Laporan Dit Lapangan
Click here to load reader
-
Upload
nafila-alifia-azka -
Category
Documents
-
view
62 -
download
12
description
Transcript of Laporan Dit Lapangan
MORFOLOGI TANAH INCEPTISOL BANGUNTAPAN
ABSTRAK
Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 11 April 2015 dengan lokasi pengamatan di Banguntapan. Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum lapangan ini adalah palu pedologi, pisau, pH stick, GPS, klinometer, Munsell Color Chart, altimeter, kompas, penggaris, kamera, alat tulis, H2O2 10%, H2O2 3%, HCl 2N, dan akuades (H2O). Praktikum ini dilakukan dengan mengamati profil tanah dan vegetasi sekitar stop site. Deskripsi profil tanah yang diamati yaitu jeluk, struktur, warna tanah, tekstur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Hasil klasifikasi ordo tanah untuk lokasi pengamatan di stop site 1 yaitu Banguntapan adalah PPT regosol, FAO kambisol dan Soil Taxonomy Inceptisol.
Kata kunci : profil tanah, klasifikasi tanah
I. PENGANTAR
Inceptisol (inceptum atau
permulaan) dapat disebut tanah muda
karena pembentukannya agak cepat
sebagai hasil pelapukan bahan induk.
Inceptisol mempunyai kandungan liat yang
rendah, yaitu < 8% pada kedalaman 20-50
cm. Tanah Inceptisol, digolongkan ke
dalam tanah yg mengalami lapuk sedang
dan tercuci (Sanchez, 1992). Inceptisol
mempunyai horizon yang dianggap
pembentukannya agak lamban sebagai
hasil alterasi bahan induk. Horizon-
horizonnya tidak memperlihatkan hasil
hancuran ekstrem. Horizon timbunan liat
dan besi aluminium oksida yang jelas tidak
ada pada golongan ini. Perkembangan
profil golongan ini lebih berkembang bila
dibandingkan dengan entisol. Tanah-tanah
yang dulunya dikelaskan sebagai hutan
coklat, andosol dan tanah coklat dapat
dimasukkan ke dalam Inceptisol.
(Hardjowigeno, 1993).
Karakteristik tanah
Inceptisol adalah memiliki solum
tanah agak tebal yaitu 1-2 meter,
warna hitam atau kelabu sampai
dengan cokelat tua, tekstur pasir,
debu, dan lempung, struktur tanah
remah konsistensi gembur, pH 5,0
sampai 7,0, bahan organik cukup
tinggi (10% sampai 31%),
kandungan unsur hara yang sedang
sampai tinggi, produktivitas
tanahnya sedang sampai tinggi
(Nuryani, 2003).
Inceptisol tersebar di
daerah-daerah iklim sub
tropika dan iklim tropika
basah. Golongan tanah ini
memberikan daya dukung
lingkungan yang lebih baik
untuk dijadikan lahan
pertanian dan rerumputan.
Inceptisol meliputi 15,7 %
dari seluruh golongan
tanah. Namun demikian,
golongan tanah ini
mengambil peranan kecil
1
dalam hubungannya dengan
produksi bahan makanan
dunia (Rafi’i, 1990). Inceptisol
menduduki golongan tanah terluas
kedua di dunia. Ciri khas Inceptisol
ini adalah tanah mulai berkembang,
mempunyai epipedon Ochric
(pucat), rneskipun masih sedikit
memperlihatkan bukti adanya
eluviasi dan iluviasi. Golongan
tanah ini dapat terjadi hampir
dalarn semua zona iklim yang
memungkinkan terjadinya proses
pencucian (Suryatna, 1987).
Tanah Inceptisol yang
mengandung jenis mineral lempung
termasuk tanah pertanian utama di
Indonesia karena mempunyai
sebaran yang sangat luas.
Luasannya sekitar 70,52 juta ha
atau 37,5% (Puslittanak, 2000).
Adapun ciri-ciri tanah
inceptisol menurut buku Keys to
Soil Taxonomy (2010) adalah :
(1) Dalam suatu lapisan di atas
kontak densik, litik, atau paralitik,
atau lapisan diantara kedalaman
40 dan 50 cm dari permukaan
tanah mineral, mana saja yang
paling dangkal, memiliki kondisi
akuik pada beberapa waktu dalam
tahun-tahun normal (telah
didrainase) dan mempunyai salah
satu atau lebih sifat-sifat berikut:
Epipedon histik ; atau Horison
sulfurik yang batas atasnya
berada di atas kedalaman 50 cm
dari permukaan tanah mineral ;
atau
a. Suatu lapisan
langsung di bawah
epipedon, atau di dalam 50
cm dari permukaan tanah
mineral, pada 50 % atau
lebih permukaan ped atau
di dalam matriks apabila
tidak terdapat ped,
mempunyai salah satu atau
lebih sifat berikut: (1). Jika
terdapat konsentrasi
redoks, kroma 2 atau
kurang; atau (2). Kroma 2
atau kurang; atau
b. Di dalam 50 cm dari
permukaan tanah mineral,
mengandung cukup besi
ferro aktif untuk dapat
memberika reaksi positif
terhadap alpha,
alphadipyridil ketika tanah
tidak sedang diirigasi; atau
(2) Mempunyai rasio natrium
dapat-tukar (ESP) sebesar 15 %
atau lebih (atau rasio adsorpsi
natrium, (SAR) sebesar 13 % atau
lebih) pada setengah atau lebih
2
volume tanah di dalam 50 cm dari
permukaan tanah mineral,
penurunan nilai ESP atau SAR
mengikuti peningkatan ke dalam
yang berada di bawah 50 cm, dan
air tanah di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral selama
sebagian waktu dalam setahun.
Perbedaan karakteristik yang
dimiliki tanah Inceptisols
menyebabkan tanah tersebut ada
yang tergolong tanah marginal
(ordo Aquepts, Udik, Xerik) dan
tanah yang subur (Ordo Antrepts,
Ustepts dan Cryepts) (Soil Survey
Staff, 2010).
Inceptisols dapat dibedakan
berdasarkan great groupnya. Salah
satu great group dari Inceptisols
adalah Tropaquepts. Tropaquepts
adalah great group dari ordo tanah
Inceptisols dengan subordo Aquept
yang memiliki regim suhu tanah
isomesik atau lebih panas. Aquept
merupakan tanah-tanah yang
mempunyai rasio natrium dapat
tukar (ESP) sebesar 15 persen atau
lebih (atau rasio adsorpsi natrium,
(SAR) sebesar 13 persen atau lebih
pada setengah atau lebih volume
tanah di dalam 50 cm dari
permukaan tanah mineral,
penurunan nilai ESP (atau SAR)
mengikuti peningkatan kedalaman
yang berada di bawah 50 cm,
dan air tanah di dalam 100 cm
dari permukaan tanah mineral
(Foth, 1991).
Inceptisols adalah tanah-
tanah yang memilki epipedon okrik
dan horizon albik seperti yang
dimilki tanah Entisols juga
mempunyai beberapa sifat penciri
lain (misalnya horizon kambik)
tetapi belum memenuhi syarat bagi
ordo tanah yang lain. Beberapa
Inceptisols terdapat dalam
keseimbangan dengan lingkungan
dan tidak akan matang bila
lingkungan tidak berubah.
Beberapa Inceptisols yang lain
telah dapat diduga arah
perkembangannya apakah ke
ultisols, Alfisols, atau tanah-tanah
yang lain (Hardjowigeno, 1993).
Salah satu penciri terpenting
bagi Inceptisols adalah
ditemukannya horizon kambik pada
kedalaman kurang lebih 100 cm.
Apabila horizon kambik tidak
ditemukan, tanah dapat
diklasifikasikan juga sebagai
Inceptisols bila mempunyai horizon
klasik, petroklasik, duripan.
Apabila tidak diketemukan horizon
maka tanah tersebut bukan
3
termasuk dalam ciri-ciri Inceptisols
(Munir, 1996).
Pembentukan solum tanah
Inceptisol yang terdapat di dataran
rendah umumnya tebal, sedangkan
pada daerah-daerah berlereng
curam solum yang terbentuk tipis.
Warna tanah Inceptisol
beranekaragam tergantung dari
jenis bahan induknya. Warna
kelabu bahan induknya dari
endapan sungai, warna coklat
kemerah-merahan karena
mengalami proses reduksi, warna
hitam mengandung bahan organik
yang tinggi (Resman et al., 2006).
Sifat fisik dan kimia tanah
Inceptisol antara lain; bobot jenis
1,0 g/cm3, kalsium karbonat
kurang dari 40 %, pH mendekati
netral atau lebih (pH < 4 tanah
bermasalah), kejenuhan basa
kurang dari 50 % pada kedalaman
1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09,
nilai porositas 68 % sampai 85 %,
air yang tersedia cukup banyak
antara 0,1 – 1 atm (Resman et al.,
2006). Proses pedogenesis yang
mempercepat proses pembentukan
tanah Inceptisol adalah
pemindahan, penghilangan
karbonat, hidrolisis mineral primer
menjadi formasi lempung,
pelepasan sesquioksida, akumulasi
bahan organik dan yang paling
utama adalah proses pelapukan,
sedangkan proses pedogenesis yang
menghambat pembentukan tanah
Inceptisol adalah pelapukan batuan
dasar menjadi bahan induk
(Resman et al., 2006). Inceptisol
adalah tanah yang belum matang
(immature) dengan perkembangan
profil yang lebih lemah dibanding
dengan tanah yang matang dan
masih banyak menyerupai sifat
bahan induknya (Hardjowigeno,
1993).
II. METODOLOGI
Pengamatan lapangan dilakukan
dengan pembuatan profil tanah. Profil
tanah merupakan irisan tegak penampang
tanah dengan lebar dan panjang kira-kira
1-1,5 m dan kedalaman kira-kira 2
m. Syarat-syarat pembuatan profil antara
lain baru, tidak terkena sinar matahari
langsung, tidak terendam air dan
representatif (mewakili). Pengamatan meli
puti morfologi lahan di sekitar profil yang
dibuat dan deskripsi profil. Morfologi
lahan berupa nama pengamat, lokasi,
tanggal, letak lintang, kode, cuaca,
fisiologi, topografi, litologi, landform,
landuse, vegetasi, kebatuan, pertumbuhan,
lereng, arah lereng jeluk air tanah, pola
drainase, erosi, tingkat erosi, dan altitude.
Deskripsi profil berupa jeluk, warna tanah
4
(matrik, kartan, campuran), tekstur,
struktur (tipe, kelas, derajat), konsistensi,
perakaran (ukuran, jumlah), bahan kasar
(jenis, jumlah, ukuran), dan uji khemikalia
dengan H2O2 10% untuk menguji BO
(Bahan Organik), H2O2 3% untuk menguji
Mn, HCl 2N untuk menguji kapur, dan
H2O untuk menguji pH. Terakhir dilakukan
pula pengambilan gambar profil tanah dan
morfologi lahan tanah tersebut.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Profil Tanah
Gambar 2. Morfologi Lahan
5
A. Tabel 1. Morfologi Tapak (Site)
Nama Pengamat : Kelompok III/A
2.1
Letak Lintang : S 070 48,334’
E 1100 24,813’
Lokasi : Banguntapan Altitude : 118 mdpl
Fisiografi : Kaki Merapi Erosi : Lembar
Landform : Aluvial Tingkat Erosi : Ringan
Topografi : Datar Landuse : Tegalan
Lereng : 5% Vegetasi : Kelapa, pisang, pepaya,
lengkuas
Arah Lereng : 1400 NE Pertumbuhan : Tumbuh subur
Litologi : Aluvium Jeluk Air Tanah : 5-6 m
Batuan Permukaan : 1-5% Cuaca : Cerah
Pola Drainase : Dendritik
Lokasi di stop site pertama
yaitu di daerah Banguntapan.
Tanah di daerah ini termasuk tanah
regosol, tanah ini memiliki fisiologi
Kaki Merapi, bertopografi datar
dengan kelerengan 5% dan arah
lereng utara-selatan (140 NE).
Tanah ini mempunyai batuan
permukaan 1-5%, letak geografis S
070 48. 334’ dan E 1100 24. 813’.
Ketika diukur dengan GPS
ketinggian atau altitude daerah
Banguntapan 118 meter di atas
permukaan laut.
Pada saat dilakukan pengamatan
cuaca yang terjadi adalah cerah, di daerah
Banguntapan ini landform dan litologinya
(pemerian batuannya) adalah alluvial dan
alluvium. Pola drainase yang terjadi di
daerah ini adalah dendritik, pola drainase
dendritik adalah pola yang menyerupai
percabangan pohon dengan tingkat erosi
yang rendah. Erosi yang terjadi di daerah
ini adalah erosi lembar, erosi lembar
adalah erosi yang terjadi ketika lapisan
tipis permukaan tanah di daerah berlereng
terkikis oleh kombinasi air hujan dan air
larian yang mengalir di permukaan tanah
secara merata sehingga partikel-partikel
tanah yang hilang merata di permukaan
tanah yang menyebabkan permukaan tanah
menjadi lebih rendah secara merata.
Daerah Banguntapan berlanduse tegalan
dengan vegetasi dominan adalah tanaman
kelapa, pisang, pepaya, dan lengkuas.
Semua tanaman tersebut tumbuh subur.
Jeluk air tanah di stop site 1 ini adalah 5-6
meter.
B. Tabel 2. Karakteristik Profil
6
Pengamatan Lapisan I Lapisan II Lapisan III Lapisan IV
Jeluk (cm) 0-20 20-62 62-103 103-150
Warna Tanah
a. matrik 5 YR 3/2 5 YR ¾ 7,5 YR 5/4 -
b. karatan - - - -
c. campuran - - - -
Tekstur Geluh
Pasiran
Geluh
Pasiran
Geluh
Pasiran
-
Struktur
a. tipe Gumpal
menyudut
Gumpal
menyudut
Gumpal
menyudut
-
b. kelas Halus Sedang Sedang -
c. derajat Lemah Lemah Lemah -
Konsistensi
a. kering Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepas
b. lembab Lekat, agak
plastis
Lekat, agak
plastis
Lekat, agak
plastis
Lekat, agak
plastis
c. basah Lekat,
plastis
Lekat,
plastis
Lekat,
plastis
Lekat,
plastis
Perakaran
a. ukuran Meso Mikro - -
b. jumlah Banyak Sedikit - -
Bahan Kasar
a. jenis - - - -
b. jumlah - - - -
c. ukuran - - - -
7
Uji Khemikalia
a. BO (H2O2
10%)
++++ +++ ++ +
b. Mn (H2O2
3%)
++++ +++ ++ +
c. Kapur (HCl
2N)
++++ ++++ ++ ++
pH H2O 6 6 5 5
Catatan Khusus
Pada pengamatan
karakteristik profil tanah, tekstur
tanah pada stop site 1 ini dari
horizon I hingga ke III bertekstur
geluh pasiran dengan struktur tipe
gumpal menyudut, berkelas sedang,
dan berderajat lemah. Jeluk tanah
pada lapisan I adalah 0-20 cm,
lapisan II 20-62 cm, lapisan III 62-
103 cm, dan lapisan IV 103-150
cm. Warna tanah pada lapisan I
pada Munsell Soil Chart
menunjukkan matrik 5 YR 3/2 yang
artinya 5 YR menunjukkan hue
tanah tersebut, hue adalah warna
spektrum yang dominan sesuai
dengan panjang gelombangnya YR
berarti Yellow Red maksudnya
tanah tersebut berspektrum warna
antara kuning hingga merah. 3/
menunjukkan value pada tanah
tersebut, value yang dimaksud
adalah gelap terangnya warna tanah
sesuai dengan sinar yang
dipantulkan, /2 menunjukkan
chroma atau tingkat kemurnian
warna dan intensitas warna.
