatan Kendawangan yang

berpenghuni. Secara geografis, Kabupaten Ketapang berada disisi Selatan

Propinsi Kalimantan Barat atau berada pada posisi 0019’26,51” Lintang Selatan

sampai dengan 304’16,59” Lintang Selatan dan 109047’36,55” Bujur Timur

sampai 111021’37,36” Bujur Timur dengan luas wilayah mencapai 31.588 km2

dan merupakan Kabupaten terluas di Propinsi Kalimantan Barat.

4.1.2 Sosial Masyarakat Kab. Ketapang

Pembangunan bidang agama merupakan bagian integral pembangunan

nasional yang bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Ketapang yang damai,

adil, demokratis dan sejahtera. Pembangunan bidang agama adalah upaya

untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi.

Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak

semua warganya untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya

serta memberikan fasilitasi dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga

tersebut. Jumlah penduduk berdasarkan agama di Kabupaten Ketapang per 17

September 2010 sebagaimana tabel berikut:

Tabel 3.4.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Kab. Ketapang Tahun 2009

No

Agama/Kepercayaan

Jumlah (Jiwa)

1

Islam

276.416

2

Katolik

109.345

3

Protestan

33.012

4

Hindu

802

5

Budha

5.645

6

Konghucu

1.050

7

Lainnya

4.976

Jumlah

431.246

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2010

Page 35: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 24

Banyaknya rumah ibadah di Kabupaten Ketapang sebagaimana tabel

berikut.

Tabel 3.4.2

Jumlah Rumah Ibadah di Kabupaten KetapangTahun 2009

No

Uraian

Jumlah

1

Mesjid

275

2

Surau

397

3

Katolik

66

4

Kapel

174

5

Gereja Protestan

70

6 6

Pura

5

77

Vvihara

9

Sumber : Ketapang Dalam Angka (KDA), 2009

4.1.3 Visi Dan Misi Kota A. Visi Kota

Bertitik tolak dari kondisi pada saat ini, analisis kekuatan-kelemahan-

peluang dan tantangan dalam lima tahun kedepan, tahapan dalam rencana

pembangunan jangka panjang, dan aspek-aspek potensial yang berkembang

selama ini serta mempertimbangkan isu strategis dan perkembangan global

yang pesat perlu diwujudkan suatu kondisi dinamis masyarakat yang maju.

Sehubungan dengan hal tersebut maka visi pembangunan Kabupaten Ketapang

yang ingin dicapai selama lima tahun mendatang adalah sebagai berikut:

“Terwujudnya Kabupaten Ketapang Yang Aman, Damai, Adil dan Sejahtera,

Didukung Masyarakat Yang Cerdas, Sehat dan Beriman, Serta Aparatur

Pemerintah Daerah Yang Bersih dan Berwibawa”.

Dengan penjelasan sebagai berikut, aman mengandung makna bebas dari

bahaya, dari ancaman dan gangguan terutama yang datang dari dalam. Aman

juga mencerminkan rasa tenteram,tidak ada rasa takut dan

Page 36: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 25

khawatir.Damai mengandung arti tidak terjadinya konflik, tidak adanya

kerusuhan, tidak terjadi permusuhan, dan hidup rukun dalam

bermasyarakat. Adil mengandung makna imbang, tidak berat sebelah, atau

tidak memihak, persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi

semua warga masyarakat. Sejahtera mengandung makna terpenuhinya segala

aspek dan kebutuhan hidup, serta meningkatnya taraf hidup dan pendapatan

masyarakat melalui pemerataan hasil-hasil pembangunan.

B. Misi Kota

Untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh melalui enam misi

pembangunan daerah sebagai berikut:

Mewujudkan Kabupaten Ketapang yang Aman dan Damai.

Membangun dan meningkatkan kualitas prasarana transportasi strategis, jalan

Produksi pertanian, irigasi persawahan, serta infrastruktur lainnya dengan

memperhatikan skala prioritas dan berkeadilan.

Mewujudkan pembangunan perekonomian masyarakat Kabupaten Ketapang

yang berbasis Agraris, Perikanan dan Kelautan, Peternakan

dan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi.

Mewujudkan Masyarakat Kabupaten Ketapang Yang Cerdas, Sehat dan

Beriman.

Mewujudkan Aparatur Pemerintah Daerah yang profesional, bersih dan

berwibawa

Meningkatkan Kelestarian Lingkungan Hidup dan Penaggulangan Bencana.

Meningkatkan Pendapatan Daerah.

C. Tujuan Kota

Mengacu kepada visi yang telah ditetapkan, maka tujuan yang hendak

dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu 5 tahun adalah, sebagai berikut:

Mewujudkan keamanan dan kedamaian di Kabupaten Ketapang.

Mengoptimalkan fungsi prasarana dan sarana secara merata di seluruh

wilayah Kabupaten Ketapang.

Mewujudkan masyarakat Kabupaten Ketapang yang sejahtera

Page 37: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 26

Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan beriman.

Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup dan penanggulangan bencana

Mengoptimalkan pendapatan daerah dalam rangka kesejahteraan masyarakat

Ketapang

D. Tata Ruang Wilayah

Penataan ruang dan wilayah Kabupaten Ketapang mencakup

pertimbangan eksternal dan internal, serta potensi dan masalah kabupaten

ketapang. Konsep pengembangan tata ruang wilayah adalah sebagai berikut :

1. pengembangan kawasan budidaya berupa zona-zona kegiatan budidaya

utama yang didasarkan pada potensi dan permasalahan wilayah guna

selanjutnya menjadi dasar untuk memberikan arahan spesialisasi pada setiap

subwilayah di Kabupaten Ketapang.

Daerah hulu bagian utara di kembangkan dengan sektor unggulan

perkebunan, kehutanan dan pertnian tanaman palawija.

Daerah bagian selatan dikembangkan dengan sektor unggulan perkebunan,

pertanian tanaman palawija, pertambangan dan peternakan kecil.

Daerah hilir bagian selatan dikembangkan dengan sektor unggulan

pertambangan, perikanan, pertanian tanaman padi dan hortikultura, dan

peternakan

Daerah hilir bagian utara dikembangkan dengan sektor unggulan pariwisata,

perikanan, pertanian tanaman padi dan hortikultura serta peternakan.

Pengembangan kawasan pusat pengembangan.

