Laporan Dit Lapangan

104

Click here to load reader

description

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

Transcript of Laporan Dit Lapangan

Page 1: Laporan Dit Lapangan

MORFOLOGI TANAH INCEPTISOL BANGUNTAPAN

ABSTRAK

Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 11 April 2015 dengan lokasi pengamatan di Banguntapan. Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum lapangan ini adalah palu pedologi, pisau, pH stick, GPS, klinometer, Munsell Color Chart, altimeter, kompas, penggaris, kamera, alat tulis, H2O2 10%, H2O2 3%, HCl 2N, dan akuades (H2O). Praktikum ini dilakukan dengan mengamati profil tanah dan vegetasi sekitar stop site. Deskripsi profil tanah yang diamati yaitu jeluk, struktur, warna tanah, tekstur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Hasil klasifikasi ordo tanah untuk lokasi pengamatan di stop site 1 yaitu Banguntapan adalah PPT regosol, FAO kambisol dan Soil Taxonomy Inceptisol.

Kata kunci : profil tanah, klasifikasi tanah

I. PENGANTAR

Inceptisol (inceptum atau

permulaan) dapat disebut tanah muda

karena pembentukannya agak cepat

sebagai hasil pelapukan bahan induk.

Inceptisol mempunyai kandungan liat yang

rendah, yaitu < 8% pada kedalaman 20-50

cm. Tanah Inceptisol, digolongkan ke

dalam tanah yg mengalami lapuk sedang

dan tercuci (Sanchez, 1992). Inceptisol

mempunyai horizon yang dianggap

pembentukannya agak lamban sebagai

hasil alterasi bahan induk. Horizon-

horizonnya tidak memperlihatkan hasil

hancuran ekstrem. Horizon timbunan liat

dan besi aluminium oksida yang jelas tidak

ada pada golongan ini. Perkembangan

profil golongan ini lebih berkembang bila

dibandingkan dengan entisol. Tanah-tanah

yang dulunya dikelaskan sebagai hutan

coklat, andosol dan tanah coklat dapat

dimasukkan ke dalam Inceptisol.

(Hardjowigeno, 1993).

Karakteristik tanah

Inceptisol adalah memiliki solum

tanah agak tebal yaitu 1-2 meter,

warna hitam atau kelabu sampai

dengan cokelat tua, tekstur pasir,

debu, dan lempung, struktur tanah

remah konsistensi gembur, pH 5,0

sampai 7,0, bahan organik cukup

tinggi (10% sampai 31%),

kandungan unsur hara yang sedang

sampai tinggi, produktivitas

tanahnya sedang sampai tinggi

(Nuryani, 2003).

Inceptisol tersebar di

daerah-daerah iklim sub

tropika dan iklim tropika

basah. Golongan tanah ini

memberikan daya dukung

lingkungan yang lebih baik

untuk dijadikan lahan

pertanian dan rerumputan.

Inceptisol meliputi 15,7 %

dari seluruh golongan

tanah. Namun demikian,

golongan tanah ini

mengambil peranan kecil

1

Page 2: Laporan Dit Lapangan

dalam hubungannya dengan

produksi bahan makanan

dunia (Rafi’i, 1990). Inceptisol

menduduki golongan tanah terluas

kedua di dunia. Ciri khas Inceptisol

ini adalah tanah mulai berkembang,

mempunyai epipedon Ochric

(pucat), rneskipun masih sedikit

memperlihatkan bukti adanya

eluviasi dan iluviasi. Golongan

tanah ini dapat terjadi hampir

dalarn semua zona iklim yang

memungkinkan terjadinya proses

pencucian (Suryatna, 1987).

Tanah Inceptisol yang

mengandung jenis mineral lempung

termasuk tanah pertanian utama di

Indonesia karena mempunyai

sebaran yang sangat luas.

Luasannya sekitar 70,52 juta ha

atau 37,5% (Puslittanak, 2000).

Adapun ciri-ciri tanah

inceptisol menurut buku Keys to

Soil Taxonomy (2010) adalah :

(1) Dalam suatu lapisan di atas

kontak densik, litik, atau paralitik,

atau lapisan diantara kedalaman

40 dan 50 cm dari permukaan

tanah mineral, mana saja yang

paling dangkal, memiliki kondisi

akuik pada beberapa waktu dalam

tahun-tahun normal (telah

didrainase) dan mempunyai salah

satu atau lebih sifat-sifat berikut:

Epipedon histik ; atau Horison

sulfurik yang batas atasnya

berada di atas kedalaman 50 cm

dari permukaan tanah mineral ;

atau

a. Suatu lapisan

langsung di bawah

epipedon, atau di dalam 50

cm dari permukaan tanah

mineral, pada 50 % atau

lebih permukaan ped atau

di dalam matriks apabila

tidak terdapat ped,

mempunyai salah satu atau

lebih sifat berikut: (1). Jika

terdapat konsentrasi

redoks, kroma 2 atau

kurang; atau (2). Kroma 2

atau kurang; atau

b. Di dalam 50 cm dari

permukaan tanah mineral,

mengandung cukup besi

ferro aktif untuk dapat

memberika reaksi positif

terhadap alpha,

alphadipyridil ketika tanah

tidak sedang diirigasi; atau

(2) Mempunyai rasio natrium

dapat-tukar (ESP) sebesar 15 %

atau lebih (atau rasio adsorpsi

natrium, (SAR) sebesar 13 % atau

lebih) pada setengah atau lebih

2

Page 3: Laporan Dit Lapangan

volume tanah di dalam 50 cm dari

permukaan tanah mineral,

penurunan nilai ESP atau SAR

mengikuti peningkatan ke dalam

yang berada di bawah 50 cm, dan

air tanah di dalam 100 cm dari

permukaan tanah mineral selama

sebagian waktu dalam setahun.

Perbedaan karakteristik yang

dimiliki tanah Inceptisols

menyebabkan tanah tersebut ada

yang tergolong tanah marginal

(ordo Aquepts, Udik, Xerik) dan

tanah yang subur (Ordo Antrepts,

Ustepts dan Cryepts) (Soil Survey

Staff, 2010).

Inceptisols dapat dibedakan

berdasarkan great groupnya. Salah

satu great group dari Inceptisols

adalah Tropaquepts. Tropaquepts

adalah great group dari ordo tanah

Inceptisols dengan subordo Aquept

yang memiliki regim suhu tanah

isomesik atau lebih panas.  Aquept

merupakan tanah-tanah  yang

mempunyai rasio  natrium dapat

tukar (ESP) sebesar 15 persen atau

lebih (atau rasio adsorpsi natrium,

(SAR) sebesar 13 persen atau lebih

pada setengah atau lebih volume

tanah di dalam 50 cm dari

permukaan tanah mineral,

penurunan nilai ESP (atau SAR)

mengikuti peningkatan kedalaman

yang  berada  di  bawah  50  cm,

dan  air  tanah  di  dalam  100  cm

dari permukaan tanah mineral

(Foth, 1991).

Inceptisols adalah tanah-

tanah yang memilki epipedon okrik

dan horizon albik seperti yang

dimilki tanah Entisols juga

mempunyai beberapa sifat penciri

lain (misalnya horizon kambik)

tetapi belum memenuhi syarat bagi

ordo tanah yang lain. Beberapa

Inceptisols terdapat dalam

keseimbangan dengan lingkungan

dan tidak akan matang bila

lingkungan tidak berubah.

Beberapa Inceptisols yang lain

telah dapat diduga arah

perkembangannya apakah ke

ultisols, Alfisols, atau tanah-tanah

yang lain (Hardjowigeno, 1993).

Salah satu penciri terpenting

bagi Inceptisols adalah

ditemukannya horizon kambik pada

kedalaman kurang lebih 100 cm.

Apabila horizon kambik tidak

ditemukan, tanah dapat

diklasifikasikan juga sebagai

Inceptisols bila mempunyai horizon

klasik, petroklasik, duripan.

Apabila tidak diketemukan horizon

maka tanah tersebut bukan

3

Page 4: Laporan Dit Lapangan

termasuk dalam ciri-ciri Inceptisols

(Munir, 1996).

Pembentukan solum tanah

Inceptisol yang terdapat di dataran

rendah umumnya tebal, sedangkan

pada daerah-daerah berlereng

curam solum yang terbentuk tipis.

Warna tanah Inceptisol

beranekaragam tergantung dari

jenis bahan induknya. Warna

kelabu bahan induknya dari

endapan sungai, warna coklat

kemerah-merahan karena

mengalami proses reduksi, warna

hitam mengandung bahan organik

yang tinggi (Resman et al., 2006).

Sifat fisik dan kimia tanah

Inceptisol antara lain; bobot jenis

1,0 g/cm3, kalsium karbonat

kurang dari 40 %, pH mendekati

netral atau lebih (pH < 4 tanah

bermasalah), kejenuhan basa

kurang dari 50 % pada kedalaman

1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09,

nilai porositas 68 % sampai 85 %,

air yang tersedia cukup banyak

antara 0,1 – 1 atm (Resman et al.,

2006). Proses pedogenesis yang

mempercepat proses pembentukan

tanah Inceptisol adalah

pemindahan, penghilangan

karbonat, hidrolisis mineral primer

menjadi formasi lempung,

pelepasan sesquioksida, akumulasi

bahan organik dan yang paling

utama adalah proses pelapukan,

sedangkan proses pedogenesis yang

menghambat pembentukan tanah

Inceptisol adalah pelapukan batuan

dasar menjadi bahan induk

(Resman et al., 2006). Inceptisol

adalah tanah yang belum matang

(immature) dengan perkembangan

profil yang lebih lemah dibanding

dengan tanah yang matang dan

masih banyak menyerupai sifat

bahan induknya (Hardjowigeno,

1993).