Lapisan I menunjukkan matrik 5
YR 3/2 berarti warna tanah tersebut
adalah coklat gelap, sedangkan
lapisan II adalah 5 YR 3/4 yang
artinya warna tanah pada lapisan II
coklat terang. Pada lapisan III
matrik tanah menunjukkan angka
7,5 YR 5/4 berarti warna tanah
pada lapisan III ini adalah coklat
kusam. Konsistensi tanah dalam
keadaan kering di lapisan I, II,
maupun III pada stop site 1 ini
adalah lepas-lepas, dalam keadaan
lembab adalah lekat dan agak
plastis, sedangkan dalam keadaan
basah adalah lekat dan plastis.
Perakaran ukuran meso pada tanah
ini berjumlah banyak dan terdapat
di lapisan I dan perakaran ukuran
mikro pada tanah ini cenderung
sedikit dan terdapat di lapisan II,
8
lapisan III perakaran sudah tidak
ada.
Uji khemikalia dengan H2O2 10%
ditujukan untuk melihat kadar bahan
organik pada tanah, lapisan I saat
diteteskan larutan H2O2 10% menunjukkan
reaksi keluarnya busa dan hal ini
menunjukkan adanya bahan organik pada
lapisan I. Lapisan II, III, dan IV juga
menunjukkan hal yang sama namun busa
yang dihasilkan semakin sedikit, hal ini
menunjukkan bahwa semakin ke lapisan
paling atas, kandungan bahan organiknya
semakin tinggi. Uji khemikalia dengan
menggunakan H2O2 3% ditujukan untuk
melihat ada tidaknya kadar Mn pada tanah
tersebut. Pada lapisan I setelah diteteskan
H2O2 3% terjadi reaksi yaitu adanya busa,
hal ini menunjukkan lapisan I mengandung
Mn, begitu pula dengan lapisan II, III, dan
IV, saat diteteskan larutan H2O2 3% busa
yang dihasilkan pada lapisan I dan II
banyak dan relatif sama, sama halnya pada
lapisan III dan IV, busa yang dihasilkan
sedikit dan juga relatif sama kadarnya, ini
menunjukkan kadar Mn yang dikandung
tanah tersebut semakin sedikit hingga
lapisan bawah. Uji khemikalia terakhir
yaitu uji kandungan kapur tanah dengan
meneteskan larutan HCl 2N, sama halnya
dengan uji kandungan BO dan Mn,
semakin ke lapisan IV, semakin sedikit
busa yang dihasilkan itu berarti kadar
kapurnya semakin rendah. Saat pengujian
nilai pH, pH yang didapat pada lapisan I
dan II adalah 6, sedangkan lapisan III dan
IV adalah 5, ini berarti pH tanah semakin
ke lapisan paling bawah adalah cenderung
masam.
C. Tabel 3. Karakteristik Ordo Tanah
a. PPT : Regosol
b. FAO : Cambicsols
c. Soil Taxonomy : Inceptisol
Tanah di stop site 1 ini
menurut klasifikasi PPT memiliki
ordo Regosol, berdasarkan Food
and Agriculture Organization of
United Nations (FAO-PBB) tanah
ini berordo Cambicsols, sedangkan
berdasarkan penamaan Soil
Taxonomy United States
Department of Agriculture (USDA)
memiliki ordo Inseptisol.
Pengamatan yang dilakukan pada
kali ini meliputi morfologi tanah,
profil tanah dan klasifikasi tanah
yang sudah dibahas sebelumnya,
tanah inceptisols adalah tanah yang
memiliki horizon kambik, horizon
kambik adalah suatu horizon yang
mengandung beberapa mineral dan
dicirikan oleh alterasi atau
pembuangan bahan mineral
9
(Anonim, 2012), hal ini dibuktikan
dengan adanya bercak-bercak
hitam disekitar lapisan III dan IV.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan
Inceptisol yaitu:
1. Bahan induk yang sangat resisten.
2. Posisi dalam landscape yang
ekstrim yaitu daerah curam atau lembah.
3. Permukaan geomorfologi yang
muda, sehingga pembentukan tanah belum
lanjut.
Tidak ada proses pedogenik yang
dominan kecuali leaching, meskipun
mungkin semua proses pedogenetik adalah
aktif. Di tempat dengan bahan induk
resisten, proses pembentukan partikel
lempung terhambat.
Pada dasarnya tanah ini dapat
dimanfaatkan untuk usaha pertanian, yaitu
melalui terasering atau dengan budidaya
tanaman tahunan yang lebih kuat dalam
mengikat tanah. Tanaman pertanian dapat
disisipkan dalam sela-sela tanaman
tahunan. Potensi lain adalah dengan
memanfaatkan lahan ini untuk usaha
penghijauan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan praktikum
lapangan yang telah dilakukan dan
pembuktian pada karakteristik profil tanah
yaitu tekstur tanah adalah geluh pasiran,
mempunyai bahan organik yang tinggi
pada lapisan atas dan cenderung rendah
bahan organik pada lapisan bawahnya, pH
tanah yang cenderung menurun pada
lapisan bawahnya serta adanya horizon
kambik diantara lapisan III dan IV, dalam
kalsifikasi PPT masuk dalam ordo regosol
dan klasifikasi FAO masuk ke dalam ordo
cambicsols, sedangkan klasifikasi Soil
Taxonomy masuk ke ordo inceptisol,
karena kandungan bahan organiknya
termasuk tinggi, tanah ini baik digunakan
sebagai tanah pertanian.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Glossary Ilmu Tanah : Horizon Kambik. <http://www.ilmutanah.unpad.ac.id/glossary-ilmu-tanah/details/11/247/glossary-ilmu-tanah-horison-kambik.html?filter_order=> diakses pada tanggal 5 Mei 2015 pukul 11.25 WIB.
Foth, H.D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.
Nuryani. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Ilmu Pertanian (2): 63-69.
Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1 : 1.000.000. Puslittanak. Bogor: Badan Litbang Pertanian.
Rafi’i, S. 1990. Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung.
Resman, A.S. Syamsul, dan H.S. Bambang. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan fisika inceptisol pada toposekuen lereng selatan gunung merapi kabupaten sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan (2):101-108.
Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB. Bandung.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy Eleventh Editions. USDA. Natural Resources Conservation Service.
Suryatna, Rafi’i. 1987. Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung.
11
MORFOLOGI TANAH ALFISOL PATUK GUNUNG KIDULABSTRAK
Praktikum Lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 April 2015 di Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Pengamatan dilakukan dengan pembentukan profil tanah kemudian diidentifikasi lapisan dan horisonnya. Praktikum lapangan ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan melihat sifat, ciri, dan kenampakan di daerah Playen serta mengetahui pemanfaatan lahan di lokasi tersebut. Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah palu pedologi, pisau, pengeruk, klinometer, kompas, meteran, soil munsell color chart, dan pH meter, sedangkan khemikalia yang digunakan yaitu BO (H2O2 10%), Mn (H2O2 3%), dan Kapur (HCl 2M). Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan morfologi tapak meliputi fisiografi, landform, topografi, lereng, arah lereng, litologi, dan lain sebagainya, dan ditentukan karakteristik profil tanah, yaitu dengan dibaginya lapisan-lapisan tanah, diamati jeluk, warna, tekstur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, diuji kandungan BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Dari hasil pengamatan diperoleh pada daerah Patuk jenis tanahnya adalah Alfisol.
Kata kunci : Klasifikasi tanah, morfologi tapak, profil tanah, alfisol.
I. PENGANTAR
Menurut Soil Survey Staff
atau Soil Taxonomy United State
Departement of Agriculture
(USDA) (2010), Alfisol atau
tanah Mediteran merupakan
kelompok tanah merah yang
disebabkan oleh kadar besi yang
tinggi disertai kadar humus yang
rendah Warna Alfisol pada
lapisan atas sangat bervariasi dari
coklat abu-abu sampai coklat
kemerahan. Tanah tersebut
memiliki ciri bahwa perpindahan
dan akumulasi lempung di
horison B membentuk horison
argilik pada kedalaman sekitar 25-
75 cm, selain itu tanah alfisol juga
memiliki kemampuan sebagai
pemasok kation basa ukuran
sedang hingga tinggi, dimana hal
ini akan menyebabkan hanya
terjadi pelindian atau pencucian
sedang. Tanah Alfisol memiliki
ketersediaan air yang cukup baik
untuk pertumbuhan tanaman.
Tanah Alfisol memiliki
lapisan solum tanah yang cukup
tebal yaitu antara 90-200 cm,
tetapi batas antara horison tidak
begitu jelas. Warna tanah adalah
coklat sampai merah. Tekstur
agak bervariasi dari lempung
sampai lempung, dengan struktur
gumpal bersusut. Kandungan
unsur hara tanaman seperti N, P,
K dan Ca umumnya rendah dan
reaksi tanahnya (pH) sangat
tinggi. Kapasitas Tukar Kation
tanah adalah jumlah muatan
negatif tanah baik yang bersumber
dari permukaan koloid anorganik
(lempung) muatan koloid organik
(humus) yang merupakan situs
pertukaran kation-kation
(Soedyanto, 1998).
Berdasarkan sifat utama
dari tanah, Kaunang (2008)
12
berpendapat bahwa tanah yang
termasuk ordo Alfisol merupakan
tanah-tanah yang terdapat
penimbunan lempung di horison
bawah (terdapat horison argilik)
dan mempunyai kejenuhan basa
tinggi yaitu lebih dari 35% pada
kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Lempung yang
tertimbun di horison bawah ini
berasal dari horison di atasnya
dan tercuci kebawah bersama
dengan gerakan air. Padanan
dengan sistem klasifikasi yang
lama adalah termasuk tanah
Mediteran Merah Kuning,
Latosol, kadang-kadang juga
Podzolik Merah Kuning.
Pada dasarnya tanah di
bumi ini memiliki bentuk yang
beranekaragam, dan tiap-tiap
bagiannya dikelilingi oleh
kandungan kompunen air dan
udara. Menurut Jenny, gaya
hancuran merupakan pencerminan
dari berbagai faktor yang
mengendalikan macam tanah
yang nantinya terbentuk. Ada
lima faktor yang pengaruhnya
sangat nyata dalam pembentukan
tanah yaitu : 1) Iklim (terutama
suhu dan curah hujan); 2)
Organisme hidup (terutama
vegetasi); 3) Sifat dari bahan
induk : a.tekstur dan struktur, b.
susunan kimia dan mineral; 4)
Topografi daerah; 5) Waktu
selama bahan induk diubah
menjadi tanah (Jenny, 1941).
Alfisol terbentuk pada
iklim koppen Aw, Am dengan
tipe curah hujan C, D, dan E
(Schmidt dan Ferguson,
1951) .Tanah Alfisol dapat
ditemukan pada wilayah dengan
temperatur sedang/sub tropik
dengan adanya pergantian musim
hujan dan musim kering. Tanah
Alfisol sering didapat pada daerah
beriklim sedang, tetapi dapat pula
ditemukan di daerah tropika dan
subtropika terutama di tempat-
tempat dengan tingkat pelapukan
sedang (Hardjowigeno, 1993) .
Alfisol ditemukan di banyak zone
iklim, tetapi yang utama adalah di
daerah beriklim sedang yang
bersifat humid atau subhumid.
Hubungan antara vegetasi
dan tanah sangat berkaitan dengan
pembentukan suatu jenis tanah. Di
daerah yang ditumbuhi oleh
hutan, tanah yang terbentuk
adalah tanah alfisol. Adapun
peranan organisme lainnya dalam
pembentukan tanah alfisol
ditunjukkan pada tanah yang
tertutup hutan. Yakni cacing tanah
13
(Buol et al, 1973) dan hewan-
hewan lainnya berperan dalam
proses percampuran bahan
organik (serasah dan humus)
dengan bahan mineral pada
kedalaman 2-10 cm. Siklus unsur
hara secara biologis dari subsoil
ke horison O ke A merupakan
proses penting pada tanah udalf.
Hal tersebut menyebabkan
keadaan netral (pH 6,5-7,0) pada
permukaan tanah (A) dan lebih
asam (pH 4,8-5,8) pada subsoil.
Tanah Alfisol terbentuk
dari bahan induk yang
mengandung karbonat dan tidak
lebih tua dari Pleistosin. Di daerah
dingin, hampir semuanya berasal
dari bahan induk yang berkapur
dan masih muda. Di daerah basah,
bahan induk biasanya lebih tua
daripada di daerah dingin.
Keadaan topografi
memiliki hubungan dengan jenis
tanah yang terbentuk dimana
ditunjukkan oleh kesesuaian
keadaan iklim dan bahan induk di
daerah tersebut. Topografi dapat
mempercepat atau memperlambat
kegiatan iklim. Tanah alfisol
sering ditemukan pada tanah yang
memiliki pola tidak teratur naik
turun topografinya seperti
bergelombang pada daerah
perbukitan atau pegunungan. Pada
tanah datar kecepatan pengaliran
air lebih kecil dari pada tanah
yang berombak. Topografi miring
mempergiat berbagai proses erosi
air, sehingga membatasi
kedalaman solum tanah.
Sebaliknya genangan air di
dataran, dalam waktu lama atau
sepanjang tahun, pengaruh ilklim
nibsi tidak begitu nampak dalam
perkembangan tanah Didaerah
beriklim humid tropika dengan
bahan induk tuff vulkanik, pada
tanah yang datar membentuk
tanah jenis alfisol/latosol
berwarna coklat, sedangkan di
lereng pegunungan akan terbentuk
alfisol/latosol merah. (Foth,
1988).