Pengembangan kawasan ini ditujukan untuk memacu pertumbuhan

wilayah kabupaten ketapang secara keseluruhan di samping menciptakan

pengaruh positif dari kawasan pusat pengembangan ke wilayah sekitarnya

dengan jangkauan yang lebih luas. Kegiatan yang dikembangkan di kawasan ini

adalah perdagangan dan jasa komersial atau sosial. Sebagai pusat

pengembangan wilayah kabupaten ketapang adalah kota ketapang, sukadana,

sandai dan tumbang titi. Pusat pengembangan ini diharapkan dapat memacu

pertumbuhan wilayah belakngnya(wilayah yang dilayaninya) secara menyeluruh

Page 38: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 27

dengan meningkatkan aksesibilitas guna meningkatkan produktifitas dan

memperlancar pemasaran untuk setiap kegiatan usaha yang telah diarahkan

perkembangannya.

4.2 Analisis Data dan Interpretasi Hasil

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Badan Intelijen Daerah

(22/08/2016), Kab. Ketapang merupakan wilayah yang terdiri dari masyarakat

yang heterogen dan masyarakatnya relatif lebih terbuka dari sisi geografis

karena berbatasan dengan laut yang menghubungkannya dengan wilayah lain.

Wilayah ini juga merupakan kota yang tergolong maju dan bagus. Dari sisi

keamanan, Ketapang dapat dikategorikan sebagai wilayah yang aman,

meskipun menurutnya “aman” merupakan situasi yang diciptakan. Hal ini

dikarenakan nilai adat yang masih diusung oleh masyarakat setempat.

Misalnya, pada insiden tahun 1998, meskipun wilayah sekitarnya bentrok

dengan masyarakat yang beretnis Madura, namun masyarakat Kab. Ketapang

tidak terpancing untuk melakukan hal yang sama. Akan tetapi, menurutnya, ke

depan yang akan menjadi potensi konflik di Kab. Ketapang adalah

permasalahan Sumber Daya Alam (SDA).

Hal senada diungkapkan oleh Prof. Dr. Syarief Ibrahim Al-Qadrie,M.Sc,

Ketua Al-Qadrie Center Pontianak (23/08/2016) bahwa pada waktu tersebut

para tokoh adat di Ketapang langsung bergerak cepat dan memberikan

pengertian kepada masyarakat untuk tidak ikut terpancing konflik tersebut.

Menurutnya, di wilayah Ketapang para tokoh adat sangat dihormati, seperti para

habib, dan para tokoh adat lainnya.

Prof. Dr. Syarief Ibrahim Al-Qadrie juga membahas mengenai tipologi

Kawasan Kalimantan-Barat yang terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu kawasana

pedalama dekat (interior vallet area), kawasan pedalaman jauh (interior upland

area), dan kawasan peralihan/transisi. Menurutnya, tipologi ini akan

mempengaruhi kondisi dan karakteristik suatu wilayah. Ketapang dalam hal ini

masuk ke dalam kategori kawasana peralihan/transisi, di mana daerah yang

tercakup ke dalam kawasan ini merupakan wilayah yang relatif stabil. Faktor lain

yang menjadikan Kab. Ketapang daerah hijau antara lain adalah terdapatnya

kearifan lokal Kepatang yang terkenal dengan wilayah kepemimpinan adat yang

kuat/kehabiban. Menurutnya, masyarakat di wilayah tersebut sangat

Page 39: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 28

menghormati para tokoh adat, sehingga hal inilah yang menyebabkan peran

besar seorang tokoh adat/masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa terdapat 5

(lima) klausul yang dapat menjadi potensi konflik ke depan di wilayah Kab.

Ketapang, yaitu tidak adanya koordinasi yang baik antar aparat daerah,

penekanan dari pemerintah pusat bahwa NKRI harga mati, perebutan

kedudukan oleh elit politik/politik etnisitas, todat/tomasy menggerakkan

kelompoknya untuk kepentingan pribadi, dan multikultural. Hal yang kemudian

dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap potensi tersebut adalah

melakukan perubahan sikap dan secara perlahan menambah rekonstruksi

idealitas.

Kepala Kesbangpol Provinsi Kalimantan Barat Pontianak menambahkan

mengenai kondisi sosial politik masyarakat di Kalimantan Barat, khususnya Kab.

Ketapang (Wawancara : 23/8/2016). Menurutnya yang menjadi isu aktual di

Kab. Ketapang adalah konflik pengelolaan perkebunan dan pertambangan.

Banyaknya perusahaan yang datang dan berinvestasi di wilayah tersebut

menimbulkan sengketa dengan masyarakat setempat terkait kepemilikan lahan.

Selain itu, menurutnya hal-hal yang menjadi potensi di Kab.Ketapang, yaitu

permasalahan perusahaan asing yang datang dan melakukan investasi,

kedatangan TKA Tiongkok yang kemudian menikah dengan penduduk

setempat, dan permasalahan tapal batas yang dikarenakan Perda/PP

pemekeran wilayah bagi wilayah yang belum siap. Sementara itu, hal yang

menjadi faktor pendorong stabilnya wilayah Kab.Ketapang adalah masyarakat

yang heterogen, pembauran antar suku, kawin campur antar suku, dan kuatnya

peran tokoh adat/masyarakat/agama bagi masyarakat setempat. Menurutnya

solusi untuk pencegahan adalah wawasan nusantara dengan memperkuat

NKRI.

Dandim 1203/Ketapang beserta Letnan Yulianto dan Kapten Mardiyanto

(Wawancara, 24/8/2016). Menurutnya, keadaan di kabupaten iniaman-

aman saja selama kebutuhan masyarakat terpenuhi, misalnya selalu

tersedianya kebutuhan sandang dan pangan, meskipun harga sandang dan

pangan tersebut meningkat. Komposisi masyarakat di wilayah ini menurutnya

terbagi menjadi empat, di wilayah kota mayoritas dihuni oleh etnis Cina, wilayah

Page 40: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 29

pesisir mayoritas dihuni oleh etnis melayu, wilayah barat mayoritas oleh etnis

Madura, dan wilayah hulu mayoritas oleh etnis Dayak. Dandim menambahkan

bahwa pencegahan dini di wilayah Kab. Ketapang ini dilakukan dengan turun

langsungnya aparat ke lapangan dan koordinasi antar aparat yang baik. Tokoh

adat/Masyarakat/Agama berpengaruh besar di wilayah ini, dan bahkan kegiatan

keadatan antar suku sering dilakukan setiap tahunnya, seperti kegiatan di

Kerajaan Matun Tanjung Pura dengan dilaksanakannya pentas seni, tarian, dan

lomba sampan.