II. METODOLOGI

Pengamatan lapangan dilakukan

dengan pembuatan profil tanah. Profil

tanah merupakan irisan tegak penampang

tanah dengan lebar dan panjang kira-kira

1-1,5 m dan kedalaman kira-kira 2

m. Syarat-syarat pembuatan profil antara

lain baru, tidak terkena sinar matahari

langsung, tidak terendam air dan

representatif (mewakili). Pengamatan meli

puti morfologi lahan di sekitar profil yang

dibuat dan deskripsi profil. Morfologi

lahan berupa nama pengamat, lokasi,

tanggal, letak lintang, kode, cuaca,

fisiologi, topografi, litologi, landform,

landuse, vegetasi, kebatuan, pertumbuhan,

lereng, arah lereng jeluk air tanah, pola

drainase, erosi, tingkat erosi, dan altitude.

Deskripsi profil berupa jeluk, warna tanah

4

Page 5: Laporan Dit Lapangan

(matrik, kartan, campuran), tekstur,

struktur (tipe, kelas, derajat), konsistensi,

perakaran (ukuran, jumlah), bahan kasar

(jenis, jumlah, ukuran), dan uji khemikalia

dengan H2O2  10% untuk menguji BO

(Bahan Organik),  H2O2 3% untuk menguji

Mn, HCl 2N untuk menguji kapur, dan

H2O untuk menguji pH. Terakhir dilakukan

pula pengambilan gambar profil tanah dan

morfologi lahan tanah tersebut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Profil Tanah

Gambar 2. Morfologi Lahan

5

Page 6: Laporan Dit Lapangan

A. Tabel 1. Morfologi Tapak (Site)

Nama Pengamat : Kelompok III/A

2.1

Letak Lintang : S 070 48,334’

E 1100 24,813’

Lokasi : Banguntapan Altitude : 118 mdpl

Fisiografi : Kaki Merapi Erosi : Lembar

Landform : Aluvial Tingkat Erosi : Ringan

Topografi : Datar Landuse : Tegalan

Lereng : 5% Vegetasi : Kelapa, pisang, pepaya,

lengkuas

Arah Lereng : 1400 NE Pertumbuhan : Tumbuh subur

Litologi : Aluvium Jeluk Air Tanah : 5-6 m

Batuan Permukaan : 1-5% Cuaca : Cerah

Pola Drainase : Dendritik

Lokasi di stop site pertama

yaitu di daerah Banguntapan.

Tanah di daerah ini termasuk tanah

regosol, tanah ini memiliki fisiologi

Kaki Merapi, bertopografi datar

dengan kelerengan 5% dan arah

lereng utara-selatan (140 NE).

Tanah ini mempunyai batuan

permukaan 1-5%, letak geografis S

070 48. 334’ dan E 1100 24. 813’.

Ketika diukur dengan GPS

ketinggian atau altitude daerah

Banguntapan 118 meter di atas

permukaan laut.

Pada saat dilakukan pengamatan

cuaca yang terjadi adalah cerah, di daerah

Banguntapan ini landform dan litologinya

(pemerian batuannya) adalah alluvial dan

alluvium. Pola drainase yang terjadi di

daerah ini adalah dendritik, pola drainase

dendritik adalah pola yang menyerupai

percabangan pohon dengan tingkat erosi

yang rendah. Erosi yang terjadi di daerah

ini adalah erosi lembar, erosi lembar

adalah erosi yang terjadi ketika lapisan

tipis permukaan tanah di daerah berlereng

terkikis oleh kombinasi air hujan dan air

larian yang mengalir di permukaan tanah

secara merata sehingga partikel-partikel

tanah yang hilang merata di permukaan

tanah yang menyebabkan permukaan tanah

menjadi lebih rendah secara merata.

Daerah Banguntapan berlanduse tegalan

dengan vegetasi dominan adalah tanaman

kelapa, pisang, pepaya, dan lengkuas.

Semua tanaman tersebut tumbuh subur.

Jeluk air tanah di stop site 1 ini adalah 5-6

meter.

B. Tabel 2. Karakteristik Profil

6

Page 7: Laporan Dit Lapangan

Pengamatan Lapisan I Lapisan II Lapisan III Lapisan IV

Jeluk (cm) 0-20 20-62 62-103 103-150

Warna Tanah

a. matrik 5 YR 3/2 5 YR ¾ 7,5 YR 5/4 -

b. karatan - - - -

c. campuran - - - -

Tekstur Geluh

Pasiran

Geluh

Pasiran

Geluh

Pasiran

-

Struktur

a. tipe Gumpal

menyudut

Gumpal

menyudut

Gumpal

menyudut

-

b. kelas Halus Sedang Sedang -

c. derajat Lemah Lemah Lemah -

Konsistensi

a. kering Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepas

b. lembab Lekat, agak

plastis

Lekat, agak

plastis

Lekat, agak

plastis

Lekat, agak

plastis

c. basah Lekat,

plastis

Lekat,

plastis

Lekat,

plastis

Lekat,

plastis

Perakaran

a. ukuran Meso Mikro - -

b. jumlah Banyak Sedikit - -

Bahan Kasar

a. jenis - - - -

b. jumlah - - - -

c. ukuran - - - -

7

Page 8: Laporan Dit Lapangan

Uji Khemikalia

a. BO (H2O2

10%)

++++ +++ ++ +

b. Mn (H2O2

3%)

++++ +++ ++ +

c. Kapur (HCl

2N)

++++ ++++ ++ ++

pH H2O 6 6 5 5

Catatan Khusus

Pada pengamatan

karakteristik profil tanah, tekstur

tanah pada stop site 1 ini dari

horizon I hingga ke III bertekstur

geluh pasiran dengan struktur tipe

gumpal menyudut, berkelas sedang,

dan berderajat lemah. Jeluk tanah

pada lapisan I adalah 0-20 cm,

lapisan II 20-62 cm, lapisan III 62-

103 cm, dan lapisan IV 103-150

cm. Warna tanah pada lapisan I

pada Munsell Soil Chart

menunjukkan matrik 5 YR 3/2 yang

artinya 5 YR menunjukkan hue

tanah tersebut, hue adalah warna

spektrum yang dominan sesuai

dengan panjang gelombangnya YR

berarti Yellow Red maksudnya

tanah tersebut berspektrum warna

antara kuning hingga merah. 3/

menunjukkan value pada tanah

tersebut, value yang dimaksud

adalah gelap terangnya warna tanah

sesuai dengan sinar yang

dipantulkan, /2 menunjukkan

chroma atau tingkat kemurnian

warna dan intensitas warna.

Lapisan I menunjukkan matrik 5

YR 3/2 berarti warna tanah tersebut

adalah coklat gelap, sedangkan

lapisan II adalah 5 YR 3/4 yang

artinya warna tanah pada lapisan II

coklat terang. Pada lapisan III

matrik tanah menunjukkan angka

7,5 YR 5/4 berarti warna tanah

pada lapisan III ini adalah coklat

kusam. Konsistensi tanah dalam

keadaan kering di lapisan I, II,

maupun III pada stop site 1 ini

adalah lepas-lepas, dalam keadaan

lembab adalah lekat dan agak

plastis, sedangkan dalam keadaan

basah adalah lekat dan plastis.

Perakaran ukuran meso pada tanah

ini berjumlah banyak dan terdapat

di lapisan I dan perakaran ukuran

mikro pada tanah ini cenderung

sedikit dan terdapat di lapisan II,

8

Page 9: Laporan Dit Lapangan

lapisan III perakaran sudah tidak

ada.

Uji khemikalia dengan H2O2 10%

ditujukan untuk melihat kadar bahan

organik pada tanah, lapisan I saat

diteteskan larutan H2O2 10% menunjukkan

reaksi keluarnya busa dan hal ini

menunjukkan adanya bahan organik pada

lapisan I. Lapisan II, III, dan IV juga

menunjukkan hal yang sama namun busa

yang dihasilkan semakin sedikit, hal ini

menunjukkan bahwa semakin ke lapisan

paling atas, kandungan bahan organiknya

semakin tinggi. Uji khemikalia dengan

menggunakan H2O2 3% ditujukan untuk

melihat ada tidaknya kadar Mn pada tanah

tersebut. Pada lapisan I setelah diteteskan

H2O2 3% terjadi reaksi yaitu adanya busa,

hal ini menunjukkan lapisan I mengandung

Mn, begitu pula dengan lapisan II, III, dan

IV, saat diteteskan larutan H2O2 3% busa

yang dihasilkan pada lapisan I dan II

banyak dan relatif sama, sama halnya pada

lapisan III dan IV, busa yang dihasilkan

sedikit dan juga relatif sama kadarnya, ini

menunjukkan kadar Mn yang dikandung

tanah tersebut semakin sedikit hingga

lapisan bawah. Uji khemikalia terakhir

yaitu uji kandungan kapur tanah dengan

meneteskan larutan HCl 2N, sama halnya

dengan uji kandungan BO dan Mn,

semakin ke lapisan IV, semakin sedikit

busa yang dihasilkan itu berarti kadar

kapurnya semakin rendah. Saat pengujian

nilai pH, pH yang didapat pada lapisan I

dan II adalah 6, sedangkan lapisan III dan

IV adalah 5, ini berarti pH tanah semakin

ke lapisan paling bawah adalah cenderung

masam.

