STRATEGI - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/80d5f-buku... ·...
Transcript of STRATEGI - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/80d5f-buku... ·...
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI UNIVERSITAS PERTAHANAN
STRATEGI
PERTAHANAN BAWAH LAUT INDONESIA
2019
UNIVERSITAS PERTAHANAN
KAWASANA IPSC SENTUL, SUKAHATI, BOGOR JAWA BARAT
STRATEGI
PERTAHANAN BAWAH LAUT
INDONESIA
Tim Penulis
Dr. Tri Legionosuko S.I.P., M.AP
Dr. Siswo Hadi Sumantri S.T., M.MT
Purwanto, SE.,M.M.,M.SI (Han)
Editor
Dr. Panji Suwarno, SE.,M.Si
M. Harry R. Nugraha, S.I.P., M.Si (Han)
Supriyadi, S.Kel
Dindin
ISBN : 978-602-5808-401
Ilus : xii hlm + 392 hlm + 17.6 cm x 25 cm
Email : [email protected]
HP. 08113062299
UNIVERSITAS PERTAHANAN
Kawasana IPSC Sentul, Sukahati, Bogor Jawa Barat
STRATEGI PERTAHANAN BAWAH LAUT INDONESIA
UNIVERSITAS PERTAHANAN
2019
i
KATA PENGANTAR
uji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan Buku yang berjudul “Strategi Pertahanan Bawah
Laut Indonesia” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan
Buku ini adalah untuk mempelajari, menganalisis, dan membuat Strategi
Pertahanan Bawah Laut Indonesia.
Startegi Pertahanan Bawah Laut merupakan rancangan sistem
pertahanan yang sesuai dengan amanat pada Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Sitem pertahanan laut perlu
untuk dilakukan mengingat Bangsa Indonesia merupakan Negara
Kepulauan yang mana ancaman di wilayah perairan sangat tinggi jika
dibandingkan dengan negara negara lainnya. Konstelasi geografis
Indonesia tersebut beserta kekayaan sumber daya alam yang dimiliki
Indonesia, merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi
dinamika politik, ekonomi, dan keamanan nasional Indonesia.
Letak strategis ini juga mengakibatkan Indonesia berada pada
persilangan jalur perdagangan dan pelayaran internasional, baik dari
wilayah Pasifik dan Asia Timur menuju kawasan Timur Tengah, Afrika
dan Eropa maupun sebaliknya. Dengan demikian, Indonesia menjadi
wilayah tempat transitnya berbagai macam kepentingan negara-negara
pengguna jalur perdagangan. Hal ini membawa konsekuensi logis yang
berkenaan dengan pertahanan dan keamanan negara di laut, yakni
munculnya ancaman yang berpengaruh pada konsep dan strategi
pertahanan negara, yang timbul bukan saja disebabkan oleh konstelasi
geografis Indonesia, namun juga disebabkan oleh pengaruh globalisasi
P
ii
pasca Perang Dingin (Post-Cold War Era), maupun perkembangan
lingkungan strategis yang terus berkembang secara dinamis.
Spektrum ancaman yang dapat timbul dan mengancam
kedaulatan, keutuhan maupun keselamatan bangsa dan negara amat
beragam. Dengan perkembangan lingkungan strategis pasca Perang
Dingin, spektrum ancaman bergeser dari tradisional (militer) ke non
tradisional (nirmiliter) yang mengakibatkan bergesernya pula
peperangan konvensional (conventional warfare) ke peperangan
inkonvensional (unconventional warfare) dan peperangan asimetris
(asymetric warfare). Permasalahan perbatasan dan pulau terluar
merupakan hal yang kompleks dan dinamis. TNI Angkatan Laut
memandang serius masalah ini karena sebagai komponen pertahanan
dan sebagai penegak kedaulatan RI di laut, TNI Angkatan Laut
menyadari bahwa persoalan di perbatasan dan pulau terluar tidak saja
berdampak pada tugas TNI Angkatan Laut, tetapi juga berpengaruh
kepada ketahanan nasional secara langsung.
Permasalahan permasalahan yang timbul baik itu militer maupun
non-militer pada dasarnya perlu adanya kerjasama antar negara dalam
menghadapi berbagai ancaman tersebut. Strategi berikutnya adalah
denga melakukan berbagai pengamatan baik itu oleh TNI maupun oleh
lembaga lain. Hal tersebut dikarenakan sifat ancaman yang tidak hanya
masalah pengamanan akan tetapi juga masalah yang hubungannya
dengan sumberdaya. Oleh sebab itu peran sinergitas antar lembaga
juga perlu diperhatikan.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun
materiil sehingga Buku ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis
tujukan kepada Bapak Menteri Pertahanan Republik Indonesia Jenderal
iii
TNI (Purn) Dr. Ryamizard Ryacudu sebagai pengarah dalam penulisan
buku ini sehingga buku ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan
dalam buku ini. Oleh sebab itu penulis mengahrapkan adanya kritik dan
saran dari pembaca untuk penyempurnaan tulisan berikutnya. Semoga
buku ini dapat memberikan manfaat mengenai strategi pertahanan
bawah laut sehingga mampu menjadi negara yang kokoh dalam
pertahanan laut. Terimakasih
Bogor, September 2019
Rektor Universitas Pertahanan,
Dr. Tri Legionosuko, S.IP., M.AP
Letnan Jenderal TNI
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Perkembangan Lingkungan Strategis .........................................................11
1.1.1 Kondisi Keamanan Dalam Negeri .......................................................22
1.1.2 Isu Perbatasan Dan Pulau-Pulau Kecil Terluar ...................................23
1.1.3 Separatisme........................................................................................24
1.1.4 Konflik Komunal ..................................................................................26
1.1.5 Radikalisme Yang Anarkis ..................................................................27
1.1.6 Hakikat Dan Penggolongan Ancaman ................................................30
1.1.7 Ancaman Militer ..................................................................................30
1.1.8 Ancaman Nirmiliter..............................................................................34
1.1.9 Ancaman Berdimensi Ideologi ............................................................35
1.1.10 Ancaman Berdimensi Politik ...............................................................36
1.1.11 Ancaman Berdimensi Ekonomi ...........................................................38
1.1.12 Ancaman Berdimensi Sosial Budaya ..................................................38
1.1.13 Ancaman Berdimensi Teknologi Dan Informasi ...................................40
1.1.14 Ancaman Berdimensi Keselamatan Umum .........................................41
1.2 Konsepsi Pertahanan Negara .....................................................................42
1.2.1 Kepentingan Nasional .........................................................................42
1.2.2 Hakikat Pertahanan Negara ................................................................46
1.2.3 Tujuan Pertahanan Negara .................................................................47
1.2.4 Sistem Pertahanan Negara .................................................................48
1.2.5 Fungsi Pertahanan Negara .................................................................49
1.2.6 Spektrum Konflik .................................................................................51
1.2.7 Kepentingan Strategis Pertahanan Indonesia .....................................53
1.2.8 Kepentingan Strategis Yang Bersifat Permanen .................................54
1.2.9 Kepentingan Strategis Yang Bersifat Mendesak .................................55
1.2.10 Kepentingan Strategis Di Bidang Kerja Sama Pertahanan ..................60
1.2.11 Sasaran Strategis Pertahanan Negara................................................62
1.3 Benua Nusantara ........................................................................................66
1.4 Medan Perang Laut Dan Tugas Angkatan Laut ..........................................72
1.5 Pertahanan Laut .........................................................................................77
1.6 Kekuatan Laut Sebagai Elemen Ketahanan Nasional .................................92
1.7 Sejarah Lahirnya Ketahanan Nasional ........................................................96
ii
1.8 Unsur Unsur Ketahanan Nasional ...............................................................98
BAB 2 STRATEGI TNI ANGKATAN LAUT DALAM PENGAMANAN BATAS MARITIM NKRI: KAJIAN HISTORIS – STRATEGIS ............................................. 101
2.1 Pemahaman Ketahanan Nasional ............................................................ 105
2.2 Seapower Dan Kejayaan Nusantara Dalam Sejarah ................................. 109
2.3 Analisa Lingkungan Strategis.................................................................... 116
2.4 Pembangunan Kekuatan Angkatan Laut Kawasan ................................... 129
2.4.1 Enmity Dalam Dinamika Hubungan China Dan AS ........................... 133
2.4.2 Kebijakan Re-balancing AS di Asia-Pasifik ....................................... 142
2.5 Persetujuan Perbatasan Laut Indonesia dengan Negara Tetangga .......... 148
2.5.1 Perbatasan RI-Malaysia .................................................................... 163
2.5.2 2.4.2 Perbatasan RI-Thailand ........................................................... 165
2.5.3 Perbatasan RI-India .......................................................................... 166
2.5.4 Perbatasan RI-Singapura.................................................................. 167
2.5.5 Perbatasan RI-Vietnam ..................................................................... 168
2.5.6 Perbatasan RI-Filipina ...................................................................... 168
2.5.7 Perbatasan RI-Republik Palau .......................................................... 169
2.5.8 Perbatasan RI-Papua Nugini ............................................................ 170
2.5.9 Perbatasan RI-Australia .................................................................... 171
2.5.10 Perbatasan RI-Timor Leste ............................................................... 172
2.6 Strategi TNI Angkatan Laut Dalam Pengamanan Perbatasan .................. 173
2.6.1 Patroli Keamanan Laut ..................................................................... 174
2.6.2 Operasi Pengamanan Perbatasan .................................................... 180
2.6.3 Survei Hidrografi & Oseanografi........................................................ 189
2.6.4 Ekspedisi Kesra Nusantara (EKN) .................................................... 196
2.6.5 Operasi Bakti TNI AL ........................................................................ 196
BAB 3 SISTEM DETEKSI DAN ANCAMAN STRATEGIS BAWAH AIR ................ 198
3.1 Propagation Loss ...................................................................................... 206
3.2 Bentuk dasar laut ...................................................................................... 207
3.3 Deep Scattering Layer .............................................................................. 226
3.4 Profil Suhu dan Salinitas ........................................................................... 228
3.4.1 Variasi Temporal Siklus Harian SV ................................................... 233
3.4.2 Kecepatan Migrasi Siklus Harian ...................................................... 243
3.4.3 Siklus Harian 6 Bulan Pertama Tahun 2005 ..................................... 245
3.4.4 Kecepatan Migrasi Siklus Harian 6 Bulan Pertama Tahun 2005 ....... 248
3.4.5 Variasi Temporal Siklus Bulanan ...................................................... 250
iii
3.5 Sistem Pertahanan Bawah Laut ................................................................ 253
3.6 Ancaman Pertahanan Bawah Laut ........................................................... 260
3.7 Ancaman Militer ........................................................................................ 267
3.8 Ancaman Nir Militer .................................................................................. 272
3.9 Strategi dalam Mengatasi Ancaman Militer dan Nirmiliter ......................... 279
3.9.1 Strategi dalam Mengatasi Ancaman Militer ....................................... 291
3.9.2 Strategi Dalam Mengatasi Ancaman Nirmiliter .................................. 300
3.9.3 Strategi Menghadapi Ancaman Militer .............................................. 301
BAB 4
STRATEGI PERTAHANAN BAWAH LAUT INDONESIA: SEBUAH KONSEP ... 316
4.1. Strategi Pertahanan Laut Indonesia ............................................................. 316
4.2 Fokus dan Sub fokus .................................................................................... 321
4.3 Masalah di Wilayah Laut ............................................................................... 321
4.4 Archipelagic State ..................................................................................... 322
4.5 Strategi Pertahanan Bawah Laut .............................................................. 324
4.6 Strategi Pertahanan Indonesia.................................................................. 325
4.7 Strategi Pertahanan .................................................................................. 326
4.7.1 Pengembangan Lingkungan Strategis .............................................. 326
4.7.2 Wilayah Geostrategi Indonesia ......................................................... 326
4.8 Ancaman Bawah Laut ............................................................................... 328
4.8.1 Militer ................................................................................................ 328
4.8.2 Non militer ........................................................................................ 333
4.8.3 Sampah Plastik ................................................................................. 333
4.8.4 Biota Laut ......................................................................................... 334
4.8.5 Deteksi Bawah Laut .......................................................................... 337
4.9 Strategi Pertahanan Bawah Laut .............................................................. 340
4.9.1 Perangkat Sonar ............................................................................... 340
4.9.2 Radar ................................................................................................ 340
4.9.3 MAD.................................................................................................. 341
4.9.4 Direction finding ................................................................................ 341
4.9.5 Intelijen ............................................................................................. 342
4.9.6 Mark 1 Eyeball .................................................................................. 343
4.9.7 Wake Detection ................................................................................ 343
4.9.8 Metode Lainya .................................................................................. 343
4.10 Dinamika Lingkungan Startegis di Kawasan Asia-Pasifik .......................... 344
4.11 Modernisasi Kekuatan Militer .................................................................... 348
iv
4.11.1 Australia ............................................................................................ 349
4.11.2 India .................................................................................................. 349
4.11.3 Jepang .............................................................................................. 350
4.11.4 Korea Selatan ................................................................................... 350
4.11.5 Malaysia ........................................................................................... 350
4.11.6 Filipina .............................................................................................. 351
4.11.7 Singapura ......................................................................................... 351
4.11.8 Vietnam ............................................................................................ 351
4.12 Isu Perbatasan Antar Bawah air ............................................................... 352
4.13 Konflik Intra dan Antar Bawah air .............................................................. 354
4.14 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi..................................... 356
4.15 Hakikat Pertahanan bawah air Bawah Permukaan ................................... 358
4.16 Sistem Pertahanan bawah air Bawah Permukaan .................................... 359
4.17 Fungsi Pertahanan bawah air Bawah Permukaan .................................... 361
4.18 Prinsip-Prinsip Dasar Penyelenggaraan Bawah Permukaan ..................... 362
4.19 Kebijakan Strategi Pembinaan Kemampuan Bawah Laut ......................... 363
4.19.1 Kebijakan Pertahanan bawah air Bawah Permukaan........................ 363
4.19.2 Strategi Pertahanan bawah air Bawah Permukaan ........................... 365
4.19.3 Pembinaan Kemampuan Pertahanan bawah air Bawah Permukaan 366
4.20 Kerjasama Internasional ........................................................................... 368
4.20.1 Kerjasama Internasional Bidang Pertahanan Bawah Air ................... 368
4.21 Kerjasama Bilateral ................................................................................... 368
4.21.1 Brunei ............................................................................................... 368
4.21.2 Filipina .............................................................................................. 369
4.22 Kerjasama Multilateral .............................................................................. 370
4.22.1 Kerja Sama Dalam Kerangka ASEAN .............................................. 370
4.22.2 Kerja Sama Dalam Misi Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa .. 371
4.23 Strategi Pertahanan Laut Dalam Perspektif Hidrografi .............................. 372
4.23.1 Peta Potensi Bahaya Ranjau di Wilayah Indonesia ........................... 374
4.23.2 Aksi Pushidrosal Terhadap Pembangunan Strategi Pertahanan Bawah Laut Pushidrosal Menyediakan Data Bagi Kepentingan Hidrografi.................. 375
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................. 377
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 377
5.2. Saran ........................................................................................................ 379
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 381
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Matriks Interaksi Unsur-Unsur Ketahanan Nasional Untuk Mewujudkan Kekuatan Laut Nasional ........................................................... 94
Tabel 2. Kedalaman Maks Dan Min Migrasi Harian DSL Nilai Intensitas Gema 130
Dan 140 Count Tahun 2004. ....................................................................... 237
Tabel 3. Peak kedalaman migrasi harian DSL tahun 2004 ......................................... 239 Tabel 4. Kecepatan Migrasi Harian Pada Intensitas Gema 130 Count Tahun 2004. .. 243
Tabel 5. Kecepatan Migrasi Harian Pada Intensitas Gema 140 Count Tahun 2004. .. 244 Tabel 6. Kedalaman Maksimum Dan Minimum Migrasi Harian DSL Nilai
Intensitas Gema 130 Dan 140 Count Tahun 2005. ...................................... 246 Tabel 7. Peak Kedalaman Migrasi Harian DSL 6 Bulan Pertama Tahun 2005. .......... 247 Tabel 8. Kecepatan Migrasi Harian 130 Count 6 Bulan Pertama Tahun 2005. ........... 249 Tabel 9. Kecepatan Migrasi Harian 140 Count 6 Bulan Pertama Tahun 2005. ........... 250 Tabel 10. Prioritas Pembangunan Kekuatan TNI AL .................................................. 287 Tabel 11. Tingkat Kesiapan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI AL. ...... 300 Tabel 12. Evolusi Kekuatan Angkatan Laut Indonesia .............................................. 329
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Latihan Perang TNI AL ............................................................... 4 Gambar 2 Peta Anggaran Pertahanan Global ............................................ 14 Gambar 3 Peta Anggaran Pertahanan Asia Tenggara ............................... 15 Gambar 4 Peristiwa Bom Jakarta Tahun 2004 ........................................... 25 Gambar 5 Gelar Latihan TNI AL .................................................................. 30
Gambar 6 Kegiatan Pasukan Tni Dalam Pencarian Jatuhnya Peswat Lion Air ..............................................................................................
41
Gambar 7 Kegiatan Pasukan Tnial Dalam Pasukan PBB ........................... 66 Gambar 8 Peta Wilayah NKRI ..................................................................... 76 Gambar 9 Armada Laut KRI ........................................................................ 77 Gambar 10 Kondisi Wilayah Asia Pasifik ...................................................... 93 Gambar 11 Kondisi Strategis Posisi Indonesia ............................................. 93 Gambar 12 Pasukan Khusus TNI AL ............................................................ 101 Gambar 13 Laut China Selatan ..................................................................... 109 Gambar 14 Wilayah ALKI NKRI .................................................................... 110 Gambar 15 Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia .............................. 158 Gambar 16 Perbatasam Ri – Malaysia ......................................................... 164 Gambar 17 Perbatasan Ri – India ................................................................. 166 Gambar 18 Perbatasan Ri – Singapura ........................................................ 167 Gambar 19 Perbatasan Ri – Vietnam ........................................................... 168 Gambar 20 Batas Maritim Ri – Filipina ......................................................... 169 Gambar 21 Perbatasan Ri – Palau .............................................................. 170 Gambar 22 Perbatasan Ri – Papua Nugini .................................................. 171 Gambar 23 Perbatasan Ri – Australia .......................................................... 172 Gambar 24 Perbatasan Ri – Timor Leste ..................................................... 173 Gambar 25 Kopaska Tni Al ........................................................................... 174 Gambar 26 Pengukur Kedalaman Laut ........................................................ 198 Gambar 27 Kombinasi Temperatur Dan Kecepatan Dalam Air Laut ............ 202 Gambar 28 Kecepatan Suara Di Atas Permukaan Laut ................................ 203 Gambar 29 Lapisan- Lapisan Air .................................................................. 203 Gambar 30 Permukaan Laut Dan Energi Suara ........................................... 204 Gambar 31 Sifat Dan Karakteristik Air Laut .................................................. 205 Gambar 32 Kenampakan Morfologi Bawah Laut .......................................... 208 Gambar 33 Paparan Benua .......................................................................... 210 Gambar 34 Lereng Benua ............................................................................. 211 Gambar 35 Dataran Dasar Laut .................................................................... 212 Gambar 36 Laut Dalam ................................................................................. 213 Gambar 37 Dataran Abisal ........................................................................... 213 Gambar 38 Ngarai Bawah Laut .................................................................... 216 Gambar 39 Gunung Laut .............................................................................. 217 Gambar 40 Mid Ocean Ridge Picture ........................................................... 220 Gambar 41 Arus Lintas Indonesia ................................................................ 227 Gambar 42 Sebaran Menegak Suhu ............................................................ 229 Gambar 43 Sebaran Melintang Suhu ........................................................... 230 Gambar 44 Sebaran Menegak Salinitas ....................................................... 230 Gambar 45 Sebaran Melintang Salinitas ...................................................... 231
vii
Gambar 46 Diagram T – S ............................................................................ 232 Gambar 47 Rerata Siklus Harian Tahun 2004 .............................................. 235 Gambar 48 Rerata Siklus Harian Tahun 2005 .............................................. 248 Gambar 49 Siklus Bulanan ........................................................................... 251 Gambar 50 Gambar Kapal Selam TNI AL ..................................................... 253 Gambar 51 Ancaman Bawah Laut Dan Dimensinya ..................................... 266 Gambar 52 Sinergitas Keamanan Laut ......................................................... 267 Gambar 53 Diagram Pertahanan Semesta ................................................... 274 Gambar 54 Postur Pertahanan Negara ........................................................ 283 Gambar 55 Perbandingan Waktu Tempuh Dan Jarak ................................. 289 Gambar 56 Rasio Anggaran Pertahanan Terhadap PDB ............................. 290 Gambar 57 Titik Co G Dan LANTAMAL ....................................................... 291 Gambar 58 Postur Pertahanan Militer RI ...................................................... 297 Gambar 59 Penggelaran Kekuatan TNI AL 2010 -2024 ............................... 299 Gambar 60 Konsep Pertahanan Bawah Laut ............................................... 316 Gambar 61 Pangkalan TNI AL ...................................................................... 320 Gambar 62 Grafik Dan Proyeksi Angkatan Laut 2024 .................................. 330 Gambar 63 Rudal Bawah Laut ...................................................................... 338 Gambar 64 Pangkalan TNI AL ...................................................................... 344 Gambar 65 Peta Potensi Bahaya Ranjau ..................................................... 374 Gambar 66 Jenis-Jenis Ranjau ..................................................................... 374 Gambar 67 Konsep Peta Ranjau .................................................................. 375 Gambar 68 Tema Data IMaGIC (Additional Military Layers) ......................... 376
viii
ABSTRAK
Perkembangan dunia sekarang dan masa yang akan datang menunjukkan kecendurungan akan semakin pentingnya peranan laut dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan ekonomi yang berpusat dikawasan tertentu, yaitu Asia Kawasan Timur, Eropa Barat dan Amerika Utara dipastikan akan meningkatkan volume arus barang lewat laut antar ketiga kawasan tersebut dan dari ketiga kawasan tersebut ke bagian – bagian dunia yang lain. Pertumbuhan penduduk dunia yang pesat dan mulai mengancam daya dukung bumi, menjadikan laut sebagai sumber pangan yang semakin besar peranannya dalam mendukung kelangsungan hidup manusia. Strategi pertahanan bawah laut adalah kunci menata ulang dan mempersiapkan diri dengan baik guna menghadapi tantangan-tantangan yang muncul dalam berbagai dimensi yang baru. Strategi yang digunakan dalam pengamanan bawah laut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan menggunakan patroli keamanan laut, operasi pengamanan perbatasan, survei hidrografi dan oseanografi, Ekspedisi bersama dan beberapa pengabdian yang dilaksanakan oleh TNI AL. Pertahanan bawah laut memiliki beberapa kendala yaitu masih kurangnya alusista yang dimiliki oleh Indonesia dalam mempertahankan wilayah bawah laut Indonesia dan kecanggihan masih kalah dengan negara-negara tetangga. Strategi yang dapat dilaksanakan adalah dengan cara pengembangan lingkungan strategis, pengembangan teknologi dalam strategi pertahanan bawah laut, pengamanan wilayah perbatasan laut yang lebih efektif dan peningkatan kerjasama dalam pengamanan wilayah bawah laut. Disamping itu, peranan dari stakeholder inti yaitu Angkatan Laut, khususnya Kopaska sangat penting, dan akan sangat memepengaruhi berjalannya operasi intelijen dan penanggulangan segala bentuk ancaman di laut.Peran penting dari seluruh stakeholder lainnya juga akan menambah tingkatan strategi dengan nilai strategis baik secara akademis maupun non akademis. Universitas Pertahanan selaku institusi perguruan tinggi memiliki peran sentral dalam mengkaji, menganalisis, dan membentuk rekomendasi terhadap berbagai isu pertahanan dan keamanan termasuk strategi pertahanan bawah laut Indonesia. Kata kunci: Strategi, Pertahanan Bawah Laut, Indonesia
ix
KEMENTERIAN PERTAHANAN UNIVERSITAS PERTAHANAN
x
KOMANDO ARMADA RI II SURABAYA
xi
KOMANDO PASUKAN KATAK KOMANDO ARMADA RI I
xii
STRATEGI PERTAHANAN BAWAH LAUT INDONESIA
UNIVERSITAS PERTAHANAN
2019
Strategi Pertahanan Bawah Laut 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai Strategi Pertahanan Laut Republik Indonesia,
tidak bisa terlepas dari grand design strategi pertahanan Indonesia.
Faktor ancaman juga menjadi penentu perumusan kebijakan strategi
pertahanan laut. Strategi pertahanan laut ditujukan untuk mendesain
kekuatan minimum cukup untuk menjalankan tugas pokok TNI Angkatan
Laut dan berbagai perangkat pendukung yang saling terkait. Jika dikaji
secara mendalam, bagi internal TNI AL sendiri, strategi pertahanan laut
dapat menjadi beberapa prioritas pertahanan dan logistik. Misalnya,
prioritas untuk daerah perbatasan. Tentang strategi pertahanan di laut,
ada beberapa pendekatan strategi yang perlu digunakan. Dari pihak
TNI AL perlu menyusun bagaimana menggunakan kekuatan laut
dikombinasikan dengan kondisi geografi. TNI AL mendesain area-area
pertempuran agar TNI AL memiliki keunggulan. Intinya, ancaman
diarahkan ke daerah yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan logistik,
TNI AL melakukan pengadaan alat utama sistem persenjataan
(alutsista), peningkatan kemampuan, dan peniadaan kapal-kapal yang
sudah tua. (Kasal, 2018). Pendekatan melalui pola latihan juga dapat
menjadi sarana yang efektif dalam membentuk strategi pertahanan
bawah laut Indonesia. Berbagai latihan yang melibatkan peralatan
tempur dan persenjataan lengkap dan personel. Hal itu bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan personil dan alutsista yang dapat
dioptimalkan dalam pengamanan wilayah bawah laut Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 2
Peralatan yang mendukung berbagai dalam rangka strategi pertahanan
bawah laut RI, hendaknya baik secara kualitas maupun kuantitas harus
sudah memadai.
Alutsista yang harus dpenuhi dalam rangka mengamankan
wilayah bawah laut Indonesia, kapal selam, kemampuan sonar, tank PT-
76, kendaraan amfibi BTR 50, roket multilaras RM70 Grad, howitzer
105, dan meriam 37 mm. ‖Kemampuan jelajah RM70 Grad buatan Ceko
ini maksimal sekitar 20 kilometer, sedang howitzer masih mampu sekitar
17 kilometer. Para pihak yang dapat terlibat dalam menjalankan strategi
pertahanan bawah laut Indonesia diantaranya, TNI AL lengkap dengan
seluruh korpsnya, Kementerian Pertahanan, Kementerian Koordinator
Kemaritiman, dan stakeholder lainnya yang terkait. Sudah saatnya ada
kolaborasi efektif antar berbagai komponen untuk bersama menjalankan
strategi pertahanan bawah laut Indonesia. Guna mendukung kejayaan
maritim yang pernah Indonesia capai.
Penyusunan Buku Strategi Pertahanan Bawah Laut merupakan
rancangan Sistem Pertahanan Negara, khususnya wilayah bawah laut
Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara. Buku ini merupakan analisis strategis terhadap
wilayah bawah laut Indonesia secara menyeluruh dan sebagai pedoman
bagi penyelenggaraan fungsi pertahanan negara serta disebarluaskan
kepada masyarakat umum, baik domestik maupun internasional. Pada
lingkup domestik, buku ini digunakan untuk menyampaikan kebijakan
Pemerintah di bidang pertahanan negara sebagai bentuk kajian serta
pemahaman dan kesadaran tentang pertahanan negara. Pada lingkup
internasional, untuk membangun kepercayaan dengan negara-negara
lain. Buku ini berisi tentang gambaran umum kebijakan pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 3
negara, strategi pertahanan negara, dan pembangunan postur
pertahanan negara.
Pada bulan Oktober 2004 pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mendapat legitimasi dari rakyat Indonesia dan pengakuan
dunia internasional untuk memimpin Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dalam periode pemerintahan lima tahun, dari tahun
2004 sampai dengan 2009. Bersamaan dengan itu, Presiden
membentuk Kabinet Indonesia Bersatu. Sejak itu, kepemimpinan
beserta berbagai kebijakan yang terkait, termasuk Departemen Perta-
hanan, diminta melakukan penyempurnaan sesuai dengan
perkembangan lingkungan strategis, baik di tingkat global, regional
maupun nasional. Perubahan yang terjadi tersebut telah menghadirkan
banyak perubahan dalam kebijakan dan arah penyelenggaraan
pertahanan Indonesia. Sejalan dengan itu, penetapan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Indonesia 2005--2024 telah
menghadirkan suatu perubahan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara. RPJP tersebut memuat, antara lain, Pokok-Pokok
Pembangunan Pertahanan Jangka Panjang 20 Tahunan sampai dengan
tahun 2024.
Perkembangan penting lain adalah reformasi pertahanan negara.
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia, banyak langkah konkret telah dilakukan,
terutama di lingkup Departemen Pertahanan dan TNI. Materi Undang-
Undang Nomor 34 tentang Tentara Nasional Indonesia tersebut, selain
merupakan produk Reformasi yang disusun dalam suasana yang sangat
kondusif dan dibahas secara terbuka juga mencerminkan sinergi
pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang mengatur TNI dalam
kerangka negara hukum dan nilai-nilai demokrasi.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 4
Kerja sama pertahanan menjadi salah satu substansi penting yang
berkembang dalam kurun waktu empat tahun ini. Bencana alam tsunami
di Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember 2004 telah membawa
perubahan yang besar dalam desain kerja sama pertahanan Indonesia.
Kalau di masa lalu lingkup kerja sama pertahanan lebih berorientasi
pada aspek-aspek militer yang bersifat tradisional, seperti latihan
bersama atau pendidikan bidang militer, ke depan akan lebih fleksibel
dengan cakupan aspek-aspek nirmiliter kekuatan militer dapat
dilibatkan. Aspek-aspek nirmiliter dimaksud di antaranya adalah
penanggulangan dampak bencana alam atau bantuan kemanusiaan
yang memerlukan penanganan segera.
Gambar 1. Latihan Perang TNI AL
Perkembangan penting lain dalam kerja sama pertahanan terjadi
dalam peningkatan hubungan dengan beberapa negara, baik dalam
Strategi Pertahanan Bawah Laut 5
lingkup regional maupun di luar kawasan. Dalam lingkup regional, kerja
sama pertahanan dilaksanakan antara lain dalam pengamanan Selat
Malaka melalui forum Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN, serta
usaha-usaha untuk mewujudkan Masyarakat Keamanan ASEAN,
sedangkan kerja sama pertahanan di luar kawasan juga mengalami
peningkatan dengan membangun kemitraan strategis di Kawasan Asia
Pasifik dan beberapa anggota Forum Regional ASEAN (ARF). Selama
empat tahun terakhir juga terjadi peningkatan kerja sama pertahanan
dengan beberapa negara yang diwujudkan dengan penandatanganan
perjanjian kerja sama pertahanan secara bilateral dan dialog
pertahanan.
Dinamika konteks global dan regional telah mempengaruhi proses
perubahan yang merambah tidak saja dalam kehidupan masyarakat
dalam lingkup nasional, tetapi juga sampai pada lingkup provinsial dan
lokal. Upaya bangsa-bangsa mewujudkan perdamaian dunia masih
diperhadapkan pada isu-isu keamanan di beberapa kawasan, baik yang
berdimensi keamanan tradisional maupun konflik internal yang berskala
besar. Sebagai bagian dari komunitas internasional, bangsa Indonesia
menyelenggarakan pertahanan negara dalam nuansa keterbukaan
(transparansi) sebagai perwujudan dari prinsip Indonesia yang cinta
damai dan hidup berdampingan secara harmonis dengan negara-negara
lain. Dalam rangka mewujudkan komitmennya Indonesia secara aktif
mengambil peran dalam mengusahakan perdamaian dunia, antara lain,
dengan mengirimkan pasukan/kontingen ke beberapa wilayah konflik,
serta aktif bersama-sama dengan negara-negara lain untuk mencari
solusi terbaik dalam mencegah dan menangani isu-isu keamanan global
dan regional.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 6
Ciri era globalisasi adalah frekuensi interaksi tetap yang makin
intensif. Dalam konteks tersebut pelibatan pertahanan negara dalam
hubungan antar negara akan lebih meningkat dari waktu-waktu
sebelumnya. Esensi pertahanan negara adalah Kebijakan Pertahanan
Indonesia dalam mengelola pertahanan negara serta pandangan
bangsa Indonesia di bidang pertahanan dalam memosisikan diri dalam
konteks global dan regional. Atas dasar itu, Pertahanan menjadi media
yang sangat penting dalam membangun saling percaya dengan negara-
negara di dunia, sekaligus memberikan arah dan pedoman bagi
penyelenggaraan pertahanan.
Seiring dengan perkembangan global yang menghadirkan hakikat
ancaman yang beragam dan kompleks antara ancaman militer dan
ancaman nirmiliter semakin disadari bahwa pertahanan negara tidak
cukup didekati dari aspek militer semata. Pendekatan pertahanan
negara ke depan memerlukan pendekatan secara nirmiliter yang
terpadu dengan pendekatan secara militer. Dengan demikian,
pembangunan pertahanan militer dan nirmiliter harus dilaksanakan
secara bersama-sama sehingga menghasilkan suatu kekuatan dan
kemampuan pertahanan negara yang memiliki efek penangkalan dalam
menjaga eksistensi dan keutuhan NKRI.
Berbicara mengenai Strategi Pertahanan Laut Republik Indonesia,
tidak bisa terlepas dari grand design strategi pertahanan Indonesia.
Faktor ancaman juga menjadi penentu perumusan kebijakan strategi
pertahanan laut. Strategi pertahanan laut ditujukan untuk mendesain
kekuatan minimum cukup untuk menjalankan tugas pokok TNI Angkatan
Laut dan berbagai perangkat pendukung yang saling terkait. Jika dikaji
secara mendalam, bagi internal TNI AL sendiri, strategi pertahanan laut
dapat menjadi beberapa prioritas pertahanan dan logistik. Misalnya,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 7
prioritas untuk daerah perbatasan. Tentang strategi pertahanan di laut,
ada beberapa pendekatan strategi yang perlu digunakan. Dari pihak TNI
AL perlu menyusun bagaimana menggunakan kekuatan laut
dikombinasikan dengan kondisi geografi. TNI AL mendesain area-area
pertempuran agar TNI AL memiliki keunggulan. Intinya, ancaman
diarahkan ke daerah yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan logistik,
TNI AL melakukan pengadaan alat utama sistem persenjataan
(alutsista), peningkatan kemampuan, dan peniadaan kapal-kapal yang
sudah tua (Kasal, 2018). Pendekatan melalui pola latihan juga dapat
menjadi sarana yang efektif dalam membentuk strategi pertahanan
bawah laut Indonesia. Berbagai latihan yang melibatkan peralatan
tempur dan persenjataan lengkap dan personel. Hal itu bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan personil dan alutsista yang dapat
dioptimalkan dalam pengamanan wilayah bawah laut Indonesia.
Peralatan yang mendukung berbagai dalam rangka strategi pertahanan
bawah laut RI, hendaknya baik secara kualitas maupun kuantitas harus
sudah memadai.
Alutsista yang harus dpenuhi dalam rangka mengamankan
wilayah bawah laut Indonesia, kapal selam, kemampuan sonar, tank PT-
76, kendaraan amfibi BTR 50, roket multilaras RM70 Grad, howitzer
105, dan meriam 37 mm. ‖Kemampuan jelajah RM70 Grad buatan Ceko
ini maksimal sekitar 20 kilometer, sedang howitzer masih mampu sekitar
17 kilometer. Para pihak yang dapat terlibat dalam menjalankan strategi
pertahanan bawah laut Indonesia diantaranya, TNI AL lengkap dengan
seluruh korpsnya, Kementerian Pertahanan, Kementerian Koordinator
Kemaritiman, dan stakeholder lainnya yang terkait. Sudah saatnya ada
kolaborasi efektif antar berbagai komponen untuk bersama menjalankan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 8
strategi pertahanan bawah laut Indonesia. Guna mendukung kejayaan
maritim yang pernah Indonesia capai.
Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari
kepentingan nasional Indonesia sehingga Indonesia berkepentingan
untuk mencermati perkembangan situasi yang mengancam perdamaian
dunia dan stabilitas regional agar dapat mengambil langkah-langkah
yang tepat. Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya
menjadi bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Oleh
karena itu, penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia
diarahkan untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang
kondusif bagi stabilitas regional dan global. Lima negara pemegang hak
veto di Dewan Keamanan PBB, yaitu Amerika Serikat, Cina, Rusia,
Prancis, dan Inggris masih menjadi kekuatan yang memiliki pengaruh
besar terhadap keamanan dunia dan kawasan. Selain negara-negara
tersebut, juga terdapat kekuatan kolektif kawasan yang terus
menunjukkan kinerjanya, yakni Uni Eropa dan ASEAN. Uni Eropa
merupakan kekuatan kolektif yang terdiri atas negara-negara di Eropa
yang umumnya maju di bidang ekonomi, teknologi dan militer,
sedangkan ASEAN sebagai kekuatan kolektif di Kawasan Asia
Tenggara terus berusaha membangun soliditas sesama anggota,
bahkan memperluas kemitraannya dengan negara-negara di luar
kawasan. Dinamika lingkungan keamanan strategis tersebut
mengisyaratkan tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan
negara dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah.
Ancaman yang dihadapi pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan
negara keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa semakin
berkembang menjadi multidimensional, fisik dan nonfisik, serta berasal
dari luar dan dari dalam negeri.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 9
Dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2003 dinyatakan
bahwa ancaman invasi atau agresi militer negara lain terhadap
Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya. Dengan mencermati
perkembangan lingkungan keamanan strategis Indonesia pasca-2003,
pada saat ini dan dalam beberapa tahun akan datang belum terdapat
indikasi suatu ancaman militer konvensional yang mengarah ke wilayah
Indonesia. Namun, kondisi yang kondusif ini tidak lalu membuat
Indonesia mengabaikan kesiapsiagaannya dalam membangun
kemampuan bangsa untuk melindungi NKRI. Oleh karena itu, di sektor
pertahanan negara harus terus dipersiapkan dengan memadukan
kemampuan pertahanan militer dan nirmiliter untuk menangkal setiap
kemungkinan ancaman serta apabila kondisi memaksa, mampu
menghadapi segala perubahan situasi.
Dinamika interaksi global juga berimplikasi terhadap tantangan
keamanan nasional dengan mengemukanya isu-isu keamanan baru
yang berdimensi ancaman keamanan lintas negara. Dalam beberapa
tahun terakhir, intensitas ancaman keamanan lintas negara
menunjukkan angka yang cukup signifikan dan telah mengancam
ketenangan dan kenyamanan hidup manusia. Bagi Indonesia ancaman
keamanan lintas negara menjadi salah satu tantangan untuk
ditanggulangi secara serius dengan menggunakan pendekatan lintas
lembaga, baik secara nirmiliter maupun militer. Berbicara tentang
lingkungan strategis, terdapat berbagai isu menonjol yang dapat menjadi
suatu ancaman terhadap pertahanan dan keamanan. Diantaranya:
1. Keamanan Informasi dan Pertahanan Siber
Pembobolan/pencurian data (militer, bisnis, politik, dll)
Disinformasi/Hoax via media sosial utk bangun opini publik.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 10
2. Modernisasi Militer & Proliferasi Senjata Pemusnah Massal yang
mencakup Era Industri 4.0 & Emerging Technology, Anggaran
Pertahanan kawasan Asia & sekitarnya meningkat signifikan, dan
Rudal Korut: Hwasong-14 (5.500 km/capai Jawa) & Hwasong-15
(10.000 km/capai Australia).
3. Masalah Perbatasan & Kejahatan Lintas Negara, berpotensi mjd
pemicu konflik & ancaman tradisional Indonesia publikasikan Peta
NKRI pd Juli 2017, diantaranya penamaan Laut Natuna Utara.
Ketidakjelasan batas wilayah menyulitkan pengawasan &
memancing masuknya kejahatan lintas Negara.
4. Bencana Alam, Potensi bencana alam berdampak luas terhadap
kehidupan masyarakat, Fenomena gempa disertai tanah bergerak
(likuefaksi) & tsunami serta banyaknya jumlah korban
menunjukkan pentingnya kesiapan antisipasi & mitigasi bencana.
5. Terorisme & Radikalisme, FTF, kombatan ISIS/ Al-Qaida sbg
traveller & home-grown terrorism, Marawi menjadi markas jaringan
terorisme global, dan Kerjasama Trilateral Indomaphi di L. Sulu
6. Konflik Intra Dan Antarnegara, Sengketa wilayah, perebutan
sumda, pertarungan politik & instabilitas negara‘s lemah
cenderung nonlinier (antar etnis, agama & kelompok politik).
7. Isu Lingk. Hidup & Keamanan Pangan, Air & Energi, Perubahan
iklim/global warming, Polusi, dan Kelangkaan Sumber daya alam.
8. Pandemi, Perpindahan manusia secara cepat dgn sarana
transportasi modern turut b‘kontribusi dlm penyebaran penyakit
menular Hampir tiap thn ditemukan 1-3 varian penyakit infeksi
baru pada manusia atau penyakit lama yg muncul kembali.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 11
9. Keamanan Kawasan Indo-Pasifik, ―BRI‖ (Tiongkok) VS ―FOIP‖
(AS, Jepang, Australia) & ―Act East Policy” (India), RI: ―PMD‖ dan
ASEAN Centrality.
10. Isu Demografi, Rusia, Tiongkok, Jepang, Korsel & neg‘s
Eropa hadapi fenomena aging population, Indonesia miliki peluang
bonus demografi dan berupaya lepas dari jebakan middle income
trap.
(Sumber: Paparan Dirjen Strahan, 28 Mei 2019 dalam FGD Prodi Keamanan
Maritim TA. 2019)
1.1 Perkembangan Lingkungan Strategis
Mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin
dapat menimbulkan konflik antarnegara di masa
mendatang berkaitan dengan batas laut teritorial, batas
zona ekonomi ekslusif, batas landas kontinen, lalulintas
internasional, perikanan, pelestarian sumber daya alam
laut dan perlindungan lingkungan laut. PBB telah
mengambil langkah besar, yaitu menyelenggarakan
konferensi hukum laut ketiga yang berlangsung selama
sembilan tahun dari tahun 1973 hingga 1982.
Sebagai negara kepulauan dengan 80 % wilayah laut dan 20 %
wilayah darat, potensiancaman terhadap kedaulatan dan wilayah
Indonesia berada di laut. Prosentase ancaman inimenjadi semakin tinggi
karena posisi geografi Indonesia berada pada lalu lintas
perdagangandunia. Setiap hari ratusan bahkan ribuan kapal baik kapal
dagang maupun militer melintas diperairan Indonesia melalui Sea Lanes
of Communication (SLOC) serta Sea Lines of Oil Trade (SLOT). Laut
Perkiraan
ancaman,
tantangan, dan
risiko
penyelenggaraan
pertahanan
negara dapat
ditentukan
melalui analisis
perkembangan
lingkungan
strategis.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 12
Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi Negara Kesatuan
RepublikIndonesia (NKRI) yaitu, laut sebagai media pemersatu
bangsa, laut sebagai media perhubungan,laut sebagai media sumber
daya, laut sebagai media pertahanan dan keamanan, serta lautsebagai
media diplomasi. Konsep pemikiran tersebut sangat diperlukan Bangsa
Indonesia agar tidak menjadikan dan menganggap laut sebagai
rintangan, kendala atau hambatan sebagaimana dihembuskan oleh
pihak-pihak asing yang tidak menginginkan kemajuan bagi bangsa dan
negara Indonesia.
Sesungguhnya sejak jaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit,
bangsa Indonesia merupakan bangsa berjiwa bahari yang memiliki
filosofi "hidup dengan dan dari laut". Pada jaman kedua kerajaan
tersebut, kebudayaan maritim dan arus perdagangan di laut mengalami
perkembangan yang pesat. Hal ini dilaksanakan pula oleh Belanda yang
menjajah dan menguasai bumi nusantara. Para penjajah, selalu
mengedepankan ambisinya dengan memperluas perdagangan rempah-
rempah dari hasil pertanian yang ketika itu yang dikirimmelalui armada
laut ke negaranya. Hanya penjajah yang memiliki kewenangan
mengendalikan laut, sedangkan bangsa kita tidak diperkenankan
mendalami ilmu-ilmu kelautan. Berbagai upaya dilakukan oleh penjajah
untuk menghilangkan keterampilan bahari agar dapat melunturkan
jiwadan visi maritim bangsa Indonesia saat itu. Setelah era
kemerdekaan, bangsa Indonesia mulai menata kembali untuk bisa
mengembalikan jiwa kebaharian dan melaksanakan pembangunan
kelautan, meskipun belum maksimal. Hal ini didasari pada kesadaran
akan ancaman yang mungkin timbul karena faktanyabahwa wilayah laut
merupakan wilayah terbuka, maka dengan leluasa kekayaan laut
Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan bangsa lain tanpa ada
Strategi Pertahanan Bawah Laut 13
kemampuan untuk melindunginya. Perkiraan ancaman dan gangguan
lainnya yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan antara lain meliputi
kejahatan lintas negara (misalnya penyeludupan, pelanggaran ikan
ilegal),pencemaran dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap,
pembajakan/perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak
bencana alam.
Mencermati dinamika konteks tersebut di atas, maka
dilaksanakannya Perumusan Kebijakan-Kebijakan Strategi Pengamanan
Wilayah Nasional, yang bertujuan untuk merumuskan kebijakan strategi
pengamanan wilayah nasional, terutama laut, sebagai negara kepulauan
yang mempunyai posisi geostrategis sangat unggul di lintasan jalur
pelayaran manca negara. Sasaran yang ingindicapai dari perumusan
kebijakan ini adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan
wilayahnasional, yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan
operasional strategi pertahanan keamanan dan pengembangan wilayah
kawasan perbatasan. Indonesia juga menempatkan isu-isu ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi-informasi ke dalam lingkup
pertahanan negara berdimensi nirmiliter. Isu-isu tersebut dalam skala
tertentu dapat berkembang menjadi isu-isu pertahanan yang
mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, keselamatan, dan
kehormatan bangsa. Atas dasar itu, konsepsi pertahanan Indonesia
dikembangkan untuk memberdayakan fungsi-fungsi nirmiliter dalam
mewujudkan kondisi dalam negeri yang stabil yang memberikan efek
tangkal terhadap setiap kemungkinan ancaman.
Isu global, seperti penguatan nilai-nilai demokrasi, penegakan hak
asasi manusia, dan lingkungan hidup masih menjadi indikator yang
mempengaruhi pola hubungan internasional, terutama hubungan
antarnegara baik dalam skala bilateral maupun yang lebih luas. Isu-isu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 14
tersebut bahkan sering pula dijadikan ukuran dalam membangun kerja
sama pertahanan antarnegara. Implikasi perkembangan lingkungan
global tersebut menghadirkan keberagaman permasalahan yang
kompleks dan berakumulasi dalam kondisi ketidakpastian dengan
derajat yang cukup tinggi.
Gambar 2. Peta Anggaran Pertahanan Global
Di bidang pertahanan dan keamanan kecenderungan
perkembangan global mempengaruhi karakteristik ancaman dengan
munculnya isu-isu keamanan baru yang memerlukan penanganan
dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif. Isu-isu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 15
keamanan tersebut, antara lain, adalah terorisme, ancaman keamanan
lintas negara, dan proliferasi senjata pemusnah massal. Munculnya isu-
isu keamanan baru tidak terlepas dari globalisasi, kemajuan teknologi
informasi, identitas primordial, serta penguatan peran aktor non-negara.
Bagi negara-negara berkembang, isu keamanan baru banyak
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat yang kebanyakan masih berada
dalam kategori miskin, bodoh, dan terbelakang.
Gambar 3. Peta Anggaran Pertahanan di Asia Tenggara
Di bidang penyelenggaraan pertahanan, isu terorisme membawa
beberapa implikasi. Sebagai ancaman nyata, terorisme mengancam jiwa
manusia dan mengancam kehormatan negara. Sebagai ancaman nyata,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 16
terorisme menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan di mana aksi
terorisme akan terjadi sehingga menuntut kesiapsiagaan kekuatan
nasional untuk menghadapinya. Dalam perspektif pertahanan negara,
terorisme menjadi ancaman keselamatan bangsa sehingga menjadi
bagian dari tugas dan fungsi pertahanan negara.
Meskipun terorisme menjadi ancaman global, dalam pola
penanganannya, masing-masing negara berbeda dalam memilih
instrumen negara yang menanganinya. Hal ini sering menjadi
problematik dalam penyusunan kebijakan pertahanan karena adanya
sensitivitas politik dan hukum di balik penanganan terorisme, terutama
dalam penggunaan instrumen militer.
Pengembangan dan penyebaran senjata pemusnah massal juga
menjadi salah satu isu keamanan global yang utama. Pengembangan
dan penyalahgunaan senjata pembunuh massal, seperti senjata nuklir,
biologi, dan kimia, secara langsung atau tidak langsung dapat
mengancam keamanan dunia dan menjadi malapetaka yang dahsyat
bagi umat manusia dan lingkungan hidup. Adanya sejumlah negara
yang memiliki senjata nuklir mendorong kekhawatiran tentang
penyalahgunaannya yang dapat mengancam perdamaian dunia. Pada
sisi lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat
dan mengglobal memudahkan manusia untuk menemukan formula atau
cara untuk melakukan proliferasi senjata pemusnah massal.
Kemudahan ini dapat pula dimanfaatkan oleh kelompok teroris dan
separatis untuk mengembangkan senjata pembunuh massal.
Indonesia memiliki komitmen untuk menentang setiap usaha
proliferasi senjata pemusnah massal, yang sejalan dengan komitmen
untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas
nuklir. Indonesia bahkan tidak akan mengembangkan senjata nuklir,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 17
kecuali untuk maksud damai, seperti untuk pembangkit tenaga listrik
tenaga nuklir, keperluan medis, dan penelitian.
Isu keamanan energi dalam dekade terakhir ini semakin
mengemuka dan diperkirakan akan berdampak terhadap keamanan
global dalam tahun-tahun yang akan datang. Kebutuhan masyarakat
dunia akan energi minyak dan gas bumi yang terus meningkat,
sementara ketersediaannya semakin terbatas, berimplikasi secara
politik, ekonomi, dan keamanan.
Kebangkitan ekonomi di negara-negara yang mempunyai
pengaruh besar terhadap keamanan kawasan dan keamanan global ikut
mendorong meningkatnya kebutuhan energi secara global. Sifat energi
minyak dan gas bumi yang tidak dapat diperbaharui, lambat laun akan
semakin langka, sementara kebutuhan dunia terus meningkat. Kondisi,
seperti itu menyebabkan krisis energi di masa-masa datang akan
semakin serius dan dapat menjadi sumber konflik antarnegara.
Meningkatnya ketergantungan energi dan terbatasnya sumber daya
minyak dan gas bumi telah mengakibatkan kenaikan harga minyak dan
gas berada jauh di atas harga yang wajar. Harga minyak yang terus
menaik telah mengakibatkan kenaikan semua kebutuhan pokok
manusia dan berdampak signifikan terhadap stabilitas perekonomian
secara global.
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, kenaikan harga
minyak bumi membawa dampak terhadap stabilitas ekonomi dan
keamanan terutama menambah beban pada anggaran dan belanja
negara. Pada lingkup masyarakat, kenaikan harga minyak dunia
berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang tidak seimbang
dengan daya beli masyarakat. Kenaikan dapat berpotensi mendorong
gejolak sosial apabila kenaikan tersebut tidak dapat dikelola secara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 18
tepat. Terbatasnya sumber daya energi minyak mendorong
kekhawatiran munculnya persaingan baru di berbagai kawasan yang
dipicu oleh kebutuhan untuk mengamankan penguasaan sumber energi.
Kondisi keamanan global diwarnai oleh meningkatnya intensitas
ancaman keamanan asimetris dalam bentuk ancaman keamanan lintas
negara. Aksi perompakan, penyelundupan senjata dan bahan peledak,
penyelundupan wanita dan anak-anak, imigran gelap, pembalakan liar,
pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), narkotika dan
obat-obat terlarang (narkoba), perdagangan manusia serta pencurian
ikan merupakan bentuk ancaman keamanan lintas negara yang paling
menonjol pada dekade terakhir.
Meningkatnya aksi ancaman keamanan lintas negara tersebut
telah mempengaruhi kebijakan keamanan global dan pertahanan
negara-negara besar yang menempatkan isu-isu tersebut sebagai isu
keamanan bersama. Bagi Indonesia ancaman keamanan lintas negara
telah sangat merugikan kepentingan nasional sehingga merupakan
suatu prioritas untuk ditangani, termasuk bekerja sama dengan sejumlah
negara sahabat.
Salah satu fenomena baru yang dihadapi umat manusia di dunia
adalah pemanasan global yang terjadi karena efek rumah kaca akibat
dari perusakan lingkungan hidup yang terus berlanjut dan emisi gas
buang industri yang sulit dikendalikan. Pemanasan global tersebut telah
mengakibatkan perubahan iklim secara ekstrem yang melanda hampir
semua negara. Perubahan musim yang tidak menentu, serta perusakan
lingkungan hidup yang terus berlanjut, membawa dampak serius
terhadap kehidupan manusia, antara lain terjadinya kelaparan,
kemiskinan, kelangkaan sumber daya air, gangguan kesehatan, serta
menimbulkan bencana alam. Fenomena global tersebut apabila tidak
Strategi Pertahanan Bawah Laut 19
dapat ditangani secara baik akan berdampak luas sehingga dapat
menjadi isu keamanan yang serius dan melanda bangsa-bangsa di
dunia. Salah satu dampak pemanasan global adalah naiknya
permukaan air laut di daerah tropis, seperti Indonesia. Dalam hal ini
beberapa pulau di Indonesia berpotensi akan tenggelam, serta ancaman
gelombang pasang di sejumlah wilayah di Indonesia yang akan
berdampak pada kegiatan pelayaran dan kehidupan para nelayan serta
keamanan masyarakat di wilayah pesisir.
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat telah membawa
implikasi terhadap degradasi lingkungan hidup. Salah satu dampaknya
berupa bencana alam yang melanda sejumlah negara yang
menimbulkan kerusakan dahsyat terhadap infrastruktur dan harta benda
serta menelan korban jiwa yang cukup besar. Negara-negara di dunia
makin menyadari pentingnya kerja sama untuk mengatasi dampak
bencana alam, dan menjadi agenda forum internasional untuk
dipecahkan bersama. Kesadaran masyarakat internasional dalam
penanggulangan dampak bencana alam ini akan mempengaruhi pola
kerja sama pertahanan di masa-masa datang.
Posisi geografi dan geologi Indonesia, yang terletak pada cincin
gunung berapi dan pertemuan sejumlah lapisan kerak bumi sangat
rawan terhadap bencana alam yang berupa gempa vulkanik dan
tektonik, tsunami, banjir, serta tanah longsor. Perkembangan yang
terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa frekuensi
terjadinya bencana alam di Indonesia mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Kecenderungan ini
mempengaruhi kebijakan pertahanan negara, baik penyiapan kekuatan
maupun logistik dan prosedur penggunaan kekuatan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 20
Berakhirnya Perang Dingin menciptakan ketidakpastian di
Kawasan Asia Pasifik, yang sangat berkaitan dengan pola hubungan
antarnegara serta peran dan intensi mereka di masa depan. Isu
keamanan regional masih diliputi oleh konflik potensial, seperti klaim
teritorial dan ketegangan militer peninggalan era tersebut. Konflik
potensial tersebut dalam derajat tertentu menimbulkan krisis yang
mengancam stabilitas keamanan kawasan dan Indonesia. Meskipun
secara geografis terjadi jauh dari wilayah Indonesia, beberapa krisis di
antaranya membawa dampak terhadap Indonesia, baik langsung
maupun tidak langsung. Secara umum, isu keamanan kawasan yang
menonjol adalah isu terorisme, ancaman keamanan lintas negara, dan
konflik komunal. Sementara itu, dalam skala terbatas, di beberapa
negara masih terdapat konflik antarnegara yang berbasis pada klaim
teritorial. Salah satu isu keamanan regional yang masih mengemuka
adalah konflik antarnegara yang berkaitan dengan klaim teritorial. Isu
yang menonjol antara lain perselisihan wilayah Kashmir antara India dan
Pakistan, permasalahan di Semenanjung Korea, Konflik antara Lebanon
dan Israel, masalah perdamaian Israel dengan Palestina, serta
persoalan Cina-Taiwan. Di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya,
klaim tumpang tindih perbatasan di kawasan Laut Cina Selatan tidak
terlalu mengemuka pada saat ini. Namun, klaim ini tetap menjadi potensi
konflik yang dapat melibatkan beberapa negara.
Selain potensi konflik antarnegara, isu menonjol lain adalah konflik
dalam negeri yang berdimensi vertikal dan horizontal, yang masih terjadi
di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Ancaman keamanan
lintas negara, seperti terorisme, perompakan bersenjata, penangkapan
ikan secara ilegal, merupakan isu keamanan kawasan yang sedang
mengemuka. Di samping itu, terdapat pula konflik internal yang berbasis
Strategi Pertahanan Bawah Laut 21
SARA, separatisme, dan radikalisme yang anarkis di beberapa negara
di kawasan dan sekitarnya. Indonesia berada dalam kawasan yang
kondisinya relatif mengalami isu-isu keamanan seperti disebutkan di
atas. Indonesia tidak mungkin dapat hidup tenang dalam kawasan yang
mengalami konflik karena dapat terkena limbah konflik, seperti
gelombang pengungsian, peredaran senjata gelap, dan pelintasan
perbatasan secara ilegal.
Ancamana yang terjadi, adalah berupa ancaman yang komplek
dan multidimensional. Dalam jenis ancaman ada yang tergolong kepada
ancaman militer, hibrida, dan non militer. Sedangkan bentuknya, ada
ancaman nyata, belum nyata. Ancaman-ancaman ini tentu saja akan
menimbulkan perspektif dan membentuk strategi baru dalam
menyelesaikan permasalahan dan ancaman tersebut. Dalam perspektif
lain, akan diuraikan berbagai isu strategis yang jug dapat dijadikan kunci
strategi dalam pertahanan bawah laut Indonesia.
Berdsarakan kajian konsp Keamanan maritim yang merupakan
salah satu isu keamanan kawasan yang menonjol yang mendapat
perhatian di Abad XXI. Menonjolnya isu tersebut terkait dengan fungsi
wilayah maritim yang makin strategis dalam kepentingan negara-negara
di dunia yang mendorong upaya untuk meningkatkan pengamanannya.
Wilayah maritim masih menjadi urat nadi utama interaksi ekonomi global
sehingga keamanan maritim merupakan isu krusial bagi banyak negara
di dunia. Di Kawasan Asia Tenggara, wilayah Selat Malaka tetap
menjadi fokus masyarakat internasional karena lalu-lintas transportasi
perdagangan dunia melalui perairan tersebut. Posisi strategis Selat
Malaka telah mendorong keinginan negara-negara kekuatan utama
untuk ikut berperan langsung dalam pengamanan Selat Malaka. Bagi
Indonesia pengamanan langsung Selat Malaka merupakan hak
Strategi Pertahanan Bawah Laut 22
kedaulatan bagi Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Namun demikian
Indonesia mengakui kepentingan pengguna lainnya dan berpartisipasi
dalam pengamanan tidak langsung dalam bentuk pembangunan
kapasitas seperti pendidikan, pelatihan maupun berbagai informasi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara Benua
Asia dan Australia serta Samudra Hindia dan Pasifik, di satu sisi
mempunyai posisi strategis sekaligus tantangan besar dalam
mengamankannya. Sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut
(UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki tiga ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia) dan beberapa choke points yang strategis bagi kepentingan
global, seperti di Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar.
Pengamanan ALKI serta seluruh choke points tersebut merupakan
agenda strategis bagi kepentingan nasional Indonesia serta masyarakat
internasional.
1.1.1 Kondisi Keamanan Dalam Negeri
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang
didiami oleh lebih dari 300 suku bangsa membentuk kondisi yang sangat
majemuk. Kondisi yang heterogen tersebut berimplikasi pula terhadap
kategorisasi isu-isu keamanan sesuai dengan besarannya untuk
dikelompokkan dalam isu keamanan yang berskala nasional, provinsial
atau lokal. Karakteristik geografis Indonesia mengandung tantangan
yang multidimensi sehingga menuntut adanya strategi pertahanan
negara yang tepat untuk mengamankan wilayah tersebut. Tugas untuk
melindungi dan mengamankan Indonesia dengan karakteristik negara
kepulauan mengisyaratkan tantangan yang kompleks dan berimplikasi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 23
pada tuntutan pembangunan dan pengelolaan sistem pertahanan
negara untuk menghasilkan daya tangkal yang andal.
Dalam bidang pertahanan, terdapat sejumlah isu yang menonjol,
di antaranya adalah isu perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar,
separatisme, terorisme, radikalisme yang anarkis, konflik komunal,
bencana alam, dan kondisi politik pascareformasi.
1.1.2 Isu Perbatasan Dan Pulau-Pulau Kecil Terluar
Indonesia masih mempunyai sejumlah persoalan batas wilayah,
baik perbatasan darat maupun maritim yang hingga kini belum selesai.
Berbagai permasalahan tersebut berhubungan langsung dengan
kedaulatan negara yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah,
antara lain melalui pendayagunaan fungsi pertahanan, baik fungsi
pertahanan militer maupun nirmiliter secara terintegrasi demi mencapai
hasil yang maksimal. Dalam menangani masalah perbatasan Indonesia
akan tetap teguh mematuhi berbagai Hukum Internasional yang berlaku,
termasuk UNCLOS tahun 1982.
Isu tentang pulau-pulau kecil terluar cukup beragam dan
kompleks, di antaranya menyangkut eksistensi, status kepemilikan,
konversi lingkungan, pengamanan dan pengawasannya. Eksistensi
pulau-pulau kecil terluar sangat vital dalam penentuan batas wilayah
Indonesia. Pulau-pulau tersebut berfungsi sebagai titik pangkal
penarikan batas wilayah NKRI dan menjadi isu pertahanan yang serius
dalam konteks kedaulatan dan keutuhan wilayah. Sementara itu, upaya
untuk mewujudkan kehadiran secara fisik dan pengelolaan pulau-pulau
kecil terluar belum maksimal. Di sisi lain kondisi pulau-pulau kecil terluar
semakin kritis karena banyak yang tidak berpenghuni dan kondisi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 24
alamnya tidak layak untuk dihuni, antara lain tidak terdapat kandungan
daya air tawar serta ruang hidup yang tidak cukup.
Dalam bidang pengamanan pulau-pulau kecil terluar berpotensi
diperjualbelikan atau disewakan secara tidak sah kepada pihak atau
warga negara asing. Dari beberapa kasus ditemukan beberapa pulau
kecil yang dikelola oleh perorangan, bahkan ada yang dikelola oleh
pihak asing. Praktik-praktik tersebut menjadi ancaman yang
dikemudikan hari dapat menyulitkan pemerintah dan bangsa Indonesia.
1.1.3 Separatisme
Gerakan separatis masih menjadi isu keamanan dalam negeri,
baik dalam bentuk gerakan separatis politik maupun gerakan separatis
bersenjata. Masih terdapat pihak-pihak yang berkeinginan untuk
memisahkan diri dari NKRI dengan mengeksploitasi kelemahan
penyelenggaraan fungsi pemerintahan. Indonesia menempatkan
separatisme sebagai ancaman yang serius karena secara langsung
mengancam keutuhan wilayah NKRI dan mengancam keselamatan
bangsa. Akar masalah separatisme terletak pada distribusi hak- hak
politik, ekonomi, dan distribusi keadilan yang tidak merata, yang
menyebabkan kelompok tertentu merasa tidak nyaman untuk tinggal di
dalam naungan NKRI. Selama akar masalah tersebut tidak dipecahkan,
potensi separatisme akan selalu ada. Bangsa Indonesia menyadari dan
memiliki komitmen bahwa berada dalam wadah NKRI merupakan
putusan politik yang tepat dan final. Sesuai dengan amanat undang-
undang, pertahanan negara berfungsi untuk menjamin keutuhan
wilayah NKRI. Namun, diakui usaha untuk mengatasi akar masalah
separatisme belum dapat diwujudkan secara penuh antara lain akibat
belum merata dan terpadunya pembangunan nasional.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 25
Bagi Indonesia, ancaman terorisme telah menjadi ancaman nyata.
Sejak peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia Woyla dalam
penerbangan dari Jakarta ke Bangkok pada tahun 1980, Indonesia
mengalami beberapa kali aksi terorisme. Sejak tahun 2000, telah terjadi
sejumlah peristiwa aksi terorisme, bahkan Indonesia menjadi salah satu
negara yang menderita korban aksi terorisme secara berturut-turut
dalam skala besar, yaitu Bom Bali I (2002), bom Hotel Marriott (2003),
bom di Kedutaan Australia, Jakarta (2004), dan bom Bali II (2005).
Gambar 4. Peristiwa Bom Jakarta Tahun 2004
Upaya menumpas terorisme harus pula dilihat dari akar
permasalahannya, yang menurut pengalaman Indonesia di antaranya
berupa kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Selain faktor itu,
terdapat pula masalah lain yaitu ideologi kekerasan dari kelompok
teroris. Dari hal-hal tersebut, penanggulangan terorisme juga
Strategi Pertahanan Bawah Laut 26
merupakan bagian dari upaya menyeluruh dalam perang melawan
ketidakamanan yang multidimensi dengan cakupan, antara lain dalam
mengatasi kemiskinan, kerusakan lingkungan, penyakit pandemi,
kebodohan, dan keterasingan.
Bagi Indonesia, aksi terorisme selain merupakan kejahatan
kriminal luar biasa dan kejahatan terhadap kemanusiaan juga
merupakan ancaman terhadap keamanan nasional. Dalam hal ini
terorisme merupakan ancaman yang harus dihadapi oleh seluruh
elemen bangsa tidak saja oleh polisi dan militer, tetapi juga oleh
ilmuwan, ulama, dan tokoh-tokoh agama. Dari berbagai kasus terorisme
juga terlihat karakter bahwa baik subjek maupun objek terorisme
bersifat internasional, sekaligus domestik (intermestik). Oleh karena itu,
Indonesia turut aktif menjalin kerjasama menanggulangi terorisme
secara bilateral maupun multilateral.
1.1.4 Konflik Komunal
Konflik komunal pada umumnya berakar dari fanatisme suku,
daerah, agama, golongan, kedewasaan berpolitik yang masih rendah,
benturan kepentingan antar golongan, serta faktor ketidakadilan dalam
penegak hukum. Indonesia mengalami beberapa konflik komunal yang
menimbulkan korban dalam beberapa tahun terakhir. Konflik itu
merupakan tantangan yang harus dicegah dan dipecahkan melalui
pendekatan-pendekatan yang rasional dalam usaha membangun
nasionalisme serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemerintah telah berupaya mengatasi konflik-konflik tersebut
dengan memadukan segala kemampuan sumber daya yang ada. Saat
ini konflik tersebut telah dapat teratasi dengan baik, terbukti dengan
terciptanya keharmonisan dan stabilitas di masyarakat. Langkah-
Strategi Pertahanan Bawah Laut 27
langkah rehabilitasi sosial dan pembangunan kembali infrastruktur terus
dilaksanakan oleh pemerintah. Kondisi yang harmonis dan kondusif ini
diupayakan untuk terus dipelihara dan dipertahankan dengan
pembinaan terus-menerus unsur-unsur di masyarakat agar secara aktif
berpartisipasi dalam penciptaan kondisi yang menunjang stabilitas
keamanan di daerah.
1.1.5 Radikalisme Yang Anarkis
Penanganan isu-isu global secara unilateral atau tidak seimbang
sering menjadi pendorong bangkitnya gerakan radikalisme. Dalam
perkembangannya gerakan radikalisme sering ditunggangi atau
bergabung dengan kelompok separatis dan terorisme untuk melakukan
aksi kejahatan atau tindakan anarkis. Gerakan radikalisme selalu
mengganggu stabilitas keamanan sehingga perlu penanganan secara
serius sesuai dengan hukum tanpa diskriminasi. Gerakan radikal
berpotensi mengganggu kepentingan publik, baik masyarakat domestik
maupun internasional, karena itu penanganannya sangat mendesak.
Apabila penanganannya tidak serius, hal tersebut tidak saja merugikan
citra bangsa Indonesia, tetapi juga dapat menjadi pintu masuk kekuatan
asing dengan dalih intervensi kemanusiaan.
Berbagai dinamika dan perubahan politik yang berkembang pada
era Reformasi banyak mengalami perubahan dan cenderung mengarah
kepada kondisi ketidakpastian yang semakin tinggi. Demokrasi yang
berkembang seluas-luasnya belum diikuti dengan pengetahuan,
kesiapan, dan kedewasaan masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai
demokrasi tersebut. Nuansa kebebasan yang ditandai dengan keran
politik yang semakin terbuka lebar cenderung berkembang ke arah
kebebasan tanpa batas. Disadari bahwa sistem pemerintahan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 28
demokrasi merupakan sistem yang terbaik. Namun, demokrasi tidak
senantiasa identik dengan efektif dan efisien. Karena itu sistem
demokrasi yang dipilih rakyat Indonesia harus diisi dengan
pemerintahan yang baik berdasarkan sejumlah prinsip, di antaranya
transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Dengan belajar dari berbagai
negara yang berhasil pada era globalisasi, itu merupakan keniscayaan
bagi Indonesia untuk tetap memegang teguh penegakan hak asasi
manusia, lingkungan hidup, kesetaraan gender, kebijakan
nondiskriminatif, kebebasan beragama dan penguasaan teknologi
berdasarkan ilmu pengetahuan. Penggunaan prinsip-prinsip di atas
diharapkan dapat digunakan untuk mengelola dinamika politik secara
baik, termasuk isu-isu yang berdimensi pertahanan negara.
Isu lain yang juga cukup menonjol adalah tata ruang wilayah.
Penataan ruang wilayah yang diterapkan dalam pembagian kawasan-
kawasan pembangunan mengandung potensi permasalahan yang
kompleks. Dengan mengingat isu tata ruang terkait dengan ruang hidup
dan kegiatan masyarakat serta bersifat lintas instansi, niscaya
diperlukan penanganan yang seksama untuk dapat mempertemukan
semua kepentingan, tanpa menimbulkan implikasi terhadap stabilitas
nasional. Pada tingkat lokal, gejala globalisasi semakin terasa dan telah
menjangkau masyarakat yang berdomisili di pelosok. Kondisi tersebut
telah mendorong terjadinya mobilitas penduduk, baik secara fisik, yakni
melalui migrasi penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, maupun
dalam wujud komunikasi antarmasyarakat yang makin mudah dengan
memanfaatkan sarana komunikasi dan informasi yang makin
menjangkau rakyat biasa dan bersifat ramah bagi pengguna.
Perkembangan ini mendorong berlangsungnya pertukaran nilai secara
serta-merta yang sulit dibendung dan cenderung mempercepat
Strategi Pertahanan Bawah Laut 29
berkembangnya pola hidup modern dengan ciri kehidupan yang bebas
dan praktis yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Hal lain yang juga menonjol adalah timbulnya penguatan identitas
lokal sebagai respons masyarakat dalam menyikapi pemberlakuan
Otonomi Daerah. Penguatan identitas lokal banyak dimunculkan dalam
kemasan isu putra daerah, hak adat, dan hak ulayat. Kondisi yang
berkembang seperti ini sangat kontraproduktif dengan prinsip bangsa
Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Penguatan identitas lokal yang
tidak terkelola dengan baik berpotensi menyulut konflik horizontal yang
berdimensi suku, agama, ras dan antargolongan, serta
antarkepentingan. Tantangan yang tidak kalah signifikan adalah
permasalahan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan
ketidakadilan. Dalam konteks pertahanan, aspek ini berdimensi
pertahanan nirmiliter yang memerlukan penanganan dengan
pendekatan multisektoral dan integratif.
Bencana alam selain menjadi tantangan yang berskala nasional,
juga memiliki dimensi lokal. Baik departemen dan lembaga teknis
pemerintah, lembaga-lembaga riset maupun perguruan tinggi, termasuk
sumber dari luar negeri, memetakan bahwa hampir semua daerah di
Indonesia rawan terhadap bencana alam dengan bentuk yang
bervariasi, seperti tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan
gunung api, kelangkaan sumber daya air, dan kebakaran hutan. Upaya
peningkatan infra struktur dan kemampuan peringatan dini, pencegahan
dini, serta kesiapan tindak dalam tanggap darurat merupakan suatu
keniscayaan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 30
Gambar 5. Gelar Latihan Pasukan TNI AL
1.1.6 Hakikat Dan Penggolongan Ancaman
Persepsi Indonesia tentang ancaman adalah setiap usaha dan
kegiatan, baik dari luar maupun dari dalam negeri, yang dinilai
mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan bangsa. Berdasarkan sifat ancaman, hakikat
ancaman digolongkan ke dalam ancaman militer dan ancaman nirmiliter.
1.1.7 Ancaman Militer
Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan
bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi,
pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase,
aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik
Strategi Pertahanan Bawah Laut 31
komunal. Agresi suatu negara yang dikategorikan mengancam
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa Indonesia mempunyai bentuk-bentuk mulai dari yang berskala
paling besar sampai dengan yang terendah. Invasi merupakan bentuk
agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan
militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki
wilayah Indonesia. Invasi berlangsung secara eskalatif, mulai dari
kondisi politik yang terus memburuk, diikuti dengan persiapan-persiapan
kekuatan militer dari negara yang akan melakukan invasi.
Agresi juga dapat berupa bombardemen, yakni penggunaan
senjata dalam bentuk lain, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara
atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan
bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara.
Keberadaan atau tindakan unsur kekuatan bersenjata asing dalam
wilayah NKRI yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang
telah disepakati merupakan salah satu bentuk agresi yang mengancam
kedaulatan negara dan keselamatan bangsa. Tindakan suatu negara
yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain untuk
melakukan agresi atau invasi terhadap NKRI digolongkan ke dalam
ancaman agresi. Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran
untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah NKRI adalah
pelanggaran kedaulatan negara yang dikategorikan sebagai bentuk
agresi suatu negara.
Bentuk lain dari ancaman militer yang peluang terjadinya cukup
tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah Indonesia oleh negara lain.
Konsekuensi Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan
terbuka berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah. Ancaman militer
dapat pula terjadi dalam bentuk pemberontakan bersenjata.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 32
Pemberontakan tersebut pada dasarnya merupakan ancaman yang
timbul dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri, tetapi
pemberontakan bersenjata tidak jarang disokong oleh kekuatan asing,
baik secara terbuka maupun secara tertutup atau tersamar.
Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia yang
sah merupakan bentuk ancaman militer yang dapat merongrong
kewibawaan negara dan jalannya roda pemerintahan. Dalam perjalanan
sejarah, bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi
pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan radikal, seperti
DI/TII, PRRI, Permesta, Kahar Muzakar, serta G-30-S/PKI. Beberapa
sejumlah aksi pemberontakan bersenjata tersebut tidak hanya
mengancam pemerintahan yang sah, tetapi juga mengancam tegaknya
NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pemberontakan bersenjata sebagai bentuk ancaman terhadap
NKRI dalam beberapa dekade terakhir telah berkembang dalam bentuk
gerakan separatisme yang pola perkembangannya, seperti api dalam
sekam. Gerakan radikal di masa lalu, serta sisa-sisa G-30-S/PKI
berhasil melakukan regenerasi dan telah bermetamorfosis ke dalam
berbagai bentuk organisasi kemasyarakatan dengan memanfaatkan
euforia Reformasi untuk masuk ke segala lini dan elemen nasional.
Kecenderungan tersebut memerlukan kecermatan dengan membangun
suatu kewaspadaan nasional dari seluruh komponen bangsa Indonesia
untuk mengikuti perkembangan regenerasi dan metamorfosis kelompok-
kelompok yang diuraikan di atas.
Indonesia memiliki sejumlah objek vital nasional dan instalasi
strategis yang rawan terhadap aksi sabotase sehingga harus dilindungi.
Aksi-aksi sabotase tersebut didukung dengan adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak lawan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 33
untuk merancang ancaman sehingga memiliki intensitas yang lebih
tinggi dan kompleks. Fungsi pertahanan negara ditujukan untuk
memberikan perlindungan terhadap objek-objek vital nasional dan
instalasi strategis dari setiap kemungkinan aksi sabotase dengan
mempertinggi kewaspadaan yang didukung oleh teknologi yang mampu
mendeteksi dan mencegah secara dini.
Pada abad modern kegiatan spionase dilakukan oleh agen-agen
rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara
dari negara lain. Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan
menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak
mudah dideteksi. Kegiatan tersebut merupakan bentuk ancaman militer
yang memerlukan penanganan secara khusus dengan pendekatan
kontraspionase untuk melindungi kepentingan pertahanan dari
kebocoran yang akan dimanfaatkan oleh pihak lawan.
Aksi teror bersenjata merupakan bentuk kegiatan terorisme yang
mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan
yang mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa
perikemanusiaan. Sasaran aksi teror bersenjata dapat menimpa siapa
saja sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa.
Perkembangan aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris pada
dekade terakhir meningkat cukup pesat dengan mengikuti
perkembangan politik, lingkungan strategis, dan IPTEK.
Sejak terorisme internasional berkembang menjadi ancaman
global, aksi teror bersenjata yang berskala lokal ikut pula mengadopsi
pola dan metode terorisme internasional, bahkan berkolaborasi dengan
jaringan-jaringan teroris internasional yang ada. Sejumlah aksi teror
yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan adanya
hubungan dengan jaringan teroris internasional, terutama jaringan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 34
teroris yang beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Kondisi masyarakat
dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan ekonomi rendah
menjadi incaran para tokoh terorisme untuk memperluas jaringan
dengan merekrut kader-kader baru. Gangguan keamanan di laut dan
udara merupakan bentuk ancaman militer yang mengganggu stabilitas
keamanan wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Kondisi geografi
Indonesia dengan wilayah perairan serta wilayah udara Indonesia yang
terbentang pada pelintasan transportasi dunia yang padat, baik
transportasi maritim maupun dirgantara, berimplikasi terhadap tingginya
potensi gangguan ancaman keamanan laut dan udara.
Bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara yang
mendapat prioritas perhatian dalam penyelenggaraan pertahanan
negara meliputi pembajakan atau perompakan, penyelundupan senjata,
amunisi dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan
keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara ilegal, atau pencurian
kekayaan di laut, termasuk pencemaran lingkungan.
Konflik komunal pada dasarnya merupakan gangguan keamanan
dalam negeri yang terjadi antarkelompok masyarakat. Dalam skala yang
besar konflik komunal dapat membahayakan keselamatan bangsa
sehingga tidak dapat ditangani dengan cara-cara biasa dengan
mengedepankan pendekatan penegakan hukum belaka dan ditujukan
untuk mencegah merebaknya konflik yang dapat mengakibatkan risiko
yang lebih besar.
1.1.8 Ancaman Nirmiliter
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan
faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 35
keselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berdimensi
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi, serta
keselamatan umum.
1.1.9 Ancaman Berdimensi Ideologi
Meskipun sistem politik internasional telah mengalami perubahan,
terutama setelah keruntuhan Uni Soviet sehingga paham komunis
semakin tidak populer lagi, bagi Indonesia yang pernah menjadi basis
perjuangan kekuatan komunis, ancaman ideologi komunis masih tetap
merupakan bahaya laten yang harus diperhitungkan. Di masa lalu,
Indonesia menjadi salah satu basis komunis yang beberapa kali
melakukan kudeta untuk menumbangkan pemerintahan dan berusaha
mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Walaupun
ideologi komunis secara global tidak populer lagi, potensi ancaman
berbasis ideologi masih tetap diperhitungkan. Bentuk-bentuk baru dari
ancaman ideologi yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri,
yakni metamorfosis dari penganut paham komunis yang telah melebur
ke dalam elemen-elemen masyarakat, sewaktu-waktu dapat
mengancam Indonesia. Usaha pihak-pihak tertentu melalui penulisan
buku-buku sejarah dengan tidak mencantumkan peristiwa G-30-S/PKI
dengan Dewan Revolusi, atau gerakan radikalisme yang brutal dan
anarkis, memberikan indikasi bahwa ancaman ideologi masih potensial.
Buku Putih 2003 mengangkat gerakan kelompok radikal sebagai
salah satu ancaman nyata. Motif yang melatarbelakangi gerakan-
gerakan tersebut dapat berupa dalih agama, etnik, atau kepentingan
rakyat. Pada saat ini masih terdapat anasir-anasir radikalisme yang
menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan
ideologi lain, seperti yang dilakukan oleh kelompok NII (Negara Islam
Strategi Pertahanan Bawah Laut 36
Indonesia). Bagi Indonesia keberadaan kelompok tersebut merupakan
ancaman terhadap eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
mengancam kewibawaan pemerintah sehingga harus ditumpas.
1.1.10 Ancaman Berdimensi Politik
Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar negeri
maupun dari dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik
dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap
Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk-
bentuk ancaman nirmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan
oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ke depan, bentuk-
bentuk ancaman yang berasal dari luar negeri diperkirakan masih
berpotensi terhadap Indonesia, yang memerlukan peran dari fungsi
pertahanan nirmiliter untuk menghadapinya.
Dalam perspektif pertahanan Indonesia, politik merupakan
instrumen utama yang dapat menjadi penentu damai atau perang, yakni
bahwa perang merupakan kelanjutan dari politik dengan cara lain. Ini
membuktikan bahwa ancaman politik dapat menumbangkan suatu rezim
pemerintahan, bahkan dapat menghancurkan suatu negara secara total.
Ancaman berdimensi politik dapat menggunakan berbagai macam
aspek sebagai kendaraan untuk menyerang suatu negara, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ancaman berdimensi politik dapat
bersumber dari luar dan dapat pula bersumber dari dalam negeri.
Ancaman berdimensi politik yang berasal dari luar dapat dilakukan oleh
aktor negara dan aktor yang bukan negara dengan menggunakan isu-
isu global sebagai kendaraan untuk menyerang atau menekan
Indonesia. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi, penanganan
lingkungan hidup, serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 37
akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat
internasional untuk mengintervensi suatu negara hal ini dirasakan pula
oleh Indonesia.
