laporan farmakoter kasus 2.docx

16
Laporan Farmakoterapi II Kasus Antiemetik Kelompok 6AC 1. Fadillah Sa’di Eka P. (1112102000001) 2. Angga Maulidan (1112102000008) 3. Amelia Gustin (1112102000017) 4. Moethia (1112102000019) 1. Kasus I Subjek: SH, wanita berumur 35 tahun, menjalani kemoterapi dan mengalami mual muntah. Dia diagnosa menderita kanker ovarium stadium dua, satu bulan yang lalu. Objek : - Menjalani pengobatan 6 siklus terapi carboplatin dan paclitaxel. - Mengeluh mual, muntah saat meninggalkan klinik. - Mengalami migraine selama 12 tahun - Nenek pasien menderita kanker ovarium - Hasil Lab Pemeriksaan HAsil Lab Na 140 mEq/L K 3,0 mEq/L Cl 94 mEz/L CO2 28 mEq/L SCr 1,1 mg/dl PMNs 48% Hct 43%

Transcript of laporan farmakoter kasus 2.docx

Laporan Farmakoterapi IIKasus AntiemetikKelompok 6AC1. Fadillah Sadi Eka P.(1112102000001)2. Angga Maulidan(1112102000008)3. Amelia Gustin(1112102000017)4. Moethia(1112102000019)

1. Kasus ISubjek: SH, wanita berumur 35 tahun, menjalani kemoterapi dan mengalami mual muntah. Dia diagnosa menderita kanker ovarium stadium dua, satu bulan yang lalu. Objek: Menjalani pengobatan 6 siklus terapi carboplatin dan paclitaxel. Mengeluh mual, muntah saat meninggalkan klinik. Mengalami migraine selama 12 tahun Nenek pasien menderita kanker ovarium Hasil LabPemeriksaanHAsil Lab

Na140 mEq/L

K3,0 mEq/L

Cl94 mEz/L

CO228 mEq/L

SCr1,1 mg/dl

PMNs48%

Hct43%

Plt220x103/mm3

Limfa43%

EOS2%

Ca8,9 mg/dl

BUN30 mg/dl

T.Bili0,7 mb/dl

WBC3,4 x 103/mm3

Hgb13,6 g/dl

Bands0%

Monos6%

Basos1%

BP175mg/m3

Assesment: Dosis dari paclitaxel 175 mg/m3 I.V selama 3 jam dan carboplatin AUC 6 I.V selama 30 menit dan obat berikutnya diulangi setiap 21 hari selama 6 siklus. Penggunaan obat terapi ini yang memberikan efek samping mual dan muntah yang dialami oleh pasien Planning: Untuk mengatasi mual dan muntah yang masih dikeluhkan oleh pasien, ditambahkan obat polanosentron, karena efek sampingnya tidak merusak hati. Penggunaan obat prochlorperazine dan lorazepam, dihentikan pemakaiannya karena dapat meningkatkan kerusakan hati pada pasien. Hal ini dipertimbangkan dengan tingginya BUN, sehingga pasien dapat dipastikan menderita kerusakan hati.