C. Tabel 3. Karakteristik Ordo Tanah

a. PPT : Regosol

b. FAO : Cambicsols

c. Soil Taxonomy : Inceptisol

Tanah di stop site 1 ini

menurut klasifikasi PPT memiliki

ordo Regosol, berdasarkan Food

and Agriculture Organization of

United Nations (FAO-PBB) tanah

ini berordo Cambicsols, sedangkan

berdasarkan  penamaan Soil

Taxonomy United States

Department of Agriculture (USDA)

memiliki ordo Inseptisol.

Pengamatan yang dilakukan pada

kali ini meliputi morfologi tanah,

profil tanah dan klasifikasi tanah

yang sudah dibahas sebelumnya,

tanah inceptisols adalah tanah yang

memiliki horizon kambik, horizon

kambik adalah suatu horizon yang

mengandung beberapa mineral dan

dicirikan oleh alterasi atau

pembuangan bahan mineral

9

Page 10: Laporan Dit Lapangan

(Anonim, 2012), hal ini dibuktikan

dengan adanya bercak-bercak

hitam disekitar lapisan III dan IV.

Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pembentukan

Inceptisol yaitu:

1. Bahan induk yang sangat resisten.

2. Posisi dalam landscape yang

ekstrim yaitu daerah curam atau lembah.

3. Permukaan geomorfologi yang

muda, sehingga pembentukan tanah belum

lanjut.

Tidak ada proses pedogenik yang

dominan kecuali leaching, meskipun

mungkin semua proses pedogenetik adalah

aktif. Di tempat dengan bahan induk

resisten, proses pembentukan partikel

lempung terhambat.

Pada dasarnya tanah ini dapat

dimanfaatkan untuk usaha pertanian, yaitu

melalui terasering atau dengan budidaya

tanaman tahunan yang lebih kuat dalam

mengikat tanah. Tanaman pertanian dapat

disisipkan dalam sela-sela tanaman

tahunan. Potensi lain adalah dengan

memanfaatkan lahan ini untuk usaha

penghijauan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan praktikum

lapangan yang telah dilakukan dan

pembuktian pada karakteristik profil tanah

yaitu tekstur tanah adalah geluh pasiran,

mempunyai bahan organik yang tinggi

pada lapisan atas dan cenderung rendah

bahan organik pada lapisan bawahnya, pH

tanah yang cenderung menurun pada

lapisan bawahnya serta adanya horizon

kambik diantara lapisan III dan IV, dalam

kalsifikasi PPT masuk dalam ordo regosol

dan klasifikasi FAO masuk ke dalam ordo

cambicsols, sedangkan klasifikasi Soil

Taxonomy masuk ke ordo inceptisol,

karena kandungan bahan organiknya

termasuk tinggi, tanah ini baik digunakan

sebagai tanah pertanian.

10

Page 11: Laporan Dit Lapangan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Glossary Ilmu Tanah : Horizon Kambik. <http://www.ilmutanah.unpad.ac.id/glossary-ilmu-tanah/details/11/247/glossary-ilmu-tanah-horison-kambik.html?filter_order=> diakses pada tanggal 5 Mei 2015 pukul 11.25 WIB.

Foth, H.D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.

Nuryani. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal Ilmu Pertanian (2): 63-69.

Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1 : 1.000.000. Puslittanak. Bogor: Badan Litbang Pertanian.

Rafi’i, S. 1990. Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung.

Resman, A.S. Syamsul, dan H.S. Bambang. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan fisika inceptisol pada toposekuen lereng selatan gunung merapi kabupaten sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan (2):101-108.

Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB. Bandung.

Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy Eleventh Editions. USDA. Natural Resources Conservation Service.

Suryatna, Rafi’i. 1987. Ilmu Tanah. Angkasa. Bandung.

11

Page 12: Laporan Dit Lapangan

MORFOLOGI TANAH ALFISOL PATUK GUNUNG KIDULABSTRAK

Praktikum Lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 April 2015 di Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Pengamatan dilakukan dengan pembentukan profil tanah kemudian diidentifikasi lapisan dan horisonnya. Praktikum lapangan ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan melihat sifat, ciri, dan kenampakan di daerah Playen serta mengetahui pemanfaatan lahan di lokasi tersebut. Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah palu pedologi, pisau, pengeruk, klinometer, kompas, meteran, soil munsell color chart, dan pH meter, sedangkan khemikalia yang digunakan yaitu BO (H2O2 10%), Mn (H2O2 3%), dan Kapur (HCl 2M). Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan morfologi tapak meliputi fisiografi, landform, topografi, lereng, arah lereng, litologi, dan lain sebagainya, dan ditentukan karakteristik profil tanah, yaitu dengan dibaginya lapisan-lapisan tanah, diamati jeluk, warna, tekstur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, diuji kandungan BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Dari hasil pengamatan diperoleh pada daerah Patuk jenis tanahnya adalah Alfisol.

Kata kunci : Klasifikasi tanah, morfologi tapak, profil tanah, alfisol.

I. PENGANTAR

Menurut Soil Survey Staff

atau Soil Taxonomy United State

Departement of Agriculture

(USDA) (2010), Alfisol atau

tanah Mediteran merupakan

kelompok tanah merah yang

disebabkan oleh kadar besi yang

tinggi disertai kadar humus yang

rendah Warna Alfisol pada

lapisan atas sangat bervariasi dari

coklat abu-abu sampai coklat

kemerahan. Tanah tersebut

memiliki ciri bahwa perpindahan

dan akumulasi lempung di

horison B membentuk horison

argilik pada kedalaman sekitar 25-

75 cm, selain itu tanah alfisol juga

memiliki kemampuan sebagai

pemasok kation basa ukuran

sedang hingga tinggi, dimana hal

ini akan menyebabkan hanya

terjadi pelindian atau pencucian

sedang. Tanah Alfisol memiliki

ketersediaan air yang cukup baik

untuk pertumbuhan tanaman.

Tanah Alfisol memiliki

lapisan solum tanah yang cukup

tebal yaitu antara 90-200 cm,

tetapi batas antara horison tidak

begitu jelas. Warna tanah adalah

coklat sampai merah. Tekstur

agak bervariasi dari lempung

sampai lempung, dengan struktur

gumpal bersusut. Kandungan

unsur hara tanaman seperti N, P,

K dan Ca umumnya rendah dan

reaksi tanahnya (pH) sangat

tinggi. Kapasitas Tukar Kation

tanah adalah jumlah muatan

negatif tanah baik yang bersumber

dari permukaan koloid anorganik

(lempung) muatan koloid organik

(humus) yang merupakan situs

pertukaran kation-kation

(Soedyanto, 1998).

Berdasarkan sifat utama

dari tanah, Kaunang (2008)

12

Page 13: Laporan Dit Lapangan

berpendapat bahwa tanah yang

termasuk ordo Alfisol merupakan

tanah-tanah yang terdapat

penimbunan lempung di horison

bawah (terdapat horison argilik)

dan mempunyai kejenuhan basa

tinggi yaitu lebih dari 35% pada

kedalaman 180 cm dari

permukaan tanah. Lempung yang

tertimbun di horison bawah ini

berasal dari horison di atasnya

dan tercuci kebawah bersama

dengan gerakan air. Padanan

dengan sistem klasifikasi yang

lama adalah termasuk tanah

Mediteran Merah Kuning,

Latosol, kadang-kadang juga

Podzolik Merah Kuning.

Pada dasarnya tanah di

bumi ini memiliki bentuk yang

beranekaragam, dan tiap-tiap

bagiannya dikelilingi oleh

kandungan kompunen air dan

udara. Menurut Jenny, gaya

hancuran merupakan pencerminan

dari berbagai faktor yang

mengendalikan macam tanah

yang nantinya terbentuk. Ada

lima faktor yang pengaruhnya

sangat nyata dalam pembentukan

tanah yaitu : 1) Iklim (terutama

suhu dan curah hujan); 2)

Organisme hidup (terutama

vegetasi); 3) Sifat dari bahan

induk : a.tekstur dan struktur, b.

susunan kimia dan mineral; 4)

Topografi daerah; 5) Waktu

selama bahan induk diubah

menjadi tanah (Jenny, 1941).

Alfisol terbentuk pada

iklim koppen Aw, Am dengan

tipe curah hujan C, D, dan E

(Schmidt dan Ferguson,

1951) .Tanah Alfisol dapat

ditemukan pada wilayah dengan

temperatur sedang/sub tropik

dengan adanya pergantian musim

hujan dan musim kering. Tanah

Alfisol sering didapat pada daerah

beriklim sedang, tetapi dapat pula

ditemukan di daerah tropika dan

subtropika terutama di tempat-

tempat dengan tingkat pelapukan

sedang (Hardjowigeno, 1993) .

Alfisol ditemukan di banyak zone

iklim, tetapi yang utama adalah di

daerah beriklim sedang yang

bersifat humid atau subhumid.