Dari dalam negeri, pertumbuhan instrumen politik mencerminkan
kadar pertumbuhan demokrasi suatu negara. Iklim politik yang
berkembang secara sehat menggambarkan suksesnya proses
demokrasi. Bagi Indonesia, faktor politik menjadi penentu kelanjutan
sistem pemerintahan. Dalam sejarah Indonesia, pemerintahan negara
sering mengalami pasang surut yang diakibatkan oleh gejolak politik
yang sulit dikendalikan. Ancaman yang berdimensi politik yang
bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan
berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan
yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan
kekuasaan pemerintah. Ancaman separatisme merupakan bentuk
ancaman politik yang timbul di dalam negeri. Sebagai bentuk ancaman
politik, separatisme dapat menempuh pola perjuangan politik (tanpa
senjata) dan perjuangan bersenjata. Pola perjuangan tidak bersenjata
sering ditempuh untuk menarik simpati masyarakat internasional. Oleh
karena itu, sparatisme sulit dihadapi dengan menggunakan instrumen
militer. Sebaliknya, ancaman separatisme dengan bersenjata tidak
jarang mengalami kesulitan sebagai akibat dari politisasi; penanganan
yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan pendekatan
operasi militer. Hal ini membuktikan bahwa ancaman berdimensi politik
memiliki tingkat risiko yang besar yang mengancam kedaulatan,
keutuhan, dan keselamatan bangsa.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 38
1.1.11 Ancaman Berdimensi Ekonomi
Ekonomi tidak saja menjadi alat stabilitas dalam negeri, tetapi juga
merupakan salah satu alat penentu posisi tawar setiap negara dalam
hubungan antarnegara atau pergaulan internasional. Negara-negara
dengan kondisi perekonomian yang lemah sering menghadapi kesulitan
dalam berhubungan dengan negara lain yang posisi ekonominya lebih
kuat. Ekonomi yang kuat biasanya diikuti pula dengan politik dan militer
yang kuat. Ancaman berdimensi ekonomi berpotensi menghancurkan
pertahanan sebuah negara. Pada dasarnya ancaman berdimensi
ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal.
Dalam konteks Indonesia, ancaman dari internal dapat berupa inflasi
dan pengangguran yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai,
penetapan sistem ekonomi yang belum jelas, ketimpangan distribusi
pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara eksternal,
dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya saing
rendah, ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat
dependensi yang cukup tinggi terhadap asing.
1.1.12 Ancaman Berdimensi Sosial Budaya
Ancaman yang berdimensi sosial budaya dapat dibedakan atas
ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar. Ancaman dari dalam
didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan
ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya
permasalahan, seperti separatisme, terorisme, kekerasan yang melekat-
berurat berakar, dan bencana akibat perbuatan manusia. Isu tersebut
lama kelamaan menjadi ―kuman penyakit‖ yang mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Watak kekerasan
yang melekat dan berurat berakar berkembang, seperti api dalam
Strategi Pertahanan Bawah Laut 39
sekam di kalangan masyarakat yang menjadi pendorong konflik-konflik
antar masyarakat atau konflik vertikal antara pemerintah pusat, dan
daerah. Konflik horizontal yang berdimensi suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) pada dasarnya timbul akibat watak kekerasan
yang sudah melekat. Watak kekerasan itu pula yang mendorong
tindakan kejahatan termasuk perusakan lingkungan dan bencana
buatan manusia. Faktor-faktor tersebut berproses secara meluas serta
menghasilkan efek domino sehingga dapat melemahkan kualitas
bangsa Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang terus berlangsung
telah mengakibatkan daya dukung dan kondisi lingkungan hidup yang
terus menurun. Bersamaan dengan itu merebaknya wabah penyakit
pandemi, seperti flu burung, demam berdarah, HIV/AIDS, dan malaria
merupakan tantangan serius yang dihadapi di masa datang.
Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang
terjadi dalam format globalisasi dengan penetrasi nilai-nilai budaya dari
luar negeri sulit dibendung yang mempengaruhi nilai-nilai di Indonesia.
Kemajuan teknologi informasi mengakibatkan dunia menjadi kampung
global yang interaksi antarmasyarakat berlangsung dalam waktu yang
aktual. Yang terjadi tidak hanya transfer informasi, tetapi juga
transformasi dan sublimasi nilai-nilai luar secara serta merta dan sulit
dikontrol. Sebagai akibatnya, terjadi benturan peradaban, lambat-laun
nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa semakin terdesak oleh nilai-
nilai individualisme. Fenomena lain yang juga terjadi adalah konflik
berdimensi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, di samping
konflik horizontal yang berdimensi etnoreligius masih menunjukkan
potensi yang patut diperhitungkan. Bentuk-bentuk ancaman sosial
budaya tersebut apabila tidak dapat ditangani secara tepat dapat
membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 40
1.1.13 Ancaman Berdimensi Teknologi Dan Informasi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada
dasarnya membawa manfaat yang besar bagi umat manusia. Seiring
dengan kemajuan Iptek tersebut berkembang pula kejahatan yang
memanfaatkan kemajuan Iptek tersebut, antara lain kejahatan siber, dan
kejahatan perbankan.
Kondisi lain yang berimplikasi menjadi ancaman adalah lambatnya
perkembangan kemajuan Iptek di Indonesia sehingga menyebabkan
ketergantungan teknologi terhadap negara-negara maju semakin tinggi.
Kondisi ketergantungan terhadap negara lain tidak saja menyebabkan
Indonesia menjadi pasar produk-produk negara lain, tetapi lebih dari itu,
sulit bagi Indonesia untuk mengendalikan ancaman berpotensi teknologi
yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan Indonesia.
Tantangan yang dihadapi tidak saja berupa ancaman teknologi
dari luar negeri, tetapi juga pola sikap masyarakat dalam negeri dalam
menghargai karya-karya teknologi anak bangsa. Pada dasarnya,
Indonesia memiliki SDM yang kualitasnya berdaya saing tinggi
dibandingkan dengan SDM negara-negara maju. Setiap tahun Indonesia
mencetak juara-juara olimpiade sains (Matematika, Fisika, Kimia, dan
Biologi), Indonesia juga memiliki tenaga-tenaga terampil di bidang
teknologi tinggi, seperti eks PT DI (Dirgantara Indonesia) dan PT PAL
(Peralatan Angkatan Laut), PT PINDAD (Perindustrian Angkatan Darat)
dan-lain-lain, tetapi belum ada wadah yang menjamin kegairahan untuk
membangun kemampuan bangsa di bidang teknologi, yang berakibat
terjadinya arus ―eksodus‖ tenaga ahli Indonesia ke luar yang
menawarkan kehidupan yang lebih baik.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 41
1.1.14 Ancaman Berdimensi Keselamatan Umum
Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada
dikawasan rawan bencana, baik bencana alam, keselamatan
transportasi, maupun bencana kelaparan. Bencana yang dapat terjadi di
Indonesia dan merupakan ancaman bagi keselamatan umum dapat
terjadi murni bencana alam, misalnya gempa bumi, meletusnya gunung
berapi, dan tsunami. Bencana yang disebabkan oleh ulah manusia,
antara lain tidak terkontrolnya penggunaan obat-obatan dan bahan kimia
lain yang dapat meracuni masyarakat, baik secara langsung maupun
kronis (menahun), misalnya pembuangan limbah industri atau limbah
pertambangan lainnya. Sebaliknya, bencana alam yang disebabkan oleh
faktor alam yang dipicu oleh ulah manusia, antara lain bencana banjir,
tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, dan bencana lainnya.
Gambar 6. Kegiatan Pasukan TNI
Dalam Pencarian Jatuhnya Pesawat Lion Air
Strategi Pertahanan Bawah Laut 42
Bencana alam berakibat baik langsung maupun tidak langsung
mengancam keselamatan masyarakat. Selain itu, keamanan
transportasi merupakan salah satu dimensi keselamatan umum yang
cukup serius di Indonesia. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan
sarana transportasi semakin tinggi sehingga terjadi persaingan usaha
yang tidak sehat, antara lain berupa penurunan tarif penumpang yang
berdampak terhadap keselamatan. Keselamatan transportasi juga
disebabkan oleh rendahnya pemahaman masyarakat untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta masih lemahnya
kepatuhan aparat dalam penegakan hukum dan aturan.
1.2 Konsepsi Pertahanan Negara
1.2.1 Kepentingan Nasional
Pada hakikatnya kepentingan nasional Indonesia adalah tetap
tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Kepentingan nasional tersebut diwujudkan
dengan memperhatikan tiga kaidah pokok, yakni tata kehidupan, upaya
pencapaian tujuan, serta sarana yang digunakan. Tata kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia mencerminkan kesatuan
tata nilai yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
yang berketuhanan Yang Maha Esa yang menjunjung tinggi kebinekaan
yang ditunjukkan dalam interaksi sosial yang harmonis. Pembangunan
nasional merupakan upaya untuk mencapai tujuan nasional yang
pelaksanaannya secara berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan
berketahanan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara. Sebaliknya,
sarana yang digunakan dalam mewujudkan tujuan nasional adalah
seluruh potensi dan kekuatan nasional yang didayagunakan secara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 43
menyeluruh dan terpadu. Lingkungan strategis, baik global, regional,
maupun nasional yang terus berkembang dalam suatu dinamika yang
sangat tinggi menuntut penyesuaian diri dengan hakikat perubahan
yang terjadi. Atas dasar itu, kepentingan nasional Indonesia disusun
dalam tiga kategori: kepentingan nasional yang bersifat mutlak,
kepentingan nasional yang bersifat vital, dan kepentingan nasional yang
bersifat penting.
Kepentingan nasional yang bersifat mutlak adalah tetap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fungsi pertahanan negara wajib
menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI,
serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. NKRI
dengan wilayah terdiri atas 17.504 buah pulau sebagai satu kesatuan
wilayah Indonesia yang harus tetap dijaga keberadaan dan
keutuhannya. Posisi Indonesia yang strategis memiliki implikasi
pertahanan yang besar. Keutuhan wilayah NKRI tidak saja menjadi
kepentingan nasional Indonesia, tetapi juga menjadi bagian strategis
yang mempengaruhi kepentingan nasional sejumlah negara di dunia.
Wilayah Indonesia yang utuh dan stabil akan menjadi syarat mutlak
terselenggaranya pembangunan nasional untuk menyejahterakan
rakyat, sekaligus bagi terwujudnya stabilitas kawasan yang mengitari
Indonesia. Indonesia tidak akan membiarkan setiap usaha yang akan
mengganggu eksistensi dan integritas NKRI. NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, yang wilayahnya dari Sabang sampai
Merauke, merupakan keputusan final yang harus dijaga dan
dipertahankan. Kepentingan nasional Indonesia yang bersifat vital
menyangkut keberlanjutan pembangunan nasional untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, sejahtera, adil dan
makmur, serta demokratis. Kondisi objektif Indonesia sebagai negara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 44
dengan penduduk terbesar keempat di dunia merupakan tantangan
untuk mengembangkan pertahanan Indonesia ke depan. Dengan
penduduk yang sudah mencapai lebih dari 230 juta jiwa, serta
karakteristik yang sangat pluralistik dalam SARA (suku, agama, ras dan
antar golongan), diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun
kohesi nasional dalam ikatan persatuan dan kesatuan bangsa. Indikator
terwujudnya kohesi nasional serta rasa persatuan dan kesatuan bangsa
ditunjukkan dalam kehidupan sosial dan interaksi antar warga
masyarakat yang harmonis. Dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia,
konflik yang bersumber SARA berpotensi cukup besar dan menjadi
tantangan bagi perwujudan persatuan dan kesatuan bangsa. Akar
masalah yang menjadi penyulut konflik yang bernuansa SARA adalah
kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Persatuan dan kesatuan
bangsa tidak terwujud dengan sendirinya. Kehidupan masyarakat yang
harmonis hanya dapat terwujud melalui usaha yang bersifat menyeluruh
dan menyentuh aspek kesejahteraan, yakni pendidikan, peningkatan
taraf hidup, serta aspek penegakan hukum yang diberdayakan secara
maksimal untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Oleh karena itu, pluralistik bangsa Indonesia harus
dapat dikelola secara sungguh-sungguh dalam suatu pendekatan
pembangunan nasional yang berorientasi pada pembangunan manusia
Indonesia yang sejahtera, adil, dan berdaya saing.
Kepentingan nasional Indonesia yang utama adalah kepentingan
yang terkait dengan perdamaian dunia dan stabilitas regional.
Lingkungan strategis Indonesia adalah regional dan global dengan
segala dinamikanya. Indonesia juga tidak terlepas dari limpahan
sejumlah konflik di dunia. Oleh karena itu, Indonesia akan tetap
mengambil peran aktif bersama-sama dengan bangsa lain melalui
Strategi Pertahanan Bawah Laut 45
usaha-usaha yang bermartabat untuk mewujudkan perdamaian dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pada saat ini masih terdapat beberapa kawasan di dunia yang
masih dilanda konflik, baik konflik antarnegara maupun konflik internal.
Penggunaan kekuatan militer untuk memaksakan perdamaian hanya
dapat menyelesaikan permasalahan di atas permukaan dan sesaat,
tetapi menimbulkan efek penderitaan jangka panjang yang bersifat
multidimensi terhadap suatu bangsa. Indonesia melalui Dewan
Keamanan PBB akan mendorong usaha-usaha penyelesaian damai
terhadap setiap konflik dan mencegah penggunaan kekuatan untuk
memaksakan perdamaian. Selain itu, sebagai anggota Gerakan Non-
Blok, yang sekaligus anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI),
Indonesia akan memainkan peran dalam peningkatan kerja sama
dengan negara-negara anggota lainnya yang berpengaruh untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat masing-masing, maupun
pencegahan dan resolusi konflik secara damai dan bermartabat.
Pada lingkup regional, peran Indonesia sebagai anggota ASEAN,
dalam upaya untuk mewujudkan Asia Tenggara sebagai kawasan yang
aman, stabil, dan sejahtera menjadi modalitas dalam memperjuangkan
kepentingan nasional Indonesia. Dalam rangka itu kerja sama bilateral
dengan sesama anggota ASEAN sangat penting untuk dikembangkan
secara lebih konkret dan menyentuh permasalahan-permasalahan yang
nyata-nyata dihadapi. Dalam kerangka itu, perwujudan tiga pilar ASEAN,
yakni masyarakat ekonomi ASEAN, masyarakat budaya ASEAN, dan
masyarakat keamanan ASEAN, menjadi komitmen bangsa Indonesia
untuk mewujudkannya secara bersama oleh seluruh anggota ASEAN
bagi masa depan ASEAN yang lebih baik dan berdaya saing.
Terwujudnya tiga pilar ASEAN tersebut akan mempromosikan stabilitas
Strategi Pertahanan Bawah Laut 46
dan kemakmuran kawasan Asia Tenggara yang memberikan efek positif
bagi kawasan lain dan dunia. Bersamaan dengan usaha mewujudkan
tiga pilar ASEAN, penguatan hubungan dengan negara lain dalam
kerangka ASEAN Plus Enam dan Forum Regional ASEAN (ARF)
sangatlah penting. Bersama dengan negara-negara mitra ASEAN yang
umumnya mempunyai pengaruh besar pada kawasan dan dunia, akan
terwujud suatu sinergi yang memberikan efek bagi percepatan
tercapainya stabilitas dan keamanan Asia Tenggara, sekaligus
mempromosikan stabilitas dan keamanan Asia Pasifik.
1.2.2 Hakikat Pertahanan Negara
Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya
pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan
pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta
keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan
hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan
segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta
seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh
dan menyeluruh. Upaya pertahanan yang bersifat semesta adalah
model yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan strategis bukan
karena alasan ketidakmampuan dalam membangun pertahanan yang
modern. Meskipun Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang
cukup tinggi, model tersebut tetap dikembangkan dengan menempatkan
warga negara sebagai subjek pertahanan negara sesuai dengan
perannya masing-masing. Sistem Pertahanan Negara yang bersifat
semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 47
Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa orientasi pertahanan
diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri kesemestaan
mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional
didayagunakan bagi upaya pertahanan. Ciri kewilayahan merupakan
gelar kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI,
sesuai dengan kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan.
1.2.3 Tujuan Pertahanan Negara
Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala bentuk ancaman. Tujuan pertahanan negara dalam
menjaga kedaulatan negara mencakupi upaya untuk menjaga sistem
ideologi negara dan sistem politik negara. Dalam menjaga sistem
ideologi negara, upaya pertahanan negara diarahkan untuk mengawal
dan mengamankan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah
bangsa Indonesia. Setiap usaha untuk mengganti ideologi Pancasila
akan berhadapan dengan instrumen pertahanan negara yang setiap
saat siap sedia membela dan mempertahankannya, sedangkan dalam
menjaga sistem politik negara, upaya Pertahanan Negara diarahkan
untuk mendukung terwujudnya pemerintahan negara yang demokratis,
stabil, bersih, dan berwibawa serta mengandung tata nilai.
Pemerintahan yang stabil, bersih dan berwibawa memungkinkan
terselenggaranya pembangunan nasional dengan baik.
Sebaliknya, pemerintahan yang tidak stabil tidak saja mengganggu
kelancaran pembangunan nasional, bahkan dapat mengakibatkan masa
depan Indonesia menjadi tidak menentu. Tata nilai bangsa Indonesia
terangkum dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yaitu bangsa
Indonesia yang menegara dalam wadah NKRI yang menjunjung tinggi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 48
nilai-nilai demokrasi, hukum, hak asasi manusia dan lingkungan hidup
serta bukan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.
Setiap gangguan yang berdimensi SARA, demokrasi, HAM, dan
tindakan perusakan lingkungan hidup juga menjadi urusan pertahanan
negara. Upaya menjaga keutuhan NKRI didasarkan pada pandangan
bangsa Indonesia yang menempatkan NKRI sebagai putusan final yang
harus tetap dipelihara dan dipertahankan. Setiap usaha pemisahan diri
atau yang bertujuan mengubah dan memecah belah NKRI merupakan
ancaman yang akan dihadapi dengan sistem pertahanan negara.
Menjamin keselamatan bangsa merupakan hal fundamental dalam
penyelenggaraan fungsi pertahanan negara untuk melindungi warga dari
segala bentuk ancaman. Upaya menjamin keselamatan bangsa
mencakupi pula upaya pertahanan negara dalam menghadapi setiap
ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dimensi
keselamatan bangsa juga mencakup kewajiban untuk melaksanakan
penanggulangan dampak bencana alam, kerusuhan sosial, mengatasi
tindakan terorisme, ancaman keamanan lintas negara serta penegakan
keamanan di laut dan udara Indonesia.
1.2.4 Sistem Pertahanan Negara
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Pertahanan
negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh
wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan.
Bagi Indonesia, penyelenggaraan pertahanan negara bukan semata-
mata ditujukan untuk perang, melainkan juga untuk mewujudkan
perdamaian, menjamin keutuhan NKRI, mengamankan kepentingan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 49
nasional, serta menjamin ter-laksananya pembangunan na-sional.
Pertahanan yang efektif adalah pertahanan yang mampu menghadirkan
suasana aman dan damai di mana kehidupan masyarakat berjalan
secara normal, dan hubungan dengan sesama negara baik di kawasan
maupun di luar kawasan berlangsung secara harmonis dan saling
menghargai. Fungsi pertahanan Indonesia diselenggarakan dengan
Sistem Pertahanan Semesta. Konsepsi pertahanan negara ini
mempunyai dua fungsi, yaitu Pertahanan Militer dan Pertahanan
Nirmiliter. Fungsi pertahanan militer yang diemban oleh TNI meliputi
operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Inti pertahanan
nirmiliter, yaitu pemberdayaan sumber daya nasional, yang meliputi
fungsi kekuatan pertahanan nirmiliter dan pertahanan sipil.
1.2.5 Fungsi Pertahanan Negara
Sistem pertahanan negara Indonesia memiliki tiga fungsi, yakni
fungsi penangkalan, fungsi penindakan, dan fungsi pemulihan. Fungsi
penangkalan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk
mencegah atau meniadakan niat dari pihak tertentu yang ingin
menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan
strategi penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan
berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi, dan militer.
Instrumen politik menempatkan diplomasi sebagai lini terdepan
pertahanan negara, bersinergi dengan faktor-faktor politik lainnya yang
saling memperkuat. Instrumen ekonomi melalui pertumbuhan yang
sehat dan cukup tinggi akan mewujudkan pencapaian tujuan nasional,
yakni masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan serta berdaya saing
baik pada lingkup regional maupun global. Instrumen psikologis yang
diemban oleh semua komponen pertahanan dalam mengembangkan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 50
kemampuan dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan media
komunikasi, teknologi, serta faktor-faktor psikologis lainnya bagi
terwujudnya daya tangkal psikologis secara efektif. Psikologis berintikan
faktor-faktor nonfisik berupa tata nilai serta segenap pranata sosial yang
didayagunakan dalam mewujudkan motivasi, tekad, dan jiwa juang.
Instrumen teknologi dibangun secara bertahap dan berlanjut melalui
pengembangan industri pertahanan dalam negeri bagi terwujudnya
kemandirian dalam penyediaan alat utama sistem persenjataan yang
berdaya saing dengan produk-produk negara lain. Instrumen militer,
yakni TNI sebagai Komponen Utama pertahanan negara harus mampu
mengembangkan strategi militer dengan efek daya tangkal yang tinggi,
serta profesional dalam melaksanakan setiap tugas operasi, baik OMP
maupun OMSP. Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha
pertahanan untuk mempertahankan, melawan, dan mengatasi setiap
tindakan militer suatu negara yang mengancam kedaulatan negara,
keutuhan wilayah NKRI, serta menjamin keselamatan bangsa dari
segala ancaman. Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan
preemptif, perlawanan, sampai dengan mengusir musuh keluar dari
wilayah Indonesia.
Tindakan preemptif merupakan bentuk penindakan terhadap pihak
lawan yang nyata-nyata akan menyerang Indonesia dengan cara
mengerahkan kekuatan pertahanan untuk melumpuhkan pihak lawan
yang sedang dalam persiapan untuk menyerang Indonesia. Tindakan
preemptif dilaksanakan di wilayah pihak lawan atau di dalam perjalanan
sebelum memasuki wilayah Indonesia. Tindakan perlawanan
merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang sedang
menyerang Indonesia atau telah menguasai sebagian atau seluruh
wilayah Indonesia dengan cara mengerahkan seluruh kekuatan negara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 51
baik secara militer maupun nirmiliter. Tindakan perlawanan
diselenggarakan dengan sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat
Semesta melalui pengerahan kekuatan pertahanan yang berintikan TNI
didukung oleh segenap kekuatan bangsa dalam susunan Komponen
Cadangan dan Komponen Pendukung.
Fungsi Pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan
negara yang dilaksanakan baik secara militer maupun nirmiliter, untuk
mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu
sebagai akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan,
atau serangan separatis, konflik vertikal atau horizontal, huru-hara,
serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan instansi
pemerintahan lainnya serta masyarakat melaksanakan fungsi pemulihan
sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh.
1.2.6 Spektrum Konflik
Baik hubungan antarnegara maupun dinamika sosial politik dalam
negeri selalu berkembang dalam kondisi pasang surut yang
diilustrasikan sebagai kondisi yang eskalatif atau spontan antara damai
dan perang. Konflik adalah kondisi terganggunya hubungan antarnegara
yang berkembang dalam spektrum negatif paling rendah hingga paling
tinggi berupa perang terbuka. Konflik dapat pula terjadi di dalam negeri,
terutama pada tingkat provinsial atau lokal, yakni yang melibatkan dua
kelompok masyarakat atau lebih. Pemahaman terhadap spektrum
konflik menjadi dasar dalam pencegahan konflik, pengelolaan konflik,
keikutsertaan dalam tugas-tugas perdamaian dunia dan bantuan
kemanusiaan, serta bantuan kemampuan pertahanan negara pada
departemen atau otoritas sipil lainnya. Dalam spektrum ancaman yang
eskalatif dan berkembang ke arah yang mengancam keamanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 52
nasional, diperlukan suatu mekanisme pelibatan unsur-unsur kekuatan
nasional secara tepat. Dalam perspektif pertahanan negara, unsur-unsur
kekuatan nasional tersebut dikelompokkan dalam dua pendekatan
fungsi, yakni fungsi pertahanan nirmiliter dan fungsi pertahanan militer.
Dalam kondisi ketika spektrum ancaman masih berupa konflik
intensitas rendah, penanganannya mengedepankan pendekatan
fungsional, yang dalam dimensi pertahanan diperankan oleh fungsi
pertahanan nirmiliter. Fungsi pertahanan militer dalam kondisi
keamanan dimaksud mengambil peran sebagai unsur bantuan
manakala diperlukan oleh unsur-unsur pertahanan nirmiliter. Dalam
menghadapi konflik intensitas rendah, seperti pemberontakan
bersenjata, konflik komunal yang meluas, kerusuhan yang berlarut dan
dalam skala besar yang mengganggu keamanan publik, serta
kelangsungan fungsi pemerintahan dan pelayanan masyarakat,
pelibatan fungsi pertahanan militer diperlukan. Pelibatan fungsi
pertahanan militer (TNI) dalam konteks ini merupakan lingkup
pelaksanaan operasi militer selain perang (OMSP). Dalam penanganan
ancaman atau gangguan keamanan nasional yang terjadi di suatu
wilayah atau daerah yang penanganan dengan cara-cara biasa atau
penanganan secara fungsional tidak efektif lagi, bahkan diperkirakan
akan menimbulkan korban yang besar atau kerusakan infrastruktur dan
properti yang parah, atas putusan politik pemerintah fungsi pertahanan
militer dapat dilibatkan.
Apabila ancaman meningkat dan berkembang ke arah situasi yang
gawat dan status keamanan bergeser dari Tertib Sipil menjadi Darurat
Sipil, keterlibatan fungsi pertahanan militer, yakni TNI, semakin besar
dan dalam kerangka pelaksanaan OMSP. Dalam keadaan Darurat
Militer, demi kepentingan nasional dan efektivitas pelaksanaan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 53
penanganan darurat militer sebagaimana diatur oleh undang-undang,
fungsi-fungsi pertahanan nirmiliter dapat dialihkan sementara kepada
TNI selama pemberlakuan darurat militer. Dalam hal ini TNI tetap
melaksanakan tugas OMSP untuk konteks pelaksanaan di dalam negeri.
Dalam keadaan perang, yakni dalam konflik dengan negara lain, seluruh
kekuatan bangsa melaksanakan pertahanan militer yang susunannya
TNI sebagai kekuatan utama melaksanakan OMP, dibantu oleh seluruh
kekuatan nasional sebagai Komponen Cadangan dan Komponen
Pendukung yang mencerminkan sistem pertahanan semesta. Model
tersebut menunjukkan bahwa baik pertahanan nirmiliter maupun
pertahanan militer, yakni TNI, memiliki ruang pelibatan dalam konteks
keamanan nasional di antara dua titik ekstrem, yakni damai dan perang.
1.2.7 Kepentingan Strategis Pertahanan Indonesia
Pertahanan negara diselenggarakan untuk mewujudkan
kepentingan nasional. Kepentingan strategis pertahanan Indonesia
merupakan bagian dari kepentingan nasional dalam menjamin tegaknya
NKRI dengan segala kepentingannya. Pertahanan negara memiliki
peran dan fungsi untuk mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia
dari setiap ancaman dan gangguan, baik dari luar maupun yang timbul
di dalam negeri. Berdasarkan perkiraan ancaman serta kepentingan
nasional Indonesia, kepentingan strategis pertahanan negara meliputi
kepentingan strategis yang bersifat permanen, kepentingan strategis
yang bersifat mendesak, dan kepentingan strategis di bidang kerja sama
pertahanan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 54
1.2.8 Kepentingan Strategis Yang Bersifat Permanen
Kepentingan strategis pertahanan negara yang bersifat permanen
adalah perwujudan satu kesatuan pertahanan untuk menjaga dan
melindungi kedaulatan negara serta keutuhan wilayah NKRI, serta
keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal
dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Kepentingan strategis
pertahanan tersebut dicapai melalui usaha membangun dan membina
daya tangkal negara dan bangsa serta kemampuan menanggulangi
setiap ancaman, baik yang datang dari luar maupun yang timbul di
dalam negeri, langsung atau tidak langsung. Pembangunan pertahanan
yang berdaya tangkal merupakan kehormatan bangsa Indonesia
sebagai negara merdeka dan berdaulat untuk menyejajarkan diri dengan
bangsa lain. Pertahanan Indonesia dipersiapkan sejak dini dengan
sistem pertahanan, tanpa mempermasalahkan ada atau tidak adanya
ancaman nyata. Dalam melaksanakan kepentingan pertahanan yang
bersifat tetap, bangsa Indonesia senantiasa memegang prinsip sebagai
bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta akan kemerdekaan dan
kedaulatannya. Prinsip cinta damai tersebut diwujudkan dalam
pergaulan internasional yang bebas aktif serta hidup berdampingan
secara damai dengan negara-negara lain.
Penggunaan kekuatan pertahanan untuk tujuan perang hanya
merupakan jalan terakhir setelah usaha-usaha diplomatik sudah
ditempuh dan mengalami jalan buntu. Dalam menyelesaikan setiap
bentuk pertikaian dan persengketaan, bangsa Indonesia akan
mengedepankan penggunaan cara-cara damai. Sejalan dengan prinsip
tersebut, bangsa Indonesia menentang segala penjajahan dan
intervensi bangsa lain terhadap suatu negara.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 55
Dalam menjamin kepentingan yang bersifat permanen,
penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan Sistem Pertahanan
yang melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya, serta sarana dan
prasarana nasional sebagai satu kesatuan pertahanan. Keikutsertaan
seluruh rakyat dalam pertahanan negara didudukkan dalam konteks hak
dan kewajiban setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan oleh
UUD 1945, yang mencerminkan kehormatan bangsa merdeka dan
berdaulat serta percaya akan kemampuan sendiri.
1.2.9 Kepentingan Strategis Yang Bersifat Mendesak
Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak pada
dasarnya merupakan pelaksanaan dari kepentingan strategis
pertahanan yang bersifat permanen, yakni terselenggaranya pertahanan
negara untuk merespons setiap bentuk ancaman, baik yang bersifat
nyata maupun potensial. Kepentingan strategis yang bersifat mendesak
juga mencakupi kewajiban dan komitmen Indonesia untuk ikut aktif
dalam usaha-usaha perdamaian dunia dan regional. Dari dinamika
interaksi dengan bangsa-bangsa lain, serta implikasi dari perkembangan
lingkungan strategis, terbentuk kondisi keamanan global, regional, dan
dalam negeri yang penuh ketidakpastian. Bersamaan dengan itu,
terdapat beberapa isu keamanan nyata yang memerlukan respons
melalui fungsi pertahanan. Fungsi pertahanan negara menyadari bahwa
setiap isu keamanan harus segera diatasi agar tidak berkembang
menjadi ancaman yang besar yang mengganggu eksistensi dan
kepentingan NKRI. Wilayah Indonesia yang sangat luas menuntut
pertahanan negara yang cukup kuat yang mampu menjangkau secara
maksimal seluruh wilayah. Wilayah Indonesia yang luas dan dapat
dimasuki dari segala penjuru berimplikasi terhadap potensi ancaman
Strategi Pertahanan Bawah Laut 56
yang cukup tinggi Wilayah perairan dan dirgantara Indonesia menjadi
salah satu fokus kepentingan pertahanan Indonesia yang mendesak.
Potensi pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain
cukup tinggi sehingga memerlukan kesiapsiagaan kekuatan pertahanan
untuk dapat mencegah dan menanganinya secara cepat dan tepat.
Ancaman sabotase, pembajakan, atau perompakan terhadap instalasi
penting dan objek vital di laut semakin mendapat perhatian serius. Untuk
itu, keunggulan kekuatan pertahanan yang berintikkan kekuatan TNI
diselenggarakan untuk memberikan efek penolakan yang maksimal
terhadap setiap usaha yang mengganggu stabilitas keamanan di laut.
Gelar kekuatan TNI juga diselenggarakan untuk memancarkan
keunggulan kekuatan yang maksimal untuk memberikan efek penolakan
terhadap aktivitas ancaman keamanan lintas negara yang berupa
penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak serta barang-
barang berbahaya dan terlarang lainnya. Penangkapan ikan secara
ilegal atau pencurian kekayaan laut dan pembuangan limbah berbahaya
masih terus berlangsung. Tindak kejahatan tersebut telah menguras
kekayaan dan merugikan Indonesia dalam jumlah besar. Fungsi
pertahanan berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang lebih
intensif untuk mencegah dan menanganinya. Dalam hal ini kerja sama
dengan fungsi-fungsi lain di luar pertahanan perlu dikembangkan secara
terpadu dan sinergi.
Kepentingan strategis pertahanan yang bersifat mendesak juga
diarahkan kepada pencegahan dan penanganan isu-isu ancaman dan
gangguan berdimensi pertahanan, yang mencakupi ancaman separatis,
terorisme, aksi radikalisme yang membahayakan keselamatan dan
kehormatan bangsa. Terhadap isu-isu keamanan tersebut
penyelenggaraan pertahanan lebih mengedepankan fungsi pencegahan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 57
Namun, kesiapsiagaan tetap dibangun sehingga pada waktunya dapat
digerakkan ke tempat dan sasaran secara cepat.
Dalam lingkup kepentingan yang bersifat mendesak, pengamanan
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar menjadi salah satu prioritas
fungsi pertahanan negara. Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau
kecil terluar merupakan pelaksanaan fungsi pertahanan negara dalam
menegakkan kedaulatan negara. Pada saat ini masih terdapat sejumlah
segmen perbatasan, baik perbatasan darat maupun maritim, yang
permasalahannya belum tuntas. Menegakkan kedaulatan NKRI adalah
amanat segenap rakyat Indonesia untuk dilaksanakan melalui tindakan
konkret, antara lain melalui kehadiran kekuatan pertahanan di wilayah-
wilayah NKRI yang memerlukan pengamanan khusus, seperti wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar. Oleh karena itu, pemerintah
masih menempatkan penanganan keamanan oleh TNI di wilayah-
wilayah perbatasan dan penempatan pasukan TNI di pulau-pulau kecil
terluar masih sebagai satu prioritas.
Wilayah perbatasan Indonesia baik darat maupun maritim
membentang sangat panjang dan luas. Wilayah perbatasan maritim
berbatasan dengan 10 negara. Wilayah perbatasan darat membentang
sampai ribuan kilometer dan terbagi dalam tiga segmen, yakni di
Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia, di Papua yang
berbatasan dengan Papua Nugini, serta di Timor Barat yang berbatasan
dengan Timor Leste. Seperti halnya pengamanan wilayah perbatasan,
tugas pengamanan terhadap pulau-pulau kecil terluar merupakan
bagian dari kepentingan pertahanan yang mendesak. Indonesia memiliki
92 pulau kecil dan terluar; dari pulau-pulau kecil terluar tersebut, 12 di
antaranya menjadi prioritas. Kedua belas pulau kecil terluar tersebut
adalah Pulau Batek di Laut Sawu (Provinsi Nusa Tenggara Timur),
Strategi Pertahanan Bawah Laut 58
Pulau Bras di Samudra Pasifik (Provinsi Papua), Pulau Dana di
Samudra Hindia (Nusa Tenggara Timur), Pulau Fani di Samudra Pasifik
(Irian Jaya Barat), Pulau Fanildo di Samudra Pasifik (Papua), Pulau
Marampit, Pulau Marore, dan Pulau Miangas di Laut Sulawesi (Sulawesi
Utara), Pulau Nipa di Selat Singapura (Kepulauan Riau), Pulau Rondo di
Samudra Hindia (Nangroe Aceh Darussalam), Pulau Sebatik di Selat
Makassar (Kalimantan Timur), dan Pulau Sekatung di Laut Cina Selatan
(Kepulauan Riau).
Gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil
terluar merupakan langkah untuk mendinamisasikan dan mengefektifkan
pengamanan wilayah perbatasan. Kehadiran kekuatan di wilayah
perbatasan sekaligus diarahkan untuk melaksanakan fungsi pembinaan
teritorial dalam mendinamisasikankan pelaksanaan bela negara untuk
mewujudkan ketahanan masyarakat di wilayah perbatasan. Tugas yang
diemban oleh satuan-satuan TNI yang digelar untuk mengamankan
wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar adalah tugas yang
penuh tantangan. Tugas tersebut membutuhkan kesungguhan dan
dedikasi yang tinggi serta dukungan dari semua pihak.
Khusus untuk perbatasan darat dan pulau-pulau kecil terluar,
karakteristik geografinya sangat sulit dijangkau dengan sarana
transportasi biasa serta belum terjangkau oleh sarana komunikasi.
Wilayah tersebut pada umumnya merupakan daerah yang tertinggal dari
segi pembangunan sehingga infrastruktur di wilayah tersebut sangat
minim. Bahkan, pulau kecil terluar banyak yang tidak dihuni penduduk
sehingga pasukan yang digelar di pulau-pulau tersebut sangat terisolasi
dari interaksi dengan masyarakat. Kondisi yang demikian memerlukan
mental kejiwaan yang tangguh serta fisik yang prima untuk mengatasi
alam yang keras dan jauh dari kehidupan masyarakat.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 59
Pada saat ini penanganan keamanan di wilayah perbatasan darat
telah berjalan melalui gelar kekuatan TNI di wilayah perbatasan dengan
Malaysia, yakni di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, wilayah
perbatasan dengan Papua Nugini, yakni Provinsi Papua serta wilayah
perbatasan dengan Timor Leste, yakni di Timor Barat, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Gelar kekuatan TNI juga telah dilaksanakan di pulau-
pulau kecil terluar meskipun dari 92 pulau kecil terluar tersebut belum
seluruhnya dapat ditempatkan Pos TNI, di antaranya karena kondisi
pulau yang sangat kecil yang rawan terhadap gelombang laut sehingga
sangat tidak mungkin untuk menempatkan kekuatan TNI, seperti di
Pulau Dana (NTT) dan pulau-pulau kecil terluar lainnya.
Gelar kekuatan TNI tersebut telah memberikan efek penangkalan
yang sangat besar. Kehadiran TNI di wilayah perbatasan dan pulau-
pulau kecil terluar selain melaksanakan tugas pertahanan, dengan
kegiatan pembinaan teritorial yang dilaksanakan di wilayah tersebut,
telah ikut menggerakkan pembangunan, terutama di wilayah-wilayah
terpencil yang relatif terisolasi. Sementara itu, kegiatan pertahanan
untuk mengamankan wilayah perbatasan maritim telah berjalan, antara
lain melalui patroli TNI-AL dan TNI-AU secara periodik. Kegiatan ini
selain memberikan efek penangkalan, sekaligus telah menurunkan
tingkat ancaman keamanan lintas negara yang melalui jalur laut, seperti
pencurian ikan, penyelundupan, dan perompakan. Gelar kekuatan TNI
di wilayah perbatasan darat dan di pulau-pulau kecil terluar akan tetap
dipertahankan. Besar dan jenis kekuatan TNI yang digelar di wilayah
perbatasan disesuaikan dengan persoalan-persoalan keamanan yang
menonjol. Kepentingan strategis yang mendesak juga diarahkan untuk
tugas-tugas bantuan, seperti penanggulangan dampak bencana alam,
penanganan konflik komunal, serta tugas pencarian dan pertolongan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 60
(SAR). Dampak pemanasan global serta gejala alam lainnya
berimplikasi terhadap potensi terjadinya bencana alam yang menjadi
semakin tinggi. Dalam kondisi tersebut sektor pertahanan negara
merupakan sektor yang paling siap untuk dikerahkan setiap saat.
1.2.10 Kepentingan Strategis Di Bidang Kerja Sama Pertahanan
Pertahanan negara bukanlah hal yang eksklusif. Meskipun
Indonesia mengembangkan pertahanan yang mandiri dalam pengertian
tidak menyandarkan kepentingan pertahanan pada negara lain,
Indonesia tetap menganut prinsip menjalin hubungan dengan negara
lain melalui kerja sama pertahanan. Sebagai negara yang cinta damai,
Indonesia terus mengembangkan hubungan diplomatik dengan negara-
negara lain di dunia. Kepentingan Indonesia di bidang kerja sama
pertahanan dengan negara lain di waktu-waktu akan datang semakin
penting ditingkatkan, seiring dengan perkembangan isu-isu keamanan di
lingkup regional dan global yang memerlukan penanganan bersama.
Pada lingkup regional, kepentingan pertahanan Indonesia adalah
terwujudnya kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang aman dan
stabil, terbebas dari konflik antarsesama anggota kawasan. Indonesia
adalah salah satu pemrakarsa Perjanjian Persahabatan dan Kerja sama
(TAC) yang perwujudannya sangat menentukan hubungan antaranggota
ASEAN di bidang pertahanan. Substansi TAC adalah bahwa setiap
anggota ASEAN sepakat untuk tidak saling menyerang dan
menyelesaikan setiap konflik secara damai. Dalam kerangka itu,
Indonesia akan selalu mendorong setiap usaha bersama untuk
menjadikan ASEAN sebagai entitas yang solid, terutama dalam
menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks. Sejauh ini
ASEAN telah menunjukkan kinerja yang terus meningkat. Hal tersebut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 61
tampak dari perkembangan ASEAN yang cukup pesat dalam beberapa
dekade terakhir, baik di kalangan anggota ASEAN maupun dengan
negara-negara mitra, seperti ASEAN Plus Tiga, ASEAN Plus Enam, dan
Forum Regional ASEAN. Pada lingkup yang lebih luas, Indonesia
menempatkan keamanan kawasan yang mengitari Indonesia sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari kepentingan pertahanan Indonesia
secara utuh. Indonesia tidak mungkin dapat tenteram di kawasan sekitar
yang kondisi keamanannya bergejolak. Kawasan sekitar yang tidak
stabil selalu mengalirkan limbah persoalan keamanan, baik langsung
maupun tidak langsung. Secara geografis, Indonesia berdampingan
dengan sejumlah negara, baik sesama anggota ASEAN maupun di luar
ASEAN. Dalam hubungan kepentingan karena posisi geografis yang
berbatasan dengan wilayah Indonesia, stabilitas keamanan di negara-
negara yang berdampingan dengan Indonesia menjadi prioritas
perhatian Indonesia.
Indonesia telah mengambil banyak manfaat dari kerja sama
pertahanan dengan negara lain. Sejak Indonesia merdeka, kerja sama
pertahanan telah banyak memberikan kontribusi bagi kepentingan
nasional, yakni dalam menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa. Kerja sama pertahanan telah
dapat mempererat hubungan Indonesia dengan banyak negara, baik
sesama kawasan maupun di luar kawasan. Kerja sama pertahanan
dalam berbagai bentuk telah mengangkat citra Indonesia di dunia
internasional, seperti yang dikembangkan melalui latihan bersama
militer, patroli bersama pengamanan Selat Malaka, pertukaran
informasi, penanganan bencana alam, dan tugas perdamaian dunia.
Indonesia menempatkan kerja sama pertahanan sebagai salah satu
media yang efektif, tidak saja untuk membangun saling percaya dengan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 62
negara lain, tetapi lebih dari itu agar hubungan antarnegara terjalin
dalam suasana yang lebih konkret melalui tindakan nyata.
1.2.11 Sasaran Strategis Pertahanan Negara
Pertahanan negara Indonesia bertujuan menjaga dan melindungi
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa
Indonesia dari segala bentuk ancaman dan gangguan, baik yang
berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Dalam mencapai
tujuan tersebut pertahanan negara Indonesia diselenggarakan dengan
Sistem Pertahanan Semesta, yang memadukan pertahanan militer dan
pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang semesta
dan mandiri. Pengelolaan pertahanan negara Indonesia secara mandiri
bertitik tolak dari sikap bangsa Indonesia yang tidak menggantungkan
diri pada negara lain. Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
pertahanan negara dalam melindungi kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa, ditetapkan lima sasaran
strategis yang saling terkait. Substansi dari kelima sasaran strategis
tersebut mencakupi sasaran di bidang penangkalan, sasaran dalam
menghadapi ancaman agresi militer, sasaran dalam mengatasi
ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer, sasaran untuk
mengatasi ancaman nirmiliter, serta sasaran dalam rangka mewujudkan
perdamaian dunia dan stabilitas regional. ―Pertahanan negara untuk
menangkal segala bentuk ancaman dan gangguan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan seluruh bangsa Indonesia”.
Kepentingan nasional Indonesia yang vital dan permanen adalah
tetap tegak dan utuhnya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Dalam mewujudkan kepentingan nasional tersebut, pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 63
negara Indonesia diselenggarakan untuk menangkal dan mencegah
segala bentuk ancaman dan gangguan, baik yang bersumber dari luar
maupun dari dalam negeri. Dalam mewujudkan komitmen bangsa
Indonesia yang anti-penjajahan dan penindasan suatu bangsa terhadap
bangsa yang lain, orientasi penyelenggaraan pertahanan negara
diarahkan untuk sebesar-besarnya mewujudkan daya tangkal bangsa
yang handal. Kondisi global yang dinamis dan penuh ketidakpastian
menuntut bangsa Indonesia untuk mengutamakan penangkalan.
Konsepsi penangkalan Indonesia dibangun dan dikembangkan dengan
Sistem Pertahanan Semesta yang memadukan pertahanan militer dan
nirmiliter sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Penerapan penangkalan Indonesia diwujudkan dalam pembangunan
kekuatan serta penampilan segenap sumber daya nasional sebagai
sosok kekuatan pertahanan negara yang solid dan dinamis serta
disegani kawan maupun lawan. ―Terselenggaranya pertahanan negara
untuk menghadapi perang dari agresi militer oleh negara asing”.
Bagi bangsa Indonesia, spektrum ancaman pertahanan negara
yang terbesar walaupun kemungkinan kecil adalah agresi berupa
penggunaan kekuatan bersenjata yang dilakukan oleh suatu negara
yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan segenap bangsa. Sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat, Indonesia tidak akan membiarkan dirinya diancam,
diintimidasi, atau diserang oleh bangsa lain. Dalam kondisi Indonesia
menghadapi tindakan agresi yang dilakukan oleh suatu negara,
kekuatan pertahanan negara akan dikerahkan untuk menyelenggarakan
peperangan yang pelaksanaannya dilakukan dengan operasi militer
perang (OMP). OMP merupakan pilihan terakhir bagi Indonesia serta
diselenggarakan untuk membela kepentingan nasional dan menjaga
Strategi Pertahanan Bawah Laut 64
serta melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan segenap bangsa. ―Terselenggaranya pertahanan negara
untuk menanggulangi ancaman militer yang mengganggu eksistensi dan
kepentingan NKRI”.
Ancaman pertahanan negara, selain yang berbentuk agresi juga
terdapat ancaman militer yang berskala terbatas sehingga
penanganannya dengan pendekatan tertentu yang berbeda dengan
pendekatan untuk melawan agresi militer suatu negara. Bentuk
ancaman militer dengan skala terbatas merupakan ancaman yang
penanganannya dengan pendekatan melalui operasi militer selain
perang (OMSP). Penyelenggaraan pertahanan negara dengan
pendekatan OMSP diarahkan kepada penanggulangan bentuk-bentuk
ancaman, seperti pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi teror
bersenjata, separatisme, pemberontakan bersenjata, dan perang
saudara. Pendekatan penanganan dengan OMSP diselenggarakan
dengan pengerahan dan kekuatan serta sumber daya nasional tertentu,
yang berbeda dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan dalam
konteks OMP. ―Terselenggaranya Pertahanan Negara dalam Menangani
Ancaman Nirmiliter yang Berimplikasi terhadap Kedaulatan Negara,
Keutuhan Wilayah NKRI, dan Keselamatan Bangsa Indonesia”.
Ancaman pertahanan negara yang membahayakan eksistensi
bangsa dan negara dapat berbentuk ancaman nirmiliter. Ancaman
nirmiliter tidak berbentuk fisik sehingga tidak dapat ditangani secara
langsung dengan menggunakan pendekatan kekuatan pertahanan yang
menggunakan kekuatan bersenjata. Ancaman nirmiliter tersebut pada
dimensi tertentu dapat berakumulasi dan mengancam kepentingan
nasional, bahkan mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan bangsa.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 65
Kepentingan nasional serta eksistensi bangsa dan negara harus
terlindungi dari ancaman nirmiliter yang berdimensi ideologi, politik,
sosial budaya, kamtibmas, dan keselamatan umum. Ancaman nirmiliter
tidak dapat dihadapi dengan penggunaan kekuatan pertahanan yang
bersifat fisik sehingga apabila tidak ditangani, akan timbul risiko besar
yang mengancam eksistensi NKRI. Berbagai upaya lintas departemen
secara terpadu terus dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran jati
diri bangsa dan semangat bela negara serta kemampuan nyata
pertahanan nilai bangsa yang didukung kondisi masyarakat indonesia
yang demokratis, partisipatif dan dinamis. Ancaman nirmiliter terkait
dengan stabilitas nasional sehingga sangat mendasar untuk
ditempatkan sebagai salah satu sasaran pertahanan negara.
―Terselenggaranya Pertahanan Negara untuk Mewujudkan Perdamaian
Dunia dan Stabilitas Regional”.
Dunia yang aman dan damai serta lingkungan regional yang stabil
merupakan kepentingan nasional Indonesia yang diperjuangkan
sepanjang waktu. Indonesia tidak dapat hidup dalam lingkungan global
dan regional yang diwarnai oleh konflik yang berkecamuk. Salah satu
tujuan pembentukan pemerintahan negara Indonesia adalah ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sejauh ini perdamaian dunia
belum dapat diwujudkan. Di sejumlah negara masih terdapat konflik dan
bentuk-ben-tuk penindasan yang harus ditangani secara bermartabat.
Indonesia akan mengembangkan kerja sama pertahanan negara
dengan negara lain sebagai wadah untuk bersama-sama dengan
negara lain mempromosikan pandangan dan langkah-langkah
pemerintah Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia dan
stabilitas regional.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 66
Gambar 7. Kegiatan Pasukan TNI AL Dalam Pasukan PBB
1.3 Benua Nusantara
Bangsa Indonesia telah menempuh perjuangan panjang untuk
mengukuhkan azaz nusantara dalam era internasional agar
mendapatkan pengakuan bangsa-bangsa terhadap wilayah yang khas
yang dimiliki Indonesia yaitu negara kepulauan agar terjamin
keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Benua nusantara berarti
pulau-pulau besar yang tersebar di wilayah Indonesia menjadi wilayah
strategis dalam pengembangan potensi geostrategi dan khususnya
pengembangan strategi maritim, dalam hal ini adalah pengembangan
strategi laut. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan letak yang strategis diantara dua benua, benua Asia dan
Australia, serta dua samudera, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Konstelasi geografis Indonesia tersebut beserta kekayaan sumber daya
alam yang dimiliki Indonesia, merupakan faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi dinamika politik,ekonomi, dan keamanan nasional
Indonesia. Letak strategis ini juga mengakibatkan Indonesia berada pada
persilangan jalur perdagangan dan pelayaran internasional, baik dari
Strategi Pertahanan Bawah Laut 67
wilayah Pasifik dan Asia Timur menuju kawasan Timur Tengah, Afrika
dan Eropa maupun sebaliknya. Dengan demikian, Indonesia menjadi
wilayah tempat transitnya berbagai macam kepentingan negara-negara
pengguna jalur perdagangan. Hal ini membawa konsekuensi logis yang
berkenaan dengan pertahanan dan keamanan negara di laut, yakni
munculnya ancaman yang berpengaruh pada konsep dan strategi
pertahanan negara, yang timbul bukan saja disebabkan oleh
konstelasigeografis Indonesia, namun juga disebabkan oleh pengaruh
globalisasi pasca Perang Dingin (Post-Cold War Era), maupun
perkembangan lingkungan strategis yang terus berkembang secara
dinamis. Terdapat berbagai definisi ancaman dalam kaitannya dengan
pertahanan maupunkeamanan negara. Dalam kajian hubungan
internasional, beberapa teori menjelaskan mengenai definisi ancaman
tersebut. Menurut Buzan dan Waever (1998), ancaman dalam kerangka
keamanan sosietal terbagi menjadi dua, ancaman horisontaldan
ancaman vertikal.
Ancaman horisontal yaitu beberapa identitas yang saling bersaing
dalam suatu kelompok sosial. Sementara, ancaman vertikal yaitu
ancaman yang mengakibatkan identitas suatu kelompok sosial melemah
pada titik terjadinya disintegrasi atau secara nyataterkekang oleh suatu
kekuatan politik . Kedua hal ini mengakibatkan terjadinya konfli horisontal
maupun vertikal. Sementara menurut Craig A. Snyder (1999), definisi
ancaman dapatdilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, strategic
studies dan security studies. Menurut strategic studies ancaman yaitu
ancaman militer yang ditujukan terhadap suatu negara, sementara
menurut kajian security studies, ancaman yaitu ancaman non militer
yang bukan saja ditujukan terhadap negara, namun juga terhadap non-
state actors maupun sub-state groups. Definisi ancaman juga dapat
Strategi Pertahanan Bawah Laut 68
dilihat dengan jelas dalam Bab I Pasal 1 ayat 22 Undang-UndangRI No.
34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di mana disebutkan
bahwa ancamanadalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri yang dinilaimengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatansegenap
bangsa. Jika dilihat dari beberapa definisi mengenai ancaman tersebut di
atas, makadapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
umum (common factors) dari ancaman.Pertama, ancaman ditujukan
terhadap negara / kelompok sosial dan kedua, ancaman
terhadapidentitas negara / kelompok tersebut (termasuk terhadap
bangsa / anggota kelompok sosial tersebut).
Spektrum ancaman yang dapat timbul dan mengancam kedaulatan,
keutuhan maupun keselamatan bangsa dan negara amat beragam.
Dengan perkembangan lingkungan strategis pasca Perang Dingin,
spektrum ancaman bergeser dari tradisional (militer) ke non
tradisional (nirmiliter) yang mengakibatkan bergesernya pula peperangan
konvensional (conventional warfare) ke peperangan inkonvensional
(unconventional warfare) dan peperangan asimetris (asymetric warfare).
Perkembangan lingkungan strategis, baik global maupun regional,
tersebut turut mempengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya
isu-isu keamanan seperti terorisme, ancaman keamanan lintas negara,
dan proliferasi senjata pemusnah massal .Berdasarkan konstelasi
geografis Indonesia, seperti yang telah disebutkan di atas, maka isu-
isukeamanan tersebut juga dapat terjadi di dan/atau lewat laut, termasuk
juga isu keamanan maritim. Beberapa ancaman yang teridentifikasi
sebagai ancaman di dan/atau lewat laut dapatdibedakan menjadi
ancaman potensial (perceived threat) seperti agresi militer asing, konflik
dengan negara tetangga berkaitan dengan sengketa perbatasan, serta
Strategi Pertahanan Bawah Laut 69
kehadiran militer asing dilaut dengan dalih untuk mengamankan armada
niaganya dan menghancurkan jaringan terorisme jika Indonesia
dianggap tidak bisa memberikan jaminan keamanan, dan ancaman
faktual (realthreat) seperti ancaman pelanggaran hukum dalam bentuk
penyelundupan, illegal fishing , bajak laut (piracy), perompakan (sea
robery), Transnational Organized Criminal (TOC), serta
ancamanterhadap sumber daya laut dan lingkungan, ancaman bahaya
navigasi hingga ancaman kekerasan berupa terorisme maritim,
separatisme, dan lain sebagainya. Dengan mempertimbangkan kondisi
geografis, perkembangan lingkungan strategis globaldan regional, serta
semakin berkembangnya ancaman yang dihadapi oleh Indonesia,
makadiperlukan suatu konsep pertahanan negara di laut yang kuat
sebagai cerminan kebijakan politik Indonesia sebagai negara kepulauan.
Konsep pertahanan negara di laut yang kuat diharapkan dapat terwujud
sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang RI nomor 3
tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Strategi Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
bersifat defensif aktif yang mengandung pengertian bahwa pertahanan
negara tidak ditujukan untuk melancarkan agresi terhadap negara lain,
namun secara aktif menangkal, mencegah dan mengatasi segala bentuk
ancaman yang ditujukan terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah
dan keselamatan bangsa. Strategi pertahanan negara disusun untuk
menghadapi segala ancaman terhadap pertahanan negara baik yang
bersifat militer maupun nonmiliter sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, “salah satu prinsip dasar penyusunan pertahanan negara
adalah memperhatikan kondisi geografi Indonesia sebagai negara
kepulauan‖.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 70
Sebagai negara kepulauan, dengan masyarakatnya yang sangat
beragam dan keberadaannya di posisi silang antara dua benua dan dua
samudera, serta kekayaan sumber daya alamnya merupakan faktor-
faktor yang sangat mempengaruhi dinamika berbagai aspek kehidupan
NKRI. Diantara aspek penting yang dipengaruhi kondisi geografi
Indonesia termasuk aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya, yang
dapat dijelaskan dengan pandangan geopolitik, geoekonomi dan
geososial budaya, serta secara keseluruhan menjelaskan geostrategi
pertahanan negara Indonesia. Dengan demikian strategi pertahanan
negara berkenaan dengan geopolitik, geoekonomi, dan geososial
budaya diarahkan kepada upaya menjaga kedaulatan politik, ekonomi
dan sosial budaya NKRI dengan memanfaatkan sebesar-besarnya
kondisi geografi Indonesia. Dalam bidang maritim, strategi pertahanan
yang diterapkan adalah Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN)
yang pada hakekatnya merupakan strategi pertahanan negara yang
dilaksanakan di laut. Penyelenggaraan SPLN dilaksanakan melalui
kampanye militer melalui operasi gabungan yang saling terkait, operasi
matra dan operasi bantuan dengan dukungan kekuatan nasional. SPLN
ditata berdasarkan konsep strategi pertahanan nusantara dengan
mengacu kepada perkembangan lingkungan strategi dan kemampuan
sumber daya nasional yang tersedia, diselenggarakan untuk
menghadapi berbagai situasi dan kondisi baik dimasa damai maupun
dimasa perang dengan mengerahkan kekuatan nasional. Untuk
mewujudkan sasaran tersebut dirumuskan strategi pertahanan laut
nusantara, yang meliputi:
Pertama, Strategi Penangkalan, diarahkan untuk mencegah niat dari
pihak-pihak yang akan mengganggu kedaulatan negara dan keutuhan
wilayah NKRI, serta yang akan merugikan kepentingan nasional melalui
Strategi Pertahanan Bawah Laut 71
diplomasi Angkatan Laut, kehadiran dilaut terutama dikawasan-kawasan
perbatasan yang berpotensi menjadi sumber konflik dimasa mendatang,
serta membangun kemampuan dan kekuatan TNI Angkatan Laut.
Kedua, Strategi Pertahanan Berlapis, diarahkan untuk meniadakan
dan menghancurkan ancaman dari luar melalui gelar kekuatan gabungan
laut dan udara di medan pertahanan penyanggah (lapis 1), medan
pertahanan utama (lapis 2) dan daerah perlawanan (lapis 3), dengan
melibatkan kekuatan TNI AL bersama-sama seluruh komponen maritim
dan didukung oleh kekuatan TNI AU. Strategi pertahanan berlapis
diterapkan pada masa perang dalam bentuk operasi tempur laut yang
mempunyai sifat pertahanan ke depan dengan tetap memperhatikan
konsep pergeseran medan juang.
Ketiga, Strategi Pengendalian Laut, diarahkan untuk menjamin
penggunaan laut bagi kekuatan sendiri dan mencegah pengunaan laut
oleh lawan, memutus garis perhubungan laut lawan serta mencegah
meniadakan berbagai ancaman aspek laut dari dalam negeri melalui
gelar kekuatan dalam bentuk operasi laut sehari-hari dan operasi siaga
tempur laut dengan didukung oleh kekuatan TNI Angkatan Udara
diperairan rawan selektif. Pertahanan nusantara bersifat dualistik
komprehensif yaitu mawas ke luar dan mawas ke dalam. Mawas ke luar,
dimaksudkan bahwa pertahanan nusantara menganut konsep
pertahanan ke depan agar tidak memberi peluang bagi musuh untuk
memasuki wilayah yurisdiksi nasional. Sedangkan mawas ke dalam,
mengandung makna bahwa pertahanan nusantara mampu
menanggulangi setiap bentuk ancaman dari dalam negeri yang telah
menyatu dengan ancaman dari luar negeri.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 72
1.4 Medan Perang Laut Dan Tugas Angkatan Laut
Sistem pertahanan negara Indonesia disusun berdasarkan konsep
geostrategi sebagainegara kepulauan. Hal ini tercantum dalam Undang-
Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, bahwa
pertahanan negara disusun dengan mempertimbangkan kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Konsep pertahanan
negara sendiri disusun dengan mengedepankan konsep pertahanan
berlapis, yaitu konsep pertahanan yang bertumpu pada keterpaduan
antara lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter. Konsep
pertahanan negara yang bersifat pertahananan berlapis memiliki tujuan
untuk penangkalan, mengatasi dan menanggulangi ancaman militer
atau nirmiliter dan untuk tujuan menghadapi perang berlarut.
Fungsi penangkalan merupakan strategi yang dilaksanakan pada
masa damai, dan merupakan integrasi usaha pertahanan, yang
mencakup instrumen politik, ekonomi, psikologi,teknologi dan militer. Di
dalam buku Strategi Pertahanan Negara (Kementerian Pertahanan RI,
2007) disebutkan bahwa pada konsep penangkalan terdapat dua
macam strategi penangkalan, yaitu penangkalan dengan cara
penolakan dan penangkalan dengan cara pembalasan. Konsekuensi
dari pelaksanaan strategi penangkalan dengan cara penolakan ini
adalah pembangunan sistem pertahanan yang moderen berbasis alat
utama sistem senjata (alutsista) yang canggih dan andal serta mampu
memiliki daya penggetar (deterrence effect) yang kuat. Sementara
penangkalan dengan cara pembalasan dilaksanakan jika suatu negara
tidak memiliki sistem pertahanan militer berbasis alutsista ideal dan
dilaksanakan dengan cara peperangan yang berlarut menggunakan
strategi gerilya. Dengan berbagai pertimbangan, maka strategi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 73
penangkalan Indonesia merupakan gabungan dari penangkalan dengan
cara penolakan dan dengan cara pembalasan berupa pertahanan
melingkar multilapis dengan pusat kekuatan dukungan rakyat atas peran
TNI sebagai kekuatan utama.
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), sebagai
bagian dari TNI, memiliki peran, tugas dan fungsi sebagai penangkal
terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata
dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa (Bab IV pasal 6 ayat (1) UU RI nomor 34
tahun 2004 tentang TNI). Dalam pelaksanaan peran, tugas dan fungsi
yang telah diamanatkan oleh undang-undang tersebut, TNI AL
memilikidoktrin yang dikenal sebagai doktrin Eka Sasana Jaya yang
merupakan turunan dari doktrin TNI yaitu TRIDEK (Tri Dharma Eka
Karma). Di dalam doktrin tersebut tercantum konsep pertahanan negara
di laut yang meliputi segala upaya pertahanan yang bersifat semesta
denganmengikut sertakan seluruh warga negara dalam usaha
pertahanan negara di dan atau lewat laut Strategi yang dilaksanakan
untuk mendukung pertahanan negara di laut sendiri dijabarkan
dalamsuatu konsep.
Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) yang merupakan
bagian integral dari Strategi Pertahanan Nusantara. Prinsip SPLN ditata
di atas tiga pilar yang saling terkait, yaitusistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta, pertahanan mendalam (defence-in-depth)
dan penangkalan .Strategi Pertahanan Laut Nusantara merupakan
doktrin perang laut TNI AL yang dipakaisebagai pedoman dalam
melaksanakan tugas dan fungsi TNI AL sebagai bagian dari komponen
utama pertahanan negara. Sasaran yang ingin dicapai oleh SPLN
adalah tercegahnya niat dari pihak-pihak yang akan mengganggu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 74
kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI, tertanggulanginya
setiap bentuk ancaman aspek laut serta berbagai bentuk gangguan
keamanandalam negeri dan pemberontakan bersenjata di wilayah NKRI,
hingga terciptanya kondisi laut yurisdiksi nasional yang terkendali
(termasuk ketiga alur laut kepulauan). Untuk mewujudkanketiga sasaran
tersebut, diterapkan strategi pertahanan laut nusantara, yaitu :
a. Strategi Penangkalan (Deterrence Strategy). Dilaksanakan melalui
diplomasi angkatan laut, kehadiran di laut, serta pembangunan
kekuatan dan kemampuan TNI AL.
b. Strategi Pertahanan Berlapis ( Layer Defence Strategy).
Dilaksanakan pada masa perang dengan mengedepankan pola
operasi tempur laut gabungan matra laut dan udara dengan
mengerahkan seluruh kekuatan komponen maritim.
c. Strategi Pengendalian Laut (Sea Control Strategy). Dilaksanakan
untuk menjamin penggunaan laut bagi kekuatan sendiri,
mencegah penggunaan laut oleh lawan sertameniadakan seluruh
ancaman aspek laut dari dalam negeri dengan pola Operasi
Lautsehari-hari.
Penyelenggaraan strategi penangkalan melalui diplomasi
angkatan laut (naval diplomacy) dilaksanakan dengan menggunakan
pola operasi muhibah ke negara-negara lain,contohnya operasi Kartika
Jala Krida (KJK) kadet Akademi TNI AL menggunakan KRI Dewaruci
maupun Port Visit KRI dalam rangka pelaksanaan latihan bersama
dengan negarasahabat, serta menggunakan pola operasi perdamaian
dunia (peace keeping operation), contohnya pengerahan KRI
Diponegoro-365 dan KRI Frans Kaiseipo-368 yang tergabung dalam
Maritime Task Force UNIFIL dalam rangka misi perdamaian PBB di
Lebanon. Sementarastrategi penangkalan melalui kehadiran di laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 75
diselenggarakan dengan menggunakan polaoperasi kehadiran di laut
(naval presence) melalui pameran bendera atau unjuk kekuatan (show
of force). Penggunaan strategi pengendalian laut juga digunakan dalam
rangka pelaksanaan fungsi penangkalan dalam konsep pertahanan
negara.
Penyelenggaraan strategi pengendalian laut dilaksanakan dengan
pola operasi Siaga Tempur Laut, yang dilaksanakan pada wilayah
yangmemiliki potensi konflik atau disebut juga perairan rawan selektif
seperti perairan Ambalat. Polaoperasi lainnya dalam strategi ini yaitu
operasi laut sehari-hari dalam bentuk operasi keamanan laut dan
operasi bantuan, seperti operasi tanggap bencana tsunami di Aceh dan
Mentawai. Dalam Peraturan Kasal mengenai kebijakan dasar
pembangunan kekuatan TNI AL menuju kekuatan pokok
minimum (minimum essential force) tahun 2009 disebutkan pula bahwa
operasi pemutusan garis perhubungan lawan adalah termasuk salah
satu pola operasi dalam rangka pelaksanaan strategi pengendalian
laut . Namun pola operasi ini dilaksanakan pada masa perang dan
bukan pada masa damai.
Laut selain berfungsi sebagai media transportasi dan media
pemersatu, juga berfungsi sebagai media perang laut. Medan perang di
laut sangat spesifik disebabkan sifat-sifat alamnya yang khas. Dalam
perang dunia I, dikenal pertempuran di kepulauan Falkland tanggal 8
desember 1914 dimana armada perang jerman yang terdiri antara lain
terdiri atas kapal penempur (battle ship) scharnhorst dan gneisenau
diburu oleh armada inggris sejak dari samudera pasifik sampai ke ujung
selatan Amerika selatan dan akhirnya berhasil ditengelamkan di sekitar
kepulauan Falkland.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 76
Perang dilaut memang tidak mengenal batas-batas wilayah, pihak-
pihak yang berperang. Perang dilaut tidak mengenal adanya daerah
pertempuran (battle fronts), atau garis pertempuran (fronts lines) yang
memisahkan antara pihak yang menyerang dengan pihak yang
bertahan.
Penggunaan kekuatan laut untuk tujuan politik di masa perang
dingin misalnya, telah mengembangkan sebuah teori baru yang bertolak
dari tradisi penghadiran kekuatan di laut yang disebut dengan teori suasi
(the theory of suasion). Teori ini menjelaskan tentang bagaimana
menghadirkan kekuatan di laut dalam moda-moda tertentu sehingga
memudahkan evaluasinya. Teori suasi dalam penggunaan kapal perang
di masa damai untuk tujuan-tujuan politik. Yang dimaksud moda dalam
teori ini adalah yang bersifat laten dan yang bersifat aktif. Keduanya
dijalankan untuk mendapatkan sikap politik tertentu dari negara sasaran.
Penggunaan kapal perang di masa-masa yang akan datang akan
semakin penting.
Gambar 8. Peta Wilayah NKRI (Sumber: Buku Putih Pertahanan Indonesia)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 77
1.5 Pertahanan Laut
Pertempuran di laut (battle at sea) ebagai
unsur kegiatan yang menentukan dalam perang di
laut (war at sea) pada umumnya berlangsung
sangat singkat dalam hitungan menit. Contohnya
pertempuran di midway yang merupakan titik balik
dalam perang dunia II, kontak senjata (pesawat
terbang) yang menentukan hanya berlangsung
lima menit meskipun melibatkan 6 kapal induk
dan 80 kapal pendamping di pihak jepang dan 3
kapal induk dan 25 kapal pendamping di pihak
Amerika. sudah selaykanya Indonesia membuat
sistem pertahanan laut berbasikan ancaman
nyata, baik secara militer maupun non-militer
guna menangkal setiap bentuk resistensi
terhadap pertahanan negara.
Gambar 9. Armada Laut KRI
Perkembangan geopolitik dan
geostrategi pada tataran global,
regional maupun nasional dewasa ini
menimbulkan tantangan terhadap
pertahanan negara yang semakin
dinamis dan kompleks
Strategi Pertahanan Bawah Laut 78
Penyiapan armada di laut menjadi poin penting agar responsif
terhadap serangan musuh. Pengintegrasian berbagai sistem ini harus
disatukan dalam integrasi strategi pertahanan laut Indonesia. Spektrum
ancaman di dan/atau lewat laut pada masa kini amatlah beragam.
Perkembangan lingkungan strategis baik di tingkat global maupun
regional (Asia Tenggara) elah membawa perubahan pada spektrum
ancaman yang bergeser dari tradisional menjadi non-tradisional. Pada
bagian pertama tulisan ini disebutkan bahwa ancaman di laut terbagi
menjadiancaman potensial (perceived threat ) dan ancaman faktual (real
threat ). Invasi militer, konflik bersenjata dengan negara
tetangga berkaitan dengan sengketa perbatasan, serta
kehadiran militerasing di perairan yurisdiksi nasional dengan dalih
memberantas terorisme dan melindungikepentingannya di laut bila
Indonesia tidak bisa memberikan jaminan keamanan
merupakanancaman yang potensial terjadi. Pertimbangan logisnya
adalah letak geografis Indonesia yang berada di persilangan jalur
perdagangan dan pelayaran internasional. Sementara ancaman faktual
yang timbul di laut berupa terorisme, transnational crimes, ancaman dari
dalam negeri yang dikelompokan dalam kategori kriminalitas, kerusuhan
masyarakat, separatisme bersenjata,
dan pemberontakan bersenjata untuk mengganti ideologi negara, serta
ancaman keamanan laut, seperti pencurian ikan, perompakan,
pembajakan, dan lain sebagainya.
Keamanan dari kedaulatan wilayah merupakan salah satu
kepentingan nasional yang selalu dikejar oleh negara. Setiap negara di
dunia ini memerlukan kondisi aman untuk menjalani kehidupan
bernegara serta guna memperolehnya maka sistem pertahanan akan
selalu dibutuhkan. Demikian pula Indonesia dengan sistem pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 79
yang dimilikinya pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan kondisi
aman bagi kepentingan dan kedaulatan nasional, menyangkut wilayah,
penduduk, sumber daya alam dan lain-lain.
Dalam studi Ilmu Hubungan Internasional, aspek keamanan akan
selalu berbenturan dengan kat ancaman. Adapun definisi dari ancaman
itu sendiri ialah satu hal terkait yang dapat menciptakan kondisi atau
situasi yang membahayakan eksistensi satu negara/bangsa dan
menggoyahkan kesejahteraan hidup negara/bangsa. Ancaman bagi
negara dapat datang baik dari luar negara maupun dari dalam.Indonesia
sebagai negara yang telah merdeka selama 70 tahun masih mengalami
berbagai macam permasalahan keamanan. Permasalahan keamanan
menjadi lumrah karena bentuk ancaman juga terus mengalami
perkembangan. Hal yang kemudian menjadi penting adalah bagaimana
kebijakan pertahanan dari satu negara dalam melihat dan merespon
bentuk potensi ancaman yang sedang berkembang dan atau yang akan
dihadapi di masa mendatang.
Sebagai negara yang wilayah kedaulatannya didominasi oleh
lautan, Indonesia memiliki sistem pertahanan maritim. TNI Angkatan
Laut merupakan alat pertahanan utama Indonesia dalam bidang
keamanan maritim. Namun hingga sekarang, stabilitas keamanan
wilayah kedaulatan maritim Indonesia masih lemah. Hal ini menjadi
sebuah anomali tersendiri jika dilihat bahwa rezim Orde Baru yang lebih
mengutamakan kebijakan pertahanan pada bidang keamanan dalam
negeri telah berakhir. Selain itu fenomena globalisasi yang berkembang
sejak tahun 1990 telah mengubah bentuk ancaman bagi negara menjadi
berbagai macam, tidak terkecuali di bidang maritim. Adapun Indikasi dari
instabilitas keamanan maritim ialah banyaknya peristiwa pelanggaran
kedaulatan wilayah laut Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 80
Contoh-contoh kegiatan yang dewasa ini marak terjadi terkait
pelanggaran kedaulatan maritim antara lain,
a) Penangkapan ikan secara ilegal,
b) Klaim negara lain atas kedaulatan wilayah Indonesia,
c) Masuknya militer asing ke wilayah Indonesia secara ilegal,
d) Penyelundupan, baik manusia narkotika, dan SDA,
e) Kejahatan lain seperti aksi terorisme, bajak laut, dan
sebagainya.
Dengan demikian, dapat ditentukan dan dibentuk tentang
kebijakan pertahanan maritim Indonesia yang tertuang dalam Strategi
Pertahanan Laut guna mengembangkan strategi pertahanan maritim,
yaitu membentuk kebijakan-kebijakan dalam hal pembangunan maritim,
pemberdayaan maritim, dan pengerahan segenap potensi terhadap
ancaman maritim.
Sumber: Paparan Dirjen Strahan, 28 Mei 2019 dalam FGD Prodi Keamanan
Maritim Unhan TA. 2019
Strategi Pertahanan Bawah Laut 81
Sehingga kemampuan yang harus dipersiapkan adalah:
A. Sea Control
B. Sea Denial
C. Force Projection
D. Forward Presence
E. Maritime Security
F. Maritime Diplomacy
Sumber: Paparan Dirjen Strahan, 28 Mei 2019 dalam FGD Prodi Keamanan
Maritim TA. 2019
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan strategi
pertahanan laut Indonesia:
1. Pendekatan Corong Strategis: Berdasarkan Konstelasi Geografi
Indonesia, Area Perairan Corong, Strategis Lebih Sempit
Dibanding Perairan Kepulauan dan Mengandung Kepastian bahwa
Ancaman Akan Lewat Corong Strategis.
2. Pengendalian Akses Maritim: Akses Maritim Yang
Menghubungkan Antara Zeei Dengan, dan Perairan Kepulauan.
3. Pengendalian Jalur Pantai: Indonesia Tidak Bisa Menutup Jalur
Kepulauan, Walaupun Dalam, dan Kondisi Perang.
4. Pemanfaatan Pulau-Pulau: Pemanfaatan Pulau-Pulau Untuk
Kebutuhan Taktis Dan Strategis, dan Berdasarkan Geografis.
5. Antisipasi Keamanan Alki: Sebagai Jalur Strategis, Kaena
Digunakan Sebagai Jalur Lalu Lintas perdagangan dunia.
Dalam perpektif lain, jika ditinjau secara geografis, Indonesia
merupakan negara yang memiliki cakupan wilayah laut yang lebih luas
daripada daratannya. Oleh karenanya, kepentingan atas laut merupakan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 82
sebuah kepentingan nasional yang harus lebih diperhatikan. Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia dengan 2/3 wilayahnya merupakan
laut, sudah barang tentu laut memiliki arti penting bagi Indonesia.
.Adapun klaim dari negara lain terhadap wilayah kedaulatan Indonesia
ialah apa yang dilakukan oleh Malaysia terhadap perairan Ambalat.
Malaysia mengklaim wilayah zona perairan Ambalat merupakan
bagian dari kedaulatannya sehingga negeri jiran tersebut sering
melakukan gerakan angkatan laut di wilayah perairan Ambalat yang
sebenarnya masih masuk dalam kedaulatan Indonesia. Satu contoh
peristiwa lain, kekalahan Indonesia dalam persengketaan terkait konsesi
wilayah pulau Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia merupakan salah
satu cerminan negara kita kurang mampu menjamin secara nyata
keutuhan kedaulatan wilayahnya baik dalam upaya preventif maupun
defensif. Peristiwa tersebut tentu saja tidak boleh terulang kembali
karena kedaulatan Indonesia merupakan sebuah harga mati untuk
dibela dan juga dipertahankan. Ketegangan lain yang berhubungan
dengan bidang maritim antara Indonesia dengan negara lain ialah terkait
sikap agresif Australia. Pada pertengahan Januari 2014, terungkap
bahwa kapal-kapal Angkatan Laut Australia telah melanggar kedaulatan
Republik Indonesia dengan memasuki teritori maritim tanpa izin pada
beberapa kesempatan dalam operasi perlindungan perbatasannya.
Fakta lain yang perlu dilihat pula bahwa secara geostrategis,
wilayah Indonesia merupakan jalur strategis yang menghubungkan
Samudra Pasifik dengan Samudera Hindia. Selain itu, zona maritim
Indonesia juga berbatasan dengan negara-negara seperti Australia,
Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Timor Leste, India,
Palau dan Papua Nugini. Dengan letak dan posisi geografis Indonesia
yang sangat kompleks dan berbatasan sejumlah negara tersebut,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 83
potensi pelanggaran kedaulatan negara, khususnya di sektor maritim
akan semakin besar karena laut lndonesia berbatasan langsung dengan
tujuh dari negara di atas. Oleh karenanya, Indonesia seharusnya
mampu untuk menciptakan kapabilitas militernya demi terjamin
keamanan atas kedaulatan negara, khususnya di bidang maritim agar
kepentingan nasional terjaga.
Sejauh ini memang dalam beberapa kasus, militer Indonesia,
dalam hal ini TNI Angkatan Laut mampu menangkap dan mengusir
aktor-aktor yang melanggar kedaulatannya, namun hal tersebut belum
cukup. Negara seharusnya memiliki kekuatan militer yang mengandung
daya tangkal efektif (deterrence) dan berfungsi pula guna menunjang
upaya preventif agar pelanggaran-pelanggaran kedaulatan negara tidak
lagi terjadi. Guna mencapai derajat kekuatan yang memiliki daya tangkal
yang efektif, peran dari kebijakan pertahanan menjadi sangat krusial dan
hal tersebut seharusnya selaras dengan dijalankannya perubahan
dalam tugas dan fungsi TNI.
Hal pertama yang perlu dianalisa dalam penerapan konsep
pertahanan negara di laut dengan pendekatan analisa ancaman
potensial. Strategi penangkalan (deterrence strategy) berupa naval
diplomacy, naval presence dan pembangunan kemampuan dan
kekuatan angkatan lautmemiliki tujuan agar dapat mencegah niat pihak
lain mengganggu kedaulatan, keutuhan wilayahdan keselamatan
bangsa. Menurut Ken Booth (1979), frase naval diplomacy mengandung
pengertian penggunaan kekuatan laut (warships) untuk mendukung
kebijakan luar negeri pemerintah. Peran diplomasi dikenal juga dengan
unjuk kekuatan angkatan laut dirancanguntuk mempengaruhi
kepemimpinan negara atau beberapa negara dalam keadaan damai
atau pada situasi yang bermusuhan . Dengan kata lain, peran diplomasi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 84
dilaksanakan untukmemenangkan perang tanpa bertempur sama sekali
sama seperti yang diajarkan oleh Sun Tzu. Namun, kekuatan laut,
atau dalam hal ini kapal perang, haruslah memiliki kesiapan tempur
yang prima, mudah dikendalikan, mobilitas tinggi, mampu
memproyeksikan kekuatan ke darat, mampu menampilkan sosok
Angkatan Laut yang kuat dan berwibawa sebagai simbol dari kekuatan,
dan memiliki daya tahan operasi yang tinggi . Dengan demikian terdapat
keterkaitanantara pola operasi naval diplomacy dengan pengembangan
kekuatan angkatan laut. Walaupun pada masa sekarang ini penggunaan
traditional power (hard power ) untukmengkontrol lingkungannya,
seperti yang dilakukan oleh negara great powers , mulai
berkurangsebagai akibat perubahan politik dunia (Nye, 1990), namun
strategi naval diplomacy masihdianggap memiliki dampak dalam
pelaksanaan konsep strategi penangkalan sebagai salah satucara
penerapan dari soft power. Contoh yang paling menarik dari naval
diplomacy adalah pelaksanaan gunboat diplomacy yang dilakukan oleh
kapal perang angkatan laut Iran terhadaptim boarding party Royal Navy
pada Maret 2007 .Gunboat diplomacy sendiri menurut Perry(2009, h. 1)
adalah pelaksanaan naval diplomacy yang memaksa (coercive),
biasanyadilaksanakan oleh kekuatan superior terhadap kekuatan
inferior. Akan tetapi gunboat diplomacy dapat dilaksanakan oleh bangsa
maritim yang lemah terhadap musuh yang lebih kuat
denganmenerapkan kekuatan superior secara lokal (applying superior
force locally) seperti kasus penangkapan tim boarding party Royal Navy
oleh Iran di Teluk Arab. Penangkapan inidigambarkan sebagai
propaganda yang menyentak negara-negara berkembang dengan
pesan bahwa Iran adalah korban dari imperialisme kepada
khalayak luas yang sedang dilanda frustasi sebagai dampak dari
Strategi Pertahanan Bawah Laut 85
Perang Irak II. Angkatan Laut Iran melaksanakan operasi ini dalam
rangka gunboat diplomacy terhadap manuver Angkatan Laut Amerika
Serikat (AS) yang sedangmelaksanakan latihan di wilayah yang sama
dengan mengerahkan dua gugus tempur kapalinduknya. Iran
menunjukan bahwa mereka bukan kekuatan yang lemah di hadapan
kekuatanmiliter yang besar. Sementara kehadiran di laut (naval
presence) juga menuntut kesiapan kapal perang dalammelaksanakan
penangkalan di wilayah yang memiliki potensi kerawanan terjadi
konflik.Kehadiran unsur-unsur KRI dari berbagai tipe di perairan
Ambalat, yang merupakan wilayahrawan konflik akibat sengketa
perbatasan dengan Malaysia, terbukti memiliki efek penangkalyang
tinggi. Tujuannya untuk mencegah lawan menggunakan laut untuk
keuntungannya sendiri (sea denial).
