Laporan Fix 1

41
Balita Gizi Kurang Pada Keluarga Majemuk Berpenghasilan Rendah Disertai Penyakit Penyerta Demam Tifoid: Pendekatan Kedokteran Keluarga Diah Ayu Priyatiningsih 1 , Lucy Widasari 2 1 Dokter Muda Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta 2 Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa dengan pelayanan kedokteran keluarga yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna dapat mengatasi permasalahan penyakit dalam keluarga. Pasien adalah anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarga majemuk dengan ayah yang bekerja sebagai tukang becak dan ibu sebagai pembantu rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Masalah dalam keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan pelaku rawat mengenai kesehatan pasien dan keluarga, rendahnya pendapatan keluarga dan kurangnya kebersihan lingkungan yang dapat menularkan penyakit pada balita. Masalah pasien antara lain gizi kurang dengan penyakit penyerta demam tifoid. Penatalaksanaan klinis yang dilakukan bersifat farmakologis dan non-farmakologis. Pada pelaku rawat dilakukan edukasi mengenai penyakit menular yang dapat dengan mudah menginfeksi anaknya dan penjelasan tentang asupan gizi balita di masa pertumbuhan. Keberhasilan tindakan dinilai dari data klinis dan indeks koping keluarga. Hasil studi menunjukkan perkembangan penyakit disebabkan rendahnya daya tahan tubuh pasien akibat gizi kurang, kurangnya pengetahuan terhadap 1

description

bui

Transcript of Laporan Fix 1

Balita Gizi Kurang Pada Keluarga Majemuk Berpenghasilan Rendah Disertai Penyakit Penyerta Demam Tifoid: Pendekatan Kedokteran Keluarga

Diah Ayu Priyatiningsih1, Lucy Widasari2

1Dokter Muda Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta 2Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UPN Veteran JakartaAbstrak: Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa dengan pelayanan kedokteran keluarga yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna dapat mengatasi permasalahan penyakit dalam keluarga. Pasien adalah anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarga majemuk dengan ayah yang bekerja sebagai tukang becak dan ibu sebagai pembantu rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Masalah dalam keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan pelaku rawat mengenai kesehatan pasien dan keluarga, rendahnya pendapatan keluarga dan kurangnya kebersihan lingkungan yang dapat menularkan penyakit pada balita. Masalah pasien antara lain gizi kurang dengan penyakit penyerta demam tifoid. Penatalaksanaan klinis yang dilakukan bersifat farmakologis dan non-farmakologis. Pada pelaku rawat dilakukan edukasi mengenai penyakit menular yang dapat dengan mudah menginfeksi anaknya dan penjelasan tentang asupan gizi balita di masa pertumbuhan. Keberhasilan tindakan dinilai dari data klinis dan indeks koping keluarga. Hasil studi menunjukkan perkembangan penyakit disebabkan rendahnya daya tahan tubuh pasien akibat gizi kurang, kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan dan asupan gizi balita, lingkungan yang kurang mendukung kesehatan serta pelayanan provider kesehatan yang kurang menyeluruh. Penerapan pelayanan kedokteran keluarga secara holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna yang memandang pasien sebagai bagian dari keluarga dan lingkungannya, telah dijalankan dan berhasil memperbaiki keadaan pasien yang juga akan mempengaruhi peningkatan taraf kesehatan pasien dan keluarga. Pada akhir pembinaan kedokteran keluarga, berat badan anak bertambah dan demam tifoid sembuh. Masalah lingkungan rumah dan ekonomi keluarga masih harus dilakukan pembinaan.Kata kunci: gizi kurang, keluarga majemuk, pelayanan kedokteran keluarga, demam tifoid.Toddler Nutrition Less At Family Compound With Low Economic Status Accompanied Host Disease With Typhoid Fever: Family Medicine Approach