Lama waktu pembentukan tanah
berbeda-beda dan dipengaruhi oleh bahan
induk dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Di Indonesia,
pembentukan tanah alfisol memerlukan
waktu sekitar 2000 sampai 7000 tahun
yang berdasarkan tingkat perkembangan
horisonnya (Munir, 1996). Buol et al.,
(1973) mengemukakan bahwa
pembentukan tanah Alfisol di Jawa
memerlukan waktu sekitar 5.000 tahun
karena lambatnya proses akumulasi
lempung untuk membentuk horison
argilik.
14
Menurut Tan (2000) tanah
Alfisol yang telah mengalami
erosi, kurang menguntungkan
bagi pertumbuhan tanaman. Hal
ini disebabkan horison argilik
akan terekspos ke luar menjadi
lapisan atas, lapisan ini dapat
menghambat pertumbuhan
tanaman, terutama pertumbuhan
akar. Selain itu konsentrasi Fe
dalam Alfisol biasanya tinggi
disertai kadar humus yang rendah
yang menyebabkan tanah ini
berwarna merah.
Alfisol adalah tanah-tanah
di daerah yang mempunyai curah
hujan cukup tinggi untuk
menggerakkan lempung turun ke
bawah dan membentuk horison
argilik. Horison argilik
merupakan horison atau lapisan
tanah yang terbentuk akibat
terjadi akumulai lempung. Alfisol
mempunyai kejenuhan basa tinggi
(50%) dan umumnya merupakan
tanah subur. Tanah tersebut
umumnya terbentuk di bawah
berbagai hutan atau tertutup
semak (Miller dan Donahue,
1990). Alfisol merupakan tanah
yang telah berkembang dengan
karakteristik profil tanah
membentuk sekuen horison
A/E/Bt/C, yang terbentuk melalui
proses kombinasi antara
podsolisasi dan laterisasi pada
daerah iklim basah dan biasanya
terbentuk dibawah tegakan
hutan berkayu keras. Alfisol
merupakan tanah marjinal dimana
tanah marjinal sangat beragam
permasalahannya, dari terlalu basa
(pH>7) hingga masam (pH<5),
solum dangkal, bahan
organik rendah, kahat hara makro
(N, P, K,Mg, dan S) dan mikro
(Fe dan Zn), daya simpan air
rendah, dan drainase tanah
buruk. Oleh karena itu, untuk
pengelolaan tanah marjinal perlu
penanganan khusus sesuai dengan
masalah yang terdapat di lapang.
II. METODOLOGI
Praktikum lapangan
Dasar-Dasar Ilmu Tanah
dilaksanakan pada hari Sabtu, 11
April 2015 di stopsite 2 dengan
lokasi pengamatan di Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta. Alat-alat yang
digunakan adalah palu pedologi,
pisau, pengeruk, klinometer, GPS,
kompas, meteran, Soil Munsell
Color Charts, kamera dan alat
tulis. Sedangkan bahan-bahan
15
yang digunakan adalah H2O2 3%,
H2O2 10%, HCl 2N, dan H2O.
Pengamatan di stopsite 2
diawali dengan pembuatan profil
tanah irisan tegak penampang
tanah dengan lebar dan panjang 1-
1,5m dengan kedalaman 2m.
Syarat-syarat pembuatan profil
antara lain baru, tidak terkena
sinar matahari langsung, tidak
terendam air dan representatif.
Adapun pengamatan yang perlu
dilakukan untuk mengisi blanko
pengamatan meliputi morfologi
tapak disekitar profil yang dibuat,
karakteristik profil, penentuan
warna tanah dengan
menggunakan Munsell Color
Charts, tekstur, struktur,
konsistensi, bahan kasar,
perakaran, reaksi tanah atau sifat
kimia, klasifikasi dan
pengambilan gambar profil tanah.
Vegetasi yang tumbuh
disekitarnya profil tanah yang
dibuat, pengamatan yang
dilakukan bersifat kualitatif.
Praktikan melakukan pengamatan
untuk diisikan ke borlist
pengamatan dengan bantuan
asisten yang ada. borlist
pengamatan digunakan sebagai
bahan pembuatan laporan
praktikum lapangan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 3. Profil tanah
16
Gambar 4. Morfologi tanah
Tabel 4. Morfologi tapak (site)
17
Lokasi : Patuk Letak Lintang
: S 070 51,196’E 1100 29,354’
Fisiografi : Perbukitan Batu Agung Altitude : 282 mdplLandform : Perbukitan Erosi : LembarTopografi : Bergelombang Tingkat Erosi : RendahLereng : 15% Landuse : Kebun ke campuranArah Lereng : 250 NE Vegetasi : Mangga, mlinjo, pisang,
sengonLitologi : Breksi Andesitik Pertumbuhan : SuburBatuan Permukaan
: Sedikit 5-10% Jeluk Air Tanah
: Sedang, dekat sungai
Pola Drainase : Dendritik Cuaca : CerahPraktikum lapangan Dasar-Dasar
Ilmu Tanah yang dilaksanakan tanggal 11
April 2015, pengamatan dilakukan di
Patuk, Gunung Kidul. Daerah Patuk
terletak pada 070 51,196’ LS dan 1100
29,354’ BT dan altitude 282 m dpl.
Cuaca pada saat praktikum lapangan
cerah. Fisiografi daerah Patuk termasuk
Perbukitan Batu Agung dengan topografi
bergelombang dan landform berupa
perbukitan dengan kemiringan lereng
15% dan arah lereng 25o NE. Daerah ini
memiliki jenis erosi lembar dengan
tingkat erosi rendah. Erosi lembar adalah
erosi yang terjadi ketika lapisan tipis
permukaan tanah di daerah berlereng
terkikis oleh kombinasi air hujan dan air
larian yang mengalir di permukaan tanah
secara merata sehingga partikel-partikel
tanah yang hilang merata di permukaan
tanah yang menyebabkan permukaan
tanah menjadi lebih rendah secara
merata.. Litologi daerah Patuk adalah
batuan breksi andesitik dimana ini berasal
dari gunung api purba. Daerah ini
memiliki jeluk air tanah dengan
keadalaman sedang dan dekat sungai dan
pola drainasenya adalah dendritik. yaitu
air masuk dari permukaan tanah ke dalam
tanah (secara infiltrasi), dan karena
kelengasan di lapian tanah atas cukup, air
bergerak (pengatusan air) menuju air
tanah atau menuju tanah bawahan. Pada
hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
landuse daerah ini adalah kebun
kecampuran yang terdapat di dalamnya
adalah tanaman mangga, mlinjo, pisang
dan sengon. Pertumbuhan tanaman pada
daerah ini termasuk subur.
Tabel 5. Karakteristik profil
18
Pengamatan Lapisan I Lapisan II Lapisan III Lapisan IV Lapisan V
Jeluk (cm) 39 cm 24 cm 37 cm 45 cm 38 cmWarna Tanah 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6a. Matrikb. Karatan - - Nodul Fe Nodul Fe Nodul Fec. Campuran - - - - -
TeksturLempung debuan
Lempung debuan
Lempung debuan
Lempung debuan
Lempung debuan
Struktur
a. TipeGumpal
menyudutGumpal
menyudutGumpal
menyudutGumpal
menyudutGumpal
menyudutb. Kelas Sedang Sedang Sedang Sedang Kuat
c. DerajatSangat remah
Dominan remah
RemahAgak remah
Sedikit remah
Konsistensia. Kering Lekat Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepasb. Lembab Lekat Lekat Lekat Lekat Lekat
c. Basah Lekat Lekat LekatSangat lekat
Sangat lekat
Perakarana. Ukuran Makro Makro Meso Meso Tidak adab. Jumlah Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit -Bahan Kasara. Jenis - Kerikil - Kerikil Kerikilb. Jumlah - Sedikit - Sedikit Sedikitc. Ukuran - Kecil - Kecil KecilUji Khemikaliaa. BO (H2O2
10%)+++++ ++++ +++
++ +b. Mn (H2O2
3%)+++++ ++++ +++
++ +
c. Kapur (HCl 2N)
+++++ ++++ +++++ +
pH H2O 5 5 5 5 3
Catatan khususSemakin tinggi kation = basa, makin besar pH,
adanya pelindian kation = basa intensif dengan kejenuhan basa dibawah 23,5%
Pengamatan terhadap karakteristik
profilnya tanah pada daerah ini memiliki
lima lapisan yang terdiri dari lapisan I,
lapisan II, dan lapisan III, lapisan IV, dan
lapisan V. Lapisan I memiliki jeluk
sedalam 0 – 39 cm, lapisan II memiliki
jeluk sedalam 39 – 63 cm, dan lapisan III
memiliki jeluk sedalam 63 – 100 cm,
Lapisan IV memiliki jeluk sedalam 100-
145 cm, dan Lapisan V memiliki jeluk
sedalam 145-183 cm.
Pada pengamatan kedua yaitu
warna tanah, warna tanah yang berbeda
pada pada irisan profil tanah yang telah
19
dibuat dapat menentukan horizon-horizon
tanah, namun karena pada profil tanah
yang diamati tidak terdapat perbedaan
warna yang signifikan maka digunakan
cara lain yaitu suara yang dihasilkan
dengan mengetuk-ngetukan palu pedologi
untuk membedakan tiap lapisan atau
horizon tanah. Metode yang digunakan
pada pengamatan warna yaitu secara
kuantitatif dengan menggunakan kartu
warna Soil Munsell Color Charts yang
tersusun atas 3 unsur yaitu Hue yang
menunjukkan spektrum warna dominan;
Value (YR) yang menunjukkan tingkat
kecerahan warna dengan warna putih
sebagai pembanding; dan Chroma.
Dengan menggunakan Soil Munsell
Color Charts maka diperoleh hasil
matriks untuk lapisan I 2,5 YR 5/6, dan
pada lapisan II, III, IV dan V memiliki
warna tanah yang sama dengan lapisan I
yaitu 2,5 YR 5/6. Pada lapisan III, IV dan
V ditemukan karatan nodul Fe. Tekstur
tanah diamati dengan menggunakan
metode kualitatif. Tekstur pada lapisan I,
II, III, IV dan V sama, yaitu lempung
debuan. Struktur tanah di profil tanah ini
memiliki tipe yang sama untuk semua
lapisan, yaitu gumpal menyudut dengan
kelas sedang pada lapisan I, II, III dan IV,
sedangkan pada lapisan V memiliki kelas
struktur kuat. Derajat struktur pada
lapisan I sangat remah, lapisan II adalah
dominan remah, sedangkan lapisan III
remah, lapisan IV agak remah, dan
lapisan V adalah sedikit remah.
Konsistensi tanah adalah salah satu sifat
fisika tanah yang menggambarkan
ketahanan tanah pada saat memperoleh
gaya atau tekanan dari luar yang
menggambarkan bekerjanya gaya kohesi
(tarik menarik antar partikel) dan adhesi
(tarik menarik antara partikel dan air)
dengan berbagai kelembaban.Pengamatan
ini menggunakan metode kualitatif dan
pada pengamatan didapatkan konsistensi
kering pada lapisan I yaitu lekat,
sedangkan konsistensi kering pada
lapisan II, III, IV, dan V adalah lepas-
lepas, sedangkan konsistensi lembab pada
setiap lapisan sama, yaitu lekat, dan
untuk konsistensi basah pada lapisan I, II,
dan III adalah lekat sedangkan
konsistensi basah pada lapisan IV dan V
adalah sangat lekat.
Perakaran yang ada pada lapisan I
dan II adalah makro dan sedikit, dan pada
lapisan III dan IV adalah meso dan
sedikit, dan pada lapisan V tidak ada.
Jumlah akar pada lapisan I sedikit,
jumlah akar pada lapisan II sedikit, dan
pada lapisan III, IV, dan V tidak ada akar.
Perakaran berkaitan dengan kemampuan
vegetasi untuk tumbuh dan berkembang
yang dapat diamati melalui penetrasi akar
pada tanah tersebut. Tanah yang cocok
untuk tumbuh dan berkembangnya
vegetasi dapat diindikasikan dengan
20
kemampuan penetrasi akar vegetasi atau
tanaman tersebut untuk mencapai
horizon-horizon tertentu pada suatu jenis
tanah. Bahan kasar yang terdapat pada
lapisan I dan III tidak ada jenis bahan
kasar sedangkan pada lapisan II, IV dan
V terdapat bahan kasar jenis kerikil
dengan jumlah yang relatif sedikit dengan
ukuran kecil.
Pada saat praktikum lapangan,
dilakukan uji kandungan bahan organik
dengan khemikalia H2O2 10%, Mn
dengan H2O2 3%, dan kapur dengan HCl
2N, serta uji pH H2O tanah. Hasil
pengamatan uji khemikalia pada borlist
ditunjukkan dengan pemberian tanda +
yang didasarkan pada banyak sedikitnya
gelembung atau buih yang timbul ketika
cairan uji dituangkan. Pengamatan
kandungan bahan organik dengan
menggunakan khemikalia H2O2 10%
menunjukkan bahwa lapisan I
menghasilkan lebih banyak gelembung
atau buih, kemudian diikuti oleh lapisan
II, lapisan III, lapisan IV, dan lapisan
Vpaling sedikit. Pengamatan kandungan
Mn dengan khemikalia H2O2 3%
menunjukkan hasil yang sama seperti
hasil pengamatan pemberian khemikalia
H2O2 10% .Pada pengamatan kandungan
kapur dengan HCl 2N menunjukkan hasil
yang juga sama dengan pemberian
khemikalia H2O2 10% dan H2O2 3%. Uji
pH pada lapisan tanah menunjukkan
bahwa lapisan I, lapisan II, lapisan III,
dan lapisan IV memiliki pH 5, sedangkan
pada lapisan V memiliki pH 3.
Tabel 6. Klasifikasi ordo tanah
PPT : Latosol
FAO : Lixisols
Soil Taxonomy : Alfisol
Berdasarkan hasil morfologi tapak
dan karakteristik profil, dapat diketahui
bahwa klasifikasi tanah yang ada pada
stop site 2 berupa latosol (menurut PPT),
Lixisols (menurut FAO), dan Alfisol
(menurut USDA).
Alfisol bisa terbentuk karena
proses pencucian mineral lempung yg
menyebabkan turunnya lempung dan
dari proses ini menghasilkan horizon
argilik, namun karena proses ini belum
intensif sehingga kejenuhan basanya
masih tinggi. Hal ini dibuktikan dari pH
yang didapatkan pada tanah ini yang
diduga merupakan pH tinggi yaitu 5.
Pada dasarnya tanah alfisol ini
dimanfaatkan sebagai tanah sebagai
kebun campuran. Dimana kebun
campuran merupakan salah satu sistem
agroforestri yang terdiri dari beragam
jenis pohon dan tanaman semusim.