Menurut Mahan (1890), kekuatan laut yang unggul adalah terletak
padakemampuannya mengontrol alur pelayaran (sea lanes). Kehadiran
unsur KRI di alur-alur pelayaran kita untuk melaksanakan sea control
yang membawa dampak psikologis terhadap pihak-pihak yang berniat
mengganggu kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan bangsa dan
negara. Hal kedua yang perlu dianalisis dalam penerapan konsep
pertahanan negara di laut dengan pendekatan analisa ancaman faktual.
Strategi yang digunakan dalam rangka menangkalspektrum ancaman
faktual adalah Strategi Pengendalian Laut (Sea Control Strategy).
Ancaman faktual berupa ancaman terorisme, ancaman dalam negeri
berupa kriminalitas, kerusuhan, dan pemberontakan bersenjata, serta
ancaman keamanan laut. Strategi ini diimplementasikan dengan cara
pola operasi Siaga Tempur Laut dan Operasi Laut sehari-hari.
Penggunaan kekuatan untuk pelaksanaan strategi ini adalah
dengan mengerahkan seluruh komponen Sistem Senjata Armada
Strategi Pertahanan Bawah Laut 86
Terpadu (SSAT) yang dimiliki oleh TNI AL dengan perbantuan
kekuatan TNI AU. Penggunaan kekuatan gabungan
dalam operasi laut pada hakikatnya sesuai dengan teori Corbett (1911)
dalam bukunya ―Some Principles of Maritime Strategy‖, yang
menyatakan bahwa perang pada dasarnya tidak ditentukan oleh
kekuatan laut. Perang dimenangkan di darat. Oleh karenanya dalam
strategi maritim perlu ditekankan pada penggunaan kekuatan
gabungan angkatan laut dan angkatan darat dalam kaitannya
dengan proyeksi kekuatan ke darat. Dengan memasukan TNI AU
ke dalam pemikiran Corbett di atastetap terlihat bahwa teorinya masih
berlaku pada masa sekarang. Misalnya, operasiKohanudnas dan
operasi Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) di mana TNI AU merupakan
bagiandalam patroli udara bernama Eyes in the Sky (EiS).
Demikian pula Mahan menekankan penguasaan laut atas Sea
Lanes of Communications (SLOC) dan Sea Lanes of Trade (SLOT).
Keamanan maritim bertujuan untuk mewujudkan stabilitas keamanan di
laut dalam rangka menjamin integritas wilayah maupun kepentingan
nasional di dan atau lewat laut , sehingga penguasaan atas SLOC dan
SLOT untuk menjamin terwujudnya penegakkan hukum dan kedaulatan
di wilayah perairan yurisdiksi nasional amat penting. Sebagai contoh,
pelaksanaan operasi Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) yang
dimulaisejak tahun 2004 ditambah operasi keamanan laut (kamla)
sehari-hari yang diselenggarakan oleh Komando Armada RI Kawasan
Barat (Koarmabar) telah berhasil menekan angka perompakan di Selat
Malaka dari 15 kasus pada tahun 2005 hingga menjadi satu kasus saja
pada tahun 2011. Namun demikian konsep dan strategi
pertahanan negara di laut juga memiliki kelemahan atas
implementasinya. Teori Mahan menuntut penguasaan atas laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 87
menggunakan kekuatan yangsuperior, gabungan kekuatan maritim
(commerce) dengan angkatan laut dan pangkalan disepanjang SLOC.
Kekuatan TNI AL sendiri diproyeksikan baru mencapai kekuatan pada
tataran green water navy pada tahun 2024. Sementara postur Kekuatan
Pokok Minimum (Minimum Essential Force) masih berlangsung
pengembangannya hingga 2015. Mahan dan Corbett menyarankan
pentingnya peran pangkalan dalam penguasaan dan pengendalian laut.
Kondisi pangkalan TNI AL di sepanjang ALKI belum sepenuhnya
mampu mendukung pelaksanaanoperasi laut dalam konsep
pertahanan negara di laut. Demikian pula pemanfaatan dan
pelibatansemua komponen maritim dalam konsep pertahanan negara di
laut masih belum maksimal.Indikasi dari hal ini dapat dilihat dari belum
dilibatkannya stakeholder-stakeholder di laut dalamoperasi Siaga Purla
maupun operasi keamanan laut sehari-hari lainnya.
Strategi pertahanan laut, dan konsep terkait strategi maritim,
berkaitan dengan strategi keseluruhan untuk mencapai kemenangan di
laut, termasuk perencanaan dan pelaksanaan kampanye, gerakan dan
disposisi dari angkatan laut dengan mencari keuntungan dari
pertempuran di suatu tempat nyaman, dan penipuan dari musuh. Taktik
angkatan laut berkaitan dengan pelaksanaan rencana dan manuver
armada laut dalam pertempuran. Sebuah kekuatan angkatan laut
merupakan komando laut yang kuat sehingga musuh tidak dapat
menyerang secara langsung. Laut juga disebut kontrol, dominasi ini
mungkin berlaku untuk perairan sekitarnya (yaitu pesisir) atau dapat
memperpanjang jauh ke lautan, yang berarti negara memiliki angkatan
laut setara superioritas udara. Dengan komando laut, sebuah negara
(atau aliansi) dapat memastikan bahwa kapal militer dan kapal dagang
bisa bergerak leluasa, sementara para pesaingnya, baik dipaksa untuk
Strategi Pertahanan Bawah Laut 88
tinggal di pelabuhan atau mencoba untuk menghindar wilayah
kekuasaan. Yang paling terkenal, Angkatan Laut Kerajaan Inggris
memegang komando laut selama periode panjang dari abad ke-18
sampai awal abad ke-20, memungkinkan Inggris dan sekutu-sekutunya
untuk melakukan perdagangan dan untuk memindahkan pasukan serta
persediaan (logistik) dengan mudah pada masa perang, sementara
musuh-musuhnya tidak dapat melakukannya. Sebagai contoh, Inggris
mampu memblokade Prancis selama Perang Napoleon, Amerika
Serikat selama Perang tahun 1812, dan Jerman selama Perang Dunia
I. Beberapa angkatan laut dapat beroperasi sebagai angkatan laut, tapi
banyak Negara-negara yang mengkonversi angkatan laut dari ―Green
water‖ ke ―Blue water‖ dan ini akan meningkatkan penggunaan militer
Zona Ekonomi Eksklusif asing [zona pesisir sampai 200 mil laut (370
km)] dengan kemungkinan reaksi untuk rezim ZE.
Angkatan Laut di Negara Indonesia ini merupakan bagian dari
kesatuan tentara nasional Indonesia atau yang kita kenal dengan nama
TNI-AL. merupakan bagian dari kesatuan tentara nasional Indonesia
yang dibentuk pada tahun 1945 setelah Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Angkatn laut saat ini tersebar di seluruh wilayah
perairan Indonesi, dengan berbaga kesatuan, dan terrbagi menjadi dua
wilayah, yaitu Barat dan juga Timur. Angkatan laut di Indonesia sendiri
memiliki tugas yang sangat special. Hal ini disebabkan karena Indonesia
yang merupakan Negara kepulauan yang besar, sehingga memiliki
banyak sekali wilayah-wilayah perairan, yang tentu saja harus dijaga.
Maka dari itu, disinilah peran angkatn laut sangat penting.
Berikut ini adalah beberapa tugas dan fungsi angkatan laut di
wilayah Indonesia :
Strategi Pertahanan Bawah Laut 89
1. Menegakkan Hukum Dan Menjaga Keamanan Wilayah Laut
Yurisdiksi Nasional
Tugas pertama dari angkatan laut menurut undang-undang adalah
menegakkan hukum dan juga menjaga keamanan dari wilayah laut
yurisdiksi nasional. Seperti kita ketahui, Indonesia merupakan salah
satu Negara kepulauan terbesar di dunia. Hal ini tentu saja secara
geografis menyebabkan Indonesia menjadi Negara yang memiliki
banyak sekali wilayah perairan dan juga wilayah kelautan. Maka
dari itu, dibutuhkanlah sebuah pasukan yang mampu untuk
menegakkan hukum dan menjaga keamanan seluruh wilayah laut
tersebut, yaitu TNI angkatan laut, yang merupakan bagian dari
tentara nasional Indonesia.
2. Melaksanakan Tugas Diplomasi Angkatan Laut
Selain membantu menjaga ketahanan dan juga keamanan, serta
menegakkan hukum di wilayah laut, angkatan laut sendiri juga
memiliki peran dan juga tugas yang juga penting sebagai diplomat,
dan pembicara angkatan laut. Hal ini dilaksanakan ketika terdapat
beberapa kebijakan baik nasional maupun internasional yang
memiliki kaitan dengan diplomasi angkatan laut.
3. Melaksanakan Pemberdayaan Wilayah Pertahan Laut
Pemberdayaan wilayah laut juga merupakan salah satu tugas dan
juga fungsi penting dari angkatan laut Republik Indonesia.
Pemberdayaan wilayah pertahanan laut disini adalah sebuah
kondisi dimana setiap titik-titik rawan yang terdapat pada wilayah
laut Indonesia tetap dijaga dan juga dipertahankan, agar nantinya
tidak muncul konflik yang terjadi akibat wilayah pertahan laut yang
baik sengaja ataupun tidak senagat ditembus oleh Negara lain.
dengan begitu, hal ini akan tetap menjaga kedaulatan Negara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 90
Republik Indonesia, terutama dari sis kemaritiman dan juga
kelautan.
4. Menjaga Keamanan Dan Kestabilan Wilayah Kemaritiman
Indonesia
Tugas berikutnya yang dimilki oleh angkatan laut adalah tugas
menjaga keamanan dan juga kestabilan dari wilayah kemaritiman
Indonesia. Wilayah kemaritiman yang dimaksud pada poin ini
adalah wilayah-wilayah laut yang merupakan bagian dari seluruh
wilayah Negara kesatuan republic Indonesia. Jadi, dalam hal ini,
angakatan laut memiliki tugas yang sangat penting untuk menjaga
keamanan dan juga kestabilan pada wilayah tersebut.
5. Begerak Cepat Untuk Menjaga NKRI Dari Serangan Dari Laut
Saat ini, perang bisa berasal dari wilayah mana saja, baik dari
darat, udara, dan jugalautan. Maka dari itu, dibutuhkanlah angkatan
laut yang selalu sigap dan juga siap untuk bergerak cepat dalam
melakukan penjagaan dan juga langsung mempertahankan wilayah
NKRI dari serangan musuh yang dimulai dari laut. Ketika terdapat
tanda-tanda mencurigakan yang kemungkinan dapat mengganggu
kedaulatan Negara, maka angkatan laut harus dengan sigap dan
juga cepat melakukan pengamanan dan menjaga keutuhan, agar
tdak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
6. Membantu Pihak-Pihak Terkait
Sebagai salah satu Negara yang memiliki banyak sekali wilayah
perairan dan juga wilayah laut, maka dari itu segala bentuk insiden
dan juga kecelakaan yang terjadi di bagian perairan dan laut pun
bisa saja sering terjadi. Beberapa contoh yang mungkin pernah
terjadi adalah peristiwa terjatuhnya pesawat di perairan, dan juga
tenggelamnya kapal. Pada saat-saat seperti ini, angkatan laut pun
Strategi Pertahanan Bawah Laut 91
sudah harus sigap dan juga siap dalam membantu pihak-pihak
terkait dalam membantu melakukan proses evakuasi dan
penyelamatan. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah pihak SAR,
dan juga pihak-pihak kepolisian air.
7. Melakukan Penguatan Atau Reinforcement Pada Armada Laut
Indonesia
Tugas penting lainnya dari angkatan laut adalah melakukan
penguatan dan juga reinforcement pada armada laut Indonesia. Hal
ini dilakukan untuk mengantisipasi dan juga melancarkan fungsi dan
juga tugas dari angkatan laut sebagai penjaga kemanan di wilayah
perairan Indonesia. Berbagai peralatan dan juga perlengkapan yang
berhubungan dengan angkatan laut, seperti kapal induk, perahu,
speed boat, dan sebagainya harus selalu dirawat dan ditingkatkan
kualitas teknologinya oleh angkatan laut. Hal ini nantinya akan
mempermudah angkatan laut dalam menjaga kedaulatan wilayah
republic Indonesia daai wilayah perairan dan juga laut.
8. Memberikan Rasa Aman Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia
Hal yang paling penting adalah menjaga keamanan dan juga
memberikan rasa aman bagi seluruh rakyat Indonesia. Ya,
Angkatan laut tentu saja dituntut untuk selalu sigap dalam menjaga
kemanan NKRI, sehingga dengan begitu, setiap warga Negara dan
juga masyarakat akan selalu merasa aman dan juga tenang akan
pengamanan yang sudah dilakukan oleh para angkatan laut
tersebut.
9. Melakukan Patrol Dan Penangkapan Terhadap Kegiatan Illegal Di
Wilayah Perairan
Angkatan laut, bersama dengan polisi air memiliki tugas yang
hampir mirp, salah satunya adalah sama-sama melakukan patrol di
Strategi Pertahanan Bawah Laut 92
wilayah perairan Indonesia, dan mencegah terjadinya berbagai
macam tindakan dan gerakan illegal yang terjadi di wilayah perairan
Indonesia, seperti illegal fishing, pencurian ikan, pencurian sumber
daya, penyelundupan barang, dan sebagainya.
10. Berkoordinasi Dengan Angkatan Lain
Tugas lainnya dari angkatan laut adalah bersatu dengan dua
angkatan lainnya, yatu angkatan udara dan juga angkatan darat.
Hal ini dilakukan guna mengkoordinasikan strategi dan juga
perencanaan pertahanan wilayah republic Indonesia, sehingga
benar-benar aman dari segalam macam ancaman dan juga bahaya
yang dapat mengganggu kedaulatan.
Selain itu, sudah menjadi tugas dari angkatan laut dan juga
angkatan darat serta udara untuk menyatukan komando, sehingga hal
ini akan semakin mempermudah koordinasi dalam rangka menjaga
keutuhan NKRI
1.6 Kekuatan Laut Sebagai Elemen Ketahanan Nasional
Sistem pertahanan laut perlu didukung oleh kekuatan laut (sea
power) yang memadai. Kekuatan laut tidak berarti hanya armada kapal
perang, tetapi juga mencakup armada kapal niaga, pelabuhan, industri,
dan tenaga kerja. Inti kekuatan laut sesungguhnya adalah perdagangan
lewat laut baik keluar negeri maupun antar pulau negara kepulauan.
Kekuatan laut ditinjau dari dari sudut ekonomi, terdiri atas tiga unsur
utama, yaitu produksi (pertanian, perindustrian, dan pertambangan),
pelayaran (shipping), dan pasar (markets) untuk menjual produksi.
Kekuatan Laut yang Indonesia miliki bukanlah sekedar luasnya
lautan yang dimiliki secara geografis. Kekuatan sesungguhnya adalah
Strategi Pertahanan Bawah Laut 93
segenap potensi yang ada di wilayah laut Indonesia yang kemudian
dioptimalkan dengan baik guna kedaulatan negara.
Gambar 10. Kondisi Wilayah Asia Pasifik
Gambar 11. Kondisi Strategi Posisi Indonesia
Unsur-unsur kekuatan nasional (national power) sangat bervariasi
sesuai model yang dikembangkan, seperti adanya unsur demografi,
geografi, ekonomi, sejarah, organisasi pemerintahan dan militer,
penduduk, karakter nasional, moral nasional, karakter diplomasi dan
Dengan potensi Asia Pasifik sebagai sebuah economic power-house
(pusat kekuatan ekonomi dunia),
maka dapat memicu munculnya
tantangan keamanan, baik tradisional
maupun non-tradisional.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 94
pemerintahan. Gambar diatas menujukkan bahwa unsur kekuatan
nasional berupa posisi strategis Indonesia yang sangat sibuk dilintasi
oleh aktivitas perdagangan dunia. Dan tidak jarang dari padatnya
aktivitas tersebut juga, dapat memunculkan berbagai ancaman yang
timbul dari laut, harus juga diselesaikan di laut. Sebagai negara dengan
kekuatan laut yang baik Indonesia harus mulai menjadi pemain dunia
dalam percaturan pertahanan lautnya. Komponen bangsa berupa
Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Alam memastikan strategi
pertahanan laut Indonesia.
Tabel 1. Tabel Matriks Interaksi Unsur-Unsur Ketahanan Nasional Untuk
Mewujudkan Kekuatan Laut Nasional
Lingkungan Politik Ekonomi Sosbud Hankam
Lingkungan Kepenting
an
lingkungan
terhadap
politik
Kepentingan
lingkungan
terhadap
ekonomi
Kepentingan
lingkungan
terhadap
sosbud
Kepentingan
lingkungan
terhadap
hankam
Politik Kepentingan
politik
terhadap
lingkungan
Kepentingan
politik
terhadap
ekonomi
Kepentingan
politik
terhadap
sosbud
Kepentingan
politik
terhadap
hankam
Ekonomi Kepentingan
ekonomi
terhadap
lingkungan
Kepenting
an
ekonomi
terhadap
politik
Kepentingan
ekonomi
terhadap
sosbud
Kepentingan
ekonomi
terhadap
hankam
Sosbud Kepentingan
sosbud
terhadap
lingkungan
Kepenting
an sosbud
terhadap
politik
Kepetningan
sosbud
terhadap
ekonomi
Kepentingan
sosbud
terhadap
hankam
Hankam Kepentingan
hankam
terhadap
lingkungan
Kepenting
an hankam
terhadap
politik
Kepentingan
hankam
terhadap
ekonomi
Kepentingan
hankam
terhadap
sosbud
Tabel Matriks Interaksi Unsur-Unsur Ketahanan Nasional (Sumber:
Wahono, K.S, 2016)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 95
Perkembangan dunia di masa yang akan datang akan semakin
meningkatkan peranan laut secara cukup untuk menjamin keutuhan
benua nusantara Indonesia. Bagi benua nusantara kekuatan laut
merupakan insti kekuatan nasionalnya, yang pembangunannaya
memerlukan koordinasi, kerjasama dan sinergi yang erat dari seluruh
unsur kekuatan nasional yang diperlukan sebagai landasan untuk
membangun kekuatan laut nasional. Strategi pertahanan laut
merupakan bagian dari strategi nasional. Sasaran uatama strategi
pertahanan laut adalah menegakkan penguasaan atas laut untuk ikut
menjamin keamanan dan stabilitas nasional. Dalam hal ini berarti
Indonesia perlu menghadirkan kekuatan laut (naval presence atau naval
suasion) di kawasan laut asia tenggara, asia pasifik dan asia afrika
untuk ikut memelihara keamanan dan stabilitas regional yang menjadi
penguatan keamanan dan stabilitas nasional.
Ketahanan Nasional merupakan salah satu konsepsi politik dari
Negara Republik Indonesia. Ketahanan Nasional dapat dikatakan
sebagai konsep geostrateginya bangsa Indonesia. Dengan kta lain,
geostartegi bangsa Indonesia diwujudkan melalui konsep ketahanan
nasional. Geostrategi adalah suatu cara atau pendekatan dalam
memanfaatkan kondisi lingkungan untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi dan tujuan nasional. Ketahanan nasional sebagai geostrategi
bangsa Indonesia memiliki pengertian bahwa konsep ketahanan
nasional merupakan pendekatan yang digunakan bangsa Indonesia
dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai cita-cita
dan tujuan nasional. Ketahanan nasional sebagai suatu pendekatan
merupakan salah satu pengertian dari konsepsi ketahan nasional itu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 96
sendiri. Terdapat tiga perspektif atau sudut pandang terhadap konsepsi
ketahan nasional.yaitu :
Ketahanan Nasional sebagai suatu kondisi. Perspektif ini melihat
Ketahanan Nasional sebagai suatu penggambaran atas keadaan
yang seharusnya dipenuhi. Keadaan atau kondisi ideal demikian
memungkinkan suatu negara memiliki kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional sehingga mampu
mengahadapi segala macam ancaman dan gangguan bagi
kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan
Ketahanan nasional sebagai sebuah pendekatan, metode atau cara
dalam menjalankan suatu kegiatan khususnya pembangunan
negara . Sebagai suatu pendekatan, ketahanan nasional
menggambarkan penedekatan yang integral. Integral dalam arti
penedekatan yang mencerminkan anatara segala aspek/isi, pada
saat membangun maupun pemecahan masalah kehidupan. Dalam
hal pemikiran, pendekatan ini menggunakan pemikiran kesisteman
(system thinking)
Ketahanan Nasional sebagai suatu doktrin. Ketahanan nasional
merupakan salah satu konsepsi khas Indonesia yang berupa ajaran
konseptual tentang pengaturan dan penyelenggaraan bernegara.
Sebagai doktrin dasar nasional konsep ketahanan nasional
dimasukkan dalam GBHN agar setiap orang , masyarakat dan
penyelenggara negara menerima dan menjalankannya.
1.7 Sejarah Lahirnya Ketahanan Nasional
Konsepsisi ketahanan nasional memiliki latar belakang sejarah
kelahirannya di Indonesia. Gagasan tentang ketahanan nasiona bermula
pada awal tahun 1960-an pada kalangan militer angjatan darae yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 97
sekarang bernama SESKOAD. Masa itu adalah sedang meluasnya
pengaruh komunisme yang berasal dari Uni Sovyet dan Cina. Pengaruh
Komunisme menjalar samapai kawasan Indo Cina sehingga satu
persatu kawasan Indo Cina seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja.
Bahkan infiltrasi komunis mulai masuk ke Thailand, Malaysia dan
Singapura. Akankan efek domino itu akan terus ke Indonesia. Concern
atas fenomena tersebut mempengaruhi para pemikir militer di SSKAD
(pada masa itu). Mereka mengadakan pengamatan atas kejadian
terseut, yaitu tidak adanya perlawanan yang gigih dan ulet di Indo Cina
dalam menghadapi ekspansi Komunis. Bila dibandingkan dengan
Indonesia, kekuatan apa yang dimiliki bangsa ini, sehingga mampu
menghadapi berbagai ancaman termasuk pemeberontakan dala negeri.
Jawaban sementara dari kalangan pemikir tersebut adalah adanya
kemampuan territorial dan perang gerilya.
Tahun 1960-an terjadi gerakan Komunis di Filiphina, Singapura
dan Thailand. Bahkan gerakan komunis Indonesia berhasil mengadakan
pemberontakan pada 30 September 1965, namun akhirnya dapat diatasi
menyadari atas berbagai kejadian tersebutr, semakin kuata gagasan
pemikiran tentang kekuatan apa yang seharusnya ada dalam
masyarakat dan abngsa Indonesia agar kedaulatan dan keutuhan
bangsa negara Indonesia terjamin di masa-masa mendatang. Jawaban
atas pertanyaan tersebut adalah adanya kekuatan nasional yang
anatara lain berupa unsur kesatuan dan persatuan keukatan nasional.
Pengembangan atasa pemikiran tersebut dilnjutkan oleh Lemhanas.
Dalam kajian Lemhanas tahun 1968 telah ada kemajuan konseptual
berupa ditemukannya unsure-unsur dari tata kehidupan nasional yang
berupa ideology, politik, social, ekonomi dan militer. Pada tahun 1969
lahirlah istilah Ketahanan Nasional yang menjadi pertanda dari
Strategi Pertahanan Bawah Laut 98
ditinggalkannya konsep kekuatan, meskipun dalam ketahanan nasional
sendiri terdapaty konsep kekuatan. Konsepsi Ketahan nasional waktu itu
dirumuskan sebagai keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang
mengandung kemampuan mngembangkan kekuatan nasional yang
ditujukan untuk mengahadapi segala anaman dan kekuatan
membahayakan kelangsungn hidup negara dan bangsa Indonesia. Kata
―segala‖ menunjukkan kesadaran akan spectrum ancamn yang lebih
dari sekedar anacaman komunis dan atau pemberontakan.Kesadaran
akan spectrum ini diperluas tahun 1972 menjadi ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan (ATHG). Konsepsi Ketahanan Nasional tahun
1972 dirumuskan sebagai kondisi dinamis satu bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik
yang datang dari luar maupun dalam, yang langsung maupun tidak
langsung yang membahayakan identitas, integritas kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan
nasional.
1.8 Unsur Unsur Ketahanan Nasional
Unsur, elemen atau faktor yang mempengaruhi
kekuatan/ketahanan nasional suatu negara terdiri atas beberapa aspek:
a. Unsur atau Gatra Penduduk
Penduduk suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan
nasional negara yang bersangkutan. Faktor yang berkaitan
dengan penduduk negara meliputi dua hal yaitu aspek kualitas dan
kuantitas.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 99
b. Unsur atau Gatra Wilayah
Wilayah turut pula menentukan kekuatan nasional negara. Hal ini
terkait dengan wilayah negara meliputi :
Bentuk wilayah negara nerupa negara pantai, negara
kepulauan atau negara continental
Luas wilayah negara
Posisi geografis, astronomis dan geologis negara
Daya dukung wilayah negara, ada negara yang habitable
dan unhabitable
c. Unsur atau Gatra Sumber Daya Alam
Hal-hal yang berkaitan dengan unsure sumber daya alam sebagai
elemen ketahan nasional meliputi :
Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan
mencakup sumber daya alam hewani, namabati dan
tambang
Kemampuan mengeskplorasi sumber daya alam
Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan
masa depan dan lingkungan hidup
Kontrol atas sumber daya alam
d. Unsur atau Gatra di Bidang Ideologi
Ideologi mendukung ketahanan suatu bangsa karena ideology
bagi suatu bangsa memiliki dua fungsi poko yaitu:
Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok masyarakat yang
bersangkutan artinya nilai-nilai yang terkandung dalam
ideologi itu menjadi cita-cita yang hendak dituju secara
bersama
Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat ang
bersangkutan, artinya masyarakat yang banyak dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 100
beragam itu bersedia menjadikan ideologi sebagai milik
bersama dan menjadikannya bersatu.
e. Unsur atau Gatra di Bidang Politik
Politik penyelenggaraan negara sangat mempengaruhi kekuatan
nasional yang ditinjau dari beberapa aspek :
Sistem politik suatu negara
Sistem pemerintahan suatu negara
Bentuk pemerintahan suatu negara
Bentuk negara suatu negara
f. Unsur atau Gatra di Bidang Ekonomi yang berkaitan denan sistem
ekonomi sutu negra baik yang menganut sistem ekonomi liberal
atau sistem ekonomi sosialis.
g. Unsur atau Gatra di Bidang Sosial Budaya yang berkaitan dengan
akulturasi dan asimilasi budaya dan masyarakat di suatu negara.
h. Unsur atau Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan yang berkaitan
ancaman militer yang dihadapi sutu negara dari negra lain,
sehingga unsur utama pertahanan dan keamanan berada ditangan
tentara (militer).
Unsur-unsur kekuatan nasional (national power) sangat bervariasi
sesuai model yang dikembangkan, seperti adanya unsur demografi,
geografi, ekonomi, sejarah, organisasi pemerintahan dan militer,
penduduk, karakter nasional, moral nasional, karakter diplomasi dan
pemerintahan. Berbagai ancaman yang timbul dari laut, harus juga
diselesaikan di laut. Sebagai negara dengan kekuatan laut yang baik
Indonesia harus mulai menjadi pemain dunia dalam percaturan
pertahanan lautnya. Komponen bangsa berupa Sumber daya manusia
dan Sumberdaya alam memastikan strategi pertahanan laut Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 101
BAB 2
STRATEGI TNI ANGKATAN LAUT DALAM
PENGAMANAN BATAS MARITIM NKRI: KAJIAN
HISTORIS – STRATEGIS
Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut
sebagai bagian integral dari TNI, berperan sebagai
komponen utama pertahanan negara matra laut
menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara guna menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara melalui pelaksanaan Operasi Militer untuk
Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang
(OMSP).
Gambar 12. Pasukan Khusus TNI AL
Kekuatan Tni Angkatan Laut menjadi domain utama kekuatan yang dapat menyelesaikan ancaman di laut. Pengamanan batas maritim begitu penting untuk dikuasi dalam rangka menjaga kedaulatan negara.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 102
Untuk meningkatkan pemahaman tentang wawasan kemaritiman
bangsa Indonesia khususnya bagi para mahasiswa/generasi penerus
bangsa diperlukan adanya kesamaan persepsi tentang konstelasi
geografi negara Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan atau
pemahaman tentang archipelagic oriented.
Sumber: Paparan Kapushidoral, 28 Mei 2019 dalam FGD Prodi Keamanan
Maritim TA. 2019
Sudah saatnya bangsa Indonesia memandang laut sebagai
sarana dan wahana untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah negara
dalam arti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan serta merupakan salah satu medan juang dalam upaya
pembangunan nasional guna mewujudkan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Dalam makalah ini dijelaskan tentang realitas bangsa
Strategi Pertahanan Bawah Laut 103
Indonesia sebagai bangsa maritim serta berbagai upaya yang dilakukan
oleh TNI Angkatan Laut khususnya dalam mengamankan batas maritim
dengan negara tetangga yang memiliki kompleksitas permasalahan.
Pengembangan negara maritim Indonesia berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945 karena dalam prikehidupan kebangsaan Indonesia
Pancasila pada hakekatnya disusun secara serasi dan seimbang untuk
mewadahi seluruh aspirasi bangsa Indonesia. Landasan
konsepsionalnya adalah wawasan nusantara dan ketahanan nasonal.
Dengan wawasan nusantara bangsa Indonesia memandang wilayah
nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, social budaya
dankeamanan. Pada hakekatnya negara maritim Indonesia merupakan
pengembangan darikonsepsi ketahahan nasional, maka konsepsi
negara maritim Indonesia perlu dijadikan pedomandan rangsangan serta
dorongan bagi bangsa kita dan upaya pemanfaatan dan pendaya
gunaan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan.
Pembinaan wilayah untuk menciptakan ketahanan nasional yang
maksimal dan efektif, untukmewujudkan kesejahteraan, ketenteraman
dan keamanan bagi bangsa Indonesia. Laut yangmelingkupi dan
memangku kepulauan nusantara merupakan satu keutuhan wilayah
nasionalIndonesia, sekaligus sebagai faktor penentu terwujudnya
kesatuan politik, ekonomi, sosial danbudaya bangsa dalam kesatuan
pertahanan dan akhirnya juga kesatuan pengamanan yang mantap.
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, kemampuan
pertahanan nasional di wilayah lautdan udara tentunya harus menjadi
perhatian yang serius untuk ditingkatkan, terutamakemampuan mobiltas
nasional dengan transportasi (darat, laut dan udara) dan logistik
terpadudalam pangkalan dan pertahanan di laut wilayah (teritorial sea),
hingga ke laut lepas.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 104
Ancaman tehadap wilayah pantai di Indonesia juga
dapat datangnya dari bencanan alam gempabumi dan diiukuti oleh
tsunami. Bencana akibat gempa bumi dan tsunami ini terjadi karena
adanya gerakan tektonik di bawah dasar laut. Oleh karena itu, pantai-
pantai yang rawan gempabumi dan tsunami adalah pantai-pantai yang
berhadapan dengan daerah penunjangan (subduksi) antara dua
lempengan taktonik Eurausia dan Australia disebelah barat Sumatera,
diselatan Jawa, Bali, NTB, dan NTT, maupun pantai- pantai di sebelah
Utara dan Timur dari Indonesiabagian Timur, sebagai akibat subduksi
antara lempengan Pasifik dan Eurasia.
Pemanfaatan Data dan Informasi Sumber Daya Pesisir dan
Kelautan dalam Aspek SistemPertahanan Laut. Dalam rangka Sistem
Pertahanan Laut, data dan Informasi kelautan diperlukanuntuk
menunjang fungsi-fungsi pertahanan di wilayah laut. Fungsi- fungsi
tersebut adalah sebagaifungsi Intelejen Maritim dan fungsi Pengamatan
dan penelitian laut. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Wilayah
Maritim untuk Mencapai Ketahanan Nasional.
Dalam kaitannya dengan pembangunan sumber daya laut,
pemerintah dan bangsa Indonesiamembuat satu kebijakan yang
strategis dan antisipatif yaitu dengan menjadikan matra laut
sebagaisektor tersendiri. Kebijakan ini perlu ditindak lanjuti dengan
penepatan kebijakan dan strategi pembangunan yang mantap dan
berkesinambungan untuk mencapai ketahanan nasional, argumentini
paling tidak didasarkan pada dua alasan pokok.
1) Pembangunan wilayah maritim adalah pembangunan seluruh
wilayah perairanIndonesia dengan segenap sumber daya alam
terkandung di dalamnya untukkesejahteraan bangsa Indonesia.
Alasan ini membawa implikasi bahwa kebijakan danstrategi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 105
ketahanan nasional yang diterapkan harus bersifap menyeluruh
(holistik) danterpadu antara sumber daya alam dan sumber daya
manusianya.
2) Bahwa dengan diterapkannya kebijakan dan strategi pembanguna
n wilayah maritimyang mantap dan berkesinambungan, maka
semakin terbukti bahwa Negara mampumencapai ketahanan
nasional secara mandiri untuk mengelola sumber daya
alamnyadengan baik sesuai dengan tujuan pembangunan
nasional.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang wawasan kemaritiman
bangsa Indonesia khususnya bagi para mahasiswa/generasi penerus
bangsa diperlukan adanya kesamaan persepsi tentang konstelasi
geografi negara Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan atau
pemahaman tentang archipelagic oriented.
Sudah saatnya bangsa Indonesia memandang laut sebagai
sarana dan wahana untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah negara
dalam arti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan serta merupakan salah satu medan juang dalam upaya
pembangunan nasional guna mewujudkan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Dalam makalah ini dijelaskan tentang realitas bangsa
Indonesia sebagai bangsa maritim serta berbagai upaya yang dilakukan
oleh TNI Angkatan Laut khususnya dalam mengamankan batas maritim
dengan negara tetangga yang memiliki kompleksitas permasalahan.
2.1 Pemahaman Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional dapat diatasi dengan baik oleh bangsa
Indonesia, makatercapailah suatu keadaan yang dinamakan ketahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 106
nasional untuk mencapai keadaantersebut, terdapat suatu pemahaman
yang dinamakan "geostrategi" secara umum, geostrategimerupakan
upaya untuk memperkuat ketahanan diberbagai bidang yaitu bidang
ideologi,politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, kehidupan beragama
dan pembangunan.Lingkungan laut atau maritim mempunyai lima
dimensi strategi Militer yang salingberhubungan meliputi :
a) Dimensi ekonomi. Penggunaan laut sebagai media
perhubungan, transportasi dan perdagangan telah
dimanfaatkan sejak dahulu hinga sekarang, danhampir 99,5 %
pergerakan roda perekonomian di dunia adalah melewati jalur
laut, volumemuatan meningkat delapan kali sejak tahun 1945
dan kecenderungan semakin meningkatsampai sekarang.
Telah diyakini bahwa perdagangan lewat laut yang terpadat
adalah melalui Selat Malaka atau melalui jalur alternatif ALKI
I,II,III.
b) Dimensi Politik. Perubahan dimensi politik dari lingkungan marit
im berkembangsangat tajam semenjak tahun 1970-an. Bagi
sejumlah besar Negara pantai, khususnyabagi dunia ketiga,
perairan yang berbatasan dengan pantai memberikan prospek
satu-satunya untuk perluasan. Tuntutan kedaulatan sering
merupakan tindakan politik untukmendapatkan konsekuensi
ekonomi daripada sekedar perhitungan jangka panjang
tentanguntung dan ruginya. Perselisihan atas perbatasan laut
seringkali lebih dimotivasi olehsimbol politik dari perhitungan
biaya dan manfaatnya.
c) Dimensi Hukum. Basis dimensi hukum dalam lingkungan mariti
m adalah KonvensiPBB tentang Hukum Laut Internasional
(UNCLOS 1982). Kecenderungan dari penekananhukum di laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 107
sekarang lebih banyak dipokuskan pada masalah lingkungan
hal manadapat berakibat pembatasan gerakan kapal dan
mengurangi hak Negara bendera,disamping itu ada kebutuhan
untuk penertiban lebih efektif atas rezim yang ada
khususnyayang berhubungan masalah perikanan dan
perdagangan narkoba secara illegal.
d) Dimensi Militer. Di laut dimensi militer selalu berkembang meng
ikuti perkembanganteknologi, sehingga profesionalisme
Angkatan Laut suatu Negara selalu dikaitkan
denganpenguasaan dan penggunaan teknologi yang mutakhir.
Filosofi Angkatan Laut adalah"senjata yang diawaki", berbeda
dengan filosofi "manusia yang dipersenjatai".
e) Dimensi Fisik. Pemahaman terhadap lingkungan fisik menyelur
uh dimanakekuatan maritim akan beroperasi sangat penting,
seperti kondisi geografi, hidrooseanografi. Daerah Operasi
kekuatan maritim mulai dari perairan dalam laut bebas
(BlueWaters) ke perairan yang lebih dangkal (Green Waters)
sampai ke perairan pedalaman,muara dan sungai (Brown
Waters). Corong strategis berbatasan atau dimiliki oleh negara-
negara pantai yang berdekatan. Seperti selat Malaka, dimiliki
oleh Indonesia, Malaysiadan Singapura. Oleh karena itu
konsep "Joint Security" akan mudah diterima dan diterapkandi
antara negara-negara pantai tersebut.
Dari berbagai dimensi tersebut diatas apabila disinergikan secara
baik maka akan dapatmenciptakan suatu kekuatan laut yang tangguh
(sea power), dimana parameternya mengarahpada tiga elemen
operasional yaitu unsur kekuatan militer (fighting instruments),
Strategi Pertahanan Bawah Laut 108
penggerak rodaperekonomian di laut (merchant shipping) dan
pangkalan atau pelabuhan.
Stabilitas Ketahanan Nasional. Setiap bangsa mempunyai cita-
cita yang luhur dan indahyang ingin dicapai yang lazim dinamakan
tujuan nasional. Dalam usaha mencapai tujuan nasional tersebut setiap
bangsa akan menghadapi tantangan, ancaman dan gangguan yang
harus ditangani. Untuk itu suatu bangsa harus mempunyai kekuatan,
kemampuan, daya tahan dan keuletan yang dinamakan ketahanan
nasional. Upaya kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan
taraf hidup yang kerta raharjadalam suasana demokratis, adil dan
merata, dengan kata lain, berkembangnya masyarakatmadani Indonesia
(Indonesian civil society). Kemantapan keamanan nasional dan
adanyamasyarakat yang madani akan menjamin dapat
dikembangkannya kesejahteraan nasional.Sebaliknya kemantapan
kesejahteraan nasional akam menjamin terciptanya stabilitas nasional.
Dengan meningkatnya kemantapan kesejahteraan nasional dan diikuti
oleh meningaktnyakemantapan nasional, maka melalui pemerataan
pembangunan yang konsepsional dapat dicapaistabilitas nasional yang
dinamis. Dalam dinamika inilah ketahanan nasional harus diwujudkan
dengan menggunakanpendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
dan pendekatan keamanan (security approach). Ketahanan nasional
mencakup dua aspek, yaitu aspek alamiah dan aspek kemasyarakatan.
Aspek alamiah meliputi : Kondisi georafis Negara, keadaan dan
kekayaaan alam serta keadaan dan kemampuan penduduk. Sedangkan
aspek kemasyarakatan: Ideologi, politik, ekonomi, sosialbudaya serta
pertahanan keamanan, aspek-aspek tersebut tidak ditinjau secara
terpisah-pisahmelainkan memiliki korelasi secara keseluruhan
merupakan suatu konfigurasi yang menimbulkandaya tahan nasional.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 109
2.2 Seapower Dan Kejayaan Nusantara Dalam Sejarah
Secara historis, abad yang lalu Alfred Thayer Mahan, seorang
perwira Angkatan Laut Amerika Serikat melalui bukunya ―The Influence
of Sea Power upon History” telah membuka cakrawala bangsa Amerika
Serikat tentang peran seapower bagi kejayaan bangsa. Mahan
menjelaskan bahwa tidak semua bangsa dapat membangun seapower.
Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun
seapower, seperti posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan
karakter penduduk serta yang paling utama adalah karakter
pemerintahannya. Sea Power bukan saja sebuah tagline yang dimiliki
kebanyakan negara dengan proyeksi kemaritiman yang unggul. Namun
ini dapat diwujudkan secara nyata dalam penerapannya di Indonesia.
Persaingan di wilayah strategis akan menjadi orientasi negara-
negara kedepan. Seperti ilustrasi gambar, ada banyak titik strategis
yang dapat Indonesia manfaatkan sebagai pengembangan strategi
pertahanan laut kedepan.
Puluhan abad
sebelum Mahan menginspirasi bangsa Amerika, nenek moyang bangsa
Kekuatan strategis tidak hanya diciptakan di era modern, tetapi faktor historis sebagai negara kepulauan dan negara maritim Indonesia berhak jaya kembali di laut di masa sekarang dan masa yang akan datang.
Gambar 13. Laut China Selatan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 110
Indonesia pun telah meyakini dan mengimplementasi-kan seapower
sebagai suatu upaya strategis dalam mengendalikan jalur perdagangan
dan memperluas serta mempertahankan otoritas kejayaannya.
Gambar 14. Wilayah ALKI NKRI
Sea Power bukan saja sebuah tagline yang dimiliki kebanyakan
negara dengan proyeksi kemaritiman yang unggul. Namun ini dapat
diwujudkan secara nyata dalam penerapannya di Indonesia. Persaingan
di wilayah strategis akan menjadi orientasi negara-negara kedepan.
Seperti ilustrasi gambar, ada banyak titik strategis yang dapat Indonesia
manfaatkan sebagai pengembangan strategi pertahanan laut kedepan.
Ungkapan lirik lagu Pelaut membuktikan bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia adalah pelaut handal, namun masa kegemilangan
tersebut tampaknya telah usai, terbukti dari lirik lagu paragraf kedua
berupa himbauan untuk kembali kelaut sekarang tidak lagi dilakukan.
Secara lengkap lirik lagu sebagai berikut: Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samudera Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa Angin bertiup layar terkembang Ombak
berdebur di tepi pantai Pemuda berani bangkit sekarang Ke laut kita
Strategi Pertahanan Bawah Laut 111
beramai-ramai Hal ini menjadi bukti laut telah ditinggalkan oleh
penduduk negeri yang banyak memiliki pulau, yakni Nusantara. Selain
lirik lagu tersebut di atas, Indonesia yang memiliki luas wilayah lautan
lebih luas daripada daratan, justru tidak memfokuskan laut sebagai
perhatian. Setidaknya ini merupakan hasil dari pengamatan sekilas
tentang arah atau kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengelola
negeri ini (Dault, 2004). Oleh karena itu, munculnya ungkapan ―negara
kelautan tapi berorientasi daratan‖ menjadi hal yang terbantahkan
(Zuhdi, 2014:3).
Pudarnya tradisi bahari masyarakat Indonesia menjadi perhatian
serius presiden terpilih Indonesia ketujuh, Joko Widodo. Dalam pidato
pertamanya seusai dilantik sebagai presiden dalam Sidang Paripurna
MPR, hari Senin 20 Oktober 2014, Presiden Jokowi menekankan arah
pembangunan kabinetnya adalah menggagas kembalinya kejayaan
bangsa Indonesia sebagai negara maritim, dan hal ini menjadi program
unggulan Kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla, disamping menumbuhkan
jiwa Cakrabakti Samudra (Kompas, 2014:3), yakni jiwa pelaut yang tidak
gentar mengarungi samudra dan menghadang gelombang yang
menjulang.
Visi kemaritiman dalam pengelolaan negara seharusnya sudah
dilakukan oleh pemerintah sejak lama, karena secara geohistori
kedudukan Indonesia sangat strategis berada di persimpangan jalur
maritim atau pertemuan berbagai jalur pelayaran internasional yang
telah berlangsung sejak berabad-abad silam. Pentingnya maritim
sebagai pusat perhatian juga belum tampak dalam berbagai kajian
akademis, misalnya di bidang ekonomi, sosialpolitik, antropologi dan
sejarah. Institusi-institusi ilmiah atau riset di Indonesia lebih banyak
memusatkan diri pada daratan daripada lautan sebagai obyek
Strategi Pertahanan Bawah Laut 112
penelitiannya. Di bidang sejarah misalnya, kajian kemaritiman dan para
ahli yang berkecimpung di dalamnya masih dapat dihitung jumlahnya,
dan itu pun hanya tersebar di beberapa tempat. Belum lagi jika kita
berbicara tentang suatu center yang mengintegrasikan seluruh keahlian
atau disiplin ilmiah untuk melihat laut sebagai fokus. Pusat kajian
semacam inilah yang diharapkan memberi banyak kontribusi dalam
studi kemaritiman dari sisi akademis.
Fokus historiografi Indonesia lebih banyak membahas tentang
persoalan yang menyangkut daratan, baik masyarakat maupun institusi
sosial politiknya. Karya Adrian B. Lapian (2008) misalnya merupakan
salah satu sumbangan penting dalam historiografi maritim di Indonesia.
Banyak informasi dalam buku ini yang sekaligus menjadi pancingan
untuk studi lanjut tentang kemaritiman meliputi aspek teknologi, pusat-
pusat pelayaran, pola pelayaran dan perdagangan, serta pelabuhan.
Buku ini juga menguraikan tentang hal apa yang diatur dalam hukum
laut Amanna Gappa. Karya sejarahwan maritim ini mencerminkan suatu
sudut pandang kemaritiman dalam memahami sejarah Indonesia.
Sebagaimana dikatakan oleh Lapian, bahwa pendekatan sejarah
maritim Indonesia hendaknya melihat seluruh wilayah perairannya
sebagai pemersatu yang mengintegrasikan ribuan pulau yang terpisah-
pisah. Lapian melihat wilayah-wilayah itu sebagai suatu kesatuan sistem
dari berbagai satuan bahari. Oleh karena itu, proses integrasi dapat
dipahami atas dasar sejarah satuan-satuan sistem yang kemudian
menjadi satuan yang lebih besar, misalnya Laut Jawa, Laut Banda, Laut
Sawu, Laut Cina Selatan, Selat Malaka. Implikasi dari pandangan
bahwa laut menjadi strategis dan sangat penting kedudukannya, maka
konsep hinterland semestinya diganti oleh hintersea dalam memahami
sejarah Indonesia. Laut sebagai dunia kehidupan, sekaligus dunia
Strategi Pertahanan Bawah Laut 113
pandangnya sendiri. Pentingnya laut sebagai suatu kajian maritim juga
dapat dibaca dari pengantar Lapian tentang teori Mahan (Alfred Thayer
Mahan). Bercermin pada Mahan dan menimbang posisi Indonesia
sendiri, Lapian berpendapat bahwa riset sejarah maritim tidak boleh
diabaikan. Wawasan bahari bukan saja pengaruh kekuatan laut
terhadap jalannya sejarah, dan hanya dibutuhkan untuk jaman yang
lampau, namun sangat penting bagi keberadaan dan keberlangsungan
hidup suatu negara kepulauan seperti Indonesia juga terhadap sejarah
Indonesia adalah suatu dunia kenyataan yang tidak dapat disangkal
hingga kini (Leur, 1974).
Sebagaimana dikatakan oleh Mahan dalam bukunya The Influence
of Sea ower Upon History 1660-1783, yang dikutip Lapian dalam
mengantar pemikiran Mahan, bahwa ―para sejarawan pada umumnya
tidak mengenal laut, karena mereka tidak menaruh perhatian khusus
terhadapnya, lagi pula mereka tidak memiliki pengetahuan yang khusus
tentang laut, dan mereka tidak mengindahkan pengaruh kekuatan laut
yang sangat mempengaruhi jalannya sejarah suatu bangsa. Menurut
Mahan, ada enam unsur yang menentukan dapat tidaknya suatu negara
berkembang menjadi kekuatan laut, yaitu 1) kedudukan geografi, 2)
bentuk tanah dan pantainya, 3) luas wilayah, 4) jumlah penduduk, 5)
karakter penduduk, dan 6) sifat pemerintahannya termasuk lembaga-
lembaga nasional. Uraian Mahan ini sebenarnya ditujukan kepada
bangsa dan pemerintah Amerika Serikat, yang lebih berorientasi ke
daratan dengan pembukaan wilayah wild westnya, dari pada ke laut,
padahal negara ini diapit oleh dua samudra besar, yaitu Atlantik dan
Pasifik. Orientasi daratan ini telah menghalangi negara ini menjadi
sebuah negara besar, dan penguasaan dua samudra perlu dilakukan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 114
oleh Amerika Serikat, dan pembangunan Angkatan Laut Amerika Serikat
sejak akhir abad ke-19 adalah dampak pengaruh tulisan Mahan ini.
Sementara itu J.C van Leur membawa teori Mahan ke dalam
uraiannya tentang kepulauan Indonesia. Van Leur membawa wawasan
maritim Mahan dalam kaitan dengan sejarah VOC di Indonesia. Ia
menunjuk peranan VOC sebagai kekuatan maritim yang besar,
sedangkan Verhoeven menguraikan bahwa peranan VOC pada masa
awalnya sebagai alat perang yang bergerak di laut dan yang berhasil
mengalahkan musuh negara induknya, khususnya Spanyol dan
Portugis, dan juga mematahkan persaingan dari Inggris di perairan
Indonesia. Pada masa sebelum VOC didirikan, para penguasa Belanda
telah memikirkan pembentukan kekuatan perang untuk mematahkan
kekuatan Spanyol dan Portugis di seberang lautan. Verhoeven
berpendapat bahwa VOC didirikan semata-mata hanya untuk berniaga
merupakan pendapat yang tidak tepat.
Perbincangan teori Mahan ini memunculkan dua istilah penting
dalam sejarah maritim yaitu sea power dan naval power. Sea power
mengacu pada kontrol menyeluruh atas lautan, sedang yang kedua
mengacu kepada angkatan bersenjata yang terorganisasi di lautan.
Naval power tidak hanya digunakan untuk penyebutan sebuah negara,
namun juga dapat untuk menyebut sebuah Badan/ Kompeni dengan
sejumlah konsensi yang memiliki kapal-kapal yang dikirim untuk
bertempur melawan musuh atau yang digunakan untuk melindungi
pernigaan. Pemakaian istilah naval power berarti merujuk kembali
seluruh hubungan sejarah yang mengutamakan pengaruh laut. VOC
lahir dari perang dan selama hidupnya merupakan badan perdagangan
dan alat perang sekaligus. Dalam dasawarsa-dasawarsa pertama, VOC
dapat dikatakan lebih banyak berperang dari pada berdagang karena
Strategi Pertahanan Bawah Laut 115
pada dasarnya, VOC merupakan sebuah institusi yang bertujuan ganda,
yaitu untuk berdagang dan berperang. Naval power bukan hanya istilah
sederhana bagi suatu negara yang menyediakan armada perang untuk
merugikan musuhnya, namun ungkapan yang dapat dicapai oleh suatu
organisasi politik dan maritim dalam pengaruh timbal balik dengan
struktur sosial ekonomi zaman itu yang digunakan untuk melaksanakan
tujuan-tujuan perang. Dengan makna ini, naval power terjalin di dalam 1)
organisasi negara-negara modern, 2) organisasi angkatan laut yang
berdiri sendiri, dan 3) perkembangan kapitalisme awal.
Sejarah telah mencatat bahwa kejayaan Nusantara tidak dapat
ditentukan hanya oleh satu atau dua pulau akan tetapi oleh kesatuan
wilayah yang terdiri atas pulau-pulau yang tersebar di nusantara yang
disatukan oleh lautan. Dalam konteks pertahanan, lautan yang
menghubungkan pulau-pulau tersebut merupakan salah satu critical
vulnerability yang harus dijaga dan dipertahankan guna melindungi
center of gravity bangsa, baik berupa pusat pemerintahan maupun
kota/wilayah tertentu. Bagi negara kepulauan, laut diantaranya
merupakan media pemersatu bangsa, media sumber daya, media
perhubungan, media pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
media membangun pengaruh, serta sebagai media pertahanan negara.
Puluhan abad silam, beberapa kerajaan nusantara seperti Sriwijaya,
Singasari, Melayu, Samudera Pasai, Kutai, Bugis dan Majapahit telah
mampu menunjukkan kejayaannya pada dunia internasional melalui visi
maritimnya dalam upaya penyatuan wilayah dan penguasaan jalur-jalur
vital perdagangan laut nusantara bahkan dunia. Hal tersebut
membuktikan pengakuan regional maupun global terhadap penguasaan
laut bangsa Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 116
2.3 Analisa Lingkungan Strategis
Kecenderungan perkembangan lingkungan strategis yang akan
terjadi saat ini dan kecenderungan terjadi pada beberapa tahun
mendatang dalam tataran lingkup global dan regional masih akan
terpengaruh oleh interaksi negara-negara besar di dunia, seperti
Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang serta munculnya kekuatan
ekonomi baru dunia selain BRIC (Brazil, Rusia, India, dan Tiongkok)
yaitu MIST (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, dan Turki).
Kondisi krisis keuangan di Eropa, ditambah belum pulihnya
ekonomi Amerika Serikat serta menurunnya laju ekonomi Tiongkok juga
akan berpengaruh terhadap kawasan lain. Isu-isu yang berkembang
pada lingkup global dan regional masih didominasi oleh kecenderungan-
kecenderungan seperti aksi terorisme internasional, Arab Spring,
pergeseran fokus Amerika Serikat ke Asia, sengketa di Laut Cina
Selatan, kelangkaan energi, pemanasan global, pembangunan kekuatan
militer kawasan, sengketa perbatasan, kejahatan lintas negara,
pelanggaran wilayah serta keamanan di garis perhubungan laut (Sea
Lanes of Communications/ SLOC). Sementara lingkup nasional masih
didominasi merebaknya isu-isu mengenai gerakan separatisme,
terorisme, fanatisme ideologi, primordialisme, kerusuhan sosial dan
konflik komunal, serta ancaman bencana alam.
Yarger (2006) menjelaskan bahwa lingkungan strategis
merupakan berbagai konteks, kondisi, hubungan, tren, isu, ancaman,
peluang, interaksi, dan dampak terhadap internal maupun eksternal
suatu entitas Negara yang mempengaruhi keberhasilannya dalam
menjalin hubungan dengan dunia fisik, entitas Negara-negara lain (state
actors), aktor non-negara (nonstate actors), kesempatan dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 117
kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Aktor non-negara tersebut
dapat berupa organisasi-organisasi di sektor privat baik yang
berorientasi profit maupun non-profit. Oleh karena itu, lingkungan
strategis menjadi ruang dan waktu dimana entitas Negara tumbuh,
berkembang, ataupun mengalami kehancuran.
Apa yang terjadi ataupun akan terjadi pada lingkungan strategis
pada dasarnya bersifat mungkin terjadi, dapat diprediksi, masuk akal,
dan tidak/belum diketahui (Bandoro, 2013). Akan tetapi, lingkungan
strategis menunjukkan dua karakteristik sekaligus yaitu keteracakan
(randomness) maupun keteraturuan (order) sehingga tidak sepenuhnya
tidak dapat terprediksi, acak atau tidak terkontro (Yarger, 2006). Situasi
tersebut diatas menjadikan lingkungan strategis sebuah fenomena
dengan kekompleksitas yang tinggi.
Owen Jacobs (dalam Gerras, 2010) mengungkapkan lingkungan
strategis memiliki sifat VUCA, yaitu volatil (volatility), penuh dengan
ketidakpastian (uncertainty), sangat kompleks (complexity), dan ambigu
(ambiguity). Volatil (Volatility) merupakan sifat lingkungan strategis yang
begitu cepat berubah. Ketika sifat perubahan yang begitu cepat
melahirkan sifat ketidakpastian (Uncertainty) dalam lingkungan strategis.
Hubungan antar elemen dalam lingkungan strategis begitu kompleks
(Complexity). Perencanaan dan pengambilan keputusan menjadi
semakin tidak mudah dalam lingkungan strategis karena sifat kebiasan
(Ambiguity). Perubahan dan perkembangan lingkungan strategis
mempunyai implikasi pada output kebijakan dan arah orientasi institusi
politik. Hal ini akan membawa implikasi, baik positif maupun negatif
sekaligus secara bersamaan. Implikasi positif akan membawa manfaat
dalam mendukung cita-cita, tujuan dan kepentingan politik, sedangkan
implikasi negatif menyebabkan peningkatan potensi ancaman bagi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 118
keberlangsungan politik. Oleh karenanya, perkembangan lingkungan
strategis, perlu dicermati oleh para analis, perancang, pembuat dan
pengambil keputusan politik dalam rangka untuk mencapai survival of
the fittest (Bhakti, 2004). Perubahan lingkungan strategis, menurut
Yarger (2006), mungkin hasil dari kesempatan perubahan itu sendiri
atau bias juga karena direkasaya atau dirancang (by design). Yang
pasti, setiap satu elemen mengalami perubahan ataupun aktor tertentu
dalam lingkungan strategis melakukan perubahan maka akan
berdampak kepada seluruh lingkungan strategis.
Lingkungan Strategis dapat dipindai melalui berbagai dimensi.
Bandoro (2013) menyatakan dimensi keamanan (security), ekonomi
(economics), politik (politics), sosial (societal), teknologi (technology),
dan lain sebagainya dikaji untuk memindai lingkungan strategis.
Sementara, David (2013) menjelaskan dimensi politik pemerintah-
hukum, ekonomi, sosial-budaya, lingkungan, teknologi, dan persaingan
antar entitas perlu dipindai dalam lingkungan strategis.
Menurut dokumen Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015,
kepentingan nasional adalah menjaga tetap tegaknya NKRI berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 serta terjaminnya kelancaran pembangunan
nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan Tujuan
Nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Akan tetapi
dalam dokumen Buku Putih Pertahanan Indonesia terbaru tersebut tidak
lagi menyebutkan kategori kepentingan nasional sebagaimana
dinyatakan pada dokumen sebelumnya, yaitu .Buku Putih Pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 119
Indonesia tahun 2015. Di dalam dokumen putih sebelumnya tersebut
disebutkan kepentingan nasional Indonesia disusun dalam tiga kategori,
yaitu bersifat mutlak, vital, dan penting. Tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kepentingan nasional
yang bersifat mutlak sehingga segala daya upaya perlu dilakukan untuk
kepentingan tersebut. Sementara itu memastikan tetap berlanjutnya
pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
Bhinneka Tunggal Ika, sejahtera, adil, makmur, dan demokratis
merupakan kepentingan nasional yang bersifat vital. Sedangkan
kepentingan nasional memiliki kategori bersifat penting ketika Indonesia
berkepentingan untuk turut menciptakan perdamaian dunia dan
stabilitas regional.
Ada tiga kaidah pokok untuk mewujudkan kepentingan nasional,
yaitu tata kehidupan, upayan pencapaian tujuan, dan sarana yang
digunakan. Pencerminan kesatuan tata nilai dengan berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945 yang berketuhanan Yang Maha Esa serta
menjunjung tinggi kebhinekaan dalam interaksi sosial yan harmonis
adalah kaidah pokok dalam perwujudan kepentingan nasional. Kaidah
upaya pencapaian tujuan menitikberatkan perhatian kepada
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang memiliki sifat
keberlanjutan, berwawasan lingkungan, dan berketahanan nasional
yang berdasarkan wawasan nusantara. Penggunaan seluruh potensi
dan kekuatan nasional dilakukan dengan menyeluruh dan terpadau
adalah titik tolak dari kaidah pokok sarana yang digunakan (Buku Putih
Pertahanan Indonesia, 2015).
Melalui kedua dokumen tersebut tampak kepentingan nasional
Indonesia memenuhi unsur kepentingan nasional yang bersifat survival,
vital, dan mayor dalam kategori Nuechterlein. Kepentingan nasional
Strategi Pertahanan Bawah Laut 120
yang telah dinyatakan tersebut menunjukkan pula elemen-elemen yang
lebih condong berorientasi ke dalam dibanding keluar. Hanya elemen
―ikut melaksanakan ketertiban dunia‖ yang berorientasi keluar dengan
tingkat partisipasi dalam kategori yang bersifat penting. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh tugas besar NKRI sebagai negara-bangsa yang belum
lama mencapai kemerdekaannya (dibawah 100 tahun) sehingga tugas
pembangunan nasional di segala bidang sangat mengemuka. Walaupun
demikian, NKRI sadar sepenuhnya bahwa lingkungan di luar nasional
baik regional maupun global memiliki pengaruh terhadap upaya
mencapai tujuan pembangunan nasional.
Dalam konteks maritim, kepentingan nasional tersebut akan
mengarahkan bagaimana keamanan maritim akan diterjemahkan.
Berdasarkan persepektif kepentingan nasional tersebut dihadapkan
dengan keamanan maritime matirks (Bueger, 2014) maka keamanan
maritim Indonesia tampak lebih bercorak kepada kemanan nasional
(national security), keamanan manusia (human security), dan keamanan
ekonomi (economy security). Sementara lingkungan maritime (marine
environment) relatif masih kurang ditekankan, yaitu hanya pada turunan
dari pernyataan kepentingan nasional itu sendiri yaitu dijelaskan dalam
kaidah-kaidah pokok.
Melalui sudut pandang kerangka kelompok pengguna praktek
keamanan (Security Practice and Communities of Practice) terlihat
keamanan maritim menitikberatkan lebih kepada tiga aspek yaitu
keamanan nasional, keamanan ekonomi, dan keamanan manusia.
Suhartono (2014) menjelaskan arti maritim dalam doktrin Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) tahun 2001 adalah segala
sesuatu yang berkenaan dengan laut ataupun berhubungan dengan
pelayaran dan perdagangan. Keluasan pengertian doktrin TNI-AL
Strategi Pertahanan Bawah Laut 121
sebagai salah satu aktor pengguna praktek keamanan maritim dalam
penjabarannya tetap mengarah kepada tiga aspek tersebut. Penguatan
postur kekuatan pertahanan Indonesia melalui Minimum Essential Force
(MEF) khususnya pada TNI AL menunjukkan aspek nasional keamanan
yang sangat kental (Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2015).
Laporan Sekretaris Jenderal PBB tahun 2008 dalam Oceans and
the Law of the Sea menjelaskan tujuh macam konstruksi ancaman
maritim yaitu pembajakan dan perampokan bersenjata, aksi teroris, lalu-
lintas illegal persejataan pemusnah massal, lalu-lintas narkotika,
penyelundupan dan penjualan manusia melalui laut, ilegal fishing, dan
kerusakan lingkungan laut dengan disengaja dan melawan hukum. Jika
dibandingakan dengan rumusan ancaman maritim pembentuk
keamanan maritim yg disampaikan oleh PBB tampak lebih spesifik
dibandingn kebijakan PMD sehingga ketujuh kontruksi ancaman
tersebut telah semuanya masuk kedalam kebijakan PMD.
Sementara itu Negara Inggris, United Kingdom (UK), sebagai
negara maritim merumuskan keamanan maritimnya menjadi lima
sasaran, yaitu mempromosikan keamanan domain maritim internasional
dengan berpegang kepada norma maritim internasional, membangun
kapasitas tata-kelola dan kapabiltas negara dalam área-area
kepentingan strategis maritim, melindungi segenap tanah tumpah UK
termasuk penduduk dan ekonomi, menjamin keamanan rute vital
perdagangan maritim dan transportasi energi dalam wilayah kelautan
UK secara regional maupun internscional, dan melindungi sumber daya
dan masyarakat UK dalam teritori luar negeri dari aktifitas ilegal dan
berbahaya termasuk didalamnya organisasi kejahatan dan teroris (UK
National Strategy for Marine Security, 2014). Kemudian strategi
keamanan maritim UK tahun 2014 lebih merujuk kepada ―resiko
Strategi Pertahanan Bawah Laut 122
keamanan maritim‖ dibanding ―ancaman keamanan maritim‖ juga
menambahkan faktor serangan cyber yang menyerang pelayaran
maupun infrastruktur maritim (Bueger, 2014).
Amerika Serikat (United State of America – US) yang masih
dipertimbangkan sebagai hegemon tunggal pada saat ini memandang
keamanan maritim yang masih condong bercorak kepada aspek
keamanan nasional. Lima konstruksi ancaman terhadap keamanan
maritim US adalah negara-bangsa lain, teroris, pembajakan dan kriminal
transnasional, kerusakan lingkungan, dan illegar imigrasi melalui laut
(The National Strategy for Maritime Security, 2005). Contoh lainnya
adalah Tentara Angkatan Laut Negara Belanda, Royal Netherlands
Navy, merumuskan maritim melalui dimensi geopolitik-diplomasi maritim,
perubahan lingkungan-tujuan lingkungan hidup, kebijakan energi,
urbanisasi-migrasi, kejahatan internasional dilautan, dan ketergantungan
ekonomi maritim (Maritime visión 2030, Royal Netherland Navy).
Dengan mempertimbangkan kajian diatas maka dapat disebut
konsep PMD tidak lain adalah Konsep Keamanan Maritim dengan
karakteristik yang lebih berfokus pada tiga aspek yaitu keamanan
nasional, keamanan ekonomi, dan keamanan manusia. Oleh karena itu
pilar kelima dari PMD, yaitu pilar ―keamanan maritim‖, sangat condong
kepada aspek keamanan nasional yang diwakili oleh pengelolaan
kekuatan militer, dalam hal ini, TNI AL dan penegakan hukum di laut.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penulisan ini yang akan disebut
dengan keamanan maritim terkait dengan pilar kelima dari PMD, dengan
orientasi pada keamanan nasional melalui kekuatan TNI AL.
Indonesia sudah melakukan langkah-langkah strategis demi
memperjuangkan hukum laut dalam rangka memperkokoh kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Deklarasi Djuanda pada
Strategi Pertahanan Bawah Laut 123
tanggal 13 Desember 1957, setahun lebih dulu sebelum diadakannya
konfrensi UNCLOS oleh PBB. Deklarasi Djuanda yang diprakarsai NKRI
memiliki maksud menjaga keutuhan territorial dan melindungi kekayaan
Negara Indonesia maka semua kepulauan serta laut yang terletak
diantaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang bulat. Deklarasi
Djuanda tersebut juga mengungkapkan bahwa penentuan batas
territorial yang lebarnya 12 mil, diukur dengan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik ujung terluar dari pulau-pulau yang ada di
Indonesia.
Sebagai tindak lanjut UNCLOS I, pada tanggal 17 Maret – 26 April
1960 kembali dilaksanakan konferensi hukum laut yang kedua
(UNCLOS II), yang membicarakan tentang lebar laut teritorial dan zona
tambahan perikanan. Namun seiring berjalannya waktu kesadaran
masyarakat dunia akan pentingnya mengatur batas- batas perairan,
akhirnya pada UNCLOS ketiga yang berlangsung pada tahun 1973
sampai dengan 1982, ditetapkan beberapa kesepakatan diantaranya
yaitu ditetapkannya Indonesia sebagai Negara Kepulauan, selain itu
dinyatakan bahwa Negara pantai seperti Indonesia berhak atas Laut
Teritorial sejauh 12 mil laut, Zona Tambahan sejauh 24 mil laut, Zona
Ekonomi Ekslusif sejauh 200 mil laut dan landas kontinen sejauh 350 mil
atau lebih yang lebar masing- masing zona tersebut diukur dari referensi
yang disebut garis pangkal. Laut territorial sendiri yaitu suatu kedaulatan
yang diberikan kepada Negara pantai termasuk ruang udara, dasar laut
dan tanah dibawahnya (Pandoyo, 1985). Sedangkan yang dimaksud
Zona Tambahan yaitu zona yang lebarnya tidak melebihi 24 mil yang
diukur dari garis pangkal dimana lebar laut territorial diukur. Selain itu
yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Ekslusif yaitu zona yang luasnya
200 mil dari garis pantai, dimana dalam zona tersebut sebuah Negara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 124
pantai mempunyai hak atas kekayaan alam didalamnya, berhak
menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang
diatasnya, ataupun melakukan penanaman kabel atau pipa (Germond,
2015).
Konfrensi UNCLOS III yang dilaksanakan di Montego Bay,
Jamaica ini kemudian mendorong Indonesia untuk mendeklarasikan diri
sebagai Negara kepulauan. Selain dampak positif dari UNCLOS,
ternyata ada kelemahan yang dirasakan oleh Negara Indonesia,
meskipun perbandingannya sangat jauh dari dampak positif yang
dirasakan (Mauna, 2005). Delimitasi atau pembagian laut juga berbeda-
beda. Ada delimitasi laut teritorial, delimitasi zona ekonomi eksklusif
maupun landas kontinen. Dalam situasi tertentu, delimitasi bisa
dilakukan untuk multi zona. UNCLOS mengatur masing-masing
delimitasi ini dengan ketentuan berbeda. Dengan memahami proses
delimitasi ini, bisa dimengerti bahwa suatu negara seperti Indonesia
memang bisa menentukan sendiri garis pangkal yang melingkupi
wilayahnya tetapi tidak bisa menentukan sendiri batasbatas
kekuasaannya atas laut.
Bagi Indonesia sendiri domain maritim sangatlah penting. Seperti
yang diutarakan oleh Laksamana TNI Agus Suhartono, Indonesia yang
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia memiliki elemen-elemen
dari kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim. Makna
laut bagi bangsa Indonesia yaitu laut sebagai medium transportasi,
medium kesejahteraan, dan medium pertahanan (Suhartono, 2010). Jika
pemerintah tidak serius dalam menjaga kedaulatan lautnya, maka yang
terjadi adalah seperti beberapa kasus seperti Pulau Sipadan dan Ligitan,
maupun pulau Ambalat yang saat ini sudah berada dikedaulatan
pemerintah Malaysia (Kusumaatmadja, 1978).
Strategi Pertahanan Bawah Laut 125
Pada kasus Sipadan dan ligitan, pemerintah Indonesia awalnya
tidak memasukan kedua pulau tersebut kedalam peta wilayah lautnya,
berbeda dengan Malaysia, ketika pulau tersebut masih dalam status
quo, mereka sudah membangun resort meskipun kedua pulau tersebut
memang tertera berada dalam peta wilayah laut Indonesia. Mereka
beranggapan bahwa meskipun kedua pulau tersebut masih sengketa,
namun berada pada wilayah Zona Ekonomi Ekslusif sehingga dianggap
berhak atas kekayaan dan sumber daya atas pulau tersebut
(Kusumaatmadja, 1978). Contoh lainnya yaitu tentang kasus Ambalat
yang bernasib hampir serupa dengan Pulau Sipadan dan Ligitan. Dalam
kasus Ambalat, disebutkan bahwa faktanya Ambalat bukan pulau
melainkan suatu wilayah perairan yang terletak antara Indonesia dan
Malaysia dan berada sekitar 80 mil dari garis pantai Indonesia
(Kusumaatmadja, 1978). Hal tersebut tentu sesuai dengan hasil dari
UNCLOS tentang Zona Ekonomi Ekslusif sehingga Ambalat berada
dalam zona tersebut yaitu sejauh 200 mil dari garis pantai.
Meskipun Ambalat berada pada Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia,
namun tentunya hal tersebut juga berlaku bagi Malaysia karena sama-
sama Negara yang meratifikasi UNCLOS, bahwa garis pantai Malaysia
pun masih berada pada rentang Zona Ekonomi Ekslusif sejauh 200 mil
dari garis pantai. Sehingga terjadinya tumpang tindih pengusaan atas
Zona Ekonomi Ekslusif. Berdasarkan ketentuan UNCLOS tentang Zona
Ekonomi Ekslusif bahwa Indonesia dan Malaysia sama- sama memiliki
hak untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang berada
dalam rentang jarak 200 mil dari garis pantai masing- masing negara.
Selain persoalan batas laut tersebut, perkembangan politik
kawasan Asia menjadi penting dan ekskalatif sifatnya dalam kaitannya
dengan tumbuhnya kekuatan Negara baru di Asia seperti China, India,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 126
dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Berkaitan dengan faktor
ekonomi, negara-negara tersebut muncul menjadi kekuatan ekonomi
baru di kawasan dan dunia. Khususnya China yang bertumbuh menjadi
kekuatan ekonomi baru dan besar, membuat US harus melakukan re-
orientasi kebijakan politiknya melalui kebijakan Re-Balancing Asia
(CSIS, 2011). Melalui kebijakan tersebut maka US meningkatkan
kehadiran politiknya di kawasan Asia melalui tiga inisiatif, yaitu
keamanan melalui kehadiran kekuatan militer, ekonomi melalui Trans
Pacific Partnership (TPP) dengan maksud mengimbangi Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan diplomacy
engagement (Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2015).
Situasi perpolitikan dalam negeri diliputi dengan kondisi yang
sangat dinamis dimana Indonesia sedang dalam proses melakukan
konsolidasi sistem demokrasi dan kelembagaan politik. Hal ini
dipertegas dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia (2015) yang
menyebutkan penataan signifikan sedang mewarnai jalannya kondisi
politik nasional mulai dari aspek infrastruktur politik, suprastruktur politik,
dan budaya politik. Terkait dengan maritim, pada masa pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla dibentuklah kementerian koordinator kemaritiman
sehingga diharapkan lalu lintas koordinasi kebijakan terkait dengan
kemaritiman dapat dioptimalkan. Hubungan antar lembaga negara
khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan pemerintah masih
mengalami pasang-surut. Sementara aktor utama sistem demokrasi,
yaitu partai politik sedang mengalami tantangan besar untuk merebut
kembali kepercayaan dari rakyat Indonesia atas kinerja dan budaya
politik yang tidak menggembirakan dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, terutama persoalan korupsi, komitmen, dan kapabilitas politik.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 127
Dalam hukum nasional Indonesia, kekuatan maritim merujuk
kepada kekuatan TNI AL melalui Undang-Undang RI No 34 tahun 2004
tentang TNI yang menjelaskan TNI AL memberikan pembinaan dan
membawahi koordinasi berbagai armada sipil seperti armada
perdagangan, armada perikanan , armada perhubungan, industri jasa
maritim dan sebagainya dalam potensi ketahanan maritim. Pada situasi
tersebut titik fokus pengelolaan keamanan maritime Indonesia ada pada
kekuatan TNI-AL sedangkan kekuatan non-militer (sipil)
dipertimbangkan sebagai kekuatan pengganda yang dapat digunakan
kala negara membutuhkan, misalnya dalam masa krisis. Pendekatan
seperti ini terlihat dalam pemikiran Corbet (2005) yang membahas
bagaimana penggunaan kekuatan Angkatan Laut dimana fokus konsep
strategi negara maritime besar adalah pada kekuatan Angkatan Laut.
Indonesia banyak memiliki permasalahan penegakan hukum
terutama sinergitas antar produk hukum perundangan dan aparat
penegak hukum. Kawasan maritim yang luas, harus dapat terawasi
secara menyeluruh oleh aparat yang jumlahnya tidak berbanding
seimbang. Peralatan dan teknologi pengawasan pertahanan maritim
Indonesia dinilai kurang memadai untuk dapat mencakup area maritim
Indonesia yang luas dan tersebar di seluruh wilayah Negara Indonesia.
Kenyataannya, anggaran pertahanan Indonesia dapat dihitung hanya
mencapai kurang dari 1% dari pendapatan dometik bruto (gross
domestic product), salah satu anggaran yang terendah di wilayah
ASEAN (Lai, 2009). Perundangan yang terkait dengan kelautan
mencakup 16 kebijakan setingkat undang-undang yang merentang
mulai dari ZEE, konservasi sumber daya hayati sampai dengan
pertahaanan dan keamanan. Demikian kompleks dan ragam kebijakan
terkait kemaritiman yang terfragmentasi dan saling tumpang tindih
Strategi Pertahanan Bawah Laut 128
berpotensi membuat langkah pengambilan keputusan dalam keamanan
maritim Indonesia menjadi lambat dan rumit. Salah satu bentuk contoh
tumpang-tindih kebijakan adalah permasalahan perbatasan maritim
antara provinsi dan kota. Undangundang No. 22/1999, yang kemudian
digantikan Undang-undang No. 32 tahun 2004, mensahkan setiap
provinsi memiliki zona maritim sejauh 12 mil yang diukur dari titik pantai,
dan setiap wilayah kota otonomi yang memiliki wilayah maritim memiliki
zona maritim sejauh 4 miles dari titik pantai. Kebijakan tersebut
kemudian berakibat pada tumpang tindih penguasaan wilayah maritim
antara profinsi yang bertetangga, dan dengan pemerintah pusat. Hal ini
disebabkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjang. Konsekuensi
pemberlakuan hukum tersebut adalah masalah kepemilikan dan otoritas
terhadap pulau terpencil. Permasalahan juga muncul pada izin berlayar
ataupun izin pengelolaan sumber daya perikanan.
Walaupun UU No. 34 telah menyebutkan peran utama TNI-AL
dalam kemaritiman, penanganan keamanan maritim Indonesia
melibatkan tujuh lembaga yang berbeda yaitu TNI, Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), Bea Cukai, Imigrasi, kementerian perhubungan,
kementerian lingkungan hidup, dan badan koordinasi keamanan laut
(Bakorkamla). Disaat yang bersamaan kedaulatan wilayah laut yang
merupakan bagian penting dalam keamanan maritim dengan aspek
keamanan nasional melibatkan lima lembaga, yaitu TNI, kementerian
dalam negeri, kementerian luar negeri, kementerian pertahanan, dan
kementerian hukum dan HAM. Melalui gambar tersebut pula, semakin
terlihat dengan jelas konsep keamanan maritim Indonesia pada aspek
keamanan nasional saja melibatkan begitu banyak lembaga yang
memerlukan tingginya tingkat komunikasi antar lembaga. Keadaan ini
akan memunculkan permasalahan lembaga-lembaga dalam
Strategi Pertahanan Bawah Laut 129
menjalankan tugasnya, khususnya TNI-AL sebagai kekuatan utama
dalam aspek keamanan nasional untuk menjaga keamanan laut. Selain
itu persoalanpersoalan yang muncul di wilayah laut Indonesia harus
menempuh jalan yang berliku dalam penanganan urusan kemaritiman.
2.4 Pembangunan Kekuatan Angkatan Laut Kawasan
Terkait pengembangan persenjataan matra laut
yang terjadi di kawasan contohnya adalah mulai
beroperasinya kapal induk pertama Tiongkok,
pengadaan Kapal Selam Kelas Kilo oleh Vietnam,
penambahan Kapal Perang Angkatan Laut Filipina dari
eks-U.S. Coast Guard, penambahan kekuatan Kapal
Selam Singapura, serta modernisasi Angkatan Laut
Australia melalui peningkatan kemampuan kapal atas
air serta pengadaan kapal selam baru.
Perkembangan sejarah persaingan antara kekuatan-kekuatan besar di
dunia tidak dapat dilepaskan dari persaingan untuk menguasai wilayah
lautan. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari urgensi wilayah laut
sebagai matra untuk menjamin eksploitasi sumber daya yang ada
didalamnya, jalur perdagangan serta pengamanan terhadap wilayah
daratannya. Globalisasi saat ini, membawa dampak terhadap
peningkatan perhatian dari negara terhadap keamanan wilayah laut.
Sebagai salah satu tempat dimana manusia melakukan berbagai
aktivitas tidak dapat dilepaskan dari berbagai gangguan dan ancaman.
Sejalan dengan munculnya berbagai gangguan dan ancaman, maka
berbagai upaya pun dilakukan untuk menciptakan keamanan wilayah
lautan yang berupa wilayah teritorial sebuah negara maupun di wilayah
Pembangunan kekuatan angkatan laut di wilayah kawasan adalah keharusan. Menambah jumlah armada dan meingkatkan sumber daya manusia adalah kunci memenangkan setiap ancaman yang datang dengan cara-cara strategis.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 130
lautan lepas untuk kepentingan negara maupun masyarakat
internasional (Rachmat, 2015 : 160). Wilayah laut yang saat ini tengah
menjadi perhatian banyak negara adalah di samudera Pasifik, banyak
negara yang menggantungkan kehidupan ekonomi dan pertahanannya
di wilayah ini.
Asia Pasifik merupakan kawasan yang mempertemukan kekuatan
besar dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, Rusia dan bahkan new
emerging superpower, China. Asia pasifik diposisikan sebagai ―hub‖ dari
interaksi negaranegara tersebut maupun dengan negara-negara lain
berada dikawasan tersebut baik secara bilateral maupun multilateral.
Oleh karena itu semua negara di kawasan Asia Pasifik berupaya untuk
menciptakan sebuah arsitektur keamanan yang dinamis dan stabil untuk
menjamin kepentingan nasional mereka dikawasan tersebut. Pada awal
abad ke-21 erjadi perubahan dalam arsitektur keamanan di Asia Pasifik
terkait dengan peningkatan kapabilitas ekonomi dan militer China
sementara AS tengah menghadapi pemangkasan anggaran pertahanan.
Dengan kondisi tersebut perkembangan kekuatan maritim China
dipersepsikan sebagai ancaman bagi pengaruh AS di wilayah Pasifik.
Dengan demikian maka akan terjadi perubahan dalam interaksi kedua
negara yang akan berdampak kepada stabilitas keamanan di Asia
Pasifik. Merujuk kepada realitas tersebut tulisan ini akan melakukan
pembahasan terhadap persaingan kekuatan maritim diantara China
yang berhadapan dengan AS dan memberikan gambaran mengenai
dampak dari persaingan tersebut dalam konstelasi keamanan
dikawasan Asia Pasifik.