Diah Ayu Priyatiningsih1, Lucy Widasari2

1Student of Faculty of Medicine University of UPN Veteran Jakarta

2Nutrition Departement Faculty of Medicine UPN Veteran Jakarta

Abstract: The purpose of this study is to prove that with family medicine approach that is holistic, comprehensive, throughly, integrated and complete can solve a family problems. The patient was a last child of three sibling in a family compound with his father working as becak driver and his mother as housemaid. Familys problems are lack of knowledge about the health of the patient and family, low income in family and lack of cleanliness of the environment that can transmit the disease to infants. Patients problems are malnutrition with comorbidities of typhoid fever. Clinical management is conducted by pharmacological and non-pharmacological. In the caregiver do given an explanation about infectious diseases that can easly infect his child and an explanation of child nutrition in a growth time. The success of the action judged from a clinical data and family coping index. The study shows the development of the disease due to low immune system of patient caused by malnutrition, lack of knowledge about childs health and nutrition, the environment that less support of health and health care providers are less comprehensive. Implementation of family medicine services in a holistic, comprehensive, continuous, integrated and complete that sees patients as part of the family and the environment. At the end of the study, the child's weight increases and typhoid fever was cured. Home environment and economic problems are still need coaching.Key words: poor nutrition, family compound, family medicine services, typhoid fever.Pendahuluan

Salah satu permasalahan kesehatan di berbagai negara berkembang adalah kematian balita yang masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol yakni keadaan gizi balita yang kurang atau bahkan buruk. World Health Organisation (WHO) memperkirakan 54% kematian balita disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk, tercatat satu dari tiga balita di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta balita meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan. Masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80% kematian balita. (Balitbang Kesehatan, 2007).

Menurut riskesdas 2013, di Indonesia terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang serta 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi balita gizi kurang tahun 2013 terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% tahun 2010 dan 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai 2015 (Depkes, 2013). Gizi buruk (malnutrisi) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Status gizi yang buruk pada balita juga dapat menimbulkan pengaruh yang tidak baik karena dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Terdapat beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi gizi buruk, namun penyebab dasarnya meliputi dua hal yakni sebab langsung dan tak langsung. Kurangnya asupan gizi dari makanan dan akibat penyakit yang menginfeksi tubuh merupakan faktor penyebab langsung terjadinya gizi buruk. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), faktor yang juga diduga berpengaruh terhadap kasus gizi buruk adalah kemiskinan, tingkat pengetahuan orang tua, asupan gizi dan faktor penyakit bawaan. Sedangkan menurut UNICEF, faktor secara langsungnya adalah asupan makanan, infeksi penyakit dan faktor tak langsung meliputi pola asuh anak, ketersedian pangan dan layanan kesehatan/sanitasi.Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untukmeningkatkan mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur penting. Gizi kurang pada balita akan menimbulkan gangguanpertumbuhan fisik, penurunan sistem kekebalan tubuh, memudahkan penularan penyakit dan mempengaruhi kecerdasan serta produktivitas di masa dewasa. Keadaan tersebut terjadi karena pada usia balita kebutuhan gizi lebihbesar dan balita merupakan tahapan usia yang rawan gizi. Mengingat usia balita merupakan usia pertumbuhan dan perkembangan, maka perlu penanganan yang tepat dan menyeluruh pada pasien-pasien dengan status gizi buruk, gizi kurang atau post gizi buruk agar tidak jatuh kembali ke keadaan sebelumnya. Oleh karena itu diperlukan pendekatan kedokteran keluarga yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna.Ilustrasi Kasus

An T, seorang anak laki-laki usia 4 tahun 2 bulan datang ke puskesmas diantar oleh ibunya pada 15 Januari 2015 dengan keluhan utama demam sejak 7 hari sebelum berobat ke puskesmas. Demam timbul perlahan, bersifat menetap dan meningkat terutama pada sore dan malam hari. Ibu pasien mengatakan demam sempat turun setelah minum obat penurun panas, namun timbul kembali setelah beberapa jam. Keluhan demam disertai adanya lemas, nafsu makan menurun, mual, muntah, batuk dan pilek. Ibu pasien juga mengeluhkan BB pasien sulit naik, pasien mau makan namun hanya sedikit. Keluhan seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran, kejang, mimisan, gusi berdarah, nyeri tenggorok, bintik-bintik merah pada tubuh, nyeri sendi, nyeri perut, gangguan BAK, sulit BAB atau diare disangkal.

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya serta pasien juga belum pernah dirawat di rumah sakit. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan serupa. Riwayat imunisasi dasar telah didapatkan pasien sesuai usia, namun pasien tidak mendapatkan imunisasi tambahan lainnya. Pasien telah mengkonsumsi obat penurun panas (paracetamol) saat demam namun keluhan tidak membaik.