Kebun campuran sebagai sebuah sistem
21
produksi menghasilkan sumber makanan
bagi manusia maupun ternak, sumber
bahan bangunan dan sumber energi
berupa kayu bakar. Tanah ini merupakan
tanah yang memiliki tingkat kesuburan
yang baik dan cukup produktif untuk
pengembangan berbagai komoditas
tanaman pertanian. Contoh tanaman yang
cocok untuk ditanam yaitu mangga,
mlinjo, pisang dan sengon.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan praktikum
lapangan yang telah dilakukan tanah yang
berada pada stop site 2 daerah Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta ini
menurut klasifikasi PPT masuk dalam
ordo latosol, dalam klasifikasi FAO
masuk ke dalam ordo lixisols, sedangkan
klasifikasi Soil Taxonomy (USDA)
masuk ke ordo alfisol. Tanah ini memiliki
tingkat kesuburan yang baik karena jeluk
air tanah dengan kedalaman sedang dan
dekat dengan sungai serta topografi yang
bergelombang membuat erosi pada
daerah ini berjenis erosi lembar dengan
tingkat erosi rendah sehingga baik
dimanfaatkan sebagai kebun campuran
lahan.
DAFTAR PUSTAKA
22
Boul, S.W., F.D. Hole, dan R.J. Mc Cracken. 1973. Soil Genesis and Classification. The Iowa State. University Press.
Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.
Jenny, H. 1941. Factors of Soils Formation. McGraw-Hill, New York.
Kaunang, D. 2008. Andisols (Andosol). Soil Environment 6(2): 109-113.
Miller, R. W. and R. L. Donahue. 1990. Soils: an introduction to soils and plant growth. Prantice Hall.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratio for Indonesia with Western New Gurinea. Kementerian Perhubungan. Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Soedyanto. 1998. Bercocok Tanam. Yasaguna. Jakarta.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy. Ed ke-11. USDA, Natural resources conservation service. Halaman 35-76.
Tan, K. H. 2000. Environmental soil science. Marcel Dekker, New York.
23
MORFOLOGI TANAH MOLLISOL HUTAN BUNDER
ABSTRAK
Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada Sabtu, 11 April 2015 di kawasan Hutan Bunder , Gunung Kidul. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah yang ada di kawasan Hutan Bunder ini. Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini meliputi morfologi tapak, profil tanah, dan klasifikasi tanah. Pengamatan morfologi tapak ini menunjukkan bahwa di kawasan Hutan Bunder tersebut termasuk dalam fisiografi cekungan wonosari yang memiliki topografi yang berombak serta memiliki ketinggian lereng 11 %. Pengamatan profil tanah menunjukkan bahwa tanah di kawasan Hutan Bunder tersebut memiliki dua horizon yaitu horizon A , horizon B. Tanah yang ada di kawasan Hutan Bunder ini memiliki tektur lempung dan struktur granuler. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tanah yang ada di kawasan Hutan Bunder tersebut digolongkan ke dalam tanah Rendzina (berdasarkan FAO), tanah Mollisol (berdasarkan Soil Taxonomy) atau Rendzina (berdasarkan PPT ).
Kata kunci : Rendzina, morfologi tapak, profil tanah.
I. PENDAHULUAN
Tanah merupakan lapisan
permukaan bumi yang digunakan
sebagai tempat tumbuh suatu
tanaman atau organisme yang ada di
dalamnya. Tanah dibentuk dalam
waktu yang cukup lama melalui
proses pedogenesis yang selalu
mengalami perkembangan yaitu
transformasi zat-zat mineral dan
organik akibat dari adanya aktivitas
iklim dan organisme dalam jangka
waktu tertentu (Minasny et al.,
2008). Proses pedogenesis meliputi
penambahan, penghilangan,
pencampuran, alih rupa, alih tempat.
Proses tersebut mengakibatkan
terjadinya serta terbentuknya tanah
yang memiliki karakteristik yang
berbeda antara yang satu dengan
yang lain. Tanah disuatu tempat
tidak akan sama persis dengan tanah
ditempat lain. Rendzina merupakan
tanah organik diatas bahan berkapur
yang memiliki tekstur lempung
seperti vertisol. Tanah redzina
memiliki kadar lempung yang tinggi,
teksturnya halus dan daya
permeabilitasnya rendah sehingga
kemampuan menahan air dan
mengikat air tinggi. Tanah rendzina
berasal dari pelapukan batuan kapur
dengan curah hujan yang tinggi.
Tanah ini memiliki kandungan Ca
dan Mg yang cukup tinggi, bersifat
basa, berwarna hitam, serta hanya
mengandung sedikit unsur
hara. Rendzia banyak terdapat di
Maluku, papua, Aceh, Sulawesi
Selatan, Lampung dan pegunungan
kapur di selatan Pulau Jawa.
Rendzina digunakan untuk budidaya
tanaman keras semusim dan juga
tanaman palawija (Anonim, 2013).
24
Warna tanah merupakan cirri
tanah yang paling nyata dan mudah
ditemukan. Umumnya bahan
organiklah yang memberi warna
kelam pada tanah. Semakin stabil
bahan organiknya maka semakin tua
warnanya, semakin segar tanahnya
maka semakin cerah warnanya.
Humus stabil berwarna hitam. Pada
tanah mollisol ini memiliki warna
tanah yang gelap yang berarti tanah
ini memiliki kandungan Bahan
organik yang tinggi (Darmawijaya,
1997). Mollisol merupakan salah
satu ordo tanah yang dapat dikatakan
sangat subur. Mollisol mempunyai
solum tanah yang dangkal dengan
kejenuhan basa di atas 50%. Tanah
ini umumnya ditemukan pada daerah
bukit kapur. Mollisol mempunyai
ketebalan epipedon di atas 18cm.
Epipedon mollik dicirikan dengan
banyaknya kandungan C organik dan
kejenuhan basa yang tinggi. Tanah
dengan basa tinggi seringkali
dikatakan subur karena banyak
mengandung mineral organik seperti
Mg dan Ca yang sangat dibutuhkan
tanaman dalam proses pertumbuhan
(Huang et al., 2011).
Proses utama yang mengarah
pembentukan tanah Mollisols adalah
padang rumput yang melanisation,
dekomposisi, humification dan
pedoturbation. Mollisols telah mendalam,
bahan organik tinggi, diperkaya gizi-
permukaan tanah (horizon A),biasanya
antara 60-80 cm secara mendalam.
Permukaan tanah ini subur dan dikenal
sebagai epipedon mollic. Epipedons Mollic
yaitu hasil dari penambahan jangka
panjang dari bahan organik berasal dari
akar tanaman, dan biasanya memiliki
lembut, butiran, struktur tanah. Mollisols
terjadi pada savana dan lembah-lembah
pegunungan (seperti Asia Tengah, atau
Amerika Utara Great Plains). Lingkungan
ini secara historis sangat dipengaruhi oleh
kebakaran dan pedoturbation berlimpah
dari organisme seperti semut dan cacing
bumi. Diperkirakan bahwa pada tahun
2003, hanya 14 hingga 26 persen dari
ekosistem padang rumput masih tetap
dalam keadaan yang relatif alami (yaitu,
mereka tidak digunakan untuk pertanian
karena kesuburan cakrawala A). Secara
global, mereka mewakili ~ 7% dari luas
daratan bebas es, Sebagai rangka tanah
pertanian yang paling produktif di dunia,
Mollisols sangat cocok sebagai tempat
tumbuh tanaman semusim. Tanah
25
rendzina merupakan tanah padang rumput
yang memiliki tanah berwarna gelap ,tanah
terbentuk dari batuan lunak, batuan mergel ,
gips. Kandungan Mg dan Ca sangat tinggi,
mimiliki ph antara 7,5 - 8,5 serta peka
terhadap erosi (Anonim, - ). Mollisol
memiliki vegetasi alami seperti
rerumputan. Akar rerumputan sangat
menyukai epipedon mollik karena
kandungan bahan organik dan
kalsium yang tinggi. Tanah mollisol
juga merupakan tanah yang subur
dengan persebaran pada latitud
sedang dan terdapat di tengah benua
(Kravchenko et al., 2011).
Menurut Soil Survey Staff
(2010), Tanah mollisol termasuk
tanah epipedon mollic yang 40 cm
atau lebih tebal dan memiliki kelas
tekstur yang lempung halus dan
sebuah penurunan yang tidak teratur
di kandungan organik karbon
( Holosen usia ) antara kedalaman 25
cm dan baik kedalaman dari 125 cm
di bawah permukaan tanah mineral
atau densic , litik ,atau kontak
paralithic, mana yang dangkal.
Faktor pembentuk tanah dapat
mempengaruhi jenis tanah yang
terbentuk. Tanah-tanah yang terentuk
memiliki ciri-ciri yang berbeda
antara tanah satu dengan tanah yang
lainnya. Ciri-ciri tanah yang berbeda
itu dapat berupa tekstur tanah,
struktur tanah, konsistensi tanah,
warna tanah, perakaran tanah,
kandungan khemikalia dan lain- lain.
Proses terbentuknya tanah karena
adanya faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhi seperti iklim,
bahan induk, relief, organisme yang
terkandung dalam tanah, serta waktu
yang diperlukan dalam pembentukan
(Sutanto, 2005).
Iklim dapat mempengaruhi
proses pembentukan tanah, unsur-
unsur iklim yang dapat
mempengaruhi proses pembentukan
tanah yaitu berupa curah hujan dan
suhu. Suhu akan berpengaruh
terhadap proses pelapukan bahan
induk suatu tanah. Suhu tinggi maka
pelapukan cepat sehingga tanah yang
terbentuk juga cepat. Pada
pembentukan tanah rendzina juga
disebabkan karena faktor iklim yaitu
berdasarkan suhu dan curah hujan.
Tanah rendzina memiliki tanah
yangg hampir netral tetapi pada
pengamatan pratikum lapangan
didapatkan hasil memiliki ph 5 hal
tersebut disebabkan karena Curah
26
hujan berpengaruh terhadap
kekuatan erosi dan pencucian tanah,
pencucian tanah secara cepat
menyebabkan tanah di kawasan
Hutan Bunder menjadi asam.
Organisme sangat
berpengaruh terhadap proses
pembentukan tanah dalam hal
membantu proses pelapukan. Proses
pelapukan dapat berupa pelapukan
organik maupun kimiawi seperti
halnya pada tanah mollisol terdapat
organisme yang membantu
terbentuknya tanah mollisol yaitu
seperti cacing bumi dan semut.
Bahan induk merupakan batuan
induk yang telah mengalami
pelapukan lalu baru akan menjadi
tanah. Pada tanah rendzina ini bahan
induknya berasal dari pelapukan
batuan kapur dengan curah hujan
yang tinggi sehingga termasuk tanah
yang basa, Bahan induk di tanah ini
mudah melapuk karena banyaknya
kation-kation basah. Keadaan
topografi suatu daerah dapat
mempengaruhi tebal atau tipisnya
tanah serta sistem drainase dari tanah
tersebut.
Daerah yang memiliki
topografi miring atau berbukit
memiliki tanah yang tipis karena
tererosi sedangkan daerah yang
bertopografi datar maka lapisan
tanahnya tebal karena terjadi
sedimentasi, sedang pada proses
pembentukan tanah di kawasan
Hutan Bunder tersebut memiliki
topografi yang berombak sehingga
tanah yang dihasilkan adalah tanah
yang memiliki lapisan tipis karena
tererosi.
Waktu dapat memberi
peluang terjadinya proses
pembentukan dan perkembangan
suatu tanah ,sedangkan pada tanah
rendzina ini memiliki kemampuan
pelapukan yang cepat sehingga hal
tersebut menyebabkan terjadinya
tanah rendzina yang terbentuk
bersifat masam. Banyaknya waktu
yang diperlukan untuk pembentukan
tanah berbeda-beda. Tanah yang
berkembang dari batuan yang keras
memerlukan waktu yang lebih lama
untuk pembentukan tanah dibanding
dengan yang berasal dari bahan
induk yang lunak. Dari bahan induk
vulkanik lepas seperti abu gunung
api, dalam waktu kurang dari 100
tahun telah dapat terbentuk tanah
muda. Tanah dewasa dapat terbentuk
27
dalam waktu 1.000 – 10.000 tahun
seperti halnya tanah Spodosol di
Alaska yang berkembang dari bahan
induk berpasir (1.000 tahun) dan
tanah Molisol di Amerika Serikat
yang berkembang dari bahan induk
berlempung lepas (10.000 tahun)
(Hardjowigeno, et al, 1983).
Pengamatan tanah mutlak
dilakukan baik di dalam
Laboraturium maupun di lapangan
dikarenakan antara tanah yang satu
dengan yang lain berbeda serta
menimbulkan sifat yang berbeda
pula. Pengamatan dilakukan dengan
mengamati morfologi dari tanah
tersebut dengan cara membuka dan
mengamati profil dari tanah tersebut,
sehingga dapat dilakukan analisis
tentang tanah tersebut, misalnya tipe
tanah, penggunaan lahan, serta
karakteristik tanah tersebut.
II. METODOLOGI
Praktikum lapangan ini
dilaksanakan pada Sabtu, 11 April
2015 di kawasan Hutan Bunder,
Yogyakarta. Praktikum lapangan ini
dilakukan pengamatan tanah yang
ada di Hutan Bunder,yang mengenai
morfologi tapak, profil tanah, dan
klasifikasi tanah. Pada praktikum
ini , alat-alat yang digunakan adalah
kompas, klinometer, altiimeter,
metline, GPS, stereoskop, pH stick,
palu pedologi, Musell Color Charts,
borlist, kamera, dan bahan
khemikalia yaitu HCl 2 N, H2O2 3%,
H2O2 10% dan aquades. Langkah –
langkah yang dilakukan pada
praktikum lapangan ini yaitu
dilakukan pengamatan morfologi
tapak, profil tanah serta uji
khemikalia. Pengamatan morfologi
tapak ini dilakukan dengan
pembukaan lahan. Kemudian,
dilakukan pembagian horizon
dengan cara pengetokan tanah
dengan menggunakan bantuan palu
pedologi dengan membandingkan
suara yang dihasilkan pada tanah
serta dengan dilakukannya
pengamatan perbedaan warna pada
tanah tersebut. Selanjutnya dilakukan
pengamatan profil tanah yaitu
tekstur, struktur, konsistensi, warna
tanah, jeluk, perakaran, dan bahan
kasar. Pada pengamatan profil tanah
yaitu jeluk dilakukan dengan
menggunakan metline untuk
mengukur kedalaman tanah.
Penentuan tekstur serta konsistensi
28
tanah dilakukan dengan
menggunakan metode kualitatif.
Pengamatan warna tanah ditentukan
dengan alat Mussel Color Charts.