Akhir rivalitas negara superpower pasca Perang Dingin (yaitu
Amerika Serikat dan Uni Soviet) dan perubahan dunia ke dalam sebuah
tatanan internasional yang bersifat multipolar mempunyai implikasi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 131
signifikan bagi keamanan regional. Hal ini merupakan suatu usaha yang
tidak dapat ditebak sama sekali tetapi dalam waktu bersamaan
memunculkan harapan untuk terciptanya perdamaian dan stabilitas yang
ingin dicapai melalui konsep dan pendekatan baru mengenai keamanan,
yang paling penting adalah ini menjadi sebuah multilateralisme dan
kerjasama keamanan (Acharya, 2002 : 2). Terjadinya perubahan
terhadap keamanan regional ditandai dengan mulai tumbuhnya
multilateralisme keamanan dikawasan Asia Pasifik. Ini merupakan
sebuah perubahan untuk regionalisme yang lama dibentuk sesuai
dengan hubungan aliansi bilateral dan model dari konflik manajemen
(Acharya, 2002 :4).
Untuk memahami isu keamanan suatu kawasan regional kita
dapat menggunakan pendekatan yang digunakan oleh Barry Buzan,
bahwa keamanan pada dasarnya merupakan fenomena yang relasional
(Buzan, 1987 : 299). Oleh karena itu, keamanan suatu negara dan suatu
kawasan tidak dapat dipahami tanpa memahami pola saling
ketergantungan keamanan diantara negara-negara di kawasan tersebut.
Dalam memahami keamanan regional ini maka Buzan menawarkan
suatu konsep yang disebutnya sebagai fenomena security complex.
Yang dimaksud dengan security complex merujuk pada Buzan (1987)
didefinisikan sebagai: ―a group of states whose primary security concern
link together sufficiently closely that their national security cannot
realistically be considered apart from one another‖. Dengan demikian,
konsep security complex ini mencakup aspek persaingan dan juga
kerjasama di antara negara-negara yang terkait. Karakter Security
Complex yang mencakup adanya saling ketergantungan antara rivalitas
yang terjadi berbanding lurus dengan adanya kepentingan bersama. Ini
yang selanjutnya oleh Buzan di istilahkan dengan pola amity dan enmity
Strategi Pertahanan Bawah Laut 132
di antara negara-negara. Yang dimaksud dengan amity adalah
hubungan antar negara yang terjalin berdasarkan mulai dari rasa
persahabatan sampai pada ekspektasi atau harapan (expectation) akan
mendapatkan dukungan (support) atau perlindungan satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan enmity oleh Buzan digambarkan
sebagai suatu hubungan antar negara yang terjalin atas dasar
kecurigaan (suspicion) dan rasa takut (fear) satu sama lain.
Pola dari amity dan enmity merupakan pemahaman terbaik dari
yang dimulai dari analisis pada level regional serta tambahan dengan
memasukan faktor global pada satu sisi dan faktor domestik disisi
lainnya (Buzan dan Weaver, 2003 : 7). Oleh karena itu dalam
menganalisa level keamanan regional digunakan pola amity dan enmity
sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat intensitas ketegangan antar
negara yang berada di kawasan tersebut. Ketika amity tercipta antara
negaranegara di kawasan tersebut maka dapat dipastikan adanya
kestabilan dan tingkat keamanan yang relatif stabil, namun sebaliknya
ketika yang ada adalah enmity antar negara maka dapat dipastikan
keamanan regional akan rawan dengan konflik dan ketegangan.
Pattern of amity/enmity ini dapat muncul dan berkembang akibat
dari berbagai isu yang tidak dapat dipahami hanya dengan melihat
distribution of power yang ada di antara negara-negara terkait. Hal ini
dikarenakan pattern of amity/enmity dapat muncul dan berkembang
akibat dari berbagai hal yang bersifat spesifik seperti sengketa
perbatasan, kepentingan yang berkaitan dengan etnik tertentu,
pengelompokan ideologi dan warisan sejarah lama, baik yang bersifat
negatif maupun yang bersifat positif. Dalam konsep ini seringkali
terdapat pergeseran sehingga diperlukan beberapa cara dalam
memahami sebuah security complex, pertama ; dengan melihat pola
Strategi Pertahanan Bawah Laut 133
amity dan enmity-nya, kedua ; dengan melihat distribusi kekuatan yang
terjadi diantara negara-negara utama dalam kawasan tersebut.
2.4.1 Enmity Dalam Dinamika Hubungan China Dan AS
China dan AS memiliki catatan sejarah hubungan yang diwarnai
dengan ketegangan, khususnya terkait dengan rivalitas ideologi pada
masa perang dingin. Pada masa ini, dua negara tersebut berada dalam
kutub yang berbeda, AS dengan demokrasi-liberal dan China dengan
komunis-sosialis. Kondisi ini secara alami membawa kedua negara
berhadapan secara dalam nuansa konfliktif, bahkan berada dalam titik
terendah dalam hubungan kedua negara dengan pembekuan hubungan
diplomatik yang kemudian berhasil dicairkan kembali melalui
pelaksanaan diplomasi pingpong pada awal tahun 1970an. Meskipun
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa rivalitas tetap menjadi warna
dalam dinamika hubungan diantara kedua negara.Bagi China terdapat 3
permasalahan utama yang terkait dengan tata internasional, yang akan
merugikan negaranya yakni dominasi AS, status Taiwan dan tekanan
demokratisasi (Legro, 2007 : 517).
Dominasi AS dalam level global maupun dikawasan Asia Pasifik
dalam bidang ekonomi maupun militer menjadi tantangan tersendiri bagi
perkembangan ekonomi dan militer China. AS sendiri telah
mendominasi perekonomian dunia sejak akhir abad ke 19 dan awal
abad 20 yang berbanding lurus dengan perkembangan kekuatan militer.
Terlebih saat China mulai mengintegrasikan diri dalam sistem ekonomi
global dan institusi multilateral seperti WTO yang menciptakan
interdependensi diantara kedua negara serta membawa konflik
senantiasa mewarnai hubungan kedua negara (Hufbauer dan Woollcoot,
2012 : 35). Salah satu permasalahan ekonomi yang harus dihadapi oleh
Strategi Pertahanan Bawah Laut 134
AS terkait kebijakan perdagangan China adalah saat negara tesebut
mendorong peningkatan ekspor yang disertai dengan penurunan nilai
tukar mata uangnya yang membuat produk China menjadi murah. Bagi
China hal ini merupakan sebuah strategi untuk memperluas pasar dan
konsumsi produk di luar negeri sementara bagi AS kondisi sangat tidak
menguntungkan karena produk mereka menjadi tidak kompetitif
sementara AS sendiri tengah mengalami tekanan ekonomi didalam
negeri.AS kemudian merespon dengan mengeluarkan kebijakan
proteksionisme yang ditujukan kepada China yang membuat China
membawa permasalahan ini ke WTO, namun panel WTO menolak klaim
China (Ikenson, 2012 : 2).
Meskipun kebijakan AS terhadap Taiwan cenderung sangat bias,
namun hal tersebut menjadi batu sandungan bagi China dalam
menerapkan kebijakan ―one china policy‖.AS senantiasa menerapkan
standar ganda terhadap Taiwan, karena pada satu sisi AS menjadi salah
satu pemasok utama persenjataan bagi Taiwan namun disisi lain AS
senantiasa berusaha menjaga hubungan baik dengan China. Seperti
pada tahun 1950 AS mengerahkan Armada Ke-7 ke Selat Taiwan untuk
mencegah serangan China terhadap Taiwan. Sementara untuk
memperbaiki hubungan dengan China, klausul yang diajukan adalah
penghentian penjualan senjata kepada Taiwan. Perilaku AS dalam
masalah Taiwan didasarkan kepada pilihan logis-rasional dengan basis
kepentingan nasional yang bersifat kondisional (Rachmat, 2010 : 287).
Taiwan akan menjadi salah satu permasalahan sensitif bagi China
dalam hubungan dengan AS yang akan memicu ketegangan diantara
kedua negara. Tekanan demokratisasi dalam level global yang tidak
lepas dari sponsor AS menjadi kekhawatiran utama dari China. Bagi
China tekanan yang muncul merupakan salah satu bentuk dari dominasi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 135
AS dalam sistem internasional. Kasus Tiananmen tahun 1989
memunculkan tekanan dunia internasional terhadap China dengan
menggunakan isu demokrasi dan hak azasi manusia dengan
menempatkan China sebagai negara yang tidak demokratis dan
pelanggar HAM. Disamping itu tekanan muncul dengan embargo
ekonomi maupun militer dari AS yang diikuti oleh penangguhan bantuan
dari institusi keuangan internasional (Turner, 2011 : 40). Kondisi saat ini
pun menjadi kekhawatiran China terlebih dengan bercermin kepada
fenomena Arab Spring yang terjadi di Afrika Utara dan sebagian negara
Arab, dimana demokratisasi dengan mengusung demokrasi ala barat
membawa sebagian besar negara tersebut kedalam konflik dan
instabilitas. China merespon dengan melakukan pemblokiran terhadap
informasi yang terkait dengan fenomena tersebut. China melihat bahwa
fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari adanya campur tangan
dari AS. Sebagai negara dengan sistem politik sosialis-komunis China
menganggap bahwa negaranya senantiasa menjadi sasaran terkait
dengan isu demokrasi yang diusung oleh negara barat khususnya AS.
Dominasi Kekuatan Militer AS di Kawasan Asia-Pasifik.
AS telah menempatkan kawasan Asia Pasifik sebagai wilayah
yang strategis sejak berakhirnya perang dunia II. Arti srategis kawasan
Asia Pasifik bagi AS terkait dengan kontribusi ekonomi yang diperoleh,
bahkan melebihi kontribusi yang berasal dari Eropa. Selama beberapa
dekade terakhir keberadaan dari AS di kawasan Asia Pasifik didasarkan
kepada 2 premis yakni keamanan wilayah Asia terkait dengan perang
dingin dan kekuatan ekonomi dari AS (Yoon, 2003 : 108). Selama masa
Perang Dingin, bahkan hingga saat ini banyak negara yang berada di
kawasan Asia Pasifik masih memiliki dependensi terhadap jaminan
keamanan serta keberadaan dari armada angkatan laut AS di Pasifik.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 136
Ketergantungan dari negara-negara yang berada dikawasan Asia-
Pasifik dapat dipahami sebagai sebuah upaya untuk mempertahankan
diri dari serangan pihak lain dengan mengandalkan kekuatan AS yang
berperan sebagai pelindungnya. Merujuk kepada Wagener (2010 : 2)
saat ini AS menjadi kekuatan dominan dan membentuk sebuah sistem
unipolar di Asia Pasifik, ini tidak merupakan sebuah kondisi yang tidak
direncanakan namun merupakan konsekuensi logis dari superioritas
ekonomi dan militer yang dimiliki AS. Dalam rangka mendukung dan
memperkuat kehadiran AS di Asia Pasifik, AS membentuk United States
Pacific Command (USPACOM) yang berpusat di Hawaii sebagai
komando militer yang bertanggungjawab atas stabilitas keamanan dan
pertahanan AS serta sekutunya di kawasan Pasifik. USPACOM
membawahi beberapa Pangkalan Militer AS yang berada dikawasan
AsiaPasifik seperti di Jepang, Korea Selatan dan Guam. Pangkalan
militer AS yang berada dikawasan ini berada dalam skala relatif kecil
namun memiliki tanggungjawab terhadap target bernilai tinggi yang
dilengkapi dengan kekuatan darat, laut dan udara dengan peluru kendali
jarak jauh (Bower, et.all, 2016 : 32)
Selama masa perang dingin, kekuatan maritim AS di wilayah Asia
Pasifik mendapatkan tantangan terkait dengan perebutan pengaruh
dengan Uni Soviet. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa AS memiliki
posisi yang lebih menguntungkan dengan adanya ikatan yang kuat
dengan negara-negara di dalam kawasan ini. Oleh karena itu Uni Soviet
tidak mampu untuk menahan laju pengaruh kekuatan angkatan laut AS
di pasifik, yang tentu saja memunculkan hegemoni AS terhadap
kawasan maritim di pasifik. Seiring dengan runtuhnya Uni Soviet, AS
menanggap bahwa pasifik sudah menjadi kawasan dengan status quo
atas hegemoni kekuatan angkatan laut AS. Dengan demikian AS telah
Strategi Pertahanan Bawah Laut 137
mengasumsikan bahwa kawasan Asia Pasifik telah berada dalam
pengawasan dan kontrol dari kekuatan armada lautnya. Kondisi ini
membuat AS mengubah haluan fokus pertahanan dan keamanan ke
wilayah Atlantik maupun Samudera Hindia seiring dengan
perkembangan kepentingan AS di kedua wilayah tersebut.
Perkembangan Kekuatan Maritim China Sebagai Upaya Balance
of Power di Pasifik. Balance of Power (BoP) merujuk kepada sebuah
kondisi dimana adanya distribusi dari kekuatan diantara negara dalam
sebuah sistem baik dalam ruang lingkup internasional maupun regional.
BoP secara ideal akan menjamin bahwa power tersebut terdistribusi
sedemikian rupa sehingga tidak ada satu negara atau entitas yang
mampu melakukan dominasi terhadap negara atau entitas lain
(Odgaard, 2007 : 25). Merujuk kepada Morgenthau (1995) kondisi BoP
merujuk kepada dua pola yakni pola persaingan secara langsung
maupun pola kompetisi. Pola persaingan secara langsung terkait
dengan keinginan dari masing-masing negara untuk mendepankan
kebijakannya dari kebijakan negara lain. Sementara pola kompetisi
terkait dengan upaya untuk mendapatkan dukungan dari negara ketiga
dalam rangka memaksimalkan kebijakan dari masing-masing negara.
Terkait dengan persaingan kekuatan maritim antara China dan AS di
Asia Pasifik, hal tersebut merujuk kepada pola persaingan secara
langsung. Hal ini terkait dengan keberadaan dari kebijakan masing-
masing negara ditujukan terhadap satu sama lain.
China melihat bahwa dalam konteks kekuatan maritim, AS telah
mendominasi wilayah pasifik dalam beberapa dasawarsa terkahir. Bagi
China, dominasi kekuatan maritim AS di pasifik membatasi keleluasaan
dalam ruang gerak dalam rangka meningkatkan kembali eksistensi
negaranya dalam bidang ekonomi, politik dan militer.Merujuk kepada
Strategi Pertahanan Bawah Laut 138
Chang (2012 : 22) kekhawatiran China akan dominasi AS berkaca
kepada kesuksesan persenjataan canggih AS dalam perang teluk tahun
1991 dan kegagalan China melakukan deterrence kepada AS saat
terjadinya krisis di Selat Taiwan pada periode 1995-1996. Dimana pada
saat tersebut AS menerapkan strategi gunboat diplomacy dengan
menempatkan gugus tempur Armada ke – 7 untuk mengamankan
Taiwan dari ancaman China. Kondisi tersebut mengharuskan China
membangun sebuah kekuatan yang mampu untuk melakukan
deterrence terhadap kekuatan angkatan laut AS khususnya armada
pasifik.
Respon terhadap kondisi tersebut membuat China di bawah
kepemimpinan Presiden Hu Jin Tao mengeluarkan kebijakan dalam
rangka merevisi misi dari People Liberation Army (PLA) dalam rangka
meningkatkan kepentingan strategis China dalam ruang lingkup global
dan mengawal kekuasaan partai (partai komunis China), menjamin
keamanan perkembangan ekonomi nasional, dan kedaulatan teritorial
(Sharman, 2014 : Dalam rangka mewujudkan misi tersebut, maka China
memerlukan kekuatan maritim yang akan diperoleh melalui modernisasi
PLA Navy, khususnya untuk membuka pembatas ruang gerak yakni
kekuatan maritim AS yang berada di Pasifik. Peningkatan kapabilitas
militer China tidak dapat dilepaskan dari peningkatan cepat Gross
National Product (GNP) yang membuat China dengan mudah
mengembangkan kekuatan militer dalam beberapa tahun terakhir.
Peningkatan produktivitas, pendapatan perkapita dan penguasaan
teknologi yang berdampingan dengan pertumbuhan ekonomi membuat
kemampuan China dalam mendapatkan persenjataan canggih yang
dibeli dari negara lain maupun dikembangkan secara mandiri (Friedberg,
2005 : 18). Pembangunan kekuatan angkatan bersenjata China berjalan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 139
seiring dengan perkembangan ekonomi negara tersebut, hal ini terlihat
dari indikator kenaikan anggaran militernya, dimana dalam paparan
Departemen Pertahanan China tahun 2012 terlihat adanya peningkatan
anggaran mencapai 670,27 miliar yuan (sekitar Rp. 965 triliun) yang
berarti meningkat sebesar 11,2% atau 67 miliar yuan (sekitar Rp. 96,5
triliun) dari anggaran tahun lalu. Anggaran Departemen Pertahanan
China merupakan yang terbesar kedua di dunia dengan jumlah hanya
terpaut 4,8% dari anggaran militer AS (Lisbet, 2012 : 5). Peningkatan
anggaran pertahanan tersebut ditujukan untuk melakukan modernisasi
persenjataan yang dianggap telah jauh tertinggal dari negara lain.
Disamping itu China berupaya untuk mengubah orientasi pertahanan
dan militernya dari Darat ke penguatan Angkatan Udara dan Laut.
Sorotan terhadap pengembangan kekuatan Angkatan Laut China
(People Liberation Army Navy/ PLAN) dan Angkatan Udara China
(People Liberation Army Air Force/ PLAAF) semakin menguat seiring
dengan pencapaian teknologi yang diadaptasi dalam persenjataan yang
digunakannya. PLAN sendiri bagi China memiliki arti penting sebagai
kekuatan maritim strategis kawasan yang berperan untuk melindungi
kepentingan ekonomi China terutama di wilayah pesisir, kepentingan
China dalam bidang maritim serta mengoptimalkan operasi pertahanan
laut dalam kerangka pertahanan nasional (Muhammad, 2009 : 419).
Pengembangan teknologi persenjataan dari PLAN dan PLAAF tidak
dapat dilepaskan dari tuntutan perubahan doktrin pertahanan China
yang akan menitikberatkan pertahanan mereka di wilayah udara dan
laut. Disamping itu yang membuat China semakin disegani adalah
Kemampuan dari China untuk mengadaptasi dan kemudian
memproduksi sendiri kapal maupun berbagai perlengkapan pendukung
serta persenjataan menjadi modal bagi negara ini untuk secara leluasa
Strategi Pertahanan Bawah Laut 140
mengembangkan postur PLAN baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Kondisi membuat PLAN dan PLAAF menjadi matra yang paling
menonjol dalam mengembangkan kapabilitas tempur. Secara kualitas
terhitung sejak 1990 China telah mengoperasikan tidak kurang dari 10
kapal destroyer dan frigat yang dilengkapu dengan teknologi radar dan
rudal terbaru dengan kemampuan anti-air warfare dan surface combat
(Chang, 2012 : 23).
Kemampuan Penelitian dan Pengembangan secara mandiri
tersebut tentu saja akan mendukung pelaksanaan serta evolusi dari
doktrin pertahanan laut yang dimiliki. Hal ini terlihat saat ini dimana,
modernisasi yang dilakukan terhadap PLAN menitikberatkan kepada
akuisisi program persenjataan, yang didalamnya termasuk program
untuk mengembangkan rudal balitik antikapal Anti-ship Balistic Missile
(ASBMs), rudal jelajah anti-kapal Anti ship cruiser missile (ASCMs) rudal
jelajah untuk target didarat Land-attack Cruise Missiles (LACMs), rudal
permukaan ke udara (surface to air missile), ranjau, pesawat berawak,
pesawat tanpa awak, kapal selam, kapal induk, kapal perusak, kapal
fregat, kapal patrol, kapal pendarat ambhibi, kapal penyapu ranjau,
kapal medis dan kapal pendukung (O‗Rouke, 2013 : 3). Dalam
mendukung perluasan kapabilitas negaranya dalam bidang regional
maritime surveillance Badan Penelitian dan Pengembangan China juga
tengah membangun sejumlah kapal selam baru dan mengadakan
modernisasi persenjataan. Adapun modernisasi persenjataan yang
dimaksud terutama pada Conventional Ballistic and Land Attack Cruise
Missiles yang merupakan inti dari kekuatan udara koersif China seperti
Short Range Ballistic Missile Infrastructure, Medium Range Ballistic
Missiles, Ground Launched Cruise Missiles, Anti-ship Ballistic Missiles
(ASBM) and Beyond (Lisbet, 2012 : 7). Pembangunan dan penyebaran
Strategi Pertahanan Bawah Laut 141
ASBM merupakan salah satu contoh dari semakin meningkatnya
kemampuan militer China di bidang persenjataan.
Program tersebut telah menunjukan perkembangan yang sangat
signifikan dimana saat ini PLAN telah secara resmi mengoperasikan
kapal induk (Aircraft Carrier). China berhasil membangun kembali Kapal
Induk kelas Varyag ex-Uni Soviet yang kemudian diberinama Liaoning,
meskipun keberadaan dari kapal Induk dalam era modern bukan
sesuatu yang baru, namun bagi China hal ini merupakan pencapaian
terutama bagi PLA Navy. Hal ini merupakan sebuah simbolisasi bahwa
PLAN telah naik ke ranking tertinggi dalam jajaran Angkatan Laut dunia
(Chang, 2010 : 1). Keberhasilan dari upaya untuk melakukan retrofit
terhadap Kapal Induk Liaoning diikuti oleh ambisi China dalam
membangun Kapal Induk kedua. Ambisi ini tentu saja menunjukan
bahwa kekuatan maritim China tengah ditujukan untuk meningkatkan
projection force melalui strategi ―far seas‖nya. Hal ini didukung dengan
berbagai kapal perang, serta keberhasilan dari PLAN untuk
mengoperasikan pesawat tempur J-15 dari kapal Induk Lioning. Melihat
realitas tersebut maka strategi ―far seas‖ yang kemudian dianut oleh
PLAN akan semakin mudah untuk dijalankan mengingat kemampuan
daya jangkau dari gugus tempurnya dapat mencakup wilayah yang
cukup jauh.
Kekuatan maritim China didukung pula oleh kepemilikan kapal
selam nuklir, dimana China telah memiliki kapal selam kelas Jin dan
Kelas Shang yang masuk dalam jajaran PLAN sejak tahun 2000an.
Keberadaan dari kapal selam nuklir yang ditempatkan pada armada
Selatan merupakan sebuah sinyal akan upaya dari China untuk
melakukan dominasi terhadap wilayah maritim pada kawasan tersebut
yang terkait dengan permasalahan konflik wilayah di Laut China
Strategi Pertahanan Bawah Laut 142
Selatan. Disamping itu China telah meningkatkan kemampuan untuk
melakukan serangan amphibi yang didukung oleh dua kapal Landing
Platform Dock (LPDs) kelas Yuzhao, yang mampu melaksanakan misi
penyerangan dari kapal ke daratan dengan mudah.
Kekuatan maritim China, didukung pula oleh PLAAF yang mampu
memberikan dukungan terhadap operasi maritim yang dijalankan oleh
PLAN. PLAAF telah mendatangkan Sukhoi SU-30MK2 sebagai tulang
punggung armada tempurnya yang didukung pula oleh pesawat tempur
buatan lokal JH-7A dan pesawat yang memiliki kemampuan early
warning system yang bertugas untuk melakukan pengawasan serta
pengintaian di wilayah maritim. Untuk meningkatkan daya jelajah
armada tempur dalam rangka mendukung operasi maritim (Chang,
2009: 23), PLAAF juga telah melakukan modifikasi terhadap pesawat
pembom menjadi pesawat tanker yang berfungsi sebagai pengisian
bahan bakar pesawat tempur maupun pesawat pengintai di udara.
Kemampuan tersebut menjadi penting mengingat kemampuan dari
PLAAF harus mampu mengimbangi strategi ―far seas‖ yang dijalankan
oleh PLAN. Dengan kekuatan yang dimiliki PLAAF akan mampu
meningkatkan kemampuanair superiority maupun direct strike mission.
Dengan demikian maka sinergi antara PLAN dan PLAAF akan menjadi
kombinasi yang sangat kuat dalam rangka mengamankan seluruh
kepentingan nasional China khususnya kepentingan maritim negara
tersebut dari ganggungan pihak manapun.
2.4.2 Kebijakan Re-balancing AS di Asia-Pasifik
Kawasan Asia Pasifik dalam sejarah strategis AS diposisikan
sebagai wilayah buffer untuk mengamankan wilayahnya dari berbagai
ancaman. Demikian pula dengan negara lain memposisikan asia pasifik
Strategi Pertahanan Bawah Laut 143
sebagai kawasan yang sangat strategis untuk melakukan pertahanan
maupun serangan terhadap negara lain, khususnya bagi AS. Hal ini
terbukti dengan strategi yang dilakukan oleh Jepang pada masa Perang
Dunia II dengan menghancurkan garis depan Angkatan Laut AS di Pearl
Harbour Hawaii sebagai langkah awal sebelum melakukan ekspansi di
Asia. Berakhirnya Perang Dunia II, AS tetap menempatkan kekuatan
Angkatan Laut di kawasan ini dengan membukan beberapa pangkalan
militer di Okinawa, Guam maupun Hawaii untuk melindungi sekutunya di
kawasan ini.
Memasuki masa Perang Dingin, konsentrasi AS difokuskan ke
wilayah Samudera Altantik untuk melindungi sekutunya di Eropa dari
ancaman invasi Uni Soviet. Meskipun demikian AS masih tetap
mempertahankan kekuatan di wilayah Pasifik sebagai bagian dari
kebijakan containment policy dengan membuka pangkalan militer di
Subik Filipina. Berakhirnya Perang Dingin membawa konsekuensi
terhadap melemahnya pengaruh AS di kawasan Asia Pasifik. Hal ini
ditunjukan dengan penarikan pasukan yang bermarkas di Subuk dan
Clark Filipina serta pengurangan dari satu gugus tempur yang mencapai
15% dari kekuatan udara AS dikawasan Pasifik (Agussalim, 1999 : 31).
Disamping itu, kekuatan ekonomi dan militer AS di kawasan Asia Pasifik
cenderung semakin melemah, salah satunya dapat dilihat melalui
pemotongan anggaran belanja untuk program kesejahteraan dan misi
militernya. Anggaran pertahanan AS yang mencapai angka sekitar US$
331 juta pada tahun 1987 menurun signifikan hingga US$ 226 juta di
tahun 1996. (Acharya, 2003).
Penurunan anggaran belanja militer menguatkan fakta terjadinya
pengurangan kekuatan dan pengaruh AS secara berkelanjutan di
kawasan Asia Pasifik. Pengurangan kehadiran militer AS secara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 144
signifikan di kawasan Asia Pasifik menimbulkan peluang bagi negara
lain untuk menancapkan pengaruh dan hegemoninya di kawasan. Hal ini
juga menimbulkan ketidakpastian akan potensi konflik maupun ancaman
keamanan karena perlombaan peningkatan kekuatan militer yang terus
berkembang mengakibatkan negara-negara Asia Pasifik kemudian
mengalami dilema keamanan serta terganggunya balance of power di
kawasan (Khairunnisa, 2013 : 595). Oleh karena itu AS pada masa
pemerintahan Presiden Barrack Obama berusaha untuk mengembalikan
perimbangan kekuatan di Asia Pasifik seiring dengan perkembangan
dari kapabilitas militer China. Kebijakan ini tidak lain dilakukan untuk
menjaga kepentingan nasional AS dikawasan dalam rangka
menghadapi ancaman dari China. Merujuk kepada dokumen yang
dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan AS tahun 2015, terdapat 3
kepentingan yang ingin dicapai oleh AS di Asia-Pasifik yakni untuk
menjaga keamanan dari kebebasan di laut, untuk mencegah terjadinya
konflik dan tindakan kekerasan serta mempromosikan tegaknya hukum
dan standar internsional (US Departement of Defence, 2015).
Penguatan kehadiran militer AS diperlukan sebagai
counterbalance untuk meningkatkan posisi bargaining mereka dalam
upaya penyelesaian yang tengah diupayakan. Pertimbangan negara-
negara Asia Pasifik mengacu pada kekuatan militer yang mereka miliki
cenderung lebih lemah jika dibandingkan dengan China yang terus
mengalami peningkatan dan modernisasi. Keberadaan AS dengan
kekuatan militernya diperhitungkan dapat mengimbangi dan
membendung perkembangan pesat kekuatan militer China di kawasan
Asia Pasifik. Walaupun pada saat ini China dengan kekuatan besarnya
yang terus mengalami peningkatan pesat tersebut bukanlah sebuah
ancaman, akan tetapi di masa depan, tanpa adanya kekuatan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 145
penyeimbang (counterbalancer), China memiliki kemungkinan besar
untuk menjadi ancaman keamanan bagi negara sekitarnya.
Penegasan dan pernyataan resmi perubahan fokus kebijakan ke
kawasan Asia Pasifik baru dikeluarkan oleh pemerintahan Obama pada
akhir tahun 2011, akan tetapi sejak Obama menjabat sebagai Presiden
AS telah ada suatu upaya pendekatan dan penguatan hubungan aliansi
keamanan secara bilateral dengan negara-negara di Asia Pasifik. Pasca
pidato Presiden Barrack Obama, Departemen Pertahanan Amerika
Serikat kemudian mengeluarkan dokumen resmi Sustaining US Global
Leadership: Priorities for 21st Century Defense pada Januari 2012 yang
semakin menguatkan komitmen AS untuk memprioritaskan kawasan
Asia Pasifik dalam kebijakan militernya. Dalam dokumen tersebut
terdapat rencana pembentukan Joint Force di kawasan Asia Pasifik
dianggap perlu untuk meningkatkan kapabilitas kekuatan militer AS dan
aliansinya untuk dapat menjalankan misi-misi militer utama, salah
satunya ialah mencegah pembentukan Anti-Access/ Area Denial
(A2/AD) yang dapat membatasi akses di wilayah perairan internasional
oleh negara tertentu, seperti China maupun Iran.
Keberadaan AS dan China dalam rivalitas kekuatan maritim di
Asia Pasifik tidak dapat dilepaskan dari adanya berbagai konflik yang
terjadi didalam kawasan tersebut. Baik konflik yang langsung melibatkan
negara yang bersangkutan maupun yang melibatkan sekutu dari salah
satu negara tersebut. Di Asia Pasifik sendiri terdapat beberapa titik
potensi konflik yang terkait dengan sengketa kewilayahan melibatkan
China untuk berhadapan dengan negara-negara yang kemudian
didukung oleh AS. Konflik tersebut diantaranya sengketa kepulauan
Senkaku/Diayou antara China dengan Jepang, permasalahan status
Taiwan dan konflik di laut China Selatan yang menghadapkan China
Strategi Pertahanan Bawah Laut 146
dengan 5 negara lain. Kehadiran AS dalam konflik tersebut tentu saja
terkait dengan adanya potensi gangguan terhadap kepentingan nasional
AS yang kemudian membawa negara tersebut berhadapan dengan
China. Salah satu konflik yang secara langsung membawa China dan
AS berhadapan secara langsung adalah konflik di Laut China Selatan.
Meskipun AS tidak terkait dengan permasalahan kewilayahan namun,
AS dalam kaitan dengan konflik tersebut mempersepsikan bahwa
kehadiran China akan mengancam sekutunya yang dalam hal ini adalah
Filipina. Benturan kepentingan yang terjadi di Laut China Selatan akan
semakin menguat mengingat AS sebagai kekuatan super power dan
China sebagai new emerging super power.
Merujuk kepada Sudira (2014 : 146-147), mulai intensnya AS
untuk melibatkan diri di kawasan Asia menunjukan bahwa secara
strategis, politik dan ekonomi, AS tidak bisa melepaskan diri dari Asia.
AS dibawah Obama tidak pernah menurunkan perhatiannya pada
kawasan yang diharapkan akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang tertinggi dalam dua puluh tahun ke depan, serta menjadi kawasan
yang penuh tantangan bagi AS. Kondisi tersebut merujuk kepada
platform dari orientasi pandangan Hillary Clinton yang menjelaskan
bahwa kembalinya perhatian strategis AS ke kawasan Asia sangat
sesuai dengan logika keseluruhan dari usaha global untuk
menyelamatkan kepemimpinan global AS.
Keputusan Amerika untuk membentuk poros diplomasi dan militer
di kawasan Asia Pasifik sudah ditunjukan terutama terhadap Beijing,
sebagai respon terhadap meningkatnya ambisi China untuk melakukan
dominasi di kawasan. Ada dua prisip kepentingan AS dalam konflik LCS
yakni akses dan stabilitas. Pertama, AS memiliki kepentingan yang kuat
dalam menjaga akses pelayaran yang tanpa hambatan di perairan LCS.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 147
Dari pandangan Washington, semua negara sangat membutuhkan dan
akan menikmati adanya kebebasan kelautan yang tinggi, termasuk
kebebasan pelayaran. Kedua, AS memiliki kepentingan terciptanya
stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Sama halnya
seperti kebebasan pelayaran, keamanan dan stabilitas juga akan
menjadi penopang utama kesejahteraan baik di Asia dan Amerika. Bagi
AS jika kawasan ini mengalami eskalasi konflik maka hal ini akan
menghambat dan menjauhkan warga dari kesejahteraan karena akan
hal tesebut akan menjadi hambatan bagi distribusi sumberdaya,
menurunnya volume perdagangan dan investasi intra-regional.
Dalam beberapa tahun terakhir, Laut China Selatan telah menjadi
arena bagi rivalitas antara China dan AS. Pada awal 2009, sejumlah
kapal nelayan China berupaya memotong kabel penghubung peralatan
sonar yang ditarik kapal pemantau AS, USNS Impeccable, di lepas
pantai Pulau Hainan. Kemudian, pada akhir 2009, kapal selam China
menghantam peralatan sonar bawah laut yang ditarik kapal perang AS,
USS John McCain, di Subic Bay, lepas pantai Filipina ( Neill, 2016 ).
Kejadian-kejadian tersebut tentu saja telah berdampak kepada
peningkatan ketegangan diplomatik diantara dua negara. Upaya
memperkuat pengawasan di wilayah yang dipersengketakan China
meluncurkan kapal fregat tipe 056A, Quijing, yang memiliki peralatan
pemburu kapal selam asing. Kapal ini akan ditempatkan di Laut China
Selatan. Penempatan kapal fregat tersebut berkaca pada era Perang
Dingin, saat AS dan para sekutunya menciptakan jaringan peralatan
melakukan pengintaian di dasar laut, yang terbenam di seluruh Asia
untuk mendengarkan pergerakan kapal selam Rusia, China kini siap
mengoperasikan jaringan serupa di Laut China Selatan dengan tujuan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 148
untuk memperluas pengawasan dan pemantauan terhadap aktivitas di
wilayah tersebut.
Rivalitas ini semakin terlihat nyata saat China mulai secara
langsung melakukan konfrontasi dengan kapal perang AS USS Lassen
yang berupaya untuk mengambil informasi mengenai pulau buatan yang
tengah dikerjakan oleh China di perairan yang dipersengketakan
tersebut. Keberanian China untuk melakukan konfrontasi langsung
terhadap kapal perang AS menunjukan kesiapan dari negara tersebut
untuk berhadapan secara langsung dengan AS. Bahkan dalam
pernyataan resmi pemerintah China menyebutkan bahwa negaranya
akan siap untuk menghadapi siapapun termasuk AS bila menganggu
wilayah yang menjadi klaimnya di Laut China Selatan. AS sendiri sejak
China berupaya untuk meningkatkan kehadirannya di wilayah konflik
dengan membangun pulau buatan untuk kepentingan militer di Laut
China Selatan selalu aktif melakukan pemantauan terhadap aktivitas
tersebut. AS sendiri telah menempatkan pesawat pengintai tanpa awak
yang berbasis di Darwin seiring dengan penempatan pasukan di
wilayah tersebut. Strategi ini dilakukan untuk memantau setiap
pergerakan dan aktivitas dari China di wilayah Laut China Selatan. AS
menyadari bahwa kapabilitas angkatan laut China saat ini tengah
berupaya untuk menyaingi kekuatan angkatan laut AS. China meyakini
bahwa kunci untuk memperluas pengaruh di Asia Pasifik adalah dengan
meruntuhkan dominasi angkatan laut AS yang berbasis di Pasifik.
2.5 Persetujuan Perbatasan Laut Indonesia dengan Negara
Tetangga
Indonesia mempunyai perbatasan laut dengan sepuluh negara
tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 149
Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Penentuan perbatasan
maritim masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang belum
terselesaikan hingga kini. Status persetujuan perbatasan yang telah
disepakati bersama serta yang masih menjadi agenda kedepan,
meliputi. Sebagai sebuah wilayah kepulauan, isu kemaritiman selalu
mendapat tempat dalam berbagai forum diskusi di Indonesia, baik dalam
ranah akademisi maupun panggung politik. Pada era Orde Lama,
muncul Deklarasi Juanda 1957 yang menyatakan bahwa perairan di
sekitar Nusantara dan yang menghubungkan pulau-pulau tersebut
menjadi bagian kedaulatan negara Republik Indonesia. Pada era Orde
Baru, Indonesia berhasil memperjuangkan konsep negara kepulauan
(archipelagic state) untuk diakui di dalam United Nations Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982. Pada era reformasi, isu
kemaritiman kembali mengemuka, terutama pada masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo yang memvisikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia. Di tengah upaya tersebut, salah satu tantangan yang
harus dihadapi adalah masih belum selesainya delimitasi batas wilayah
maritim. Indonesia sendiri memiliki perbatasan laut dengan sepuluh
negara, yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina,
Palau, Papua Nugini, Timor Leste, dan Australia (BNPP, 2011, 9–10).
Isu delimitasi semakin kompleks mengingat ada tiga jenis batas wilayah
maritim, yaitu batas laut teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona
ekonomi eksklusif.
Kompleksitas isu delimitasi batas wilayah maritim tersebut
dipetakan dengan baik oleh Vivian Louis Forbes dalam bukunya yang
berjudul Indonesia‘s Delimited Maritime Boundaries yang diterbitkan
pada awal 2014. Sebagai seorang geografer dan kurator peta, Forbes
memanfaatkan peta-peta yang detail dalam membangun informasi dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 150
argumentasinya dalam buku itu. Peta tersebut umumnya merupakan
dokumen hasil perundingan kedua negara yang cukup sulit didapatkan.
Hal ini menjadi kelebihan tersendiri dibanding buku atau referensi lain
yang membahas persoalan perbatasan maritim Indonesia dengan
negara tetangga, misalnya Luhulima dalam kasus Laut China Selatan
(2008), Irewati dalam kasus Timor Leste (2009), dan Rahman dalam
kasus Malaysia dan Singapura (2013) yang banyak menggunakan peta
sekunder. Bahkan peta yang disajikan Forbes lebih lengkap daripada
beberapa dokumen acuan pemerintah, seperti Desain Besar
Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun
2011–2025 dan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun
2015–2019 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Pengelola
Perbatasan RI.
Buku ini terdiri dari lima bab. Sebelum membahas secara lebih
detail problematika delimitasi batas, Forbes terlebih dahulu memberikan
pemahaman tentang Indonesia sebagai konteks dari studi buku ini pada
bab pertama. Ia memberikan gambaran umum tentang kondisi geografi
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang
menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta kondisi
iklim yang rentan terhadap pemanasan global dan berpotensi
menyebabkan hilangnya pulau-pulau (termasuk pulau yang dijadikan
titik dasar penentuan batas maritim). Forbes juga mengulas kondisi
ekonomi dan sosial, seperti tingkat produksi dan jumlah tenaga kerja
sektor perikanan, hingga kondisi hukum dan politik terkait pembagian
kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola
wilayah, baik darat maupun laut.
Penjelasan konteks Indonesia tersebut, menurut penulis,
setidaknya memiliki tiga makna penting. Pertama, memberikan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 151
pemahaman awal bagi pembaca yang belum familiar dengan Indonesia,
mengingat buku ini didistribusikan secara internasional. Kedua,
menjelaskan faktor-faktor yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi
oleh proses delimitasi batas wilayah maritim. Ketiga, memberikan
argumentasi mengapa delimitasi batas wilayah maritim penting untuk
dilakukan. Hal ini dapat digali dari contoh kasus yang dikemukakan
Forbes tentang ketegangan-ketegangan antara Indonesia dengan
negara tetangga akibat belum jelasnya batas maritim. Contoh kasus
pertama adalah ketidakpastian batas wilayah di sekitar Pulau Nipah,
Selat Singapura, telah menyebabkan beberapa kali benturan antarpatroli
angkatan laut Indonesia dan Singapura. Contoh kasus lainnya adalah
tumpang tindih klaim Tiongkok atas Laut China Selatan yang mencatut
sebagian ZEE Indonesia di utara Kepulauan Natuna telah memicu
insiden penahanan delapan kapal dan 77 nelayan berkebangsaan
Tiongkok oleh patroli Indonesia pada 20 Juni 2009, disusul dengan
insiden serupa pada 22 Juni 2010 (hlm.11). Jika delimitasi batas tidak
diselesaikan, kejadian serupa berpotensi terulang pada masa
mendatang. Deskripsi tersebut menjadi dasar bagi Forbes untuk
menjelaskan lebih lanjut tentang delimitasi batas maritim Indonesia pada
bab-bab selanjutnya, mulai dari dasar rasional klaim wilayah maritim,
proses negosiasi dengan negara tetangga dalam menentukan batas,
implikasi delimitasi batas yang belum selesai
Ketika Indonesia baru merdeka pada 1945, rezim maritim yang
berlaku saat itu adalah Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonnantie 1939 (Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim
1939) yang dibuat oleh Hindia Belanda. Ordonansi ini hanya mengakui
batas laut teritorial Indonesia sejauh tiga mil laut dari garis pantai setiap
pulau, di mana satu mil laut setara dengan 1,85 km. Adapun wilayah di
Strategi Pertahanan Bawah Laut 152
luar tiga mil laut tersebut, berdasarkan hukum kebiasaan, merupakan
lautan lepas yang bebas dilalui dan dimanfaatkan oleh semua negara
(Dam, 2009, 1; Adam, 2013, 24–25). Secara eksternal, aturan tersebut
menyebabkan Indonesia rentan terhadap intervensi asing yang berasal
dari laut. Secara internal, aturan tersebut juga membuat laut seolah
menjadi pemisah antarpulau di Nusantara, bukan menjadi penghubung.
Menyadari persoalan tersebut, pemerintah Indonesia pada 13 Desember
1957 kemudian mengeluarkan Deklarasi Juanda tentang perluasan
perairan teritorial. Melalui deklarasi ini, Indonesia mengklaim bahwa
―Segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-
pulau atau bagian pulaupulau yang termasuk daratan Negara Republik
Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-
bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia
dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional
yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik
Indonesia‖.
Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan diterbitkannya
Undang-Undang No.4/ Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Setidaknya ada dua konsep baru yang dipromosikan oleh Deklarasi
Juanda dan menantang rezim laut internasional saat itu. Pertama,
konsep batas laut teritorial bagi negara kepulauan sejauh 12 mil laut, di
mana sebelumnya hanya tiga mil laut. Kedua, konsep dasar untuk
penentuan batas laut teritorial dari garis pantai (coastal baseline) setiap
pulau menjadi garis lurus (straight baseline) yang menghubungkan titik-
titik terluar dari pulau-pulau terluar (hlm.13). Dua konsep ini terangkum
dalam Prinsip Negara Kepulauan (Archipelagic State Principle).
Melalui dasar tersebut, Indonesia telah beberapa kali menerbitkan
peta garis pangkal kepulauan. Pada 18 Februari 1960, lampiran
Strategi Pertahanan Bawah Laut 153
Undang-Undang No.4/Prp Tahun 1960 menyajikan peta garis pangkal
kepulauan sejumlah 199 segmen dengan panjang 8.167,6 mil laut
(hlm.21). Kemudian pada 8 Agustus 1996, Indonesia mengeluarkan
Undang-Undang No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang
sedikit merevisi peta garis pangkal kepulauan sebelumnya di sekitar
Laut Natuna. Pada 28 Juni 2002, garis pangkal kembali direvisi melalui
Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, di mana titik
dasar dijadikan lebih sederhana dari 201 menjadi 183 titik. Pada 2008,
PP No.38 Tahun 2002 kemudian direvisi oleh PP No. 37 Tahun 2008,
terutama pada bagian wilayah Ambalat yang secara geopolitik penting
terkait sengketa dengan Malaysia
Pada awalnya, prinsip negara kepulauan berikut klaim wilayah
maritim Indonesia mendapat protes dari banyak negara di dunia,
terutama yang berkepentingan terhadap kebebasan navigasi di laut
bebas antarpulau (high seas). Hal ini terlihat dari perdebatan yang
terjadi ketika Indonesia mempromosikan prinsip ini dalam forum The
Third United Nations Conference on the Law of the Sea yang dimulai
pada 1973. Indonesia sendiri sudah memulai upaya menjadikan prinsip
negara kepulauan sebagai hukum kebiasaan (customary law) melalui
perundingan dan penandatanganan perjanjian garis batas maritim
secara bilateral dan trilateral dengan negara tetangganya (Dam, 2009,
4). Hal itulah yang menjadi faktor pendukung bagi perjuangan Indonesia
bersama negara kepulauan lain, seperti Filipina, dalam konferensi
hukum laut ketiga tersebut. Prinsip ini akhirnya berhasil diterima dan
diadaptasi pada 1982 dengan disetujuinya draft United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Konvensi ini secara
khusus mengatur negara kepulauan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 154
Pasal 46 (a) konvensi tersebut mendefinisikan negara kepulauan
sebagai ―suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih
kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain‖. Untuk dapat
menentukan batas wilayah maritim negara kepulauan, pasal 47
menetapkan sejumlah aturan dalam proses delineasi garis pangkal
kepulauan (archipelagic baselines). Forbes merangkumnya menjadi lima
syarat yang harus dipenuhi. Pertama, di dalam garis pangkal kepulauan
tersebut harus mencakup pulau-pulau utama. Syarat ini dapat dengan
mudah dipenuhi oleh Indonesia karena semua garis pangkal yang dibuat
pada 1960 mencakup semua pulau utamanya. Kedua, garis pangkal
harus melingkupi wilayah laut yang setidaknya seluas daratannya, tetapi
tidak boleh lebih dari sembilan kali luas daratan. Syarat ini mencegah
negara-negara yang hanya terdiri atas beberapa pulau utama, seperti
Selandia Baru dan Inggris, untuk mengklaim dirinya sebagai negara
kepulauan karena wilayah daratnya akan jauh lebih luas dibanding
wilayah lautnya. Syarat ini juga menjamin bahwa negara yang terdiri
atas pulau-pulau kecil, seperti Kiribati dan Tuvalu, tidak dapat menarik
garis pangkal dari pulau-pulau yang saling berjauhan karena wilayah
lautnya akan melebihi sembilan kali luas daratannya. Indonesia sendiri
dapat dengan mudah memenuhi syarat ini. Total luas
Kedua, garis pangkal harus melingkupi wilayah laut yang
setidaknya seluas daratannya, tetapi tidak boleh lebih dari sembilan kali
luas daratan. Syarat ini mencegah negara-negara yang hanya terdiri
atas beberapa pulau utama, seperti Selandia Baru dan Inggris, untuk
mengklaim dirinya sebagai negara kepulauan karena wilayah daratnya
akan jauh lebih luas dibanding wilayah lautnya. Syarat ini juga menjamin
bahwa negara yang terdiri atas pulau-pulau kecil, seperti Kiribati dan
Tuvalu, tidak dapat menarik garis pangkal dari pulau-pulau yang saling
Strategi Pertahanan Bawah Laut 155
berjauhan karena wilayah lautnya akan melebihi sembilan kali luas
daratannya. Indonesia sendiri dapat dengan mudah memenuhi syarat
ini. Total luas daratan Indonesia adalah sekitar 1,9 juta km², sementara
luas perairan kepulauannya 2,28 juta km², sehingga rasio daratan:lautan
adalah 1: 1,
Ketiga, tidak ada segmen garis pangkal kepulauan yang
panjangnya melebihi 125 mil laut. Berdasarkan garis pangkal yang
dibuat pada 1960, segmen paling panjang yang dimiliki Indonesia
adalah 123,2 mil laut, sedangkan berdasarkan garis pangkal tahun 2002
dan 2008, segmen terpanjang hanya 122,75 mil laut. Keempat, hanya
3% dari total segmen garis pangkal kepulauan yang panjangnya boleh
lebih dari 100 mil laut. Dari total 180 garis pangkal kepulauan tahun
2008, hanya ada lima segmen yang panjangnya lebih dari 100 mil laut,
atau sekitar 2,78%. Kelima, penarikan garis pangkal demikian tidak
boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum kepulauan
tersebut. Syarat ini bersifat subjektif dan tidak terlalu ketat di mana
masing-masing kartografer dapat memilih garis yang berbeda-beda
untuk memenuhi syarat ini. Indonesia dapat dengan mudah memenuhi
syarat tersebut.
Terpenuhinya syarat yang diatur dalam pasal 47 UNCLOS 1982 di
atas menjadikan Indonesia berhak menyandang status sebagai negara
kepulauan. Dengan dasar status ini, Indonesia dapat mengklaim wilayah
maritim yang lebih luas dibanding berdasarkan Ordonantie 1939. Status
sebagai negara kepulauan menjadikan wilayah maritim Indonesia
bertambah sekitar 3 juta km², atau menurut versi BNPP (2011) 3,1 juta
km², dengan komposisi penambahan 0,3 juta km² laut teritorial dan 2,8
juta km² perairan laut Nusantara. Selain laut teritorial, ada dua lagi jenis
wilayah maritim yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Sebagai
Strategi Pertahanan Bawah Laut 156
negara pantai, Indonesia secara alamiah memiliki landas kontinen, yaitu
―dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut
yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah
wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga
suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial
diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak
tersebut‖ (UNCLOS 1982, pasal 76). Dalam hal ini, negara yang
memiliki landas kontinen memiliki hak eksklusif untuk mengeksplorasi
landas kontinen atau mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya. Bila
negara tersebut tidak melakukannya, tidak ada satu pihak pun yang
dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi landas kontinen tanpa
persetujuan tegas negara pantai tersebut (UNCLOS 1982, pasal 77).
Namun demikian, pada kasus dua negara pantai saling
berhadapan dengan jarak kurang dari 400 mil laut, penentuan batas
landas kontinen kemudian sering menimbulkan sengketa. Indonesia
sendiri mempunyai sembilan batas landas kontinen dengan India,
Thailand, Malaysia, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste,
dan Australia (BNPP, 2015, 32). Untuk menyelesaikan delimitasi ini,
Forbes menawarkan enam metode berdasarkan pengalaman
negaranegara di Asia Tenggara, yaitu: 1) saluran atau garis tengah dari
perairan terdalam, 2) median atau garis yang sama jaraknya dari titik
pantai terdekat kedua pihak (equidistant line), 3) garis tegak lurus
(perpendicular) terhadap arah umum pantai, 4) penggunaan garis
lintang dan atau garis bujur sejajar/paralel, 5) batas alami secara geologi
dan geomorfologi, dan 6) faktor ekologi untuk zona ekonomi eksklusif
atau zona perikanan. Pemilihan metode tersebut tentu dilakukan dalam
forum negosiasi bilateral maupun melalui arbitrasi. Indonesia sendiri
Strategi Pertahanan Bawah Laut 157
mengadopsi prinsip bahwa batas maritim paling baik diselesaikan
melalui negosiasi, bukan arbitrasi.
Batas maritim yang lain adalah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE),
yaitu suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang
tunduk pada rezim hukum khusus berdasarkan hak-hak dan yurisdiksi
negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain.
Negara pantai seperti Indonesia dapat mengklaim ZEE sejauh maksimal
200 mil laut dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar
laut teritorial (UNCLOS 1982, pasal 57). Indonesia tidak mempunyai
kedaulatan terhadap ZEE-nya, tetapi memiliki hak-hak berdaulat
(sovereign rights) untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam hayati dan non-
hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di
bawahnya, dan berkenaan dengan kegiatan lain, seperti produksi energi
dari air, arus, dan angin (UNCLOS 1982, pasal 56).
Pada tingkat domestik, Indonesia menerbitkan Undang-Undang
No.5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Selain
mengakomodasi hak berdaulat, undang-undang ini juga menegaskan
bahwa Indonesia mempunyai yurisdiksi dalam pembuatan dan
penggunaan pulau-pulau buatan (pasal 4 ayat 1). Berbeda dengan laut
teritorial yang sepenuhnya di bawah kedaulatan Indonesia, di dalam
ZEE ini Indonesia menjamin kebebasan pelayaran dan penerbangan
internasional serta pemasangan kabel dan pipa bawah laut sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku (pasal 4 ayat
2), di mana setiap kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomi
harus mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia atau berdasarkan
persetujuan internasional dengan pemerintah Indonesia (pasal 5 ayat 1).
Walaupun Forbes tidak menjelaskan secara detail siapa saja yang dapat
Strategi Pertahanan Bawah Laut 158
meminta izin, pasal-pasal di atas menyiratkan bahwa kegiatan ekonomi
di ZEE Indonesia dapat dilakukan oleh pihak lokal maupun pihak asing.
Batasan kegiatan ekonomi tersebut juga tidak secara jelas dinyatakan di
mana tolok ukurnya, hanya menggunakan indikator pencemaran
lingkungan (pasal 8). Hal ini yang mungkin menjadi penyebab mengapa
sampai sekarang masih banyak kasus kapal nelayan asing berizin yang
melakukan penangkapan ikan secara masif dan membuat nelayan-
nelayan lokal kalah bersaing, seperti yang terjadi di Kabupaten Natuna
(Astuti & Raharjo, 2015).
Indonesia mempunyai perbatasan laut dengan sepuluh negara
tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina,
Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Penentuan perbatasan
maritim masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang belum
terselesaikan hingga kini. Status persetujuan perbatasan yang telah
disepakati bersama serta yang masih menjadi agenda kedepan,
meliputi.
Gambar 17. Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia
(sumber :www.picswe.com/pics/batas-nkri-d2.htm)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 159
Status sebagai negara kepulauan memberikan Indonesia hak laut
teritorial sejauh 12 mil, sementara status negara pantai memberikannya
yurisdiksi landas kontinen dan ZEE. Namun, yang menjadi masalah
adalah kedekatan letak geografis dengan negara-negara sempadan
membuat Indonesia tidak dapat melakukan klaim wilayah maritim secara
maksimal karena akan berbenturan dengan klaim wilayah negara lain—
walaupun sama-sama menggunakan dasar hukum internasional
UNCLOS 1982. Indonesia mau tidak mau harus bernegosiasi dengan
sepuluh negara sempadan, terbanyak dibandingkan negara Asia
Tenggara lainnya. Forbes menerangkan bahwa dari sekitar 20
persetujuan batas maritim yang sudah berjalan di Asia Tenggara, 75%-
nya merupakan persetujuan Indonesia dengan negara tetangganya. Ada
sekitar 17 batas maritim Indonesia yang sudah dinegosiasikan dengan
negara tetangganya yang terdiri atas dua laut teritorial (dengan Malaysia
dan Singapura), satu garis batas area penangkapan perikanan, satu
zona kerja sama untuk eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon di Laut
Timor—yang sekarang sudah tidak berlaku seiring pisahnya Timor
Timur dari Indonesia, serta sisanya adalah batas landas kontinen.
Negosiasi pertama yang dilakukan Indonesia adalah dengan
Malaysia pada November 1964. Dengan menggunakan metode
equidistant line (mengambil jarak yang sama dari garis pangkal masing-
masing sebagai garis batas), kedua negara berhasil menyepakati tiga
segmen batas landas kontinen. Pertama, segmen di Selat Malaka
sepanjang 400,8 mil laut dengan rata-rata jarak equidistance sejauh 18
mil laut. Kedua, segmen di Laut China Selatan yang dekat dengan
Malaysia bagian semenanjung sepanjang 317,2 mil laut. Ketiga, segmen
di Laut China Selatan yang dekat dengan Pulau Kalimantan sepanjang
260 mil laut. Namun, untuk segmen di dekat pulau-pulau Indonesia
Strategi Pertahanan Bawah Laut 160
sebelah barat laut Tanjung Dato tidak berlaku penuh karena ada
kesepakatan konsesi yang ditawarkan Indonesia kepada Malaysia. Hal
ini dilakukan agar Malaysia mau mendukung Indonesia yang pada waktu
itu sedang memperjuangkan klaim sebagai negara kepulauan (hlm.41).
Adapun terkait batas laut teritorial, kedua negara justru baru
menyepakati segmen di bagian tenggara Selat Malaka sepanjang 174
mil laut pada Maret 1970.
Untuk batas maritim Indonesia-Singapura, wilayah ini merupakan
jalur perdagangan internasional yang strategis. Oleh karena itu,
negosiasinya juga berlangsung cukup alot dan lama. Pada permulaan,
kedua negara pada Mei 1973 berhasil menyepakati batas laut teritorial
di Selat Singapura sepanjang 24,8 mil laut dengan metode equidistance.
Kesepakatan ini masih menyisakan dua segmen bagian barat dan timur
yang merupakan kepanjangan dari segmen yang sudah disepakati.
Setelah lebih dari empat dekade, pada Maret 2009 kedua negara
akhirnya menyepakati segmen barat dengan membuat garis median
antara Pulau Nipah, Indonesia dan Pulau Sultan Shoal, Singapura.
Adapun untuk segmen timur, Singapura pada awalnya menolak untuk
membicarakannya karena masih ada sengketa dengan Malaysia terkait
kepemilikan Pulau Pedra Branca/Batu Puteh. Dengan keluarnya
keputusan Mahkamah Internasional pada Mei 2008 bahwa pulau
tersebut adalah milik Singapura, prospek negosiasi segmen timur
menjadi terbuka. Namun, negosiasi tersebut kini tidak dapat dilakukan
secara bilateral, tetapi harus trilateral dengan melibatkan Malaysia.
Sementara itu, kedua negara tidak memiliki batas landas kontinen.
Pada batas maritim Indonesia-Papua Nugini, negosiasi pertama
disepakati pada 1971 antara 232 Masyarakat Indonesia, Vol. 41 (2),
Desember 2015 Indonesia dengan Australia yang saat itu mewakili
Strategi Pertahanan Bawah Laut 161
Papua Nugini. Ketika Papua Nugini merdeka pada 1975, perjanjian
tersebut tetap berlaku dan membagi batas landas kontinen kedua
negara dalam dua segmen. Segmen pertama berada di bagian utara
Pulau Papua di Samudra Pasifik. Pada 1980, batas landas kontinen ini
diperpanjang ke arah utara hingga menjadi sekitar 200 mil laut dengan
menggunakan metode equidistance. Batas landas kontinen ini juga
sekaligus menjadi batas bagi ZEE dan zona penangkapan perikanan
kedua negara. Hal yang menarik dari perjanjian tahun 1980 tersebut
adalah diakuinya hak tradisional warga kedua negara untuk
memancing/menangkap ikan di perairan negara tetangga. Segmen
kedua berada di bagian selatan Pulau Papua di Laut Arafura. Melalui
metode equidistance, kedua negara menyepakati batas landas kontinen
sepanjang 528 mil laut.
Pada kasus batas maritim Indonesia-Australia, kedua negara sejak
1970-an telah menyepakati dua segmen batas landas kontinen.
Pertama, segmen di Laut Arafura sepanjang 530 mil laut yang
ditandatangani pada 18 Mei 1971. Kedua, segmen di Laut Timor yang di
sepakati pada 9 Oktober 1972. Namun, segmen tersebut melewati
wilayah Timor Timur yang pada waktu itu masih jajahan Portugis
sehingga menciptakan Celah Timor yang memotong garis batas landas
kontinen kedua negara. Dalam proses penyelesaiannya, kedua negara
menggunakan pendekatan yang berbeda. Australia mengacu pada
Konvensi Jenewa 1958 dengan prinsip 200 m isobath atau
perpanjangan alami dari daratan, sementara Indonesia menggunakan
prinsip equidistance. Perbedaan ini menyebabkan negosiasi gagal
menghasilkan kesepakatan. Padahal, Celah Timor ini merupakan area
yang kaya kandungan minyak, akibatnya dua negara tersebut saling
berkompetisi untuk menguasainya. Sebagai upaya rekonsiliasi kompetisi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 162
tersebut, kedua negara pada 5 September 1988 menyepakati
pembentukan zona kerja sama (Zone of Cooperation) dalam
menjalankan lisensi minyak di area Celah Timor. Seiring dengan
kemerdekaan Timor Timur, kerja sama ini tidak berlaku lagi. Pada Maret
1997, kedua negara melengkapi perjanjiannya dengan menyepakati
batas ZEE dan landas kontinen antara Pulau Christmas, Australia
dengan Pulau Jawa, Indonesia, batas ZEE antara kepulauan bagian
selatan Indonesia dengan Australia sepanjang 1.500 mil laut, dan
perpanjangan batas landas kontinen tahun 1972. Namun hingga
Desember 2013, perjanjian tersebut belum diratifikasi karena pihak
Indonesia berkeberatan dengan metode garis median yang digunakan
untuk menentukan batas antara Pulau Jawa dan Pulau Christmas.
Untuk Perbatasan Indonesia dengan India, kedua negara tidak
mempunyai batas laut teritorial, tetapi memiliki batas landas kontinen
dan ZEE. Batas landas kontinen tersebut terletak di sekitar Laut
Andaman yang memisahkan antara Pulau Sumatra dengan Kepulauan
Nikobar, yang dikenal sebagai Great Channel. Perjanjian delimitasi
pertama kali dilakukan pada 8 Agustus 1974 yang meliputi segmen
sepanjang 48 mil laut dengan metode equidistance. Pada 14 Januari
1977, segmen tersebut diperpanjang ke arah barat daya sejauh 160 mil
laut dan ke arah timur laut sepanjang 86 mil laut. Ujung dari
perpanjangan ke arah timur laut ini dekat dengan titik temu perbatasan
tiga negara, yaitu Indonesia, India, dan Thailand yang masih
dinegosiasikan. Sementara itu, batas ZEE juga masih belum
terselesaikan.
Pada perbatasan maritim antara Indonesia dengan Thailand,
kedua negara berbatasan landas kontinen di Selat Malaka. Persetujuan
delimitasi pertama ditandatangani pada 17 Desember 1971 secara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 163
bilateral. Segmen sepanjang 89 mil laut disepakati berdasarkan prinsip
equidistance. Selain itu, ada dua batas maritim yang harus diselesaikan
secara trilateral. Pertama, perbatasan Indonesia-India-Thailand seperti
yang dijelaskan dalam paragraf sebelumnya. Kedua, perbatasan
Indonesia-Thailand-Malaysia yang disetujui pada 21 Desember 1971.
Ketiga negara sepakat membentuk Common Point di Selat Malaka
sektor utara sebagai titik temu landas kontinen mereka. Metode yang
digunakan lebih pada negosiasi (politis), bukan equidistance. Oleh
karena itu, jarak Common Point ke titik pangkal masing-masing negara
berbeda-beda. Jarak yang terdekat adalah Indonesia, yaitu 52 mil laut
dari Sumatra, disusul oleh Thailand dengan 76 mil laut dari Kho Butang,
dan yang paling jauh, yaitu Malaysia dengan 99 mil laut dari Langkawi.
2.5.1 Perbatasan RI-Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia
di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat
Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang
penetapan garis batas landas kontinen antara kedua Negara
(Agreement Between Government of the Republic Indonesia and
Government Malaysia relating to the delimitation of the continental
shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 diratifikasi
dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969 dan Penetapan Garis Batas
Laut Wilayah RI-Malaysia di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970
di Jakarta diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971
tanggal 10 Maret 1971 (lihat Gambar-1). Namun untuk garis batas ZEE
Strategi Pertahanan Bawah Laut 164
(Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan
antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah
yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, yaitu kepemilikan Karang
Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura, terletak di
tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, yang jaraknya kurang
lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak
antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari
Pulau Bintan.Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur
(perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka
bagian Selatan hingga saat ini masih dalam proses perundingan. Pada
segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki perundingan batas
laut teritorial dahulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas
Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus
dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona
Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 165
Gambar 18. Perbatasan RI-Malaysia
2.5.2 2.4.2 Perbatasan RI-Thailand
Negara Indonesia dengan Thailand telah mengadakan perjanjian
landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian
tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972.
Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di
Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.Selain itu telah dilaksanakan
perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia,
Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21
Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres Nomor
20 Tahun 1972. Per-batasan antara Indonesia dengan Thailand belum
diselesaikan khususnya perjanjian ZEE.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 166
2.5.3 Perbatasan RI-India
Gambar
Gambar 19. Perbatasan Indonesia – India
Indonesia dengan India telah mengadakan perjanjian batas landas
kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi
dengan Keppres No. 51 Tahun 1974 meliputi perbatasan antara Pulau
Sumatera dengan Nicobar. Selanjutnya diadakan perjanjian
perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada 14 Januari 1977
dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 meliputi Laut
Andaman dan Samudera Hindia. Perbatasan RI dengan India dan
Thailand telah dilakukan, terutama batas landas kontinen di daerah barat
laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman dilaksanakan di New Delhi
pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25
Tahun 1978.
Perbatasan negara merupakan titik strategis dalam rangka mempertahankan kedaulatan. Tidak hanya perbatasan di daratan, perbatasan laut juga menjadi penting mengingat Indonesia memiliki luas perairan yang begitu besar lengkap dengan segala potensinya.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 167
2.5.4 Perbatasan RI-Singapura
Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura
telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat
yang menjadi batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973. Permasalahan
yang muncul adalah belum ada perjanjian batas laut teritorial bagian
timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan
kerawanan dengan adanya kegiatan Pemerintah Singapura untuk
mereklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut akan berakibat
wilayah Singapura akan bertambah ke selatan atau ke Wilayah
Indonesia. Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat
Singapura diperlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura
dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen
Timur terakhir dilaksanakan pada 8 s.d. 9 Februari 2012 di Bali
(perundingan ke-2).
Gambar 20. Perbatasan Indonesia-Singapura
Strategi Pertahanan Bawah Laut 168
2.5.5 Perbatasan RI-Vietnam
Perbatasan RI-Vietnam di Laut China Selatan telah tercapai
kesepakatan terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002
Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh
Indonesia. Selanjutnya Indonesia dengan Vietnam perlu membuat
perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan
perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25 s.d. 28 Juli
2011 di Hanoi (perundingan ke-3).
Gambar 21. Perbatasan Indonesia-Vietnam
2.5.6 Perbatasan RI-Filipina
Perundingan RI-Filipina sudah ber-langsung 6 kali yang
dilaksanakan secara bergantian setiap 3 sampai 4 bulan sekali, dalam
perundingan di Manado tahun 2004 Philipina sudah tidak
mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas dan sepenuhnya
mengakui sah milik Indonesia. Hasil perundingan terakhir pada bulan
Desember 2005 di Batam Indonesia, penentuan garis batas maritim
Indonesia menggunakan metode proportionality dengan memperhitung-
Strategi Pertahanan Bawah Laut 169
kan lenght of coastline/ baseline kedua negara. Sedangkan Philipina
memakai metode median line untuk penentuan batas maritim RI-Filipina.
Untuk itu dalam perundingan yang akan datang kedua negara sepakat
membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara
teknis opsi-opsi yang akan diambil.
Gambar 23. Batas maritim RI-Filipina
2.5.7 Perbatasan RI-Republik Palau
Perbatasan Indonesia dengan Republik Palau terletak di sebelah
utara kepala burung (Papua). Pemerintah Palau telah menerbitkan peta
yang menggambarkan rencana batas ―Zona Perikanan/ZEE‖ yang
diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti
banyak nelayan Indonesia yang melanggar di wilayah perikanan
Republik Palau. Permasalahan ini timbul sebab jarak Negara Palau
dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 Mil sehingga ada daerah
yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan
perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari
sampai dengan 1 Maret 2012 di Manila.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 170
Gambar 24. Perbatasan Indonesia dengan Republik Palau
2.5.8 Perbatasan RI-Papua Nugini
Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini telah ditetapkan sejak
22 Mei 1885 yaitu pada meridian 141 bujur timur dari pantai utara
sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda dan
Inggris pada tahun 1895 dan antara Indonesia dan Papua Nugini pada
tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara
sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00‘ 00‖ bujur timur,
mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141°
01‘ 10‖ bujur timur sampai pantai selatan Papua. Permasalahan yang
timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas
dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara.
Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan
dari batas darat.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 171
Gambar 25. Perbatasan RI-Papua Nugini
2.5.9 Perbatasan RI-Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen yang dibuat 9 Oktober 1972
tidak mencakup Gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste.
Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE yang lain menyangkut Pulau
Ashmore dan Cartier serta di Pulau Christmas telah disepakati dan telah
ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14 Maret 1997,
sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim antara
RI-Australia telah dicapai kesepakatan-kesepakatan yang ditanda
tangani sejak tahun 1969, kemudian 1972 dan terakhir 1997.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 172
Gambar 26. Perbatasan RI-Australia
2.5.10 Perbatasan RI-Timor Leste
Perbatasan maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum
pernah diadakan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas
didarat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim RI –
Timur Leste. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah yang terpadu untuk segera
mengadakan pertemuan untuk membahas masalah perbatasan maritim
antara Indonesia dan Timur Leste. Permasalahan yang akan sulit
disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat.
Selain itu adanya entry/exitpoint Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan
III B tepat di utara wilayah Timor Laste.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 173
Gambar 27. Perbatasan RI-Timor Leste
2.6 Strategi TNI Angkatan Laut Dalam Pengamanan Perbatasan
Permasalahan-permasalahan perbatasan
seperti yang telah disampaikan di atas, apabila
tidak diantisipasi dapat berkembang menjadi
sebuah ancaman yang membahayakan
kedaulatan Indonesia. Untuk itu TNI Angkatan
Laut selain menjalankan tugas-tugas pertahanan
matra laut, juga berupaya melakukan strategi
terpilih melalui kegiatan-kegiatan pro-aktif demi
meningkatkan ketahanan nasional di wilayah atau
kawasan perbatasan yang sesuai dengan
kebijakan pemerintah mengenai upaya
menjadikan kawasan perbatasan negara sebagai
beranda depan dan kawasan strategis, dimana
pendekatan pertahanan lebih mengedepankan
aspek prosperity dengan memperhatikan aspek
lingkungan hidup, serta dengan tetap
memperhatikan aspek keamanan.
Pengamanan
perbatasan, bukan
saja tanggung jawab
dari TNI, melainkan
peran seluruh
komponen negara
untuk turut menjaga
wilayah kedaulatan
Indonesia. Termasuk
di dalamnya adalah
masyarakat yang
hidup dan tinggal di
wilayah perbatasan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 174
Kawasan perbatasan negara termasuk pulau kecil terdepan termasuk
dalam kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut
dalam rangka mengamankan dan mengelola pulau terluar, antara lain.
2.6.1 Patroli Keamanan Laut
Patroli Keamanan Laut menghadirkan kapal-kapal perang RI (KRI)
di seluruh perairan Indonesia, termasuk di pulau-pulau terpencil, selain
dimaksudkan untuk melaksanakan patroli rutin dalam rangka penegakan
keamanan di laut, juga dimaksudkan untuk menunjukan kesungguhan
negara kita dalam mempertahankan setiap tetes air dan jengkal tanah
dari gangguan pihak asing (deterrence effect). Namun demikian,
"pameran bendera" atau show of flag seperti di atas tidak saja harus
diartikan sebagai sebuah tindakan coersive tetapi merupakan sebuah
naval diplomacy yang merupakan cerminan politik dan kebijakan luar
negeri Indonesia. Kegiatan ini juga diarahkan untuk mendekati
masyarakat di pulau-pulau terluar dan terpencil, sekaligus untuk
menggugah semangat kebangsaan dan cinta tanah air serta menjaga
kedekatan secara psikologis.
Gambar 8. Kopaska TNI AL
Strategi Pertahanan Bawah Laut 175
Kawasan perbatasan negara termasuk pulau kecil terdepan
termasuk dalam kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
dan keamanan. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh TNI Angkatan
Laut dalam rangka mengamankan dan mengelola pulau terluar, antara
lain. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terletak di posisi silang dunia , yakni di antara dua
samudera dan dua dunia dan memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Tentu keberadaan potensi alam tersebut harus memperoleh
pengamanan sumber daya terutama pengamanan batas maritim NKRI.
Dalam pengamanan ini diperlukan strategi khususnya di wilayah
perbatasan yang berupa penetapan batas maritim dan sinergi
pembangunan wilayah antara pusat dan daerah.
Bicara maritim Indonesia, tak akan pernah bisa lepas dari sejarah
yang menaunginya. sejak era prakolonialisme, Indonesia terkenal akan
kekuatan maritimnya lewat kerajaan-kerajaan maritim besar di
Nusantara sehingga dikenal di seantero Asia Tenggara. Seperti kita
ketahui, kerajaan-kerajaan maritim tersebut antara lain kerajaan
Sriwijaya yang memiliki kekuatan armada laut untuk menguasai jalur-
jalur pelayaran maupun perdagangan sehingga mampu memperluas
pengaruhnya hingga Thailand, Kamboja, Vietnam dan Filipina. Ada juga
kerajaan Singasari yang bahkan mengembangkan konsep wawasan
kenegaraan ―Cakrawala Mandala Dwipantara‖ beserta pengiriman
armada laut yang besar (Ekspedisi Pamalayu) untuk menguasai seluruh
area Laut Cina Selatan dan kerajaan di sekelilingnya. Tak kalah penting
adalah kerajaan Majapahit yang kekuasaannya meliputi Sumatera,
Semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku, Papua dan sebagian kepulauan Filipina dengan didukung
angkatan lautnya sebagai upaya perpaduan potensi agraris dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 176
sekaligus potensi maritim Majapahit. Masuk pada era kolonialisme,
Portugis, Belanda, dan Inggris mewarnai atmosfir perdagangan di
Nusantara. Mulai dari menjadikan Nusantara sebagai negara
pemasaran hingga negara yang diperas dan dieksploitasi semena-mena
oleh penjajah. Masuk era pasca-kolonialisme, masyarakat Indonesia
saat itu perlu upaya rehabilitasi yang tidak mudah, utamanya
mengembalikan psikologi demografis masyarakat Indonesia agar
kembali menjadi negara yang bercirikan maritim. Adapun usaha-usaha
tersebut antara lain berupa Deklarasi Djuanda tahun 1957 dengan hasil
pentingnya ―bahwa segala perairab di sekitar, di antara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk luas dalam daratan
Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya,
adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik
Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan
pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.‖ Indonesia selanjutnya memiliki
wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 dan menjadi terkenalnya Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia . Berikutnya dalam
UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa wilayah RI memiliki
kewenangan untuk mendirikan zona tambahan selebar 12 mil lagi di luar
laut wilayah yang 12 mil yang mengelilingi seluruh nusantara Indonesia,
memiliki hak atas ZEEI selebar 200 mil, hak atas landas kontinen, hak
untuk ikut bepartisipasi di laut bebas di luar ZEE, dan hak untuk ikut
mengatur dan memanfaatkan dasar laut internasional di luar landas
kontinen.
Indonesia, dalam perkembangannya, di tengah pusaran arus
globalisasi yang meningkatkan penetrasi asing dan lingkungan regional
Asia Pasifik yang masih sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan strategi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 177
Amerika Serikat, perlu mempertahankan ideologi nasionalnya dalam
berbagai aspek seperti aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan juga
pertahanan dan keamanan. Untuk lingkungan daerah pemerintah
menerapkan konsep desentralisasi kekuasaan melalui UU No. 32 Tahun
2004. Selain itu, Indonesia juga memiliki masalah baru yang tak kalah
penting dengan petahanan dan keamanannya yakni mengenai
permasalahan perbatasan. Aspek penetapan batas wilayah merupakan
komponen penting sebuah negara karena akan memengaruhi masalah
kependudukan. Inilah yang mendorong timbulnya penetapan titik dasar
yang telah dilaksanakan TNI AL pada tahun 1989 hingga 1995 melalui
survey Hidro-Oseanografi. Permasalahan perbatasan menjadi hal yang
tak kalah peliknya karena permasalahan tersebut tidak hanya
menyangkut batas fisik melainkan cara hidup masyarakat di daerah
tersebut semisal para nelayan tradisional. Contohnya adalah perbatasan
RI-Malaysia berdasar Persetujuan antara Pemerintah RI dan
Pemerintah Kerajaan Malaysia tertanggal 27 Oktober 1969 diratifikasi
dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969 dan Penetapan garis Batas Laut
Wilayah RI-Malaysia di Selat Malaka tertanggal 17 Maret 1970
diratifikasi dengan UU Nomor 2 Tahun 1971. Kemudian perbatasan RI-
Thailand berdasar perjanjian landas kontinen di bangkok tertanggal 17
Desember 1971 iratifikasi Keppres Noor 21 Tahun 1972 mengenai batas
landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman. Perbatasan
RI-India juga ditetapkan di Jakarta tertanggal 8 Agustus 1974 diratifikasi
Keppres Nomor 51 Tahun 1974melalui perbatasan antara Pulau
Sumatera dengan Nicobar dan dikembangkan pada 22 Juni 1978
(ratifikasi Keppres Nomor 25 Tahun 1978) dengan batas landas
kontinen di daerah Barat Laut sekitar Pulau Andaman dan Nicobar.
Perbatasan RI-Singapura dengan ratifikasi UU Nomor 7 tahun 1973
Strategi Pertahanan Bawah Laut 178
dengan penetapan 6 titik koordinat yang menjadi batas negara.
Perbatasan RI-Vietnam disepakai dalam hal batas landas kontinen pada
26 Juni 2002 dn perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan tahun
2011. Perbatasan RI-Philipia berlansgung berkala, 3-4 bulan sekali, dan
perkmbangan terakhir menunjukkan bahwa Philipina megakui secara
penuh Pulau Miangas sebagai milik Indonesia. Perbatasan RI-Republik
Palau juga dilakukan dengan dasar batas Zone Perikanan / ZEE.
Perbatasan RI-Papua Nugini yang ditetapkan sejak 22 Mei 1885, lalu
perbatasan RI-Australia yang melakukan perjanjian batas landas
kontinen yang dibuat pada 9 Oktober 1972 yang mencakup Pulau
Ashmore, Cartier dan Pulau Christmas, dan terakhir berupa perbatasan
RI-Timor Leste dan bukan perbatasan maritim.
Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut tidak membuat
Indonesia lepas tangan begitu saja karena masih lemahnya pengelolaan
perbatasan dan masalah pulau terluar yang kerap menuai konflik.
Hilangnya pulau-pulau meliputi hilang secara fisik (kasus Pulau Nipa),
hilang secara kepemilikan (kasus Sipadan-Ligitan), hilang secara
pengawasan (rawannya Pulau Batek, Pulau Fani, Pulau Fanildo dan
Pulau Dana), dan hilang secara sosiologis (kasus Pulau Marore dan
Pulau Miangas). Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini disebabkan oleh
kurangnya pemahaman dan implementasi hukum mengenai UU No. 32
Tahun 2004. Selain itu karena kondisi kependudukan di kawasan
perbatasan yang kurang kondusif berupa kesenjangan dan rendahnya
tingkat pendidikan.
Masalah-masalah yang terjadi di perbatasan maritim pada dimenis
ruang memiliki cakupan berupa pantai atau pesisir, permukaan air,
dalam air, dasar laut, hingga udara yang meliputi polusi udar,
penyelundupan hingga black flight! Selain masalah berdasar dimensi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 179
ruang juga dapat diidentifikasi berdasar batasan masalahnya yakni
mengenai kebebasan berlayar, praktek sosial, perompakan atau
pembajakan, lingkunan hidup dan polusi, penyelundupan, aktivitas
pelabuhan, terorisme maritim, kegiatan pertahanan keamanan, sumber
daya, polusi udara, hingga survey atau penelitian.
Lantas apa strategi TNI AL dalam pengamanan perbatasan?
Strategi pengamanan dibagi dalam dua kategori: internal dan eksternal.
Secara internal dilakukan cara-cara seperti gelar operasi (wujud upaya
preventif dan represif termasuk salah satunya pemberian sanksi),
penjabaran konsep Penataan Daerah Operasi, Gelar Operasi Siaga
Tempur Laut dan Operasi Laut Sehari-hari (bisa dilakukan dengan
patroli keamanan laut, pameran bendera, operasi bhakti TNI AL, operasi
Pasar Berjalan (Mobile Market) melalui kapal-kapalnya dan survey
hidrografi. TNI AL tidak menutup koordinasi dengan instansi lain di sana.
Sementara itu strategi eksternal TNI AL meliputi Strategy Partnership
dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN Regional Forum,
antara lain RI-Singapura, RI-Malaysia, RI-Philipina melalui forum Joint
Border Committee dan Joint Commission for Bilateral Cooperation, RI-
Thailand, RI-Papua Nugini, dan RI-Timor Leste (permasalahan yang
muncul dalam penyelesaian batas maritim adalah adanya enclave
Oekusi di tengah wilayah Indonesia yang menjadi kenyataan spesifik
dalam perbatasan Indonesia dengan Timor Leste dan adanya entrylexit
point Alur Laut Kepulauan Indonesia), dan RI-Anggota ASEAN lainnya.
TNI AL dalam upayanya untuk mengamankan wilayah perbatasan
telah melakukan beberapa bentuk kegiatan seperti Patroli Keamanan
Laut menggunakan kapal-kala perang RI di seluruh perairan Indonesia
termasuk di pulau-pulau terpencil termasuk salah satunya dengan cara
show of flag dengan beberapa kendala seperti kekuatan terbatas yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 180
dimiliki TNI AL dan lemahnya penegakan hukum TNI AL. Kemudian
melalui Survey Hidrografi dengan menarik garis-garis pangkal yang
menghubungan titik-titik terluar atau base point. Lantas melalui Operasi
Bhakti yang muncul sejak tahun 1980-an, lalu pengadaan Mobile
Market dengan menjual sembako murah, kemudian membangun pos
pengamat di pulau-pulau beserta memenuhi alutsista TNI AL berdasar
blue print Kebijakan Dasar Pembangunan Kekuatan TNI AL sampai
dengan tahun 2013, menyusun Rancangan Postur TNI AL 2005
sampai tahun 2024, menjabarkan postur TNI AL, mensosialisasikannya
dan memberdayakannya. Tak lupa TNI AL juga melakukan perlindungan
bilateral dan Committee Meeting dengan beberapa negara.