Sementara itu, Dewan Adat Dayak dan Seniman Dayak Melanoe, Bapak

Fransuma (wawancara 25/9/2016) menyatakan bahwa hal yang menjadi

pendorong mengapa Kab. Ketapang merupakan wilayah yang aman terutama

pada saat peristiwa Tahun 1998, adalah peran tokoh adat/masyarakat/agama

yang mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa “api jika bertemu dengan

kayu maka akan menjadi abu”, yang berarti bahwa dari konflik tersebut

masyarakat dari etnis manapun tidak akan mendapatkan keuntungan apapun.

Bersama dengan aparat, tokoh adat/masyarakat/agama membangun Tugu

Perdamaian yang diprakarsai oleh Pastor Yuli untuk perjanjian antar suku yang

mendeklarasikan bahwa masyarakat Kab. Ketapang adalah saudara dan satu

untuk Indonesia. Menurutnya, sebagai suku asli di Ketapang, masyarakat

pendatang seperti Madura harus disambut dengan baik karena sesuai dengan

falsafah adat Dayak yang menyatakan bahwa “Tamu diberi makan, melayu

diberi beras”, bagi masyarakat yang melanggar maka dianggap sebagai

pelanggaran terhadap adat.

Tokoh Masyarakat Melayu, Abah Uti juga menjelaskan bahwa setiap

harinya masyarakat setempat yang beragama islam memiliki kegiatan rutin

suling atau subuh keliling ke masjid-masjid setempat (wawancara 25/9/2016).

Dalam kegiatan suling ini Abah uti sebagai tokoh masyarakat mengadakan

kegiatan ceramah kemasyarakatan yang biasanya dapat diisi oleh tokoh

agama/masyarakat/adat atau bahkan aparat setempat. Para pejabat seperti

Kapolres, Wakapolres, Wakil Bupati, dan aparat lainnya kerap hadir, dengan

kata lain kegitan ini juga menjadi agenda sosialisasi oleh pemerintah untuk

Page 41: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 30

masyarakat setempat. Terkait kasus Gafatar beberapa waktu lalu, abah uti

selaku tokoh masyarakat beserta dengan pihak pemerintah memberikan

pengertian kepada masyarakat untuk tidak ikut terpengaruh kelompok tersebut

sehingga tidak ada masyarakat yang ikut bergabung dengan kelompok Gafatar

tersebut. Selain itu, masyarakat juga kerap mengadakan kegiatan solat

berjamaah setiap bulan purnama. Menurut Abah Uti, kegiatan ini biasa dihadiri

oleh 700 orang masyarakat setempat yang muslim termasuk pemerintah

setempat. kegiatan-kegiatan keagamaan ini merupakan wadah sosialisasi yang

dapat dikatakan berhasil untuk masyarakat setempat tanpa adanya unsur-

unsur politis.

Wakapolres Kab. Ketapang, Bapak Syahroni dalam kesempatan

wawancara bersama tim Unhan (25/9/2016) menjelaskan bahwa situasi di

Ketapang kondusif hingga saat ini, karena yang terpenting bagi masyarakat

adalah kebutuhan sehari-hari agar selalu terpenuhi meskipun harga yang

didapatkan cenderung mahal. Sementara itu untuk tingkat kriminal sendiri di

wilayah ini dapat dikategorikan minim karena hanya terjadi kurang lebih 2 kali

tindakan kriminal setiap bulannya. Untuk hal-hal yang menjadi potensi konflik di

wilayah ini ke depannya adalah permasalahan lahan antara perusahaan dengan

masyarakat setempat dengan semakin meningkatknya perusahaan yang

melaksanakan investasi di wilayah ini dan permasalahan TKA yang datang di

Kabupaten ini. Namun demikian, sebagai aparat keamanan, Polres Ketapang

selalu bertindak melakukan pengamanan dan pengawasan. Ia juga

menambahkan bahwa untuk langkah pencegahan dini, Polres sendiri bersama

dengan aparat dan pemda rutin mengadakan pertemuan dengan mengundang

tokoh adat/masyarakat/agama setempat.

Tokoh Adat Madura sekaligus Ketua Dewan Adat Madura, dan

Bendahara Dewan Adat Madura mendukung pernyataan di atas dengan

menjelaskan bahwa meskipun masyarakat Madura merupakan masyarakat

pendatang namun mereka selalu menanamkan rasa kepemilikan bahwa Kab.

Ketapang adalah tempat tinggal yang harus dijaga, dengan demikian

masyarakat harus meminimalisir dan mencegah hal-hal yang dapat

menyebabkan timbulnya konflik. Aparat setempatpun kerap mengadakan

Muspida yang mengundang tokoh adat/masyarakat/melayu setempat.

Page 42: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 31

Hubungan antar etnis pun berjalan dengan baik, misalnya dalam kegiatan adat

kerajaan Tanjungpura yang diadakan setiap tahunnya, dalam kegiatan

ini masing-masing etnis menampilkan kesenian/pertunjukan adatmasing-

masing. Dari hasil diskusi didapatkan bahwa potensi konflik SARA tetap ada

meskipun kecil, misalnya dalam kasus kriminal perkelahian antar pemuda dan

kasus tabrak lari, masyarakat setempat menduga bahwa pelaku merupakan

etnis Madura sedangkan realita di lapangan, pelaku bukan berasal dari etnis

Madura. Namun menanggapi hal ini, tokoh adat Madura segera menghimbau

kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing dan terpengaruh.

Kepala Perdinasan Kesbangpol Kab. Ketapang di Kantor Bupati Ketapang.

Dalam audiensi ini Tim Dosen unhan bersama dengan pihak Kesbangpol

Ketapang berdiskusi mengenai kondisi sosial politik Kab. Ketapang.

Menurutnya, kondisi di wilayah ini kondusif selama kebutuhan masyarakat dapat

terpenuhi. Hanya saja untuk masalah keamanaan yang menjadi problem adalah

permasalahan kriminal yang pelakunya bukan merupakan penduduk asli Kab.

Ketapang, permasalahan lahan antara perusahaan dengan masyarakat, dan

permasalahan kawin campur antara TKA dengan penduduk asli setempat.