Setelah itu, dilakukan pengamatan
morfologi tapak meliputi fisiografi,
landform, topografi, lereng, arah
lereng, litologi, batuan permukaan,
pola drainase, letak lintang,
ketinggian tempat, erosi, tingkat
erosi, landuse, vegetasi yang ada di
kawasan tersebut, serta jeluk air
tanah. Pengamatan morfologi tapak
seperti kemiringan lereng dilakukan
dengan menggunakan alat
klinometer, letak lintang lahan
ditentukan dengan GPS, ketinggian
tempat diukur dengan menggunakan
altimeter, arah ditentukan dengan
menggunakan kompas. Pengamatan
yang dilakukan selanjutnya yaitu uji
khemikalia yang diawali dengan
dilakukannya pengambilan contoh
tanah yang diamati sesuai dengan
horizon tanah tersebut, lalu tanah
tersebut dibagi menjadi tiga bagian
yang dilakukan untuk uji BO dengan
H2O2 10%, uji Mn dengan H2O2 3%
dan uji kapur dengan HCl 2 N.
Kemudian contoh tanah ditetesi
dengan larutan tersebut. Setelah itu
diamati ada dan tidaknya buih yang
dihasilkan ketika tanah ditetesi
dengan masing-masing larutan.
Selanjutnya pH tanah ditentukan
dengan pH stick pada pencampuran
contoh tanah yang diamati dengan
aquadest. Kemudian pH stick di
celupkan dan diamati pH nya lalu
setelah diamati catat pada table
borlist yang telah disediakan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Gambar 6. Morfologi Tapak
Gambar 7. Profil Tanah
Tabel 7. Morfologi Tapak (Site)
Stop site 3
Nama pengamat : Kelompok 3/A21 Letak Lintang : S : 07o54.137’
E : 110o33.039’
Lokasi : Hutan Bunder GK Altitude : 206 mdpl
Fisiografi : Cekungan Wonosari Erosi : Alur
Landform : Angkatan Tingkat Erosi : Sedang
Topografi : Berombak Landuse : Perkebunan, Hutan
30
Lereng : 11 % Vegetasi : Pohon Akasia
Arah Lereng: 55 NE Pertumbuhan : Subur
Litologi : Sedimen Marine Jeluk air tanah : 7 m
Batuan Permukaan : 10-15% Cuaca : Cerah
Pola Drainase : Dendritik
Pada praktikum lapangan stop site 3
ini, pengamatan tanah dilakukan di daerah
Hutan Bunder, Yogyakarta. Pengamatan
tanah di Hutan Bunder ini dilakukan
pengamatan morfologi tapak dan profil
tanah. Pada pengamatan morfologi tapak,
hasil yang didapat di wilayah Hutan Bunder
ini berfisiografi cekungan wonosari dengan
memiliki landform angkatan. Wilayah Hutan
Bunder ini memiliki topografi yang yang
berombak berupa sedimen marine dan
batuan permukaan hanya 10-15%. Wilayah
Hutan Bunder ini memiliki lereng 11%
dengan arah lereng 55⁰ NE. Wilayah Hutan
Bunder berada pada lintang S(07054.137’)
E(110033.039’) dengan ketinggian tempat
206 mdpl dari permukaan laut. Pola drainase
pada wilayah Hutan Bunder ini yaitu
memiliki pola dendritik. Daerah Hutan
Bunder rmemiliki erosi alur dengan tingkat
erosi yang sedang. Jeluk air tanah pada
daerah ini adalah 7m dari permukaan laut.
Vegetasi yang tumbuh didaerah Hutan
Bunder ini adalah pohon akasia yang
tumbuh subur, karena di tanah ini memiliki
perakaran yang dalam dan kuat. Di daerah
Hutan Bunder digunakan sebagai lahan
pertanian dan juga hutan karena disana
pengairannya selain mengandalkan air hujan
juga terdapat sungai yang dapat digunakan
untuk pengairan pada lahan pertanian. Pada
pengamatan di wilayah Hutan Bunder ini
dilakukan pengamatan dengan cuaca cerah.
Tabel 8. Karakteristik Profil
Pengamatan Lapisan I
Horison A
Lapisan II
Horison B
Jeluk (cm) 0-22cm 22-70 cm
Warna Tanah
a. Matrik 10 YR 3/3 10 YR 4/3
b. Karatan - -
31
c. Campuran - -
Tekstur Lempung Lempung
Struktur
a. Tipe Granuler Granuler
b. Kelas Sedang Kecil-sedang
c. Derajat Sedang Sedang
Konsistensi
a. Kering Keras Keras
b. Lembab Teguh Teguh
c. Basah Liat Liat
Perakaran
a. Ukuran Messo Makro messo
b. Jumlah Banyak Banyak
Bahan Kasar
a. Jenis <1 % batu <1 % batu
b. Jumlah < 1 % < 1 %
c. Ukuran Kecil sekali Kecil sekali
Uji Khemikalia
a. BO (H2O2 10 %) +++ ++
b. Mn (H2O2 3 %) ++ +
c. Kapur (HCl 2 N) - -
pH H2O 5 6
32
Suatu tubuh tanah apabila dipotong
tegak lurus akan menampilkan suatu seri
lapisan yang disebut sebagai horizon. Secara
garis besar horizon dibagi menjadi horizon
organik (O), horizon mineral (A,B,C, dan
R). Horison A merupakan Horison di
permukaan tanah yang terdiri dari campuran
bahan organik dan bahan mineral. Mollisol
memiliki tanah tebal, halus, kaya bahan
orgnik (Singer, 2006).
Pada pengamatan profil tanah pada
wilayah Hutan Bunder ini, tanah yang
terdapat di wilayah Hutan Bunder ini terdiri
dari 2 horizon yaitu horizon A , horizon B.
Pada horizon A ini dengan jeluk 0-22 cm,
yang memiliki warna tanah 10 YR 3/3
dengan tekstur lempung, berstruktur
granuler, serta berkonsistensi kering keras,
konsistensi lembabnya teguh, serta
konsistensi basahnya liat. Perakaran pada
horizon A memiliki jumlah banyak dan
dengan ukuran meso dan makro. Pada uji
khemikalia pada horizon A ini, jika tanah
ditetesi BO akan menghasilkan buih lebih
banyak di bandingkan jika ditetesi dengan
Mn, sedangkan apabila ditetesi dengan
kapur tidak mengeluarkan buih sama sekali.
Pada uji kemikalia pada pengujian ph tanah
pada horizon tanah di kawasan Hutan
bunder ini ditentukan dengan menggunakan
pH stick. Pada uji kemikalia pada pengujian
pH ini didapatkan pH pada tanah rendzina
pada horison A dan horison B yaitu 5 dan 6
yang berarti bahwa pada tanah tersebut
masam. Pada pengamatan horizon B dengan
jeluk 22-70 cm memiliki warna 10 YR 4/3
dengan tekstur lempung, berstruktur
granuler, dan berkonsistensi kering keras,
berkonsistensi lembab teguh, serta
berkonsistensi basah liat. Sedangkan
perakarannya pada horizon B ini memiliki
jumlah perakaran banyak dengan ukuran
makro meso. Pada uji khemikalia pada
horizon B ini, jika tanah ditetesi BO juga
menghasilkan buih lebih banyak
dibandingkan dengan yang diberi Mn,
sedangkan apabila diberi kapur tidak
mengeluarkan buih sama sekali. Pada uji
kemikalia pada horison A buih yang
dikeluarkan lebih banyak di bandingkan
dengan buih yang dikeluarkan oleh horison
B. Pengamatan pada warna tanah
menggunakan metode secara kuantitatif
menggunakan kartu warna Soil Munsell
Color Charts , didapat hasil yaitu 10 YR
3/3, 10 YR menunjukkan Hue tanah , Hue
(angka 10) yang menunjukkan spektrum
warna dominan, YR berarti Yellow Read
yang berarti tanah tersebut berspektrum
warna antara kuning hingga merah.
33
Sedangkan 3/ menunjukkan value pada
tanah tersebut. Value merupakan gelap
terangnya warna. /3 menunjukkan Chroma
dan Chroma yang menunjukkan tingkat
kemurnian warna. Tanah Rendzina pada
umumnya merupakan tanah yang subur
dengan kandungan bahan organik yang
cukup pada lapisan I dan sedikit berkurang
pada lapisan II.
Pada pengamatan yang telah
dilakukan di wilayah Hutan Bunder ini ,
tanah dapat diklasifikasikan menjadi tanah
Mollisol berdasarkan Soil Taxonomy,
sedangkan menurut FAO merupakan tanah
Phaeozems, dan menurut PPT merupakan
tanah Mollisol.
Tanah mollisol adalah tanah yang
memiliki horizon permukaan berwarna gelap
dan memiliki kandungan bahan organic yang
tinggi. Kemasaman yang aktual diukur
menggunakan ekstrak air dan diperoleh nilai
kisaran pH 7,5 – 8,8 sehingga tanah mollisol
ini termasuk kedalam harkat netral-alkalis.
KPK tanah mollisol termasuk kategori tinggi
dan memiliki kandungan bahan organik
yang tinggi sehingga sangat subur untuk
tanaman.
Mollisols adalah bagian tanah di
taksonomi tanah USDA. Mollisol adalah
tanah dengan epipedon mollik. Tanah
mollisol merupakan tanah yang subur
dengan sedikit pencucian. Mollisols ada di
daerah semi-kering untuk wilayah semi-
lembab, biasanya di bawah penutup padang
rumput, dengan beberapa daerah padang
pasir adalah area bercurah hujan tinggi yang
mendukung rumput cenderung menutupi
tanah dengan sempurna dan menghasilkan
bahan organik. Pada tanah mollisol ini
memiliki kandungan bahan organik yang
tinggi. Pada pengamatan pada stopsite 3 di
wilayah hutan bunder ini didapatkan hasil
bahwa tanah di daerah ini termasuk tanah
mollisol dengan tekstur lempung dan
struktur granuler, syarat tanah dikatakan
berstruktur granuler apabila memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi
sedangkan pada tanah mollisol ini memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi maka
tanah ini dikatakan berstruktur granuler.
Litologi tanah mollisol ini sedimen marine
dimana memiliki kandungan kation-kation
yang tinggi. Bahan induknya mudah
melapuk karena semakin banyak kation
basahnya maka bahan induk nya akan lebih
mudah melapuk.
Tanah mollisols digunakan baik
untuk pertanian maupun hutan, namun lebih
cocok apabila digunakan untuk menanam
tanaman semusim, Pada tanah rendzina ini
banyak di tanami tanaman palawija, sayuran,
tanaman semusim dan beberapa tanaman
34
tahunan. Tanah ini dikatakan subur karena
mengandung bahan organic, kejenuhan basa
yang tinggi. Mollisol banyak ditemukan di
daerah Amerika bagian Utara Tengah, dan
Eropa bagian Tenggara (rusia, Hongaria,
Bulgaria, Rumania).Di Indonesia Mollisol
ditemukan umumnya di daerah berbukit
kapur. Tanah ini terbentuk di bawah vegetasi
rumput baik tumput rendah,s edang atau
tinggi.
Pada Tanah Rendzina Proses
pembentukan tanah yang terpenting adalah
melanisasi yaitu proses pembentukan tanah
berwarna gelap karena penambahan bahan
organic. Proses ini sebenarnya merupakan
kumpulan dari beberapa proses, yaitu :
1. Prolifirasi akar-akar rumput, yaitu
penyebaran akar-akar ke dalam profil
tanah.
2. Pelapukan bahan organik di dalam
tanah yang membentuk senyawa-
senyawa yang stabil dan berwarna
gelap
3. Pencampuran bahan organik dan
bahan mineral tanah karena kegiatan
organisme seperti cacing, semut dan
lain-lain sehingga terbentuk
kompleks mineral organik yang
berwarna kelam, dan gundukan-
gundukan.
4. Eluviasi dan iluviasi koloid organik
dan beberapa koloid mineral melalui
rongga-rongga tanah sehingga
terdapat selaput bahan organik yang
berwarna hitam di sekeliling struktur
tanah.
5. Pembentukan senyawa lingo protein
yang resisten sehingga warna tanah
menjadi hitam meskipun telah lama
diusahakan untuk pertanian maupun
penanaman.
35
Tabel 9. Klasifikasi Ordo Tanah
a. PPT Rendzina
b. FAO Phaeozems
c. Soil Taxonomy Mollisol
Pada pengamatan yang telah dilakukan
di wilayah Hutan Bunder ini , tanah dapat
diklasifikasikan menjadi tanah Mollisol
berdasarkan Soil Taxonomy, sedangkan
menurut FAO merupakan tanah Phaeozems,
dan menurut PPT merupakan tanah Mollisol.
Menurut Soil Survey Staff (2010), Tanah
mollisol termasuk tanah epipedon mollic
yang 40 cm atau lebih tebal dan memiliki
kelas tekstur yang lempung halus dan
sebuah penurunan yang tidak teratur di
kandungan organik karbon ( Holosen usia )
antara kedalaman 25 cm dan baik kedalaman
dari 125 cm di bawah permukaan tanah
mineral atau densic , litik ,atau kontak
paralithic, mana yang dangkal.
Mollisols adalah bagian tanah di
taksonomi tanah USDA. Mollisol adalah
tanah dengan epipedon mollik. Tanah
mollisol merupakan tanah yang subur
dengan sedikit pencucian. Mollisols ada di
daerah semi-kering untuk wilayah semi-
lembab, biasanya di bawah penutup padang
rumput, dengan beberapa daerah padang
pasir adalah area bercurah hujan tinggi yang
mendukung rumput cenderung menutupi
tanah dengan sempurna dan menghasilkan
bahan organik. Pada tanah mollisol ini
memiliki kandungan bahan organik yang
tinggi, sehingga warna pada tanah mollisol
ini hitam kelam.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan pada
stopsite 3 ini di kawasan Hutan Bunder
Gunung Kidul di dapatkan tanah Rendzina
yang dalam klasifikasi tanah termasuk tanah
Rendzina menurut PPT, tanah Phaeozems
menurut FAO, serta tanah Mollisol menurut
soil taxonomy. Tanah Rendzina ini termasuk
tanah yang subur dan cocok untuk pertanian
serta untuk budidaya tanaman semusim
seperti palawija dan pohon jati.
Tanah Rendzina dikatakan tanah
Mollisol menurut USDA karena tanah ini
memiliki horison yang kaya akan bahan
organik sehingga warna tanah hitam kelam,
apabila diberikan uji khemikalia di berikan
36
BO tanah ini cenderung lebih banyak
menghasilkan buih gelembung, karena
syarat dari tanah mollisol adalah memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi dan
bahan induknya mudah melapuk karena
tingginya kandungan kation-kation basah
pada tanah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Mengenal Proses Pembentukan Tanah dan Faktor-Faktornya.<http://www.bimbie.com/pembentukan-tanah.htm> .Diakses pada tanggal 24 April 2015 pukul 21.00 WIB.
Darmawijaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Hardjowigeno, S., Widiatmaka. 1983. Evaluasi Lahan dan Perencanaan TatagunaLahan.Gadjahmada University Press. Yogyakarta
Huang, P.M., Li, Y., Sumner, M.E., 2012, Handbook of Soil Sciences Properties and Processes 2nd edition, Taylor and Francis Group, USA.
Kravchenko, Y.S., Xingyi, Z., Xiaobing, L., Chunyu, S., Cruse, R.M., 2011, Mollisols Properties and changes in ukraine and china, Chin. Geogra. Sci., 21(3): 257
Minasny, B., A. B. McBratney, dan S. S. Blanes. 2008. Quantitative models for pedogenesis a review. Geoderma 144: 140-157
37
Singer, M. J. 2006. Soils an Introduction. Pearson Education, Inc., United State of America
Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy. Ed ke-11.USDA, Natural resources conservation service. Hlm 197-240
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta : Kanisius.
MORFOLOGI TANAH VERTISOL PLAYEN
ABSTRAK
Untuk memahami morfologi tapak (site), jenis-jenis tanah (klasifikasi tanah), dan karakteristik profil tidak cukup dilakukan di laboratorium, tetapi perlu juga dilakukan di lapangan. Praktikum lapangan merupakan usaha untuk melakukan cek silang terhadap hasil penelitian di laboratorium. Praktikum lapangan ini dilakukan pada tanggal 11 April 2015 di stop site-4 , sehingga diperoleh karakteristik tipe tanah. Penelitian ini ditekankan pada pengenalan karakteristik profil tanah dan morfologi tapak (site), sehingga diketahui klasifikasi tanahnya di stop site tersebut. Pengamatan di lapangan dilakukan menggunakan alat dan bahan seperti palu pedologi, belati, GPS, kompas, pH meter, soil munsell color charts, serta beberapa macam khemikalia seperti H2O2, HCl, serta H2O dan lain sebagainya. Pada stop site-4 klasifikasi tanah berupa Vertisol.
Kata kunci: Klasifikasi tanah, morfologi tapak, profil tanah
38
I. PENGANTAR
Grumosol (Vertisol) merupakan salah
satu tanah yang terbelah lebar pada musim
kemarau, setelah retakan terbentuk pada
musim kering bahan permukaan tanah masuk
ke dalam retakan. Tanah kembali basah pada
musim hujan akibat air yang cepat masuk ke
dalam retakan. Oleh sebab itu, tanah ini
mengalami kembang-kerut. Ciri umm dari
tanah ini adalah slickenside (bidang
kilir/cermin sesar) atau struktur baji pada
kedalaman <100 cm, kandungan liat ≥30%
sampai kedalaman 50 cm, ditemukan rekahan-
rekahan yg membuka/menutup secara
periodic.
Tanah ini menyebar di Jawa Tengah,
Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, dan
Maluku. Luasnya di seluruh Indonesia lebih
kurang 1 juta hektar. Tanah vertisols relatif
sulit diolah karena memiliki konsistensi yang
sangat kuat karena memiliki kandungan
lempung yang tinggi yaitu lebih dari 30%,
bahkan menurut Prasetyo (2007) kandungan
lempung pada tanah vertisol dapat lebih dari
60%. Tanah ini sangat keras pada waktu
kering (musim kemarau) dan sangat plastik
dan lengket ketika basah. Pengolahan dapat
dilaksanakan di dalam musim kemarau baik
secara manual maupun dengan menggunakan
alat berat/traktor.
Syarat – syarat tanah dikatakan berjenis
vertisol menurut Soil Taxonomy USDA yaitu
tanah vertisol merupakan tanah-tanah mineral
yang mempunyai ketebalan lebih dan 50 cm,
semua horizon memiliki liat sebesar 30% atau
lebih dan mempunyai pecahan selebar
minimal 1 cm untuk kedalaman sampai 15 cm
(tidak di irigasi). Kondisi yang menimbulkan
berkembangnya vertisol adalah bahan yang
induk kapur tinggi. Tipe vegetasi pada area
alami adalah rumput atau tanaman- tanaman
herba semusim meskipun beberapa vertisol
mendukung tanaman- tanaman ubi kayu yang
toleran terhadap kekeringan (Henry, 1998).
Tanah vertisol umumnya terbentuk dari
bahan sedimen yang mengandung
mineral smektite dalam jumlah tinggi, di
daerah datar, cekungan hingga berombak
(Driesen dan Dudal, 1989 cit Prasetyo, 2007).
Bahan induknya terbatas pada tanah bertekstur
halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah
mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu
napal, tuff, endapan aluvial dan abu vulkanik.
Pembentukan tanah vertisol terjadi melalui
dua proses utama, pertama adalah proses
terakumulasinya mineral 2:1 (smektite) dan
kedua adalah proses mengembang dan
mengerut yang terjadi secara periodik hingga
membentuk slickenside atau relief
mikro gilgai (vanWambeke,1992 cit Prasetyo,
2007). Faktor pembentuk tanah yang dominan
39
untuk vertisol adalah iklim yang relatif agak
kering sampai kering, dengan bulan-bulan
kering yang jelas dan atau bahan induk tanah
yang relatif kaya basa, seperti bahan volkan
intermedier, batu gamping, napal, batu liat
berkapur atau bahan alluvial. Selain itu
topografi berupa dataran antar perbukitan
yang tertutup, dalam arti, tidak terdapat aliran
outlet keluar wilayah, dan basa-basa dari
lingkungan sekitar yang lebih tinggi
berakumulasi di dataran, menyebabkan
terbentuknya tanah vertisols, landform-nya,
dimaksudkan sebagai dataran volkan atau
dataran antar perbukitan.
II. METODELOGI
Praktikum Lapangan stop site 4 Dasar-
Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada hari
Sabtu tanggal 11 April 2015, dengan contoh
tanah vertisol. Alat alat yang digunakan pada
praktikum lapangan ini antara lain klinometer,
kompas, meteran, Soil Munsel Colour Cart,
pH Meter, sekop, cangkul, dan pisau. Bahan-
bahan yang digunakan antara lain: aquades,
HCl 2 N, H2O2 3%, dan H2O2 10%.
Pengamatan lapangan dilakukan dengan
pembuatan profil tanah. Profil tanah
merupakan irisan tegak penampang
tanah dengan lebar dan panjang kira-kira 1-1,5
m dan kedalaman kira-kira 2 m. Syarat-syarat
pembuatan profil antara lain baru, tidak
terkena sinar matahari langsung, tidak
terendam air dan
representatif (mewakili). Pengamatan meliputi
morfologi lahan di sekitar profil yang
dibuat dan deskripsi profil. Morfologi lahan
berupa nama pengamat, lokasi, tanggal, letak
lintang, kode, cuaca, fisiologi, topografi,
litologi, landform, landuse, vegetasi, kebatuan,
pertumbuhan, lereng, arah lereng jeluk air
tanah, pola drainase, erosi, tingkat erosi, dan
altitude.
Deskripsi profil berupa jeluk, warna
tanah (matrik, kartan, campuran), tekstur,
struktur (tipe, kelas, derajat), konsistensi,
perakaran (ukuran, jumlah), bahan kasar
(jenis, jumlah, ukuran), dan uji khemikalia
dengan H2O2 10% untuk menguji BO (Bahan
Organik), H2O2 3% untuk menguji Mn, HCl
2N untuk menguji kapur, dan H2O untuk
menguji pH. Terakhir dilakukan
pula pengambilan gambar profil tanah.
40
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 8. Morfologi Tapak Gambar 9. Profil Tanah
Tabel 10. Morfologi Tapak (Site)
Nama Pengamat : Golonga A2.1 kel. 3
Lokasi: Playen, Gunung Kidul
Fisiografi : Cekungan wonosariLandform : AngkatanTopografi : dataranLereng : 3%Arah lereng : 10° NELitologi :Sedimen marineBatuan permukaan : GanpingPola Drainase : Dendritik
Letak Lintang : S: 07° 58.483’ E: 110° 32.653’Altitude : 186 mdplErosi : LembarTingkat erosi : Sangat ringanLanduse : TegalanVegetasi : singkong, lamtoroPertumbuhan : BaikJeluk air tanah : >10 mCuaca : Cerah
41
Tanah di desa Playen, Wonosari ini
termasuk tanah Vertisol. Bahan induk
penyusunnya yaitu kapur dan batu gamping.
Landform tanah ini yaitu angkatan yaitu
daerah hasil pengangkatan dasar laut karena
proses geologi sampai ketinggian 186 mdpl
dan terletak di daerah lipatan (daerah
pertemuan bukit dengan lembah sehingga
terbentuk cekungan). Hal ini menyebabkan
perubahan topografi permukaan bumi/
perubahan muka air tanah dan relief tanah.
Relief tanah ini datar, berlereng 3% dengan
kemiringan lereng ke arah 10° NE. Tingkat
erosi yang terjadi sangat ringan. Erosi yang
terjadi adalah erosi lembar yaitu erosi yang
menyebabkan kehilangan tanah lapisan atas
karena air yang mengalir di permukaan
menghanyutkan butiran atau partikel tanah.
Tanah Vertisol yang berlokasi di
Playen, dengan geografis S 070 58. 483’dan
E 1100, memiliki litologi sedimen marine
dan pola drainase dendritik serta jeluk air
tanah dangkal. Pola dendritik adalah yaitu
pola yang menyerupai percabangan pohon
dengan tingkat erosi yang rendah atau ringan
dan termasuk kedalam erosi alur, erosi alur
ini adalah pengelupasan yang diikuti dengan
pengangkutan partikel-partikel tanah oleh
aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam
saluran-saluran air. Seperti yang diketahui
bahwa tanah Vertisol ini biasanya
dimanfaatkan sebagai persawahan sehingga
mendapatkan hasil yang maksimal sehingga
di Desa Playen ini juga sama yaitu vegetasi
dan landuse-nya untuk persawahan.
Tabel 11. Karakteristik Profil
PengamatanLapisan I Lapisan II
Jeluk (cm) 0-64 cm 64-82 cmWarna Tanah d. Matrik 5Y 2.5/2 5Y 3/1e. Karatan 0 0f. Campuran - -Tekstur Lempung LempungStruktur d. Tipe Gumpal menyudut Gumpal menyudute. Kelas Sedang-besar Sedang-besarf. Derajat Sedang – besar Sedang – besarKonsistensi d. Kering Sangat keras Sangat kerase. Lembab Lekat Lekatf. Basah Sangat lekat Sangat lekat
42
Perakaran c. Ukuran Mikro Mikrod. Jumlah Sedikit SedikitBahan Kasar d. Jenis - Batuan kapure. Jumlah - Sangat banyakf. Ukuran - BesarUji Khemikalia d. BO (H2O2
10%)++ ++
e. Mn (H2O2 3%)
+ ++
f. Kapur (HCl 2N)
+ ++
pH H2O 7 7
Pada pengamatan terhadap
karakteristik profilnya tanah pada daerah ini
memiliki dua lapisan yang terdiri dari
lapisan I dan lapisan II. Lapisan I memiliki
jeluk sedalam 0 – 64 cm, sedangkan lapisan
II memiliki jeluk sedalam 64 - 82 cm.
Pengamatan kedua yaitu warna
tanah, warna tanah yang berbeda pada pada
irisan profil tanah yang telah dibuat dapat
menentukan horizon-horizon tanah, namun
karena pada profil tanah yang diamati tidak
terdapat perbedaan warna yang signifikan
maka digunakan cara lain yaitu suara yang
dihasilkan dengan mengetuk-ngetukan palu
pedologi untuk membedakan tiap lapisan
atau horizon tanah. Metode yang digunakan
pada pengamatan warna yaitu secara
kuantitatif dengan menggunakan kartu
warna Soil Munsell Color Charts yang
tersusun atas 3 unsur yaitu Hue yang
menunjukkan spektrum warna dominan;
Value (YR) yang menunjukkan tingkat
kecerahan warna dengan warna putih
sebagai pembanding; dan Chroma. Dengan
menggunakan Soil Munsell Color Charts
maka diperoleh hasil matriks untuk lapisan I
5 YR 5/2, dan pada lapisan II memiliki
warna tanah 5 YR 3/1. Umumnya Grumusol
berwarna gelap yaitu cenderung hitam (ciri
khas). Warna ini terjadi karena pengaruh
reduksi bahan organik yang berkepanjangan
pada lempung halus dan terjadi pada
tingkatan humifikasi. Tekstur tanah diamati
dengan menggunakan metode kualitatif.
Tekstur pada lapisan I dan II sama, yaitu
lempung. Pada saat kering, tanah ini bersifat
teguh atau keras, sedangkan pada saat
lembab/basah bersifat lengket dan elastis.
Tanah ini sering di jumpai dalam bentuk
bongkah yang sangat teguh sebab di
43
dominasi lempung berkandungan smektit
tipe 2:1 yang dimana tanah tersebut sangat
sensitif terhadap penambahan dan
pengurangan air yang mana ketika berada
dalam keadaan kering maksimal tanah ini
mengerut pecah-pecah, daya tahan air nya
cukup banyak pada saat basah memuai
menjadi sangat lengket sehingga air mudang
tergenang (E. Saifudin Sarief, 1993).
Struktur tanah di profil tanah ini memiliki
tipe yang sama untuk semua lapisan, yaitu
gumpal menyudut dengan kelas sedang
sampai besar. Untuk derajat struktur pada
lapisan I dan lapisan II sedang sampai besar
juga. Konsistensi tanah adalah salah satu
sifat fisika tanah yang menggambarkan
ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya
atau tekanan dari luar yang menggambarkan
bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar
partikel) dan adhesi (tarik menarik antara
partikel dan air) dengan berbagai
kelembaban. Pengamatan ini menggunakan
metode kualitatif. Pada pengamatan
didapatkan konsistensi kering pada setiap
lapisan sama, yaitu sangat keras, sedangkan
konsistensi lembab pada setiap lapisan sama,
yaitu Teguh lekat, dan untuk konsistensi
basah adalah lekat. Penyebab dari
konsistensi kering sangat keras pada tanah
vertisol yaitu karena jenis lempungnya
montmorinolit sehingga tanah memiliki daya
absorbsi yang tinggi, sedangkan konsistensi
basahnya lekat dikarenakan konsistensi dari
tanah tersebut lempung dan bahan induknya
kedap air. Menurut penelitian Prasetyo
(2007), bahwa semua pedon vertisol
memiliki kandungan fraksi lempung > 60 %,
Sehingga dari penjelasan teori diatas jika
dibandingkan dengan hasil yang kami dapat
bahwa tanah vertisol memiliki tingkat
kelekatan, keteguhan, dan keliatan yang
sempurna. Dalam tanah vertisol ini ukuran
perakaranya adalah mikro, dan jumlah
perakarannya sedikit. Hal tersebut terjadi
karena terdapatnya bahan kasar jenis batu
kapur berjumlah sedang dengan ukuran yang
besar. Sehingga perakaran tidak mampu
untuk menembus lebih dalam dan
berkembang lebih besar.