2.6.2 Operasi Pengamanan Perbatasan
Ditinjau dari segi konfigurasinya wilayah Indonesia merupakan
kawasan laut yang ditaburi pulau-pulau, baik besar maupun kecil
dengan jumlah sekitar 17.504 pulau. Luas wilayah Indonesia yang
merupakan negara kepulauan (archipelagic state) tersebut adalah
sekitar 7,7 juta Km2. Duapertiga dari luas wilayahnya yaitu 5,8 juta Km2
adalah lautan yang mengandung potensi sumber daya kelautan yang
melimpah dan mempunyai nilai sangat strategis bagi kehidupan nasional
bangsa Indonesia. Dengan garis pantai sepanjang lebih dari 81.000 Km,
maka Indonesia menjadi negara yang memiliki pulau terpanjang kedua
di dunia setelah Kanada. Letak geografis Indonesia yang berada di
antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik telah menempatkan Indonesia pada posisi strategis
ditinjau dari segi ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan
keamanan. Selain itu, posisi dan sumber daya kelautan tersebut juga
Strategi Pertahanan Bawah Laut 181
menempatkan Indonesia menjadi sangat penting bagi negara-negara
dari berbagai kawasan. Namun posisi strategis ini selain merupakan
peluang sekaligus kendala bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan
cita-cita bangsa, karena disamping memberikan dampak yang
menguntungkan sekaligus juga dapat mengancam kepentingan
Indonesia, sehingga menimbulkan permasalahan yang kompleks baik
masalah yang berkaitan dengan bidang keamanan, hukum, ekonomi
maupun pertahanan Negara.
Indonesia memiliki perbatasan darat dengan tiga negara
(Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini) dan perbatasan laut dengan
sepuluh negara (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina,
Palau, Papua Nugini, Timor Leste, dan Australia). Wilayah perbatasan
merupakan garis depan pertahanan NKRI yang memiliki potensi
kerawanan dari segala bentuk ancaman sehingga membutuhkan
perhatian yang serius. Terkait dengan pengamanan perbatasan, TNI
telah menggelar 373 pos perbatasan (TNI AL 117 pos) di sepanjang
perbatasan darat serta melaksanakan operasi pengamanan perbatasan
laut sepanjang tahun. Operasi pengamanan perbatasan laut disamping
dilakukan secara unilateral juga dilaksanakan secara bilateral dengan
negara terkait melalui Patroli Terkoordinasi (Coordinated Patrol).
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengungkapkan pentingnya pendekatan
Geografi-DemografiHistori dalam pembangunan di Indonesia termasuk
sektor pertahanan (Kuntjoro-Jakti, 2012, hal. 40-41). Hal ini turut
ditegaskan oleh Salim yang menyatakan “geography is the bone of
strategy” (Salim, hal. 6). Presiden Soekarno pernah menyatakan, ―Our
geopolitical destiny is maritime‖ (Madjid, 2015, hal. 146). Pernyataan
tersebut tidak salah, karena dengan kondisi geografis yang strategis,
yaitu berada diantara dua benua dan dua samudera, dan lebih dari 70
Strategi Pertahanan Bawah Laut 182
persen wilayah Indonesia merupakan lautan dimana Indonesia berada
pada lalu lintar pelayaran dan perdagangan laut dunia serta Indonesia
juga mewarisi sejarah kerajaan maritim nusantara, maka sudah
sepantasnya negara ini memfokuskan diri pada pembangunan kelautan
dan kemaritiman. Untuk menjadi bangsa maritim, maka perlu dilakukan
sejumlah upaya untuk merevitalisasi berbagai kebijakan dan cara
pandang yang selama ini berbasis daratan (land-oriented/continental
based). Hal ini yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo melalui visi
Poros Maritim Dunia. Salah satu komponen dalam membangun dan
menegakkan kedaulatan maritim adalah keamanan maritim. Prof. Dr.
Melda Kamil Ariadno menyatakan, prinsip terpenting dalam hal
keamanan laut yaitu kondisi pertahanan dan keamanan maritim yang
menjadi indikator dari sebuah negara yang berdaulat (Budiman, 2016,
hal. 19). Dengan kedaulatan maritim maka potensi sumber daya alam
dapat dimanfaatkan sebagai sumber utama pembangunan.
Masalah perbatasan juga merupakan suatu unsur penting dalam
penetapan suatu kedaulatan. Negara mempunyai kekuasaan yang
tertinggi untuk memaksa semua penduduknya agar menaati undang-
undang serta peraturan-peraturannya (internal sovereignty), juga
mempertahankan kemerdekaannya terhadap seranganserangan dari
negara lain dan mempertahankan kedaulatan keluar (external
sovereignty). Perjanjian-perjanjian Internasional yang terdapat dalam
masalahmasalah hubungan internasional, pada dasarnya membatasi
kedaulatan suatu negara. Setiap negara memiliki batas-batas sejauh
mana sebuah negara berdaulat dan memiliki hak berdaulat terhadap
wilayah teritorialnya. Sehingga masalah perbatasan yang biasanya
terkait dengan perjanjian-perjanjian Internasional menimbulkan polemik
terlebih tentang masalah kedaulatan dua negara yang bersengketa.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 183
Setiap negara yang bertetangga baik itu memiliki batas darat maupun
laut, harus mengetahui secara spesifik lokasi perbatasan, sehingga
negara tersebut dapat menegakan hukum dan masing-masing aturan di
negara tersebut. Penetapan perbatasan itu jika dilakukan secara benar
dan jelas maka dapat mengurangi peluang untuk terjadinya konflik, juga
dapat menjamin pelaksanaan hukum yang berlaku di daerah perbatasan
tersebut.
Negara Republik Indonesia merupakan negara yang wilayahnya
terdiri dari daratan, lautan dan ruang udara. Indonesia memiliki garis
pantai sekitar 81.900 Km, dan memiliki kawasan perbatasan wilayah
darat (kontinen) dan laut (maritim). Pulau kecil yang tersebar di seluruh
perairan nusantara, diperkirakan sekitar 17.508 pulau. Indonesia
mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu
Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut
dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura,
Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia,
dan Palau. Hal ini Secara tidak langsung berkaitan dengan masalah
penegakan kedaulatan dan hukum baik itu mengenai perbatasan dalam
konteks daratan maupun di laut, pengelolaan sumber daya alam serta
pengembangan ekonomi suatu negara.
Kawasan perbatasan wilayah Indonesia pada dasarnya
menunjukan dua fenomena besar. Pertama, kondisi kehidupan sosial
ekonomi, budaya dan keamanan yang masih sangat terbatas di dalam
kawasan perbatasan itu sendiri. Kedua, kondisi pengelolaan perbatasan
wilayah Indonesia-Negara tetangga yang masih perlu penataan dan
pengelolaan lebih intensif karena mempunyai permasalahan dan
persengketaan tentang penetapan suatu batas wilayah.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 184
Kawasan perbatasan belum mendapatkan perhatian dan
penanganan yang serius, belum optimal dan terpadu serta terjadi tarik-
menarik kepentingan sektoral dan horizontal. Sebagian besar kawasan
perbatasan merupakan daerah yang tertinggal, karena faktor jauhnya
lokasi tersebut dari Pemerintah Pusat juga kurangnya perhatian dari
Pemerintah Pusat yang lebih mengutamakan pembangunan di kawasan
padat penduduk, memiliki akses yang mudah dan cepat serta potensial.
Sehingga prasarana, sarana, dan utilitas di kawasan perbatasan sangat
terbatas, perumahan dan pemukiman yang tidak layak, juga jarang
penduduk. Hal-hal ini merupakan faktor-faktor timbulnya permasalahan
dalam perbatasan.
Penetapan batas wilayah Indonesia dengan negara yang
berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia belum sepenuhnya
tuntas. Dari semua wilayah yang memiliki perbatasan, baru wilayah
perbatasan dengan Australia dan Papua Nugini yang sudah
terselesaikan. 5 Sehingga dapat disimpulkan, bahwa perbatasan
Indonesia yang sangat luas dan banyak ini masih menyimpan
bermacam-macam persoalan lintas batas, yang bisa saja muncul di
kemudian hari, mengingat faktor-faktor permasalahan yang sudah
disebutkan sebelumnya, juga karena garis perbatasan tidak dapat
ditetapkan melalui klaim atau pengakuan unilateral suatu negara,
melainkan melalui perjanjian yang terjadi antara negaranegara yang
berbatasan langsung.
Kawasan perbatasan dapat dijadikan acuan dari tingkatan
kemakmuran antara dua negara yang berbatasan langsung. Hal ini tidak
jarang menimbulkan konflik antara penduduk kedua negara karena
memiliki tujuan tertentu. Misalkan negara tetangga seperti Malaysia,
secara ekonomi lebih maju dibanding penduduk Indonesia yang berada
Strategi Pertahanan Bawah Laut 185
di sisi lain dari garis perbatasannya. Perbedaan kondisi sosial ekonomi
dapat menimbulkan sejumlah efek negatif yang justru cenderung
merugikan. Pemanfaatan sumber daya alam oleh negara tetangga tanpa
kompensasi dan kewajiban memadai, bisa menimbulkan kerusakan
sumber daya alam dan lingkungan maupun gangguan terhadap
kehidupan penduduk. Bahkan ada beberapa daerah perbatasan di
Indonesia yang sangat bergantung terhadap kegiatan ekonomi negara
tetangga yang ada di sisi lain perbatasan kedua negara tersebut. Hal ini
berpotensi mengundang kerawanan politik, keamanan, dan bisa
merendahkan martabat bangsa. Upaya penetapan perbatasan dengan
negara-negara tetangga dapat dilakukan dengan cara diplomasi
perbatasan. Adanya penetapan garis batas wilayah secara lengkap dan
jelas dapat memperkecil kemungkinan dan intensitas konflik perbatasan.
Apabila tidak dilakukan secara lengkap dan jelas serta tidak ada
kepastian akan menimbulkan pengakuan teritorial yang tumpang tindih.
Upaya diplomasi perbatasan memang memang bukan hal yang
mudah dan dapat dilakukan dengan waktu yang singkat karena
memerlukan proses yang cukup lama. Penanganan perbatasan tidak
mudah diatasi oleh satu atau dua institusi saja, namun harus
diselesaikan secara lintas sektoral (interdep). Negara mempunyai
kewenangan untuk menetapkan sendiri batas-batas wilayahnya. Namun
dikarenakan batas terluar suatu wilayah selalu berbatasan dengan
wilayah atau perairan kedaulatan (yuridiksi) otoritas negara lain,
menuntut perlunya kerjasama dua negara yang wilayahnya berbatasan
satu sama lain.
Banyaknya aturan atau kebijakan yang saling bertabrakan dan
tumpang tindih, dan tidak sedikit menimbulkan konflik baik itu horizontal
maupun vertikal. Batas wilayah negara adalah mainfestasi kedaulatan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 186
teritorial suatu negara. Batas wilayah ditentukan proses sejarah, politik,
dan hubungan antar negara, yang dikulminasikan ke dalam aturan atau
ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional. Penanganan
masalah dan pengelolaan perbatasan sangat penting saat ini untuk
digunakan bagi berbagai kepentingan dan keperluan, baik Pemerintah,
masyarakat madani, maupun pelaku usaha. Diperlukan strategi memiliki
sasaran antara lain peningkatan koordinasi dan sinergi berbagai lembag
Negara (multisektor dan lintas kementrian) secara bersama untuk
melakukan pengelolaan dan penataan kawasan perbatasan.
Martin I. Glassner menjelaskan pengertian tentang perbatasan
baik boundary maupun frontier. Boundary tampak pada peta sebagai
garis-garis tipis yang menandai batas-batas kedaulatan negara.
Sebenarnya Boundary bukanlah sebuah garis, melainkan sebuah
bidang tegak lurus yang memotong melalui udara, tanah dan lapisan
bawah tanah dari dua negara berdekatan. Bidang ini tampak pada
permukaan bumi karena memotong permukaan dan ditandai pada
tempattempat yang dilewati. Pemotongan lapisan bawah tanah
menandai batas operasi penambangan lapisan biji dan bahan-bahan
tambang lainnya, dari dua negara berdekatan, sedangkan lapisan udara
menandai batas yang menjaga dengan hatihati ruang udara mereka.
Sedangkan frontier digambarkan sebagai daerah geografi politik dan
kedalaman perluasan negara yang dapat dilakukan. Frontier merupakan
sebuah daerah, walau tidak selalu daerah yang memisahkan dua
negara atau lebih.
Sedangkan A.E Moodie berpendapat bahwa boundary adalah
garis-garis yang mendemarkasikan batas terluar dari suatu negara.
Dinamakan boundary karena berfungsi mengikat (bound) suatu unit
politik. Sedangkan frontier mewujudkan jalur-jalur (zona) dengan lebar
Strategi Pertahanan Bawah Laut 187
beraneka ragam yang memisahkan dua wilayah berbeda negara.
Pengaturan perbatasan harus ada supaya tidak timbul kekalutan, karena
perbatasan merupakan tempat berakhirnya fungsi kedaulatan suatu
negara dan berlakunya kedaulatan negara lain. Dinamakan frontier
karena terletak di depan (front) suatu negara. Dalam terminologi
perbatasan, ada perbedaan dimana perbatasan terbagi menjadi
kedalam dua bagian yaitu perbatasan alamiah dan perbatasan buatan.
Perbatasan alamiah terdiri dari gunung-gunung, sungai-sungai, pesisir
pantai, hutan- hutan, danau-danau, dan gurun. Yang merupakan
pembagi wilayah dua negara atau lebih.
Istilah perbatasan dalam pengertian politis menunjukan garis yang
ditentukan oleh alam, sampai garis mana suatu negara di anggap
diperluas atau dibatasi dari atau sebagai perlindungan terhadap negara
lain. Perbatasanperbatasan buatan terdiri dari tanda-tanda yang
ditujukan untuk mengindikasi garis perbatasan imajiner, atau paralel
dengan garis bujur atau garis lintang. Perbatasan dapat dikategorikan
kedalam empat tipe perbatasan, yaitu:
1) Alenated borderland; suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi
aktifitas lintas batas sebagai akibat berkecamuknya perang,
konflik, dominasi nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan,
agama, perbedaan kebudayaan dan persaingan etnik.
2) Coxistent borderland; suatu wilayah perbatasan dimana konflik
lintas batas bisa ditekan sampai ketingkat yang bisa dikendalikan
meskipun masih muncul persoalan yang tak terselesaikan
misalnya yang berkaitan dengan masalah kepemilikan
sumberdaya strategis di perbatasan.
3) Interdependen borderland; suatu wilayah perbatasan yang kedua
sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional
Strategi Pertahanan Bawah Laut 188
yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan,
juga di kedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan
perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih
dalam tingkat yang setara, misalnya salah satu pihak mempunyai
fasilitas produksi sementara yang lain memiliki tenaga kerja yang
murah.
4) Integrated borderland; suatu wilayah perbatasan kegiatan yang
ekonominya merupakan sebuah kesatuan, nasionalisme jauh
menyurut pada kedua negara dan keduanya tergabung dalam
sebuah persekutuan yang erat.
Berbicara tentang perbatasan, tidak terlepas juga dari bentuk
kebijakan negara untuk mempertahankan wilayahnya. Hukum
Internasional memberikan hak dan kewenangan sepenuhnya kepada
masing-masing negara untuk mengatur masalah dalam negerinya
sendiri, tegasnya hal-hal yang ada atau terjadi di dalam batas-batas
wilayahnya. Kebijakan negara berhubungan langsung dengan
kedaulatan suatu negara untuk secara bebasmelakukan kegiatan sesuai
dengan kepentingannya, asal kegiatan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum internasional.
Negara memiliki yang disebut kedaulatan atau sovereignity.
Kedaulatan pada saat ini tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang
bulat dan utuh, melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tunduk
pada pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan itu sendiri
tidak lain adalah hukum internasional dan kedaulatan dari sesama
negara lainnya. Suatu negara yang berdaulat, tetap tunduk pada hukum
internasional serta tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan
negara lainnya.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 189
Berbicara mengenai perbatasan, tidak terlepas dari hukum
internasional. Hukum internasional merupakan keseluruhan hukum yang
sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku
dimana negara-negara terikat untuk mentaatinya.
Pada dasarnya hukum internasional didasarkan atas beberapa
pemikiran sebagai berikut:
1) Masyarakat Internasional yang terdiri dari sejumlah negara yang
berdaulat dan merdeka (Independen) dalam arti masing-masing
berdiri sendiri tidak dibawah kekuasaan yang lain (Multi State
System).
2) Tidak ada suatu badan yang berdiri di atas negara-negara baik
dalam bentuk negara (world state) maupun badan supranasional
yang lain.
3) Merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota
masyarakat internasional sederajat. Masyarakat internasional
tunduk pada hukum internasional sebagai suatu tertib hukum yang
mengikat secara koordinatif untuk memelihara dan mengatur
berbagai kepentingan bersama.
2.6.3 Survei Hidrografi & Oseanografi
Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal)
adalah Komando Utama Pembinaan TNI Angkatan Laut yang
berkedudukan langsung di bawah Kasal, berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 62 tahun 2016 tentang perubahan Atas Perpres Nomor
10 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Pushidrosal bertugas menyelenggarakan pembinaan hidro-oseanografi
(hidros), meliputi survei, penelitian, pemetaan laut, publikasi, penerapan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 190
lingkungan laut dan keselamatan navigasi pelayaran, baik untuk
kepentingan TNI maupun untuk kepentingan umum, dan menyiapkan
data dan informasi wilayah pertahanan di laut dalam rangka mendukung
tugas pokok TNI Angkatan Laut. Sesuai dengan tugas pokoknya,
Pushidrosal berkewajiban menyiapkan, menyediakan data dan informasi
hidro-oseanografi untuk kepentingan TNI maupun untuk kepentingan
umum. Untuk kepentingan keselamatan navigasi pelayaran, Pushidrosal
mempunyai kewenangan dan legalitas tunggal dalam bidang hidrografi
dalam menyediakan data dan informasi hidro-oseanografi berupa peta
laut baik peta kertas maupun peta navigasi elektronik dan publikasi
nautika.
Pushidrosal ditetapkan sebagai lembaga hidrografi nasional
dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
23 tahun 1951 tanggal 31 Maret 1951 (PP RI No. 23/1951) dan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 164 tahun 1960 tanggal
14 Juli 1960 (Keppres RI No. 164/1960), mengemban fungsi sebagai
Lembaga Hidrografi Militer dan Lembaga Hidrografi Nasional Indonesia.
Sebagai pengemban fungsi hidrografi militer dan pertahanan,
Pushidrosal bertanggung jawab untuk mampu menyediakan data dan
informasi hidro-oseanografi yang akurat dan mutakhir sebagai data
dasar yang akan digunakan sebagai bahan analisa strategi pertahanan
nasional. Sedangkan sebagai Lembaga Hidrografi Nasional Indonesia,
Pushidrosal melaksanakan fungsinya sebagai penanggung jawab untuk
memberikan jaminan keselamatan navigasi pelayaran di seluruh wilayah
perairan yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai Lembaga Hidrografi Nasional, Pushidrosal merupakan
representasi legal dan wakil pemerintah RI dalam keanggotaan resmi
organisasi internasional yaitu International Hydrographic Organization
Strategi Pertahanan Bawah Laut 191
(IHO) yang berkedudukan di Monaco dan sekaligus sebagai anggota
Komisi Hidrografi Asia Timur atau East Asia Hydrographic Commission
(EAHC) dan North Indian Ocean Hydrographic Commission (NIOHC).
Selain itu menjadi anggota delegasi pemerintah RI di beberapa
organisasi internasional di bidang Hidrografi, Oseanografi dan Navigasi
pelayaran seperti International Maritime Organization (IMO), Inter-
Government Oceanographic Commision (IOC), United Nations
Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN) dan
United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN).
Sejarah berdirinya Pushidrosal diawali dengan dibentuknya panitia
perbaikan pemetaan laut di Netherland East Indies pada tahun 1821.
Kemudian pada 1823 Angkatan Laut Belanda mendirikan depo peta laut
di Batavia yang berfungsi menyediakan peta laut dan buku nautika untuk
kepentingan umum. Seiring dengan perkembangan lalu lintas
perdagangan saat itu, pada tahun 1848 Depo Peta Laut dikembangkan
menjadi Bureau Hidrografie. Selanjutnya pada tahun 1850, dibentuk
Geografische Dients (Dinas Geografi) di bawah Angkatan Laut Belanda.
Pada tahun 1864 lembaga tersebut dilikuidasi menjadi bagian dari
Departemen Angkatan Laut Kerajaan Belanda di Batavia. Kemudian
pada tanggal 9 Juli 1874, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk dan
meresmikan Bureau Hidrografie yang merupakan bagian dari
Departemen der Marine Kerajaan Belanda untuk mengantisipasi
semakin ramainya lalu lintas kapal dagang antara Eropa ke Indonesia,
serta semakin meningkatnya kebutuhan akan data hidrografi. Pada
tahun 1876 melalui Surat Keputusan Parlemen Belanda, kantor
Hidrografi di Batavia dibuka kembali sebagai the East Branch, akan
tetapi pembuatan peta laut tetap menjadi tugas kantor hidrografi di Den
Haag.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 192
Dalam periode tahun 1885 hingga 1889, kantor Hidrografi Batavia
kembali digabung dengan Kantor Hidrografi di Den Haag hingga masa
perang dunia I dan II. Disamping kegiatan survei dan pemetaan
hidrografi, Biro Hidrografi ikut serta dalam penelitian laut seperti
Ekspedisi Challenger tahun 1854-1857 yang meliputi survei hidrografi
dan oseanografi. Ekspedisi Sibolga pada tahun 1899 merupakan
ekspedisi yang dianggap sebagai peletak dasar bagi pengetahuan
tentang cekungan-cekungan dalam perairan Indonesia Timur dan
menghasilkan penamaan laut-laut di Indonesia. Terjadinya Perang
Dunia I pada tahun 1914 menyebabkan terjadi kekurangan personel
pada kapalkapal survei dan pemetaan Angkatan Laut Belanda, sehingga
pada waktu itu mulai ditugaskan perwira dari Gouvernement Marine
(Jawatan Pelayaran). Pada tahun 1918, Gouvernement Marine
membentuk organisasi pemetaan laut sendiri yang dapat membantu
Angkatan Laut Belanda melaksanakan survei dan pemetaan dengan
menggunakan kapalnya sendiri. Pada periode ini dilaksanakan
Ekspedisi Snellius I pada tahun 1929-1930 yang merupakan ekspedisi
paling terkenal dan dianggap sebagai suatu kemajuan dalam penelitian
oseanografi fisika dan Ekspedisi Dana yang dilakukan pada tahun 1932
yang merupakan kelanjutan dari Ekspedisi Snellius I.
Pada masa kependudukan Jepang di Indonesia (1942-1945)
kegiatan survei dan pemetaan laut di Indonesia tidak banyak dilakukan
karena kesibukan Jepang dalam perang. Penelitian yang dilakukan
hanya untuk kepentingan perang dan pertahanan militer Jepang di
Indonesia. Penelitian laut yang dilaksanakan diantaranya di perairan
Teluk Bone dan Kolaka di Sulawesi Selatan untuk kepentingan tambang
nikel, di perairan Teluk kau (Halmahera), halong-Ambon, Selat Bangka
dan Palembang yang dilaksanakan oleh Angkatan Laut Jepang. Pada
Strategi Pertahanan Bawah Laut 193
periode awal kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1950) kedua
organisasi hidrografi pada masa penjajahan Belanda keberadaannya
tetap dipertahankan. Kegiatan surta laut di Indonesia dilaksanakan oleh
Biro Hidrografi Belanda.
Pada tanggal 18 Oktober 1951, Pushidrosal atas nama pemerintah
Indonesia tercatat sebagai anggota International Hydrographic
Organization (IHO) ke-64 yang berkedudukan di Monaco. Pada tahun
1951 juga dilaksanakan Ekspedisi Galathea sebagai kelanjutan dari
Ekspedisi Snellius. Pada tahun 1951 dibentuk dua pejabatan hidrografi
yaitu bagian hidrografi yang merupakan bagian dari Jawatan Pelayaran
Kementerian Perhubungan yang bertugas menyelenggarakan
pembuatan dan perbaikan peta laut, pedoman-pedoman laut, buku-buku
dan penerbitan hidrografi lain sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 tahun
1951 tanggal 31 Maret 1951 tentang pejabatan-pejabatan hidrografi
pelayaran sipil. Pada tahun 1954-1957 dilakukan penelitian-penelitian
laut secara rutin dan penelitian oseanografi. Kekuatan armada hidrografi
saat itu terdiri unsur-unsur; KM Burjamhal, KM Dewa Kembar, KM Parit-I
dan KM Parit-II. Berdasarkan pertimbangan strategis dan efisiensi,
pemerintah pada tanggal 14 Juli 1960 mengeluarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 164 tahun 1960 tentang
penggabungan pejabatan Hidrografi Jawatan Pelayaran Departemen
Perhubungan Laut ke dalam Jawatan Hidrografi Angkatan Laut
(Janhidral) untuk melaksanakan fungsi hidro-oseanografi di seluruh
perairan Indonesia. Selanjutnya guna memenuhi sumber daya manusia,
pada tanggal 1 April 1963 didirikan Sekolah Hidrografi dengan program
pendidikan selama tiga tahun. Disamping itu, juga diadakan pengiriman
personel untuk belajar di ITB, dan di luar negeri seperti; Amerika Serikat,
Yugoslavia, Australia, Jepang dan Rusia. Pada tahun 1962 terjadi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 194
perubahan struktural organisasi dari Jawatan ke Direktorat, sehingga
Janhidral berubah menjadi Direktorat Hidrografi Angkatan Laut
(Dithidral), yang juga diikuti dengan penambahan kapal-kapal survei
yaitu RI Aries dari Rusia, RI Mayang tahun 1962 dan RI Jalanidhi dari
Jepang tahun 1963.
Sesuai dengan perkembangan organisasi TNI AL secara
menyeluruh dan perkembangan iptek kelautan khususnya, pada tanggal
23 Juli 1971 berdasarkan Skep Keputusan Menteri Pertahanan dan
Keamanan/Panglima Angkatan bersenjata (Skep Menhankam/Pangab)
Nomor : Kep/A/39/VII/1971 Dithidral diubah menjadi Dinas Hidrografi
TNI Angkatan Laut (Dishidral). Kemudian berdasarkan Surat Keputusan
Menhankam/Pangab Nomor: Kep/11/VI/1976 tanggal 5 April 1976
Dishidral diubah namanya menjadi Jawatan Hidro-oseanografi TNI
Angkatan Laut (Janhidros). Berdasarkan Keputusan Pangab RI Nomor :
Kep/09/P/III/84 tanggal 31 Maret 1984 Janhidros diubah menjadi Dinas
Hidro-oseanografi TNI Angkatan Laut (Dishidros). Selanjutnya
berdasarkan Surat Keputusan Kasal Nomor: 7/VI/2006 tanggal 13 Juni
2006 tentang perubahan kembali Dishidros menjadi Jawatan Hidro-
oseanografi TNI Angkatan Laut (Janhidros) dan kemudian berdasarkan
Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor: Perkasal/42/VIII/2008
tanggal 2 Juli 2008 Janhidros diubah kembali namanya menjadi
Dishidros sampai saat ini.
Guna memenuhi tuntutan tugas dan seiring dengan kebijakan
pemerintah untuk menjadikan sektor maritim sebagai salah satu prioritas
pembangunan nasional, kontribusi sektor hidro-oseanografi yang
dilaksanakan oleh Dishidros TNI AL dituntut untuk semakin ditingkatkan.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2016 tentang perubahan
Atas Perpres Nomor 10 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 195
Tentara Nasional Indonesia, dilaksanakan validasi organisasi Dishidros
menjadi Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut
(Pushidrosal.
Terkait dengan perbatasan maritim, TNI Angkatan Laut secara
rutin melaksanakan verifikasi titik referensi dan re-survey titik dasar
untuk menentukan wilayah NKRI.Operasi survei hidrografi yang
dilakukan oleh TNI Angkatan Laut ini tidak saja dilakukan untuk
menetapkan Titik Dasar dan Garis Pangkal. Seringkali, data dan
informasi yang dikumpulkan digunakan untuk menunjang kegiatan
pembangunan di daerah, misalnya untuk membangun pelabuhan
perintis, inventarisasi sumber daya alam atau kegiatan lain yang terkait
dengan pembangunan sektor kelautan. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagai cerminan sikap cinta bangsa dan tanah air serta kepedulian
terhadap pulau-pulau terluar yang menjadi bagian Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Survei Hidrografi. Batas suatu negara di laut ditetapkan dengan
menarik Garis-garis pangkal atau Base Line yang menghubungkan
rangkaian titik-titik terluar yang disebut Titik dasar atau Base Point. Titik-
titik dasar ini ditentukan dengan melakukan survey hidrografi yang
dilakukan oleh TNI AL dalam hal ini Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL
atau Dishidros. Survei Hidrografi yang telah dilakukan oleh TNI AL tidak
saja dilakukan untuk menetapkan Titik Dasar dan Garis Pangkal, tetapi
data dan informasinya digunakan juga untuk menunjang kegiatan
pembangunan di daerah.
Operasi Bakti. TNI AL sejak tahun 1980-an telah melakukan
operasi bakti yang diberi nama Operasi bakti Surya Bhaskara Jaya
(SBJ). Pada hakekatnya, operasi bakti SBJ merupakan wujud
kepedulian dan peran serta TNI AL untuk mendinamisasikan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 196
pembangunan daerah terpencil, khususnya pulau-pulau kecil yang tidak
terjangkau oleh transportasi darat dan udara. Operasi ini juga dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk di pulau-pulau terpencil
dan pulaupulau terluar Indonesia.
2.6.4 Ekspedisi Kesra Nusantara (EKN)
Kegiatan Ekspedisi Kesra Nusantara merupakan program
kerjasama antara beberapa kementerian seperti Kemenko Kesra,
Kemenkes, Kemensos, Kemendikbud dan TNI AL serta beberapa
BUMN. Program pemerintah ini bertujuan untuk menjamin penyebaran
kesejahteraan bagi penduduk di daerah-daerah terpencil. Ekspedisi
Nusantara ini mencakup bantuan sosial, pasar murah, penyuluhan-
penyuluhan dan hiburan bagi masyarakat. Program ini adalah suatu
bentuk dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam memberikan
kesejahteraan kepada seluruh masyarakat khususnya di daerah dan
pulau-pulau terpencil.
2.6.5 Operasi Bakti TNI AL
Operasi bakti Surya Bhaskara Jaya (SBJ) merupakan operasi
bakti yang telah dilakukan oleh TNI Angkatan Laut sejak tahun 1980-an.
Pada hakikatnya, operasi bakti SBJ merupakan wujud kepedulian dan
peran serta TNI Angkatan Laut untuk mendinamisasikan pembangunan
daerah terpencil, khususnya pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau
oleh transportasi darat dan udara dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan penduduknya. Kegiatan operasi bakti SBJ ini secara
langsung turut mendorong dan meningkatkan kemampuan ekonomi dan
taraf hidup masyarakat di pulau-pulau terpencil tempat kegiatan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 197
berlangsung. Permasalahan perbatasan dan pulau terluar merupakan
hal yang kompleks dan dinamis. TNI Angkatan Laut memandang serius
masalah ini karena sebagai komponen pertahanan dan sebagai
penegak kedaulatan RI di laut, TNI Angkatan Laut menyadari bahwa
persoalan di perbatasan dan pulau terluar tidak saja berdampak pada
tugas TNI Angkatan Laut, tetapi juga berpengaruh kepada ketahanan
nasional secara langsung. Upaya serius Pemerintah, Kerjasama dan
dukungan dari semua stakeholder terkait sangat dibutuhkan dalam
upaya mengelola permasalahan di perbatasan dan pulau terluar. Melalui
pengelolaan yang sinergis, kawasan perbatasan dan pulau terluar
sebagai beranda NKRI dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
sekaligus memberikan dampak penangkalan terhadap negara lain.
Menyadari akan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki TNI
Angkatan Laut serta kompleksitas permasalahan maritim yang harus
dilaksanakan secara lintas sektoral, maka TNI Angkatan Laut
senantiasa membina kemitraan, dengan merangkul serta mendorong
kementerian atau instansi terkait dalam bekerjasama mengamankan
perbatasan NKRI. Kesatuan upaya tersebut merupakan kekuatan
Indonesia dalam memagari wilayahnya sehingga memberikan dampak
penangkalan bagi setiap upaya yang merongrong kedaulatan bangsa.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 198
BAB 3
SISTEM DETEKSI DAN ANCAMAN STRATEGIS
BAWAH AIR
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas lebih dari
14.000 , pulau besar dan kecil dengan luas lautan nasionalnya 3,1 juta
kilometer persegi, sedangkan luas daratannya hanya 1,9 juta kilometer
persegi. Ditambah dengan perairan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)
seluas 2,7 kilometer persegi, maka luas lautan yang dapat dimanfaatkan
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya adalah lebih dari 5 juta
kilometer persegi. Namun kita praktis baru memanfaatkan lautan kita
sebagai ladang perburuan ikan, media transportasi dan sedikit
penambangan minyak bumi.
Pengukur kedalaman laut (depts ounder) dengan jalan mengirim pulsa gelombang suara kearah dasar laut dan mengukur waktutdatangnya pantulan dari dasar laut. Pengukur profil di bawah dasar laut (subbottomy trofilerc) dengan menggunakan gelombang suara frekuensi rendah agar clapat menembus dasar laut sampai sedalam sekitar 2 meter
Gambar 9. Pengukur kedalaman laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 199
Lautan yang begitu luasnya dapat dimanfaatkan untuk peternakan
ikan, untuk pertaniant umbuhanl aut, dan sebagainya. Laut jugu memiliki
sumber-sumber mineral yang sangat dibutuhkan manusia. Menurut para
ahli kelautan per kilometer persegi lautan dapat menghasilkan produk
kebutuhan manusia lebih besar dari pada per kilometer persegi tanah
daratan. Sonar mulai berkembang dengan pesat dengan
berkembangnya kipal selam terutama selama dan setelah perang dunia
kedua, yaitu uniuk mencari dan menentukan posisi kapal selam. Namun
banyak sekali kegunaannya sonar untuk keperluan damai. Sonar untuk
keperluan damai aniara lain : Pengukur kedalaman laut (depts ounder)
dengan jalan mengirim pulsa gelombang suara kearah dasar laut dan
mengukur waktutdatangnya pantulan dari dasar laut. Pengukur profil di
bawah dasar laut (subbottomy trofilerc) dengan menggunakan
gelombang suara frekuensi rendah agar clapat menembus dasar laut
sampai sedalam sekitar 2 meter. Side scan sonur, suatu sonar yang
rnemancar ke samping sehingga dapat dipergunakan untuk memetakan
bentuk dasar laut. Pengukur kecepatan kapal, mengukur kecepatan
kapal dengan menggunakan efek Doppler. Slstem Deteksl Bawah Alr
Pencari ikan, sonar digunakan untuk mendeteksi adanya bendabenda
atau ikan yang bergerak. Peralatan untuk membantu penangkapan ikan
(fishries) yaitu antara Iain untuk menghitung jumlah ikan, untuk
menggiring ikan dan sebagainya.
Peralatan penyelam, untuk membantu Para penyelam mencapai
benda-benda di bawah air yang keruh atau gelap. Kemudian mengirim
gelombang-gelombang secara kontinyu untuk menandai banyak karang-
karang berbahaya. Peralatan komunikasi dan telemetering bawah air.
Peralatan untuk mengendalikan peralatan-peralatan khusus bawah air
dan sebagainya.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 200
Sonar Di atas telah disinggung bahwa sonar menggunakan prinsip
radar, namun hanya sampai disini saja kesamaannya. Sonar
menggunakan gelombang suara yang merambat di dalam air laut, dan
air laut bukan media yang homogen, tetapi suatu media yang baik
temperatur dan kadar garamnya berubah-ubah menurut kedalamannya,
terutama karena pengaruh panas matahari. Selain itu laut tidak hening,
tetapi penuh dengan derau (noise) akibat gempuran ombak" suara
binatang-binatang laut, gerakan seismik bumi, dan lain-lainnya. Ini
semua mempengaruh kinerja Sonar. Sifat-sifat air laut atau dikenal
sebagai karakteristik air laut yang mempengaruhi kerja sonar tersebut,
antara lain Yang mempengaruhi akurasi dalam penentuan posisi
sasaran di dalam air laut, adalah :
1. temperatuar air laut yangb erubah-ubah,
2. kadar garam air laut yang berubah-ubah,
3. kedalamanla ut setempat,
4. sedimentasdi asarl aut.
Yang mempengaruhi kepekaan atau jarak capai sonar, adalah :
1. derau lingkungan (ambient noise) laut setempat,
2. propagation /oss.
3. Yang membatasi kerja sonar, adalah :
4. dasar laut yang penuh dengan bukit-bukit dan rembah,
5. Deep Scattering Layers
Di depan telah disinggung bahwa air laut tidak homogen. Ini karena
temperatura ir laut berubahm enurut kedalamannya terutama karena
pengaruh panas matahari. Pengaruh ini terutama sampai kedalaman im
meter kemudian menurun sampai 2N meter. Karena pengaruh tekanan,
arus air; dan sebagainya, timbul lapisan-lapisan air ying temperaturnya
Strategi Pertahanan Bawah Laut 201
berbeda-beda sehingga temperatur gradien-nya pun tidak tetap bisa
positif bisa negatif. Selain tergantung pada musim, temperatur gradien
tiap saat pun berubah-ubah tergantung pada musim dan siang atau
malam. Kadar garam air laut. Kadar garam atau salinitas air laut adalah
persentas dari bagian padat di dalam air laut. Biasanya besarnya sekitar
30 per mil sampai dengan per mil. Diperairan dangkal besarnya salinital
mudah berubah-ubah, karena hujan atau air sungai yang masuk dan
juga karena perubahan temperatur. Seperti pada temperatur, akibatnya
di laut timbul lapisan-lapisan air yang salinitasnya berbeda-beda.
Kedalaman laut setempat, memiliki arti Semakin dalam air laut, semakin
besar kerapatan air, atau tekanan air bertambah besar. Bila kerapatan
berubah, kecepltan dari gelombang suara berubah pula.
Pengaruh temparafur salinitas dan kedalaman pada kecepatan
perambatan gelombang suara di laut. Kecepatan Perambatan
gelombang suara di air adalah antara 1450 m perdetik sampai dengan
1il0 meter per detik. Kecepatan perambatan gelombang suara ini sangat
dipengaruhi oleh temperatur salinitas dan kedalaman air laut. Ada
beberapa Persamaan yang menggambarkan penghitungan ini, salah
satu yang paling binyak digunakan untuk perairan tropis adalah :
C ='1,449,+2 4^6T- 5,5 x70\z * 2P x 10aT3+
(1,34 - 10 T) (s-3s) + 1,6 x 10-"D
di mana :
C = kecePatanra mbatang elombangs uarad alam m/det
T - deraiat celcius
S = salinitas dalam per mil
D = kedalaman dalam meter
Strategi Pertahanan Bawah Laut 202
Gambar 30. Kombinasi temperatur (T), salinitas (S) dan Kedalaman (d) Menghasilkan Perubahan Kecepatan Suara Dalam Air Laut Lineair
Karena laut dapat dianggap terdiri dari. lapisan-lapisan air laut
yang masing-masing mempunyai temperatur, salinitas dan kedalaman
sendiri, maka masing-masing lapisan tersebut sesuai dengan
persamaan tersebut di atas juga memiliki kecepatan perambatan
gelombang ,suara yang masing- masing berlainan. Menurut hukum
Snellius, suatu gelombang (suara) bila pindah dari media Iain satu ke
media yang lain, maka berkas felombang tersebut akan dibias- kan. Dan
bila sudut datang lebih kecil dairi pada sudut kritis, maka berkas
gelombang akan dipantulkan. Lihat Gambar bawah (Gambar 21)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 203
Kalau sekarang lapisan-lapisan air laut masing-masing memiliki
kecepatan Perunbatan gelombang sendiri-sendiri, maka gelombang
akan mengalami pembiasan berturut-turut setiap melewati lipisan yang
ber- Iainan, sehingga perambatan gelombang tidak lagi menirut"garis
lurus, tetapi garis melengkung ke atas atau ke bawah bahkan suatu
ketika dapat dipantulkan oleh lapisan air dibawahnya. Di atas telah
disinggung bahwa temperatur gradien dapat positif dapat negatif. Jadi
pada suatu kedalaman tertentu, temperatur gradien dapat berubah
sehingga suatu berkas-suara yang datang dengan sudut lain, oleh
lapisan-lapisli air ter- sebut di atas ada yang dipantulkan ke atas tetapi
adapula yang dibiaskan kebawah tergantung pada sudut datang berkas.
Gambar 10. Kecepatan Suara Di Lapisan Atas, Tengah Dan Bawah Yang Ber- Lainan, Membuat Propagasi Suari Di Dalam Air Laut Tidak Mengilutigaris Lurus
Gambar 11. Lapisan-lapisan air
Strategi Pertahanan Bawah Laut 204
Lapisan tersebut yang masing-masing memiliki kecepatan suara
dalam air yang berlainan, membuat gelombang suara yang
meninggalkan sumber suara yang sama tetapi dengan sudut yang
berlainan, sebagian dipantulkan ke atas, sebagian dibiaskan ke bawah.
Dari dasar laut tersebut. Untuk dasar laut yang berlumpur lunak
energi yang dipantulkan sekitar 5% sedang dasar laut yang berpisir
dapat -dipanitulkan sampai dengan 60 %. Demikian pula permukaan air
laut juga memantulkan gelombang suara. Tergantung pada keadaan
gelombang/ctraca, permukaan laut memantulkan kembali energi
gelombang suara 5% sampai dengan 80 % .Jadi baik dasar laut maupun
Permukaan laut memantulkan sebagian dari gelombang suara yang
datang. Pemantulan tersebut tidak hanya tergantung pada sedimen
dasar laut dan gelombang/cuaca, tetapi juga dari sudut ditang
gelombang suara. Dari uraian-uraian tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa perambatan gelombang suara di laut tidak sesederhana
perambatan gelomblng elektromagnit di angkasa seperti pada radar,
tetapi mengikuti lengkungan-lengkungan" Lengkungan-lengkungan ini
Gambar 12. permukaan laut memantulkan sebagian energi suara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 205
bentuknya sangat telgantung pada temperatur, salinitas, kedalaman
dasar laut, keadaan daJar laui, keadaan gelombang di permukaan laut,
frekuensi gelombang suara yang digunakan, dan sebagainya. Dari
Gambar dapat diketahui pula bahwa ada daerah-daerah buta, yaitu
daerah dimana gelombang suara tidak dapat menembus. Di daerah buta
ini kapa! selam atau ikan-ikan tidak dapat dideteksi. Derau lingkungan
(ambient noise) laut setempat Derau lingkungan adalah seluruh suara
yang dapat didengar di bawah air, yang tertangkap oleh
hidrofon/penerima sonar. Derau lingkungan dapat dikelompokkan dalam
dua bagian, yaitu :
a. Derau buatan (man made noise)
b. Derau alami (natural noise)
c. Derau lingkungan berubah sesuai dengan tempat dan waktu.
Derau buatan adalah suara yang ditimbulkan oleh manusia atau
alat-alat yang dibuat manusia seperti suara kapal, anjungan lepas
pantai, kompleks industri di tepi pantai, dan lain-lainnya. Sedangkan
derau alami adalah suara yang ditimbulkan oleh alam sepertinya derau
permukaan laut (pecahnya ombak), getaran seismik, derau gerak
molekul di sekitar hidrofon, derau biologi seperti suara ikan dan
penghuni laut lainnya, dan lain-lain. Intensitas dari derau lingkungan jrga
tergantung dari frekuensi yang diamati. Derau lingkungan tidak dapat
dihitung secara matematis dan harus dilakukan pengukuran secara
khusus untuk tujuan tersebut" Dengan mengetahui derau lingkungan
setempat, dengan menggunakan frequenciy analysu dan bantuan
komputer, kita dapat mengenal identitas kapal-kapal selam tertentu,
kapal-kapal atas air tertentu, jenis-jenis ikan, dan sebagainya. Dari
Gambar dapat dike[ahui pula bahwa ada daerah-daerah buta, yaitu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 206
daerah dimana gelombang suara tidak dapat menembus. Di daerah buta
ini kapal selam atau ikan-ikan tidak dapat dideteksi.
3.1 Propagation Loss
gation Loss
Propragation loss adalah jumlah energi yang hilang akibat
penyebaran energi (spreading) dan energi yang hilang akibat redaman
(attenuatior). Losses akibat penyebaran terjadi karena meskipun berkas
gelombang suara sudah diarahkan oleh transmitter, namun sebagian
energi akan menyebar ke segala arah. Penyebaran ini diperkuat dengan
adanya butrian-butiran partikel yang melayang di dalam air laut. Bila
sebuah partikel terkena gelombang suara, dia akan memencarkan ke
segala arah (scatter), sehingga mengurangl energi gelombang suara
yang terarah. Butir partikel tersebut dapat merupakan butir lumpur yang
halus dapat pula organisme seperti plankton, larva-larva udang, dan
sebagainya. Losses akibat redaman, terjadi karena sebagian dari energi
gelombang suara dirubah menjadi enersi panas oleh garam-garam yang
Gambar 13. Karena sifat karakteristik air laut yang berubah-ubah, ada benda-benda
di laut yang dapat dideteksi, sukar dideteksi dan tidak dapat dideteksi.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 207
larut dalam air laut. Redaman ini merupakan fungsi dari frekuensi yang
digunakan dan macam garam yang larut. Dari yang tertulis di atas dapat
kita ketahui bahwa dengan mengetahui derau lingkungan setempat,
kepekaan dan kemampuan sonar dapat kita tingkatkan, sedangkan
dengan mengetahui propagation /loss laut setempat kita dapat
memprediksikan (predict) jarak capai sonar kita. namun problemnya baik
propagation loss maupun derau lingkungan di masing-masing tempat
berbeda-beda. Derau lingkungan di Teluk Jakarta lain sama sekali
dengan denau lingkungan di Teluk Lampung, demikian seterusnya.
3.2 Bentuk dasar laut
Dasar laut dalam kenyataannya bukan merupakan dataran yang
rata, tetapi penuh dengan bukit-bukit dan lembah-lembah yang dalam.
Belakang bukit-bukit atau di dalam lembah-lembah sering tidak
terjangkau oleh pancaran gelombang suara sonar, sehingga merupakan
persembunyian yang ideal bagi kapal selam. Selain itu, khususnya di
lautan yang dangkal, kurang dari 200 m dalamya, dasar laut yang
berbukit-bukit dan berkarang ini akan memantulkan gelombang suara
tersebut ke segala arah, untuk kemudian dipantulkan kembali oleh
permukaan laut, demikian berkali-kali, sehingga terjadi apa yang
dinamakan reverbasi (reuerbtration). Reverberasi ini sangat
mengganggu kerja sonar. Dengan mengetahui kondisi dasar laut dan
kedalarnannya, dapat dipilih frekuensi kerja yang paling sedikit diganggu
oleh timbulnya reverberasi.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 208
Gambar 14. Kenampakan Morfologi Bawah Laut
Muka bumi berbentuk bermacam-macam, tidak hanya yang
meliputi daratan namun juga termasuk dasar laut. Baik daratan maupun
dasar laut permukaannya tidak rata seperti apa yang kita duga, namun
berbeda-beda antara tinggi dan rendahnya. Ada pula yang perlu kita
ketahui bahwa bentuk muka bumi ini tidak tetap akan tetapi selalu
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perubahan ini disebabakan oleh
energi atau tenaga yang dihasilkan/berasal dari dalam bumi dan tenaga
yang berasal dari luar bumi. Dasar laut terbesar terletak sekitar 5
kilometer di bawah permukaan laut dan terbuat dari batuan muda yang
berusia kurang dari 200 juta tahun. Zaman dahulu, ada pula dasar laut
yang terbuat dari batuan tua namun kini telah punah karena hilang
menyatu dengan lapisan lempeng perusak. Dasar laut yang baru akan
selalu terbentuk dari penyebaran dasar laut di pegunungan vulkanik
bawah laut. Tenaga endogen merupakan tenaga yang berasal dari
dalam bumi sedangkan untuk tenaga yang berasal dari luar bumi
disebut tenaga eksogen. Akibat dari kedua tenaga tersebut bumi selalu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 209
mengalami perubahan dan bentuk permukaan bumi. Ada yang berupa
gunung dalam laut, perbedaan tinggi rendah permukaan bumi disebut
relief. Relief tidak hanya terdapat di daratan tetapi juga di dasar laut.
Pada umumnya relief dasar laut terbentan.
Gambar di atas merupakan gambaran permukaan bumi di dasar
laut. Muka bumi memiliki bentuk yang beraneka ragam, baik itu muka
bumi yang ada di daratan maupun muka bumi yang ada di lautan. Bila
bentuk muka bumi di daratan cenderung kasar dan runcing, tidak
demikian halnya dengan bentuk muka bumi yang berada di lautan. Hal
ini disebabkan terjadinya erosi ataupun sedimentasi. Adanya aliran
gelombang yang memiliki kekuatan yang besar mengakibatkan adanya
pengikisan dan pengausan permukaan bumi di bagian dasar laut.
Gelombang tersebut juga yang membawa bahan kikisan dan
mengendapkannya di dasar laut sehingga terbentuk strata sedimen.
Faktor lain yang turut membentuk morfologi dasar laut ialah adanya
pergerakan dari lempeng tektonik. Morfologi Bawah Laut Berdasarkan
Kecuramannya :
a) Paparan Benua (Continental Shelf) Paparan benua merupakan
dasar laut yang dangkal dan merupakan daratan yang meluas serta
terdapat disepanjang pantai. Sebenarnya continental shelf ini
merupakan bagian dari benua yang berdekatan dan tergenang oleh
air laut. Continental shelf ini dalamnya tak lebih dari 200 m
Strategi Pertahanan Bawah Laut 210
Gambar 15. Paparan Benua (Continental Shelf)
Paparan benua merupakan kelanjutan wilayah benua (kontinen).
Sebagian besar paparan terbentuk selama periode glacial dan berupa
permukaan daratan , tetapi sekarang relatif terendam dangkal di bawah
laut dikenal sebagai rak laut dan teluk-teluk. Paparan benua ini terdiri
dari lereng curam suatu dataran yang diikuti oleh kenaikan secara
mendatar dari dataran itu. Sedimen dari dataran tinggi akan menuruni
lereng dan terakumulasi sebagai tumpukan sedimen di dasar lereng,
yang disebut kontinental bertingkat dan daerah tebing paparan benua
disebut tebing benua/kontinen. Lebar Paparan Benua sangat bervariasi.
landas continental terbesar adalah Paparan Siberia di Samudra Arktik -
membentang hingga 1500 kilometer (930 mil) lebarnya. Lebar rata-rata
Paparan Benua adalah sekitar 80 km (50 mil). Kedalaman Paparan
Benua juga bervariasi, tetapi umumnya terbatas pada air dangkal dari
150 m (490 kaki) dengan kemiringannya biasanya cukup rendah, yaitu
0,5 °. Meskipun Paparan Benua termasuk kedalam fisiografi laut suatu
provinsi, namun hal ini tidak menjadikannya bagian dari cekungan laut
dalam, tetapi margin dari benua. Margin Pasif benua seperti yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 211
terdapat di sebagian besar pantai Atlantik yang memiliki Paparan Benua
luas dan dangkal, tersusun dari irisan tebal sedimen yang berasal dari
erosi yang panjang dari benua tetangga. Paparan Benua ini relatif
curam, karena seringnya terjadi gempa bumi yang membawa
pergerakan sedimen – sedimen ke laut dalam. Contoh lain dari Paparan
Benua adalah Dangkalan Sunda antara Kalimantan, Jawa, dan
Sumatera yang berkedalaman ± 40 – 45 meter. Paparan benua
merupakan suatu proses dinamik yang dikontrol oleh beberapa faktor,
seperti laju sedimentasi bahan-bahan dari daratan ke lautan, laju energi
yang cukup untuk menggerakkan sedimen ke dalam dan keluar
paparan, erosi dan naiknya turunnya permukaan laut.
b) Lereng Benua (Continental Slope)
Lereng Benua biasanya terdapat di pinggir continental shelf.
Daerah continental slope bisa mencapai kedalaman 1500 m dengan
sudut kemiringan biasanya tidak lebih dari 5 derajat. Kedalaman lereng
benua lebih dari 200 meter. Lebar dari lereng ini mencapai 100 km.
Gambar 16. Lereng Benua (Continental Slope)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 212
Tidak hanya submarine canyon, lereng benua ini merupakan jalan bagi
sedimen untuk tertransportasi menuju ke continental rise dan lantai
samudera. Penampakan lereng benua yang sekarang ini memilki
banyak sekali variasi dan beberapa lereng terakumulasi oleh tebalnya
susunan sedimen. Lereng benua secara relatif merupakan bagian yang
terjal dari tepi landasan benua. Beberapa lereng benua terbentuk oleh
aktivitas tektonik seperti faulting dan folding dimana disertai dengan
erosi yang luas.
c) Dataran dasar laut (deep sea plain)
Dataran dasar laut (deep sea plain merupakan relief yang
mempunyai kelerengan hampir datar sampai landai karena adanya
pengendapan dasar laut meskipun masih terdapat seperti punggungan,
plato palung, dan gunungapi dasar laut yang muncul seperti pulau
gunung api.
Gambar 17. Dataran dasar laut (deep sea plain)
d) Laut dalam merupakan kebalikan dari deep sea plain.
Laut dalam merupakan kebalikan dari deep sea pMorfologi ini
relatif lebih curam dan sempit dan mencapai kedalaman lebih dari 5.000
Strategi Pertahanan Bawah Laut 213
meter. biasanya relief ini bentuknya memanjang dan terdapat adanya
palung laut.
Gambar 18. Laut Dalam Merupakan Kebalikan Dari Deep Sea
Morfologi Bawah Laut Berdasarkan Bentukannya
a). Dataran Abisal (Basin Floor) Dataran abisal (basin floor)
Dataran Abisal (Basin Floor) Dataran abisal (basin floor) adalah
dasar laut yang luas setelah tebing benua, dan mengarah ke laut lepas.
Dataran abisal merupakan bagian dari paparan benua.
Gambar 19. Dataran Abisal (Basin Floor)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 214
Dataran abisal merupakan kenampakan topografi yang sangat
datar, dan kemungkinan kawasan ini merupakan tempat yang paling
datar pada permukaan bumi. Dataran abisal yang dijumpai di pantai
Argentina mempunyai perbedaan tinggi kurang dari 3 meter pada jarak
lebih dari 1300 kilometer. Topografi yang datar ini kadang- kadang di
selingi dengan puncak-puncak gunung bawah laut yang tertimbun.
Dataran abisal tersusun oleh akumulasi sedimen yang sangat tebal.
Kenampakan sedimen pada daerah ini menunjukkan bahwa dataran ini
dibentuk oleh endapan sedimen yang telah megalami pengangkutan
sangat jauh oleh arus turbidit. Endapan turbidit ini berselingan dengan
material sedimen yang berukuran lempung yang terus menerus
terendapkan pada tempat ini. Dataran abisal didefinisikan sebagai
dataran yang memiliki gradien kurang dari 1:1000, yang berfungsi untuk
membedakannya dari kenaikan kontinental (continental rise) yang
berdekatan. Dataran ini pada dasarnya lingkungan yang paling luas dan
datar di permukaan bumi. Kedalaman air di atas dataran abyssal
berkisar dari sekitar 3000 hingga 6000 m. Kedalaman tersebut bisa
bervariasi, dan kemiringan yang dimiliki bertahap sampai ratusan
kilometer. Topografi yang datar ini kadang-kadang di selingi dengan
puncak-puncak gunung bawah laut yang tertimbun.
Dataran abisal tersusun oleh akumulasi sedimen yang sangat
tebal. Kenampakan sedimen pada daerah ini menunjukkan bahwa
dataran ini dibentuk oleh endapan sedimen yang telah megalami
pengangkutan sangat jauh oleh arus turbid. Endapan turbid ini
berselingan dengan material sedimen yang berukuran lempung yang
terus menerus terendapkan pada tempat ini. Dataran abisal dijumpai
sebagai bagian dari dasar samudera pada semua lautan. Dataran ini
akan lebih luas apabila tidak dijumpai palung laut yang berdekatan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 215
dengan daratan. Samudera Atlantik memiliki dataran abisal yang lebih
luas daripada samudera Pacifik karena samudera Atlantik mempunyai
palung laut jauh lebih sedikit dibandingkan yang dijumpai pada
samudera Pasifik. Dataran abyssal yang besar dan luas terjadi di
masing-masing dari tiga cekungan laut besar dan juga hadir dalam
mediterraneans besar seperti Teluk Meksiko dan Laut Mediterania.
b). Ngarai Bawah Laut (Submarine Canyon)
Relief terbesar pada pinggiran benua (continental margin) berada
pada ngarai bawah laut (submarine canyon). Submarine canyon
berbentuk seperti lembah yang memotong lereng benua (continental
slope) dan membentang pada bagian landasan benua (continental shelf)
dan continental rise. Lembah dari submarine canyon biasanya
berbentuk V, dengan sisi lembah curam. Jalur dari lembah submarine
canyon mungkin bisa lurus atau mungkin juga berliku-liku. Submarine
canyon adalah jalur utama dari sedimen untuk dibawa atau mengalami
transportasi dari benua ke lingkungan laut dalam. Gradien dari lantai
ngarai ini cukup terjal, pada lembah pendek berkisar 60 m dan pada
lembah yang panjang berkisar 10- 15 m. Meskipun terlihat tidak terlalu
curam, namun kemiringan yang dimiliki lembah ini adalah 5 sampai 30
kali gradien lereng benua (continental slope). Submarine canyon
biasanya terdapat 2 km dibawah permukaan laut. Ekstensi lembah relatif
lurus, menebang sekitar 200 meter ke landas kontinen, dan melebar dari
sekitar tiga kilometer di garis pantai sekitar 15 mil ke arah laut yang
akhir.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 216
Gambar 20. Ngarai Bawah Laut (Submarine Canyon)
Contoh Submarine canyon adalah Congo Canyon, sungai ngarai
terbesar yang membentang dari sungai Congo, yang mempunyai
panjang 800 km dan mempunyai kedalaman 1200 m, Amazon Canyon,
yang membentang dari sungai Amazon, Hudson Canyon yang
membentang dari sungai Hudson dan Zhemcug Canyon, submarine
canyon terbesar yang ada di Laut Bering
c). Gunung Laut (Sea Mount)
Gunung bawah laut (sea mount) merupakan puncak-puncak
gunung yang muncul pada dasar samudera dengan ketinggian sampai
beberapa ratus meter di atas topografi sekitarnya. Puncak kerucut yang
terjal ini telah banyak dijumpai pada semua samudera di dunia ini .
Samudera Pasifik merupakan samudera dengan gunung bawah laut
yang terbanyak dibandingkan dengan samudera lainnya.
Jika pertumbuhan gunug api tersebut cukup cepat, maka
gunungapi tersebut akan membentuk suatu pulau. Setelah gunung
tersebut tumbuh sebagai pulau, gunung tersebut akan mengalami
proses erosi oleh aliran air permukaan dan kerja ombak sehingga
ketinggiannya menurun sampai mendekati muka air laut. Gunung laut
adalah bagian yang berdiri sendiri, dan kakinya mulai dari dasar laut.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 217
Puncak gunung dapat muncul ke permukaan air. gunung ini menjulang
tinggi mencapai permukaan laut atau tidak namun akarnya ada di dasar
laut . Contohnya Gunung Krakatau di Selat Sunda.
Di dunia, terdapat lebih dari 30.000 gunung laut yang ada dibawah
samudra. Namun kebanyakan gunung laut ini berupa gunungapi yang
sudah mati atau sudah tidak aktif lagi.Sea mounts dapat ditemukan di
setiap cekungan lautan di dunia, Sea mount terdistribusikan sangat luas
dan baik dalam ruang dan waktu. Sebuah gunung bawah laut secara
teknis didefinisikan sebagai gunugn yang terisolasi akibat meningkatnya
elevasi 1.000 m (3.281 kaki) atau lebih dari dasar laut sekitarnya, Sea
mounts cenderung ditemukan pada kerak samudera dekat pegunungan
tengah laut, mantel bulu, dan busur kepulauan. Hampir setengah dari
sea mounts dunia ditemukan di Samudra Pasifik, dan sisanya
terdistribusikan sebagian besar melintasi lautan Atlantik dan India.
Secara keseluruhan ada juga yang signifikan terdapat dalam distribusi
disekitar belahan bumi selatan.
Gambar 21. Gunung Laut (Sea Mount)
Strategi Pertahanan Bawah Laut 218
Cara paling mudah untuk mengetahui proses terbentuknya gunung
laut barangkali adalah dengan melihat proses tektonik lempeng (plate
tectonic). Di daerah pemekaran samudra terjadi proses keluarnya
material dari mantel atas yang keluar seperti keluarnya gelembung air
pada saat mendidih. Arus berputarnya ini disebut arus konveksi. Kerak
samudra akan selalu bertambah atau bergerak karena terjadi
pembentukan kerak baru pada zona pemekaran samudra. Pada saat
pergerakan tentu saja ada lempeng yang berukuran besar sehingga
membentuk sebuah gunung api bawah laut. Gunung api bawah laut ini
terbentuk diatas kerak samudra dan terus terbawa oleh kerak samudra
menuju zona penunjaman disebelah kanan. Semakin jauh dari zona
pemekaran, material mantel yang cair dan panas ini akan kehilangan
suhunya. Sehingga membentuk seamount atau gunung laut yang
seringkali berupa gundukan yang tidak lagi berupa gunung api yang
aktif. Ketika mendekati zona penunjaman, bagian atas dari kerak
samudra ini akan bergesekan dengan kerak benua. Gesekan ini
menimbulkan panas dan sering menyebabkan batuan pembentuk kerak
samudra ini meleleh. Batuan yang meleleh dan cair ini akan keluar
membentuk gunung api seperti yang kita lihat di rentetan Gunung Api
sepanjang bagiam barat Sumatra, hingga bagian selatan Jawa.
Biasanya gunung laut itu tidak lagi mendapatkan pasokan panas,
sehingga material penyusunnya tidak lagi berupa material cair panas
seperti sumber dapur magma. Di Indonesia, banyak sekali seamount.
Sea mounts yang terkenal berada disebelah selatan Jawa. Salah satu
gunungnya ada yang muncul kepermukaan membentuk Pulau Natal
atau Christmas Island. Pulau ini sangat terkenal sebagai tujuan wisata.
Daerah Pulau Natal ini memang tidak termasuk teritorial Indonesia,
bahkan masuk Australia. Daerah dangkal dikelilingi lautan dalam ini
Strategi Pertahanan Bawah Laut 219
sering merupakan daerah berkumpulnya ikan-ikan laut karena daerah ini
seringkali ditumbuhi karang-karang karena airnya jernih, jauh dari
populasi manusia sehingga jauh dari sampah dan polusi.
d). Mid Ocean Ridge
Mid Oceanic Ridge atau biasa disingkat MOR, merupakan rantai
gugusan gunungapi di bawah laut dimana kerak bumi baru terbentuk
dari lelehan magma dan aktivitas gunung berapi. MOR juga berasosiasi
dengan daerah divergensi lempeng tektonik yang membentuk celah di
dasar laut (rift). Pematang tengah samudera dijumpai pada semua
samudera dan merupakan 20% dari permukaan bumi, dan merupakan
kenampakan topografi yang sangat menakjubkan didasar laut. Topogarfi
ini merupakan rangkaian pegunungan yang memanjang sampai sekitar
65.000 kilometer. Meskipun demikian kenampakan pematang tengah
samudera sangat berbeda dengan rangkaian pegunungan yang
dijumpai di daratan. Pada rantai pegunungan di daratan disusun oleh
batuan granitik dan andesitik serta batuan dan batuan metamorf yang
megalami perlipatan dan penesaran, maka pematang tengah samudera
disusun oleh lapisan-lapisan batuan beku basaltik yang belum
mengalami deformasi.
Topografi mid ocean ridge ini tidak sempit tetapi mempunyai lebar
antara 500 sampai 5000 kilometer. Topografi ini cenderung kasar,
terutama dekat daerah pusat. Puncak dari pematang ditandai oleh
adanya celah (rift) dan dibatasi oleh pematang yang memanjang sampai
ratusan kilometer. Sumbu dari pematang ditandai oleh adanya gempa
bumi yang terus menerus dan dicirikan oleh aliran panas yang sangat
tinggi dari kerak bumi. Celah yang terdapat pada tengah pematang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 220
merupakan tempat magma baru muncul dari astenosfer yang secara
menerus membentuk kerak samudera baru.
Gambar 22. Mid Ocean Ridge Picture
Celah ini menggambarkan batas kerak yang divergen tempat
terjadinya pemekaran lantai dasar samudera (sea floor spreading).
Kenampakan yang menonjol dari pematang ini disebabkan karena kerak
samudera yang baru sangat panas, dan mempunyai volume yang lebih
besar daripada kerak samudera yang dingin. Ketika kerak yang baru ini
bergerak menjauh dari pusat pemekaran, terjadi lah proses pendinginan
yang bertahap dan terjadi pula kontraksi. Proses kontraksi panas ini
semakin besar semakin menjauhi pusat pemekaran. Dibutuhkan waktu
sekitar 100 juta tahun untuk terjadinya proses pendinginan dan kontraksi
yang menyeluruh. Sekarang batuan yang terbentuk tersebut terletak
pada dasar samudera dan telah tertutupi oleh lapisan sedimen yang
tebal. Pematang samudra (ocean ridge) pertama kali ditemukan di
Samudra Atlantik, di mana pada dasarnya membagi dua cekungan laut,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 221
kemudian dikenal sebagai Mid-Atlantic Ridge. Pematang ini terbentuk
akibat pergerakan lempeng bumi secara divergen. Pergerakan lempeng
secara divergen terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling
memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan
litosfer menipis dan terbelah akan membentuk batas divergen. Pada
lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut
(seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini
menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya
celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
e). Continental Island
Continental Island merupakan beberapa pulau yang menurut sifat
geologisnya merupakan bagian dari masa tanah dataran benua besar
yang kemudian terpisah.
f). Island Arc
Island Arc merupakan kumpulan pulau-pulau seperti Indonesia
yang mempunyai perbatasan dengan benua.
g). Guyot (Table Mount)
Guyot atau sering juga disebut dengan table mount merupakan
sebuah gunung bawah laut yang terisolasi dengan rata-rata tinggi lebih
dari 200 m (660 kaki) di bawah permukaan laut. Puncak guyot berbentuk
datar dan diameternya dapat mencapai 10 km. (6 mil). Guyot ini
merupakan bekas dari sebuah gunung api. Guyot paling sering
ditemukan di kisaran samudera pasifik. Diperkirakan ada sekitar 2000
guyot di cekungan pasifik. Guyot menunjukan adanya bukti bahwa telah
terjadinya penurunan permukaan yang bertahap mulai dari pegunungan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 222
karang, karang atol dan akhirnya menjadi sebuah gunung yang yang
tererndam di dalam. Hal ini terjadi disebabkan oleh erosi, ombak, angin
dan proses atmosfer. Kelerengan tercuram dari guyots adalah sekitar
200. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya guyot adalah pergerakan
bawah air yang dihasilkan oleh punggung samudera, seperti mid ocean
ridge. Secara bertahap mid ridge akan menyebar dari waktu ke waktu
karena terdorong lava cair dibawah peermukaan bumi dan hali ini akan
menyebabkan terciptanya suatu dataran baru.
IV. Bentukan Negatif Morfologi Bawah Laut
a). Lubuk Laut (basin)
Lubuk laut (basin) merupakan cekungan di dasar laut berbentuk
bulat atau lonjong (oval). Basin terjadi akibat pemerosotan dasar laut.
Dasar laut yang bentuknya cekung seperti lembah dasar laut. Contoh
dari lubuk laut yang ada di Indonesia yaitu lubuk laut Banda, lubuk laut
Sulawesi, lubuk laut Sulu.
b). Palung Laut (Trech/Trog)
Palung Laut (Trench / trog) adalah dasar laut sangat dalam dan
berdinding curam, yang semakin ke dasar semakin menyempit. Palung
sempit dan tidak terlalu curam disebut trench, sedangkan palung yang
lebih lebar dan curam disebut trog. Kedalaman palung bisa mencapai ±
7.000 – 11.000 meter. Fenomena ini yang menyebabkan terjadinya
gempa bumi. Aktivitas gunungapi juga berhubungan dengan proses
pembentukan palung laut. Pada laut yang terbuka, palung laut
membentuk alur yang sejajar dengan deretan pulau-pulau gunung api
Strategi Pertahanan Bawah Laut 223
(volcanic island arcs). Sedangkan deretan gunung api kemungkinan
dijumpai sejajar dengan palung laut yang berdekatan dengan daratan.
Aktivitas gunung api ini terjadi karena kerak bumi yang menunjam
ke dalam mantel bumi mengalami penghancuran dan mencairan yang
membentuk magma kembali. Proses ini disebut juga proses pergerakan
lempeng secara konvergen. Pergerakan secara konevergen terjadi
apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi,
yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama
lain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu lempeng samudra
terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut
dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah
sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit
samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini. Palung laut
juga bisa terjadi akibat menyusupnya lempeng samudera ke bawah
lempeng benua. jadi lokasinya berada didaerah tumbukan lempeng
benua dan samudera, seperti di barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau
Jawa. Contoh palung laut yang terdapat di dunia yaitu palung Mindanau
(10.475 meter), palung Laut Jawa (7.415 meter), palung Aleut (7.679
meter), palung Jepang (9.755 meter), palung Puerto Rico (9.175 meter).
Dengan berbagai macamnya bentuk-bentuk dasar laut serta
ditambah dengan pergerakan bumi dasar laut, maka terdapat pula
dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya morfologi dasar laut.
Salah satunya ialah terjadinya tsunami. Tsunami merupakan ombak
yang tejadi setelah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi, tanah
longsor di dasar laut, atau hantaman meteor di laut. Semakin mendekat
arah pantai, ketinggian tsunami meningkat namun kelajuannya
menurun. Tsunami dapat merusak.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 224
segala sesuatu yang dilaluinya baik itu bangunan bahkan manusia
sehingga dapat merenggut korban jiwa. Sebagian besar tsunami terjadi
akibat adanya gempa bumi bawah laut dan dapat terjadi karena dasar
laut mengalami pergerakan secara tiba-tiba (gerak naik turun) dan
perpindahan secara vertikal oleh kerak bumi. Gempa akibat pergerakan
lempeng yang tejadi di dasar laut menyebabkan air di atas wilayah
lempeng bergerak dan menghasilkan gelombang apabila air tersebut
bergerak kembali ke posisi ekuilibriumnya. Bila dasar laut bergerak naik
turun maka akan terjadi tsunami. Namun tidak semua gempa
menghasilkan tsunami melainkan tergantung pada tipe sesaran naik
(thrust), kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu
(mendekati 90o semakin memungkinkan terjadinya tsunami), serta
kedalaman pusat gempa (<70 km memungkinkan terjadinya tsunami)
V. Bentuk Positif Morfologi Bawah Laut
a). Ambang Laut (Dremple)
Ambang laut (dremple) merupakann relief dasar laut yang berupa
bukit dalam laut yang memisahkan dua buah pulau. Di Indonesia,
ambang laut Sulu dimana dari ambang laut dikelilingi oleh pulau-pulau
dan laut dangkal di Sulawesi yang dipisahkan oleh ambang yang ada di
Kepulauan Talaud.
b). Cembungan (Rise / Weels)
Cembungan (rise/sweels) adalah bentukan positif dengan ukuran
panjang dan lebar, lebih tinggi dari dasar laut rata-rata di sekitarnya.
Contohnyaadalah cembungan Hawaii dimana cembungan tersebut
memiliki panjang 3.500 km dan lebar 1.000 km.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 225
c). Punggung Laut (Ridge)
Punggung Laut adalah dasar lautan yang dangkal, memanjang,
dan sempit yang dikanan kirinya merupakan laut dalam. Contoh :
pegunungan di samudra atlantik,yaitu pegunungan atlantik utara dari
kepulauan Azora sampai ke Sint Paul. Punggung laut atau punggung
bukit lautan adalah bentukan di dasar laut yang mirip tanggul raksasa.
Panjangnya bisa ribuan kilometer. Punggung laut dibatasi oleh laut
dalam di kanan kirinya. Punggung laut yang berlereng curam disebut
ridge, sedangkan yang berlereng landai disebut rise.
Ridge terjadi ketika sebagian besar pegunungan laut bergerak
atau bergeser dan mendorong sisa lempeng tektonik jauh dari
pegunungan-pegunungan tersebut. Kebanyakan arah pergerakannya
menuju ke zona subduksi.Proses lainnya adalah dengan apa yang
seering disebut dengan conveyor mantel. Gejala ini menunjukan bagian
atas mantel yang terlalu fleksibel untuk menghasilkan gesekan dan
memungkinkan untuk menarik lempeng tektonik ke arah yang tertentu.
Selain itu, proses upwelling mantel yang menyebabkan magma
berpeluang membentuk tonjolan dibawah laut menyebabkan adanya
diskontinuitas seismic sekitar 400 km (250 mil).
Dampak positif dari morfologi bawah laut adalah terdapat berbagai
keaneka ragaman hayati bawah laut, sebagai batu loncatan bagi
penyebaran spesies pesisir, mendukung kegiatan pertambangan dan
karang perikanan sehingga secara tidak langsung juga menambah
lapangan pekerjaan dan devisa negara, serta mendorong masyarakat
untuk lebih peka terhadap lingkungan sehingga menumbuhkan rasa
ingin menjaga dan melestarikan dengan melakukan upaya-upaya yang
menghidari tindakan perusakan lautan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 226
3.3 Deep Scattering Layer
Di tempat-tempat tertentu, dan pada musinr tertentu pula, di laut
timbul arus air laut yang dari dasar naik ke permukaan. Arus ini sambil
naik ke atas, membawazat-zat hara (nutricien) dari dasar laut. Di clekat
permukaan laut, di mana sinar matahari dapat mencapainya, dengan
adanya zat-zat hara tersebut plankton melimpah. Plankton yang
melimpah ini mendatangkan sejumlah besar udang-udang dan ikan-ikan
kecil. Udang dan ikan kecil dalam jumlah banyak ini akan mendatangkan
ikan-ikan dan udang-udang yang lebih besaq, yang kemudian
mendatangkan ikan-ikan yang lebih besar lagi, dan seterusnya.
Plankton, udang dan berbagaikan besar kecil dalam jumlah sangat
banyak ini dapat merupakan suatu lapisan dari beberapa puluh meter di
bawah permukaan laut dengan mencapai luas sampai beberapa
kilometer persegi. Lapisan ini akan men-scaf ter atau tidak dapat
ditembus oleh gelombang suara, karena itu dinamakan deep scattering
Iayer. Mengetahui letak-letak deep scattoing layer ini, bagi para nelayan,
menguntungkan karena merupakan tempat berkumpulnya ikan,
sedangkan bagi komandan kapal selam menguntungkan karena
merupakan tempat persembunyian kapal selam yang ideal. Problemnya
letak drup scattering layer ini berubah-ubah, tergantung pada musim
dan arus laut. Pada saat ini nelayan-nelayan Indonesia harus mencari-
cari di mana ikan berkumpul, sedangkan nelayan-nelayan Jepang yang
didukung oleh para peneliti mereka, langsung menuju ke letak-letak
deep scattering layer di lautan Nusantara kita.
Menurut Sidharta (1995) perairan laut Indonesia berperan penting
dalam menjaga keseimbangan volume air, salinitas dan suhu di
samudera Pasifik dan Hindia. Terdapat dua jalur utama ARLINDO yaitu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 227
melalui celah Timor dan Selat Makassar yang diteruskan ke Selat
Lombok, massa air tersebut keluar menuju Samudera Hindia melalui
cara langsung dan tidak langsung (Gambar 6). Secara langsung, yaitu
melalui Selat Lombok dengan kedalaman sekitar 350 m dan cara tidak
langsung,yaitu melalui Laut Banda kemudian ke Laut Timor. Selat
Lombok merupakan akhir dari profil batimetri yang dalam terhubung
dengan Selat Makassar, dengan rerata kecepatan massa air berkisar
antara 50-60 cm/det yang terkonsentrasi di atas kedalaman 200 m
(Sidharta, 1995). Kecepatan massa air yang melalui Selat Lombok
cenderung berubah tiap musim. Hasil penelitian Murray dan Arief
(1988), menunjukkan bahwa pada Musim Timur kecepatan arus lebih
kuat dibandingkan pada Musim Barat. Arus di Selat Lombok menurut
arah mengalirnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu, arus menuju utara (arus
utara) dan arus menuju selatan (arus selatan). Namun persentase
massa air yang melalui Selat Lombok pada tiap musim cenderung
didominasi oleh massa air dari Samudera Pasifik. Hal ini disebabkan
karena sepanjang tahun pergerakan massa air di Selat Lombok pada
lapisan permukaan sampai kedalaman 200 m tetap menuju selatan.
Gambar 23. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO).
Strategi Pertahanan Bawah Laut 228
3.4 Profil Suhu dan Salinitas
Sebaran menegak dan melintang suhu menujukkan adanya
perbedaan pola pelapisan suhu pada kedua waktu pengukuran. Dari
sebaran suhu pada Musim Barat pada kedua transek terlihat lapisan
permukaan tercampur yang relatif tipis. Sementara pada Musim Timur,
lapisan homogen lebih tebal. Sebaran suhu pada lapisan dalam di
bawah lapisan termoklin memperlihatkan pola yang hampir sama pada
kedua waktu pengukuran, terutama mulai dari kedalaman 400 m ke
bawah (dari isotermal 9 oC ke bawah). Perbedaan suhu permukaan
antara kedua waktu pengamatan tidak terlalu besar yakni suhu pada
Januari 2004 lebih tinggi 0,43 oC dari suhu pada Juni 2005.
Namun lebih lebih tebalnya lapisan permukaan tercampur dan
sedikit lebih dingin pada Juni 2005 diperkirakan karena Angin Muson
Tenggara yang mulai bertiup bulan Juni lebih kuat mencampur massa
lapisan permukaan dibanding Angin Muson Barat Daya yang bertiup
bulan Januari di Selat Lombok. Kemungkinan lain adalah pada bulan
Juni 2005 aliran ke selatan dengan membawa massa air dari Laut
Flores lebih kuat dibading aliran bulan Januari (Wyrtki, 1961). Sebagai
akibatnya, lapisan permukaan cenderung akan lebih tebal. Bertiupnya
Angin Muson Tenggara yang umumnya membawa udara yang dingin
akan mendinginkan suhu permukaan laut.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 229
Gambar 24. Sebaran Menegak Suhu.
Secara spasial, terlihat bahwa sebaran suhu lebih heterogen
dibanding. Secara teoritis, upwelling dapat terjadi bila terdapat aliran ke
arah utara yang mengakibatkan turunnya muka air di sisi kanan aliran
(pantai P. Nusa Penida) untuk menyeimbangkan gaya tegak lurus arah
aliran (Pedlosky, 1987). Pada sebaran melintang suhu, terlihat lereng
isotermal pada lapisan permukaan dan termoklin menaik. Hal ini juga
mengindikasikan upwelling yang mungkin terbentuk akibat aliran ke
selatan yang kuat sehingga muka air meninggi di sisi kanan (pantai P.
Lombok) dan kekosongn air di sisi kiri (pantai P. Bali) mengakibatkan
terjadinya upwelling.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 230
Gambar 25. Sebaran Melintang Suhu
Perbedaan suhu permukaan antara kedua waktu pengamatan
tidak terlalu besar yakni lebih tinggi 0,43 oC dari. Namun lebih lebih
tebalnya lapisan permukaan tercampur diperkirakan karena Angin
Muson Tenggara yang mulai bertiup bulan Juni lebih kuat mencampur
massa lapisan permukaan dibanding Angin Muson Barat Daya yang
bertiup di Selat Lombok. Kemungkinan lain adalah aliran ke selatan
dengan membawa massa air dari Laut Flores lebih kuat (Wyrtki,
1961). Sebagai akibatnya, lapisan permukaan cenderung akan lebih
tebal. Bertiupnya Angin Muson Tenggara yang umumnya membawa
udara yang dingin akan mendinginkan suhu permukaan laut.
Gambar 26. Sebaran Menegak Salinitas.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 231
Salinitas di lapisan permukaan (sampai sekitar 100m) yang lebih
rendah pada Musim Timur dibanding Musim Barat mengindikasikan dua
hal. Indikasi pertama adalahMusim Timur, massa air dari Laut Flores
sudah mulai masuk ke Selat Lombok. Akan tetapi massa air tersebut
diperkirakan masih merupakan sisa massa air dari Laut Jawa yang pada
Musim Barat sebelumnya bergerak ke timur memasuki Laut
Flores. Massa air Laut Jawa pada Musim Barat mempunyai salinitas
yang rendah akibat presipitasi dan masukan air tawar dari sungai di
Indonesia bagian barat (Wyrtki, 1961). Indikasi kedua adalah pada
Musim Barat massa air dari Indonesia bagian barat (umumnya
mempunyai salinitas rendah) belum sepenuhnya sampai di Selat
Lombok, sehingga salinitas permukaannya lebih tinggi.
Gambar 27. Sebaran Melintang Salinitas
Percampuran dengan massa air dengan salinitas relatif rendah
yang masuk ke Selat Lombok pada Musim Timur mengakibatkan
salinitas massa air NSLW lebih rendah dibanding Musim Barat. Hal yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 232
sama juga diperoleh Arief (1997) pada hasil pengukuran salinitas Juni
1985 di Selat Lombok yang memperlihatkan salinitas maksimum pada
Juni 1985 lebih rendah dari pengkuran Januari 1985. Massa air dengan
salinitas minimum ini diperkirakan merupakan sisa dari North Pacific
Intermediate Water (NPIW) (Wyrtki, 1961).