Kesimpulan:1. Faktor Resiko Mual dan Muntah pada pasien ?Faktor resiko yang menyebabkan pasien mual untah adalah obat kemoterapi carboplatin dan paclitaxel2. Apa tujuan terapi pada kasus ini?Tujuan terapi pada kasus ini adalah menghentikan rasa mual dan muntah dengan pemberian obat antiemetik yang menimbulkan efek samping yang minimal3. Buatlah suatu rencana pengobatan yang efektif untuk regimen antiemetik pada pasien ini Obat yang dipakai sebagai treatment mual dan muntahnya adalah palonosentron, dexametason setelah kemoterapi dan ordansentron tetap digunakan 30 menit sebelum terapi. Obat dapat diminum bersama dengan atau tanpa disertai makanan. Bila lupa minum obat, segera minum obat tersebut. Bila saat lupa minum obat mendekati saat minum dosis berikutnya, tunggu sampai saat itu tiba, kemudian minumlah obat itu. Simpan obat pada suhu ruangan, hindarkan dari panas, kelembaban, dan paparan langsung cahaya. Hindarkan semua obat dari jangkauan anak-anak dan jangan pernah memberikan obat Anda kepada orang lain.; Bertanyalah kepada dokter atau apoteker sebelum menggunakan obat-obat lainnya, baik obat bebas, vitamin, maupun produk herbal. Segera beritahukan kepada dokter bila Anda mengalami reaksi alergi (gatal atau bintik-bintik merah pada kulit, bengkak pada wajah atau tangan, bengkak atau sensasi geli pada mulut atau kerongkongan, rasa tidak nyaman pada dada, kesulitan bernapas); ketidakmampuan menggerakkan mata, kekakuan otot yang lain, khususnya otot wajah, leher, atau punggung; efek samping lainnya yang Anda pikir merupakan efek samping obat tersebut. Pasien diberikan konseling tentang efek samping kemoterapinya yang menyebabkan mual muntah, sehingga sebelum terapi, pasien dapat menyiapkan dirinya sehingga tidak panic saat menjalani kemoterapinya. Serta memberikan konseling kepada pasien tentang penggunaan dan efek samping obat-obat yang dibawa pulang, sehingga terjadi kepatuhan pengobatan yang akan dilakukan pasien.