Pada saat praktikum lapangan,
dilakukan uji kandungan bahan organik
dengan khemikalia H2O2 10%, Mn dengan
H2O2 3%, dan kapur dengan HCl 2N, serta
uji pH H2O tanah. Hasil pengamatan uji
khemikalia pada borlist ditunjukkan dengan
pemberian tanda + yang didasarkan pada
banyak sedikitnya gelembung atau buih
yang timbul ketika cairan uji dituangkan.
Pengamatan kandungan bahan organik
dengan menggunakan khemikalia H2O2 10%
menunjukkan bahwa lapisan I dan II sama
sama menghasilkan gelembung yang
44
banyak. Hal tersebut terjadi karena proses
pedoturbasi yang menyebabkan bahan
organic masuk kedalam tanah saat musim
kemarau karena tanah mengkerut, bahan
organic terdesak keatas saat musim hujan
karena tanah mengembang. Oleh karena itu
kandungan bahan organic pada lapisan I
maupun II sama. Pengamatan kandungan
Mn dengan khemikalia H2O2 3%
menunjukkan hasil bahwa pada lapisan I
buih lebih sedikit daripada lapisan II, yang
berarti kandungan Mn pada lapisan I lebih
sedikit daripada lapisan II, hal ini terjadi
dikarenakan Mn terdapat dalam tanah
berbentuk senyawa oksida, karbonat, dan
silikat, bukan dipermukan tanah. Pada
pengamatan kandungan kapur dengan HCl
2N menunjukkan hasil bahwa lapisan I
kandungan kapur lebih rendah daripada
lapisan II. perbedaan ini terjadi karena
lapisan II lebih dekat dengan bahan induk.
Uji pH pada lapisan tanah menunjukkan
bahwa lapisan I dan lapisan II memiliki pH
7. pH pada tanah vertisol yang netral ini
berhubungan dengan bahan induk tanah ini,
yaitu batuan kapur. Batuan kapur memiliki
sendiri memiliki sifat yang basisi atau
alkalis. Menurut Terry (1999) pada tanah
yang mempunyai pH 7 disebut netral, tanah
disebut masam apabila pH tanah nya lebih
kecil dari 7, sedangkan jika nilai pH tanah
lebih besar dari 7 disebut tanah basis atau
alkalis. Menurut Ngole et al., (2008), pH
tanah vertisol berkisar antara 5,0 sampai 7,1.
Sifat-sifat kimia tanah verstisol umumnya
memiliki kesuburan kimia yang tinggi,
banyak mengandung Fe++, memiliki KPK
yang relatif baik, kejenuhan basa relatif
besar, kapasitas mengikat air (water holding
capacity) yang tinggi dengan pH tanah 6-8,5
(Supriyo,2008).
Tabel 12. Klasifikasi Ordo Tanah
a. PPT Grummusol
b. FAO Vertisolc. Soil Taxonomy
Vertisol
Berdasarkan hasil morfologi tapak dan
karakteristik profil, dapat diketahui bahwa
klasifikasi tanah yang ada pada Stop Site 4
berupa Grumosol (menurut PPT), Vertisol
(menurut FAO), dan Vertisol (menurut
USDA).
Pada dasarnya tanah mempunyai
banyak kegunaan. Terutama bagi kehidupan
45
manusia, seperti sebagai tempat bangunan,
sebagai tempat pertanian, peternakan,
perkrbunan, kehutanan dan masih banak lagi.
Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa adanya kemungkinan
positif pemanfaatan Grumusol menjadi lahan
pertanian. Kendala yang ada seperti
pengolahan lahan yang sulit, bersifat sangat
lekat di musim hujan dan keras di musim
kering harus segera dicarikan alternatif
terbaik.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan praktikum
lapangan yang telah dilakukan, tanah yang
berada pada stop site 4 daerah Playen,
Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta ini
menurut klasifikasi PPT masuk dalam ordo
Grumosol, dalam klasifikasi FAO masuk ke
dalam ordo vertisol, sedangkan klasifikasi Soil
Taxonomy masuk ke ordo Vertisol. Tanah ini
memiliki tingkat kesuburan Yang baik karena
pH tanah bersifat netral dan kandungan bahan
organiknya tinggi sehingga cocok untuk
pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Ngole, V.M. dan G. E. Ekosse. 2008. Physico-Chemistry and Mineralogy related to productivity of Arenosol, Luviosol and Vertisol. Iranian Journal of Science & Technology, Transaction A 32 : 104.
Prasetyo, B.H. 2007. Perbedaan Sifat-Sifat Tanah Vertisol Dari Berbagai Bahan Induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 1, Halaman 20-31.
Sarief, H. E. Saifuddin.1993. Ilmu Tanah Pertanian .Bandung: Pustaka Buana.
Soil Survey Staff.2010. Keys to Soil Taxonomy Eleventh Edition. Soil Conservation Service.USDA.
Supriyo, H. 2008. Catatan kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan (KTB 617). Pasca Sarjana Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Terry S. Bowerman. 1999. Targhee National Forest ecological unit inventory, Volume 1. Forest Service, United States. Natural Resources Conservation Service ,University of Idaho. College of Agriculture. United States.
46
MORFOLOGI TANAH ALFISOL MULO
ABSTRAK
Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada Sabtu, 11 April 2015 di kawasan Mulo , Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah yang ada di kawasan Mulo ini. Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini meliputi morfologi tapak, profil tanah, dan klasifikasi tanah. Pengamatan morfologi tapak ini menunjukkan bahwa di kawasan Mulo tersebut termasuk dalam fisiografi pegunungan seribu yang memiliki topografi yang bergelombang serta memiliki ketinggian lereng 8 %. Pengamatan profil tanah menunjukkan bahwa tanah di kawasan Mulo tersebut memiliki tiga horizon yaitu horizon A , horizon B1 dan horizon B2. Tanah yang ada di Mulo ini memiliki tektur lempung dan struktur bongkah. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tanah yang ada di kawasan Mulo tersebut digolongkan ke dalam tanah Alvisol (berdasarkan FAO), tanah Alfisol(berdasarkan Soil Taxonomy) atau Mediteran (berdasarkan PPT ).
Kata kunci : Alfisol, morfologi tapak, profil tanah.
I. PENGANTAR
Tanah merupakan bagian dari
komponen alam yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan makhluk
hidup, baik itu manusia, hewan
maupun tumbuhan. Tanah memiliki
fungsi sebagai tempat berpijaknya
makhluk hidup serta tanah dibutuhkan
47
makhluk hidup untuk menunjang
kegiatan dalam kehidupannya.
Alfisol merupakan tanah yang
telah berkembang dengan karakteristik
profil tanah membentuk sekuen
horison A/E/Bt/C, yang terbentuk
melalui proses kombinasi antara
podsolisasi dan laterisasi pada daerah
iklim basah dan biasanya terbentuk
dibawah tegakan hutan berkayu keras
(Tan 2000). Alfisol adalah tanah-tanah
di daerah yang mempunyai curah
hujan cukup tinggi untuk
menggerakkan lempung turun ke
bawah dan membentuk horison argilik.
Horison argilik merupakan horison
atau lapisan tanah yang terbentuk
akibat terjadi akumulasi liat. Tanah
tersebut umumnya terbentuk di bawah
berbagai hutan atau tertutup semak
(Miller dan Donahue 1990).
Alfisol cenderung mengalami
perkembangan tanah yang belum stabil
dibandingkan dengan Ultisol maupun
Oxisol, karena pada Alfisol masih
mengandung sejumlah mineral primer
yang mudah lapuk dan kaya akan hara.
Sehingga dari sisi kesuburan tanahnya,
Alfisols relatif lebih subur
dibandingkan dua ordo tanah yang lain
(Kurniawan, 2011 ).
Tanah mediteran merupakan
hasil pelapukan batuan kapur keras dan
batuan sedimen. Warna tanah ini
berkisar antara merah sampai
kecoklatan. Tanah mediteran banyak
terdapat pada dasar-dasar dolina dan
merupakan tanah pertanian yang subur
di daerah kapur daripada jenis tanah
kapur yang lainnya. tanah mediteran
banyak terdapat di Jawa Timur, Jawa
Tengah, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku, dan Sumatra. Mediteran
cocok untuk tanaman palawija, jati,
tembakau, dan jambu mete. Latosol
merupakan tanah yang berwarna
merah hingga coklat sehingga banyak
yang menamainya sebagai tanah
merah, memiliki profil tanah yang
dalam, mudah menyerap air, mudah
mneyerap air, memiliki kandungan
bahan organik yang sedang, dan pH
48
netral hingga asam. Kadar humus
latosol mudah menurun, dan memiliki
fosfat yang mudah bersenyawa dengan
besi dan almunium. Latosol banyak
dijumpai di Sumatra Utara, Sumatra
Barat, Bali, Jawa, Minahasa, Papua,
dan Sulawesi. Saat ini, jenis tanah
latosol banyak digunakan untuk
pertanaman palawija, padi, kelapa,
karet, dan kopi (Anonim, 2013 ).
Faktor pembentuk tanah yaitu
iklim, bahan induk, relief, organisme
yang terkandung dalam tanah, serta
waktu yang diperlukan dalam
pembentukan (Sutanto, 2005). Tanah
Alfisol terbentuk dari bahan induk
yang mengandung karbonat dan tidak
lebih tua dari Pleistosin. Di daerah
dingin, hampir semuanya berasal dari
bahan induk yang berkapur dan masih
muda. Di daerah basah, bahan induk
biasanya lebih tua daripada di daerah
dingin.
Alfisol terbentuk pada iklim
koppen Aw, Am dengan tipe curah
hujan C, D, dan E
(Schmidt dan ferguson, 1951) Tanah
Alfisol dapat ditemukan pada wilayah
dengan temperatur sedang/sub tropik
dengan adanya pergantian musim
hujan dan musim kering. Tanah Alfisol
sering didapat pada daerah beriklim
sedang, tetapi dapat pula ditemukan di
daerah tropika dan subtropika terutama
di tempat-tempat dengan tingkat
pelapukan sedang (Hardjowigeno,
1993) . Alfisol ditemukan di banyak
zone iklim, tetapi yang utama adalah di
daerah beriklim sedang yang bersifat
humid atau subhumid.
Hubungan antara vegetasi dan tanah
sangat berkaitan dengan pembentukan suatu
jenis tanah. Di daerah yang ditumbuhi oleh
hutan, tanah yang terbentuk adalah tanah
alfisol. Adapun peranan organisme lainnya
dalam pembentukan tanah alfisol ditunjukkan
pada tanah yang tertutup hutan. Yakni cacing
tanah (Buol et al., 1973) dan hewan-hewan
lainnya berperan dalam proses percampuran
bahan organik (serasah dan humus) dengan
bahan mineral pada kedalaman 2-10 cm.
Siklus unsur hara secara biologis dari subsoil
ke horison O ke A merupakan proses penting
pada tanah udalf. Hal tersebut menyebabkan
keadaan netral (pH 6,5-7,0) pada permukaan
tanah (A) dan lebih asam (pH 4,8-5,8) pada
subsoil.
Keadaan topografi memiliki
hubungan dengan jenis tanah yang
terbentuk dimana ditunjukkan oleh
49
kesesuaian keadaan iklim dan bahan
induk di daerah tersebut. Topografi
dapat mempercepat atau
memperlambat kegiatan iklim. Tanah
alfisol sering ditemukan pada tanah
yang memiliki pola tidak teratur naik
turun topografinya seperti
bergelombang pada daerah perbukitan
atau pegunungan. Pada tanah datar
kecepatan pengaliran air lebih kecil
dari pada tanah yang berombak.
Topografi miring mempergiat berbagai
proses erosi air, sehingga membatasi
kedalaman solum tanah. Sebaliknya
genangan air di dataran, dalam waktu
lama atau sepanjang tahun, pengaruh
ilklim nibsi tidak begitu nampak dalam
perkembangan tanah Didaerah
beriklim humid tropika dengan bahan
induk tuff vulkanik, pada tanah yang
datar membentuk tanah jenis
alfisol/latosol berwarna coklat,
sedangkan di lereng pegunungan akan
terbentuk alfisol/latosol merah. (Foth,
1988).
Lamanya waktu pembentukan
tanah berbeda-beda dan dipengaruhi
oleh bahan induk dan faktor
lingkungan yang mempengaruhinya.
Di Indonesia, pembentukan tanah
alfisol memerlukan waktu sekitar 2000
sampai 7000 tahun yang berdasarkan
tingkat perkembangan horisonnya
(Munir, 1996). Buol et al., (1973)
mengemukakan bahwa pembentukan
tanah Alfisol di Jawa Timur
memerlukan waktu sekitar 5.000 tahun
karena lambatnya proses akumulasi
liat untuk membentuk horison argilik.
Pada praktikum lapangan ini dilakukan
pengamatan tanah yang ada di kawasan Mulo.
Pengamatan yang dilakukan mengenai
morfologi tapak, dan profil tanah.
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, didapatkan penggolongan tanah
yang ada di Mulo tersebut ke dalam jenis
tanah Alfisol ( berdasarkan Soil Taxonomy ).
Menurut Soil Survey Staff (2010), tanah
Alfisol memiliki ketersediaan air yang cukup
untuk pertumbuhan tanaman selama tiga bulan
atau lebih, selain itu pada tanah alfisol terjadi
perpindahan dan akumulasi liat di horison B
membentuk horison argilik pada kedalaman
23-74 cm, tanah alfisol juga memiliki
kemampuan sebagai pemasok kation basa
ukuran sedang hingga tinggi, dimana hal ini
akan menyebabkan hanya terjadi
pelindian/pencucian sedang.
Berdasarkan sifat utama dari
tanah, Kaunang (2008) berpendapat
bahwa tanah yang termasuk ordo
50
Alfisol merupakan tanah-tanah yang
terdapat penimbunan lempung di
horison bawah (terdapat horison
argilik) dan mempunyai kejenuhan
basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada
kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah. Lempung yang tertimbun di
horison bawah ini berasal dari horison
di atasnya dan tercuci kebawah
bersama dengan gerakan air. Padanan
dengan sistem klasifikasi yang lama
adalah termasuk tanah Mediteran
Merah Kuning, Latosol, kadang-
kadang juga Podzolik Merah Kuning.