Gambaran umum karakteristik massa air di Selat Lombok
ditunjukkan pada diagram T – S (Gambar 11) yang dapat juga
digunakan untuk mengidentifikasi berbagai jenis massa air. Dari Gambar
11 dapat dibedakan 4 jenis massa air yakni (i) lapisan permukaan, (ii)
lapisan salinitas maksimum, (iii) lapisan salinitas minimum dan (iv)
lapisan dalam. Lapisan permukaan yang hangat dengan suhu sekitar
29 oC dan salinitas rendah sekitar 32, 5 – 34,0 psu. Massa air ini
merupakan massa air tropis yang dicirikan suhu hangat akibat
pemanasan yang intensif dan salinitas rendah akibat presipitasi dan
masukan dari sungai yang melebihi evaporasi (Wyrtki, 1961). Massa air
lapisan permukaan dengan jelas berbeda antara massa air Januari 2004
dengan salinitas lebih tinggi dan Juni 2005 dengan salinitas lebih
rendah.
Gambar 28. Diagram T-S
Strategi Pertahanan Bawah Laut 233
Lapisan salinitas maksimum dengan salinitas 34,60 – 34, 62
psu (Musim Barat) dan 34,53 – 34,54 psu (Musim Timur) diperkirakan
merupakan NSLW yang terletak posisi sigma-t 24,8 – 25,4 kg/m3. Massa
air NSLW dengan jelas dapat dibedakan pada kedua pengukuran
dimana perbedaan salinitasnya mengakibatkan kurvanya jelas
terpisah. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh percampuran massa
air setempat terhadap massa air NSLW yang bervariasi intensitas
mengikuti perubahan musim. Arief (1997) juga menemukan NPIW pada
kisaran salinitas dan kedalaman yang sama di Selat Lombok. Berbeda
dengan massa air NSLW, massa air NPIW ini susah dibedakan antara
kedua pengukuran, karena kurva nya hampir berimpit. Hal ini
mengindikasikan proses percampuran lokal tidak banyak mempengaruhi
salinitas pada kedalaman dimana NPIW terletak.
3.4.1 Variasi Temporal Siklus Harian SV
Gambar 12 dan 13 merupakan pola sebaran harian SV terhadap
waktu (jam) dan kedalaman (m) dimana nilai SV ditunjukkan oleh warna
dalam satuan count. Berdasarkan kedalamannya, pantulan SV yang
kuat berada dibawah kedalaman 200 m dan bergerak vertikal sejauh 50-
200 m dikenal sebagai deep scattering layer (DSL) sedangkan SV pada
kedalaman 50-100 m dikenal sebagai mid scattering layer (MSL). Dilihat
dari waktu, terjadi penaikan dan penurunan SV, yakni naik menjelang
pagi dan menjelang malam (migrasi nokturnal). Migrasi ini diasumsikan
sebagai pergerakan dari zooplankton, dapat dibedakan menjadi dua
bagian berdasarkan nilai intensitas gema yaitu 130 dan 140 count.
Sebaran MSL saat matahari terbenam, membentuk lapisan partikel
penghambur yang terkonsentrasi di daerah permukaan, dan saat
matahari terbit bermigrasi hingga kedalaman 200 m dan menyatu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 234
dengan DSL dengan demikian tidak terlihat adanya peak migrasi
(Gambar 12). Kedalaman di bawah 150 m, sebaran DSL terdiri dari dua
lapisan SV yaitu 130 count dan 140 count dengan pergerakan migrasi
sejauh 50-100 m, maka peak migrasi saat matahari terbit dan terbenam
terlihat dengan jelas (Gambar 12). Colorbar memberikan informasi
tentang intensitas nilai SV di dalam kolom perairan baik MSL maupun
DSL, dimana warna biru menunjukkan nilai intensitas yang paling
rendah sedangkan warna merah memiliki intensitas tertinggi. Pada
kedalaman 0-50 m memberikan nilai pantulan SV yang rendah (tidak
terdapat partikel penghambur ), hal ini disebabkan karena pengaruh
area permukaan dan bin yang terlalu dekat dengan permukaan telah
dihilangkan pada saat analisis data. Pada kedalaman di bawah 300 m
juga tidak memberikan nilai intensitas disebabkan oleh transduser yang
digunakan dalam penelitian ini adalah transduser konveks yang
menghadap ke arah permukaan (upward), sehingga area yang
terdeteksi berkisar pada kedalaman ≤350 m. Kontur nilai intensitas
gema dari Gambar 12, dimana SV 130 count (biru) dan 140 count
(merah) dengan menampilkan grid, untuk sumbu x (waktu dalam satuan
jam) dan sumbu y (kedalaman dalam satuan m) sehingga dapat
diketahui nilai kedalaman, jarak migrasi serta waktu terjadinya migrasi
saat matahari terbit dan terbenam. Pada sumbu x, garis grid digunakan
sebagai patokan untuk menentukan jarak migrasi saat dan sesaat
(setengah jam) setelah peak migrasi terjadi, hal ini dimaksudkan agar
diperoleh kecepatan migrasi yang sesuai dengan waktu perekaman data
ADCP. Rerata peak migrasi terjadi pukul 05:30-06:00 WITA pagi
dan pukul 18:30-19:00 WITA malam (Gambar 12).
Strategi Pertahanan Bawah Laut 235
Gambar 29. Rerata Siklus Harian Tahun
(A) bulan Januari, (B) bulan Februari, (C) bulan Maret, (D) bulan April,
(E) bulan Mei, (F) bulan Juni.
Berdasarkan waktu terjadinya peak migrasi (Gambar 13), ada
dua bagian dengan jarak migrasi yang ditempuh berkisar antara 100-
200 m. Pada bulan Juli, Agustus, dan September rerata peak terjadi
pada pukul 05:30-06:00 WITA pagi dan pukul 18:00-18:30 WITA malam
dengan jarak migrasi DSL 130 count menyatu dengan MSL, oleh sebab
itu sebaran SV tampak maksimum. Peak migrasi bulan Oktober,
A B
C D
E F
Strategi Pertahanan Bawah Laut 236
November, dan Desember adalah pukul 05:00-05:30 WITA pagi dan
pukul 18:30 WITA malam tampak sebaran SV mulai berkurang baik MSL
maupun DSL. Jarak migrasi yang ditempuh berkisar antara 100-200 m.
Berdasarkan sebaran lapisan partikel penghambur di dalam kolom
perairan, bulan Juli sebaran SV 130 count membentuk sebuah lapisan
yang tebal mulai dari kedalaman 50 m hingga 250 m. Pada bulan
Agustus lapisan tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu pada
kedalaman 50-120 m dan 150-250 m, sedangkan bulan September
lapisan SV 130 count kembali membentuk satu lapisan lapisan partikel
penghambur yang tebal mulai dari kedalaman 50-250 m dan tampak
pula SV 140 count mencapai sebaran maksimum. Sebaran SV 130
count dan 140 count pada bulan Oktober berkurang secara signifikan
baik di daerah permukaan maupun pada kedalaman 150-300
m. Sebaran SV baik 130 count maupun 140 count untuk bulan
November dan Desember membentuk pola migrasi yang serupa, yaitu
SV 140 count terbagi menjadi dua bagian yang terkonsentrasi saat
matahari terbit dan terbenam. Pada bulan November SV 140 count
terpisah menjadi dua bagian dengan komposisi yang sebanding saat
matahari terbit dan terbenam. Pada bulan Desember SV 140 count
mendominasi area pada pukul 05:00-07:00 WITA pagi (komposisi yang
lebih sedikit) dan mulai pukul 12:00 WITA siang hingga 20:00 WITA
malam. Nilai intensitas yang dipantulkan oleh partikel penghambur lebih
dipengaruhi oleh jumlah partikel persatuan volume. Nilai yang
dipantulkan oleh partikel penghambur di dalam kolom perairan
bervariasi berdasarkan waktu dan kedalaman.
Berdasarkan waktu, nilai intensitas yang tinggi terdapat pada
saat matahari terbit dan terbenam disebabkan oleh partikel penghambur
bermigrasi ke area yang lebih menguntungkan bagi proses
Strategi Pertahanan Bawah Laut 237
kelangsungan hidupnya. DSL yang terbentuk tampak memberikan
pantulan nilai yang tidak signifikan secara keseluruhan adalah 140
count, namun pada area saat matahari terbit dan terbenam memiliki
pantulan yang lebih tinggi dari 140 count berkisar antara 145-160 count.
Tabel 1 merupakan nilai kedalaman maksimum (ke arah permukaan)
dan minimum (ke perairan yang lebih dalam) yang dapat ditempuh oleh
partikel penghambur , dimana pada SV 130 count kedalaman
maksimum terdapat pada bulan September yaitu 40 m sedangkan
kedalaman minimum pada bulan November yaitu 300 m. Pada SV 140
count, kedalaman maksimum terdapat pada bulan September yaitu 145
m sedangkan kedalaman minimum pada bulan November yaitu 320
m. Musim timur memiliki kedalaman maksimum dan minimum yang lebih
tinggi dibandingkan pada musim barat. Kedalaman maksimum
umumnya terjadi sesaat sebelum matahari terbit, sedangkan kedalaman
minimum terjadi pada siang hari. Hal ini disebabkan oleh intensitas
matahari yang tinggi selain itu radiasi UV berbahaya/fatal bagi
kelangsungan hidup organisme (zooplankton).
Tabel 2. Kedalaman Maks Dan Min Migrasi Harian DSL Nilai Intensitas Gema 130 Dan 140 Count Tahun 2004.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 238
Tabel 2 merupakan peak kedalaman maksimum yang ditempuh oleh
DSL 130 count dan 140 count saat matahari terbit dan terbenam. Pada
SV 130 count, peak kedalaman maksimum migrasi partikel penghambur
saat matahari terbit, yakni pada bulan Juli adalah 48,14 m, sedangkan
kedalaman minimum pada bulan Februari yaitu 202,27 m. Peak
kedalaman maksimum dan minimum saat matahari terbenam adalah
bulan September yaitu 40,22 m dan bulan Februari yaitu 189,62
m. Peak kedalaman maksimum SV 140 count saat matahari terbit, pada
bulan September yakni 145,29 m dan kedalaman minimum yaitu 222,34
m pada bulan februari.Peak kedalaman maksimum saat matahari
terbenam terdapat pada bulan September yaitu 162,65 m sedangkan
kedalaman minimum pada bulan Maret yakni 213,62 m.
A B
C D
Strategi Pertahanan Bawah Laut 239
Keterangan: (A) bulan Juli, (B) bulan Agustus, (C) bulan September, (D)
bulan Oktober, (E) bulan November, (F) bulan Desember .
Tabel 3. Peak kedalaman migrasi harian DSL tahun 2004
Pola sebaran harian SV (Gambar 16-15) memperlihatkan adanya
pantulan partikel penghambur di permukaan (50-100 m) dan DSL pada
kedalaman 150-350 m. Nilai dari SV yang dipantulkan oleh partikel
penghambur berbeda-beda, sehingga tampilan pola siklus harian
tampak memberikan warna yang berbeda pula. Faktor yang
mempengaruhi adalah ukuran dan komposisi partikel penghambur
(Hay,1983 in Kaneko et al, 1996). Ukuran dari partikel
penghambur berbanding lurus terhadap nilai SV, demikian juga bila
komposisi penyusunnya terdiri dari materi yang keras (skeleton berupa
E F
Strategi Pertahanan Bawah Laut 240
kitin). Pembedaan nilai SV menjadi 130 dan 140 count dimaksudkan
sebagai nilai yang mewakili sebaran partikel penghambur di lokasi
pengamatan. SV 140 count dihasilkan oleh organisme yang lebih besar
atau memiliki skeleton yang lebih keras di bandingkan dengan SV 130
count.
Menurut Kaltenberg (2004), migrasi vertikal konsisten dalam
pergerakannya, dimana pergerakan migrasi terbagi menjadi dua yaitu
bergerak secara horizontal dan vertikal. DVM disebabkan oleh
pergerakan migrasi vertikal dari mesozooplankton dan
mikronekton. Pergerakan migrasi ini disebabkan oleh pengaruh faktor
fisik dan biologi yaitu penetrasi cahaya, yang dapat memudahkan
partikel penghambur terdeteksi oleh predator selain itu ketersediaan
makanan didalam kolom perairan lebih banyak ketika malam hari
dibandingkan siang hari. MSL (50-100 m) lebih dipengaruhi oleh
intensitas cahaya, daripada lapisan partikel penghambur DSL pada
kedalaman ≥150 m. sebab lapisan tersebut selain karena pengaruh
cahaya juga mengikuti pergerakan migrasi lapisan yang ada di atasnya.
Perbedaan lapisan partikel penghambur di dalam kolom perairan
disebabkan oleh kecepatan dari masing-masing individu (cepat atau
lambat) atau jarak migrasi yang dapat ditempuh, sehingga berhenti pada
kedalaman yang berbeda. Partikel penghambur yang berada di daerah
permukaan (mix layer) hanya berasal dari SV 130 count, namun SV 130
count juga berada pada lapisan dalam, hal ini mengindikasikan bahwa
organisme yang memantulkan SV 130 count dapat terdiri dari beberapa
jenis dengan pola migrasi yang berbeda dan kemampuan yang berbeda
pula dalam bermigrasi (kedalaman/jarak migrasi). DSL pada kedalaman
(>150 m) umumnya tidak berbeda secara signifikan dari bulan ke bulan,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 241
karena sirkulasi massa air di perairan dalam jauh lebih sedikit
dibandingkan massa air di permukaan.
Perbedaan jarak migrasi partikel penghambur disebabkan oleh
pengaruh musim. Pada bulan Januari yang merupakan puncak dari
musim barat, terjadi pergerakan massa air hangat memasuki Selat
Lombok yang berasal dari samudera Pasifik. Suhu perairan di wilayah
katulistiwa memiliki stratifikasi thermal akibat mendapat sinar matahari
terus-menerus sepanjang tahun (Nybakken, 1992). Menurut Utami
(2006), sebaran suhu di perairan Selat Lombok memperlihatkan bahwa
pada musim timur terbentuk lapisan homogen yang lebih tebal dari pada
musim barat. Perbedaan densitas antara lapisan permukaan dan lapisan
dalam yang disebabkan oleh stratifikasi thermal dapat menimbulkan
kendala bagi organisme (zooplankton) untuk bermigrasi (Gambar 12 (B)
dan (C)). Pada musim peralihan 1, kekuatan angin musim berkurang
dimana angin bertiup tidak teratur sehingga laut akan lebih tenang.
Musim peralihan 1 sebaran SV membentuk pola dengan jarak
migrasi yang secara signifikan tidak berbeda, hal ini mengindikasikan
bahwa kondisi perairan relatif konstan terhadap waktu (bulan) pada area
yang diamati. Jarak migrasi yang mampu ditempuh oleh partikel
penghambur pada musim peralihan 1 lebih jauh dibandingkan dengan
musim barat (bulan Januari dan Februari) (Gambar 12). Pola migrasi
yang ditunjukkan oleh bulan Juni (Gambar 12 (F)), memberikan pola
yang sama dengan musim peralihan 1, hal ini dapat disebabkan oleh
pengaruh musim peralihan 1 masih berperan. Bulan Juli dan Agustus,
angin timur mencapai maksimum, tingginya jarak migrasi DSL mencapai
maksimum terutama untuk SV 130 count yang mampu menyatu dengan
MSL. Menurut Illahude dan Gordon (1996), suhu di lapisan permukaan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 242
sampai kedalaman tertentu pasa musim barat lebih hangat
dibandingkan musim timur.
Pada musim timur, suhu perairan menjadi lebih dingin, proses
pengadukan pada musim timur lebih besar dari musim barat (Utami,
2006), sehingga perbedaan densitas berkurang dengan demikian
zooplankton dapat bermigrasi lebih jauh. Berkurangnya perbedaan
densitas dapat meningkatkan jarak migrasi partikel penghambur . Jarak
migrasi bulan September mencapai maksimum dari seluruh pengamatan
pada tahun 2004, disebabkan karena pengaruh musim timur dan mulai
memasuki musim peralihan 2 dimana laut akan kembali tenang.
Banyaknya partikel penghambur di dalam kolom perairan tidak dapat
diprediksikan secara pasti karena Indonesia merupakan perairan tropis
yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun, dengan
produktifitas yang lebih rendah namun konstan sepanjang tahun
(Nybakken, 1992). Dari hasil pengamatan tampak bahwa pada musim
timur, sebaran partikel penghambur mencapai maksimum. Selain itu
musim timur adalah musim kemarau, yakni intensitas matahari akan
lebih tinggi dan dapat berpenetrasi lebih jauh kedalam kolom perairan
akibatnya proses fotosintesis fitoplankton akan maksimum. Produktifitas
fitoplankton memiliki korelasi positif terhadap zooplankton.
Sebaran MSL lebih fluktuatif terhadap waktu dibandingkan
dengan DSL hal ini disebabkan oleh massa air dipermukaan
memiliki resident time yang lebih cepat dan perbedaan densitas yang
tinggi menjadi kendala bagi massa air untuk terjadi
pengadukan. Pergantian massa air yang lebih cepat di dearah
permukaan, dapat berpengaruh terhadap komposisi partikel
penghambur karena sumber makanan (fitoplankton) dan faktor fisik
lingkungan yang juga lebih fluktuatif.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 243
3.4.2 Kecepatan Migrasi Siklus Harian
Kecepatan migrasi yang pernah terukur menunjukkan nilai yang
sebanding atau tidak berbeda jauh saat matahari terbit dan terbenam
(Wade dan Heywood, 2001), yakni kopepoda membutuhkan waktu 1-4
cm/det untuk migrasi vertikal (Plueddemann dan Pinkel‘s, 1989 in Wade
dan Heywood, 2001). Plankton tropis memiliki ukuran tubuh yang lebih
kecil sehingga hambatan permukaannya menjadi lebih besar
(Nybakken, 1992), hal ini dimaksudkan agar plankton yang cenderung
untuk tenggelam dapat memiliki waktu yang lebih lama untuk
beraktivitas (makan). Kecepatan migrasi 130 count (Tabel 3) bervariasi
setiap bulannya, kecepatan maksimum saat matahari terbit yakni 4,21
cm/det pada bulan September dan minimum pada bulan Februari yaitu
0,14 cm/det, dengan rata-rata kecepatan migrasi 1,61 cm/det. Pada saat
matahari terbenam, kecepatan maksimum terjadi pada bulan September
yakni 5,80 cm/det dan kecepatan minimum terjadi pada bulan Juni yaitu
0,47 cm/det, dengan rata-rata kecepatan migrasi 1,70 cm/det.
Tabel 4. Kecepatan Migrasi Harian Pada Intensitas Gema 130 Count Tahun 2004.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 244
Kecepatan migrasi 140 count (Tabel 4) bervariasi setiap
bulannya, kecepatan maksimum saat matahari terbit yakni 1,92 cm/det
pada bulan Desember dan minimum pada bulan April yaitu 0,28 cm/det,
dengan rata-rata kecepatan migrasi 1,19 cm/det. Pada saat matahari
terbenam, kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari yakni 1,50
cm/det dan kecepatan minimum terjadi pada bulan April yaitu 0,09
cm/det, dengan rata-rata kecepatan migrasi 0,80 cm/det. Pada
intensitas gema 140 count rerata kecepatan migrasi saat matahari terbit
lebih cepat daripada saat matahari terbenam.
Tabel 5. Kecepatan Migrasi Harian Pada Intensitas Gema 140 Count Tahun 2004.
Kecepatan migrasi kearah permukaan pada waktu matahari
terbenam lebih lambat dibandingkan saat matahari terbit. Pada siang
hari mereka bergerak cepat terhadap kedalaman karena adanya
aktivitas untuk menghindar dari predator, dimana zooplankton
cenderung memisahkan diri dan memberikan kesempatan pada
fitoplankton untuk berfotosintesis. Pengaruh dari perubahan suhu di
Strategi Pertahanan Bawah Laut 245
dalam kolom perairan juga dapat mempengaruhi kecepatan migrasi
(Wade dan Heywood, 2001), pada suhu yang tinggi kecepatan migrasi
juga meningkat.
3.4.3 Siklus Harian 6 Bulan Pertama Tahun 2005
Peak migrasi untuk bulan Januari, Februari hingga bulan Juni
adalah pukul 05:30-06:00 WITA pagi dan pukul 18:00-19:00 WITA
malam dengan jarak migrasi 50-200 m (Gambar 14). Sebaran SV 140
count mulai dari bulan Januari hingga bulan Juni terbagi menjadi dua
bagian yang masing-masing terkonsentrasi pada area saat matahari
terbit dan terbenam. Berdasarkan sebaran lapisan DSL di dalam kolom
perairan, pada bulan Januari, jumlah SV 130 count lebih dominan
dibandingkan SV 140 count pada kedalaman 200-300 m. Bulan
Februari, MSL 130 count tampak bertambah tebal dan MSL 140 count
mulai menguat. Sebaran MSL dan DSL 130 count pada bulan Maret
menurun jumlahnya, sehingga SV 140 count lebih mendominasi kolom
perairan. Pada bulan April sebaran MSL 130 count membentuk lapisan
partikel penghambur yang sangat tipis, sedangkan DSL 130 count dan
140 count stabil dalam pergerakannya. Sebaran MSL 130 count pada
bulan Mei membentuk lapisan yang tidak begitu tebal dan DSL 140
count memberikan pantulan yang kuat.
Pada bulan Juni, lapisan sebaran DSL 130 count di daerah
permukaan dan kedalaman 200-250 m membentuk lapisan yang cukup
tebal . Tabel 5 merupakan nilai kedalaman maksimum (ke arah
permukaan) dan minimum (ke perairan yang lebih dalam) yang dapat
ditempuh oleh partikel penghambur , dimana pada SV 130 count
kedalaman maksimum terdapat pada bulan Mei yaitu 111 m sedangkan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 246
kedalaman minimum pada bulan Maret yaitu 330 m. Pada SV 140 count,
kedalaman maksimum terdapat pada bulan Mei yaitu 201 m sedangkan
kedalaman minimum pada bulan Maret dan April yaitu 330 m.
Tabel 6 merupakan peak kedalaman maksimum yang ditempuh
oleh DSL 130 count dan 140 count saat matahari terbit dan
terbenam. Pada SV 130 count, saat matahari terbit peak kedalaman
maksimum migrasi partikel penghambur dalah pada bulan Mei yaitu
111,69 m dan kedalaman minimum pada bulan Maret yaitu 202,65. Saat
matahari terbenam peak kedalaman maksimum pada bulan Mei yaitu
175,55 m dan kedalaman minimum pada bulan Maret yaitu 205,99
m. Pada SV 140 count peak kedalaman maksimum saat matahari terbit,
adalah pada bulan Mei yakni 201,79 m dan kedalaman minimum pada
bulan Maret yaitu 224,91 m. Saat matahari terbenam, kedalaman
maksimum dan minimum berturut-turut adalah bulan Januari yaitu
210,94 m dan bulan Maret yaitu 228,39 m.
Tabel 6. Kedalaman Maksimum Dan Minimum Migrasi Harian DSL Nilai Intensitas Gema 130 Dan 140 Count Tahun 2005.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 247
Tabel 7. Peak Kedalaman Migrasi Harian DSL 6 Bulan Pertama Tahun 2005.
Pengaruh musim pada tahun 2005 terhadap jarak migrasi vertikal
tidak berpengaruh secara nyata, dimana sebaran partikel penghambur
pun memiliki komposisi yang hampir sama. Migrasi vertikal konsisten
dalam pergerakannya, namun menunjukkan pola yang sedikit berbeda
bila dibandingkan dengan pola yang terbentuk pada tahun 2004
terutama untuk SV 140 count. Perbedaan pola sebaran menunjukkan
bahwa Selat Lombok memiliki karakteristik yang unik sepanjang tahun,
sehingga diperlukan pengamatan yang lebih lama untuk mengetahui
pola yang umumnya terjadi sepanjang tahun.
A B
Strategi Pertahanan Bawah Laut 248
Gambar 30. Rerata Siklus Harian Tahun 2005
(A) bulan Januari, (B) bulan Februari, (C) bulan Maret, (D) bulan April,
(E) bulan Mei, (F) bulan Juni.
3.4.4 Kecepatan Migrasi Siklus Harian 6 Bulan Pertama Tahun 2005
Kecepatan migrasi 130 count (Tabel 7) bervariasi setiap bulannya,
kecepatan maksimum saat matahari terbit yakni 2,90 cm/det pada bulan
Mei dan minimum pada bulan Januari yaitu 1,00 cm/det, dengan rata-
rata kecepatan migrasi 2,11 cm/det. Saat matahari terbenam, kecepatan
maksimum terjadi pada bulan Februari yakni 1,58 cm/det dan kecepatan
minimum terjadi pada bulan Januari yaitu 0,14 cm/det, dengan rata-rata
kecepatan migrasi 0,90 cm/det. Pada intensitas gema 130 count rerata
kecepatan migrasi saat matahari terbit lebih cepat daripada saat
terbenam.
E F
Strategi Pertahanan Bawah Laut 249
Tabel 8. Kecepatan Migrasi Harian 130 Count 6 Bulan Pertama Tahun 2005.
Kecepatan migrasi SV 140 count (Tabel 10), kecepatan
maksimum saat matahari terbit yakni 1,99 cm/det pada bulan Februari
dan minimum pada bulan januari yaitu 0,02 cm/det, dengan rata-rata
kecepatan migrasi 1,25 cm/det. Pada saat matahari terbenam,
kecepatan maksimum terjadi pada bulan April yakni 1,73 cm/det dan
kecepatan minimum terjadi pada bulan Januari yaitu 1,02 cm/det,
dengan rata-rata kecepatan migrasi 1,31 cm/det. Pada intensitas gema
130 count rerata kecepatan migrasi saat matahari terbenam lebih cepat
daripada saat matahari terbit.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 250
Tabel 9. Kecepatan Migrasi Harian 140 Count 6 Bulan Pertama Tahun 2005.
3.4.5 Variasi Temporal Siklus Bulanan
Gambar 15 merupakan siklus bulanan yang diperoleh dengan
cara merata-ratakan data nilai SV selama satu setengah tahun. Sumbu
x merupakan satuan waktu dalam bulan sedangkan sumbu y merupakan
satuan waktu dalam meter, dimana colorbar menunjukkan nilai
intensitas jejak migrasi yang dibagi berdasarkan intensitasnya yaitu 130
count dan 140 count. Pada bulan Januari, Februari dan Maret SV
berada pada kedalaman yang relatif sama yaitu 225-350 m. Bulan April,
Mei dan Juni mulai menunjukkan adanya kenaikan jarak migrasi SV
yakni pada kedalaman 200-350 m, sedangkan jarak migrasi mencapai
kondisi maksimum mulai dari kedalaman 50-350 m pada bulan Juli,
Agustus dan September terutama SV 130 count maupun 140
count. Bulan Oktober, November dan Desember terlihat penurunan jarak
migrasi SV baik 130 maupun 140 count di dalam kolom perairan pada
kedalaman 200-350 m.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 251
Gambar 31. Siklus bulanan.
Jarak migrasi pada bulan Januari, Februari dan Maret jauh dari
permukaan. Menurut Illahude dan Gordon (1996), suhu di lapisan
permukaan sampai kedalaman tertentu pada Musim Barat lebih hangat
dibandingkan Musim Timur. Massa air laut tropik pada lapisan
permukaan menerima cahaya matahari sepanjang tahun karena dekat
dengan garis katulistiwa, sehingga menyebabkan suhu permukaan lebih
tinggi daripada massa air perairan dalam (Nybakken, 1992). Pada
musim barat suhu perairan di Selat Lombok lebih hangat, hal ini dapat
mengakibatkan semakin besarnya perbedaan suhu antara lapisan
permukaan dan lapisan dalam.Perbedaan kerapatan antara lapisan
permukaan dan perairan dalam sangat besar, sehingga mempengaruhi
migrasi vertikal partikel penghambur di dalam kolom perairan untuk
bergerak dari massa air yang padat ke massa air yang lebih renggang
maupun sebaliknya.
Pada bulan April, Mei dan Juni jarak migrasi yang ditempuh oleh
partikel penghambur mulai meningkat sejauh 25 m. Pada musim
peralihan 1 pengaruh angin musim mulai berkurang dan arah angin tidak
Strategi Pertahanan Bawah Laut 252
beraturan sehingga laut akan lebih tenang (Wirtky, 1961). Kondisi
perairan Selat Lombok yang relatif stabil pada musim perlaihan 1 ini,
dapat dimanfaatkan oleh partikel penghambur (zooplankton) untuk
menambah jarak migrasi vertikalnya.
Pada bulan Juli, Agustus dan September jarak migrasi vertikal
yang ditempuih oleh partikel penghambur (zooplankton) mencapai
maksimum. Pada musim timur, di Selat Lombok suhu perairan menjadi
lebih dingin dimana proses pengadukan pada Musim Timur lebih besar
dari pada Musim Barat (Utami, 2006). Proses pengadukan ini
dimanfaatkan oleh partikel penghambur (zooplankton) untuk mencapai
kedalaman maksimum untuk migrasi vertikal ke arah permukaan dimana
tersedia makanan (fitoplankton).Stratifikasi thermal di dalam kolom
perairan berkurang, sehingga perbedaan densitas pun berkurang
antara massa air permukaan dan massa air perairan dalam. Menurut
Utami (2006), sebaran suhu di perairan Selat Lombok memperlihatkan
bahwa pada Musim Timur terbentuk lapisan homogen yang lebih tebal
dari pada Musim Barat.
Kecepatan massa air yang melalui Selat Lombok cenderung
berubah tiap musim. Hasil penelitian Murray dan Arief (1988),
menunjukkan bahwa pada Musim Timur kecepatan arus lebih kuat
dibandingkan pada Musim Barat. Massa air yang bergerak lebih cepat
ini dapat mendorong partikel penghambur (zooplankton) bergerak lebih
jauh dibandingkan dengan Musim Barat. Pada musim peralihan 2, jarak
migrasi yang ditempuh oleh partikel penghambur (zooplankton) menurun
hal ini disebabkan oleh pengaruh kecepatan massa air mulai berkurang
dan laut menjadi lebih tenang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 253
3.5 Sistem Pertahanan Bawah Laut
Pertahanan bawah laut sampai saat ini masih memiliki kendala
dari beberapa aspek. Kendala tersebut adalah masih kurangnya alusista
yang dimiliki oleh Indonesia dalam mempertahankan wilayah bawah
laut Indonesia, kemudian alusista yang dimiliki Indonesia tingkat
kecanggihannya masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti
tingkat kebisingan alat selam yang masih tinggi, kemudian kurangnya
senjata yang dimiliki kapal selam dalam menyerang ancaman di
permukaan atau dari udara, aspek berikutnya adalah banyaknya
ancaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia karena Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Pembangunan sistem pertahanan laut yang secara pokok meliputi
pembuatan kapal, pembangunan pangkalan dan jaringan sistem logistik,
dan penyiapan anak buah. Pembangunan budaya bahari Indonesia juga
perlu dilakukan untuk memperkuat pertahanan laut wilayah Indonesia.
Gambar 32. Gambar Kapal Selam TNI AL
Strategi Pertahanan Bawah Laut 254
Pembangunan sistem pertahanan laut tidak dapat diselesaikan oleh satu
instansi atau banyak instansi tanpa koordinasi. Pelaksanaan sistem
pertahanan laut harus melibatkan banyak instansi yang berwenang demi
mewujudkan keamanan wilayah laut Indonesia. Indonesia yang
merupakan negara kepulauan maka merupakan tanggung jawab seluruh
instansi yang ada di pemerintah.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan letak yang strategis diantara dua benua, benua Asia dan
Australia, serta dua samudera, Samudera Pasifik dan SamuderaHindia.
Konstelasi geografis Indonesia tersebut beserta kekayaan sumber daya
alam yangdimiliki Indonesia, merupakan faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi dinamika politik,ekonomi, dan keamanan nasional
Indonesia. Letak strategis ini juga mengakibatkan Indonesia berada
pada persilangan jalur perdagangan dan pelayaran internasional, baik
dari wilayah Pasifikdan Asia Timur menuju kawasan Timur Tengah,
Afrika dan Eropa maupun sebaliknya. Dengan demikian, Indonesia
menjadi wilayah tempat transitnya berbagai macam kepentingan
negara-negara pengguna jalur perdagangan. Hal ini membawa
konsekuensi logis yang berkenaan dengan pertahanan dan
keamanan negara di laut, yakni munculnya ancaman yang
berpengaruh pada konsep dan strategi pertahanan negara, yang timbul
bukan saja disebabkan oleh konstelasi geografis Indonesia, namun juga
disebabkan oleh pengaruh globalisasi pasca Perang Dingin (Post-
Cold War Era), maupun perkembangan lingkungan strategis yang terus
berkembangsecara dinamis. Terdapat berbagai definisi ancaman dalam
kaitannya dengan pertahanan maupun keamanan negara. Dalam kajian
hubungan internasional (international relations studies), beberapa teori
menjelaskan mengenai definisi ancaman tersebut. Menurut Buzan dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 255
Waever (1998), ancaman dalam kerangka keamanan sosietal terbagi
menjadi dua, ancaman horisontaldan ancaman vertikal. Ancaman
horisontal yaitu beberapa identitas yang saling bersaing dalam suatu
kelompok sosial. Sementara, ancaman vertikal yaitu ancaman yang
mengakibatkanidentitas suatu kelompok sosial melemah pada titik
terjadinya disintegrasi atau secara nyata terkekang oleh suatu kekuatan
politik . Kedua hal ini mengakibatkan terjadinya konflik horisontal
maupun vertikal. Sementara menurut Craig A. Snyder (1999), definisi
ancaman dapatdilihat dari dua sudut pandang yang berbeda,
strategic studies dan security studies. Menurut strategic studies
ancaman yaitu ancaman militer yang ditujukan terhadap suatu
negara,sementara menurut security studies, ancaman yaitu ancaman
non militer yang bukan saja ditujukan terhadap negara, namun juga
terhadap non-state actors maupun sub-state groups.Definisi ancaman
juga dapat dilihat dengan jelas dalam Bab I Pasal 1 ayat 22 Undang-
UndangRI No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di
mana disebutkan bahwa ancamanadalah setiap upaya dan kegiatan,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilaimengancam atau
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Jika dilihat dari beberapa definisi
mengenai ancaman tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa faktor yang umum (common factors) dari ancaman.
Pertama, ancaman ditujukan terhadap Negara / kelompok sosial dan
kedua, ancaman terhadap identitas negara/kelompok tersebut.
Spektrum ancaman yang dapat timbul dan mengancam
kedaulatan, keutuhan maupun keselamatan bangsa dan negara amat
beragam. Dengan perkembangan lingkungan strategis pasca Perang
Dingin, spektrum ancaman bergeser dari tradisional (militer) ke non
Strategi Pertahanan Bawah Laut 256
tradisional (nirmiliter) yang mengakibatkan bergesernya pula
peperangan konvensional (conventionalwarfare) ke peperangan
inkonvensional (unconventional warfare) dan peperangan
asimetris(asymetric warfare). Perkembangan lingkungan strategis, baik
global maupun regional, tersebut turut mempengaruhi karakteristik
ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan sepertiterorisme,
ancaman keamanan lintas negara, dan proliferasi senjata pemusnah
massal.Berdasarkan konstelasi geografis Indonesia, seperti yang telah
disebutkan di atas, maka isu-isu keamanan tersebut juga dapat terjadi di
dan/atau lewat laut, termasuk juga isu keamananmaritim. Beberapa
ancaman yang teridentifikasi sebagai ancaman di dan/atau lewat laut
dapatdibedakan menjadi ancaman potensial (perceived threat ) seperti
agresi militer asing, konflik dengan negara tetangga berkaitan dengan
sengketa perbatasan, serta kehadiran militer asing dilaut dengan dalih
untuk mengamankan armada niaganya dan menghancurkan jaringan
terorisme jika Indonesia dianggap tidak bisa
memberikan jaminan keamanan , dan ancaman faktual (realthreat )
seperti ancaman pelanggaran hukum dalam bentuk penyelundupan,
illegal fishing , bajaklaut (piracy), perompakan (sea robery),
transnational organized criminal (TOC), serta ancaman terhadap
sumber daya laut dan lingkungan, ancaman bahaya navigasi hingga
ancaman kekerasan berupa terorisme maritim, separatisme, dan lain
sebagainya. Dengan mempertimbangkan kondisi geografis,
perkembangan lingkungan strategis globaldan regional, serta semakin
berkembangnya ancaman yang dihadapi oleh Indonesia,
makadiperlukan suatu konsep pertahanan negara di laut yang kuat
sebagai cerminan kebijakan politik Indonesia sebagai negara kepulauan.
Konsep pertahanan negara di laut yang kuat diharapkan dapat terwujud
Strategi Pertahanan Bawah Laut 257
sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang RI nomor
3 tahun2002 tentang Pertahanan Negara.
Sistem pertahanan negara Indonesia disusun berdasarkan konsep
geostrategi sebagai negara kepulauan. Hal ini tercantum dalam Undang-
Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, bahwa
pertahanan negara disusun dengan mempertimbangkan kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Konsep pertahanan
negara sendiri disusun dengan mengedepankan konsep pertahanan
berlapis, yaitu konsep pertahanan yang bertumpu pada keterpaduan
antara lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nirmiliter. Konsep
pertahanan negara yang bersifat pertahananan berlapis memiliki tujuan
untuk penangkalan, mengatasi dan menanggulangi ancaman militer
atau nirmiliter dan untuk tujuan menghadapi perang berlarut.
Fungsi penangkalan merupakan strategi yang dilaksanakan pada
masa damai, dan merupakan integrasi usaha pertahanan, yang
mencakup instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi dan militer . Di
dalam buku Strategi Pertahanan Negara (Kementerian Pertahanan
RI,2007) disebutkan bahwa pada konsep penangkalan terdapat dua
macam strategi penangkalan, yaitu penangkalan dengan cara
penolakan dan penangkalan dengan cara pembalasan.Konsekuensi dari
pelaksanaan strategi penangkalan dengan cara penolakan ini
adalah pembangunan sistem pertahanan yang moderen berbasis alat
utama system senjata (alutsista) yang canggih dan andal serta
mampu memiliki daya penggetar (deterrence effect ) yang
kuat.Sementara penangkalan dengan cara pembalasan dilaksanakan
jika suatu negara tidak memilikisistem pertahanan militer berbasis
alutsista ideal dan dilaksanakan dengan cara peperangan yang
berlarut menggunakan strategi gerilya. Dengan berbagai
Strategi Pertahanan Bawah Laut 258
pertimbangan, maka strategi penangkalan Indonesia merupakan
gabungan dari penangkalan dengan cara penolakan dandengan cara
pembalasan berupa pertahanan melingkar multilapis dengan pusat
kekuatandukungan rakyat atas peran TNI sebagai kekuatan utama.
Pembangunan sistem pertahanan laut yang secara pokok meliputi
pembuatan kapal, pembangunan pangkalan dan jaringan sistem logistik,
dan penyiapan anak buah. Pembangunan budaya bahari Indonesia juga
perlu dilakukan untuk memperkuat pertahanan laut wilayah Indonesia.
Pembangunan sistem pertahanan laut tidak dapat diselesaikan oleh satu
instansi atau banyak instansi tanpa koordinasi. Pelaksanaan sistem
pertahanan laut harus melibatkan banyak instansi yang berwenang demi
mewujudkan keamanan wilayah laut Indonesia. Indonesia yang
merupakan negara kepulauan maka merupakan tanggung jawab seluruh
instansi yang ada di pemerintah.
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), sebagai
bagian dari TNI, memiliki peran, tugas dan fungsi sebagai
penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman
bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa (Bab IV pasal 6 ayat
(1) UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI). Dalam pelaksanaan
peran, tugas dan fungsi yang telah diamanatkan oleh undang-
undang tersebut, TNI AL memiliki doktrin yang dikenal sebagai doktrin
Eka Sasana Jaya yang merupakan turunan dari doktrin TNIyaitu
TRIDEK (Tri Dharma Eka Karma). Di dalam doktrin tersebut tercantum
konsep pertahanan negara di laut yang meliputi segala upaya
pertahanan yang bersifat semesta dengan mengikut sertakan seluruh
warga negara dalam usaha pertahanan negara di dan atau lewat laut
.Strategi yang dilaksanakan untuk mendukung pertahanan negara di laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 259
sendiri dijabarkan dalam suatu konsep Strategi Pertahanan Laut
Nusantara (SPLN) yang merupakan bagian integral dari Strategi
Pertahanan Nusantara. Prinsip SPLN ditata di atas tiga pilar yang saling
terkait, yaitusistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta,
pertahanan mendalam (defence-in-depth) dan penangkalan.
Strategi pertahanan laut, dan konsep terkait strategi maritim,
berkaitan dengan strategi keseluruhan untuk mencapai kemenangan di
laut, termasuk perencanaan dan pelaksanaan kampanye, gerakan dan
disposisi dari angkatan laut dengan mencari keuntungan dari
pertempuran di suatu tempat nyaman, dan penipuan dari musuh. Taktik
angkatan laut berkaitan dengan pelaksanaan rencana dan manuver
armada laut dalam pertempuran. Sebuah kekuatan angkatan laut
merupakan komando laut yang kuat sehingga musuh tidak dapat
menyerang secara langsung. Laut juga disebut kontrol, dominasi ini
mungkin berlaku untuk perairan sekitarnya atau dapat memperpanjang
jauh ke lautan, yang berarti negara memiliki angkatan laut setara
superioritas udara.
Dengan komando laut, sebuah negara (atau aliansi) dapat
memastikan bahwa kapal militer dan kapal dagang bisa bergerak
leluasa, sementara para pesaingnya, baik dipaksa untuk tinggal di
pelabuhan atau mencoba untuk menghindar wilayah kekuasaan. Yang
paling terkenal, Angkatan Laut Kerajaan Inggris memegang komando
laut selama periode panjang dari abad ke-18 sampai awal abad ke-20,
memungkinkan Inggris dan sekutu-sekutunya untuk melakukan
perdagangan dan untuk memindahkan pasukan serta persediaan
(logistik) dengan mudah pada masa perang, sementara musuh-
musuhnya tidak dapat melakukannya. Sebagai contoh, Inggris mampu
memblokade Prancis selama Perang Napoleon, Amerika Serikat selama
Strategi Pertahanan Bawah Laut 260
Perang tahun 1812, dan Jerman selama Perang Dunia I. Beberapa
angkatan laut dapat beroperasi sebagai angkatan laut, tapi "banyak
Negara-negara yang mengkonversi angkatan laut dari ―Green water‖ ke
―Blue water‖
dan ini akan meningkatkan penggunaan militer Zona
Ekonomi Eksklusif asing [zona pesisir sampai 200 mil laut (370 km)]
dengan kemungkinan reaksi untuk rezim ZEE.
3.6 Ancaman Pertahanan Bawah Laut
Keamanan dari kedaulatan wilayah merupakan salah satu
kepentingan nasional yang selalu dikejar oleh negara. Setiap negara di
dunia ini memerlukan kondisi aman untuk menjalani kehidupan
bernegara serta guna memperolehnya maka sistem pertahanan akan
selalu dibutuhkan. Demikian pula Indonesia dengan sistem pertahanan
yang dimilikinya pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan kondisi
aman bagi kepentingan dan kedaulatan nasional, menyangkut wilayah,
penduduk, sumber daya alam dan lain-lain. Dalam studi Ilmu Hubungan
Internasional, aspek keamanan akan selalu berbenturan dengan
ancaman. Adapun definisi dari ancaman itu sendiri ialah satu hal terkait
yang dapat menciptakan kondisi atau situasi yang membahayakan
eksistensi satu negara/bangsa dan menggoyahkan kesejahteraan hidup
negara/bangsa . Ancaman bagi negara dapat datang baik dari luar
negara maupun dari dalam. Indonesia sebagai negara yang telah
merdeka selama 70 tahun masih mengalami berbagai macam
permasalahan keamanan. Permasalahan keamanan menjadi lumrah
karena bentuk ancaman juga terus mengalami perkembangan. Hal yang
kemudian menjadi penting adalah bagaimana kebijakan pertahanan dari
satu negara dalam melihat dan merespon bentuk potensi ancaman yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 261
sedang berkembang dan atau yang akan dihadapi di masa mendatang.
Sebagai negara yang wilayah kedaulatannya didominasi oleh lautan,
Indonesia memiliki sistem pertahanan maritim.
Pertahanan militer merupakan kekuatan utama pertahanan negara
yang dibangun dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer,
tersusun dalam komponen utama serta komponen cadangan dan
komponen pendukung. Pendayagunaan lapis pertahanan militer
diwujudkan dalam penyelenggaraan operasi militer, baik dalam bentuk
Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang
(OMSP). Pertahanan militer sebagai kekuatan bersenjata ditampilkan
melalui SDM dan Alutsista, dibangun, dan dikembangkan secara
profesional untuk mencapai tingkat kekuatan sampai pada standar
penangkalan. Namun, pembangunan kekuatan pertahanan negara
harus dipersiapkan untuk menghadapi setiap ancaman militer yang
sewaktu-waktu dapat timbul. Upaya penangkalan tidak bersifat pasif,
tetapi dikembangkan dalam suatu strategi penangkalan yang memiliki
sifat dinamis, melalui kesiapsiagaan kekuatan pertahanan untuk
menghadapi kondisi terburuk, yakni menghadapi ancaman aktual dalam
bentuk perang atau bentuk ancaman militer lainnya.
Dalam konteks ―menghadapi ancaman militer‖, kekuatan
pertahanan yang dimiliki didayagunakan untuk mengatasi situasi negara
yang terancam oleh suatu serangan militer dari negara lain, atau sedang
diperhadapkan dengan adanya jenis ancaman yang akan mengganggu
kepentingan nasional. TNI Angkatan Laut merupakan alat pertahanan
utama Indonesia dalam bidang keamanan maritim. Namun hingga
sekarang, stabilitas keamanan wilayah kedaulatan maritim Indonesia
masih lemah. Hal ini menjadi sebuah anomali tersendiri jika dilihat
bahwa rezim Orde Baru yang lebih mengutamakan kebijakan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 262
pertahanan pada bidang keamanan dalam negeri telah berakhir. Selain
itu fenomena globalisasi yang berkembang sejak tahun 1990 telah
mengubah bentuk ancaman bagi negara menjadi berbagai macam, tidak
terkecuali di bidang maritim. Adapun Indikasi dari instabilitas keamanan
maritim ialah banyaknya peristiwa pelanggaran kedaulatan wilayah laut
Indonesia.
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), sebagai
bagian dari TNI, memiliki peran, tugas dan fungsi
sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer
dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa (Bab IV pasal 6
ayat (1) UU RI nomor 34 tahun 2004 tentang TNI). Dalam
pelaksanaan peran, tugas dan fungsi yang telah diamanatkan
oleh undang-undang tersebut, TNI AL memilikidoktrin yang dikenal
sebagai doktrin Eka Sasana Jaya yang merupakan turunan dari doktrin
TNIyaitu TRIDEK (Tri Dharma Eka Karma). Di dalam doktrin tersebut
tercantum konsep pertahanan negara di laut yang meliputi segala
upaya pertahanan yang bersifat semesta dengan mengikut sertakan
seluruh warga negara dalam usaha pertahanan negara di dan atau
lewat laut Strategi yang dilaksanakan untuk mendukung pertahanan
negara di laut sendiri dijabarkan dalamsuatu konsep Strategi
Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) yang merupakan bagian integral
dariStrategi Pertahanan Nusantara. Prinsip SPLN ditata di atas tiga pilar
yang saling terkait, yaitu sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta, pertahanan mendalam (defence-in-depth ) dan penangkalan.
Strategi Pertahanan Laut Nusantara merupakan doktrin perang
laut TNI AL yang dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas
dan fungsi TNI AL sebagai bagian dari komponen utama pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 263
negara. Sasaran yang ingin dicapai oleh SPLN adalah tercegahnya niat
dari pihak pihak yang akan mengganggu kedaulatan negara dan
keutuhan wilayah NKRI, tertanggulanginya setiap bentuk ancaman
aspek laut serta berbagai bentuk gangguan keamanandalam negeri dan
pemberontakan bersenjata di wilayah NKRI, hingga terciptanya kondisi
laut yurisdiksi nasional yang terkendali (termasuk ketiga alur laut
kepulauan). Dilaksanakan untuk menjamin penggunaan laut
bagi kekuatan sendiri, mencegah penggunaan
laut oleh lawan sertameniadakan seluruh ancaman aspek laut dari
dalam negeri dengan pola Operasi Laut sehari-hari. Penyelenggaraan
strategi penangkalan melalui diplomasi angkatan laut (navaldplomacy)
dilaksanakan dengan menggunakan pola operasi muhibah ke negara-
negara lain, contohnya operasi Kartika Jala Krida (KJK) kadet Akademi
TNI AL menggunakan KRIDewaruci maupun Port Visit KRI dalam
rangka pelaksanaan latihan bersama dengan negarasahabat, serta
menggunakan pola operasi perdamaian dunia (peace keeping
operation ),contohnya pengerahan KRI Diponegoro-365 dan KRI Frans
Kaiseipo-368 yang tergabung dalam Maritime Task Force UNIFIL dalam
rangka misi perdamaian PBB di Lebanon. Sementarastrategi
penangkalan melalui kehadiran di laut diselenggarakan dengan
menggunakan polaoperasi kehadiran di laut (naval presence ) melalui
pameran bendera atau unjuk kekuatan (show of force )
Penggunaan strategi pengendalian laut juga digunakan dalam
rangka pelaksanaan fungsi penangkalan dalam konsep
pertahanan negara. Penyelenggaraan strategi pengendalian laut
dilaksanakan dengan pola operasi Siaga Tempur Laut, yang
dilaksanakan pada wilayah yang memiliki potensi konflik atau disebut
juga perairan rawan selektif seperti perairan Ambalat. Pola operasi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 264
lainnya dalam strategi ini yaitu operasi laut sehari-hari dalam bentuk
operasi keamanan laut dan operasi bantuan, seperti operasi tanggap
bencana tsunami di Aceh dan Mentawai. Dalam Peraturan Kasal
mengenai kebijakan dasar pembangunan kekuatan TNI AL menuju
kekuatan pokok minimum (minimum essential force) tahun 2009
disebutkan pula bahwa operasi pemutusan garis perhubungan lawan
adalah termasuk salah satu pola operasi dalam rangka pelaksanaan
strategi pengendalian laut. Namun pola operasi ini dilaksanakan pada
masa perang dan bukan pada masa damai.
Terdapat beberapa teori yang dipakai sebagai dasar penyusunan
konsep pertahanan negara di laut dengan penggunaan SPLN. Teori
strategi perang yang telah ada selama ratusantahun, seperti teori seni
perang Sun Tzu mengenai musuh, logistik hingga strategic positions
antara lain sebagainya, merupakan basis yang digunakan dalam setiap
doktrin perang maupun pertahanan negara di dunia. Namun teori teori
mengenai keangkatan lautan yang menjadi basis utama penetapan
doktrin perang laut TNI AL yaitu SPLN. Teori Alfred Thayer Mahan
seperti tercantum dalam bukunya The Influence of Sea Power Upon
History (1890) merupakan teoriklasik yang digunakan dalam
membentuk konsep pertahanan negara di laut. Demikian pula teoridari
Sir Julian Corbett mengenai fleet-in-being, support diplomacy, dan
command of the sea ,turut mempengaruhi SPLN. Sementara teori
trinitas peran angkatan laut dari Ken Booth (military, constabulary,
diplomacy) turut memberikan sumbangsih pemikiran dalam
penerapanstrategi penangkalan sebagai bagian dari fungsi penangkalan
dalam konsep pertahanan negara dilaut. Melihat dari penjelasan di atas
mengenai konsep pertahanan negara di laut dan teori yang
mendukungnya, maka menjadi pertanyaan apakah teori yang dibangun
Strategi Pertahanan Bawah Laut 265
pada awal abad ke-19 dan 20 masih tetap relevan pada masa kini yang
dihadapkan pada spektrum ancaman yang semakin beragam seiring
dengan perkembangan lingkungan strategis
global maupun regional. Oleh karena itu diperlukan suatu pembahasan
menggunakan pendekatan analisis ancaman terhadap teori yang
mendasari pembangunan konsep pertahanan negara di laut.
Pertahanan nonmiliter disebut juga dengan pertahanan nirmiliter
merupakan kekuatan pertahanan negara yang dibangun dalam
kerangka pembangunan nasional untuk mencapai kesejahteraan
nasional dan dipersiapkan untuk menghadapi ancaman nirmiliter. Lapis
pertahanan nirmiliter tersusun dalam fungsi keamanan untuk
keselamatan umum yang mencakup penanganan bencana alam dan
operasi kemanusiaan lainnya, sosial budaya, ekonomi, psikologi
pertahanan, yang pada intinya berkaitan dengan pemikiran kesadaran
bela negara, dan pengembangan teknologi.
Inti pertahanan nirmiliter adalah pertahanan secara nonfisik yang
tidak menggunakan senjata seperti yang dilakukan oleh Lapis
pertahanan militer, tetapi pemberdayaan faktor-faktor ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan teknologi melalui profesi, pengetahuan dan
keahlian, serta kecerdasan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan. Pertahanan non militer merupakan kekuatan yang
dalam kerangka penangkalan dibangun dan dikembangkan untuk
mencapai standar ketahanan nasional di bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, psikologi, dan teknologi. Ancaman non militer
memiliki dimensi penanganan yang berbeda dengan pendekatan
penanganan ancaman militer. Dalam menghadapi kondisi negara
menghadapi ancaman aktual berupa ancaman nirmiliter, sistem
pertahanan negara disusun dalam lapis pertahanan nirmiliter sebagai
Strategi Pertahanan Bawah Laut 266
unsur utama untuk mengambil langkah-langkah penanganan dengan
pendekatan nirmiliter dengan memberdayakan instrument
ideologi, politik, ekonomi, psikologi, sosial budaya, informasi
dan teknologi, serta hukum dan HAM. Inti pertahanan nirmiliter adalah
pertahanan secara nonfisik yang tidak menggunakan senjata seperti
yang dilakukan oleh Lapis pertahanan militer, tetapi pemberdayaan
faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi
melalui profesi, pengetahuan dan keahlian, serta kecerdasan untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
Pertahanan non militer diwujudkan dalam peran dan lingkup fungsi
Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) di luar
bidang pertahanan melalui penyelenggaraan pembangunan nasional
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dalam kerangka pertahanan
berlapis, lapis pertahanan militer menyokong lapis pertahanan nirmiliter,
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan isu atau ancaman
militer guna mencapai hasil yang maksimal.
Gambar 33. Ancaman Bawah Laut dan Dimensinya
Strategi Pertahanan Bawah Laut 267
Startegi pertahanan bawah laut dalam rangka mewujudkan pertahanan
yang kompleks adalah dengan melaksanakan kolaborasi dengan
beberapa lembaga berikut :
TNI AL melakukan kegiatan intelijen di wilayah laut Indonesia,
sedangkan Badan Informasi Geospasial (BIG) melakukan pemetaan
wilayah dan zona strategis yang akan menjadi titik strategis pertahanan
wilayah laut RI, kemudian pushidrosal melakukan pemetaan wilayah
disertai informasi penting dengan menentukan jenis alutsista yang
dibutuhkan guna menangkal setiap ancaman yang muncul. Terakhir
masyarakat berperan dalam paloporan setiap kejadian baik yang berupa
ancaman maupun kejadian yang kaitannya dengan wilayah laut.
3.7 Ancaman Militer
Ancaman militer dapat berupa ancaman yang dilakukan oleh
militer suatu Negara atau ancaman bersenjata yang datangnya dari
gerakan kekuatan bersenjata, yang dinilai mengancam atau
Gambar 34. Sinergitas Keamanan Laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 268
membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara, dan
keselamatan segenap bangsa dapat berupa agresi, pelanggaran
wilayah, spionase, sabotase, aksi teror bersenjata, pemberontakan
bersenjata, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut atau udara,
serta perang saudara atau konflik komunal yang sewaktu-waktu dapat
timbul. Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer
menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh
komponen cadangan dan komponen pendukung. Kekuatan pertahanan
yang dimiliki didayagunakan untuk mengatasi situasi negara yang
terancam oleh suatu serang militer dari negara lain atau gerakan
kekuatan bersenjata.Sedangkan strategi pertahanan dalam menghadapi
ancaman militer disesuaikan dengan jenis ancaman dan besarnya
resiko yang dihadapi. Dengan berdasarkan jenis ancaman dan besarnya
resiko yang dihadapi, pemilihan strategi pertahanan disusun dalam
strategi pertahanan untuk menghadapi ancaman militer berupa agresi
militer dari negara lain melalui OMP serta strategi pertahananuntuk
menghadapi ancaman militer yang bentuknya bukan agresi militer
melalui OMSP.
Ancaman Militer ini bisa berbentuk :
1. Agresi. Agresi ini merupakan penggunaan kekuatan bersenjata
yang dilakukan oleh negara lain terhadap kedaulatan negara,
keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dengan
banyak cara, seperti invasi, blokade, dan masih banyak kegiatan
lainnya.
2. Pelanggaran Wilayah. Pelanggaran Wilayah merupakan suatu
bentuk tindakan memasuki wilayah tertentu tanpa adanya izin
terlebih dahulu, baik itu pesawat tempur maupun kapal-kapal
perang negara lain.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 269
3. Spionase. Spionase merupakan suatu bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh intelijen untuk mendapatkan informasi atau rahasia
militer dari suatu negara.
4. Sabotase. Sabotase merupakan upaya dalam merusak instansi
penting militer atau bahkan obyek vital nasional serta dinilai bisa
membahayakan keselamatan bangsa.
5. Aksi Teror Bersenjata. Aksi Terorisme ini merupakan suatu bentuk
tindak pidana kriminal, namun memiliki sifat yang khusus, yakni
memiliki ciri-ciri, bergerak di dalam suatu kelompok; para anggota
memiliki militasi yang tinggi; aksi ini beroperasi di bawah tanah
atau rahasia; serta menggunakan perangkat atau senjata yang
sangat canggih dan mematikan serta umumnya aksi ini terkait
dalam jaringan internasional.
6. Pemberontakan Bersenjata. Pemberontakan Bersenjata
merupakan suatu aksi, proses, cara, perbuatan memberontak atau
menentang terhadap kekuasaan yang sah.
7. Perang Saudara. Perang Saudara merupakan bentuk perpecahan
yang terjadi antar kelompok masyarakat bersenjata dalam wilayah
yang sama.
Dalam kebijakan pertahanan terdapat tiga komponen yang saling
terkait yakni program pertahanan, anggaran pertahanan, dan
pengadaan persenjataan. Anggaran pertahanan merupakan sebuah
faktor yang menentukan kualitas dari kapabilitas pertahanan itu sendiri.
Pemerintah sendiri sering terjebak dalam sebuah dilema, apakah akan
mengeluarkan anggaran yang besar dengan tujuan meningkatkan
kemampuan pertahanan atau melakukan efisiensi dengan implikasi
melemahnya bidang pertahanan. Hal itu sering terjadi pada negara
berkembang seperti Indonesia yang kondisi ekonominya masih fluktuatif.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 270
Dalam konteks penyediaan dan penyempurnaan persenjataan,
beberapa prinsip yang perlu dijadikan pertimbangan, antara lain,
perkiraan bentuk ancaman yang mungkin akan dihadapi, pembangunan
kapasitas pertahanan jangka panjang, alokasi anggaran pertahanan,
biaya pemeliharaan dan pembaruan, dan lain-lain bagi alat
persenjataan.
Fungsi anggaran pertahanan menjadi sentral sebab mengandung
biaya yang diperlukan dalam program pertahanan dan pembangunan
persenjataan. Lebih lanjut, hal di atas senada dengan konsep
penyesuaian fisik bagi pertahanan maritim yang dibawa oleh Julian
Corbett, ahli maritim dari Inggris. Khusus di dalam bidang maritim,
penyesuaian fisik merupakan aspek penting dalam pencapaian
keamanan terkait dengan pertahanan maritim (Corbett, 1999).
Penyesuaian fisik dapat berupa peningkatan sistem persenjataan dan
personil dengan mengikuti tingkat kebutuhan yang ada dan lebih
mengacu pada Kebijakan Pertahanan Program Pertahanan Anggaran
Pertahanan Pengadaan Persenjataan perkembangan ancaman yang
bisa saja terjadi.Oleh karenanya, penyesuaian fisik merupakan sebuah
upaya jangka panjang dengan dasar tujuan yang tidak terbatas dalam
masa-masa tertentu. Aspek ini lebih dilihat dari sebuah upaya
penyesuaian yang dilakukan negara, dalam hal ini pembangunan-
pembangunan fisik guna mendukung armada maritimnya. Tentu saja
penyesuaian fisik ini memerlukan sebuah kebijakan pemerintah dan
fungsi anggaran di dalamnya sebagai dasar perhitungan dari
implementasi kebijakan. Yahya Muhaimin mengatakan bahwa mengenai
pengadaan persenjataan tentunya harus pula mempertimbangkan
faktor-faktor yang sifatnya kondisional. Kondisional disini dapat
dimisalkan dengan kondisi persenjataan negara-negara tetangga
Strategi Pertahanan Bawah Laut 271
Indonesia yang perlu untuk dijadikan bahan pertimbangan yang sangat
penting mengingat perselisihan antara Indonesia dengan negara-negara
tetangga sering terjadi semisal menyangkut sumber daya alam,
perbatasan, imigrasi dan emigrasi, investasi, lalu lintas modal. Jika
direfleksikan dengan keadaan pertahanan teritori maritim Indonesia,
maka dalam hal ini, tingkat persenjataan dan kemampuan dari TNI
Angkatan Laut kemudian menjadi satu faktor yang menentukan sejauh
mana kualitas kekuatan maritim Indonesia dalam meredam ancaman-
ancaman terhadap keamanan nasionalnya. Kebijakan dari pemerintah
menjadi muara utama dalam konteks pemenuhan kebutuhan
operasional TNI Angkatan Laut.
Utamanya kebijakan pemerintah menjadi landasan dari terciptanya
kualitas pertahanan yang unggul. Letak komitmen pemerintah menjadi
sangat penting dengan menaruh perhatian yang tinggi terhadap militer
sebagai alat penjamin keamanan nasional. Hal tersebut seharusnya
tidak lagi bersifat normatif, namun lebih didasarkan dengan kebijakan
yang jelas, dengan prioritas yang berdasarkan hal-hal mendesak seperti
pola ancaman yang sedang berkembang dan akan berkembang,
kepentingan nasional, dan disertai dengan alokasi anggaran yang
sesuai dengan tingkat kebutuhan militer. Kebijakan pertahanan negara
kemudian menjadi satu bagian yang sangat menentukan. Bila
pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat, diikuti dengan
orientasi dari kebijakan pertahanan terhadap sektor maritim yang sesuai
dengan kebutuhan dan kekuatan maritim Indonesia memiliki
persenjataan yang berkualitas, yang tidak hanya meliputi personil,
namun juga terkait sarana pertahanan, maka TNI Angkatan Laut
sebagai alat pertahanan negara tidak akan mengalami kesulitan dalam
Strategi Pertahanan Bawah Laut 272
menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga diharapkan stabilitas
keamanan maritim Indonesia akan semakin tercapai.
3.8 Ancaman Nir Militer
Ancaman nirmiliter pada hakekatnya ancaman yang menggunakan
faktor-faktor yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara, dan keselamatan
segenap bangsa.Ancaman nirmiliter dapat berasal dari luar negeri atau
dapat pula bersumber dari dalam negeri.Kondisi masyarakat Indonesia
yang berada dalam kategori miskin, berpendidikan rendah, dan
terbelakang dengan jumlah cukup besar membawa dampak terhadap
keamanan yang cukup besar dan bersifat multidimensi. Oleh karena itu,
ancaman nirmiliter digolongkan dalam ancaman yang berdimensi
ideologi, politik, ekonomi, social, informasi dan teknologi serta
keselamatan umum.
Dalam kondisi negara menghadapi ancaman aktual berupa
ancaman nirmiliter, sistem pertahanan Negara disusun dalam lapis
pertahanan nirmiliter sebagai unsur utama untuk mengambil langkah-
langkah penanganan dengan pendekatan nirmiliter dengan
memberdayakan instrument ideologi, politik, ekonomi, psikologi, sosial
budaya, informasi dan teknologi serta hukum dan HAM.Inti pertahanan
nirmiliter adalah pertahanan secara nonfisik yang tidak menggunakan
senjata, tetapi pemberdayaan faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi,
psikologi, sosial budaya, dan teknologi melalui profesi, pengetahuan dan
keahlian serta kecerdasan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan. Sehingga dalam menghadapi ancaman nirmiliter
menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai
Strategi Pertahanan Bawah Laut 273
unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi
dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.Dengan
struktur kekuatan sistem di atas, maka pembangunan kekuatan
komponen cadangan dan komponen pendukung memerlukan kebijakan
strategis, guna dapat memperbesar dan memperkuat komponen utama.
Pertahanan nirmiliter adalah peran serta rakyat dan segenap
sumber daya nasional dalam pertahanan negara, baik sebagai
Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dipersiapkan
untuk menghadapi ancaman militer maupun sebagai fungsi pertahanan
sipil dalam menghadapi ancaman nirmiliter. Fungsi pertahanan nirmiliter
yang diwujudkan dalam Komponen Cadangan dan Komponen
Pendukung merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (2) dalam
menghadapi ancaman militer. Fungsi pertahanan sipil dalam
menghadapi ancaman nirmiliter sebagaimana dimaksud UU Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3) terdiri atas
fungsi untuk penanganan bencana alam, operasi kemanusiaan, sosial
budaya, ekonomi, psikologi pertahanan yang berkaitan dengan
kesadaran bela negara, dan pengembangan teknologi. Fungsi-fungsi
tersebut merupakan tanggung jawab instansi pemerintah di luar bidang
pertahanan sesuai dengan jenis dan sifat ancaman yang dihadapi.
Dalam menghadapi ancaman nirmiliter, pengorganisasian
pertahanan nirmiliter disusun ke dalam pertahanan sipil untuk mencegah
dan menghadapi ancaman yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan teknologi. Dalam kerangka menghadapi ancaman
yang berdimensi keselamatan umum, bentuk pertahanan sipil
dilaksanakan melalui fungsi-fungsi keamanan, antara lain
penanggulangan dampak bencana alam dan bencana yang ditimbulkan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 274
manusia, operasi kemanusiaan, SAR, wabah penyakit dan kelaparan,
gangguan pada pembangkit tenaga listrik dan transportasi, serta aksi
pemogokan. Pengorganisasian pertahanan sipil dalam kerangka
pertahanan nirmiliter berbeda dengan struktur sistem pertahanan negara
dalam menghadapi ancaman militer. Pertahanan sipil sebagai bentuk
pertahanan nirmiliter bersifat fungsional dan berada dalam lingkup
kewenangan instansi pemerintah di luar bidang pertahanan (Lihat
Gambar Berikut).
Gambar 35. Diagram Pertahanan Semesta
Inti pertahanan nirmiliter adalah pertahanan melalui usaha tanpa
menggunakan kekuatan senjata dengan pemberdayaan faktor-faktor
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Keterlibatan
warga negara dalam pertahanan nirmiliter diwujudkan melalui profesi,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 275
pengetahuan dan keahlian, serta kecerdasan dalam pembangunan
nasional dan dalam penyelenggaraan pertahanan negara, baik langsung
maupun tidak langsung, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan, sehingga merupakan daya tangkal bangsa. Dalam
penyelenggaraan fungsi pemerintahan, pertahanan nirmiliter berada
dalam lingkup fungsi departemen/lembaga pemerintah non departemen
(LPND) melalui penyelenggaraan pembangunan nasional yang
dirancang dengan mengintegrasikan kepentingan kesejahteraan dan
kepentingan pertahanan. Unsur utama dalam pertahanan nirmiliter
adalah unsur pemerintah dan nonpemerintah dalam fungsi dan
kapasitasnya memberdayakan sumber daya nasional.
Pertahanan nirmiliter tidak terbatas pada perwujudan daya tangkal
bangsa melalui pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan. Dalam kondisi negara menghadapi agresi atau invasi dari
negara lain yang mengancam NKRI, fungsi pertahanan nirmiliter
berperan dalam upaya pertahanan sesuai dengan lingkup fungsinya
masing-masing dalam Sistem Pertahanan Semesta. Pertahanan
nirmiliter tampil untuk mendinamisasi segenap potensi dan kekuatan
nasional untuk memperkuat upaya pertahanan secara militer.
Pertahanan nirmiliter dalam hal ini melaksanakan langkah-langkah
nirmiliter untuk memberikan tekanan politik melalui upaya diplomasi,
diperkuat oleh pendinamisasian kekuatan ekonomi, keuangan dan
moneter, sosial, psikologi, serta teknologi dan informasi untuk
menggagalkan niat lawan. Langkah-langkah nirmiliter dikerahkan
sebagai bentuk perlawanan pantang menyerah dalam mempertahankan
kelangsungan bangsa dan negara.
Kerangka perang rakyat semesta diwujudkan dalam Perang
gerilya dengan perlawanan bersenjata dan perlawanan tidak bersenjata
Strategi Pertahanan Bawah Laut 276
sebagai satu kesatuan perjuangan. Perang gerilya dengan perlawanan
fisik bersenjata dilaksanakan oleh pertahanan militer sebagai inti
kekuatan dan diselenggarakan dalam unit-unit perlawanan dalam satuan
kecil dan terbesar untuk menguras kekuatan lawan sampai akhirnya
dapat melancarkan serangan yang menentukan untuk menghancurkan
dan mengusir lawan dari bumi Indonesia. Perlawanan tidak bersenjata
adalah bentuk perlawanan yang dilaksanakan dengan mendayagunakan
faktor-faktor diplomasi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama,
teknologi, dan informasi.
Contoh ancaman non militer di Indonesia Ancaman non militer
merupakan segala ancaman yang tidak bersifat fisik, berbeda dengan
ancaman militer, ancaman non militer tidak melibatkan senjata namun
lebih mengarah ke kekayaan dan kearifan suatu negara. Sektor yang
sering mendapat ancaman non militer adalah politik, ekonomi, ideologi,
sosial dan budaya. Meskipun tidak melibatkan persenjataan dan
kekuatan militer, namun ancaman non militer tidak boleh dipandang
rendah karena dampak yang dirasakan akibat ancaman ini sama
besarnya. Seperti contoh terjadinya politik tidak jujur yang dapat
memecah belah kesatuan berbangsa dan bernegara. Perbedaan
ideologi yang menyebabkan munculnya gerakan separatis yang ingin
keluar dari NKRI, terjadi korupsi kolusi dan nepotisme yang notabennya
merugikan negara triliunan rupiah.
Di Indonesia sendiri ancaman yang paling sering dijumpai adalah
ancaman non militer, maka dari itu Negara Indonesia membentuk badan
badan dan organisasi khusus yang bertujuan untuk mengatasi ancaman
non militer yang muncul seperti KPK (komisi pemberantasan korupsi)
yang bertugas membeerantas korupsi yang terjadi. Dewan
permusyawaratan rakyat yang betugas menampung aspirasi rakyat
Strategi Pertahanan Bawah Laut 277
sehingga tidak terjadi kesenjangan dan gerakan separatisme.
Dibentuknya menteri menteri yang bertugas untuk mengatasi
permasalahan dan problematika negara yang ada. Ancaman Non Militer
ini berbentuk :
1. Ancaman Berdimensi Ideologi. Ancaman ini berbasis pada ideologi
dan bisa pula dalam bentuk penetrasi nilai-nilai kebangsaan
(liberalisme) sehingga bisa memicu timbulnya proses disintegrasi
bangsa.
2. Ancaman Berdimensi Politik. Masyarakat internasional
mengintervensi suatu negara dengan melalui politik, seperti Hak
Asasi Manusia, demokratisasi, penanganan lingkungan hidup,
serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
3. Ancaman Berdimensi Ekonomi. Ancaman ini terbagi menjadi 2
yakni internal (yang bisa berupa inflasi, pengangguran,
infrastruktur tidak memadai, serta sistem ekonomi tidak jelas) dan
eksternal (yang bisa berbentuk kinerja ekonomi buruk, daya saing
rendah, tidak siap dalam menghadapi globalisasi, dan tingkat
ketergantungan pada pihak asing).
4. Ancaman Berdimensi Sosial Budaya. Ancaman sosial budaya ini
bisa berupa isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan,
serta ketidakadilan yang menjadi dasar timbulnya konflik vertikal
yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta
konflik horizontal yang meliputi suku, agama, ras, SARA, dan
masih banyak lagi.
5. Ancaman Berdimensi Teknologi dan Informasi. Kemajuan akan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat
dan tentu hal ini memberi manfaat besar bagi masyarakat, namun
Strategi Pertahanan Bawah Laut 278
juga kejahatan ikut mengikuti perkembangan ini, seperti kejahatan
cyber dan kejahatan perbankan.
6. Ancaman Berdimensi Keselamatan Umum. Ancaman keselamatan
umum ini terjadi karena 2 bentuk yakni bencana alam (misal
gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dll) dan manusia (misal
penggunaan obat-obatan, bahan kimia, kebakaran, banjir, dll).
Selain beberapa contoh ancaman militer dan ancaman non militer
tersebut, ada beberapa contoh ancaman dan gangguan terhadap
pertahanan NKRI di masa yang akan datang, yaitu :
1. Kegiatan imigrasi ilegal.
2. Penangkapan ikan yang menyalahi aturan
3. Terorisme internasional yang memiliki jaringan lintas Negara
4. Gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI
5. Konfik horisontal antar suku, agama, ras, dan antar golongan (sara
6. Kejahatan lintas negara, misalnya penyelundupan barang,
perdagangan manusia, narkoba, dsb.
7. Tindakan yang merusakan lingkungan hidup, seperti pembakaran
hutan, pembuangan limbah industri ke sungai dan lain sebagainya.
8. Aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang anarkhis, arogan, dan
radikal atau amuk masa Wabah penyakit menular yang cepat dan
meluas.
Indonesia adalah negara yang masih berkembang, untuk
menangani berbagai gangguan dan ancaman militer dan non militer
yang datang Indonesia telah membentuk badan dan dewan khusus yang
memiliki tugas yang berbeda beda. Sebagai warga negara kita juga
diharuskan untuk mempelajari dan mengamalkan kegiatan bela negara
untuk melindungi keutuhan persatuan dan kesatuan negara indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 279
3.9 Strategi dalam Mengatasi Ancaman Militer dan Nirmiliter
Spektrum ancaman di dan/atau lewat laut pada masa kini amatlah
beragam. Perkembangan lingkungan strategis baik di tingkat global
maupun regional (Asia Tenggara) telah membawa perubahan pada
spektrum ancaman yang bergeser dari tradisional menjadi non-
tradisional. Pada bagian pertama tulisan ini disebutkan bahwa ancaman
di laut terbagi menjadiancaman potensial (perceived threat) dan
ancaman faktual (real threat ). Invasi militer, konflik bersenjata
dengan negara tetangga berkaitan dengan sengketa perbatasan, serta
kehadiran militerasing di perairan yurisdiksi nasional dengan dalih
memberantas terorisme dan melindungi kepentingannya di laut bila
Indonesia tidak bisa memberikan jaminan keamanan
merupakanancaman yang potensial terjadi. Pertimbangan logisnya
adalah letak geografis Indonesia yang berada di persilangan jalur
perdagangan dan pelayaran internasional. Sementara ancaman
faktualyang timbul di laut berupa terorisme, transnational crimes,
ancaman dari dalam negeri yangdikelompokan dalam kategori
kriminalitas, kerusuhan masyarakat, separatisme bersenjata,
dan pemberontakan bersenjata untuk mengganti ideologi negara,
serta ancaman keamanan laut, seperti pencurian ikan, perompakan,
pembajakan, dan lain sebagainya.
Hal pertama yang perlu dianalisa dalam penerapan konsep
pertahanan negara di lautdengan pendekatan analisa ancaman
potensial. Strategi penangkalan (deterrence strategy) berupanaval
diplomacy, naval presence dan pembangunan kemampuan dan
kekuatan angkatan laut memiliki tujuan agar dapat mencegah niat pihak
lain mengganggu kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 280
bangsaMenurut Ken Booth (1979), frasenaval diplomacy mengandung
pengertian penggunaan kekuatan laut (warships) untuk mendukung
kebijakan luar negeri pemerintah Peran diplomasi dikenal juga dengan
unjuk kekuatan angkatan laut dirancanguntuk mempengaruhi
kepemimpinan negara atau beberapa negara dalam keadaan damai
atau pada situasi yang bermusuhan Dengan kata lain, peran diplomasi
dilaksanakan untukmemenangkan perang tanpa bertempur sama sekali
sama seperti yang diajarkan oleh Sun Tzu. Namun, kekuatan laut,
atau dalam hal ini kapal perang, haruslah memiliki kesiapan
tempur yang prima, mudah dikendalikan,
mobilitas tinggi, mampu memproyeksikan kekuatan ke darat,mampu
menampilkan sosok Angkatan Laut yang kuat dan berwibawa sebagai
simbol dari kekuatan, dan memiliki daya tahan operasi yang tinggi
Dengan demikian terdapat keterkaitan antara pola operasi naval
diplomacy dengan pengembangan kekuatan angkatan laut.
Walaupun pada masa sekarang ini penggunaan traditional power
(hard power ) untuk mengkontrol lingkungannya, seperti yang dilakukan
oleh Negara great powers , mulai berkurang sebagai akibat perubahan
politik dunia (Nye, 1990), namun strategi naval diplomacy
masihdianggap memiliki dampak dalam pelaksanaan konsep strategi
penangkalan sebagai salah satucara penerapan dari soft power .
Contoh yang paling menarik dari naval diplomacy
adalah pelaksanaan gunboat diplomacy yang dilakukan oleh kapal
perang angkatan laut Iran terhadaptim boarding party Royal Navy pada
Maret 2007 Gunboat diplomacy sendiri menurut Perry(2009, h. 1)
adalah pelaksanaan naval diplomacy yang memaksa (coercive),
biasanya dilaksanakan oleh kekuatan superior terhadap kekuatan
inferior. Akan tetapi gunboat diplomacy dapat dilaksanakan oleh bangsa
Strategi Pertahanan Bawah Laut 281
maritim yang lemah terhadap musuh yang lebih kuat
denganmenerapkan kekuatan superior secara lokal (applying superior
force locally) seperti kasus penangkapan tim boarding party Royal Navy
oleh Iran di Teluk Arab. Penangkapan inidigambarkan sebagai
propaganda yang menyentak negara-negara berkembang dengan
pesan bahwa Iran adalah korban dari imperialisme kepada khalayak
luas yang sedang dilanda frustasisebagai dampak dari Perang Irak II.
Angkatan Laut Iran melaksanakan operasi ini dalam rangka gunboat
diplomacy terhadap manuver Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) yang
sedang melaksanakan latihan di wilayah yang sama dengan
mengerahkan dua gugus tempur kapalinduknya. Iran menunjukan
bahwa mereka bukan kekuatan yang lemah di hadapan kekuatan militer
yang besar.
Sementara kehadiran di laut (naval presence) juga menuntut
kesiapan kapal perang dalammelaksanakan penangkalan di wilayah
yang memiliki potensi kerawanan terjadi konflik.Kehadiran unsur-unsur
KRI dari berbagai tipe di perairan Ambalat, yang merupakan
wilayahrawan konflik akibat sengketa perbatasan dengan Malaysia,
terbukti memiliki efek penangkal yang tinggi. Tujuannya untuk
mencegah lawan menggunakan laut untuk keuntungannya sendiri
(sea denial ). Menurut Mahan (1890), kekuatan laut yang unggul adalah
terletak padakemampuannya mengontrol alur pelayaran (sea lanes ).
Kehadiran unsur KRI di alur-alur pelayaran kita untuk
melaksanakan sea control yang membawa dampak psikologis
terhadap pihak pihak yang berniat mengganggu kedaulatan,
keutuhan, dan keselamatan bangsa dan negara.
Hal kedua yang perlu dianalisis dalam penerapan konsep
pertahanan negara di laut dengan pendekatan analisa ancaman faktual.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 282
Strategi yang digunakan dalam rangka menangkalspektrum ancaman
faktual adalah Strategi Pengendalian Laut (Sea Control Strategy ).
Ancaman faktual berupa ancaman terorisme, ancaman dalam
negeri berupa kriminalitas, kerusuhan, dan pemberontakan
bersenjata, serta ancaman keamanan laut. Strategi ini
diimplementasikan dengan cara pola operasi Siaga Tempur Laut dan
Operasi Laut sehari-hari. Penggunaan kekuatan untuk pelaksanaan
strategi ini adalah dengan mengerahkan seluruh komponen Sistem
Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang dimiliki oleh TNI AL dengan
perbantuan kekuatan TNI AU. Penggunaan kekuatan gabungan dalam
operasi laut pada hakikatnya sesuai dengan teori Corbett (1911)
dalam bukunya ―Some Principles of MaritimeStrategy ‖, yang
menyatakan bahwa perang pada dasarnya tidak ditentukan oleh
kekuatan laut. Perang dimenangkan di darat. Oleh karenanya dalam
strategi maritim perlu ditekankan pada penggunaan kekuatan
gabungan angkatan laut dan angkatan darat dalam kaitannya dengan
proyeksi kekuatan ke darat. Dengan memasukan TNI AU ke dalam
pemikiran Corbett di atas tetap terlihat bahwa teorinya masih berlaku
pada masa sekarang. Misalnya, operasiKohanudnas dan operasi
Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) di mana TNI AU merupakan bagian
dalam patroli udara bernama Eyes in the Sky (EiS).
Demikian pula Mahan menekankan penguasaan laut atasSea
Lanes of Communications (SLOC) danSea Lanes of Trade (SLOT).
Keamanan maritim bertujuan untuk mewujudkan stabilitas keamanan di
laut dalam rangka menjamin integritas wilayah maupun kepentingan
nasional di dan atau lewat laut, sehingga penguasaan atas SLOC dan
SLOT untuk menjaminterwujudnya penegakkan hukum dan kedaulatan
di wilayah perairan yurisdiksi nasional amat penting. Sebagai contoh,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 283
pelaksanaan operasi Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) yang
dimulaisejak tahun 2004 ditambah operasi keamanan laut (kamla)
sehari-hari yang diselenggarakan oleh Komando Armada RI Kawasan
Barat (Koarmabar) telah berhasil menekan angka perompakan diSelat
Malaka dari 15 kasus pada tahun 2005 hingga menjadi satu kasus saja
pada tahun 2011.