Hubungan antara vegetasi

dan tanah sangat berkaitan dengan

pembentukan suatu jenis tanah. Di

daerah yang ditumbuhi oleh

hutan, tanah yang terbentuk

adalah tanah alfisol. Adapun

peranan organisme lainnya dalam

pembentukan tanah alfisol

ditunjukkan pada tanah yang

tertutup hutan. Yakni cacing tanah

13

Page 14: Laporan Dit Lapangan

(Buol et al, 1973) dan hewan-

hewan lainnya berperan dalam

proses percampuran bahan

organik (serasah dan humus)

dengan bahan mineral pada

kedalaman 2-10 cm. Siklus unsur

hara secara biologis dari subsoil

ke horison O ke A merupakan

proses penting pada tanah udalf.

Hal tersebut menyebabkan

keadaan netral (pH 6,5-7,0) pada

permukaan tanah (A) dan lebih

asam (pH 4,8-5,8) pada subsoil.

Tanah Alfisol terbentuk

dari bahan induk yang

mengandung karbonat dan tidak

lebih tua dari Pleistosin. Di daerah

dingin, hampir semuanya berasal

dari bahan induk yang berkapur

dan masih muda. Di daerah basah,

bahan induk biasanya lebih tua

daripada di daerah dingin.

Keadaan topografi

memiliki hubungan dengan jenis

tanah yang terbentuk dimana

ditunjukkan oleh kesesuaian

keadaan iklim dan bahan induk di

daerah tersebut. Topografi dapat

mempercepat atau memperlambat

kegiatan iklim. Tanah alfisol

sering ditemukan pada tanah yang

memiliki pola tidak teratur naik

turun topografinya seperti

bergelombang pada daerah

perbukitan atau pegunungan. Pada

tanah datar kecepatan pengaliran

air lebih kecil dari pada tanah

yang berombak. Topografi miring

mempergiat berbagai proses erosi

air, sehingga membatasi

kedalaman solum tanah.

Sebaliknya genangan air di

dataran, dalam waktu lama atau

sepanjang tahun, pengaruh ilklim

nibsi tidak begitu nampak dalam

perkembangan tanah Didaerah

beriklim humid tropika dengan

bahan induk tuff vulkanik, pada

tanah yang datar membentuk

tanah jenis alfisol/latosol

berwarna coklat, sedangkan di

lereng pegunungan akan terbentuk

alfisol/latosol merah. (Foth,

1988).

            Lama waktu pembentukan tanah

berbeda-beda dan dipengaruhi oleh bahan

induk dan faktor lingkungan yang

mempengaruhinya. Di Indonesia,

pembentukan tanah alfisol memerlukan

waktu sekitar 2000 sampai 7000 tahun

yang berdasarkan tingkat perkembangan

horisonnya (Munir, 1996). Buol et al.,

(1973) mengemukakan bahwa

pembentukan tanah Alfisol di Jawa

memerlukan waktu sekitar 5.000 tahun

karena lambatnya proses akumulasi

lempung untuk membentuk horison

argilik.

14

Page 15: Laporan Dit Lapangan

Menurut Tan (2000) tanah

Alfisol yang telah mengalami

erosi, kurang menguntungkan

bagi pertumbuhan tanaman. Hal

ini disebabkan horison argilik

akan terekspos ke luar menjadi

lapisan atas, lapisan ini dapat

menghambat pertumbuhan

tanaman, terutama pertumbuhan

akar. Selain itu konsentrasi Fe

dalam Alfisol biasanya tinggi

disertai kadar humus yang rendah

yang menyebabkan tanah ini

berwarna merah.

Alfisol adalah tanah-tanah

di daerah yang mempunyai curah

hujan cukup tinggi untuk

menggerakkan lempung turun ke

bawah dan membentuk horison

argilik. Horison argilik

merupakan horison atau lapisan

tanah yang terbentuk akibat

terjadi akumulai lempung. Alfisol

mempunyai kejenuhan basa tinggi

(50%) dan umumnya merupakan

tanah subur. Tanah tersebut

umumnya terbentuk di bawah

berbagai hutan atau tertutup

semak (Miller dan Donahue,

1990). Alfisol merupakan tanah

yang telah berkembang dengan

karakteristik profil tanah

membentuk sekuen horison

A/E/Bt/C, yang terbentuk melalui

proses kombinasi antara

podsolisasi dan laterisasi pada

daerah iklim basah dan biasanya

terbentuk dibawah tegakan

hutan berkayu keras. Alfisol

merupakan tanah marjinal dimana

tanah marjinal sangat beragam

permasalahannya, dari terlalu basa

(pH>7) hingga masam (pH<5),

solum dangkal, bahan

organik rendah, kahat hara makro

(N, P, K,Mg, dan S) dan mikro

(Fe dan Zn), daya simpan air

rendah, dan drainase tanah

buruk. Oleh karena itu, untuk

pengelolaan tanah marjinal perlu

penanganan khusus sesuai dengan

masalah yang terdapat di lapang.

II. METODOLOGI

Praktikum lapangan

Dasar-Dasar Ilmu Tanah

dilaksanakan pada hari Sabtu, 11

April 2015 di stopsite 2 dengan

lokasi pengamatan di Patuk,

Kabupaten Gunung Kidul,

Yogyakarta. Alat-alat yang

digunakan adalah palu pedologi,

pisau, pengeruk, klinometer, GPS,

kompas, meteran, Soil Munsell

Color Charts, kamera dan alat

tulis. Sedangkan bahan-bahan

15

Page 16: Laporan Dit Lapangan

yang digunakan adalah H2O2 3%,

H2O2 10%, HCl 2N, dan H2O.

Pengamatan di stopsite 2

diawali dengan pembuatan profil

tanah irisan tegak penampang

tanah dengan lebar dan panjang 1-

1,5m dengan kedalaman 2m.

Syarat-syarat pembuatan profil

antara lain baru, tidak terkena

sinar matahari langsung, tidak

terendam air dan representatif.

Adapun pengamatan yang perlu

dilakukan untuk mengisi blanko

pengamatan meliputi morfologi

tapak disekitar profil yang dibuat,

karakteristik profil, penentuan

warna tanah dengan

menggunakan Munsell Color

Charts, tekstur, struktur,

konsistensi, bahan kasar,

perakaran, reaksi tanah atau sifat

kimia, klasifikasi dan

pengambilan gambar profil tanah.

Vegetasi yang tumbuh

disekitarnya profil tanah yang

dibuat, pengamatan yang

dilakukan bersifat kualitatif.

Praktikan melakukan pengamatan

untuk diisikan ke borlist

pengamatan dengan bantuan

asisten yang ada. borlist

pengamatan digunakan sebagai

bahan pembuatan laporan

praktikum lapangan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Profil tanah

16

Page 17: Laporan Dit Lapangan

Gambar 4. Morfologi tanah

Tabel 4. Morfologi tapak (site)

17

Page 18: Laporan Dit Lapangan

Lokasi : Patuk Letak Lintang

: S 070 51,196’E 1100 29,354’

Fisiografi : Perbukitan Batu Agung Altitude : 282 mdplLandform : Perbukitan Erosi : LembarTopografi : Bergelombang Tingkat Erosi : RendahLereng : 15% Landuse : Kebun ke campuranArah Lereng : 250 NE Vegetasi : Mangga, mlinjo, pisang,

sengonLitologi : Breksi Andesitik Pertumbuhan : SuburBatuan Permukaan

: Sedikit 5-10% Jeluk Air Tanah

: Sedang, dekat sungai

Pola Drainase : Dendritik Cuaca : CerahPraktikum lapangan Dasar-Dasar

Ilmu Tanah yang dilaksanakan tanggal 11

April 2015, pengamatan dilakukan di

Patuk, Gunung Kidul. Daerah Patuk

terletak pada 070 51,196’ LS dan 1100

29,354’ BT dan altitude 282 m dpl.

Cuaca pada saat praktikum lapangan

cerah. Fisiografi daerah Patuk termasuk

Perbukitan Batu Agung dengan topografi

bergelombang dan landform berupa

perbukitan dengan kemiringan lereng

15% dan arah lereng 25o NE. Daerah ini

memiliki jenis erosi lembar dengan

tingkat erosi rendah. Erosi lembar adalah

erosi yang terjadi ketika lapisan tipis

permukaan tanah di daerah berlereng

terkikis oleh kombinasi air hujan dan air

larian yang mengalir di permukaan tanah

secara merata sehingga partikel-partikel

tanah yang hilang merata di permukaan

tanah yang menyebabkan permukaan

tanah menjadi lebih rendah secara

merata.. Litologi daerah Patuk adalah

batuan breksi andesitik dimana ini berasal

dari gunung api purba. Daerah ini

memiliki jeluk air tanah dengan

keadalaman sedang dan dekat sungai dan

pola drainasenya adalah dendritik. yaitu

air masuk dari permukaan tanah ke dalam

tanah (secara infiltrasi), dan karena

kelengasan di lapian tanah atas cukup, air

bergerak (pengatusan air) menuju air

tanah atau menuju tanah bawahan. Pada

hasil pengamatan dapat diketahui bahwa

landuse daerah ini adalah kebun

kecampuran yang terdapat di dalamnya

adalah tanaman mangga, mlinjo, pisang

dan sengon. Pertumbuhan tanaman pada

daerah ini termasuk subur.