Untuk kebiasaan makan, pasien cenderung memilih-milih makanan dan lebih sering jajan di luar. Jajanan yang biasa dibeli pasien antara lain minuman kemasan, gorengan, makanan ringan serta permen. Pasien jarang makan nasi dan lebih sering makan mie instan. Lauk yang biasa dikonsumsi adalah telor dan tahu. Pasien juga tidak suka makan sayur, hanya kuahnya saja yang dikonsumsi. Pasien hanya minum susu satu kali perhari berupa susu kental manis. Ibu pasien mengaku dalam kondisi sehat dan tidak mengalami keluhan apapun selama kehamilan. Ibu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak tiga kali ke bidan. Riwayat persalinan dilakukan secara normal ditolong oleh bidan dengan berat badan (BB) lahir 2700 gram dan panjang badan 49 cm. Pasien lahir cukup bulan, tidak ada penyulit persalinan dan langsung menangis serta bergerak aktif. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia. Sejak lahir pasien mendapatkan ASI sampai usia empat bulan, dilanjutkan dengan pemberian susu formula, buah maupun makan tambahan lainnya seperti biskuit, bubur susu dan nasi tim.

Di rumah, pasien tinggal bersama kakek, nenek, kedua orang tua dan kedua kakaknya di kawasan padat penduduk. Keadaan rumah kurang bersih, kurang terawat dan kurang tertata rapi. Sanitasi, pencahayaan dan ventilasi kurang terjaga. Ayah pasien adalah seorang tukang becak dan ibu pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan penghasilan perbulan yang tergolong rendah. Status pernikahan adalah pernikahan pertama dan ayah pasien menikah saat usia 24 tahun sedangkan ibu pasien 21 tahun. Pelaku rawat pasien adalah nenek pasien, karena ibu pasien sibuk bekerja. Pemeriksaan FisikKeadaan umum/kesadaran: tampak sakit sedang/compos mentis

Tanda-tanda vital

N: 80x/ menit, regular, equal, isi cukup

P: 24x/ menit, regular

S: 38,0 oC (axilla)Data antropomentri

BB: 12 kg

TB : 98 cm

Indeks Massa Tubuh (IMT): 12,49

BB ideal menurut usia

: 17 kg

TB ideal menurut usia

: 105 cmStatus gizi menurut grafik WHO untuk anak laki-laki usia 0-5tahunBB/TB: Kurus

TB/U: NormalBB/U: Kurang

IMT: KurusStatus generalis

Kepala: normosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.Mata: palpebra superior dan inferior kanan dan kiri tidak edema, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, kornea dan lensa jernih, pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif, bola mata normal dan mata tidak tampak cekung.

Telinga:normotia, simetris kanan dan kiri, liang telinga lapang, tidak ada serumen maupun sekret, tidak teraba kelenjar getah bening telinga. Hidung:bentuk dan posisi normal, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, konka tidak hipertrofi dan tidak hiperemis, tidak ada sekret dan tidak ada epistaksis.

Tenggorokan:faring tidak hiperemis dan tonsil T1-T1 tenang.

Mulut:mukosa bibir lembab dan tidak sianosis, lidah kotor tepi hiperemis, gusi tidak hiperemis dan tidak terdapat perdarahan.Leher: bentuk normal, tidak teraba kelenjar getah bening leher, kelenjar tiroid tidak membesar dan tidak ada deviasi trakea.Thoraks: normochest, tidak ada retraksi, gerakan dada simetris saat statis dan dinamis, tulang-tulang iga intak.Paru

Inspeksi: gerakan dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi

Palpasi: tidak teraba massa, vokal fremitus kanan dan kiri sama Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi: vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada ronkhi dan wheezing.Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat Palpasi : iktus cordis teraba di sela iga V linea midclavicularis sinistra

Perkusi : tidak ada pembesaran jantung Auskultasi: bunyi jantung I/II reguler, tidak ada murmur dan gallop.Abdomen

Inspeksi: datar, tidak ada distensi abdomen Auskultasi: bising usus positif normal

Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen, tidak ada asites

Palpasi: supel, turgor kulit baik, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar, ginjal tidak teraba adanya ballotement.Tulang belakang: tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema maupun sianosis, tonus otot baik, capillary refill time (CRT)