2. Kasus IIPria 58 tahun dengan riwayat alkohol (6-10 bir per hari) telah terdiagnosa Child Pugh class B sirosis. Dua minggu yang lalu, dia dirujuk untuk screening endoskopi, yang menunjukan adanya beberapa vaises eshopagheal yang besar terikat. Pada kunjungan hari ini, dia mempunyai abdominal distention, nafas yang pendek saat berbaring dan pembengkakan ankle. Pengujian fisiknya menunjukkan distended abdomen with dullness and positive fluid wave, with no rebound tenderness. Dia juga mempunyai 2+ lower extermity edema. Riwayat obatnya adalah signifikan ntuk asma dan hipertensi.Diagnosa menunjukkan cairan asites kekuning-kuningan. Analisis laboratorium cairan menunjukan konsentrasi albumin 0,9 g/dL dan menunjukkan WBC 20/mm3 (45% polymorphonuclear neutrophils [PMNs}). Serum laboratorium menunjukan SCr 0,8 mg/dL, AST 110 IU/mL, ALT 90 IU/mL, serum albumin 2,8 g/dL, prothrombin time 16 detik, dan total biliribun 2,1 mg/dL. Tanda vitalnya termasuk suhu 37oC (98,6 F), detak jantung (HR) 79 beats/menit, pernafasan (RR) 24 nafas/ menit, tekanan darah (BP) 138/79 mm Hg. Dia mendapatkan HCT 25 mg/ hari, fluticason 220 mcg 2 inhalasi 2 kali sehari, dan albuterol MDI dibutuhkan.Subjektif : Abdominal distention, nafas yang pendek saat berbaring dan pembengkakan ankle. distended abdomen with dullness and positive fluid wave, with no rebound tenderness.Objektif :1. Screening endoskopi, yang menunjukan adanya beberapa varises eshopagheal yang besar terikat2. SCr 0,8 mg/dL, AST 110 IU/mL, ALT 90 IU/mL, serum albumin 2,8 g/dL, prothrombin time 16 detik, dan total biliribun 2,1 mg/dL. Tanda vitalnya termasuk suhu 37oC (98,6 F), detak jantung (HR) 79 beats/menit, pernafasan (RR) 24 nafas/ menit, tekanan darah (BP) 138/79 mm Hg.3. Riwayat hipertensi, asma4. Diagnosa asites dan Child Pugh class B sirosisAssesment :Mendapatkan HCT 25 mg/ hari, fluticason 220 mcg 2 inhalasi 2 kali sehari, dan albuterol MDI dibutuhkan.Planning : Tujuan terapi : Mengobati acites dan varises eshophageal Meminimalisir gejala atau penyakit yang timbul akibat hipertensi dan asma Mencegah komplikasi penyakitTerapi farmakologi :1. HCT 25mg/hari2. Fluticasone 20 mcg 2 inhalasi 2kali sehari3. Albuterol4. Spironolakton 25 mg/hari5. EVL (endoscopic variceal ligation)6. Infus albuminTerapi non-farmakologi :1. Berhenti meminum alkohol2. Tidak meminum obat golongan NSAIDPenjelasan obata. Hydrochlorothiazide (HCT) : anti-hipertensi golongan tiazid.Mekanisme : obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus ginjal, sehingga ekskresi Na dan Cl meningkat. Tiazid sering dikombinasikan dengan antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi. Tiazid mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan.Penggunaan : merupakan obat utama dalam terapi hipertensi.Efek samping: hipokalemiaDosis: 25 mg/ hariSediaan: tabletb. Fluticasone: untuk pengobatan asma sebagai terapi profilaksis, untuk pasient yang menggunakan kortikosteroid oral untuk terapi asma.Mekanisme: sebagai agonis reseptor glukokortikoid manusia dengan afinitas 18x daripada deksametasonEfek samping: Nausea, muntah,demam, permasalahan pada gigi, nyeri sendi,dll.Interaksi obat: ritonavirDosis: 220 mcg 2 inhalasi 2 kali sehariSediaan: inhalerc. Albuterol: Mekanisme: albuterol memiliki efek yang khusus pada reseptor -adregenik daripada isoproterenol. Albuterol merelaksasi otot polos, dari trakea ke terminal bronchiol. Albuterol bekerja sebagai antagonis untuk merelaksasi pernafasan dari spsmogen yang terlibat sehingga melindungi bronchoconstritorPenggunaan: sebagai bronkodilatorEfek samping: diabetes melitus, depres, mulut kering, pusing, dllInteraksi obat: Beta-bloker, MAOIDosis: 108 mcg albuterol sulfat (equivalen dengan 90 mcg albuterol base)Sediaan: PROVENTIL (Inhalasi) d. Spironolakton: diuretik hemat kalium, antagonis aldesteronMekanisme: bekerja tidak mempengaruhi kadar Ca 2+ dan gula darahPenggunaan: hipertensi essensial, udem akibat sirosis hati dengan atau tanpa asitesEfek samping: ginekomastia, mastodinia, penurunan libudo pada priaInteraksi obat: -Dosis: 25 mg dan 100 mgSediaan: tablet (CARPIATON)Alasan Pemilihan obat untuk pencegahan perdarahan variceal dan pengaturan ascites :1. Spironolakton merupakan golongan diuretik yang digunakan untuk pengobatan ascites2. Menggunakan kombinasi obat spironolakton dan HCT (ALDACTAZIDE) untuk mengatasi udem karena ascites. Spironalakton digunakan untuk meminimalisir kehilangan kalium yang diinduksi dengan menggunakan HCT. Kombinasi kedua obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki kegagalan hati akut. Interaksi obat dengan ACEI, ARB, Aldosteron Blocker, pottasium supplement, heparin, alkohol, kortikosteroid, dll.3. Untuk edema dosis pemeliharaan ALDACTHIAZIDE adalah 100 mg spironolakton dan 100 mg HCT. Dapat diberikan secara single dose atau divided doses; tetapi dapat diberikan dalam rentang 5-00 mg per komponen sesuai respon titrasi inisial.4. EVL (endoscopic variceal ligation) digunakan untuk mencegah perdarahan varices eshopagheal. Pemilihan EVL ini digunakan apabila pasien mempunyai kontraindikasi dengan -blocker non selektif. Pasien pada kasus ini memiliki kontraindikasi -blocker non selektif karena mempunyai penyakit asma.5. Infus albumin diberikan untuk meningkatkan BUN pasien yang berasal dari sirosis hatinya.