Tabel 5. Karakteristik profil

18

Page 19: Laporan Dit Lapangan

Pengamatan Lapisan I Lapisan II Lapisan III Lapisan IV Lapisan V

Jeluk (cm) 39 cm 24 cm 37 cm 45 cm 38 cmWarna Tanah 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6 2,5 YR 5/6a. Matrikb. Karatan - - Nodul Fe Nodul Fe Nodul Fec. Campuran - - - - -

TeksturLempung debuan

Lempung debuan

Lempung debuan

Lempung debuan

Lempung debuan

Struktur

a. TipeGumpal

menyudutGumpal

menyudutGumpal

menyudutGumpal

menyudutGumpal

menyudutb. Kelas Sedang Sedang Sedang Sedang Kuat

c. DerajatSangat remah

Dominan remah

RemahAgak remah

Sedikit remah

Konsistensia. Kering Lekat Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepas Lepas-lepasb. Lembab Lekat Lekat Lekat Lekat Lekat

c. Basah Lekat Lekat LekatSangat lekat

Sangat lekat

Perakarana. Ukuran Makro Makro Meso Meso Tidak adab. Jumlah Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit -Bahan Kasara. Jenis - Kerikil - Kerikil Kerikilb. Jumlah - Sedikit - Sedikit Sedikitc. Ukuran - Kecil - Kecil KecilUji Khemikaliaa. BO (H2O2

10%)+++++ ++++ +++

++ +b. Mn (H2O2

3%)+++++ ++++ +++

++ +

c. Kapur (HCl 2N)

+++++ ++++ +++++ +

pH H2O 5 5 5 5 3

Catatan khususSemakin tinggi kation = basa, makin besar pH,

adanya pelindian kation = basa intensif dengan kejenuhan basa dibawah 23,5%

Pengamatan terhadap karakteristik

profilnya tanah pada daerah ini memiliki

lima lapisan yang terdiri dari lapisan I,

lapisan II, dan lapisan III, lapisan IV, dan

lapisan V. Lapisan I memiliki jeluk

sedalam 0 – 39 cm, lapisan II memiliki

jeluk sedalam 39 – 63 cm, dan lapisan III

memiliki jeluk sedalam 63 – 100 cm,

Lapisan IV memiliki jeluk sedalam 100-

145 cm, dan Lapisan V memiliki jeluk

sedalam 145-183 cm.

Pada pengamatan kedua yaitu

warna tanah, warna tanah yang berbeda

pada  pada irisan profil tanah yang telah

19

Page 20: Laporan Dit Lapangan

dibuat dapat menentukan horizon-horizon

tanah, namun karena pada profil tanah

yang diamati tidak terdapat perbedaan

warna yang signifikan maka digunakan

cara lain yaitu suara yang dihasilkan

dengan mengetuk-ngetukan palu pedologi

untuk membedakan tiap lapisan atau

horizon tanah. Metode yang digunakan

pada pengamatan warna yaitu secara

kuantitatif dengan menggunakan kartu

warna Soil Munsell Color Charts yang

tersusun atas 3 unsur yaitu Hue yang

menunjukkan spektrum warna dominan;

Value (YR) yang menunjukkan tingkat

kecerahan warna dengan warna putih

sebagai pembanding; dan Chroma.

Dengan menggunakan Soil Munsell

Color Charts maka diperoleh hasil

matriks untuk lapisan I 2,5 YR 5/6, dan

pada lapisan II, III, IV dan V memiliki

warna tanah yang sama dengan lapisan I

yaitu 2,5 YR 5/6. Pada lapisan III, IV dan

V ditemukan karatan nodul Fe. Tekstur

tanah diamati dengan menggunakan

metode kualitatif. Tekstur pada lapisan I,

II, III, IV dan V sama, yaitu lempung

debuan. Struktur tanah di profil tanah ini

memiliki tipe yang sama untuk semua

lapisan, yaitu gumpal menyudut dengan

kelas sedang pada lapisan I, II, III dan IV,

sedangkan pada lapisan V memiliki kelas

struktur kuat. Derajat struktur pada

lapisan I sangat remah, lapisan II adalah

dominan remah, sedangkan lapisan III

remah, lapisan IV agak remah, dan

lapisan V adalah sedikit remah.

Konsistensi tanah adalah salah satu sifat

fisika tanah yang menggambarkan

ketahanan tanah pada saat memperoleh

gaya atau tekanan  dari luar yang

menggambarkan bekerjanya gaya kohesi

(tarik menarik antar partikel) dan adhesi

(tarik menarik antara partikel dan air)

dengan berbagai kelembaban.Pengamatan

ini menggunakan metode kualitatif dan

pada pengamatan didapatkan konsistensi

kering pada lapisan I yaitu lekat,

sedangkan konsistensi kering pada

lapisan II, III, IV, dan V adalah lepas-

lepas, sedangkan konsistensi lembab pada

setiap lapisan sama, yaitu lekat, dan

untuk konsistensi basah pada lapisan I, II,

dan III adalah lekat sedangkan

konsistensi basah pada lapisan IV dan V

adalah sangat lekat.

Perakaran yang ada pada lapisan I

dan II adalah makro dan sedikit, dan pada

lapisan III dan IV adalah meso dan

sedikit, dan pada lapisan V tidak ada.

Jumlah akar pada lapisan I sedikit,

jumlah akar pada lapisan II sedikit, dan

pada lapisan III, IV, dan V tidak ada akar.

Perakaran berkaitan dengan kemampuan

vegetasi untuk tumbuh dan berkembang

yang dapat diamati melalui penetrasi akar

pada tanah tersebut. Tanah yang cocok

untuk tumbuh dan berkembangnya

vegetasi dapat diindikasikan dengan

20

Page 21: Laporan Dit Lapangan

kemampuan penetrasi akar vegetasi atau

tanaman tersebut untuk mencapai

horizon-horizon tertentu pada suatu jenis

tanah. Bahan kasar yang terdapat pada

lapisan I dan III tidak ada jenis bahan

kasar sedangkan pada lapisan II, IV dan

V terdapat bahan kasar jenis kerikil

dengan jumlah yang relatif sedikit dengan

ukuran kecil.

Pada saat praktikum lapangan,

dilakukan uji kandungan bahan organik

dengan khemikalia H2O2 10%, Mn

dengan H2O2 3%, dan kapur dengan HCl

2N, serta uji pH H2O tanah. Hasil

pengamatan uji khemikalia pada borlist

ditunjukkan dengan pemberian tanda +

yang didasarkan pada banyak sedikitnya

gelembung atau buih yang timbul ketika

cairan uji dituangkan. Pengamatan

kandungan bahan organik dengan

menggunakan khemikalia H2O2 10%

menunjukkan bahwa lapisan I

menghasilkan lebih banyak gelembung

atau buih, kemudian diikuti oleh lapisan

II, lapisan III, lapisan IV, dan lapisan

Vpaling sedikit. Pengamatan kandungan

Mn dengan khemikalia H2O2 3%

menunjukkan hasil yang sama seperti

hasil pengamatan pemberian khemikalia

H2O2 10% .Pada pengamatan kandungan

kapur dengan HCl 2N menunjukkan hasil

yang juga sama dengan pemberian

khemikalia H2O2 10% dan H2O2 3%. Uji

pH pada lapisan tanah menunjukkan

bahwa lapisan I, lapisan II, lapisan III,

dan lapisan IV memiliki pH 5, sedangkan

pada lapisan V memiliki pH 3.

Tabel 6. Klasifikasi ordo tanah

PPT : Latosol

FAO : Lixisols

Soil Taxonomy : Alfisol

Berdasarkan hasil morfologi tapak

dan karakteristik profil, dapat diketahui

bahwa klasifikasi tanah yang ada pada

stop site 2 berupa latosol (menurut PPT),

Lixisols (menurut FAO), dan Alfisol

(menurut USDA).

Alfisol bisa terbentuk karena

proses pencucian mineral lempung yg

menyebabkan turunnya lempung dan

dari proses ini menghasilkan horizon

argilik, namun karena proses ini belum

intensif sehingga kejenuhan basanya

masih tinggi. Hal ini dibuktikan dari pH

yang didapatkan pada tanah ini yang

diduga merupakan pH tinggi yaitu 5.

Pada dasarnya tanah alfisol ini

dimanfaatkan sebagai tanah sebagai

kebun campuran. Dimana kebun

campuran merupakan salah satu sistem

agroforestri yang terdiri dari beragam

jenis pohon dan tanaman semusim.

Kebun campuran sebagai sebuah sistem

21

Page 22: Laporan Dit Lapangan

produksi menghasilkan sumber makanan

bagi manusia maupun ternak, sumber

bahan bangunan dan sumber energi

berupa kayu bakar. Tanah ini merupakan

tanah yang memiliki tingkat kesuburan

yang baik dan cukup produktif untuk

pengembangan berbagai komoditas

tanaman pertanian. Contoh tanaman yang

cocok untuk ditanam yaitu mangga,

mlinjo, pisang dan sengon.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan praktikum

lapangan yang telah dilakukan tanah yang

berada pada stop site 2 daerah Patuk,

Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta ini

menurut klasifikasi PPT masuk dalam

ordo latosol, dalam klasifikasi FAO

masuk ke dalam ordo lixisols, sedangkan

klasifikasi Soil Taxonomy (USDA)

masuk ke ordo alfisol. Tanah ini memiliki

tingkat kesuburan yang baik karena jeluk

air tanah dengan kedalaman sedang dan

dekat dengan sungai serta topografi yang

bergelombang membuat erosi pada

daerah ini berjenis erosi lembar dengan

tingkat erosi rendah sehingga baik

dimanfaatkan sebagai kebun campuran

lahan.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Laporan Dit Lapangan

Boul, S.W., F.D. Hole, dan R.J. Mc Cracken. 1973. Soil Genesis and Classification. The Iowa State. University Press.

Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.

Jenny, H. 1941.  Factors of Soils Formation. McGraw-Hill, New York.

Kaunang, D. 2008. Andisols (Andosol). Soil Environment 6(2): 109-113.

Miller, R. W. and R. L. Donahue. 1990. Soils: an introduction to soils and plant growth. Prantice Hall.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.

Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratio for Indonesia with Western New Gurinea. Kementerian Perhubungan. Jawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Soedyanto. 1998. Bercocok Tanam. Yasaguna. Jakarta.

Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy. Ed ke-11. USDA, Natural resources conservation service. Halaman 35-76.

Tan, K. H. 2000. Environmental soil science. Marcel Dekker, New York.

23

Page 24: Laporan Dit Lapangan

MORFOLOGI TANAH MOLLISOL HUTAN BUNDER

ABSTRAK

Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada Sabtu, 11 April 2015 di kawasan Hutan Bunder , Gunung Kidul. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah yang ada di kawasan Hutan Bunder ini. Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini meliputi morfologi tapak, profil tanah, dan klasifikasi tanah. Pengamatan morfologi tapak ini menunjukkan bahwa di kawasan Hutan Bunder tersebut termasuk dalam fisiografi cekungan wonosari yang memiliki topografi yang berombak serta memiliki ketinggian lereng 11 %. Pengamatan profil tanah menunjukkan bahwa tanah di kawasan Hutan Bunder tersebut memiliki dua horizon yaitu horizon A , horizon B. Tanah yang ada di kawasan Hutan Bunder ini memiliki tektur lempung dan struktur granuler. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tanah yang ada di kawasan Hutan Bunder tersebut digolongkan ke dalam tanah Rendzina (berdasarkan FAO), tanah Mollisol (berdasarkan Soil Taxonomy) atau Rendzina (berdasarkan PPT ).

Kata kunci : Rendzina, morfologi tapak, profil tanah.

I. PENDAHULUAN

Tanah merupakan lapisan

permukaan bumi yang digunakan

sebagai tempat tumbuh suatu

tanaman atau organisme yang ada di

dalamnya. Tanah dibentuk dalam

waktu yang cukup lama melalui

proses pedogenesis yang selalu

mengalami perkembangan yaitu

transformasi zat-zat mineral dan

organik akibat dari adanya aktivitas

iklim dan organisme dalam jangka

waktu tertentu (Minasny et al.,

2008). Proses pedogenesis meliputi

penambahan, penghilangan,

pencampuran, alih rupa, alih tempat.

Proses tersebut mengakibatkan

terjadinya serta terbentuknya tanah

yang memiliki karakteristik yang

berbeda antara yang satu dengan

yang lain. Tanah disuatu tempat

tidak akan sama persis dengan tanah

ditempat lain. Rendzina merupakan

tanah organik diatas bahan berkapur

yang memiliki tekstur lempung

seperti vertisol. Tanah redzina

memiliki kadar lempung yang tinggi,

teksturnya halus dan daya

permeabilitasnya rendah sehingga

kemampuan menahan air dan

mengikat air tinggi. Tanah rendzina

berasal dari pelapukan batuan kapur

dengan curah hujan yang tinggi.

Tanah ini memiliki kandungan Ca

dan Mg yang cukup tinggi, bersifat

basa, berwarna hitam, serta hanya

mengandung sedikit unsur

hara. Rendzia banyak terdapat di

Maluku, papua, Aceh, Sulawesi

Selatan, Lampung dan pegunungan

kapur di selatan Pulau Jawa.

Rendzina digunakan untuk budidaya

tanaman keras semusim dan juga

tanaman palawija (Anonim, 2013).

24

Page 25: Laporan Dit Lapangan

Warna tanah merupakan cirri

tanah yang paling nyata dan mudah

ditemukan. Umumnya bahan

organiklah yang memberi warna

kelam pada tanah. Semakin stabil

bahan organiknya maka semakin tua

warnanya, semakin segar tanahnya

maka semakin cerah warnanya.

Humus stabil berwarna hitam. Pada

tanah mollisol ini memiliki warna

tanah yang gelap yang berarti tanah

ini memiliki kandungan Bahan

organik yang tinggi (Darmawijaya,

1997). Mollisol merupakan salah

satu ordo tanah yang dapat dikatakan

sangat subur. Mollisol mempunyai

solum tanah yang dangkal dengan

kejenuhan basa di atas 50%. Tanah

ini umumnya ditemukan pada daerah

bukit kapur. Mollisol mempunyai

ketebalan epipedon di atas 18cm.

Epipedon mollik dicirikan dengan

banyaknya kandungan C organik dan

kejenuhan basa yang tinggi. Tanah

dengan basa tinggi seringkali

dikatakan subur karena banyak

mengandung mineral organik seperti

Mg dan Ca yang sangat dibutuhkan

tanaman dalam proses pertumbuhan

(Huang et al., 2011).

Proses utama yang mengarah

pembentukan tanah Mollisols adalah

padang rumput yang melanisation,

dekomposisi, humification dan

pedoturbation. Mollisols telah mendalam,

bahan organik tinggi, diperkaya gizi-

permukaan tanah (horizon A),biasanya

antara 60-80 cm secara mendalam.

Permukaan tanah ini subur dan dikenal

sebagai epipedon mollic. Epipedons Mollic

yaitu hasil dari penambahan jangka

panjang dari bahan organik berasal dari

akar tanaman, dan biasanya memiliki

lembut, butiran, struktur tanah. Mollisols

terjadi pada savana dan lembah-lembah

pegunungan (seperti Asia Tengah, atau

Amerika Utara Great Plains). Lingkungan

ini secara historis sangat dipengaruhi oleh

kebakaran dan pedoturbation berlimpah

dari organisme seperti semut dan cacing

bumi. Diperkirakan bahwa pada tahun

2003, hanya 14 hingga 26 persen dari

ekosistem padang rumput masih tetap

dalam keadaan yang relatif alami (yaitu,

mereka tidak digunakan untuk pertanian

karena kesuburan cakrawala A). Secara

global, mereka mewakili ~ 7% dari luas

daratan bebas es, Sebagai rangka tanah

pertanian yang paling produktif di dunia,

Mollisols sangat cocok sebagai tempat

tumbuh tanaman semusim. Tanah

25

Page 26: Laporan Dit Lapangan

rendzina merupakan tanah padang rumput

yang memiliki tanah berwarna gelap ,tanah

terbentuk dari batuan lunak, batuan mergel ,

gips. Kandungan Mg dan Ca sangat tinggi,

mimiliki ph antara 7,5 - 8,5 serta peka

terhadap erosi (Anonim, - ). Mollisol

memiliki vegetasi alami seperti

rerumputan. Akar rerumputan sangat

menyukai epipedon mollik karena

kandungan bahan organik dan

kalsium yang tinggi. Tanah mollisol

juga merupakan tanah yang subur

dengan persebaran pada latitud

sedang dan terdapat di tengah benua

(Kravchenko et al., 2011).

Menurut Soil Survey Staff

(2010), Tanah mollisol termasuk

tanah epipedon mollic yang 40 cm

atau lebih tebal dan memiliki kelas

tekstur yang lempung halus dan

sebuah penurunan yang tidak teratur

di kandungan organik karbon

( Holosen usia ) antara kedalaman 25

cm dan baik kedalaman dari 125 cm

di bawah permukaan tanah mineral

atau densic , litik ,atau kontak

paralithic, mana yang dangkal.

Faktor pembentuk tanah dapat

mempengaruhi jenis tanah yang

terbentuk. Tanah-tanah yang terentuk

memiliki ciri-ciri yang berbeda

antara tanah satu dengan tanah yang

lainnya. Ciri-ciri tanah yang berbeda

itu dapat berupa tekstur tanah,

struktur tanah, konsistensi tanah,

warna tanah, perakaran tanah,

kandungan khemikalia dan lain- lain.

Proses terbentuknya tanah karena

adanya faktor-faktor lingkungan

yang mempengaruhi seperti iklim,

bahan induk, relief, organisme yang

terkandung dalam tanah, serta waktu

yang diperlukan dalam pembentukan

(Sutanto, 2005).

Iklim dapat mempengaruhi

proses pembentukan tanah, unsur-

unsur iklim yang dapat

mempengaruhi proses pembentukan

tanah yaitu berupa curah hujan dan

suhu. Suhu akan berpengaruh

terhadap proses pelapukan bahan

induk suatu tanah. Suhu tinggi maka

pelapukan cepat sehingga tanah yang

terbentuk juga cepat. Pada

pembentukan tanah rendzina juga

disebabkan karena faktor iklim yaitu

berdasarkan suhu dan curah hujan.