Gambar 36. Postur Pertahanan Negara
Namun demikian konsep dan strategi pertahanan negara di laut
juga memiliki kelemahan atas implementasinya. Teori Mahan menuntut
penguasaan atas laut menggunakan kekuatan yang superior, gabungan
kekuatan maritim (commerce) dengan angkatan laut dan pangkalan
disepanjang SLOC. Kekuatan TNI AL sendiri diproyeksikan baru
Strategi Pertahanan Bawah Laut 284
mencapai kekuatan pada tataran green water navy pada tahun 2024,
Sementara postur Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force)
masih berlangsung pengembangannya hingga 2015. Mahan dan Corbett
menyarankan pentingnya peran pangkalan dalam penguasaan dan
pengendalian laut.
Kondisi pangkalan TNI AL di sepanjang ALKI belum sepenuhnya
mampu mendukung pelaksanaan operasi laut dalam konsep
pertahanan negara di laut. Demikian pula pemanfaatan dan
pelibatansemua komponen maritim dalam konsep pertahanan negara di
laut masih belum maksimal.Indikasi dari hal ini dapat dilihat dari belum
dilibatkannya stakeholder-stakeholder di laut dalam operasi Siaga
Purla maupun operasi keamanan laut sehari-hari lainnya.
1. Peran Pangkalan TNI AL
Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI,
mengamanatkan―Postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian
dari postur pertahanan negara untuk mengatasi setiap ancaman militer
dan ancaman bersenjata.‖.
Untuk mengukur postur pertahanan negara yang dapat
mendukung terwujudnya Poros Maritim Dunia, maka ada parameter
yang dapat digunakan, yaitu strategi pertahanan negara, postur
pertahanan militer dan doktrin TNI (Sisriadi, 2016, hal. 10). Menurut
Sisriadi, ketiga hal tersebut belum dapat menggambarkan arsitektur
pertahanan militer yang mendukung Poros Maritim Dunia. Postur
pertahanan yang memiliki daya penangkalan dapat dilihat dari 3 aspek,
yaitu kekuatan, kemampuan dan penggelaran sesuai penjelasan pasal
11 ayat 1 UU No. 34 Tahun 2004. Menurut Letjen TNI (Purn) Kiki
Syahnakri (Yani & Montratama, 2015, hal. 43-44), Kekuatan merujuk
pada kualitas dan kuantitas persenjataan, sedangkan kemampuan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 285
merujuk pada kemampuan personil, dan penggelaran adalah
penempatan secara geografis dari kekuatan pertahanan yang dilengkapi
dengan sistem pendukungnya. Penggelaran juga termasuk penempatan
pangkalan untuk resuplai logistik dan fasilitas pemeliharaan dan
perawatan. Lokasi geografis dari kekuatan pertahanan dan fasilitasnya
akan menjadi faktor penting dalam pelaksanaan strategi tempur.
Maka, dalam menata dan memperkuat kedaulatan maritim tidak
hanya berfokus pada penguatan daya tempur melalui penambahan dan
pembaruan alutsista. Namun faktor daya dukung terhadap sebuah
operasi laut, seperti keberadaan Pangkalan TNI AL juga patut
diperhatikan. Menurut Mahan (Vego, 2009, hal. 2), pangkalan angkatan
laut yang tepat, dan akses armada ke pangkalan, merupakan faktor
esensial dalam kesuksesan strategi maritim. Peranan pangkalan TNI AL
sebagai tempat pengembangan kekuatan laut ke daerah operasi atau
deployment forces position akan memiliki arti penting dalam menunjang
tugas operasi TNI AL. Operasi laut tidak akan berjalan dengan optimal
tanpa diimbangi oleh aspek dukungan yang baik dan memadai, untuk itu
peran maupun fungsi pangkalan sebagai tempat penangkalan,
pembekalan, penyelenggaraan, pemeliharaan dan perbaikan unsur-
unsur operasional TNI Angkatan Laut serta perawatan personel harus
terus ditingkatkan kemampuannya (TNI, 2011).
Sisriadi menegaskan (Sisriadi, 2016, hal. 13-15), bahwa
Pangkalan TNI AL (Lantamal dan Lanal) memiliki peranan terutama
dalam meningkatkan fungsi mobilitas pasukan. Fungsi mobilitas dalam
arsitektur pertahanan militer memiliki peran yang sangat krusial
dihadapkan dengan luas wilayah dan kondisi geografi Indonesia yang
berupa kepulauan. Pemindahan pasukan dimaksudkan untuk
memperpendek operational reach (jangkauan operasi) guna
Strategi Pertahanan Bawah Laut 286
mendapatkan momentum dalam suatu kampanye militer. Mabes TNI
mendefinisikan ―jangkauan operasi‖ sebagai jarak yang dapat
dicapai/ditempuh oleh suatu kekuatan militer untuk hadir dan
melaksanakan operasi. Jangkauan operasi berkaitan dengan geografi
maupun pembagian elemen peperangan yang berupa penempatan
kekuatan utama, cadangan, pangkalan aju beserta dukungan
logistiknya.
Lantamal juga merupakan representasi TNI AL yang memiliki
peran sangat strategis dimana kedudukan Lantamal yang berada di
daerah merupakan kepanjangan tangan dari Koarmatim dalam
mendukung unsur-unsur operasional. Untuk itu, Lantamal harus mampu
berperan dibaris terdepan dalam mempertahankan wilayah perairan
yurisdiksi nasional dan ikut bertanggung jawab dalam memberikan
jaminan keamanan laut di wilayahnya (TNI, 2011).
TNI AL telah memetakan peningkatan kemampuan tiap Lanal dan
Lantamal. Dalam dokumen ―Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Tiap
Lantamal, Rancangan Postur Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut, Tahun 2005 s.d. 2024‖, dan dokumen Minimum Essential Force,
penggelaran kekuatan TNI AL 2010-2024 juga mencatumkan
peningkatan kemampuan Lantamal, serta perubahan status dari Lanal
menjadi Lantamal. Hingga tahun 2015, TNI AL telah memiliki 14
Lantamal. Dalam pembangunan kekuatan angkatan laut, terdapat 3
prioritas, dimana peningkatan kemampuan Lanal merupakan prioritas
ke-I, dan penataan pangkalan TNI AL masuk pada prioritas ke-II.
Pangkalan harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
kontribusi secara optimal pada tatanan medan perlawanan akhir.
Pangkalan harus dapat memberikan arti logistik dan arti strategik bagi
satuan-satuan operasional. Hal ini terkandung pengertian bahwa
Strategi Pertahanan Bawah Laut 287
kepentingan operasional merupakan pertimbangan yang paling utama.
Jarak ke suatu pangkalan sangat mempengaruhi strategi (distance is a
fundamental consideration in all strategy), dan akan lebih efektif apabila
letak pangkalan dekat dengan daerah operasi. Pemikiran lama bahwa
pangkalan harus dekat dengan pemerintahan daerah, harus
ditinggalkan, karena hal tersebut mengabaikan fungsi asasi pangkalan
yang sebenarnya. Pangkalan yang baik, data yang akurat dan cepat
yang dapat dikumpulkan oleh lanal dan posal yang berada pada jalur-
jalur strategik dan didukung oleh kapal kombatan dengan kemampuan
operasional yang tinggi, maka permasalahan yang timbul dan dapat
mengganggu stabilitas keamanan di laut dapat ditiadakan (TNI, 2006).
Tabel 10. Prioritas Pembangunan Kekuatan TNI AL
Strategi Pertahanan Bawah Laut 288
2. Menentukan Lokasi Pangkalan TNI AL
Menurut Yanyan dan Ian (Yani & Montratama, 2015, hal. 44), gelar
kekuatan laut masih belum optimal, karena pangkalan ideal angkatan
laut yang memiliki fasilitas resuplai (BBM, air, bahan makan, dan suplai
logistik lainnya), docking, pergudangan, fasilitas pemeliharaan dan
perbaikan yang ideal, hanya satu yaitu di Surabaya. Untuk itu,
pemerintah perlu menambah 10 pangkalan angkatan laut yang setara
dengan pangkalan di Surabaya di lokasi lain yang strategis.
Lokasi yang dipilih harus disesuaikan dengan lokasi ancaman, dan
tidak harus berada di Jakarta dan Surabaya. Selain itu, salah satu
permasalahan yang dihadapi Indonesia sebagai negara dengan wilayah
yang luas adalah waktu tanggap terhadap ancaman. Padahal dalam
penjelasan Pasal 11 ayat 2, juga ditegaskan ―Pembangunan dan
penggelaran kekuatan TNI tersebut harus memperhatikan dan
mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah
rawan konflik dan pulau terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan
strategi pertahanan‖. Permasalahan ini dapat diatasi apabila Indonesia
memiliki teknologi pertahanan yang mumpuni, alutsista, dan/atau
pangkalan militer (military base/MB) yang dekat dengan lokasi potensi
ancaman seperti yang ditunjukkan pada gambar 3, dimana perubahan
dari MB1 ke MB2 turut mengubah waktu tanggap (response time/RT)
dari RT1 ke RT2.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 289
Gambar 37. Perbandingan Waktu Tempuh dan Jarak
Dengan mendekatkan pangkalan ke area operasi, atau wilayah
rentan terhadap ancaman, maka dapat mempercepat waktu tanggap,
menghemat biaya operasional, meningkatkan jangkauan operasional,
meminimalisir potensi ancaman, dan menjadi alternatif solusi terhadap
keterbatasan anggaran. Permasalahan keterbatasan anggaran sudah
sejak lama dialami oleh TNI. Data SIPRI menunjukkan, meskipun secara
nominal mengalami kenaikan, namun secara rasio, anggaran
pertahanan Indonesia terhadap PDB cenderung statis dibawah 1%, dan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan persentase anggaran
pertahanan terendah di kawasan. Permasalahan ini tentu akan
berdampak pada kesiapan, operasional, dan kedaulatan negara.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 290
Gambar 38. Rasio Anggaran Pertahanan Terhadap PDB
Bahkan TNI AL mengalami kekurangan anggaran untuk
operasional kapal. Anggaran bahan bakar hanya mencukupi untuk 8 hari
operasi. Keterbatasan tersebut menyebabkan TNI AL hanya beroperasi
dengan prioritas pada pengamanan yang difokuskan pada wilayah
perbatasan dan rawan kegiatan ilegal (Tempo, 2009). Di tahun 2014,
TNI harus berhutang Rp 6 triliun untuk operasional 12 kapal patroli.
Kapal-kapal TNI AL tidak dapat beroperasi karena ketiadaan BBM.
Dari kebutuhan BBM ideal untuk operasional kapal TNI AL per
tahun, hanya dapat dipenuhi 13 persen (Kompas, 2014). Sedangkan di
tahun 2016 – 2017, pemangkasan dan penghematan APBN-P,
menyebabkan TNI perlu melakukan efisiensi anggaran. Dengan
menggunakan metode Central Feature untuk analisis Central of Gravity
(CoG) dengan perangkat lunak ArcGIS, berbasis pada data ancaman
Strategi Pertahanan Bawah Laut 291
mencakup ancaman kemaritiman Indonesia, rekapitulasi keamanan dan
penegakan hukum, pulau-pulau terluar, dan flash point, maka
didapatkan titik ideal lokasi Lantamal sebagai titik optimal jangkauan
operasi dari TNI AL
Gambar 39. Titik CoG dan LANTAMAL
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlu penambahan Lantamal, atau
perubahan peningkatan status Lanal untuk menunjang operasi militer
TNI AL, terutama untuk titik CoG 3 (P. Anambas/P. Natuna), 4
(Cilacap/Yogyakarta), 7 (Lombok), 11 (P. Aru), dan 12 (Biak). Untuk
lokasi CoG lainnya mengingat letaknya cukup berdekatan dengan
keberadaan Lantamal existing, maka dapat dikategorikan cukup ideal.
3.9.1 Strategi dalam Mengatasi Ancaman Militer
Ancaman militer akan sangat berbahaya apabila tidak diatasi. Oleh
karena itu, harus diterapkanstartegi yang tepat untuk mengatasinya.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 292
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengaturstrategi
pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia dalam mengatasi
ancaman militer tersebut.Pasal 30 ayat (1) sampai (5) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
(1). Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2). Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik
Indonesia, sebagaikekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alatnegara bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara
(4). Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga kemanan dan ketertibanmasyarakat bertugas
melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan
hukum
(5). Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankantugasnya, syarat-syarat
keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan diatur denganundang-undang.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 293
Ketentuan di atas menegaskan bahwa usaha pertahanan dan
keamanan negara Indonesiamerupakan tanggung jawab seluruh Warga
Negara Indonesia. Dengan kata lain, pertahanan dankeamanan negara
tidak hanya menjadi tanggung jawab TNI, tetapi masyarakat sipil juga
sangat bertanggung jawab terhadap pertahanan dan kemanan negara,
sehingga TNI manunggal bersama masyarakat sipil dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan RepublikIndonesia. UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 juga memberikan gambaran bahwa strategi
pertahanandan kemanan negara untuk mengatasi berbagai macam
ancaman militer dilaksanakan denganmenggunakan sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sistempertahanan dan
kemanan rakyat semesta pada hakikatnya merupakan segala upaya
menjagapertahanan dan keamanan negara yang seluruh rakyat dan
segenap sumber daya nasional, saranadan prasarana nasional, serta
seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang
utuhdan menyeluruh. Dengan kata lain, Sishankamrata
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaranakan hak dan
kewajiban seluruh warga negara sertakeyakinan akan kekuatan sendiri
untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan
negaraIndonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sistem pertahanan dan kemanan yang bersifat semesta
merupakan pilihan yang paling tepat bagi pertahanan Indonesia
yangdiselenggarakan dengan keyakinan pada kekuatan sendiri serta
berdasarkan atas hak dan kewajibanwarga negara dalam usaha
pertahanan negara. Meskipun Indonesia telah mencapai
tingkatkemajuan yang cukup tinggi nantinya, model tersebut tetap
menjadi pilihan strategis untukdikembangkan, dengan menempatkan
warga negara sebagai subjek pertahanan negara sesuaidengan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 294
perannya masing-masing.Sistem pertahanan dan keamanan negara
yang bersifat semesta bercirikan:
a. Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan kemanan negara
diabdikan oleh dan untuk kepentinganseluruh rakyat.
b. Kesemestaan, yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan
bagi upaya pertahanan.
c. Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan
secara menyebar di seluruh wilayahNegara Kesatuan Republik
Indonesia, sesuai dengan kondisi geografis sebagai negara
kepulauan.
Pertahanan negara dalam sistem peraturan perundangan di
Indonesia tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dimana ―Pertahanan negara
adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara.‖ Konsep pertahanan negara saat ini yang
dianut Indonesia melibatkan semua dimensi secara menyeluruh atau
komprehensif (comprehensive security), tidak terbatas pada keamanan
teritorial saja. Konsep keamanan komprehensif berpandangan bahwa
ancaman tidak hanya dominan pada wilayah negara dan otoritas negara
tetapi juga pada segala sesuatu yang langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan kesejahteraan manusia. Keamanan komprehensif juga
erat kaitannya dengan keamanan manusia (human security) dimana
keamanan komprehensif juga dituntut untuk mengedepankan keamanan
manusia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 295
Keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut aman
digunakan oleh pengguna dan bebas dari ancaman atau gangguan
terhadap aktifitas penggunaan atau pemanfaatan laut, yaitu3 :
1. Laut bebas dari ancaman kekerasan, yaitu ancaman dengan
menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisir dan
memiliki kemampuan untuk mengganggu dan membahayakan
personel atau negara. Ancaman tersebut dapat berupa
pembajakan, perompakan, sabotase obyek vital, peranjauan,
dan aksi teror bersenjata
2. Laut bebas dari ancaman navigasi, yaitu ancaman yang
ditimbulkan oleh kondisi geografi dan hidrografi serta kurang
memadainya sarana bantu navigasi, seperti lampu suar,
pelampung (bouy) dan lain-lain, sehingga dapat
membahayakan keselamatan pelayaran
3. Laut bebas dari ancaman terhadap sumber daya laut, berupa
pencemaran dan perusakan ekosistem laut, serta konflik
pengelolaan sumber daya laut. Fakta menunjukkan bahwa
konflik pengelolaan sumber daya laut memiliki kecenderungan
mudah dipolitisasi dan selanjutnya akan diikuti dengan
penggelaran kekuatan militer.
4. Laut bebas dari ancaman pelanggaran hukum, yaitu tidak
dipatuhinya hukum nasional maupun internasional yang
berlaku di perairan, seperti illegal fishing, illegal logging,illegal
migrant, penyelundupan dan lain-lain
Ancaman riil bagi Indonesia saat ini adalah ancaman di bidang
maritim karena Indonesia masih menyimpan sumber daya alam maritim
dan energi, serta adanya akses lintas jalur pelayaran dan perdagangan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 296
internasional (Alur Perhubungan Laut Utama (Sea Lines of
Communications (SLOC)/ Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)) yang
dapat membawa dampak munculnya potensi gangguan keamanan
seperti perompakan, teroris melaut, perdagangan gelap, dan
penyelundupan.
Menurut Connie Bakrie, keamanan maritim berfokus pada
kepentingan nasional di dan lewat laut antara lain: keamanan di perairan
wilayah jurisdiksi Indonesia; keamanan Gudang Persediaan Pangkalan
(GPL) dan ALKI; keamanan sumber alam di laut; perlindungan
ekosistem atau lingkungan laut; stabilitas kawasan strategis yang
berbatasan dengan negara tetangga; keamanan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE); dan peningkatan kemampuan industri untuk
mendukung pertahanan negara di laut.
Jika melihat pada karakteristik wilayah, terdapat 2 (dua) jenis
potensi ancaman yaitu domestik dan kawasan. Ancaman domestik bisa
berupa pelanggaran wilayah kedaulatan, pencurian ikan dan pasir,
perompakan, human trafficking, keamanan energi. Data dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pencurian ikan yang
dilakukan oleh kapal-kapal asing di wilayah perbatasan banyak
dilakukan di Laut Natuna oleh nelayan dari negara Vietnam, Thailand,
RRC, dan Taiwan. Di utara Laut Sulawesi oleh nelayan Filipina,
Malaysia, sementara di Laut Arafura oleh nelayan Vietnam, Thailand,
dan RRC.
Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya
pertahanan yang bersifat semesta disertai kesadaran akan hak dan
kewajiban seluruh warga negara yang yakin pada kekuatan sendiri
untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Tujuan dari pertahanan negara
Strategi Pertahanan Bawah Laut 297
adalah untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk
ancaman. Keutuhan wilayah NKRI merupakan putusan final bagi seluruh
bangsa Indonesia yang harus selalu dipelihara dan dipertahankan.
Keselamatan bangsa mencakup kewajiban untuk melaksanakan
penanggulangan kerusuhan sosial, dampak bencana alam, mengatasi
tindakan terorisme, ancaman keamanan lintas negara serta penegakan
keamanan di laut dan udara Indonesia.
Penentuan sistem pertahanan negara yang sesuai harus dengan
cara memperhatikan faktor geopolitik dan geostrategi negara ke dalam
dan keluar. Faktor geostrategis ke dalam berfungsi utuk menciptakan
pertahanan yang kredibel berdasarkan konsep unified approach dan
strategis komprehensif mencakup wilayah Indonesia yang merupakan
wilayah kepulauan.
Gambar 40. Pertahanan Militer RI
Strategi Pertahanan Bawah Laut 298
Jika berdasarkan pada geopolitik dan persepsi ancaman, maka
konsep dan strategi pertahanan Indonesia disusun menggunakan
paradigma maritim. Paradigma ini menekankan penguatan kekuatan
pertahanan maritim sesuai gagasan Sir Alfred T. Mayhan. Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pada Pasal 3
ayat 2 menyatakan bahwa ―Pertahanan negara disusun dengan
memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan‖.
Hal ini secara eksplisit telah menggambarkan keterkaitan antara
geopolitik Indonesia dan konsep pertahanan yang dianut.
Paradigma pertahanan maritim juga mengembangkan strategi
pertahanan yang bersifat active defense yang harus ditopang oleh
kekuatan laut yang memadai. Strategi Pertahanan Laut Nusantara
(SPLN) merupakan pertahanan wilayah laut yang diaplikasikan mulai
dari garis batas terluar perairan yuridiksi berdasarkan konsep
pertahanan laut yang mengutamakan pengendalian jalur pendekatan
musuh serta pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum di laut.
Penguatan kekuatan maritim Indonesia diperlukan untuk mendukung
konsep dan strategi pertahanan maritim. Pada tahun 2008 kekuatan laut
Indonesia meningkat 56% dari kekuatan lima tahun sebelumnya.
Peningkatan terlihat terutama terjadi pada jajaran corvettes, kapal
patroli, amfibi, logistic dan dukungan helikopter. Untuk menghadapi
ancaman yang telah diprediksi muncul, maka pembangunan kekuatan
TNI AL disesuaikan dengan SPLN yang diterapkan dengan melakukan
pertempuran laut sesuai konsep pertahanan berlapis.
Konsep pertahanan dilakukan dengan membagi kekuatan
berdasarkan wilayah yang diasumsikan dapat terjadi perang.
Pembagian wilayah tersebut yaitu hot area 1 yang diperkirakan akan
berperang dengan Malaysia dan hot area 2 yang diperkirakan akan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 299
berperang dengan Australia. Kekuatan TNI AL berada pada kondisi
alutsista. Kekuatan laut kurang lebih hanya 137 yang diperlukan. Pada
tingkat kesiapan 60% untuk KRI, kekuatan laut Indonesia tidak lebih dari
15 - 20% dari kekuatan yang ideal (Kekuatan TNI AL yang saat ini
dimiliki oleh Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan
RI10 dapat dilihat pada Gambar 58 dan Tabel.
Gambar 41. Penggelaran Kekuatan TNI AL 2010 – 2024
Strategi Pertahanan Bawah Laut 300
Tabel 11. Tingkat Kesiapan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista)
TNI AL.
3.9.2 Strategi Dalam Mengatasi Ancaman Nirmiliter
Seperti yang diungkapkan pada bagian sebelumnya, bahwa
globalisasi telah berpengaruh kepadasemua bidang kehidupan,
diantaranya dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya serta
pertahanandan keamanan. Hal tersebut membawa dampak bahwa
ancaman yang dihadapi oleh BangsaIndonesia dalam membangun
integrasi nasional tidak hanya bersifat militer, tetapi ancaman non-militer
pun tidak kalah bahanya. Oleh karena itu diperlukan strategi pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 301
non-militer yang tidakkalah hebat dengan strataegi untuk mengatasi
ancaman militer
3.9.3 Strategi Menghadapi Ancaman Militer
Menurut pasal 30 ayat 2 UUD 1945, dalam menghadapi berbagai
macam ancaman militer, Indonesia melaksanakan sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta(Sishankamrata). Penyelenggaraan
Sishankamrata didasarkan pada kesadaran hak dankewajiban seluruh
warga negaraserta keyakinan akan kekuatan sendiri
untukmempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia. Ciri sistem pertahanan dan keamanan yang bersifat semesta:
a. Kerakyatan, yaitu hankam negara diabdikan oleh dan untuk rakyat.
b. Kesemestaan, yaitu sumber daya nasional digunakan semaksimal
mungkin sebagai upaya pertahanan.
c. Kewilayahan, yaitu melaksanakan di seluruh wilayah NKRI sesuai
kondisi geografis sebagainegara kepulauan.
Dalam mengahadapi ancaman militer, disiapkan komponen utama
untuk melaksanakan Operasi Militer dalam Perang (OMP) dan
komponen cadangan dilaksanakan sebagai pengganda komponen
utama bila diperlukan, melalui proses mobilisasi/demobilisasi.Selagi
komponen pertahanan siap dikerahkan, namun setiap bentuk
perselisihan diutamakanmelalui jalan damai terlebih dahulu.
Penggunaan kekuatan pertahanan hanya dilaksanakanapabila cara
damai tidak berhasil. Strategi Menghadapi Ancaman Nir Militer:
a). Strategi dalam menghadapi ancaman di bidang ideologi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 302
Strategi menghadapi ancaman ini dihadapi dengan konsep pertahanan
berlapis berikut:
1) Lapisan terdepan dalam konsep penanganannya terdiri atas
unsur pertahanan nir-militer,yakni kementrian atau
lembaga pemerintah non-kementrian yang membidangi ideologi.
2) Unsur pemerintah yang membidangi politik dalam dan luar
negeri mengerahkan seluruhistrumen pemerintahan untuk
menangkal pihak lain yang mengancam ideologi Pancasila.
3) Unsur pemerintah yang membidangi informasi mempercepat
gerakan untuk melakukanoperasi informasi imbangan sehingga
masyarakat dapat menangkal berbagai pengaruh asingyang
mengancam ideologi.
4) Unsur pemerintah yang membidangi pendidikan melaksanakan
proses pembelajaran dan kesadaran akan ideologi Pancasila
secara bertingkat dan berlanjut.
5) Unsur pemerintah yang membidangi agama memberdayakan
para pemimpin agama untukmembangun kerjasama dengan
pemerintah demi membetengi masyarakat dari penetrasiideologi
asing.
6) Peran lapis pertahanan militer seperti program pelaksanaan
bakti TNI.
b). Strategi dalam menghadapi ancaman di bidang politik
Strategi pertahanan ancaman di bidang politik ditentukan oleh
kemampuan sistem politik dalam menanggulangi segala bentuk
ancaman yang ditujukan kepada kehidupan politik bangsa Indonesia.
Terwujud dengan kehidupan politik berlandaskan demokrasi Pancasila
dan politik luar negeri bebas aktif. Langkah – langkah yang ditempuh:
Strategi Pertahanan Bawah Laut 303
1) Pendekatan ke dalam Pembangunan sistem politik demokrasi
yang menghargai kebhinnekaan atau kemajemukan bangsa.
Tertulis dalam 3 pilar penataan kedalam :
Penguatan penyelenggaraan pemerintah Negara yang sah,
efektif, bersih, berwibawa, dan bebas KKN, serta
bertanggung jawab.
Penguatan lembaga legislative
Penguatan kekuatan politik nasional
2) Pendekatan keluar menciptakan diplomasi dengan Negara lain
secara dinamis , diwujudkan dengan :
Pada lingkup internal: Penciptaan kestabilan Negara dan
ekonomi bangsa.
Pada lingkup regional: diplomasi aktif dalam peningkatan
kerjasama.
Pada lingkup supraregional : politik luar negeri Indonesia
untuk meningkatkan kerjasamaantar Negara dengan fokus
menjaga keutuhan wilayah NKRI.
Pada lingkup global : memperjuangkan kepentingan nasional
melalui keberadaan Indonesiadalam PBB serta
mengidentifikasi ancaman yang mungkin terjadi sehingga
dapat mencegahancaman tersebut.
c). Strategi dalam menghadapi ancaman di bidang ekonomi
Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menghadapi ancaman ekonomi dari internal :
penciptaan lapangan kerja padat karya
pembangunan infrastruktur,
penciptaan iklim usaha yang kondusif,
pemilihan teknologi tepat guna
Strategi Pertahanan Bawah Laut 304
2) Menghadapi ancaman ekonomi dari eksternal:
Indonesia harus membangun dan menjaga hubungan baik
dengan negara-negara yangmemiliki kekuatan ekonomi-
politik dunia.
3) Untuk pertahanan militer dalam menghadapi ancaman
berdimensi ekonomi:
mengembangkan pilihan strategis untuk membantu unsur
utama dari pertahanan nir-militer
meningkatkan usaha pertahanan untuk menciptakan kondisi
keamanan nasional dankebutuhan pokok masyarakat
terutama di daerah-daerah pedalaman.
Program Bakti TNI yang melibatkan kerja sama dengan
unsur pertahanan nir-militer lainnyalebih ditingkatkan pada
perbaikan sarana prasarana masyarakat yang membawa
dampak pada peningkatan kemampuan ekonomi
masyarakat.
d). Strategi dalam menghadapi ancaman di bidang sosial budaya
Ancaman yang berdimensi sosial budaya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1) Ancaman dari dalam
Faktor pendorong ancaman dari dalam yaitu:
Isu kemiskinan
Isu kebodohan
Isu keterbelakangan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 305
Isu ketidakadilan
Isu-isu tersebut menjadi titik pangkal berbagai permasalahan, antara
lain:
a. Separatisme
b. Terorisme
c. Kekerasan
d. Konflik horizontal (antarmasyarakat) yang biasanya berdimensi
SARA
e. Konflik vertikal (antara pemerintah pusat dan daerah)
f. Perusakan lingkungan
g. Bencana buatan manusia
2) Ancaman dari luar
Sebaiknya kita melakukan penyaringan atau penyesuaian
dengan budaya bangsaIndonesia terhadap budaya asing yang
masuk ke Indonesia. Apabila kita tidak
menyaring budaya asing tersebut, maka dapat
mengakibatkan terdesaknya nilai-nilai persatuan dan
kesatuan bangsa oleh beberapa nilai berikut:
Nilai individualisme
Nilai konsumerisme
Nilai hedonisme
Strategi Bangsa Indonesia dalam Mengatasi Ancaman di Bidang Sosial
Budaya:
1) Memelihara keseimbangan dan keselarasan fundamental,
yaitu:
a. Keseimbangan antara manusia dengan Tuhan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 306
b. Keseimbangan antara manusia dengan alam semesta
c. Keseimbangan antara manusia dengan masyarakat
d. Keseimbangan kemajuan lahir dan kesejahteraan batin
2) Meningkatkan semangat persatuan bangsa dengan
memperhatikan perkembangan tradisi, pendidikan,
kepemimpinan, integrasi nasional, kepribadian bangsam
persatuan dan kesatuan bangsa dan pelestarian alam.
Partisipasi Warga Negara dalam Mengatasi Ancaman guna Membangun
Persatuan danKesatuan Bangsa Indonesia
1.Dasar hukum tentang kewajiban bela negara :
a) UUD 1945 Pasal 27 ayat (3) : ―setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara".
b) UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2)
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan Negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamananrakyat semesta
oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesiasebagai kekuatan utama, dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung.
c) UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 68 :
"setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 307
warga negara sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-
undangan".
d) UU RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan NegaraPasal 9 ayat
(1) :"setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
bela negarayang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara."
Bentuk Partisipasi Warga Negara dalam upaya bela negara
Menurut Pasal 9 ayat (2) UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Neg
ara dikemukakan bahwa keikutsertaan warga negara dalam usaha
pembelaan negara diselenggarakan melalui :
a. Pendidikan Kewarganegaraan
Pada pasal 37 ayat (1) UU No. 20/2003 dijelaskan bahwa
pembentukan rasa kebangsaan dancinta tanah air dapat dibina
melalui pendidikan kewarganegaraan, dimana
pendidikankewarganegaraan ini berfungsi :
Sebagai wahana untuk membina kesadaran peserta didik untuk
ikut serta dalam bela Negara
Untuk membina dan meningkatkan usaha pertahanan negara.
menanamkan komitmen kebangsaan, termasuk mengembangkan
nilai dan perilakudemokratis dan bertanggung jawab sebagai
warga negara Indonesia.
b. Pelatihan dasar kemiliteran
Strategi Pertahanan Bawah Laut 308
Salah satu komponen warga negara yang mendapat pelatihan
dasar militer adalah unsurmahasiswa yang tersusun dalam
organisasi Resimen Mahasiswa (Menwa) atau Unit
KegiatanMahasiswa (UKM) Bela Negara. Setelah memasuki
organisasi tersebut, mereka harusmengikuti latihan dasar
kemiliteran. Anggota Menwa bisa didayagunakan dalam kegiatan
pembelaan terhadap negara. Di luar organisasi tersebut, para
pemuda pun dapat melakukan kegiatan latihan dasar bela negara.
c. Pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau secara
wajib
Tentara Nasional Indonesia merupakan alat pertahanan NKRI.
Dalam pasal 10 ayat (3) UU No. 3 tahun 2002 disebutkan bahwa
TNI memiliki tugas untuk :
Mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah.
Melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa.
Melaksanakan operasi militer selain perang.
Aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan
internasional.
d. Pengabdian sesuai dengan profesi
Dalam penjelasan UU No. 3 tahun 2002 yang dimaksud
pengabdian sesuai profesiadalah pengabdian warga negara yang
mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan
negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil
akibat yangditimbulkan oleh perang, bencana alam atau bencana
lainnya. Beberapa profesi yangterutama berkaitan dengan hal
Strategi Pertahanan Bawah Laut 309
tersebut yaitu antara lain petugas PMI, para medis, tim SAR,Polri,
petugas bantuan sosial, dan Linmas (Perlindungan Masyarakat).
Untuk mengatasi ancaman non-militer perlu adanya
keamanan atau ketahananlingkungan, energi, pangan dan ekonomi,
maka pengabdian bela negara melalui profesiterbuka sangat luas.
Misalnya para petani dan nelayan melakukan upaya bela negara
melalui pengabdiannya terutama untuk keamanan pangan.
Usaha Kecil Menengah (UKM) dan para pengusaha besar melakuk
an upaya bela negara melalui pengabdiannya pada keamananekon
omi. Begitu pula yang menekuni bidang lingkungan melakukan
pengabdiannya untukkeamanan lingkungan. Ketika semua warga
negara mengabdikan diri sesuai dengan profesidalam usaha
pembelaan negara, maka tentu saja akan meningkatkan ketahanan
nasional kita.
e) Meningkatkan kapasitas nelayan dalam memelihara dan mengelola
sumber daya
Bangsa Indonesia pada saat ini seringkali dianggap sebagai
bangsa yang lebih pandai membangun daripada memelihara dan
mengelola kekayaan sumber daya alam terutama di wilayah perairan
untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi bangsa. Hal ini memberikan
pelajaran penting bagi pemerintah untuk melakukan hal-hal yang
strategis agar masyarakat menyadari pentingnya peran mereka dalam
memelihara dan mengelola sumber daya tersebut dari ancaman yang
datang dari asing. Salah satu bentuk upaya yang telah dilakukan oleh
institusi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam
meningkatkan kapasitas nelayan dalam memelihara dan mengelola
sumber daya tersebut adalah dengan melaksanakan sistem
Strategi Pertahanan Bawah Laut 310
pengawasan masyarakat (siswasmas). SISWASMAS ini dilaksanakan
dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat pengawas
(pokmaswas) untuk melaksanakan pemeliharaan dan pengelolaan
sumber daya wilayah perairan agar dalam dilakukan pemanfaatan
sumber daya tersebut secara berkelanjutan.
Kelembagaan Pokmaswas ini membantu untuk menjaga
memelihara dan mengelola sumber daya wilayah perairan dari ancaman
pihak-pihak yang kurang memperhatikan pemeliharaan dan pengelolaan
sumber daya secara berkelanjutan. Penguatan kelembagaan
pokmaswas memberikan arti strategis dengan menempatkan
masyarakat pada posisi strategis untuk berperan penting dalam
memelihara dan mengelola sumber daya berbasis masyarakat dan
secara tidak langsung juga ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
Jika diperhatikan lebih lanjut, kelembagaan pokmaswas ini dalam
menjalankan tugas dan peranannya dalam menjaga keberlanjutan
sumber daya, sekaligus juga dapat menunjukkan keberadaan potensi
nelayan untuk berperan dalam pertahanan dan keamanan negara. Hal
tersebut disebabkan terdapat banyak wilayah penangkapan ikan (fishing
ground) nelayan yang berada di wilayah perairan perbatasan
antarnegara. Keterbatasan sumber daya pertahanan dan keamanan di
wilayah perairan perbatasan antarnegara yang dimiliki Indonesia
membuat semua pihak harus bekerjasama, dalam hal ini pihak aparat
pemerintah dan nelayan.
Meskipun hingga saat ini nelayan dengan keterbatasan
pendapatan maupun pendidikan, nelayan dengan wilayah penangkapan
ikan (fishing ground) yang berbatasan dengan wilayah perairan negara
lain merupakan salah satu potensi sumber daya manusia maritim yang
dapat membantu peran dan tanggung jawab institusi pertahanan dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 311
keamanan negara terutama di wilayah laut. Hal ini juga sejalan dengan
Peraturan Presiden (PerPres) RI No.78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar yang menyatakan bahwa
kebijakan atas pengelolaan wilayah-wilayah terluar di Indonesia
dilakukan dengan prinsip wawasan nusantara, berkelanjutan dan
berbasis masyarakat.
Kondisi keterbatasan atas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
pemerintah menyebabkan peran masyarakat di wilayah pesisir (nelayan)
merupakan hal utama untuk melakukan pengelolaan di wilayah tersebut.
Keterbatasan yang dimiliki oleh nelayan, merupakan hal yang harus
diatasi bersama baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pada
saat ini peningkatan kapasitas nelayan merupakan hal yang ditempuh
oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk pelibatan masyarakat dalam
mengamankan sumber daya tempat masyarakat melakukan usaha agar
dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan di masa
mendatang. Konsep pelibatan peran masyarakat salah satunya
dilakukan dengan mengembangkan konsep kemitraan dikalangan
masyarakat perikanan (nelayan) melalui pengembangan
kelompokkelompok usaha bersama.Kebijakan ini selain mengarah
kepada kebijakan yang memungkinkan penciptaan lapangan kerja juga
dapat menimbulkan rasa kepemilikan terhadap keberlanjutan akses
terhadap sumber daya demi kepentingan ekonomi semua pihak dalam
kelompok tersebut. Peningkatan kapasitas nelayan juga dilakukan
melalui program penyuluhan maupun sosialisasi program maupun
aturan-aturan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya perikanan.
Laporan penelitian dari Mc Kinsey Global Institute pada bulan
September 2012, menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara
kepulauan pada saat ini masih memiliki potensi perekonomian yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 312
sangat besar untuk dioptimalkan, karena hingga saat ini Indonesia
sudah menempati peringkat 16 untuk pertumbuhan ekonominya, dengan
45 juta penduduknya merupakan kelas konsumsi, dan baru
mengembangkan $ 0,5 juta potensi pasar di bidang jasa, pertanian,
perikanan, sumber daya dan pendidikan. Kondisi tersebut, jika
dikembangkan maka nelayan dengan semua keterbatasannya tetap
memiliki potensi meningkatkan perekonomiannya melalui pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya, serta turut serta berpartisipasi
membantu pertahanan dan keamanan negara dilaut dengan catatan
kapasitas nelayan juga harus ditingkatkan agar dapat mengoptimalkan
pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan
bersama, dengan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat, visi
Indonesia 2030 bukan hal mustahil untuk diwujudkan.
f) Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Jika melihat dengan pendekatan competitive advantage milik
Porter, kapasitas sumber daya manusia merupakan salah satu potensi
yang dapat dianggap sebagai factor conditions yang diperlukan untuk
dapat diperlukan untuk berkompetisi. Indikator dari factor conditions
dapat berupa basic factor, advanced factor (infrastruktur), human
resources (tenaga kerja), research and development (penelitian dan
pengembangan), dan capital resources (modal pendukung) (Moon,
2010). Pemanfaatan seluruh potensi nasional, baik sumber daya
manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), maupun potensi wilayah
menurut Inspektorat Jenderal (ItJen) Potensi Pertahanan dalam Dialog
Interaktif Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan pada kegiatan
Sosialisasi Bela Negara melalui Radio Republik Indonesia (RRI) dengan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 313
topik ―Kebijakan Pembinaan Potensi Pertahanan‖ bahwa sumber daya
nasional berupa SDM, SDA dan buatan, nilai-nilai, teknologi, sarana
prasarana dan dana yang dapat didayagunakan untuk meningkatkan
kemampuan pertahanan negara; dan sebelum ditingkatkan menjadi
kemampuan pertahanan maka sumber daya nasional tersebut harus
diidentifikasi, diklasifikasi, diinventarisasi, untuk selanjutnya
ditransformasikan menjadi potensi kekuatan pertahanan agar
selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kekuatan pertahanan.
Jika melihat pada dokumen Minimum Essential Force (MEF)
disebutkan bahwa pengembangan kemampuan pertahanan militer
diarahkan pada 5 (lima) kemampuan utama, yakni kemampuan intelijen,
kemampuan pertahanan, kemampuan keamanan, kemampuan
pemberdayaan wilayah, dan kemampuan dukungan (Kemhan RI, 2010).
Peningkatan kapasitas SDM dalam hal ini nelayan sebagai bagian dari
sistem pertahanan negara penting untuk dilakukan sesuai dengan arah
kebijakan dalam MEF. Hal ini sejalan pula dengan salah satu tugas
pokok Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Pasal 7 ayat 2 angka 8
UU RI No.34 Tahun 2004 tentang TNI, bahwa dalam Operasi Militer
Selain Perang (OMSP) harus melakukan pemberdayaan rakyat selaku
kekuatan pendukung di wilayah pertahanan.
g) Pengabdian Sesuai dengan Profesi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara menjelaskan pengabdian sesuai profesi adalah pengabdian
warga negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan
pertahanan negara termasuk dalam menanggulangi dan/atau
memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau
Strategi Pertahanan Bawah Laut 314
bencana lainnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diidentifikasi
beberapa profesi tersebut, terutama yang berkaitan dengan kegiatan
menanggulangi dan/atau memperkecil akibat perang, bencana alam
atau bencana lainnya antara lain petugas Palang Merah Indonesia,
paramedis, tim SAR, POLRI, petugas bantuan sosial dan Linmas
(Pelindung Masyarakat). Kelompok masyarakat yang mempunyai profesi
seperti itu seringkali berpartisipasi dalam menanggulangi dan membantu
masyarakat yang terkena musibah bencana alam.
Terwujudnya peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, melalui penelitian dan pengembangan serta inovasi teknologi
Alpalhan dengan melibatkan pengguna, lembaga penelitian dan
pengembangan, perguruan tinggi, dan industri pertahanan nasional
yang diimplementasikan dalam program strategis antara lain: rancang
bangun sistem drone, melanjutkan pembuatan jet tempur KF-X/IF-X,
pembangunan kapal selam, pembangunan industri propelan,
pembangunan roket nasional, pembangunan rudal nasional,
pembangunan radar nasional, dan pembuatan tank sedang.
untuk membangun industri yang kuat, mandiri, dan berdaya saing
agar mampu mendukung pemenuhan kebutuhan Alpalhan dan
dukungan komponen dan peralatan pendukungnya termasuk perbaikan
dan pemeliharaannya serta diversifikasi industri pertahanan yang
dilaksanakan dengan: mendorong pembangunan struktur industri
pertahanan dan kerjasama dengan industri pertahanan luar negeri;
meningkatkan kemampuan teknologi dan kapabilitas industri
pertahanan; dan pembinaan industri pertahanan secara terintegrasi
dengan memperhatikan pengamanan teknologi melalui program K/L
dalam lingkup Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
Strategi Pertahanan Bawah Laut 315
Pemberdayaan industri pertahanan, guna pengembangan industri
nasional menjadi industri pertahanan yang diarahkan pada: pemenuhan
kebutuhan Alpalhan, mendorong dalam memproduksi produk-produk
untuk kepentingan pertahanan dan non pertahanan, kerjasama dengan
industri pertahanan luar negeri baik kerjasama produksi dan kerjasama
pengembangan. Mewujudkan industri pertahanan yang kuat, mandiri,
dan berdaya saing:
1) Terwujudnya industri strategis nasional guna mendukung
kepentingan pertahanan.
2) Terwujudnya industri pertahanan dalam negeri guna pemenuhan
Alat Peralatan Pertahanan (Alpalhan) dan mendukung produksi alat
peralatan yang menunjang perekonomian nasional.
3) Terwujudnya penguasaan teknologi dan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) untuk mendukung pengembangan industri
pertahanan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 316
BAB 4
STRATEGI PERTAHANAN BAWAH LAUT
INDONESIA: SEBUAH KONSEP
4.1. Strategi Pertahanan Laut Indonesia
Strategi pertahanan laut, dan konsep terkait
strategi maritim, berkaitan seperti total war di laut,
termasuk perencanaan dan pelaksanaan kampanye,
gerakan dan disposisi dari angkatan laut dengan
mencari keuntungan dari pertempuran di suatu zona,
dan penipuan dari musuh. Sebuah kekuatan angkatan
laut seharusnya merupakan komando laut yang kuat
sehingga musuh tidak dapat menyerang secara
langsung.
Strategi pertahanan bawah laut mencakup segala aspek yang dapat dimaksimalkan untuk mencajaga wilayah laut dari segala ancaman nyata baik militer maupun non-militer.
Gambar 55. Konsep Pertahanan Bawah Laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 317
Laut juga disebut kontrol, dominasi ini mungkin berlaku untuk
perairan sekitarnya (yaitu pesisir) atau dapat memperpanjang jauh ke
lautan, yang berarti negara memiliki angkatan laut setara kemampuan di
wilayah udara. Dengan komando laut, sebuah negara dapat memastikan
bahwa kapal militer dan kapal dagang bisa bergerak leluasa, sementara
para pesaingnya, baik dipaksa untuk tinggal di pelabuhan atau mencoba
untuk menghindar wilayah kekuasaan.
Hal tersebut dapat dilihat, misalnya Angkatan Laut Kerajaan
Inggris memegang komando laut selama periode panjang dari abad ke-
18 sampai awal abad ke-20, memungkinkan Inggris dan sekutu-
sekutunya untuk melakukan perdagangan dan untuk memindahkan
pasukan serta persediaan (logistik) dengan mudah pada masa perang,
sementara musuh-musuhnya tidak dapat melakukannya. Sebagai
contoh, Inggris mampu memblokade Prancis selama Perang Napoleon,
Amerika Serikat selama Perang tahun 1812, dan Jerman selama Perang
Dunia I. Beberapa angkatan laut dapat beroperasi sebagai angkatan
laut, tapi "banyak Negara-negara yang mengkonversi angkatan laut dari
“Green water” ke ―Blue water‖ dan ini akan meningkatkan penggunaan
militer Zona Ekonomi Eksklusif asing [zona pesisir sampai 200 mil laut
(370 km)] dengan kemungkinan reaksi untuk rezim ZEE."
Definisi dari konsep pertahanan itu sendiri menurut K.R. Adams
ialah sebuah aksi keamanan yang dilakukan alat pertahanan negara,
dalam hal ini militer, untuk memukul mundur serangan dari negara lain
dan untuk meminalisir kerugian yang dialami negara serta
menghilangkan potensi gangguan bilamana negara lain ingin mencoba
melakukannya kembali.25 Pada pendekatan yang sama, Hans J,
Morgenthau mengatakan bahwa pertahanan nasional dalam hal
kesiapan militer merupakan satu elemen pokok dari kekuatan nasional.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 318
Berkaitan dengan pertahanan nasional, maka peranan pemerintah
menjadi satu hal yang krusial dalam membuat kebijakan pertahanan
terkait dengan keamanan nasional. Proses berjalannya sistem
pertahanan sendiri kemudian juga ditentukan oleh orientasi dari
pemerintah dalam mencapai kepentingan nasional. Samuel P.
Huntington melihat bahwa hubungan militer dengan pemerintah
merupakan sebuah hubungan fungsionis dan militer menjadi alat
pemerintah untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara.
Fungsionalisme Huntington di atas lebih melihat bahwa hubungan
fungsionalis antara pemerintah dan militer juga merupakan sebuah
hubungan simbiotik. Secara definitif, fungsionalisme mengartikan nilai
sebagai hal-hal yang diinginkan, dikejar oleh manusia, dengan derajat
kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Keamanan
merupakan salah satu bentuk dari nilai-nilai yang diperjuangkan, dan
dalam kaitan negara, keamanan nasional merupakan satu nilai mutlak
dan ideal yang selalu dibutuhkan, harus dicapai, dan dipertahankan
Kebijakan pertahanan sendiri merupakan satu hal yang diformulasikan
secara tetap, secara jelas ditetapkan, operasi yang efisien dalam suatu
organisasi yang besar.Kebijakan pertahanan dapat didefinisikan ke
dalam empat cara, yaitu:
a. Sebuah perencanaan atas kegiatan yang berkaitan dengan
rekrutmen, latihan, perngorganisasian, pemberian perlengakapan,
pengerahan dan penggunaan kekuatan bersenjata. Dalam hal ini,
kebijakan pertahanan merupakan sebuah output dengan tujuan
kepentingan nasional.
b. Komponen militer dari strategi kemanan nasional, kebijakan
pertahanan merujuk pada bagaimana menjaga negara,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 319
keselamatan rakyatnya, dan kepentingan nasional melalui
ancaman dan penggunaan militer secara nyata.
c. Kebijakan pertahanan merupakan sebuah proses politik, di mana
di dalamnya terjadi komunikasi antara pembuat kebijakan dengan
pelaksana kebijakan. Aspek kebutuhan sebagai sebuah input yang
berangkat pada keadaan domestk maupun internasional.
d. Suatu bidang kajian yang mengkombinasikan hubungan
internasional dan politik negara dengan beberapa elemen
komparatif seperti ilmu politik, filsafat politik, sejarah, ekonomi,
hukum, psikologi dan sosiologi ( Peter L, Hays, Brenda Vallance,
dan Alan Van Tassel, 1997).
Mengacu pada definisi tentang kebijakan pertahanan di atas,
maka hubungan antara pemerintah yang merupakan pembuat kebijakan
dengan militer sebagai pihak yang melakukan implementasi menjadi
sangat erat dan timbal balik.
Dalam melaksanakan kebijakan sendiri, militer memiliki tugas-
tugas dasar atas fungsinya dan untuk menjalankannya, maka peran
pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memberi dukungan yang
memadai. Dari definisi tentang kebijakan menurut Hays, Vallance, dan
Tassel yang pertama maka keterkaitan alutsista TNI merupakan sebuah
indikator mengenai kualitas dari kebijakan itu sendiri. Dalam hal ini
penilaian sebuah kebijakan militer tidak hanya merujuk pada mengubah
paradigma militer dengan menjadikannya kembali kepada hakikatnya,
namun sisi lain, dukungan persenjataan sebagai alat penunjang utama
pelaksanaan tugas dan fungsi militer menjadi sangat penting. Menurut
Prof. Dr. Yahya Muhaimin, seorang Guru Besar Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Gadjah Mada dan pakar kajian militer dan
politik, beliau mengatakan bahwa anggaran pertahanan kemudian
Strategi Pertahanan Bawah Laut 320
menjadi sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kebijakan
pertahanan satu negara. Dalam memenuhi kebutuhan untuk urusan
pertahanan, baik menjalankan tugas dan fungsinya serta
kesejahteraanya, militer memerlukan anggaran pertahanan yang
dialokasikan oleh pemerintah.
Gambar 426. Pangkalan TNI AL
Tujuan sebuah armada dalam perang untuk menjaga pantai
negara sendiri, bebas dari serangan, untuk menjamin kebebasan dari
perdagangan, dan untuk menghancurkan armada musuh atau
membatasi masuk kedalam wilayah perairan. Tujuan ini dapat dicapai
oleh pencapaian keberhasilan yaitu kerusakan atau kelumpuhan dari
armada musuh. Sebuah armada yang mengamankan kebebasan
komunikasi sendiri dari serangan, dapat dikatakan telah menguasai laut.
Jika berbicara strategi, strategi angkatan laut pada dasarnya berbeda
dari strategi militer. Di laut tidak ada wilayah untuk menempati. Strategi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 321
Pertahanan Bawah Laut (SPBL) oleh angkatan laut merupakan metode
untuk menarik dan mengalahkan musuh atau armada kapal dalam
pertempuran di laut selama perang. SPBL setara dengan taktik militer di
darat. Strategi laut berbeda dari strategi angkatan laut. Strategi
angkatan laut berkepentingan dengan seorang komandan membuat
gerakan dalam pertempuran, biasanya di hadapan musuh. Strategi
angkatan laut menyangkut strategi keseluruhan untuk mencapai
kemenangan dan gerakan besar dimana seorang komandan
mengamankan keuntungan dari pertempuran di suatu tempat yang
nyaman untuk pasukannya sendiri.
4.2 Fokus dan Sub fokus
Pertahanan bawah laut sampai saat ini masih memiliki kendala
dari beberapa aspek. Kendala tersebut adalah masih kurangnya alusista
yang dimiliki oleh Indonesia dalam mempertahankan wilayah bawah
laut Indonesia, kemudian alusista yang dimiliki Indonesia tingkat
kecanggihannya masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti
tingkat kebisingan alat selam yang masih tinggi, kemudian kurangnya
senjata yang dimiliki kapal selam dalam menyerang ancaman di
permukaan atau dari udara, aspek berikutnya adalah banyaknya
ancaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia karena Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
4.3 Masalah di Wilayah Laut
Pembangunan sistem pertahanan laut yang secara pokok meliputi
pembuatan kapal, pembangunan pangkalan dan jaringan sistem logistik,
dan penyiapan anak buah. Pembangunan budaya bahari Indonesia juga
Strategi Pertahanan Bawah Laut 322
perlu dilakukan untuk memperkuat pertahanan laut wilayah Indonesia.
Pembangunan sistem pertahanan laut tidak dapat diselesaikan oleh satu
instansi atau banyak instansi tanpa koordinasi. Pelaksanaan sistem
pertahanan laut harus melibatkan banyak instansi yang berwenang demi
mewujudkan keamanan wilayah laut Indonesia. Indonesia yang
merupakan negara kepulauan maka merupakan tanggung jawab seluruh
instansi yang ada di pemerintah Startegi pertahanan bawah laut dalam
rangka mewujudkan pertahanan yang kompleks adalah dengan
melaksanakan kolaborasi dengan beberapa lembaga berikut :
4.4 Archipelagic State
Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar
di dunia yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan
sepuluh negara tetangga tentunya memiliki perbatasan yang panjang
untuk diamankan. Secara kewilayahan Indonesia memiliki luas wilayah
yurisidiksi nasional ± 7,8 juta km² dengan dua pertiga wilayahnya adalah
laut seluas ± 5,9 juta km², yang mencakup Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) seluas ± 2,7 juta km² dan Laut Wilayah, Perairan
Kepulauan serta Perairan Pedalaman seluas ± 3,2 juta km². Selain itu
memiliki panjang garis pantai ± 81.000 km, serta memiliki 17.499 pulau
yang terdiri atas 5.698 pulau bernama dan 11.801 pulau tidak/belum
bernama. Status Indonesia sebagai negara kepulauan diperoleh melalui
perjuangan diplomasi yang panjang dan status ini telah diakui dunia
sejak Konvensi Perserikatan BangsaBangsa (PBB) mengenai Hukum
Laut Internasional atau The United Nations Convention on the Law of
the Sea 1982 (UNCLOS 1982). Indonesia telah meratifikasi konvensi
tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun
Strategi Pertahanan Bawah Laut 323
1985. Sebagai konsekuensi dari aturan di atas, wilayah yurisdiksi
nasional Indonesia harus dipandang sebagai satu kesatuan wilayah
(ruang) baik ruang darat, laut dan udara yang bulat dan utuh. Sebagai
negara kepulauan, wajar laut mempunyai makna penting bagi bangsa
Indonesia.
TNI Angkatan Laut sebagai bagian integral dari TNI, berperan
sebagai komponen utama pertahanan negara matra laut menjalankan
tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara guna
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara melalui pelaksanaan Operasi Militer untuk Perang
(OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Untuk meningkatkan
pemahaman tentang wawasan kemaritiman bangsa Indonesia
khususnya bagi para mahasiswa/generasi penerus bangsa diperlukan
adanya kesamaan persepsi tentang konstelasi geografi negara
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan atau pemahaman tentang
archipelagic oriented.
Sudah saatnya bangsa Indonesia memandang laut sebagai
sarana dan wahana untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah negara
dalam arti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan serta merupakan salah satu medan juang dalam upaya
pembangunan nasional guna mewujudkan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Dalam makalah ini dijelaskan tentang realitas bangsa
Indonesia sebagai bangsa maritim serta berbagai upaya yang dilakukan
oleh TNI Angkatan Laut khususnya dalam mengamankan batas maritim
dengan negara tetangga yang memiliki kompleksitas permasalahan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 324
4.5 Strategi Pertahanan Bawah Laut
Kemampuan menguasai lautan menjadi hal yang sangat signifikan
di tengah munculnya kecenderungan global terhadap pentingnya
kawasan laut sebagai wahana dalam mencapai dan melindungi
kepentingan nasional. Untuk dapat menjamin kepentingan nasional di
laut, penguasaan atas lautan (sea control) merupakan prasyarat mutlak
di era maritim modern. Pengendalian laut merupakan kemampuan
dalam mengendalikan wilayah laut serta mencegah lawan
menggunakan wilayah tersebut untuk kepentingan mereka.
Pengendalian laut itu sendiri sangat terkait dengan kekuatan laut
(seapower) yang dimiliki oleh suatu bangsa. Seapower dapat diartikan
sebagai negara yang memiliki kekuatan angkatan laut yang luar biasa.
Seapower juga bermakna sebagai kemampuan suatu negara dalam
menggunakan dan mengendalikan laut (sea control) serta mencegah
lawan menggunakannya (sea denial).
Patroli Keamanan Laut Patroli Keamanan Laut menghadirkan
kapal-kapal perang RI (KRI) di seluruh perairan Indonesia, termasuk di
pulau-pulau terpencil, selain dimaksudkan untuk melaksanakan patroli
rutin dalam rangka penegakan keamanan di laut, juga dimaksudkan
untuk menunjukan kesungguhan negara kita dalam mempertahankan
setiap tetes air dan jengkal tanah dari gangguan pihak asing (deterrence
effect). Namun demikian, "pameran bendera" atau show of flag seperti di
atas tidak saja harus diartikan sebagai sebuah tindakan coersive tetapi
merupakan sebuah naval diplomacy yang merupakan cerminan politik
dan kebijakan luar negeri Indonesia. Kegiatan ini juga diarahkan untuk
mendekati masyarakat di pulau-pulau terluar dan terpencil, sekaligus
Strategi Pertahanan Bawah Laut 325
untuk menggugah semangat kebangsaan dan cinta tanah air serta
menjaga kedekatan secara psikologis.
Survei Hidrografi & Oseanografi Terkait dengan perbatasan
maritim, TNI Angkatan Laut secara rutin melaksanakan verifikasi titik
referensi dan re-survey titik dasar untuk menentukan wilayah
NKRI.Operasi survei hidrografi yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut
ini tidak saja dilakukan untuk menetapkan Titik Dasar dan Garis
Pangkal. Seringkali, data dan informasi yang dikumpulkan digunakan
untuk menunjang kegiatan pembangunan di daerah, misalnya untuk
membangun pelabuhan perintis, inventarisasi sumber daya alam atau
kegiatan lain yang terkait dengan pembangunan sektor kelautan. Hal ini
juga dapat dikatakan sebagai cerminan sikap cinta bangsa dan tanah air
serta kepedulian terhadap pulau-pulau terluar yang menjadi bagian
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.6 Strategi Pertahanan Indonesia
Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan
negara yang merupakan usaha untuk menjamin keutuhan dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945). Pada hakekatnya pertahanan negara Republik
Indonesia adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan
kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.30
Pertahanan Negara dikelola dalam satu sistem pertahanan negara yaitu
pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga
negara, wilayah dan sumberdaya nasional lainnya, serta dipersiapkan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 326
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu,
terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
4.7 Strategi Pertahanan
4.7.1 Pengembangan Lingkungan Strategis
Dinamika lingkungan strategis internasional selalu membawa
implikasi baik positif maupun negatif pada sisi lain secara bersamaan,
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
perkembangan nasional. Implikasi positif membawa manfaat dalam
mendukung cita-cita, tujuan nasional dan kepentingan nasional,
sedangkan implikasi negatif menyebabkan meningkatkan potensi
ancaman bagi kelangsungan hidup negara. Situasi dan kecenderungan
lingkungan strategis pada awal abad 21 sangat jauh berbeda bila
dibandingkan dengan periode satu dekade terakhir dalam abad 20.
Situasi politik internasional saat ini selain masih diwarnai oleh
permasalahan lama yang belum berhasil diatasi, dan semakin
bertambah kompleks dengan hadirnya serangkaian masalah baru.
Disamping itu, kecenderungan lingkungan strategis semakin sulit
diperkirakan karena ketidakteraturan dan ketidakstabilan semakin
menjadi corak dominan.
4.7.2 Wilayah Geostrategi Indonesia
Menurut Menhan RI, kecenderungan perkembangan lingkungan
strategis saat ini, relatif semakin sulit diprediksi, sehingga menempatkan
perkembangan masa depan dunia menjadi penuh dengan
ketidakpastian. Apalagi jarak antar negara sekarang bukan merupakan
penghalang lagi, sementara sifat ketergantungan antar negara dan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 327
bangsa semakin besar, hal inilah yang menjadi dasar alamiah
terbentuknya keinginan masyarakat dikawasan untuk membangun
persatuan dan kerjasama. Diharapkan kedepan ancaman tidak akan lagi
bersifat ancaman konvensional atau perang terbuka antar negara, tetapi
lebih bersifat ancaman realistik didepan mata, yakni benturan
kepentingan antar kelompok non-negara, dengan mengatasnamakan
ideologi tertentu dari kelompok masyarakat atau golongan yang merasa
termajinalisasi oleh keadaan. Kondisi ini juga menjadi faktor pemicu
munculnya fenomena ancaman baru yakni ancaman Nyata. Ancaman ini
bersifat lebih dinamis dan multi dimensional, baik berbentuk fisik
maupun non fisik yang dapat muncul dari dalam atau dari luar suatu
negara seperti terorisme dan radikalisme, separatisme dan
pemberontakan bersenjata, bencana alam dan lingkungan, pelanggaran
wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian Sumber Daya Alam
(SDA) dan mineral, serta penyelundupan bersenjata, wabah penyakit,
peredaran dan penyalahgunaan Narkoba dan perang siber dan intelijen.
Sifat alamiah dari ancaman-ancaman tersebut tidak mengenal batas
negara; tidak mengenal agama, tidak mengenal waktu, serta tidak
memilih korbannya.
Konsep geostrategi Indonesia pada hakikatnya bukan
mengembangkan kekuatan untuk penguasaan terhadap wilayah di luar
Indonesia atau untuk ekspansi terhadap negara lain, tetapi konsep
strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara untuk
mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan untuk
pengamanan dan menjaga keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan
pembangunan nasional dari kemungkinan gangguan yang datang dari
dalam maupun dari luar negeri. Untuk mewujudkan geostrategis
dirumuskan Ketahanan Nasional Republik Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 328
Konsep geostrategi negeri ini pertama kali dilontarkan oleh Bung
Karno pada 10 Juni 1948 di Kotaraja. Namun, gagasan ini kurang
dikembangkan oleh para pejabat bawahan, karena seperti yang kita
ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember
1948, sehingga kurang berpengaruh. Akhirnya, setelah pengakuan
kemerdekaan pada 1950 garis pembangunan politik berupa “Nation and
character and building“ yang merupakan wujud tidak langsung dari
geostrategi Indonesia, yakni pembangunan jiwa bangsa. Konsep
geostrategi Indonesia yang terumus adalah pentingnya pengkajian
terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan Indonesia, yang
ditandai meluasnya pengaruh komunis. Geostrategi Indonesia saat itu
dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun
kemampuan territorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi
ancaman yang datang kepada Indonesia.
4.8 Ancaman Bawah Laut
4.8.1 Militer
Pangkalan militer baru diresmikan oleh Panglima Tentara Nasional
Indonesia (TNI), Marsekal Hadi Tjahjanto pada 18 Desember 2018 di
Natuna Besar—wilayah sengketa antara Indonesia dan China di Laut
China Selatan. Kedua negara ini memiliki kepentingan dan hak yang
bertentangan di pulau ini, yang merupakan pulau terbesar di bagian
selatan Laut China Selatan.
Unit Natuna akan menjadi tuan rumah batalion gabungan dari
Angkatan Darat dan Marinir serta berbagai platform canggih—mulai dari
kapal selam, UAV, dan kapal perang, hingga jet tempur dan berbagai
sistem rudal—dan infrastruktur pendukung lainnya. Terdapat rencana
untuk membentuk komando ketiga, yaitu Komando Timur. Setelah
selesainya unit Natuna, tiga layanan unit terintegrasi di Saumlaki,
Morotai, Biak, dan Merauke akan didirikan agar TNI memiliki fokus yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 329
lebih besar pada sisi timur—yang merupakan Samudra Pasifik—di mana
negara-negara seperti China dan Amerika Serikat (AS) sangat aktif.
Menurut analis Indonesia Evan Laksmana, ―Unit Natuna juga akan
membuka jalan bagi unit terintegrasi lainnya yang akan dikembangkan
di Indonesia timur, dekat dengan Laut Timor, Laut Arafuru, Laut
Sulawesi, dan Samudra Pasifik.‖ Di masa lalu, kebijakan pertahanan di
Indonesia lebih berkonsentrasi pada tantangan keamanan internal dan
sampai batas tertentu pada ancaman keamanan non-tradisional di Selat
Malaka. ‗Keseimbangan di timur‘ adalah perkembangan yang sangat
baru.
Tabel 12. Evolusi Kekuatan Angkatan Laut Indonesia
Strategi Pertahanan Bawah Laut 330
Pembangunan pangkalan militer di Natuna dapat dilihat sebagai
langkah yang lebih luas dari ‗keseimbangan di timur‘ Indonesia. Dengan
konsep ‗Indo-Pasifik bebas dan terbuka‘ yang mendapatkan banyak
daya tarik, visi Presiden Jokowi tentang Indonesia untuk menjadi ‗Poros
Maritim Dunia‘ di Indo-Pasifik juga akhirnya mulai terbentuk.
Indonesia dapat dilihat sebagai pemimpin dalam debat ASEAN
tentang pembentukan konsep Indo-Pasifik, di mana sentralitas ASEAN
dan mekanisme yang dipimpin ASEAN akan menjadi titik fokus.
Pentingnya Indonesia dalam memimpin ASEAN selalu ditunjukkan oleh
negara-negara anggota ASEAN lainnya. Mantan Menteri Luar Negeri
Singapura, George Yeo, telah menyebutkan dalam sebuah konferensi,
Singapore Perspectives, yang diselenggarakan oleh Institute of Policy
Studies (IPS) pada 28 Januari 2019,
Gambar 43. Grafik (1990-2013) dan Proyeksi Angkatan Laut berdasarkan Skenario Air Hijau 2024
Strategi Pertahanan Bawah Laut 331
Indonesia tidak lagi hanya ingin membuat kehadirannya terasa di
kawasan Indo-Pasifik di lingkaran diplomatik dan forum-forum
multilateral, tetapi melalui pembenahan pasukan, komando, serta
pangkalan angkatan lautnya, dan ‗keseimbangan di timurnya‘ ingin
menjadi lebih dari sekadar ‗kekuatan tengah‘ di wilayah dinamis ini.
Saat menyampaikan pidatonya di Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNGA) pada 11 Januari 2018, berjudul, ―Mitra untuk
Perdamaian, Keamanan, dan Kemakmuran‖, Menteri Luar Negeri
Indonesia Retno Marsudi mengusulkan Konsep Arsitektur Indo-Pasifik.
Bersama dengan ASEAN, Indonesia akan terus berkontribusi dalam
memajukan kerja sama positif yang kuat di Indo-Pasifik, dan bukannya
kerja sama yang didasarkan pada kecurigaan, atau lebih buruk, persepsi
ancaman. Indonesia akan bekerja dengan negara-negara di kawasan ini
untuk mengembangkan payung kerja sama Indo-Pasifik yang bertujuan
membangun kerja sama yang bebas, terbuka, inklusif, dan
komprehensif. Pidato Perdana Menteri Modi di Dialog Shangrila pada 1
Juni 2018, untuk pertama kalinya menguraikan versi India dari konsep
Indo-Pasifik. Kedua konsep ini memiliki kebijakan yang sama. Indo-
Pasifik berarti wilayah bebas, terbuka, inklusif, yang mencakup semua
upaya bersama untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran. Ini
mencakup semua negara dalam geografi ini, dan juga negara-negara
lain di luar yang memiliki kepentingan di dalamnya. Asia Tenggara
adalah pusatnya, dan ASEAN telah dan akan menjadi pusat masa
depannya.
Laut China Selatan menghubungkan India dengan sebagian besar
mitra utamanya di Timur dan bagian penting dari arus perdagangan luar
negeri India ke arah ini. ASEAN sendiri menyumbang lebih dari 20
persen dari perdagangan itu. India dan Indonesia memiliki Perjanjian
Strategi Pertahanan Bawah Laut 332
Kemitraan Strategis Komprehensif dan keduanya memiliki visi yang
sama tentang kerja sama maritim, perdamaian, dan kemakmuran di
Indo-Pasifik. Oleh karena itu, dengan strategi ‗keseimbangan di timur‘
Indonesia yang baru diadopsi, hubungan India-Indonesia di Indo-Pasifik
dapat mencapai lintasan yang lebih besar.Meskipun Indonesia bukan
negara penuntut di Laut China Selatan, tetapi Jakarta dan Beijing telah
lama terlibat pertempuran dengan kapal penangkap ikan di daerah
Natuna yang disengketakan. Pada bulan Maret 2016, sebuah satuan
khusus dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia telah
menangkap sebuah kapal penangkap ikan China di dalam Zona
Ekonomi Eksklusif (EEZ) 200 mil Indonesia dari pulau-pulau Natuna,
barat laut Kalimantan.
Indonesia selalu ‗sensitif‘ tentang klaim dan hak kedaulatannya.
Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dan terutama Menteri Perikanan Susi
Pudjiastuti, telah mengambil langkah tegas dalam melindungi hak-hak
nelayan Indonesia dengan menenggelamkan dan membakar kapal-
kapal ikan ilegal di perairan Indonesia. Selain itu, Jokowi dalam banyak
hal—misalnya selama kunjungannya ke Jepang setelah menjabat—
menyatakan bahwa, ―klaim wilayah China di Laut China Selatan tidak
memiliki dasar hukum berdasarkan hukum internasional.‖
Armada bawah laut Rusia Rusia menimbulkan ancaman serius
bagi Amerika Serikat (AS). Hal itu dikatakan Panglima Armada Kedua
Angkatan Laut AS, Wakil Laksamana Andrew Lewis. Ancaman bawah
laut Rusia adalah ancaman nyata. Mereka sangat kompeten, sangat
aktif. (Pusat Studi Strategis dan Internasional, Washington). Meskipun
demikian, bahwa Armada Kedua Angkatan Laut AS siap menghadapi
ancaman ini dan telah membentuk kembali kelompok kapal selamnya.
Armada Kedua AS diciptakan pada tahun 1950 dan memainkan peran
Strategi Pertahanan Bawah Laut 333
penting dalam konfrontasi dengan Uni Soviet selama Perang Dingin.
Pada tahun 2011, di bawah Presiden Barack Obama, armada tersebut
dibubarkan sebagai bagian dari langkah-langkah pemotongan biaya.
Armada itu diaktifkan kembali pada awal tahun ini. Hal inilah yang
memicu ancaman serius bagi Indonesia dan harus mulai dibentuk
strategi pertahanan bawah laut RI.
4.8.2 Non militer
World Environment Day atau Hari Lingkungan Hidup Sedunia
diperingati setiap tanggal 5 Juni, dan tahun ini mengusung
tema Connect with Nature. Tema ini memiliki misi untuk mengajak
penduduk bumi berinteraksi dengan alam, mengenali, dan menikmati
keindahan alam sehingga tergerak untuk melindungi bumi. Masalah
terbesar yang mengancam lingkungan saat ini adalah sampah. Presiden
RI telah mengeluarkan peraturan pada 23 Oktober 2017, yaitu Peraturan
Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga. Melalui peraturan tersebut, diharapkan
sampah di Indonesia dapat berkurang sebesar 18% (12 juta ton).
4.8.3 Sampah Plastik
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk
Indonesia, berdasarkan proyeksi penduduk, akan meningkat menjadi
271,07 juta jiwa pada 2020 dari 238,52 juta jiwa pada 2010.
Peningkatan jumlah penduduk ini akan berpengaruh pada lingkungan,
salah satunya pada sampah. Semakin banyak penduduk, maka
Strategi Pertahanan Bawah Laut 334
semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Indonesia merupakan
negara kedua sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia
setelah Cina. Sampah plastik yang dihasilkan Indonesia sebesar 187,2
juta ton (Jambeck, 2015). Padahal, sampah plastik merupakan sampah
yang dapat mencemari lingkungan karena plastik merupakan bahan
yang sulit terdegradasi. Sampah plastik baru dapat terurai puluhan
hingga ratusan juta tahun, bahkan ada beberapa plastik yang tidak
akan pernah terurai. Sampah plastik tersebut bila tidak dikumpulkan
dengan benar akan terbawa ke sungai bahkan ke laut dan pada
akhirnya menumpuk. Karena ringan, sampah plastik akan berada di
permukaan laut sehingga akan dapat menutupi permukaan laut.
4.8.4 Biota Laut
Sampah yang terbuang ke laut dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan dan membahayakan populasi yang ada di laut. Pada Januari
2018 diberitakan bahwa sampah plastik di laut dimakan ikan teri, dan
survei yang telah dilakukan di Universitas Hasanuddin Makassar juga
menyatakan bahwa 28 persen ikan yang ada di pasar ikan
mengkonsumsi plastik. Hal ini tidak menutup kemungkinan biota laut
lainnya akan tidak sengaja memakan sampah plastik juga, karena
mengganggap plastik tersebut merupakan makanan mereka. Selain
berakibat buruk pada spesies ikan, sampah plastik juga dapat merusak
terumbu karang yang sudah terancam punah. Luas terumbu karang total
pada 2016 sekitar 2,5 juta Ha, dengan kondisi cukup baik sekitar 37
persen dan kurang baik sekitar 30 persen (Kelautan dan Perikanan
dalam Angka, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016). Penutupan
permukaan laut oleh sampah plastik dapat membahayakan biota laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 335
yang memberikan manfaat sangat besar bagi jutaan penduduk yang
hidup dekat pesisir ini. Padahal, terumbu karang membutuhkan cahaya
matahari agar dapat bertahan hidup. Pemerintah telah melakukan uji
coba pengurangan sampah plastik melalui penerapan kantong belanja
plastik sekali pakai tidak gratis selama dua bulan, dan hal ini telah
diklaim berhasil oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dan,
pemerintah pun telah memiliki program lanjutan untuk mewujudkan
Indonesia Bebas Sampah pada 2020. Selain Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan pun telah
memperingatkan seluruh petani tambak dan nelayan agar tidak
membuang sampah plastik ke laut.
Hal ini pun sejalan dengan Sustainable Development
Goals (SDGs) tujuan ke-14, yaitu melestarikan dan memanfaatkan
secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk
pembangunan yang berkelanjutan. Namun, diharapkan juga peran serta
dari masyarakat untuk mengurangi sampah plastik ini. Masyarakat bisa
mengurangi sampah plastik dengan cara membawa tas belanja sendiri
saat belanja. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS,
Maret 2017, rumah tangga yang tidak pernah membawa tas belanja
sendiri sebesar 53,98 persen, dan yang selalu membawa tas belanja
sendiri sebesar 9,29 persen.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan
17.504 pulau dan 95.181 kilometer persegi garis pantai. 80% penduduk
Indonesia hidup di kawasan pesisir dan bergantung pada ekosistem
laut. Laut adalah hal yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Indonesia. Meskipun pemerintah telah berinisiatif dalam
berbagai upaya konservasi, masih terdapat berbagai ancaman yang
dapat mengganggu ekosistem laut kita.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 336
Beberapa ancaman tersebut diantaranya:
1. Buruknya kondisi terumbu karang Indonesia
Keberadaan terumbu karang memberikan ketersediaan makanan
bagi beragam jenis mahluk laut. Selain itu terumbu karang juga dapat
membantu mengurangi abrasi dan kerusakan pantai. Namun menurut
data LIPI 2012, hanya 5,3% terumbu karang Indonesia yang
tergolong sangat baik. Sisanya 27,18% berada dalam kondisi baik,
37,25% dalam kondisi cukup, dan 30,45% berada dalam kondisi buruk.
2. Jumlah hutan mangrove yang terus berkurang
Menurut laporan FAO pada tahun 2007, Indonesia memiliki
ekosistem mangrove terbesar di dunia. Dengan 48 spesies mangrove
yang ada, Indonesia menjadi pusat dari keanekaragaman hayati
mangrove dunia. Akan tetapi sejak tahun 1982 hingga tahun 2000
Indonesia telah kehilangan lebih dari setengah hutan mangrove nya,
dari 4,2 juta hektar menjadi hanya 2 juta hektar.
3. Peningkatan sedimentasi
Kegiatan ekstraksi sumberdaya tak terbarukan membawa dampak
buruk bagi ekosistem laut. Aktivitas pertambangan meningkatkan
sedimentasi dan menurunkan tingkat penetrasi cahaya yang diperlukan
oleh mahluk laut. Tingginya tingkat sedimentasi dapat menyebabkan
matinya komunitas karang.
4. Krisis Ikan
Indonesia merupakan produsen perikanan terbesar ketiga di
dunia, setelah Tiongkok dan Peru. Akan tetapi saat produksi perikanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 337
Indonesia meningkat, kita mengalami ancaman akibat krisis ganda dari
memburuknya ekosistem kelautan. Gejala tersebut mulai dapat
dirasakan untuk beberapa komoditas penting seperti pelagis besar,
pelagis kecil, udang, dan ikan demersal. Selain itu kelangkaan juga
dapat terlihat dari mengecilnya ukuran ikan dan turunnya jumlah
tangkapan. Kelangkaan ikan ini membawa dampak yang besar bagi
nelayan kecil yang menggantungkan hidup sehari-harinya pada ikan
karena mereka harus mengeluarkan bahan bakar lebih untuk mencapai
lokasi penangkapan yang semakin jauh dari tepi pantai.
Meskipun bukan ancaman secara apple to apple terhadap
angkatan bersenjata RI, tetapi hal ini penting untuk diselesaikan
mengingat bawah laut juga merupakan bagian yang perlu dilindungi dan
dibentuk strategi yang ideal untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Baik ancaman militer maupun non militer senantiasa menjadi
salah satu bagian yang perlu terus diupayakan penyelesaiannya.
Terutama dipersiapkan untuk dikelola secara baik. Sehingga di masa
yang akan datang Indonesia akan lebih siap dengan berbagai ancaman
yang berasal dari wilayah laut. Sebagai negara kepulauan dan negara
maritim terbesar, Indonesia wajib membentuk strategi pertahanan
bawah lautnya.
4.8.5 Deteksi Bawah Laut
Salah satu unsur Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan
Laut (Pushidrosal), yaitu KRI Spica-934 berhasil mendeteksi
keberadaan kapal selam yang mengalami kedaruratan, tidak bisa
muncul ke permukaan sehingga harus duduk di dasar laut perairan
Situbondo. Setelah mengetahui posisi kapal selam tersebut, tidak
Strategi Pertahanan Bawah Laut 338
beberapa lama RHIB yang beranggotakan tim penyelam dan tim
kesehatan bergerak menuju area posisi KRI Nanggala-402 untuk
melaksanakan pertolongan terhadap kru kapal selam tersebut yang
keluar dari tower Escape dimana para kru tersebut meluncur ke
permukaan melalui coning tower dengan menggunakan Submarine
Escape Immersion Equipment (SEIE) MK-11. Seluruh korban di
evakuasi ke permukaan laut dan diangkat dengan menggunakan KRI
Pulau Rengat-711 dan KRI Sultan Iskandar Muda-367 untuk
mendapatkan penanganan dan tindakan medis. Itu adalah skenario
latihan simulasi penyelamatan kapal selam yang digelar oleh Satuan
Kapal Selam Koarmada II. Latihan ini melibatkan beberapa unsur, di
antaranya KRI Sultan Iskandar Muda-367, KRI Nanggala-402, KRI
Pulau Rengat-711, KRI Spica-934, Pesud CN-235, Hely Panther dan tim
pendukung dari berbagai satuan yaitu Dislambair, Penyelam, Kopaska,
serta Dinkes.
Pada latihan tersebut, diskenariokan Kapal selam KRI Nanggala-
402 mengalami kedaruratan (Dissub), yang mengakibatkan kapal selam
tidak dapat timbul kepermukaan sehingga duduk di dasar laut untuk
Gambar 44. Rudal Bawah Laut
Strategi Pertahanan Bawah Laut 339
mendapat pertolongan. Berbagai unsur yang terlibat kemudian
melakukan pendeteksian bawah air dengan berbagai peralatan yang
dimiliki. Salah satunya adalah Peranan Kapal Bantu Hidro-oseanografi
(BHO) KRI Spica-934, dimana sebagai pendukung dalam operasi
penyelamatan dengan memberikan data hasil pencarian, pendeteksian
dan identifikasi secara akurat.
Dengan peralatan canggih yang dimilikinya, KRI Spica-934 yang
dikomandani oleh Letkol Laut (P) Hengky Iriawan, S.T. ini menggunakan
alat deteksi High Precisision Acoustic positioning (HIPAP 501) dengan
dibantu Under Water Telephone (UWT) KRI SIM 367 berusaha
melakukan pencarian posisi KRI Nanggala-402 yang berada di dasar
laut sekaligus menjalin komunikasi dalam serial latihan komunikasi
(Comex). Setelah beberapa saat, KRI Spica-934 bergerak untuk
melakukan lokalisir dengan penyapuan dengan menggunakan
MultiBeam Echosounder EM 2040. Teknik yang digunakan yaitu
melaksanakan penyapuan dengan menyalakan Water Column (WCL)
dan menggunakan frekuensi tinggi serta lebar sapuan yang terbaik. Dari
hasil pelaksanaan tersebut didapatkan posisi KRI Nanggala-402 yang
sedang duduk dasar pada kedalaman 42 meter. Segera setelah
mendapatkan posisi tersebut, tim dari KRI Pulau Rengat 711 dan KRI
SIM serta dibantu KRI Spica-934 melaksanakan sterilisasi dan
pengamanan di sekitaran area tersebut dengan dibantu oleh Heli
Panther HS-4027 dan pesud CN – 235 P8301. Latihan dapat
dilaksanakan dengan baik dan aman yang dilakukan dengan tahapan
prosedural yang tepat sehingga menghasilkan zero accident yang
diharapkan serta kesigapan dan keseriusan seluruh prajurit dalam
pelaksanaan latihan simulasi penyelamatan kapal selam pada tahun
2018.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 340
4.9 Strategi Pertahanan Bawah Laut
Kapal selam yang berada di bawah permukaan laut adalah
ancaman yang cukup serius bagi musuh. Karena keberadaanya yanh
kasat mata, susah dideteksi dengan mata telanjang. Berikut ini 8 cara
mendeteksi keberadaan Kapal Selam di dalam air:
4.9.1 Perangkat Sonar
Sonar adalah adalah alat utama yang dipakai oleh kapal
permukaan untuk menemukan kapal selam di bawah air. Sonar dapat
digunakan secara aktif maupun pasif. Secara aktif, sonar memanfaatkan
gelombang suara yang dikirim ke objek di bawah permukaan (ping).