Sebagai bentuk pencegahan terhadappotensi-potensi konflik tersebut maka

Kesbangpol bersama dengan Pemda dan aparat setempat mewadahi

dibentuknya organisasi-organisasiPaguyuban dari masing-masing etnis dan

kerap mengundang perwakilanmasing-masing tokoh adat.

Masyarakat Kabupaten Ketapang yang terdiri dari berbagai etnik/multietnik

seperti Suku Dayak, Melayu, Tionghoa, Madura, Bugis, Jawa, Arab, Padang,

Batak, Bali, Sunda, dan NTT dapat hidup berdampingan secara harmonis

dikarenakan adanya perasaan kekeluargaan, cinta damai, anti kekerasan.

Mereka juga diikat dengan ikrar perdamaian yang dibacakaan bersama oleh

sembilan tokoh etnik pada acara adat tolak bala pasca kerusuhan antara etnis

Dayak dan Madura di Kalimantan. Ikrar perdamaian menjadi konsensus dalam

membangun Ketapang dan pelanggaran terhadap konsensus tersebut akan

dikenakan sanksi berdasarkanhukum adat dan hukum positif. Terdapat

persamaan persepsi pada komunitas etnik Dayak, Melayu dan Madura

mengenai integrasi sosial di Kabupaten Ketapang, yaitukomponen-

komponen masyarakat yang bervariasi disatukan atas dasar sikap

Page 43: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 32

kekeluargaan, dan antara etnik yang satu dengan etnik lainnya mempunyai

status yang sama sebagai warga Ketapang.

Proses integrasi sosial masyarakat Kabupaten Ketapang dilakukan melalui

perkawinan antar etnik, acara kematian, lingkungan pendidikan, upacara adat,

kegiatan keagamaan, olahraga, seni, kerjasama dalam bidang ekonomi,

kesempatan yang sama dalam partai politik dan pemerintahan. Dengan

demikian, nilai yang tumbuh dan berkembang dalam persepsi masyarakat

Ketapang berupa nilai kepedulian, kebersamaan dan kerjasama. Oleh karena

itu, faktor pengendali konflik dan harmonisasi hidup bermasyarakat antara lain

adalah nilai komitmen dan kepatuhan terhadap konsensus yang telah disepakati

oleh tokoh etnik di Kabupaten Ketapang.

Dalam hal ini, pelanggaran terhadap konsensus di Kab. Ketapang

dikenakan sanksi yang setimpal sesuai nilai normatif berdasarkan musyawarah

dan jalur hukum. Peranan seorang pemimpin baik formal maupun nonformal

sangat penting dalam mempengaruhi warga masyarakat yang dicerminkan

dalam nilai kerukunan untuk menghindari dan mengatasi konflik sosial.

Pembinaan, pengawasan dan koordinasi antartokoh etnik menjadi efektif

diwujudkan dengan nilai persatuan dalam mempertahankan integrasi sosial dan

harmonisasi hidup bermasyarakat di Kabupaten Ketapang.

Dalam hal ini, keikutsertaan seluruh komponen masyarakat dalam

peringatan hari-hari besar nasional dieksplorasi melalui nilai kebersamaan,

partisipatif yang menjadi sarana mempertahankan integrasi sosial dan

harmonisasi hidup bermasyarakat di Kabupaten Ketapang. Wadah yang

dijadikan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik masih bersifat resmi.

Peningkatan pelaksanaan tata tertib yang tercermin dalam nilai disiplin pada

peserta didik menjadi tanggung jawab bersama ketiga lembaga pendidikan,

yakni formal, nonformal dan informal.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Ketahanan Masyarakat (Community Resilience) Etnis Dayak,

Melayu, Dan Madura Dalam Pencegahan Konflik Di Kabupaten

Ketapang, Kalimantan Barat.

Page 44: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 33

Kabupaten Ketapang merupakan wilayah yang stabil, namun masih

terdapat kemungkinan bahwa konflik di Kalimantan Barat dapat kembali

terulang. Diprediksi pada tahun 2020 akan kembali terjadi konflik antar

kelompok etnik. Hasil tersebut berdasarkan hipotesis Alqadrie (2008)

berdasarkan fakta sejarah, yaitu ”Konflik yang terjadi di Kalbar, periode pertama

tahun 1900, kedua 1930, ketiga 1960 dan keempat 1990-an,” yang disampaikan

dalam seminar politik bertemakan Penguatan Forum Komunikasi Antar Etnik di

Kalbar Dalam Merekonsiliasi Antar Etnik Guna Mencegah Terjadinya Konflik

tahun 2008. Menurut Alqadrie (2008) terdapat empat faktor utama penyebab

terjadinya konflik. Pertama, dikarenakan pemerintah pusat tidak memperhatikan

Kalbar. Kedua, pemerintah Provinsi, pemerintah kabupaten/kota hanya fokus

pada kepentingan elite tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. Ketiga, para

elit politik dan ekonomi, tokoh kelompok, dan etnik, serta pemimpin masyarakat

hanya bekerja mengejar kepentingan pribadi dan kelompok tetapi

mengesampingkan kepentingan masyarakat kecil di daerah yang semakin

termarjinalkan. Keempat, para tokoh etnik dan pemimpin masyarakat tidak

memiliki karakter dan sikap multikultural atau tidak mensosialisasikannya

kepada anggota kelompok mereka sehingga masyarakat multikultural sulit

berkembang.

Konflik memang tidak dapat dihindari dari proses interaksi sosial dalam

kehidupan masyarakat baik antar individu, individu dengan kelompok dan antar

kelompok masyarakat, akan tetapi konflik dapat dihindari bahkan melalui konflik

dapat menciptakan integrasi. Orang-orang yang terlibat dalam interaksi sosial

cenderung menekankan orientasi subyektif. Kabupaten Ketapang termasuk

daerah yang multietnik sehingga proses disintegrasi juga sangat rentan terjadi

seperti juga di kabupaten/kota lain yang berada dalam kawasan Provinsi

Kalimantan Barat. Pertikaian antar etnik di Kabupaten Ketapang tetap ada,

baikdalam konteks individu, individu dengan kelompok, maupun antar

kelompok,akan tetapi cepat terselesaikan sehingga tidak meluas ke mana-

mana.