Tanah rendzina memiliki tanah

yangg hampir netral tetapi pada

pengamatan pratikum lapangan

didapatkan hasil memiliki ph 5 hal

tersebut disebabkan karena Curah

26

Page 27: Laporan Dit Lapangan

hujan berpengaruh terhadap

kekuatan erosi dan pencucian tanah,

pencucian tanah secara cepat

menyebabkan tanah di kawasan

Hutan Bunder menjadi asam.

Organisme sangat

berpengaruh terhadap proses

pembentukan tanah dalam hal

membantu proses pelapukan. Proses

pelapukan dapat berupa pelapukan

organik maupun kimiawi seperti

halnya pada tanah mollisol terdapat

organisme yang membantu

terbentuknya tanah mollisol yaitu

seperti cacing bumi dan semut.

Bahan induk merupakan batuan

induk yang telah mengalami

pelapukan lalu baru akan menjadi

tanah. Pada tanah rendzina ini bahan

induknya berasal dari pelapukan

batuan kapur dengan curah hujan

yang tinggi sehingga termasuk tanah

yang basa, Bahan induk di tanah ini

mudah melapuk karena banyaknya

kation-kation basah. Keadaan

topografi suatu daerah dapat

mempengaruhi tebal atau tipisnya

tanah serta sistem drainase dari tanah

tersebut.

Daerah yang memiliki

topografi miring atau berbukit

memiliki tanah yang tipis karena

tererosi sedangkan daerah yang

bertopografi datar maka lapisan

tanahnya tebal karena terjadi

sedimentasi, sedang pada proses

pembentukan tanah di kawasan

Hutan Bunder tersebut memiliki

topografi yang berombak sehingga

tanah yang dihasilkan adalah tanah

yang memiliki lapisan tipis karena

tererosi.

Waktu dapat memberi

peluang terjadinya proses

pembentukan dan perkembangan

suatu tanah ,sedangkan pada tanah

rendzina ini memiliki kemampuan

pelapukan yang cepat sehingga hal

tersebut menyebabkan terjadinya

tanah rendzina yang terbentuk

bersifat masam. Banyaknya waktu

yang diperlukan untuk pembentukan

tanah berbeda-beda. Tanah yang

berkembang dari batuan yang keras 

memerlukan waktu yang lebih lama

untuk pembentukan tanah dibanding

dengan yang berasal dari bahan

induk yang lunak. Dari bahan induk

vulkanik lepas seperti abu gunung

api, dalam waktu kurang dari 100

tahun telah dapat terbentuk tanah

muda. Tanah dewasa dapat terbentuk

27

Page 28: Laporan Dit Lapangan

dalam waktu 1.000 – 10.000 tahun

seperti halnya tanah Spodosol di

Alaska yang berkembang dari bahan

induk berpasir (1.000 tahun) dan

tanah Molisol di Amerika Serikat

yang berkembang dari bahan induk

berlempung lepas (10.000 tahun)

(Hardjowigeno, et al, 1983).

Pengamatan tanah mutlak

dilakukan baik di dalam

Laboraturium maupun di lapangan

dikarenakan antara tanah yang satu

dengan yang lain berbeda serta

menimbulkan sifat yang berbeda

pula. Pengamatan dilakukan dengan

mengamati morfologi dari tanah

tersebut dengan cara membuka dan

mengamati profil dari tanah tersebut,

sehingga dapat dilakukan analisis

tentang tanah tersebut, misalnya tipe

tanah, penggunaan lahan, serta

karakteristik tanah tersebut.

II. METODOLOGI

Praktikum lapangan ini

dilaksanakan pada Sabtu, 11 April

2015 di kawasan Hutan Bunder,

Yogyakarta. Praktikum lapangan ini

dilakukan pengamatan tanah yang

ada di Hutan Bunder,yang mengenai

morfologi tapak, profil tanah, dan

klasifikasi tanah. Pada praktikum

ini , alat-alat yang digunakan adalah

kompas, klinometer, altiimeter,

metline, GPS, stereoskop, pH stick,

palu pedologi, Musell Color Charts,

borlist, kamera, dan bahan

khemikalia yaitu HCl 2 N, H2O2 3%,

H2O2 10% dan aquades. Langkah –

langkah yang dilakukan pada

praktikum lapangan ini yaitu

dilakukan pengamatan morfologi

tapak, profil tanah serta uji

khemikalia. Pengamatan morfologi

tapak ini dilakukan dengan

pembukaan lahan. Kemudian,

dilakukan pembagian horizon

dengan cara pengetokan tanah

dengan menggunakan bantuan palu

pedologi dengan membandingkan

suara yang dihasilkan pada tanah

serta dengan dilakukannya

pengamatan perbedaan warna pada

tanah tersebut. Selanjutnya dilakukan

pengamatan profil tanah yaitu

tekstur, struktur, konsistensi, warna

tanah, jeluk, perakaran, dan bahan

kasar. Pada pengamatan profil tanah

yaitu jeluk dilakukan dengan

menggunakan metline untuk

mengukur kedalaman tanah.

Penentuan tekstur serta konsistensi

28

Page 29: Laporan Dit Lapangan

tanah dilakukan dengan

menggunakan metode kualitatif.

Pengamatan warna tanah ditentukan

dengan alat Mussel Color Charts.

Setelah itu, dilakukan pengamatan

morfologi tapak meliputi fisiografi,

landform, topografi, lereng, arah

lereng, litologi, batuan permukaan,

pola drainase, letak lintang,

ketinggian tempat, erosi, tingkat

erosi, landuse, vegetasi yang ada di

kawasan tersebut, serta jeluk air

tanah. Pengamatan morfologi tapak

seperti kemiringan lereng dilakukan

dengan menggunakan alat

klinometer, letak lintang lahan

ditentukan dengan GPS, ketinggian

tempat diukur dengan menggunakan

altimeter, arah ditentukan dengan

menggunakan kompas. Pengamatan

yang dilakukan selanjutnya yaitu uji

khemikalia yang diawali dengan

dilakukannya pengambilan contoh

tanah yang diamati sesuai dengan

horizon tanah tersebut, lalu tanah

tersebut dibagi menjadi tiga bagian

yang dilakukan untuk uji BO dengan

H2O2 10%, uji Mn dengan H2O2 3%

dan uji kapur dengan HCl 2 N.

Kemudian contoh tanah ditetesi

dengan larutan tersebut. Setelah itu

diamati ada dan tidaknya buih yang

dihasilkan ketika tanah ditetesi

dengan masing-masing larutan.

Selanjutnya pH tanah ditentukan

dengan pH stick pada pencampuran

contoh tanah yang diamati dengan

aquadest. Kemudian pH stick di

celupkan dan diamati pH nya lalu

setelah diamati catat pada table

borlist yang telah disediakan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Page 30: Laporan Dit Lapangan

Gambar 6. Morfologi Tapak

Gambar 7. Profil Tanah

Tabel 7. Morfologi Tapak (Site)

Stop site 3

Nama pengamat : Kelompok 3/A21 Letak Lintang : S : 07o54.137’

E : 110o33.039’

Lokasi : Hutan Bunder GK Altitude : 206 mdpl

Fisiografi : Cekungan Wonosari Erosi : Alur

Landform : Angkatan Tingkat Erosi : Sedang

Topografi : Berombak Landuse : Perkebunan, Hutan

30

Page 31: Laporan Dit Lapangan

Lereng : 11 % Vegetasi : Pohon Akasia

Arah Lereng: 55 NE Pertumbuhan : Subur

Litologi : Sedimen Marine Jeluk air tanah : 7 m

Batuan Permukaan : 10-15% Cuaca : Cerah

Pola Drainase : Dendritik

Pada praktikum lapangan stop site 3

ini, pengamatan tanah dilakukan di daerah

Hutan Bunder, Yogyakarta. Pengamatan

tanah di Hutan Bunder ini dilakukan

pengamatan morfologi tapak dan profil

tanah. Pada pengamatan morfologi tapak,

hasil yang didapat di wilayah Hutan Bunder

ini berfisiografi cekungan wonosari dengan

memiliki landform angkatan. Wilayah Hutan

Bunder ini memiliki topografi yang yang

berombak berupa sedimen marine dan

batuan permukaan hanya 10-15%. Wilayah

Hutan Bunder ini memiliki lereng 11%

dengan arah lereng 55⁰ NE. Wilayah Hutan

Bunder berada pada lintang S(07054.137’)

E(110033.039’) dengan ketinggian tempat

206 mdpl dari permukaan laut. Pola drainase

pada wilayah Hutan Bunder ini yaitu

memiliki pola dendritik. Daerah Hutan

Bunder rmemiliki erosi alur dengan tingkat

erosi yang sedang. Jeluk air tanah pada

daerah ini adalah 7m dari permukaan laut.

Vegetasi yang tumbuh didaerah Hutan

Bunder ini adalah pohon akasia yang

tumbuh subur, karena di tanah ini memiliki

perakaran yang dalam dan kuat. Di daerah

Hutan Bunder digunakan sebagai lahan

pertanian dan juga hutan karena disana

pengairannya selain mengandalkan air hujan

juga terdapat sungai yang dapat digunakan

untuk pengairan pada lahan pertanian. Pada

pengamatan di wilayah Hutan Bunder ini

dilakukan pengamatan dengan cuaca cerah.