Pantulan gelombang suara dari objek di bawah akan terbaca oleh sonar,
dan dari ini informasi mengenai jarak serta arah objek dapat diketahui.
Secara pasif, sonar dapat dipakai untuk mendengarkan transient noise
yang dibuat kapal selam di bawah air –mulai dari suara propeller
maupun segala macam pergerakan yang terjadi di interiornya. Ada
beberapa jenis sonar yang dapat dipakai, yaitu hull-mounted sonar yang
terintegrasi dengan kapal permukaan maupun kapal selam, towed array
sonar yang ditarik di belakang kapal permukaan maupun kapal selam,
dipping sonar yang dibawa oleh helikopter, sonobuoy yang dibawa oleh
pesawat, serta underwater fixed array di chokepoint lautan seperti
sistem SOSUS.
4.9.2 Radar
Radar memancarkan gelombang radio. Gelombang radio ini
dipantulkan oleh objek dan pantulannya ditangkap kembali oleh radar,
sehingga keberadaan objek tersebut diketahui. Radar dapat digunakan
untuk mendeteksi bagian kapal selam yang berada di atas air, baik
Strategi Pertahanan Bawah Laut 341
periskop, snorkel, conning tower, atau jika kapal selam tersebut
memang sedang melaju di permukaan. Kapal selam nuklir dapat
menghabiskan waktu berbulan-bulan tanpa harus timbul ke permukaan,
namun kapal selam non-nuklir harus naik ke permukaan atau
kedalaman periskop untuk memakai snorkel, dan menyalakan propulsi
diesel ketika mengambil udara saat bergerak ke medan operasi.
4.9.3 MAD
MAD (Magnetic Anomaly Detector) adalah alat deteksi kapal
selam dari udara yang membaca perubahan berkala dalam medan
magnet untuk mendeteksi kapal selam yang berada di bawah air.
Deteksi magnetik terhadap kapal selam dapat dilakukan karena ketika
suatu massa berukuran besar yang bersifat ferromagnetik bergerak di
bawah air (seperti kapal selam), pasti akan terjadi gangguan/anomali
dalam medan magnet Bumi yang dapat terdeteksi. MAD dibawa oleh
aset-aset udara pencari kapal selam dan digunakan di ketinggian
rendah. MAD dipasang di MPA, helikopter ASW, maupun blimp ASW
era Perang Dingin.
4.9.4 Direction finding
Bila kapal selam memancarkan sinyal untuk berkomunikasi
dengan aset-aset lain maupun markasnya, sinyal tersebut dapat
ditangkap dan dilacak balik ke posisi kapal selam tersebut. Hal ini
dimanfaatkan dalam WWII, dimana Sekutu menggunakan HF/DF (High
Frequency/Direction Finding) untuk menemukan arah dari suatu sinyal
radio. HF/DF dapat memberikan perkiraan kasar tentang lokasi kapal
selam sehingga konvoi Sekutu dapat menghindari ambush dari wolfpack
Strategi Pertahanan Bawah Laut 342
U-Boat, tetapi kontak HF/DF dari beberapa aset sekaligus dapat
memberikan fix yang cukup akurat untuk menindak kapal selam lawan.
4.9.5 Intelijen
Pada Perang Dunia II, ada program ULTRA, yakni kumpulan
usaha yang melibatkan SIGINT (signals intelligence), yaitu pencegatan
sinyal komunikasi lawan yang berisi informasi penting, baik dari Jerman,
Italia, maupun Jepang. Usaha intelijen Allied ini juga melibatkan
pemecahan kode rahasia lawan karena pesan-pesan ini telah di-enkripsi
oleh mekanisme tertentu, misal kode yang digunakan mesin Enigma
oleh Jerman. Pesan-pesan yang dicegat dari kapal selam yang
mengirimkan laporan dapat dipakai untuk menentukan general area
dimana kapal selam tersebut berada. Informasi ini dapat digunakan
secara defensif (merubah rute konvoi antar samudra) maupun ofensif
(memulai operasi ASW dan mengirimkan aset untuk penindakan di
lapangan). Pengumpulan intelijen masih dapat dipakai juga sekarang,
dengan beragam teknologi yang lebih luas. Misal pengawasan satelit
atas pelabuhan lawan untuk mendeteksi apakah kapal selam berada di
pelabuhan atau sedang keluar. Di era Perang Dingin, Soviet
memanfaatkan kapal-kapal survei oseanografi dan kapal-kapal intelijen
(AGI) untuk mengawasi daerah sekitar pangkalan kapal selam US,
dengan mengumpulkan informasi visual, elektronik, radar, maupun
akustik.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 343
4.9.6 Mark 1 Eyeball
Cara lama di era Perang Dunia II dan era Perang Dingin awal-
awal. Kapal selam yang mendekat ke kapal permukaan mungkin bisa
tidak terlalu terlihat dari permukaan dengan kedalaman periskop…tetapi
mereka akan terlihat dengan sangat jelas dari udara. Kapal selam masih
dapat terlihat hingga sekitar 100 kaki di bawah air dari udara, apalagi
bila dasar laut dangkal dan berpasir.
4.9.7 Wake Detection
Di kala Perang Dingin, baik Soviet maupun Barat juga berusaha
untuk mendeteksi kapal selam lewat aliran air (wake) yang ditinggalkan
di belakang kapal tersebut . Turbulensi bawah air dari wake kapal dapat
diikuti menggunakan SOKS yang dimiliki oleh kapal selam Soviet seperti
Akula-class, maupun kemungkinan HMS Trafalgar Inggris yang terlihat
memiliki alat serupa. Thermal signature dari wake kapal selam juga
dapat terdeteksi menggunakan sensor inframerah, misalnya AN/AAD-2
milik US yang dipasang di pesawat.
4.9.8 Metode Lainya
Kapal selam juga dapat dideteksi lewat jejak kimia maupun radiasi
yang ditinggalkan. Tidak hanya satu alat wake detection, SOKS juga
termasuk alat deteksi radionuklida dan spektrometer sinar gamma yang
mendeteksi elemen radiasi dari kapal selam nuklir, serta alat deteksi
seng, nikel maupun hidrogen yang ditinggalkan kapal selam. Namun
hanya ada sedikit sekali yang diketahui dari SOKS. Masih banyak juga
kemungkinan lain yang menjadi tanda tanya, misal penggunaan satelit
untuk mendeteksi periskop, snorkel dan wake kapal selam.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 344
4.10 Dinamika Lingkungan Startegis di Kawasan Asia-Pasifik
Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan yang sangat dinamis,
cepat berubah, dan penuh ketidakpastian. Situasi tersebut berdampak
bukan hanya dalam masalah ekonomi, melainkan juga dalam
masalah keamanan.Beberapa perkembangan di kawasan Asia Pasifik
yang perlu dicermati dan berpengaruh pada stabilitas keamanan
kawasan adalah perkembangan ekonomi dan militer Tiongkok, kebijakan
strategis Amerika Serikat di kawasan dan sengketa di Laut Cina Selatan
yang melibatkan beberapa negara di kawasan. Tiongkok dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan terus memodernisasi
militernya. Pertumbuhan perekonomian Tiongkok yang tinggi
menyebabkan Tiongkok memiliki peluang untuk melakukan upaya
modernisasi kekuatan dan peningkatan kapasitas Tiongkok sedang
terlibat persengketaan kawasan maritim di Laut Cina Selatan dan di Laut
Cina Timur militernya. Perkembangan tersebut telah menimbulkan
spekulasi dan tanggapan beragam di kalangan negara-negara dalam
kawasan.
Gambar 59. Pangkalan TNI AL
Strategi Pertahanan Bawah Laut 345
Kekawatiran atas kemungkinan implikasi perkembangan kekuatan
militer Tiongkok pada keseimbangan militer di kawasan sangat
beralasan mengingat Tiongkok dinilai cenderung memperlihatkan sikap
yang lebih tegas dalam pembangunan kekuatan militer dan politik luar
negerinya. Disamping itu, terlihat jelas bahwa Tiongkok sedang terlibat
persengketaan kawasan maritim di Laut Cina Selatan dan di Laut Cina
Timur. Modernisasi kekuatan militer Tiongkok telah menimbulkan suatu
dilema keamanan bagi negara- negara tetangganya. Beberapa negara
di kawasan Asia Pasifik telah membangun kekuatan militer secara
signifikan. Sebagai implikasi dari perkembangan kekuatan militer
Tiongkok yang dianggap memperlihatkan pembangunan postur militer
yang aktif dan masif. Alasan yang utama untuk melakukan modernisasi
kekuatan militer antara lain adalah untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya konflik bersenjata. Pengerahan kekuatan militer di kawasan
yang disengketakan telah menciptakan suatu situasi yang kompleks
sehingga sangat sulit untuk menjaga keseimbangan kekuatan militer.
Amerika Serikat (AS) telah menerapkan suatu kebijakan stra- tegis
yang dinamakan ―US Rebalancing Strategy‖. Strategi ini dipicu oleh tiga
faktor sebagai berikut: Pertama, munculnya kawasan Asia Pasifik
sebagai kawasan penting bagi pertumbuhan perekonomian global yang
dapat dimanfaatkan oleh AS untuk pemulihan perekonomiannya. Kedua,
berakhirnya perang di Irak danAfghanistan telah memberikan
kesempatan bagi AS untuk mengalihkan sumber daya militer,
memindahkan pasukan, dan re-orientasi kebijakan strategisnya.
Ketiga, modernisasi pertahanan Tiongkok yang telah mengubah
keseimbangan kekuatan di kawasan yang selama ini cenderung
didominasi AS. Implementasi kebijakan rebalancing strategy telah
mengubah peta kekuatan militer AS di kawasan.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 346
Rebalance sebenarnya mempunyai elemen diplomasi, ekonomi,
dan militer, tetapi elemen militer paling banyak menarik perhatian.
AS tidak akan mengurangi investasi pertahanannya di Asia Pasifik
walaupun ada kecenderungan mengurangi belanja pertahanannya. AS
telah menempatkan kekuatan marinirnya di Darwin, Australia.AS juga
telah menempatkan kapal-kapal perang pesisir (Littoral Combat Ship)
di sekitar Singapura Kebijakan Us rebalancing strategy di kawasan
Asia Pasifik dan Filipina. Hampir bersamaan, AS telah memindahkan
kekuatan pasukan marinir dari Okinawa ke Guam, Hawai dan Alaska.
Pada akhir tahun 2020, kekuatan kapal perang Angkatan Laut (AL) AS
di kawasan Pasifik akan mencapai 60% dari kekuatan AL AS. Beberapa
negara sekutu dan mitra AS di kawasan telah mengajukan keinginan
mereka agar kehadiran AS terus diperkuat untuk mengimbangi
perkembangan kekuatan militer Tiongkok. Oleh karena itu, AS telah
dan akan melakukan revitalisasi hubungan bilateral dan multilateral
keamanannya dengan negara-negara di kawasan, seperti di Australia
(The Australia, New Zealand, United States Security Treaty/ANZUS)
dan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand,
Singapura, Filipina, dan Vietnam. Penerapan strategi AS dan
implikasinya di Asia Pasifik akan atau dapat dipandang sebagai bagian
dari upaya AS untuk mengurung dan mengucilkan Tiongkok, sehingga
Tiongkok akan bereaksi dengan terus membangun kekuatan militernya.
Persengketaan di Laut Cina Selatan akan mempengaruhi stabilitas
keamanan di kawasan Asia Pasifik. Kawasan Laut Cina Selatan
merupakan kawasan strategis yang bernilai ekonomis. Kawasan ini
menjadi sangat penting karena potensi geografis dan Sumber Daya
Alam (SDA) yang dimilikinya. Kawasan tersebut merupakan jalur
pelayaran dan komunikasi internasional (jalur lintas laut perdagangan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 347
internasional). Dengan demikian, kawasan itu berpeluang untuk
dieksplorasi, namun sekaligus berpotensi menjadi persaingan yang
dapat menjurus pada konflik secara terbuka. Persengketaan di Laut
Cina Selatan berpotensi menjadi konflik karena empat alasan. Pertama,
konflik di kawasan tersebut melibatkan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara dan Asia Timur, yaitu Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei
Darussalam, Taiwan, dan Tiongkok. Kedua, Kawasan Laut Cina
Selatan merupakan kawasan strategis yang bernilai ekonomis. para
pihak yang terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan sering
menggunakan instrumen militer untuk memperkuat klaimnya. Ketiga,
ada keterlibatan negara-negara besar dalam konflik tersebut. Keempat,
belum ada bentuk institusi atau instrumen sosial yang cukup kredibel
dalam menyelesaikan persengketaan di wilayah Laut Cina Selatan.
Hingga saat ini, keenam negara yang mengklaim kawasan tersebut
tetap berada pada posisi masing-masing. Filipina, tetap mengklaim
bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan Filipina Barat namun
Tiongkok keberatan atas klaim tersebut. Selain Filipina, Vietnam juga
melakukan hal yang serupa. Vietnam melakukan klaim bahwa Laut Cina
Selatan merupakan kawasan Vietnam Utara berdasarkan bukti
sejarah.
Vietnam mengklaim telah menguasai kawasan tersebut terutama
Kepulauan Spratly dan Paracel sejak abad ke-17. Begitu pula dengan
Malaysia dan Brunei Darussalam yang melakukan klaim wilayah
tersebut atas dasar wilayah zona eksklusif ekonomi sesuai dengan
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Klaim tumpang tindih tersebut mengakibatkan adanya pendudukan
terhadap seluruh wilayah kepulauan bagian selatan kawasan Laut Cina
Selatan. Sampai saat ini, negara yang aktif menduduki sekitar kawasan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 348
ini adalah Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Sementara Tiongkok yang
baru menguasai kepulauan tersebut pada tahun 1988, secara agresif
membangun konstruksi dan instalansi militer serta menghadirkan
militernya secara rutin.
4.11 Modernisasi Kekuatan Militer
Beberapa negara di kawasan Asia Pasifik melakukan upaya
modernisasi kekuatan militernya. Sebagai salah satu konsekuensi
meningkatnya kesejahteraan nasional, beberapa negara di kawasan
telah menggunakan kesempatan tersebut untuk menambah anggaran
belanja pertahanan dalam rangka meningkatkan kapabilitas kekuatan
pertahanannya. Alasan lain dari beberapa negara melakukan
modernisasi kekuatan militernya dikarenakan adanya beberapa wilayah
di dunia dan di kawasan yang masih menyimpan potensi konflik.
Modernisasi kekuatan militer juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi
pertahanan. Beberapa negara di kawasan telah memodernisasi sistem
persenjataannya seperti peluru kendali udara ke udara, peluru kendali
darat ke udara, sistem peluru kendali bawah permukaan ke udara dan
darat, kemampuan pertempuran udara dan laut, radar penginderaan
modern, sistem peringatan dini, sistem peperangan elektronik dan
sistem peperangan siber.
Beberapa analisis untuk berbagai negara dalam melakukan
modernisasi kekuatan militernya. Dalam rangka menciptakan keamanan
maupun menangkal setiap ancaman yang muncul sebagai bentuk
strategi pertahanan:
Strategi Pertahanan Bawah Laut 349
4.11.1 Australia
Pemerintah Austra- lia berencana untuk memo- dernisasi kekuatan
Australian Defense Forces (ADF). Dalam rangka memelihara dan
meningkatkan kemampuan ADF untuk mengantisipasi perkembangan
lingkungan strategis, sejak 2009 Pemerintah Australia telah
menyetujui 129 proposal pembangunan ADF. Proposal tersebut
diantaranya, penga- daan pesawat angkut berat C-17,
pesawat C-7 Battlefield Airlift, pesawat EA-18G Growler, pesawat
tempur F/A-18F dan F-35A, kapal perang Air Warfare Destroyer,
Modernisasi kekuatan Australian Defense Forces (ADF) kapal pendarat
amfibi, kapal selam masa depan, satelit komunikasi di darat dan luar
angkasa, teleskop Pengintaian Luar Angkasa, dan pesawat pengintai
maritim P-8A. Australia sedang mempertimbangkan untuk
mengembangkan pesawat tanpa awak untuk kepentingan intelijen
pengawasan dan pengintaian, pelarangan, bantuan udara dan operasi
pengamanan perbatasan. Modernisasi ADF didukung oleh industri
pertahanan yang sedang ditransformasi agar memiliki transparansi dan
akuntabilitas yang tinggi, efektivitas, dan efisiensi yang meningkat serta
memaksimalkan anggaran yang ada.
4.11.2 India
Angkatan Bersenjata India sedang melaksanakan suatu proses
modernisasi yang masif. Pemerintah India akan membeli pesawat
tempur Rafale, helikopter serang Apache, helikopter angkut Chinook
dan pesawat Tanker A 330 serta meriam Ultra light Howitzer. India
terus mengembangkan misil Agni V yang dapat membawa hulu
ledak nuklir dengan jangkauan tembak berjarak 5000 Km. India
termasuk lima negara yang memiliki teknologi pembuatan kapal induk,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 350
kapal selam, pesawat tempur, dan tank yang didukung oleh infrastruktur
industri pertahanan yang mandiri. Modernisasi angkatan
bersenjata India.
4.11.3 Jepang
Pemerintah Jepang bersiap untuk merubah orientasi pertahanan
dari yang bersifat deterrent effect oriented menjadi response capability
oriented. Dengan perubahan tersebut Jepang akan aktif dalam
percaturan pertahanan di kawasan. Jepang memiliki pesawat F-35,
kapal induk pengangkut helikopter Izumo, mengembangkan
pembuatan kapal selam, dan pembelian pesawat tanpa awak dalam
upaya meningkatkan kemampuan militernya.Kapal induk Jepang
pengangkut helikopter Izumo.
4.11.4 Korea Selatan
Pemerintah Korea Selatan memodernisasi kekuatan militernya
dengan pengadaan kendaraan tempur lapis baja, pesawat tempur F-
35A, sistem persenjataan anti rudal Aegis dan Patriot, pengadaan
kapal selam tipe 214 generasi baru KSS-III yang dapat membawa
misil penjelajah Hyunmoo-3.
4.11.5 Malaysia
Pemerintah Malaysia memodernisasikan alutsista dengan
menambah kapal selam modern Scorpene yang dikerjakan di Perancis.
Malaysia juga melengkapi kekuatan militernya dengan membeli tank PT-
91 Twardy dari Polandia dan pesawat tempur SU-27/30 dari Rusia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 351
4.11.6 Filipina
Pemerintah Filipina melakukan modernisasi pangkalan militer
Teluk Subic dan pangkalan udara North Field di Pulau Tinian. Filipina
telah merubah peran angkatan bersenjatanya yang semula dirancang
untuk pertahanan internal kini diberikan peran untuk mewujudkan
pertahanan eksternal. Pemerintah Filipina telah melakukan negosiasi
untuk membeli pesawat tempur dari Korea Selatan dan bahkan
mempertimbangkan untuk pengadaan Frigate yang dipersenjatai
dengan rudal dari Italia.
4.11.7 Singapura
Pemerintah Singapura terus memperbaharui angkatan
bersenjatanya. Singapura telah mampu mengubah kekuatan angkatan
bersenjatanya menjadi kekuatan militer yang modern. Modernisasi
kekuatan militer Singapura tidak hanya kapal selam, tapi juga pesawat
tempur F-15SG dan F-16 C/D yang didukung oleh beberapa jaringan
Airbone Early Warning Modernisasi kekuatan militer Singapura and
Control (AEW & C) serta pesawat pengisi bahan bakar di udara.
Singapura juga akan menerima tambahan kapal selam kelas Archer dan
kemungkinan akan menjadi negara Asia kedua, setelah Jepang, untuk
mendapatkan F-35 Joint Strike Fighter Amerika.
4.11.8 Vietnam
Pemerintah Vietnam membangun sistem pertahanan udara yang
modern dengan menda- tangkan pesawat Sukhoi Su-30MK2 dari
Rusia. Vietnam juga akan memperkuat jajaran angkatan lautnya dengan
kapal selam kelas Varshavyanka (penyempurnaan dari kelas Kilo) yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 352
dilengkapi dengan teknologi siluman (stealth). ketegangan dan
kompetisi kekuatan militer di kawasan Asia Pasifik. Dinamika
perkembangan ini membawa pengaruh terhadap strategi pertahanan
Indonesia dalam rangka ikut serta menjaga stabilitas keamanan di
kawasan.
4.12 Isu Perbatasan Antar Bawah air
Kawasan Asia Pasifik masih terdapat sengketa perbatasan
yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan oleh pihak-pihak yang
bertikai. Fakta empiris menyatakan bahwa salah satu penyebab utama
terjadinya perang adalah persoalan batas wilayah. Di Laut Cina Timur
masih terjadi saling klaim atas kepemilikan Pulau Senkaku menurut
Jepang atau Diaoyu menurut Tiongkok. Terkait dengan sengketa di
wilayah Laut Cina Timur, Tiongkok telah menetapkan Zona identifikasi
Pertahanan Udara atau Air Defence Identification Zone (ADIZ) secara
sepihak yang tumpang tindih dengan sebagian wilayah Jepang dan
Korea Selatan. Perkembangan di Laut Cina Timur akan meningkatkan
kompleksitas permasalahan. Walaupun penerapan ADIZ merupakan
hal yang lazim dan merupakan hak dari negara berdaulat di
wilayahnya, namun ADIZ dinilai kontroversial oleh negara-negara di
sekitarnya. ADIZ dianggap bukan hanya sebagai instrumen
kedaulatan tetapi juga instrumen kekuasaan atas wilayah suatu
negara. Kepemilikan Pulau Senkaku di Laut Cina TImur masih menjadi
perdebatan klaim Sengketa perbatasan juga terjadi kawasan
Laut Cina Selatan yang mempersoalkan tumpang tindih pengakuan
batas wilayah di Kepulauan Spratly dan Paracel yang melibatkan
Tiongkok dengan beberapa negara di Asia Tenggara, yaitu Malaysia,
Strategi Pertahanan Bawah Laut 353
Filipina, Vietnam, dan Brunei. Persoalan ini mengundang perhatian
dunia, khususnya AS, dan beberapa negara lain yang berkepentingan
dengan jalur pelayaran dan perdagangan serta kebebasan bernavigasi
dan jalur komunikasi di daerah tersebut. Indonesia memiliki kepentingan
untuk mengikuti perkembangan situasi di Laut Cina Selatan.
Sejak tahun 1994 terdapat tumpang tindih klaim batas Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Cina Selatan sebelah utara Kepulauan
Natuna berdasarkan nine-doted-lines yang ditentukan secara sepihak
oleh Tiongkok. Saat ini Tiongkok masih menerapkan kebijakan low
profile terkait klaim wilayah perairan di utara Kepulauan Natuna.Apabila
Tiongkok secara sepihak menguasai ZEE Indonesia di utara Kepulauan
Natuna, maka akan mempengaruhi peluang Indonesia untuk mengelola
potensi SDA seperti perikanan, minyak, dan gas. Indonesia dan
Malaysia masih memiliki masal ah perbatasan darat dan laut. Kedua
negara memiliki perbatasan darat sepanjangM2.004 Km. Di sepanjang
perbatasan darat masih terdapat sembilan permasalahan Outstanding
Boundary Problems (OBP) yaitu di Pulau Kalimantan dan satu OBP
masih dalam kajian. Sementara permasalahan batas laut sedang
dirundingkan secara intensif, terutama masalah laut teritorial di Selat
Malaka bagian selatan, perairan Tanjung Datu, Laut Sulawesi, perairan
sebelah utara Pulau Bintan. Sedangkan batas ZEE antara lain di Selat
Malaka, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulawesi yang meliputi perairan
sekitar Blok Ambalat. Klaim Malaysia atas sebagian wilayah perairan
Blok Ambalat serta belum terselesaikannya perundingan batas darat
dan batas laut berpotensi menjadi tantangan, sumber ketegangan dan
konflik. Permasalahan di perbatasan berpotensi menyebabkan
ketegangan dan konflik. Selain masalah perbatasan yang belum
terselesaikan dengan beberapa negara tetangga, Indonesia juga
Strategi Pertahanan Bawah Laut 354
memiliki 92 pulau-pulau kecil terluar/terdepan, diantaranya ada 12 pulau
yang memerlukan prioritas dalam pengelolaan agar kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI dapat terjaga. Permasalahan perbatasan negara
yang belum tuntas dan kondisi pulau-pulau kecil terluar/terdepan yang
belum dikelola dengan baik dari aspek keamanan dan aspek
kesejahteraan berpotensi memberikan peluang bagi pihak-pihak tertentu
untuk mengambil alih sebagian wilayah Indonesia di perbatasan.
4.13 Konflik Intra dan Antar Bawah air
Konflik intra dan antarnegara masih terjadi di beberapa kawasan
dunia. Di kawasan Afrika masih terjadi konflik internal, bahkan sampai
perang saudara yang menyebabkan terjadinya korban, kekerasan, dan
pengungsian penduduk. Konflik terjadi karena dipicu masalah
pertarungan politik dan kekuasaan, ketidakpuasan dan ketidakadilan
sosial dan ekonomi, persaingan akses ke sumber daya, penindasan
serta kepemimpinan yang korup dan tidak demokratis. Konflik intra
negara cenderung bereskalasi dan bertransformasi. Konflik yang terjadi
di beberapa kawasan di Kongo, Mali, Suriah, Sudan, Sudan Selatan,
Afrika Tengah, Israel-Palestina, Irak, Afghanistan, Pakistan, dan Filipina
masih terus berlangsung, bahkan cenderung meningkat dan berubah
menjadi perang sipil yang sulit diselesaikan. Sementara, konflik
antarnegara masih berpotensi terjadi di Semenanjung Korea karena
para pihak yang terlibat cenderung saling melakukan tindakan yang
bersifat provokatif. Upaya penyelesaian konflik tersebut melalui
mekanisme perundingan Six Party Talk (SPT) masih menemui jalan
buntu. Intervensi militer ke negara-negara yang terlibat konflik.
Dalam rangka membantu menyelesaikan dan atau untuk melindungi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 355
penduduk sipil agar tidak menjadi korban konflik intra dan
antarnegara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Dewan
Keamanan akan melakukan langkah-langkah salah satunya adalah
mengeluarkan resolusi.
Kebijakan dalam mengeluarkan resolusi sesuai kepentingannya
dimulai dari resolusi yang bersifat lunak seperti pelarangan terbatas,
embargo hingga resolusi yang bersifat keras seperti intervensi militer
terhadap negara-negara yang dinilai tidak mampu melindungi
keselamatan penduduk sipil. Intervensi militer dilakukan atas dasar
mandat Dewan Keamanan PBB dan norma serta tanggung-jawab untuk
melindungi (Responsibility to Protect/R2P) dan Protection of the Civilian
(POC) yang diterapkan oleh beberapa negara. Dijelaskan dalam R2P
bahwa apabila negara tidak mampu untuk melakukan perlindungan
terhadap negaranya maka kewajibannya akan bergeser kepada
komunitas internasional, dalam hal ini Dewan Keamanan (DK) PBB.
Sebagai jalan terakhir, DK PBB akan memberi mandat intervensi militer
ke negara tersebut walaupun tanpa izin negara yang bersangkutan
dalam rangka melindungi warga sipil. Protection of the Civilian (POC)
adalah seluruh kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan penghormatan
atas hak-hak individu yang sesuai dengan semangat dan isi lembaga-
lembaga hukum seperti Universal Declaration on Human Right 1948,
Hukum Humaniter Internasional, dan hukum terkait para pengungsi.
Organisasi kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (HAM) akan
melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut dengan tidak berpihak
(impartial manner), dalam arti tidak dilandasi atas dasar ras, bangsa,
asal suku, bahasa, ataupun jenis kelamin.
Konflik yang cenderung meningkat di beberapa kawasan dunia,
terutama di Afrika, Timur Tengah, dan Semenanjung Korea akan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 356
menyita perhatian DK PBB. Peran penting untuk menciptakan tatanan
dalam menyelesaikan konflik di dunia akan semakin meningkat. Dengan
demikian, pengerahan pasukan perdamaian PBB melalui Peace
Keeping Operation (PKO) akan semakin meningkat.
4.14 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perubahan strategis dunia saat ini merupakan produk globalisasi
yang didorong oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Dunia sedang mengalami kemajuan di bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan seperti teknologi informasi dan komunikasi, bioteknologi,
teknologi nano, perkembangan teknologi persenjataan pemusnah
massal, maupun pesawat tak berawak dan berbagai teknologi lainnya.
Kemajuan di bidang teknologi ini membawa dampak positif
maupun negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan telah membawa
kepada situasi keamanan dunia yang mengkhawatirkan, antara lain
penggunaan ruang siber yang berimplikasi pada kejahatan siber dan
bersifat tak mengenal batas; rekayasa genetika bioteknologi yang
berimplikasi negatif; kemampuan teknologi nano yang mampu membuat
produk sangat kecil sehingga sulit dideteksi misalnya alat penyadap
dalam sebuah komputer; rekayasa teknologi penerbangan dan nuklir
dalam pembuatan senjata nuklir maupun wahana peluncur baik roket,
peluru kendali maupun wahana terbang tidak berawak yang mampu
melakukan pengintaian dan penghancuran yang dahsyat, serta teknologi
ruang angkasa yang dimanfaatkan untuk mengeksplorasi ruang
atmosfir. Ruang atmosfir dimana di dalamnya termasuk Geostationary
Orbit (GO) yang dikategorikan sebagai ruang global berpotensi dan
dimanfaatkan oleh negara maju. Indonesia sebagai negara equatorial
terpanjang di atasnya terdapat 12,82% dari GO yang membentang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 357
sepanjang katulistiwa. GO merupakan SDA terbatas yang memiliki
karakteristik Kemajuan di bidang teknologi dapat membawa dampak
positif maupun negatif bagi dunia Kemajuan teknologi dan informasi
menyebabkan berbagai sektor kehidupan terhubung dalam suatu ruang
siber yang tercipta oleh jaringan, kabel, dan alamat Internet Protocol (IP)
melalui komputer dan sarana lain. khas dapat ditempati satelit untuk
keperluan telekomunikasi, penyiaran, pemantauan cuaca navigasi lalu
lintas laut dan udara serta untuk penginderaan atau pengintaian jarak
jauh. Semua pihak dapat memanfaatkan wahana dirgantara ini untuk
keperluan kesejahteraan dan kepentingan bagi umat manusia
berdasarkan Space Treaty tahun 1967 pasal (1). Namun, pada
kenyataannya penggunaan ruang angkasa cenderung dikemas
untuk kepentingan teknologi dan ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi
oleh negara-negara maju. Pemanfaatan GO serta ruang angkasa untuk
kepentingan militer masih sangat dirahasiakan dan hanya dikuasai
oleh negara-negara tertentu. Ruang angkasa tidak hanya dapat
mengancam keamanan dan keselamatan negara lain melalui
penggunaan satelit mata-mata, tetapi juga dapat menjadi sumber
ancaman karena adanya sampah ruang angkasa. Saat ini diperkirakan
jumlah sampah ruang angkasa mencapai 13.000 ukuran besar dan 700
ribu ukuran 1 cm. Sampah- sampah tersebut dapat mengancam
keselamatan masyarakat apabila jatuh di suatu wilayah yang
berpenduduk. Selain faktor alami, faktor lainnya juga dapat
mengakibatkan jatuhnya sampah ruang angkasa.
Revolusi di bidang teknologi informasi telah mengubah lingkungan
keamanan strategis secara signifikan. Lingkungan keamanan pada abad
ke-21 telah berubah secara cepat dan signifikan seiring dengan
penggunaan jaringan komunikasi dan informasi, terutama internet oleh
Strategi Pertahanan Bawah Laut 358
masyarakat modern, termasuk di sektor pertahanan. Kemajuan
teknologi dan informasi telah menyebabkan berbagai sektor kehidupan
menjadi terhubung dalam suatu ruang siber yang tercipta oleh jaringan,
kabel, dan alamat Internet Protocol (IP) melalui komputer dan sarana
lain. Perorangan dan komunitas terhubung, tersosialisasi, dan
terorganisasi secara mendunia dalam dan melalui ruang siber. Di
samping memberikan suatu dampak positif dari sisi informasi dan
komunikasi, kecenderungan tersebut telah menciptakan suatu peluang
bagi terjadinya kejahatan siber. Dari aspek pertahanan, ruang siber
telah menghasilkan domain kelima yang dapat dijadikan sebagai
medan peperangan, selain medan perang darat, laut, udara, dan ruang
angkasa. Aktor negara dan aktor nonnegara akan memanfaatkan ruang
siber untuk mengancam kepentingan dan keamanan negara lain.
Sektor pertahanan negara memiliki kerawanan terhadap serangan
melalui siber. Penggunaan sistem, peralatan, dan platform berbasis
internet cenderung semakin meluas di sektor pertahanan. Namun,
teknologi sistem pengamanan jaringan dan informasi sering tertinggal.
Kerawanan tersebut akan dieksploitasi oleh aktor tidak dikenal dan
organisasi intelijen asing untuk mencari informasi dari jaringan rahasia
maupun tidak rahasia dan atau untuk mengganggu atau merusak
jaringan informasi dan komunikasi. Serangan terhadap sistem informasi
dan komunikasi juga dapat berbentuk serangan virus dan transmisi data
dalam jumlah yang sangat besar secara simultan.
4.15 Hakikat Pertahanan bawah air Bawah Permukaan
Pertahanan bawah air pada hakikatnya adalah pertahanan
negara yang bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 359
pada kesadaran terhadap hak dan kewajiban seluruh warga negara
serta keyakinan akan kekuatan sendiri. Kesemestaan mengandung
makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional,
sarana prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai
satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh dalam tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya pertahanan yang bersifat semesta merupakan model yang
dikembangkan sebagai pilihan bagi pertahanan Indonesia yang
diselenggarakan dengan keyakinan pada kekuatan sendiri
berdasarkan atas hak dan kewajiban warga negara dalam usaha
pertahanan negara. Meskipun Indonesia mencapai tingkat
kemajuan dalam membangun kemandirian bangsa, tetapi model
kesemestaan tetap menjadi pilihan strategis untuk dikembangkan
dengan menempatkan warga negara sebagai subjek pertahanan
negara sesuai dengan perannya masing- masing.
Sistem pertahanan negara yang bersifat semesta bercirikan
kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Kerakyatan artinya orientasi
pertahanan diabadikan bersama rakyat dan untuk kepentingan seluruh
rakyat. Kesemestaan artinya seluruh sumber daya dan sarana
prasarana nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
Kewilayahan artinya gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara
menyeluruh di wilayah NKRI sesuai dengan kondisi geografi
Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus sebagai negara maritim.
4.16 Sistem Pertahanan bawah air Bawah Permukaan
Pertahanan negara Indonesia diselenggarakan dalam suatu sistem
pertahanan semesta. Bentuk pertahanan yang dikembangkan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 360
melibatkan seluruh warga negara, wilayah, segenap sumber daya dan
sarana prasarana nasional, yang dipersiapkan secara dini oleh
Pemerintah, serta diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan
berlanjut. Sistem pertahanan semesta mengintegrasikan pertahanan
militer dan pertahanan nirmiliter, melalui usaha membangun kekuatan
dan kemampuan pertahanan negara yang kuat dan disegani serta
memiliki daya tangkal yang tinggi. Dipersiapkan secara dini berarti
sistem pertahanan semesta dibangun secara berkelanjutan dan terus-
menerus, untuk menghadapi berbagai jenis ancaman baik ancaman
militer, nonmliter, maupun hibrida. Berbagai jenis ancaman ini secara
akumulatif dapat dikelompokkan dalam bentuk ancaman nyata dan
belum nyata.
Tatanan segenap unsur kekuatan diselenggarakan secara
menyeluruh, terpadu dan terarah dibawah kesatuan komando dengan
memadukan strategi pertahanan, sehingga merupakan satu totalitas
pertahanan negara. Menghadapi ancaman militer, menempatkan TNI
sebagai Komponen Utama didukung Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung melalui suatu mobilisasi sesuai ketentuan
perundang-undangan. Menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan
K/L diluar bidang pertahanan sebagai Unsur Utama didukung oleh
Unsur Lain Kekuatan Bangsa termasuk Pemda. Sedangkan
menghadapi ancaman hibrida, dilaksanakan secara terpadu dengan
mengerahkan kekuatan militer dan kekuatan nirmiliter sesuai kebijakan
dan keputusan politik negara.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 361
4.17 Fungsi Pertahanan bawah air Bawah Permukaan
Pertahanan bawah air berfungsi untuk mewujudkan dan
mempertahankan seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan
pertahanan, yang mampu melindungi kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, serta keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman,
baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri.
Upaya mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI
sebagai satu kesatuan pertahanan diselenggarakan dalam fungsi
penangkalan, penindakan, dan pemulihan.
Fungsi penangkalan merupakan perwujudan usaha pertahanan
negara dari seluruh kekuatan nasional yang memiliki efek psikologis
untuk mencegah dan meniadakan setiap ancaman, baik dari atas
permukaan air maupun yang timbul dari bawah permukaan.
Penangkalan dilaksanakan secara fisik dan nonfisik, dengan melakukan
upaya membangun dan membina kemampuan secara terintegrasi
sesuai fungsi pertahanan negara. Fungsi penindakan dalam
menghadapi ancaman militer dilaksanakan dengan mengerahkan
kekuatan pertahanan militer sesuai dengan mekanisme sistem
pertahanan semesta. Dalam menghadapi ancaman militer yang berasal
dari bawah permukaan, penyelenggaraan fungsi penindakan
disesuaikan dengan bentuk ancaman untuk menentukan jenis tindakan
yang diambil serta kekuatan pertahanan negara yang digunakan.
Ancaman militer berupa agresi dihadapi dengan perang, dan bagi
Indonesia penyelenggaraan perang dilaksanakan secara total dalam
wujud perang semesta. Fungsi penindakan dalam menghadapi
ancaman hibrida, menempatkan kekuatan militer dan nirmiliter secara
terpadu sesuai hakikat ancaman yang dihadapi dengan memperhatikan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 362
kemampuan secara profesional dan proporsional. Penindakan terhadap
ancaman hibrida dilakukan dengan pola pertahanan militer yang
menepatkan TNI sebagai Komput diperkuat oleh Komcad dan
Komduk, serta bekerja sama dengan K/L diluar bidang pertahanan
sebagai Unsur Utama dan didukung oleh Unsur Lain Kekuatan Bangsa.
Fungsi pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan
negara yang dilaksanakan secara terpadu oleh kekuatan pertahanan
militer dan nirmiliter untuk mengembalikan kondisi keamanan negara
yang telah terganggu akibat perang, serangan torpedo, kapal selam,
bencana alam atau akibat ancaman nonmiliter lainnya.
4.18 Prinsip-Prinsip Dasar Penyelenggaraan Bawah Permukaan
Indonesia selalu mendorong terciptanya perdamaian, keamanan,
stabilitas, dan kesejahteraan dalam pergaulan dunia melalui politik luar
negeri yang bebas aktif disertai prinsip menjaga kemurnian sebaga
negara nonblok. Indonesia tidak memihak kepada salah satu blok dan
menempuh cara-cara dialog dalam menangani masalah internasional,
turut serta memelihara perdamaian dunia, dan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara, bangsa Indonesia menjunjung
tinggi asas demokrasi yang mengutamakan kesetaraan dan
kebersamaan. Hal ini dilakukan dalam menyelesaikan suatu masalah
melalui kesepakatan bersama, sebagai bagian dari diplomasi
pertahanan, dengan berpedoman pada upaya untuk memperbesar
persamaan dan memperkecil perbedaan dalam rangka meredam konflik.
Indonesia berkomitmen untuk hidup berdampingan secara damai dan
menghormati kedaulatan masing-masing negara. Indonesia
berpandangan bahwa negara tetangga adalah sahabat yang memiliki
Strategi Pertahanan Bawah Laut 363
komitmen bersama untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan.
Membangun kesamaan pandangan sangat diperlukan dalam
hubungan internasional, baik bilateral maupun multilateral.
4.19 Kebijakan Strategi Pembinaan Kemampuan Bawah Laut
4.19.1 Kebijakan Pertahanan bawah air Bawah Permukaan
Kebijakan pertahanan bawah air bawah air diimplementasikan
melalui berbagai upaya dalam pengelolaan sumber daya dan sarana
prasarana nasional guna mengatasi berbagai bentuk ancaman.
Kebijakan ini dikembangkan dengan tetap berpedoman kepada visi, misi
Pemerintahan dalam pembangunan nasional yang juga merupakan visi
dan misi dalam pembangunan pertahanan bawah air bawah air, yaitu:
―Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong‖, yang dijabarkan melalui tujuh misi
pembangunan:
Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai bawah air kepulauan.
Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis
berlandaskan bawah air hukum.
Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai bawah air maritim.
Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju,
dan sejahtera.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 364
Mewujudkan Indonesia menjadi bawah air maritim yang mandiri,
maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Agenda Prioritas Pertahanan bawah air Bawah air. Untuk menuju
Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang
ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, pemerintah telah
merumuskan sembilan agenda prioritas yang juga sebagai pedoman
agenda prioritas pembangunan pertahanan bawah air bawah air,
meliputi:
Menghadirkan kembali bawah air untuk melindungi segenap bangsa
dan memberikan rasa aman pada seluruh warga bawah air
Indonesia
Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka Bawah air Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
Internasional.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan
sektorsektor strategis ekonomi domestik.
Melakukan revolusi karakter bangsa.
Memperkuat kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 365
Guna terwujudnya visi, misi dan agenda prioritas pertahanan
bawah air, maka dirumuskan kebijakan pertahanan bawah air bawah
airsebagai acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan
pengawasan sistem pertahanan bawah air bawah air yang meliputi
segala upaya untuk membangun, memelihara, serta mengembangkan
secara terpadu dan terarah segenap komponen pertahanan bawah air
bawah airmencakup kebijakan pembangunan, pemberdayaan, maupun
pengerahan pertahanan bawah air bawah airdengan didukung kebijakan
regulasi, penganggaran dan pengawasan.
4.19.2 Strategi Pertahanan bawah air Bawah Permukaan
Pertahanan bawah air bawah airdiselenggarakan melalui suatu
strategi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis yang telah
ditetapkan. Strategi tersebut dirumuskan dalam tiga substansi dasar,
meliputi: ‗apa yang dipertahankan, bagaimana cara mempertahankan
dan dengan apa mempertahankan‘, yang dijabarkan dalam bentuk
tujuan dan sasaran, cara mencapai sasaran dan sumber daya yang
digunakan. Penerapan strategi pertahanan bawah air yang bersifat
semesta tetap mengacu pada pembangunan sistem pertahanan bawah
air bawah airyang dibangun dalam skala prioritas melalui: peningkatan
profesionalisme TNI, penyiapan dan pengembangan kekuatan rakyat,
serta pengembangan teknologi pertahanan bawah air dalam mendukung
ketersediaan Alutsista.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 366
4.19.3 Pembinaan Kemampuan Pertahanan bawah air Bawah
Permukaan
Pembinaan kemampuan pertahanan bawah air bawah airdilakukan
melalui pembinaan terhadap sumber daya dan sarana prasarana
nasional, nilai-nilai, teknologi dan dana untuk didayagunakan dalam
meningkatkan kemampuan pertahanan bawah air.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor sentral yang menjadi
subyek (tumpuan) bagi pengelolaan sumber daya nasional yang
bertumpu pada totalitas kemampuan/profesionalisme dan kesadaran
bela negara setiap warga negara untuk kepentingan pertahanan
bawah air . Pengembangan kemampuan SDM pertahanan bawah air
negara dilaksanakan dalam rangka mengelola dan mendayagunakan
seluruh sumber daya nasional untuk menghadapi setiap ancaman.
Sumber Daya Alam/Buatan
Pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam/buatan secara
profesional dan proporsional dalam mendukung suksesnya
pembangunan nasional di segala bidang merupakan modalitas
sekaligus kekuatan dalam mendukung pertahanan bawah air.
Sarana dan Prasarana Nasional
Ketersediaan sarana dan prasarana nasional yang dikelola dan
didayagunakan secara profesional yang dilandasi kesadaran
bela negara warga negara dalam mendukung suksesnya
pembangunan nasional di segala bidang, merupakan modalitas dan
kekuatan dalam mendukung pertahanan bawah air.
Nilai-Nilai
Strategi Pertahanan Bawah Laut 367
Komitmen dan kepatuhan seluruh warga negara dalam membangun
kekuatan bangsa dengan segenap pranata, prinsip dan kondisi yang
diyakini kebenarannya serta digunakan sebagai instrumen pengatur
kehidupan moral, identitas, karakter serta jatidiri bangsa yang
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 merupakan modalitas
yang mampu mendinamisasikan pembangunan nasional di segala
bidang. Dalam perspektif pertahanan bawah air, nilai-nilai tersebut
menjadi landasan aktualisasi cinta tanah air, kesadaran berbangsa
dan bernegara, rela berkorban bagi bangsa dan
Teknologi
Penguasaan dan profesionalisme setiap warga negara di bidang
teknologi yang berdaya saing dalam rangka pengelolaan sumber
daya dan sarana prasarana nasional secara mandiri merupakan
kekuatan dalam melaksanakan pembangunan nasional disegala
bidang. Penguasaan teknologi yang dilandasi kesadaran bela negara
merupakan modalitas yang mendukung kemandirian bangsa dalam
memenuhi ketersediaan barang dan jasa dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia, pengembangan energi, pengelolaan
sumber daya mineral, industrialisasi, sosial budaya,
ekonomi serta pertahanan bawah air.
Dana Pengelolaan dan pendayagunaan ketersediaan dana secara efektif,
efisien dan akuntabel merupakan dukungan bagi terlaksananya
pembangunan nasional disegala bidang, termasuk dalam
pengelolaan pertahanan bawah air
Strategi Pertahanan Bawah Laut 368
4.20 Kerjasama Internasional
4.20.1 Kerjasama Internasional Bidang Pertahanan Bawah Air
Kerja sama internasional bidang pertahanan diselenggarakan
untuk membangun sikap saling percaya antarnegara dengan prinsip
saling menghormati kedaulatan negara lain, tidak mencampuri urusan
dalam negeri, saling menguntungkan, sekaligus sebagai instrumen
dalam mencegah konflik antarnegara. Kerja sama tersebut juga
bertujuan membangun kapasitas pertahanan bagi peningkatan
profesionalisme prajurit TNI melalui bidang pendidikan, latihan, dan
kerja sama industri pertahanan. Kerja sama internasional dikembangkan
sebagai salah satu instrumen diplomasi pertahanan dalam mewujudkan
kepentingan nasional di bidang pertahanan yang akan diefektifkan
melalui langkah-langkah konkret dan saling menguntungkan. Sejalan
dengan itu, kerja sama internasional di bidang pertahanan merupakan
salah satu jembatan bagi terwujudnya stabilitas keamanan kawasan.
4.21 Kerjasama Bilateral
Kerja sama bilateral di bidang pertahanan dimaksudkan sebagai
upaya merealisasikan diplomasi pertahanan, yang penyelenggaraannya
lebih dikembangkan untuk membangun saling percaya (trust building),
mencari solusi damai bagi penanganan isu-isu keamanan yang menjadi
perhatian kedua belah pihak. Pada dasarnya Indonesia terbuka secara
luas untuk membangun hubungan bilateral dengan berbagai negara di
dunia.
4.21.1 Brunei
Perjanjian kerja sama bidang pertahanan yang ditandatangani
Menteri Pertahanan Indonesia dan Menteri Pertahanan Brunei telah
diratifikasi pada tahun 2010 dengan ruang lingkup pertukaran data
Strategi Pertahanan Bawah Laut 369
teknis dan ilmiah, dukungan produksi dan pelayanan, pertukaran
informasi intelijen, ilmu pengetahuan, teknologi pertahanan dan
pendidikan. Sejumlah kegiatan kerja sama pertahanan kedua negara
pada setiap tahun berada pada level yang cukup signifkan, antara
lain melalui kunjungan antar pimpinan Kemhan dan Angkatan
Bersenjata, Latihan Bersama antara TNI dan Angkatan Bersenjata
Brunei serta pengiriman perwira siswa.
4.21.2 Filipina
Nota Kesepahaman mengenai pembentukan Komisi Bersama
Indonesia-Filipina ditandatangani pada tahun 1993, dengan
menghasilkan berbagai kesepakatan kerja sama pertahanan,
termasuk di bidang pendidikan. Selanjutnya, 1997 menandatangani
persetujuan tentang kegiatan bersama di bidang pertahanan dan
keamanan dengan lingkup pendidikan, latihan gabungan,
pengembangan SDM, pengembangan kerja sama operasi dan
logistik, komunikasi, teknologi, sistem dukungan logistik termasuk
pemeliharaan dan perbaikan. Persetujuan tersebut telah diratifkasi
oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007.
Dalam aspek perbatasan, kerja sama kedua negara telah berlangsung
cukup efektif melalui kegiatan, seperti patroli perbatasan, komunikasi,
pengaturan lintas batas, dan intelijen dalam wadah Joint Border
Committee (JBC) atau Komite Perbatasan Bersama Indonesia-
Filipina. Kedua negara telah menjalin kerja sama penanganan
ancaman keamanan lintas negara, terutama penanganan terorisme.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 370
4.22 Kerjasama Multilateral
Kerja sama multilateral baik di kawasan maupun internasional
meliputi kerja sama dalam kerangka ASEAN, forum dialog regional
maupun internasional, kerja sama dalam mendukung misi perdamaian
dunia, dan kerja sama dalam rangka bantuan kemanusiaan.
4.22.1 Kerja Sama Dalam Kerangka ASEAN
Dalam melaksanakan kerja sama dengan negara-negara di
kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjunjung tinggi norma kerja
sama, prinsip regionalisme, dan sentralitas ASEAN khususnya
komitmen bersama untuk mencari solusi damai dalam setiap
permasalahan yang timbul. Pilar ASEAN Political and Security
Community (APSC) mendorong lebih mengedepankan perwujudan
komitmen membangun kerja sama pertahanan yang lebih nyata dan
praktis sehingga menyentuh permasalahan yang dihadapi. Indonesia
menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan dalam upaya
menjaga kedaulatan negara serta berperan aktif dalam mewujudkan
terciptanya stabilitas. Melalui dialog dan konsultasi, Indonesia berupaya
menjadi fasilitator dalam menangani konflik yang timbul. ASEAN
Defence Ministers‘ Meeting (ADMM) merupakan wadah kerja sama
pertahanan Indonesia dengan negara anggota ASEAN, sedangkan
ASEAN Defence Ministers‘ Meeting Plus merupakan wadah kerja sama
pertahanan negara anggota ASEAN dengan negara mitra wicara
ASEAN.
Pada forum kerja sama pertahanan di kawasan Asia-Pasifik,
Indonesia menjadi bagian dari ASEAN Regional Forum (ARF). Forum ini
digunakan sebagai tempat untuk melakukan dialog dalam berbagai isu
Strategi Pertahanan Bawah Laut 371
di bidang politik dan keamanan yang menjadi perhatian bersama.
Disamping itu, Indonesia juga melakukan forum dialog kerjasama bidang
pertahanan dengan beberapa negara mitra dialog.
Forum dimaksud antara lain: ASEAN-US Ministers‘ Defence
Informal Meeting, ASEAN-Cina Defence Ministers‘ Informal Meeting,
ASEAN-Japan Defence Ministers‘ Informal Meeting, ASEAN-Japan
Defence Vice-Ministerial Meeting. Pada dasarnya Indonesia terbuka
secara luas untuk membangun kerja sama multilateral dengan negara-
negara di dunia demi terciptanya kawasan yang stabil, aman, dan
damai.
4.22.2 Kerja Sama Dalam Misi Perdamaian Perserikatan Bangsa-
Bangsa
Peran serta Indonesia dalam pengiriman pasukan TNI pada
operasi pemeliharaan perdamaian merupakan amanat Pembukaan UUD
NRI 1945, dalam rangka ikut serta mewujudkan perdamaian dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Partisipasi Indonesia telah memberikan bobot yang semakin baik
terhadap hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri yang
bebas aktif. Hingga saat ini Indonesia telah berpartisipasi dalam
sembilan misi perdamaian PBB dengan jumlah personel sebanyak 2680
orang, yaitu misi UNIFIL di Lebanon, misi MONUSCO di Kongo, misi
MINUSCA di Republik Afrika Tengah, misi UNAMID di Darfur Sudan,
misi UNISFA di Abyei Sudan, misi UNMIL di Liberia, misi MINURSO di
Marroko, misi UNMISS di Sudan Selatan dan misi MINUSMA di Mali.
Pengiriman personel TNI dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang diharapkan akan mencapai 4.000 orang pada tahun
2019. Sampai dengan saat ini personel TNI yang tergabung dalam misi
Strategi Pertahanan Bawah Laut 372
perdamaian terdiri atas beberapa macam penugasan yaitu pasukan
militer, pengamat militer, dan staf militer. Indonesia juga mengirim
beberapa Alutsista TNI seperti kapal perang (KRI) yang tergabung
dalam Maritime Task Force (MTF) misi UNIFIL Lebanon dan pengiriman
pesawat heli MI-17 yang bertugas di misi MINUSMA Mali.
4.23 Strategi Pertahanan Laut Dalam Perspektif Hidrografi
Analisis temuan ini adalah ada upaya serius memetakan kondisi
fisik Perairan Natuna dan sekitarnya, terutama paramater fisik untuk
mengetahui ―dinamika daerah kedap rambatan suara‖ yang sangat
penting untuk jalur bergerak kapal selam, sekaligus upaya pemetaan
potensi migas nasional.
Selain itu juga terdapat alat bernama ARGO Float, yaitu alat yang
digunakan untuk mengamati suhu, salinitas, arus dan juga bioptik di
lautan. Argo ini telah berkembang menjadi komponen utama dalam
sistem pengamatan laut. Data yang dihasilkan adalah Conductivity,
temperature, depth, dan kecepatan suara.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 373
Argo ini juga ditemukan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu sistem
pertahanan bawah laut, untuk menghindari bocornya data kedalaman
laut Indonesia kepada asing. Harus ada pengawasan dan penegakkan
hukum terhadap hal ini.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 374
4.23.1 Peta Potensi Bahaya Ranjau di Wilayah Indonesia
Pemetaan terhadap potensi bahaya ranjau di wilayah Indonesia ini
merupakan salah satu strategi sistem pertahanan bawah laut. Ranjau
terbagi menjadi ranjau sisa Perang Dunia I dan Perang Dunia II serta
Ranjau Modern.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 375
Konsep Peta Medan Ranjau
4.23.2 Aksi Pushidrosal Terhadap Pembangunan Strategi
Pertahanan Bawah Laut Pushidrosal Menyediakan Data
Bagi Kepentingan Hidrografi.
Dalam hal ini Pushirdrosal membangun IMaGIC sebagai
Implementasi MSDI, yaitu Pushidrosal menyediakan data bagi Operasi
Militer (Cuaca Medan), Operasi Kamla, Logistik (FS), Instansi
Kementerian/Lembaga terkait seperti untuk Konrol Lalu Lintas Laut yang
Strategi Pertahanan Bawah Laut 376
Aman dan Efisien bagi Kementerian Perhubungan, lalu memberikan
data hidrografi bagi Universitas, Publik dan Lembaga Riset.
Pembangunan IMAGIC untuk mendukung TNI/TNI AL dan Data
Kelautan Nasional
Tema Data IMaGIC (Additional Military Layers)
Selain itu, Pushidrosal juga memberikan data untuk geospasial intelijen
di bidang maritim, berupa data citra satelit, informasi intelijen, dan
informasi geospasial.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 377
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Strategi Pertahanan Bawah Laut memerlukan Upaya serius
Pemerintah, Kerjasama dan dukungan dari semua stakeholder terkait
sangat dibutuhkan dalam upaya mengelola permasalahan di perbatasan
dan pulau terluar. Melalui pengelolaan yang sinergis, kawasan
perbatasan dan pulau terluar sebagai beranda NKRI dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat sekaligus memberikan dampak
penangkalan terhadap negara lain.
Komitmen kuat dalam mengawal Alur Laut Kepulauan RI terutama
ALKI 1 dan ALKI 2 memerlukan kewenangan dan kemampuan yang
dimiliki TNI Angkatan Laut serta kompleksitas permasalahan maritim
yang harus dilaksanakan secara lintas sektoral, maka TNI Angkatan
Laut senantiasa membina kemitraan, dengan merangkul serta
mendorong kementerian atau instansi terkait dalam bekerjasama
mengamankan perbatasan NKRI. Kesatuan upaya tersebut merupakan
kekuatan Indonesia dalam mengamankan wilayahnya sehingga
memberikan dampak penangkalan bagi setiap upaya yang merongrong
kedaulatan bangsa. Permasalahan perbatasan dan pulau terluar
merupakan hal yang kompleks dan dinamis. TNI Angkatan Laut
memandang serius masalah ini karena sebagai komponen pertahanan
Strategi Pertahanan Bawah Laut 378
dan sebagai penegak kedaulatan RI di laut, TNI Angkatan Laut
menyadari bahwa persoalan di perbatasan dan pulau terluar tidak saja
berdampak pada tugas TNI Angkatan Laut, tetapi juga berpengaruh
kepada ketahanan nasional secara langsung. Upaya serius Pemerintah,
Kerjasama dan dukungan dari semua stakeholder terkait sangat
dibutuhkan dalam upaya mengelola permasalahan di perbatasan dan
pulau terluar. Melalui pengelolaan yang sinergis, kawasan perbatasan
dan pulau terluar sebagai beranda NKRI dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat sekaligus memberikan dampak penangkalan terhadap
negara lain. Menyadari akan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki
TNI Angkatan. Kesatuan upaya tersebut merupakan kekuatan Indonesia
dalam memagari wilayahnya sehingga memberikan dampak
penangkalan bagi setiap upaya yang merongrong kedaulatan bangsa.
Pelaksanaan sistem pertahanan negara yang sinergis perlu
melibatkan banyak pihak agar dapat memberikan dampak nyata dengan
munculnya rasa aman dalam pemanfaatan sumber daya di wilayah
kedaulatan Indonesia. Nelayan merupakan salah satu pihak yang dapat
memiliki peran strategis sebagai salah satu komponen dalam
pelaksanaan sistem pertahanan negara tersebut. Keterlibatan nelayan
dalam pelaksanaan sistem pertahanan negara dilakukan dengan cara
berkelompok dan membentuk jejaring kerja antar kelompok maupun
antar institusi terkait dengan pertahanan negara khususnya di wilayah
laut. Pemanfaatan jejaring kerja ini sangat strategis mengingat luasnya
wilayah perairan Indonesia dan terbatasnya sarana dan prasarana
pendukung untuk menerapkan sistem pertahanan negara. Disamping
itu, peranan dari stakeholder inti yaitu Angkatan Laut, khususnya
Kopaska sangat penting, dan akan sangat memepengaruhi berjalannya
operasi intelijen dan penanggulangan segala bentuk ancaman di laut.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 379
Institusi akademis, seperti Universitas Pertahanan, khususnya
Program Studi Keamanan Maritim Fakultas Keamanan Nasional juga
memiliki peran penting dalam mengkaji dan menganalisis serta
memberikan solusi terhadap segala bentuk permasalahan laut dan dari
segi keamanannya. Bekerja sama dengan instansi pemerintan sebagai
think tank guna mengambil kebijakan dan keputusan yang relevan
dalam mengambil langkah strategis pertahanan bawah laut Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut dalam rangka mendukung
strategi maritim dalam mendukung kepentingan nasional di laut,
diantaranya: 1) Laut bebas dari ancaman kekerasan; 2) Laut bebas dari
bahaya navigasi; 3) Laut bebas dari perusakan lingkungan; dan 4) Laut
bebas dari pelanggaran hukum. Yang kemudian Terjaminnya
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran di Perairan Indonesia Dalam
mendukung kepentingan nasional di laut.
5.2. Saran
Dalam rangka mengatasi kelemahan yang masih ada, disarankan
agarperemajaan dan pengadaan alutsista TNI AL dipercepat. Hal ini
untuk menjamin bahwa strategi penangkalan dengan cara penolakan
dapat dilaksanakan. Demikian juga pengembangan kekuatan
dankemampuan TNI AL, seperti pengembangan pangkalan TNI AL yang
ada agar mampumemberikan dukungan terhadap pelaksanaan operasi
laut, agar dapat diwujudkan sehinggakebijakan pemerintah dalam
bidang pertahanan negara dapat terlaksana secara konkrit. Namun
perlu disadari bahwa apa yang tertulis dalam tulisan ini baru sekelumit
dari pengetahuan tentang pengaruh karakteristik air laut terhadap
perambatan gelombang akustik di dalam air laut yang merupakan inti
Strategi Pertahanan Bawah Laut 380
dari pengetahuan deteksi dibawah air laut "Beberapa buku telah ditulis
tentang pengetahuan ini, namun perlu diketahui bahwa teori-teori
tentang teknologi kelautan baru berkembang setelah perang dunia
kedua. Masih banyak sekali yang dapat diteliti dan dikembangkan,
khususnya bagi perairan kita yang merupakan pertemuan antara
Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia. Peran penting dari seluruh
stakeholder lainnya juga akan menambah tingkatan strategi dengan nilai
strategis baik secara akademis maupun non akademis. Universitas
Pertahanan sebagai institusi perguruan tinggi memiliki peran sentral
dalam mengkaji, menganalisis, dan membentuk rekomendasi terhadap
berbagai isu pertahanan dan keamanan termasuk strategi pertahanan
bawah laut Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : Mei 2019
Sesprodi Keamanan Maritim
Universitas Pertahanan
Purwanto,SE.,M.M.,M.SI (Han) Kol. Laut (P) NRP.9176/P
Strategi Pertahanan Bawah Laut 381
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dinas Hidrografi dan Oseanografi TNI AL, ―Pulau-Pulau Kecil Terluar‖
(Jakarta, 2004).
Singgih Tri Sulistiyono, “Ocean Territory Border Concept of Indonesia: A
Historical perspective”, makalah dipresentasikan pada The 22nd
Conference of International Association of Historian of Asia
(Surakarta: 2-6 July 2012), hlm 4
Eric Martin, ―Goldman Sachs’s MIST Topping BRICs As Smaller Markets
Outperform‖,http://www.bloomberg.co m/news/2012-08-
07/goldman-sachs-smist-topping-brics-as-smaller-
marketsoutperform.html, diaksesSelasa, 11 September 2012.
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia,
http://www.kemlu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=5717&l=en, diakses
Kamis, 16 Agustus 2012, pukul 14.50 WIB.
R. Abbaspour, "Design and Implementation of Multisensor Based
Autonomous Minesweeping Robot," in International Congress on
Ultra Modern Telecommunications and Control Systems and
Workshops, 2010.
Anwar, Syaiful (2016). Melindungi Negara. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Bakrie, Connie Rahakundini, (2007), Pertahanan Negara dan Postur TNI
Ideal, Jakarta: Yayasan Obor Jakarta.
Bandoro, Bantarto (2014) State’s Choice of Strategies, Yogjakarta:
Graha Ilmu.
Beaufre, Andre (1986). An Introduction to Strategy. Washington:
Frederick A. Praeger.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 382
Booth, Ken. (2014). Law, Force and Diplomacy at Sea. New York:
Routledge .
Creswell, John W. (2013) Research Design Qualitative, Quantitative,
and Mixed Methods Approaches. California: Sage
Djelantik, Sukawarsini (2015). Asia pasifik konflik, Kerja Sama, dan
Relasi Antar Kawan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Hermawan, P.Yulius (2007) Transformasi dalam Hubungan
Internasional. Bandung: Graha Ilmu
Indrawan, Rully & Yaniawati, R. Poppy (2016).Metode Penelitian
Kunatitatif, Kualitatif, dan Campuran.Bandung: Refika Aditam
Jeong, Ho-Won (2010).Conflict Management and Resolution, New York:
Routledge.
Karim, Silmy. (2014) Membangun Kemandirian Industri Pertahanan
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Patilima, Hamid. (2011) Metode Penelitian Kualitatif.Bandung:
ALFABETA
Prabowo, JS (2009). Pokok-pokok Pemikiran tentang Perang Senesta.
Jakarta:PT Gramedia Printing.
Snow, Donald M. (2016). National Security for a New Era. New York:
Routledge.
YIN, Robert K.(2015). Studi Kasus: Desain &Metode . Jakarta: Rajawali
Pers
Vego, Milan (2016) Maritime Strategy and Sea Control. New York:
Routledge
Bachtiar, I., Damar, A., & Zamani, N. P. (2012). Assessing Ecological
Resilience of Indonesian Coral Reefs. Journal of Coastal
Development, 14(3), 214-222.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 383
Bartholomä, A. (2006). Acoustic bottom detection and seabed
classification in the German Bight, southern North Sea. Geo-Marine
Letters, 26(3), 177.
Jain, A. D., & Makris, N. C. (2016). Maximum Likelihood Deconvolution
of Beamformed Images with Signal-Dependent Speckle
Fluctuationsfrom Gaussian Random Fields: With Application to
Ocean Acoustic Waveguide Remote Sensing (OAWRS). Remote
Sensing, 8(9), 694.
Kenny, A. J., Cato, I., Desprez, M., Fader, G., Schüttenhelm, R. T. E., &
Side, J. (2003). An overview of seabed-mapping technologies in the
context of marine habitat classification. ICES Journal of Marine
Science: Journal du Conseil, 60(2), 411-418.
Lubis, M. Z., & Anurogo, W. (2016). Fish stock estimation in Sikka
Regency Waters, Indonesia using Single Beam Echosounder (Cruz
Pro fish finder PcFF-80) with hydroacoustic survey method. Aceh
Journal of Animal Science, 1(2).
Lubis, M. Z., & Pujiyati, S. (2016). Detection Backscatter Value of
Mangrove Crab (Scylla Sp.) Using Cruzpro Fishfinder Pcff-80
Hydroacoustic Instrument. J. Biosens. Bioelectron, 7(2), 2.
Lubis, M. Z., Wulandari, P. D., Mujahid, M., Hargreaves, J., & Pant, V.
(2016). Echo Processing and Identifying Surface and Bottom Layer
with Simrad Ek/Ey 500. Journal of Biosensors and Bioelectronics,
7(3), 1000212.
Lubis, M. Z., Anurogo, W., Khoirunnisa, H., Irawan, S., Gustin, O., &
Roziqin, A. (2017). Using Side-Scan Sonar instrument to
Characterize and map of seabed identification target in Punggur
Sea of the Riau Islands, Indonesia. Journal of Geoscience,
Engineering, Environment, and Technology, 2(1), 1-8.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 384
Manik, H. M. (2011). Underwater acoustic detection and signal
processing near the seabed. INTECH Open Access Publisher.
Manik, H.M. (2015). Underwater Remote Sensing of Fish and Seabed
Using Acoustic Technology In Seribu Island Indonesia. International
Journal of Oceans and Oceanography, 9, 77-95.
Pujiyati, S., Hestirianoto, T., Wulandari, P. D., & Lubis, M. Z. (2016). Fish
Stock Estimation by Using the Hydroacoustic Survey Method in
Sikka Regency Waters, Indonesia. J. Fisheries Livest Prod, 4(193),
2.
Simmonds, J., & MacLennan, D. N. (2008). Fisheries acoustics: theory
and practice. John Wiley & Sons.
Hansen, R. E. (2011). Introduction to synthetic aperture sonar, in Sonar
Systems. Edited by Nikolai Kolev. First Edition. InTech, Croatia. Hal.
: 1-25.
Haykin, S. (1985). Array signal processing. Englewood Cliffs, NJ,
Prentice-Hall, Inc., 1985, 493 p. For individual items see A85-43961
to A85-43963., 1.
Urick, R. J. (1983). Principles of underwater acoustics
Abdurrahman, S. 2011. Permasalahan Perbatasan Terkait Perikanan,
Seminar Kajian Hukum Nasional, Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 24 November 2011.
Bakrie, C. R. 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Dialog Interaktif Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen
Pertahanan pada Kegiatan Sosialisasi Bela Negara melalui RRI
dengan Topik ―Kebijakan Pembinaan Potensi Pertahanan‖. Sumber:
http://budisusilosoepandji.wordpress.com/2009/12/01/ dialog-
interaktif-dirjen-pothan-dephanpada-kegiatan-sosialisasi-bela-
Strategi Pertahanan Bawah Laut 385
negara-melalui-rri-dengan-topik-%E2%80%9Dkebijakan-
pembinaan-potensi-pertahanan%E2%80%9D/ (Diakses pada 20
Februari 2013).
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) – Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP). 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia
2011. Jakarta: DJPT-KKP, 2012. 134 hal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2012. Indikator
Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan 2011. Sumber
Data: Badan Pusat Statistik (BPS). Jakarta: KKP. 211 hal.
Kuntjoro-Jakti, D. 2012. Menerawang Indonesia pada Dasawarsa Ketiga
Abad Ke-21. Cet.1. Jakarta: Pustaka Alvabet, Maret 2012. 274 hal.
ISBN: 978-602-9193-13-8. 24 J. Kebijakan Sosek KP Vol. 4 No. 1
Tahun 2014
Mc Kinsey Global Institute. 2012. The Archipelago Economy: Unleashing
Indonesia‘s Potential.
Moon, Hee-Jung. 2010. The Diamond Approach To The
Competitiveness of Korea‘s Defense Industry: From The Park,
Chung Hee To Lee, Myung Bak Era. Journal of International
Business and Economy. Hal. 72.
Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin) – Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP). 2012. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka
2011. Jakarta: Pusdatin - KKP. 100 hal.
Pusat Kajian Global Civil Society (PACIVIS). 2012. Pengembangan
Industri Pertahanan: Pilihan Bagi Indonesia, Jakarta: Pacivis,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Pusat Kajian Global Civil Society (PACIVIS), 2012. Naskah Akademik
Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Industri
Strategi Pertahanan Bawah Laut 386
Pertahanan. Jakarta: Pacivis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia.
Suryohadiprojo, S. 2005. Si Vis Pacem Para Bellum, Membangun
Pertahanan Negara Yang Modern dan Efektif. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Wangge, H. 2012. Time to Develop The Domestic Defense Industry,
http://omaana.blogspot. com/2012/06/time-to-develop-domestic-
defense.html (Diakses pada 9 September 2012).
Peraturan
Peraturan Kasal Nomor 5 tahun 2016 tentang Kebijakan Dasar
Pembangunan TNI AL Menuju Kekuatan Pokok Minimum.
Peraturan Kasal nomor 6 tahun 2016 tentang Postur TNI AL tahun 2005
sampai dengan 2024
Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2014 tentang mekanisme imbal
dagang setiap pembelian dari luar negeri.
Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Undang-undang Nomor 34 tahun2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia.
Undang-undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan,
Jakarta: Kemhan.
Permenhan Nomor 35 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Perencanaan Kebutuhan Alat Utama Sistem Senjata Tentara
Nasional Indonesia Di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia
UUD 1945 beserta amandemennya.
UU RI No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
UU RI No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 387
Peraturan Presiden (PerPres) RI No.78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.
Kementerian Pertahanan (Kemhan). 2010. Minimum Essential Force,
Komponen Utama Disahkan dengan Peraturan Menteri Pertahanan
Republik Indonesia No.02 Th. 2010 Tgl. 5 Februari 2010. Jakarta.
Departemen Pertahanan Indonesia. 2008. Buku Putih Pertahanan
Indonesia.Jakarta Departemen Pertahanan Republik Indonesia.
2014. Badan Penelitian dan Pengembangan. Konsepsi
Pertahanan Negara.
Website
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "TNI AL Rancang
Strategi Pertahanan Laut
", https://nasional.kompas.com/read/2010/04/22/04003122/TNI.AL.
Rancang..Strategi.Pertahanan.Laut..
https://www.kompasiana.com/damos.agusman/ambalat-itu-apa-sih-
pulau-atau-dasar-laut_558fe069f39273d415e25ef3#&gid=1&pid=1
https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-protes-china-atas-
pelanggaran-wilayah-laut/3247023.html
https://www.jstor.org/topic/national-
security/?refreqid=%20excelsior%3A95d7a2b8521%20c8d6d776f9b7
35c266d7
https://www.defense.gov/Portals/1/Documents/pubs/2008NationalDefense
Strategy.pdf
Strategi Pertahanan Bawah Laut 388
REVIEW PENULIS
Letnan Jenderal TNI Dr. Tri Legiono
Suko, S.I.P., M.AP (lahir di Semarang, Jawa
Tengah, 21 November 1962; umur 56 tahun)
adalah seorang perwira tinggi TNI Angkatan
Darat. Saat ini ia menjabat sebagai Rektor
Unhan. sebelumnya ia mengemban tugas
sebagai Dekan Falkultas Strategi Pertahanan
Unhan. Dan ia mahir dalam bidang Artileri Medan. Sedangkan untuk
tanda jasa yang diperoleh selama pengabdiannya di lingkungan TNI
antara lain Satya Lancana Kesetiaan VIII Tahun, Satya Lancana
Kesetiaan XVI Tahun, Satya Lancana Kesetiaan XXIV Tahun, Bintang
Yudha Dharma Nararya, Satya Lancana Seroja I, Bintang Kartika Eka
Paksi Nararya dan Bintang Kartika Eka Paksi Pratama. Pendidikan
Letnan Jenderal TNI Dr. Tri Legiono Suko, S.I.P., M.AP menempuh
pendidikan militer dan formal Akademi Militer (1985), Seskoad, RELC
Singapore, CMLO Course GPOI, Suskatjemen UN, Peacekeeping and
lnternational Relations, dan Lemhannas. Beliau pernah menjabat pada
jabatan-jabatan strategis, diantaranya Pasetspri Panglima TNI, Dir
Renops PMPP TNI, Kasubdit Doktrin Dit Jakstra Ditjen Strahan
Kemhan, Kasubdit Sunjakbanghanneg Ditjakstra Ditjen Strahan Kemhan
(2012-2014), Dir SDM Ditjen Kuathan Kemhan (2014-2015), Karopeg
Setjen Kemhan (2015-2017), Dekan Falkultas Strategi Pertahanan
Unhan (2017-2018), Rektor Unhan (2018-Sekarang).
Strategi Pertahanan Bawah Laut 389
Laksamana Muda TNI Dr. Siswo Hadi
Sumantri, S.T., M.MT lahir di Malang tanggal 11
Februari 1963. Dan ia sekarang ini menjabat
sebagai dekan fakultas keamanan nasional di
Universitas Pertahanan Indonesia. Sebelumnya ia
menjabat sebagai Komandan Sekolah Tinggi
Angkatan Laut. Riwayat pendidikan umum beliau
adalah S1 mengambil jurusan Administrasi
Negara di FISIP UNIPRA Surabaya, S2 Magister Manajemen Teknologi
dan S3 Ilmu Pertanian Jurusan Ilmu Teknologi Lingkungan di
Universitas Brawijaya Malang. Ia memiliki riwayat tanda jasa yang
meliputi Satya Lencana wira dharma (perbatasan), Satya Lencana
Dharma samudra, Satya Lencana kebaktian sosial, Satya Lencana
dwidya sistha, Satya Lencana Dharma Nusa, Satya Lencana Wira Nusa,
Satya Lencana Kesetiaan VIII, Satya Lencana Kesetiaan XVI, Satya
Lencana Kesetiaan XXIV, Bintang Jasa Jalasena nararya, Bintang Jasa
Yudha dharma nararya, dan Bintang Jasa Jalasena Pratama.
Kolonel Laut (P) Purwanto SE.,M.M.,M.Si (Han)
lahir di Madiun, 23 Juni 1964. Pendidikan SD,
SMP, dan SMA di Semarang. Pendidikan militer
AAL Angkatan 1988 (XXXIII). Riwayat Penugasan
di KRI Armada Barat, Komando Pasukan Katak
Armada Barat dari tahun 1991-2000, Komandan
Pangkalan Angkatan Laut Bagka Belitung Tanjung
Balai Karimun tahun 2002-2004. Kemudian ia menjabat komandan KRI
Teluk Semangka TSK 512, Komandan KRI Sorong, Komandan KRI
Dalpele/KRI Suharso (tahun 2005 – 2007). Komandan Satuan Kapal
Strategi Pertahanan Bawah Laut 390
Bantu Armada Timur (2007-2009), Komandan Pangkalan Angkatan Laut
Batam (tahun 2010-2011). Sesprodi Strategi Pertahanan Laut, Sesprodi
Kampanye militer dan ia sekarang menjabat sebagai Sesprodi
Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia 2017-sekarang.
Kolonel Laut (KH) Dr. Panji Suwarno, SE.,M.Si
lahir di Banyuwangi, 30 September 1968. Ia
menempuh pendidikan umum S1 Ekonomi, S2
Kajian Tannas di Universitas Indonesia dan
menamatkan pendidikan doktoralnya di Universitas
Brawijaya di program studi ekonomi. Pendidikan
militer yang ia tempuh adalah PK 2 Tahun 1995,
Diklapa, Susjemen Karakter bangsa, Susjemen PBMN,
Suspimjemenhan Kemhan. Beliau juga memiliki pengalaman penugasan
yang luar biasa seperti Balurjatim, Prokimal Luwu Sulsel, Prokimal Grati.
Lantamal Jayapura, Lantamal Ambon, Armada II Mabesal, AAL, STAAL,
Analis Satwas/Dosen UNHAN, Dosen Studi Ketahanan Universitas
Brawijaya Malang.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 391
Muhammad Harry Riana Nugraha, S.I.P., M.Si
(Han), Lahir di Karawang, 29 Oktober 1990 adalah
seorang Asisten Dosen di Prodi Keamanan Maritim
Universitas Pertahanan. Seorang tenaga pengajar di
beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta,
diantaranya di Universitas Terbuka, Universitas Islam 45 Bekasi, dan
Politeknik Keuangan negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN
STAN). Berbagai karya ilmiah baik dalam bentuk tugas akhir maupun
jurnal memiliki kefokusan pada bidang Pemerintahan, Hubungan
Internasional, dan Pertahanan (khususnya kajian maritim) sudah
terpublikasikan.
Pendidikan yang ditempuh oleh seorang dosen muda ini, yaitu
menamatkan studi S1 di Universitas Islam 45 Bekasi pada program studi
Ilmu Pemerintahan, kemudian melanjutkan jenjang S2 di Universitas
Pertahanan pada Program Studi Diplomasi Pertahanan. Kursus yang
pernah diikuti diantaranya dari World Bank Institute di Tahun 2013 dan
2015 dalam kursus Frontiers and Develovmental Policy serta
Parliamentary Budgeting Officer (bersertifikat), kemudian kursus singkat
di Naval Posgraduate School, Amerika Serikat dalam Program KKLN
Universitas Pertahanan pada topik Diplomasi dan Hubungan
Internasional pada tahun 2015.
Riwayat pekerjaan yang pernah beliau jalani adalah sebagai Peneliti
pada Pemerintah Daerah Kota Bekasi, sebagai Jurnalis sekaligus
Manajer Penyiaran dan Produksi di Radio Suara Bekasi, Staf Ahli
Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Pemerintahan dan Manajemen
Wilayah pada tahun 2016 – 2017.
Strategi Pertahanan Bawah Laut 392
Supriyadi S.Kel lahir di Mojokerto, 14 April 1994.
Pendidikan SD di SDN Sumbersono Kecamatan
Dlanggu Kabupaten Mojokerto. Pendidikan SMP
dan SMA di Mojokerto. Pendidikan Sarjana di
tempuh di Program Studi Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya. Sekarang sedang menempuh
pendidikan magister di program studi Keamanan
Maritim, Fakultas Keamanan Nasional. Riwayat pekerjaan di Staf
Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya dan Membantu di
Research Assistent MEXMA (Marine Resource Exploration and
Management Research Group) tahun 2016-2017. Oral presentation
dengan judul ―The Study of Coastal Dynamics of Jabon Coast, Sidoarjo,
Indonesia‖, ―Water Quality in Prigi Bay‖, dan ―Current Distribution
Patterns in Prigi Bay‖ di International Fisheries Symposhium di Batu
Malang Indonesia. Prosiding pada seminar Kelautan Perikanan III 2017
dengan judul ―Analisis Sirkulasi Arus Laut Permukaan Dan Sebaran
Sedimen Pantai Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur‖. Kursus yang
pernah diikuti adalah South East Asian Regional Exsclusive Econmic
Zone Course 2018 di Kedutaan besar Inggris Jakarta.
STRATEGI PERTAHANAN BAWAH LAUT
Pertumbuhan ekonomi yang berpusat dikawasan tertentu, yaitu Asia Kawasan
Timur, Eropa Barat dan Amerika Utara dipastikan akan meningkatkan volume arus
barang lewat laut antar ketiga kawasan tersebut dan dari ketiga kawasan tersebut ke
bagian – bagian dunia yang lain. Selain itu, Pertumbuhan penduduk dunia yang pesat
dan mulai mengancam daya dukung bumi, menjadikan laut sebagai sumber pangan
yang semakin besar peranannya dalam mendukung kelangsungan hidup manusia di
masa yang akan datang. Strategi pertahanan bawah laut adalah kunci menata ulang
dan mempersiapkan diri dengan baik guna menghadapi tantangan-tantangan yang
muncul dalam berbagai dimensi yang baru. Strategi yang digunakan dalam
pengamanan bawah laut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan
menggunakan patroli keamanan laut, operasi pengamanan perbatasan, survei
hidrografi dan oseanografi, Ekspedisi bersama dan beberapa pengabdian yang
dilaksanakan oleh TNI AL dan masih banyak yang akan dikemukakan strateginya
dalam buku ini.
Buku ini secara komprehensif membahas pelaksanaan strategi bawah laut yang perlu
dilakukan serta metode deteksi bawah air dengan beberapa metode. Metode yang
sering digunakan adalah sistem propagation Loss, sistem deteksi dasar laut, sistem
deep scatering layer dan menggunakan sistem pertahanan bawah laut.