3. Kasus IIIBerikan penilaian risiko pasien SRMB dan memberikan rekomendasi untuk pencegahannya.

Seorang pria 25 tahun dengan riwayat depresi dan skizofrenia dirawat di unit perawatan intensif setelah menelan 40 acetaminophen 325 mg sekitar 20 jam yang lalu. Pasien datang dengan statusnya kelainan mental, penyakit kuning, dan nyeri perut difus. Dia saat ini mengambil escitalopram 20 mg / hari dan quetiapine 200 mg dua kali / hari. Jumlah sel darah putih (WBC) adalah 5000/mm. Jumlah trombosit 100x109/mm3, kreatinin serum (scr) 2,7 mg / dl (baseline 0,9 mg / dl) kalium 4,9 mcg / i, nitrogen urea darah (BUN) 65 mg / dl, INR (ratiol normalisasi internasional) 4,1 aspartat aminotransferase (AST ) 3000 iu / ml, dan alanine aminotransferase (ALT) 4500 iu / ml. Dia adalah 5'8'' tinggi dan berat 79 kg.Subyektif Umur : 25 tahun Jenis kelamin : pria Keluhan : status mental, penyakit kuning, dan nyeri perut difusObjektif sel darah putih (WBC)=5000/mm Jumlah trombosit 100x109/mm3 kreatinin serum (Scr) 2,7 mg / dl (baseline 0,9 mg / dl) kalium 4,9 mcg/i nitrogen urea darah (BUN) 65 mg/dl INR (ratiol normalisasi internasional) 4,1 aspartat aminotransferase (AST ) 3000 IU ml alanine aminotransferase (ALT) 4500 IU/ml Riwayat penyakit : depresi dan skizopreniaAssesment Berdasarkan gejala yang dialami pasien didiagnosa mengalami overdosis akibat keracunan acetaminophen, kelainan fungsi ginjal, penyakit kuning, dan nyeri perut difus.Planning Tujuan Terapi : Mengatasi depresi dan skizofrenia. Mengatasi keracunan acetaminofen. Terapi Farmakologi : Escitalopram 20 mg/hari. Quetiapine 200 mg 2xsehari Pantoprazole i.v 1xsehari

4. Diskusikan pro dan kontra pada regimen pengobatan untuk ensefalopati hepatikumRegimenProKontra

Laktulosa Dapat dilakukan jangka panjang dalam mencegah ensefalopati kembali Menurunkan pH kolon yang dapat membunuh kuman yang memproduksi urease Menurunkan produksi amonia di kolon Menghambat penyerapan amonia di kolon Efek samping berupa perut kembung, diare, dan keram perut Laktulosa tidak lebih efektif dibandingkan dengan plasebo dalam memperbaiki gejala ensefalopati hati

Neomycin Keefektivan obat sama seperti laktulosa Membunuh kuman penghaasil urease Dapat digunakan apabila laktulosa tidak memberikan hasil yang signifikan Mengurangi kadar toksin karena menekan bakteri dalam usus Penggunaan jangka panjang pada pasien harus diperhatikan karena 1-3% neomycin diserap oleh tubuh Penggunaan jangka panjang dilarang karena neomycin bersifat ototoksik dan nefrotoksik Efek samping berupa nausea, muntah, diare, reaksi alergi, nefrotoksisitas

Rifaximin Keefektivan obat sama seperti laktulosa dan neomycin Dapat ditoleransi dengan baik di tubuh Lebih efektif dalam menurunkan kadar amonia plasma Efek samping diare dan nyeri abdomen yang lebih rendah Biaya obat lebih besar