Kabupaten Ketapang termasuk daerah yang dapat mengendalikan

masyarakat dari ancaman konflik antaretnik. Bahkan pada saat terjadinya

konflik Sambas di Kalbar dan konflik Sampit di Kalteng, semua etnik melalui

Page 45: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 34

pemuka suku yang hidup di bumi Kabupaten Ketapang, berikrar untuk menjauhi

perselisihan, pertengkaran, saling curiga, permusuhan, penipuan dan perbuatan

yang membangkitkan kemarahan, perkelahian serta pembunuhan. Sebaliknya,

masyarakat Kabupaten Ketapang mendeklarasikan “kami mau

mengembangkan budi bahasa yang sopan dan halus, ramah dan bersahabat,

bertekad menumbuhkan kejujuran dan kebenaran, tingkah laku yang sopan dan

terpuji” yang merupakan Ikrar perdamaian dan dibacakan pada hari Rabu, 21

Maret 2001. Kemudian pada hari Sabtu, 6 September 2003 dibacakan lagi ikrar

dan pernyataan pemuka suku-suku yang bermukim di Kabupaten Ketapang

dengan sedikit penambahan redaksi yakni apabila ada perselisihan individu,

tidak akan dibawa ke dalam kelompok suku, dan diselesaikan berdasarkan

hukum yang berlaku.

Mereka juga berjanji takkan terprovokasi untuk melakukan pertikaian

antaretnik seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah. Ikrar itu diucapkan wakil

sembilan etnik dalam acara adat Tolak Bala yang dipimpin Raja Ulu Ae'k,

Petrus Singa Bansa, yang ditandatangani oleh pemuka suku Madura, Melayu,

Tionghoa, Jawa, Bugis, Padang, Batak, NTT dan Dayakserta Lourensius

Madjun selaku ketua panitia dan Morkes Effendi sebagai Bupati Ketapang.

Bila motivasi dan nilai yang ingin dicapai berkaitan dengan sumber daya

alam dan berorientasi material, maka akan menimbulkan masalah ekonomi.

Menjadi rasional, jika masyarakat Ketapang terdiri dari berbagai etnik, suku dan

agama karena banyak orang yang melakukan migrasi dari daerah luar karena

memiliki daya tarik dan pendorong. Daya tarik bahwa penduduk setempat (asli)

Page 46: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 35

menerima siapa saja yang datang ke Ketapang, sedangkan pendorongnya

berupa keinginan dari pendatang untuk memperbaiki taraf kehidupan yang lebih

baik dari daerah asalnya. Namun, bila rasa persaudaraan dan sikap toleransi

kurang diperhatikan, maka bukan hal yang mustahil akan terjadi konflik antara

pendatang dengan penduduk asal.

Menurut Hermann, et al. (2011) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi individual resilience yaitu personal factors; biological factors;

dan environmental factors yang terdiri dari dua yaitu, tingkat mikro seperti

hubungan dengan keluarga, dan tingkat makro yaitu hubungannya dengan

komunitas. Faktor-faktor tersebut menjadi indikasi yang dapat meningkatkan

atau merendahkan kemampuan resilience individu (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 faktor-faktor yang mempengaruhi Individual Resilience

Sumber: Herman, et al, 2011, hal 261.

Dengan demikian maka dapat dilihat bahwa masyarakat Ketapang

memiliki ketahanan yang kuat karena dipengaruhi oleh hubungan yang kuat

antara individu dengan komunitas. Masyarakat di Kabupaten Ketapang

menyadari bahwa dengan terpeliharanya nilai-nilai hidup damai, rukun, saling

menghormati, menghargai, serta meningkatkan tali persaudaraan sejati antara

satu dengan lainnya akan terjalin keharmonisan hidup bermasyarakat

antaretnik. Harmonisasi hidup bermasyarakat akan tercipta bila setiap

anggotanya memiliki sikap toleransi. Meskipun tingkat keragaman

masyarakatnya cukup tinggi, namun toleransi kehidupan masyarakat yang

berbeda agama maupun suku bangsa cukup terpelihara denganbaik. Konflik

sosial yang pernah terjadi antara tahun 1999-2002 hanya melibatkan suku

tertentu yang bermula dari masalah pribadi berdampak pada kelompok atau

suku dan belum pernah melibatkan seluruh suku bangsa yang mengarah pada

konflik berlatar belakangSuku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA).

Ketahanan merupakan kemampuan untuk menanggapi dan bangkit

kembali dari kesulitan; siap dalam menghadapi ancaman; kemampuan dan

bersedia untuk beradaptasi terhadap perubahan; komitmen untuk bertahan;

kerelaan dari komunitas dan organisasi untuk bersatu dengan adanya

kesamaan nilai (McAslan: 2011). Misalnya, kegiatan keadatan antar suku sering

dilakukan setiap tahunnya, seperti kegiatan di Kerajaan Matun Tanjung Pura

dengan dilaksanakannya pentas seni, tarian, dan lomba sampan. Keberadaan

Page 47: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 36

berbagai etnik di Ketapang mempunyai maksud dan tujuan yang bervariasi. Ada

yang ingin memperbaiki kesejahteraan hidup, ada yang ingin berdagang.

Terdapat juga beberapa alasan lainseperti perkawinan dan bencana alam di

daerah asal warga pendatang. Meskipun tingkat keragaman masyarakatnya

cukup tinggi, namun toleransi kehidupan masyarakat yang berbeda agama

maupun suku bangsa cukup terpelihara dengan baik. Konflik sosial yang pernah

terjadi antara tahun 1999-2002 hanya melibatkan suku tertentu yang bermula

dari masalah pribadi berdampak pada kelompok atau suku dan belum pernah

melibatkan seluruh suku bangsa yang mengarah pada konflik berlatar belakang

Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Keberadaan berbagai etnik di

Ketapang mempunyai maksud dan tujuan yang bervariasi. Ada yang ingin

memperbaiki kesejahteraan hidup, ada yang ingin berdagang. Terdapat juga

beberapa alasan lainseperti perkawinan dan bencana alam di daerah asal

warga pendatang. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Longstaff

(2010) bahwa banyaknya sumber daya (resources) yang tersedia menjadi faktor

yang harus dianalisa untuk menentukan tingkat resilience masyarakat selain

adaptive capacity. Sumber daya disini adalah objek, kondisi, karakteristik, dan

energi yang dinilai berharga dalam suatu masyarakat tersebut. Objek dan

kondisi dapat berupa ketersediaan sekolah, rumah sakit, makanan, persediaan

air, kohesi sosial, dan tingkat ekonomi. Sedangkan karakteristik dan energi

dapat berupa kepemimpinan, tingkat pendidikan, dan etika sosial.