II. METODOLOGI
Praktikum lapangan ini dilaksanakan
pada Sabtu, 11 April 2015 di kawasan Mulo,
Yogyakarta. Praktikum lapangan ini dilakukan
pengamatan tanah yang ada di Mulo yang
mengenai morfologi tapak, profil tanah, dan
klasifikasi tanah. Pada praktikum ini , alat-alat
yang digunakan adalah kompas, klinometer,
altiimeter, metline, GPS, stereoskop, Ph stick,
palu pedologi, Musell Color Charts, borlist,
kamera, dan bahan khemikalia yaitu HCl 2 N,
H2O2 3%, H2O2 10% dan aquades.Langkah –
langkah yang dilakukan pada praktikum
lapangan ini yaitu dilakukan pengamatan
morfologi tapak, profil tanah serta uji
khemikalia. Pengamatan morfologi tapak ini
dilakukan dengan pertama-tama dilakukan
pembukaan lahan. Kemudian, dilakukan
pembagian horizon dengan cara yaitu
dilakukan pengetokan tanah dengan
menggunakan bantuan palu pedologi dengan
membandingkan suara yang dihasilkan pada
tanah serta dengan dilakukannya pengamatan
perbedaan warna pada tanah tersebut.
Selanjutnya dilakukan pengamatan
profil tanah yaitu tekstur, struktur, konsistensi,
warna tanah, jeluk, perakaran, dan bahan
kasar. Pada pengamatan profil tanah yaitu
jeluk dilakukan dengan menggunakan metline
untuk mengukur kedalaman tanah. Penentuan
tekstur , terkstur serta konsistensi tanah
dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif . Pengamatan warna tanah
ditentukan dengan alat Mussel Color Charts.
Setelah itu, dilakukan pengamatan morfologi
tapak yang meliputi fisiografi, landform,
topografi, lereng, arah lereng, litologi, batuan
permukaan, pola drainase, letak lintang,
ketinggian tempat, erosi, tingkat erosi,
landuse, vegetasi yang ada di kawasan
tersebut, serta jeluk air tanah.
Pengamatan morfologi tapak seperti
kemiringan lereng dilakukan dengan
menggunakan alat klinometer, letak lintang
lahan ditentukan dengan GPS, ketinggian
tempat diukur dengan menggunakan altimeter,
arah ditentukan dengan menggunakan
kompas. Pengamatan yang dilakukan
51
selanjutnya yaitu uji khemikalia yang diawali
dengan dilakukannya pengambilan contoh
tanah yang diamati sesuai dengan horizon
tanah tersebut, lalu tanah tersebut dibagi
menjadi tiga bagian yang dilakukan untuk uji
BO( Bahan Organik) dengan H2O2 10%, uji
Mn dengan H2O2 3% dan uji kapur dengan
HCl 2 N. Kemudian contoh tanah ditetesi
dengan masing- masing larutan tersebut.
Setelah itu diamati ada dan tidaknya buih yang
dihasilkan ketika tanah ditetesi dengan
masing-masing larutan tersebut. Selanjutnya
pH tanah ditentukan dengan pH stick yang
sebelumya dilakukan pencampuran contoh
tanah yang diamati dengan aquadest. Setelah
itu pH stick dicelupkan dan ditentukan nilai
pH nya.Setelah pengamatan tersebut selesai,
hasil pengamatan yang didapat dicatat pada
borlist yang telah disediakan sebelumnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 11. Morfologi Tapak
52
Gambar 12. Profil Tanah
53
Tabel 13. Morfologi Tapak(site)
Lokasi Mulo
Landform Angkatan
Fisiologi Pegunungan seribu
Topografi Bergelombang
Lereng 8 %
Arah lereng 24 NE
Litologi Sedimen marine
Batuan permukaan Sedikit ( 1 %)
Pola drainase Baik, dendritik
Letak lintang S= 8002.116’
E= 110035.972
Altitude 193 mdpl
Erosi Alur
Tingkat erosi Sedang
Landuse Hutan
Vegetasi Akasia
Pertumbuhan Subur
Jeluk air tanah >15 meter
Cuaca Mendung, berawan
Pada praktikum lapangan stop site 5
ini, pengamatan tanah dilakukan di daerah
Mulo , Yogyakarta. Pengamatan tanah di
Mulo ini dilakukan pengamatan morfologi
tapak dan profil tanah. Pada pengamatan
morfologi tapak, hasil yang didapat yaitu
wilayah Mulo ini berfisiografi Pegunungan
Seribu dengan memiliki landform
angkatan.Wilayah Mulo ini memiliki
topografi yang yang bergelombang berupa
sedimen marine dan batuan permukaan
hanya 1%. Wilayah Mulo ini memiliki
lereng 8% dengan arah lereng 24⁰ NE.
Wilayah Mulo berada pada lintang
S(8002.116’) E(110035.972’) dengan
ketinggian tempat 193 mdpl dari permukaan
laut. Pola drainase pada wilayah Mulo ini
yaitu memiliki pola drainase yang baik.
Daerah Mulo memiliki erosi alur dengan
tingkat erosi yang sedang. Jeluk air tanah
pada daerah ini adalah > 15 m dari
permukaan laut. Vegetasi yang tumbuh
54
didaerah Mulo ini adalah jenis tanaman
tahunan seperti akasia yang tumbuh subur,
karena di tanah ini memiliki perakaran yang
dalam dan kuat. Tetapi pada dasarnya,
kebanyakan pada wilayah ini hanya
digunakan sebagai hutan dan hanya sedikit
saja yang digunakan sebagai lahan pertanian
karena pengairan di wilayah ini hanya
mengandalkan air hujan karena tidak adanya
sungai yang terdapat disekitarnya. Pada
pengamatan di wilayah Mulo ini , dilakukan
pengamatan dengan cuaca mendung
berawan.
Tabel 14. Karakteristik Profil
PengamatanLapisan IHorizon A
Lapisan IIHorizon B1
Lapisan IIHorizon B2
Jeluk (cm) 0-1 cm 1-10 cm 10-105 cmWarna Tanah 2,5 YR 3/6 2,5 YR 3/6 2,5 YR 3/6g. Matrik - - -h. Karatan - - -i. Campuran - - -Tekstur Lempung Lempung Lempung Struktur
g. TipeGumpal
menyudutGumpal
menyudutGumpal
menyuduth. Kelas Sedang Sedang Sedangi. Derajat Sedang Sedang Sedang Konsistensig. Kering - - -
LembabAgak
lengket (plastis)
Agak lengket (plastis)
Lekat( plastis)
h. Basah - - -Perakarane. Ukuran
Mikro messo
Mikro messo
Mikro
f. Jumlah Banyak Banyak Banyak Bahan Kasarg. Jenis - - -h. Jumlah - - -i. Ukuran - - -Uji Khemikaliag. BO (H2O2
10%)+++ ++ +
55
h. Mn (H2O2 3%)
+++ ++ +
i. Kapur (HCl 2N)
+++ ++ ++
pH H2O 5 5 5
Pada pengamatan profil tanah pada
wilayah Mulo ini, tanah yang terdapat di
wilayah Mulo ini terdiri dari 3 horizon
yaitu horizon A , horizon B1 dan horizon
B2. Pada horizon A ini dengan jeluk 0-1
cm, yang memiliki warna tanah 2,5 YR 3/6
dengan tekstur lempung, berstruktur
bongkah, serta berkonsistensi agak lekat.
Perakaran pada horizon A memiliki jumlah
banyak dan dengan ukuran mikro maso.
Pada uji khemikalia pada horizon A ini,
jika tanah ditetesi BO dan Mn , akan
menghasilkan buih yang banyak dari pada
horizon lainnya, sementara pada pengujian
khemikalia yang diberi kapur, semua
harizon pada tanah ini tidak ditemukan
adanya buih. Pengujian pH tanah pada
horizon tanah di kawasan Mulo ini
ditentukan dengan menggunakan pH stick.
Pada pengujian pH ini didapat pH semua
horizon yaitu 5 yang berarti tanah yang
masam. Pada pengamatan horizon B1
dengan jeluk 1-10 cm memiliki warna 2,5
YR 3/6 dengan tekstur lempung,
berstruktur bongkah dengan tipe gumpal
menyudut, dan berkonsistensi agak lekat.
Sedangkan perakarannya pada horizon B1
ini memiliki jumlah perakaran banyak
dengan ukuran mikro meso. Pada uji
khemikalia pada horizon B1 ini, jika tanah
ditetesi BO dan Mn , akan menghasilkan
buih yang lebih sedikit dari pada horizon
A. Pada pengamatan horizon B2 dengan
jeluk 10- 105 cm dengan warna tanah 2,5
YR 3/6. Horizon B2 ini memiliki tekstur
lempung, yang berstruktur bongkah dan
dengan konsistensi lekat. Perakaran pada
horizon B2 ini memiliki jumlah perakarang
yang banyak dengan ukuran mikro. Pada
uji khemikalia pada horizon B2 ini, jika
tanah ditetesi BO dan Mn , akan
menghasilkan buih yang paling sedikit dari
pada horizon lainnya. Pengamatan pada
warna tanah menggunakan metode secara
kuantitatif menggunakan kartu warna Soil
Munsell Color Charts , didapat hasil yaitu
2,5 YR 3/6, 2,5 YR menunjukkan Hue
tanah , Hue (angka 10) yang menunjukkan
spektrum warna dominan, YR berarti
Yellow Read yang berarti tanah tersebut
berspektrum warna antara kuning hingga
merah. Sedangkan 3/ menunjukkan value
pada tanah tersebut. Value merupakan
gelap terangnya warna. /6 menunjukkan
56
Chroma dan Chroma yang menunjukkan
tingkat kemurnian warna. Umumnya
Alfisol memiliki warna yaitu cenderung
merah sampai kecoklatan. Warna ini
terjadi karena tingginya kadar besi dalam
tanah yang mengalami oksidasi.
Tabel 15. Karakteristik Ordo Tanah
PPT Mediteran
FAO Luvisols
Soil Taxonomy Alfisol
Pada pengamatan yang telah
dilakukan di wilayah Mulo ini , tanah dapat
diklasifikasikan menjadi ordo Alfisol
berdasarkan penamaan Soil Taxonomy
United State Department of Agriculture
(USDA), menurut Food and Agriculture
Organization of United Nations (FAO -
PBB) memiliki ordo Luvisols, sedangkan
berdasarkan PPT tanah ini
berordo Mediteran.
Tanah Alfisol terbentuk karena
proses pencucian mineral lempung yang
menyebabkan turunnya lempung dan dari
proses ini menghasilkan horizon argilik
namun karena proses ini belum intensif
sehingga kejenuhan basanya masih tinggi.
Hal ini dibuktikan dari pH yang didapatkan
pada tanah ini diduga merupakan pH tinggi
yaitu 5. Alfisol terbentuk di bawah tegakan
hutan berdaun lebar (Hardjowigeno, 1993).
Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar
sampai berbukit. Tanah Alfisol adalah tanah
yang berkembang di daerah hutan humid, di
mana perpindahan lempung menghasilkan
horizon Bt, yang mengandung 20% atau
lebih daripada horizon A, dan tanahnya
cukup mengalami pencucian dalam
pelapukan. Akumulasi liat dalam horizon
organic b (Bt) dapat menyebabkan kapasitas
tukar kation horizon B maksimum pada
sejumlah tanah. Reaksi tanah pada tanah
Alfisol bervariasi yaitu antara masam hingga
netral (Foth, 1998).
Pada pengamatan stop site 5 yang
ditemukan tanah Alfisol ini, berbeda dengan
tanah Alfisol yang ditemukan pada stop site
2. Perbedaan yang didapat dari hasil
pengamatan yaitu perbedaan litologi. Pada
stop site 5 terdapat litologi sedimen marine
sedangkan pada stop site 2 terdapat batuan
breksi andesitik. Sedimen marine yang
terdapat dari stop site 5 berasal dari laut
sedangkan batuan breksi andesitik pada stop
site 2 berasal dari gunung api purba,
sehingga pada stop site 5 ini banyak
mengandung kapur.
Tanah alfisol ini pada dasarnya
dimanfaatkan sebagai tanah untuk lahan
57
pertanian. Tanah ini cukup produktif untuk
pengembangan berbagai komoditas tanaman
pertanian mulai tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan. Tanah alfisol
ini memiliki tingkat kesuburannya (secara
kimiawi) tergolong baik. Contoh tanaman
yang cocok untuk ditanam yaitu palawija,
jati, tembakau, dan jambu mete.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum lapangan
yang telah dilakukan, tanah yang terdapat
pada stop site 5 yaitu di kawasan Mulo ini
terdapat tanah dalam ordo Mediteran
menurut PPT, dalam klasifikasi FAO
masuk ke dalam ordo Luvisols, sedangkan
klasifikasi Soil Taxonomy masuk ke ordo
Alfisol. Tanah Alfisol baik digunakan
sebagai lahan pertanian, hal ini karena tanah
Alfisol merupakan tanah yang subur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Jenis, karakter, Penyebaran, dan Pemanfaatan Tanah untuk Pertanian. < http://www.anakagronomy.com/2013/03/jenis-karakter-penyebaran-dan.html> Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 15.00 WIB.
Boul, S.W., F.D. Hole, dan R.J. Mc Cracken. 1973. Soil Genesis and Classification. The Iowa State. University Press. Ames. Lowa.
Foth, Henry D. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi Ketujuh. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.
Kaunang, D. 2008. Andisols (Andosol). Soil Environment 6(2): 109-113.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.
Kurniawan, R. E., Sudjono, U., dan Mujiyo. 2011. Pendugaan Perkembangan Alfisols di Kecamatan Jatipuro, Karanganyar dengan Model
Kestabilan Genetik. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 8(1) : 53-59.
Miller, R.W. and R.L. Donahue. 1990. Soils: an introduction to soils and plant growth. Prantice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy. Ed ke-11. USDA, Natural resources conservation service. Halaman 35-76.
Tan, K.H. 2000. Environmental soil science. Marcel Dekker, New York.
58
PENGHARGAAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-
Nya bahwa kami dapat menyelesaikan laporan lapangan ini.
Terselesaikannya laporan lapangan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena
itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir.Suci Handayani selaku koordinator pada praktikum dasar-dasar ilmu tanah
2. Saudara Padana Aperta Barus selaku asisten praktikum dasar-dasar ilmu tanah
3. Teman-teman satu golongan dan satu kelompok praktikum yang telah bekerja sama
dengan baik sehingga praktikum dapat berjalan dengan baik
Kami sadar bahwa dalam laporan lapangan ini masih banyak terdapat kekurangan-
kekurangan. Semoga kekurangan tersebut tentunya dapat dijadikan peluang untuk peningkatan
penelitian selanjutnya.
Akhirnya kami tetap berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
ogyaka
rta,
59
Yogyakarta, 8 Mei 2015
LAMPIRAN
STOP SITE 1
60
61
62
STOP SITE 2
63
64
65
STOP SITE 3
66
67
STOP SITE 4
68
69
STOP SITE 5
70
71
72