5. Jelaskan pro dan kontra regimen pengobatan Helicobacter pylori.Pro: Pengobatannya dapat mengurangi sekresi asam lambung, contohnya golongan obat PPI Mampu membunuh bakteri H. pylori, contohnya antibiotic tetrasiklin. Mengurangi sakit akibat pada ulsernya, contohnya obat H2RAKontra: Treatment ini membutuhkan kepatuhan pengobatan Dapat menimbukan resistensi antibiotik Adanya interaksi obat yang potensial Biaya yang digunakan cukup mahal, karena biasanya regimen pengobatan menggunakan obat lebih dari 1

6. Kasus IVDua minggu yang lalu, Wanita Berumur 57 tahun mengonsumsi Obat Amoxicillin, Clarithromicin, dan Pantoprazol selama 7 hari untuk pengobatan ulkus duodenum. Hari ini dia kontrol ke dokter dan menunjukkan perbaikan pada gejala gastrointestinalnya. Nilai serum IgG nya terdeteksi positif.Subjektif: wanita 57 tahunObjektif: serum H. Pylori IgG (Immunoglobulin G) positif, riwayat ulcer duodenalAssesment: Amoxicillin dan claritromisin, dapat mengakibatkan resistensi antibiotik, sehingga serum H.pylori igG menunjukkan positif. Planning: Menghabiskan obat sampai triple therapy 2 minggu ke depan kemudian UBT. UBT digunakan karena memiliki sensitivitas 97% dan spesifik untuk H. Pylori. Adanya H. Pylori IgG positif pada pasien kemungkinan terapi obat yang diberikan belum selesai dimana penggunaan amoxicilin, clarithomycin, dan pantoprazole untuk mengobati infeksi H. Pylori. UBT juga dilakukan 4 minggu setelah penggungaan triple therapy selesai. Jika terapi belum menunjukkan perbaikan terhadap ulcer duodenal pasien, direkomendasikan menggunakan regimen 4 obat dengan Bismuth, yaitu: BSS 500 mg 4x1 hari selama 14 hari Metronidazol, 250-500 mg 4x1 hari selama 14 hari Tetrasiklin 500 mg 4x1 hari selama 14 hari H2RA atau PPI sebagai dosis penggunaan secara langsung Pemilihan regimen 4 obat ini dipilih karena memilik efek terapi yang baik dan memiliki efek samping yang tidak sering

7. Memberikan peran terapi obat berikut dalam pengobatan hepatitis viral kronis

Terapi ObatPeran dalam pengobatan hepatitis viral

LamivudineObat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi negatif pada hampir semua pasien yang diobati selama 1 bulan. Lamivudin akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg, mempertahankan fungsi hati yang optimal,dan menekan terjadinya proses nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga mengurangi kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kanker hati. Lamivudine digunakan untuk terapi awal hepatitis B kronis. Obat ini dapat digunakan pada pasien dengandecompensated liver disease. Jika tidak ada penurunan efikasi obat, pemberian obat sebaiknya dilanjutkan sampai dicapai serokonversi yang sesuai, dan merupakan terapi jangka panjang. Namun pada terapi jangka panjang, sensitivitas virus hepatitis B terhadap lamivudin dapat berkurang

EntecavirEnEntecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah jarang menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka panjang.Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah :nyeri kepalapusingmengantukdiaremualnyeri pada ulu hati dan insomnia

Tenofovirsebagai inhibitor enzim transkiptase balik nukleotida. Merupakan obat antietrovirus yang sedang dikembangkan.

AdefovirSebagai analog nukleotida fosfonat dari adenosin dengan aktivitas penghambatan terhadap hepadnavirus, retrovirus untuk hepatitis B.

Telbivudinesebagai alternatif dari interferon yang sama perannya seperti Lamivudine.

Pegylated interferon alfa-2a- or 2buntuk pengobatan hepatitis B kronik dan C kronik

Telaprevirsebagai penghambat sintesis DNA virus hepatitis B kronik

Boceprevirperannya sama seperti Telaprevir

Ribavirinsebagai pengobatan hepatitis C kronis pada pasien fungsi hati terkompensasi