4.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Masyarakat

(Community Resilience) Etnis Dayak, Melayu, Dan Madura Dalam

Pencegahan Konflik Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

De-ekskalasi Konflik

Malik (2014) menyatakan bahwa jika eskalasi telah dapat dideteksi dan

dikendalikan, dilakukan musyawarah atau pertemuan untuk menyelesaikan

konflik sehingga ketegangan dan krisis dapat diredam. Maka kondisi yang

disebut de-eskalasi konflik dapat mendorong terjadinya pembangunan

perdamaian. Dalam kaitannya dengan wilayah Ketapang, Kepala Badan

Intelijen Daerah (22/08/2016), Kab. Ketapang bahwa pada saat terjadi kasus

kericuhan tahun 1998 ketika wilayah sekitarnya bentrok dengan masyarakat

Page 48: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 37

yang beretnis Madura, namun berbeda dengan masyarakat Kab. Ketapang tidak

terpancing untuk melakukan hal yang sama. Prof. Dr. Syarief Ibrahim Al-

Qadrie, M.Sc, Ketua Al-Qadrie Center Pontianak (23/08/2016) menambahkan

bahwa kericuhan dapat diantisipasi pada waktu tersebut karena para tokoh

adat/agama/masyarakat beserta stakeholders setempat di Ketapang langsung

bergerak cepat dan menyampaikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak

ikut terpancing dan terlibat dalam konflik tersebut. Dikarenakan di wilayah

Ketapang para tokoh adat sangat dihormati, seperti para habib, dan para tokoh

adat lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi pendorong stabilnya wilayah

Kab. Ketapang dari kericuhan yang sama pada tahun 1998 dan 1999. Hal

tersebut menunjukkan bahwa para tokoh adat/agama/masyarakat bersama

dengan stakeholders Kab. Ketapang mampu melakukan de-ekslakasi di

wilayahnya pada saat konflik di wilayah sekitarnya sedang mengekskalasi.

Sebagaimana diungkapkan oleh Malik (2014) bahwa de-eskskalasi adalah

situasi dimana suatu ketegangan dapat diredam ekskalasinya.

Dewan Adat Dayak dan Seniman Dayak Melanoe, Bapak Fransuma

(wawancara 25/9/2016) menyatakan bahwa adanya upaya de-ekskalasi oleh

tokoh adat/agama/masyarakat setempat bersama dengan aparat dan seluruh

masyarakat Kab. Ketapang untuk membangun Tugu Perdamaian yang

diprakarsai oleh Pastor Yuli untuk perjanjian antar suku yang mendeklarasikan

bahwa masyarakat Kab. Ketapang adalah saudara dan satu untuk Indonesia.

Menurutnya, sebagai suku asli di Ketapang, masyarakat pendatang seperti

Madura harus disambut dengan baik karena sesuai dengan falsafah adat Dayak

yang menyatakan bahwa “Tamu diberi makan, melayu diberi beras”, bagi

masyarakat yang melanggar maka dianggap sebagai pelanggaran terhadap

adat.

Hubungan yang baik antara Tokoh adat/Masyarakat/Agama dengan

masyarakat dapat dilihat dalam kegiatan keadatan antar suku sering dilakukan

setiap tahunnya, seperti kegiatan di Kerajaan Matun Tanjung Pura dengan

dilaksanakannya pentas seni, tarian, dan lomba sampan (Letnan Yulianto,

Wawancara, 24/8/2016). Hal inilah yang kemudian menjadi faktorde-ekskalasi di

Kab.Ketapang.

Page 49: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 38

Kelompok Fungsional

Malik (2014) menyatakan bahwa kelompok fungsional adalah kelompok

yang memiliki tanggung jawab untuk menghentikan kekerasan dan mencegah

meluasnya konflik. berdasarkan undang-undang, aktor fungsional untuk

pencegahan dan penyelesaian konflik adalah polisi dan pemerintah daerah atau

pusat. Aktor fungsional diharapkan dapat memotong pengaruh dari provokator

kepada kelompok-kelompok rentan, serta mampu berkoordinasi dengan pihak-

pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk menghentikan konflik. Dalam hal

ini, di Ketapang menurut Abah Uti (wawancara 25/9/2016)

para stakeholders seperti polisi dan babinsa setempat saling berkoordinasi

dengan baik, misalnya dalam kegiatan ceramah kemasyarakatan yang biasanya

dapat diisi oleh tokoh agama/masyarakat/adat atau bahkan aparat setempat,

para pejabat seperti Kapolres, Wakapolres, Wakil Bupati, dan aparat lainnya

kerap hadir, dengan kata lain kegitan ini juga menjadi agenda sosialisasi oleh

pemerintah untuk masyarakat setempat. Terkait kasus Gafatar beberapa waktu

lalu, abah uti selaku tokoh masyarakat beserta dengan pihak pemerintah

memberikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak ikut terpengaruh

kelompok tersebut sehingga tidak ada masyarakat yang ikut bergabung dengan

kelompok Gafatar tersebut. Selain itu, masyarakat juga kerap mengadakan

kegiatan solat berjamaah setiap bulan purnama. Menurut Abah Uti, kegiatan ini

biasa dihadiri oleh 700 orang masyarakat setempat yang muslim termasuk

pemerintah setempat. kegiatan-kegiatan keagamaan ini merupakan wadah

sosialisasi yang dapat dikatakan berhasil untuk masyarakat setempat tanpa

adanya unsur-unsur politis.

Wakapolres Kab. Ketapang, Bapak Syahroni (Wawancara, 25/9/2016)

menambahkan bahwa Polres Ketapang selalu bertindak melakukan

pengamanan dan pengawasan. Ia juga menambahkan bahwa untuk langkah

pencegahan dini, Polres sendiri bersama dengan aparat dan pemda rutin

mengadakan pertemuan dengan mengundang tokoh adat/masyarakat/agama

setempat.

Hal senada juga dinyatakan oleh Kadis Kesbangpol Ketapang

(Wawancara, 25/9/2016) bahwa sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi-

potensi konflik tersebut maka Kesbangpol bersama dengan Pemda dan aparat

Page 50: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 39

setempat mewadahi dibentuknya organisasi-organisasi Paguyuban dari masing-

masing etnis dan kerap mengundang perwakilan masing-masing tokoh adat.

Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Malik (2014) menjabarkan bahwa elemen pemangku kepentingan terdiri

dari; kelompok polisi, militer, kelompok tokoh masyarakat (Tomas), tokoh agama

(Toga) dan tokoh adat (Toda), kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

kelompok peneliti, serta kelompok media massa. Oleh kelompok fungsional,

komponen pemangku kepentingan ini diharapkan untuk dapat berkomunikasi,

member kontribusi, bekerja sama, dan saling berkoordinasi dengan mereka

untuk mencegah terjadinya konflik dan menghentikan konflik jika sudah terjadi.

Selain itu, kelompok pemangku kepentingan ini diharapkan dapat

menjadi pihak-pihak yang proaktif dalam pencegahan dan penyelesaian konflik

dan menjadi bagian dari solusi.

Di Kabupaten Ketapang Para Tokoh adat/agama/masyarakat sangat

dihormati seperti diungkapkan oleh Prof. Dr. Syarief Ibrahim Al-Qadrie

(23/08/2016) bahwa di wilayah Ketapang para tokoh adat sangat dihormati,

seperti para habib, dan para tokoh adat lainnya. Kepala Kesbangpol Kalimantan

Barat juga membenarkan hal tersebut bahwa para Tokoh

adat/agama/masyarakat sangat berperan kuat dalam kehidupan bermasyarakat.

Misalnya, dalam kasus kriminal perkelahian antar pemuda dan kasus

tabrak lari, masyarakat setempat menduga bahwa pelaku merupakan etnis

Madura sedangkan realita di lapangan, pelaku bukan berasal dari etnis Madura.

Namun menanggapi hal ini, tokoh adat Madura segera menghimbau kepada

masyarakat agar tidak mudah terpancing dan terpengaruh (Wawancara Ketua

Dewan Adat Madura : 25/9/2016).

Para Tokoh adat/agama/masyarakat ini juga memiliki hubungan

koordinasi yang baik dengan stakeholders dan masyarakat setempat seperti

yang dijelaskan oleh Ketua Dewan Adat Madura (Wawancara, 25/9/2016)

bahwa aparat setempatpun kerap mengadakan Muspida yang mengundang

tokoh adat/masyarakat/melayu setempat. Hubungan antar etnis pun berjalan

dengan baik, misalnya dalam kegiatan adat kerajaan Tanjungpura yang

diadakan setiap tahunnya, dalam kegiatan ini masing-masing etnis

menampilkan kesenian/pertunjukan adat masing-masing.

Page 51: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 40

Kemauan Politik Penguasa

Kemauan politik ini terrefleksi dalam dua hal. Pertama terlihat dari

inisiatif dan kepemimpinan dari para penguasa untuk menyelesaikan konflik-

konflik yang terjadi secara tuntas dan idak membiarkan konflik terus membara

dan bahkan menyebar ke segala arah. Kedua adalah adanya produk-

produkhukum atau kebijakan yang dapat mencegah dan menyelesaikan konflik.

pada konteks Indonesia, secara normatif telah ada Undang-

UndangPenanganan Konflik Sosial No. 7 Tahun 2012, serta adanya Instruksi

Presiden No. 1 Tahun 2014 tentang penanganan gangguan keamanan dalam

negeri, serta berbagai keputusan menteri terkait dengan pengelolaan dan

penyelamatan sumber daya. Namun persoalannya adalah bagaimana UU dan

peraturan ini diinterpretasikan dan ditegakkan agar dapat digunakan untuk

mencegah dan menyelesaikan konflik.

Di Kab. Ketapang, Bupatinya sendiri yang merupakan Suku Dayak

beserta dengan wakil Bupati membentuk organisasi-organisasi paguyuban dari

masing-masing suku, seperti Dewan Adat Dayak, Persatuan Adat Madura,

Persatuan Adat Melayu. Pemda sendiri bersamaan dengan stakeholderskerap

mengadakan Muspida dengan mengundang setiap instansi di daerah dan tokoh

masyarakat (Tomas), tokoh agama (Toga) dan tokoh adat (Toda) setempat.

Letnan Yulianto dan Kapten Mardiyanto (Wawancara, 24/8/2016)

menyatakan bahwa Pemimpin Kab. Ketapang melalui pemda memiliki inisiatif

dan kebijakan yang baik, misalnya dalam kasus kebakaran hutan yang terjadi

setiap tahunnya, Pemerintah daerah setempat menginstruksikan segera kepada

para aparat untuk turun menangani kasus tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan

berkurangnya kebakaran hutan pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun

2015 lalu.

Page 52: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 41

BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Simpulan

Kabupaten Ketapang merupakan wilayah dengan masyarakat yang

heterogen dan masyarakatnya relatif lebih terbuka secara geografis karena

berbatasan dengan laut yang menghubungkannya dengan wilayah lain. Wilayah

ini juga merupakan kota yang tergolong maju dan bagus. Dari sisi keamanan,

Ketapang dapat dikategorikan sebagai wilayah yang aman dan stabil. Misalnya,

pada saat terjadi kerusuhan konflik Sambas di Kalbar dan konflik Sampit di

Kalteng masyarakat Kab. Ketapang tidak terpancing untuk melakukan hal yang

sama. Pada waktu tersebut, seluruh etnik melalui pemuka suku/adat masing-

masing menyatakan ikrar perdamaian untuk menjauhi perselisihan,

pertengkaran, saling curiga, permusuhan, penipuan dan perbuatan yang

membangkitkan kemarahan, perkelahian serta pembunuhan pada hari Rabu, 21

Maret 2001.

Di Kabupaten Ketapang, Tokoh Adat/Agama/Masyarakat sangat

berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat di Ketapang. Dalam kasus

tersebut misalnya, para tokoh adat di Ketapang langsung bergerak cepat dan

memberikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak ikut terpancing konflik

tersebut. Pengaruh dari peran Tokoh Adat/Agama/Masyarakat ini mampu

menciptakan de-ekskalasi di wilayah Kab. Ketapang sehingga dapat dapat

membentuk pembangunan perdamaian.

Hubungan yang erat antara individu dengan komunitas inilah yang

kemudian mempengaruhi kuatnya ketahanan/resiliensi masyarakat Kab.

Ketapang setempat. Sebagaimana dinyatakan oleh Hermann, et al. (2011)

bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi individual

resilienceyaitu personal factors; biological factors; dan environmental

factors yang terdiri dari dua yaitu, tingkat mikro seperti hubungan dengan

keluarga, dan tingkat makro yaitu hubungannya dengan komunitas. Faktor-

faktor tersebut menjadi indikasi yang dapat meningkatkan atau merendahkan

Page 53: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 42

kemampuanresilience individu. Dengan demikian, kuatnya ketahanan

masyarakat Kab. Ketapang dikarenakan hubungan masyarakat yang kuat dalam

komunitasnya, serta tingginya toleransi antar masyarakat meskipun merupakan

masyarakat yang hererogen.

Kemudian, hubungan yang baik antara kelompok fungsional,

yaitustakeholders setempat dengan kelompok fungsional, yaitu Tokoh

Adat/Agama/Masyarakat juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

kuatnya ketahanan masyarakat Kab. Ketapang. Kegiatan bersama yang kerap

dilaksanakan, seperti Muspida yang selalu melibatkan Tokoh

Adat/Agama/Masyarakat dan kegiatan keadatan yang juga sering dihadiri

oleh stakeholders menjadi wadah untuk berkomunikasi sehingga meningkatkan

koordinasi antar kedua belah pihak.

Namun demikian, terdapat beberapa hal yang akan menjadi potensi

konflik di Kab. Ketapang pada masa yang akan datang, yatu permasalahan

Sumber Daya Alam (SDA). Hal yang menjadi isu aktual di Kab. Ketapang

adalah konflik pengelolaan perkebunan dan pertambangan. Banyaknya

perusahaan yang datang dan berinvestasi di wilayah tersebut menimbulkan

sengketa dengan masyarakat setempat terkait kepemilikan lahan. Selain itu,

beberapa hal-hal yang menjadi potensi di Kab.Ketapang, yaitu permasalahan

perusahaan asing yang datang dan melakukan investasi, kedatangan TKA

Tiongkok yang kemudian menikah dengan penduduk setempat, dan

permasalahan tapal batas yang dikarenakan Perda/PP pemekaran wilayah bagi

wilayah yang belum siap.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Saran teoritis pada penelitian ini berupa perlu adanya

pengembanganpenelitian-penelitian untuk menganalisis lebih lanjut mengenai

Potensi konflik ke depan yang kemungkinan akan terjadi, seperti konflik Sumber

Daya Alam, konflik lahan antara warga setempat dengan perusahaan asing, dan

permasalahan TKA asing yang menikah dengan warga setempat, serta

banyaknya warga asing yang menjadi TKA di perusahaan di wilayaha tersebut.

Page 54: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 43

5.2.2 Saran Praktis

Terdapat beberapa saran praktis yang dapat dikaitkan pada penelitian ini,

yaitu:

1. Pemerintah Daerah bersama dengan stakeholders terkait agar dapat

lebih meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga dan dengan

kelompok fungsional dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat

setempat.

2. Pemerintah Daerah agar terus mendukung kegiatan yang dapat

mewadahiorganisasi-organisasi paguyuban di Kab. Ketapang dan turut

berpartisipasi di dalamnya sebagai salah satu upaya pencegahan konflik ke

dapan.

3. Beberapa potensi konflik seperti konflik lahan antara warga setempat

dengan perusahaan asing, dan permasalahan TKA asing yang menikah dengan

warga setempat, serta banyaknya warga asing yang menjadi TKA di

perusahaan di wilayah Ketapang agar cepat dilakukan pencegahan konflik

supaya tidak menjadi permasalahan yang dapat mengganggu ketahanan

masyarakat Kab.Ketapang ke depannya.

Page 55: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 44

DAFTAR PUSTAKA

Carpenter, Ami C. (2014). Community Resilience to Sectarian Violence in Baghdad. New

York: Springer.

Ganson, B., and A. Wennmann. (2013). Operationalising conflict prevention as strong,

resilient systems: approaches, evidence, action points. Working paper No. 3.

Retrieved from http://www.gpplatform.

Herrman, et al. (2011). What is Resilience?. Canadian Journal of Psychiatry, vol.56, no.5,

hal.258. Proquest Research Library.

Holling, C.S., and B. Walker. (2003). Resilience defined. Entry prepared for the Internet

encyclopedia of ecological economics.

Horowitz, Donald L. (1985). Ethnic Groups in conflict. Berkeley: University of California

Press.

Human Rights Watch. (1997). Indonesia: Communal Violence in West Kalimantan. Vol. 9,

No. 10 (C). New York: Human Rights Watch.

Longstaff, et al. (2010). Building Resilient Communities: A Preliminary Framework for

Assessment. Homeland Security Affairs, vol. VI, no. 3.

Menkhaus, K. (2013). Making Sense of Resilience in Peacebuilding Contexts:

Approaches, Applications, Implications. Geneva Peacebuilding Platform Paper 6.

Retrieved from http://www.gp platform.

Milliken, J. (2013). Resilience: From metaphor to an action plan for use in the

peacebuilding field. Platform paper 7. Geneva peacebuilding platform. Retrieved

from http://www.gpplatf orm (emphasis mine).

Peluso, Nancy Lee. (2006). Passing the Red Bowl: Creating Community Identity Through

Violence in West Kalimantan, 1967-1997 Pp. 106-128 in Charles A. Coppel,

eds., Violent Conflict in Indonesia: Analysis, Representation, Resolution. London &

New York: Routledge.

Ryan, J. (2012). Infrastructures for peace as a path to resilience societies: a institutional

perspective. Journal of Peacebuilding and Development 7(2).

Stanes, Paul B, and Vessey, John W. (2011). Partners in preventive action: The United

States and International Institutions. Council on Foreign Relations.

Page 56: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 45

Universitas Pertahanan 45

Tanasaldy, T. (2009). Ethnic Geography in Conflicts: The Case of West Kalimantan,

Indonesia. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, vol.43, no. 2, pp. 105- 30.

Page 57: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 46

LAMPIRAN KONTRAK KERJA

Page 58: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 47

LAMPIRAN SPRIN PENELITI

Page 59: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 48

Page 60: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/e922c-pencegaha... · konflik etnis antara suku Dayak dan suku Madura di di Sanggau

Laporan Hasil Penelitian LPPM Unhan 2016 49