Tabel 8. Karakteristik Profil

Pengamatan Lapisan I

Horison A

Lapisan II

Horison B

Jeluk (cm) 0-22cm 22-70 cm

Warna Tanah

a. Matrik 10 YR 3/3 10 YR 4/3

b. Karatan - -

31

Page 32: Laporan Dit Lapangan

c. Campuran - -

Tekstur Lempung Lempung

Struktur

a. Tipe Granuler Granuler

b. Kelas Sedang Kecil-sedang

c. Derajat Sedang Sedang

Konsistensi

a. Kering Keras Keras

b. Lembab Teguh Teguh

c. Basah Liat Liat

Perakaran

a. Ukuran Messo Makro messo

b. Jumlah Banyak Banyak

Bahan Kasar

a. Jenis <1 % batu <1 % batu

b. Jumlah < 1 % < 1 %

c. Ukuran Kecil sekali Kecil sekali

Uji Khemikalia

a. BO (H2O2 10 %) +++ ++

b. Mn (H2O2 3 %) ++ +

c. Kapur (HCl 2 N) - -

pH H2O 5 6

32

Page 33: Laporan Dit Lapangan

Suatu tubuh tanah apabila dipotong

tegak lurus akan menampilkan suatu seri

lapisan yang disebut sebagai horizon. Secara

garis besar horizon dibagi menjadi horizon

organik (O), horizon mineral (A,B,C, dan

R). Horison A merupakan Horison di

permukaan tanah yang terdiri dari campuran

bahan organik dan bahan mineral. Mollisol

memiliki tanah tebal, halus, kaya bahan

orgnik (Singer, 2006).

Pada pengamatan profil tanah pada

wilayah Hutan Bunder ini, tanah yang

terdapat di wilayah Hutan Bunder ini terdiri

dari 2 horizon yaitu horizon A , horizon B.

Pada horizon A ini dengan jeluk 0-22 cm,

yang memiliki warna tanah 10 YR 3/3

dengan tekstur lempung, berstruktur

granuler, serta berkonsistensi kering keras,

konsistensi lembabnya teguh, serta

konsistensi basahnya liat. Perakaran pada

horizon A memiliki jumlah banyak dan

dengan ukuran meso dan makro. Pada uji

khemikalia pada horizon A ini, jika tanah

ditetesi BO akan menghasilkan buih lebih

banyak di bandingkan jika ditetesi dengan

Mn, sedangkan apabila ditetesi dengan

kapur tidak mengeluarkan buih sama sekali.

Pada uji kemikalia pada pengujian ph tanah

pada horizon tanah di kawasan Hutan

bunder ini ditentukan dengan menggunakan

pH stick. Pada uji kemikalia pada pengujian

pH ini didapatkan pH pada tanah rendzina

pada horison A dan horison B yaitu 5 dan 6

yang berarti bahwa pada tanah tersebut

masam. Pada pengamatan horizon B dengan

jeluk 22-70 cm memiliki warna 10 YR 4/3

dengan tekstur lempung, berstruktur

granuler, dan berkonsistensi kering keras,

berkonsistensi lembab teguh, serta

berkonsistensi basah liat. Sedangkan

perakarannya pada horizon B ini memiliki

jumlah perakaran banyak dengan ukuran

makro meso. Pada uji khemikalia pada

horizon B ini, jika tanah ditetesi BO juga

menghasilkan buih lebih banyak

dibandingkan dengan yang diberi Mn,

sedangkan apabila diberi kapur tidak

mengeluarkan buih sama sekali. Pada uji

kemikalia pada horison A buih yang

dikeluarkan lebih banyak di bandingkan

dengan buih yang dikeluarkan oleh horison

B. Pengamatan pada warna tanah

menggunakan metode secara kuantitatif

menggunakan kartu warna Soil Munsell

Color Charts , didapat hasil yaitu 10 YR

3/3, 10 YR menunjukkan Hue tanah , Hue

(angka 10) yang menunjukkan spektrum

warna dominan, YR berarti Yellow Read

yang berarti tanah tersebut berspektrum

warna antara kuning hingga merah.

33

Page 34: Laporan Dit Lapangan

Sedangkan 3/ menunjukkan value pada

tanah tersebut. Value merupakan gelap

terangnya warna. /3 menunjukkan Chroma

dan Chroma yang menunjukkan tingkat

kemurnian warna. Tanah Rendzina pada

umumnya merupakan tanah yang subur

dengan kandungan bahan organik yang

cukup pada lapisan I dan sedikit berkurang

pada lapisan II.

Pada pengamatan yang telah

dilakukan di wilayah Hutan Bunder ini ,

tanah dapat diklasifikasikan menjadi tanah

Mollisol berdasarkan Soil Taxonomy,

sedangkan menurut FAO merupakan tanah

Phaeozems, dan menurut PPT merupakan

tanah Mollisol.

Tanah mollisol adalah tanah yang

memiliki horizon permukaan berwarna gelap

dan memiliki kandungan bahan organic yang

tinggi. Kemasaman yang aktual diukur

menggunakan ekstrak air dan diperoleh nilai

kisaran pH 7,5 – 8,8 sehingga tanah mollisol

ini termasuk kedalam harkat netral-alkalis.

KPK tanah mollisol termasuk kategori tinggi

dan memiliki kandungan bahan organik

yang tinggi sehingga sangat subur untuk

tanaman.

Mollisols adalah bagian tanah di

taksonomi tanah USDA. Mollisol adalah

tanah dengan epipedon mollik. Tanah

mollisol merupakan tanah yang subur

dengan sedikit pencucian. Mollisols ada di

daerah semi-kering untuk wilayah semi-

lembab, biasanya di bawah penutup padang

rumput, dengan beberapa daerah padang

pasir adalah area bercurah hujan tinggi yang

mendukung rumput cenderung menutupi

tanah dengan sempurna dan menghasilkan

bahan organik. Pada tanah mollisol ini

memiliki kandungan bahan organik yang

tinggi. Pada pengamatan pada stopsite 3 di

wilayah hutan bunder ini didapatkan hasil

bahwa tanah di daerah ini termasuk tanah

mollisol dengan tekstur lempung dan

struktur granuler, syarat tanah dikatakan

berstruktur granuler apabila memiliki

kandungan bahan organik yang tinggi

sedangkan pada tanah mollisol ini memiliki

kandungan bahan organik yang tinggi maka

tanah ini dikatakan berstruktur granuler.

Litologi tanah mollisol ini sedimen marine

dimana memiliki kandungan kation-kation

yang tinggi. Bahan induknya mudah

melapuk karena semakin banyak kation

basahnya maka bahan induk nya akan lebih

mudah melapuk.

Tanah mollisols digunakan baik

untuk pertanian maupun hutan, namun lebih

cocok apabila digunakan untuk menanam

tanaman semusim, Pada tanah rendzina ini

banyak di tanami tanaman palawija, sayuran,

tanaman semusim dan beberapa tanaman

34

Page 35: Laporan Dit Lapangan

tahunan. Tanah ini dikatakan subur karena

mengandung bahan organic, kejenuhan basa

yang tinggi. Mollisol banyak ditemukan di

daerah Amerika bagian Utara Tengah, dan

Eropa bagian Tenggara (rusia, Hongaria,

Bulgaria, Rumania).Di Indonesia Mollisol

ditemukan umumnya di daerah berbukit

kapur. Tanah ini terbentuk di bawah vegetasi

rumput baik tumput rendah,s edang atau

tinggi.

Pada Tanah Rendzina Proses

pembentukan tanah yang terpenting adalah

melanisasi yaitu proses pembentukan tanah

berwarna gelap karena penambahan bahan

organic. Proses ini sebenarnya merupakan

kumpulan dari beberapa proses, yaitu :

1. Prolifirasi akar-akar rumput, yaitu

penyebaran akar-akar ke dalam profil

tanah.

2. Pelapukan bahan organik di dalam

tanah yang membentuk senyawa-

senyawa yang stabil dan berwarna

gelap

3. Pencampuran bahan organik dan

bahan mineral tanah karena kegiatan

organisme seperti cacing, semut dan

lain-lain sehingga terbentuk

kompleks mineral organik yang

berwarna kelam, dan gundukan-

gundukan.

4. Eluviasi dan iluviasi koloid organik

dan beberapa koloid mineral melalui

rongga-rongga tanah sehingga

terdapat selaput bahan organik yang

berwarna hitam di sekeliling struktur

tanah.

5. Pembentukan senyawa lingo protein

yang resisten sehingga warna tanah

menjadi hitam meskipun telah lama

diusahakan untuk pertanian maupun

penanaman.

35

Page 36: Laporan Dit Lapangan

Tabel 9. Klasifikasi Ordo Tanah

a. PPT Rendzina

b. FAO Phaeozems

c. Soil Taxonomy Mollisol

Pada pengamatan yang telah dilakukan

di wilayah Hutan Bunder ini , tanah dapat

diklasifikasikan menjadi tanah Mollisol

berdasarkan Soil Taxonomy, sedangkan

menurut FAO merupakan tanah Phaeozems,

dan menurut PPT merupakan tanah Mollisol.

Menurut Soil Survey Staff (2010), Tanah

mollisol termasuk tanah epipedon mollic

yang 40 cm atau lebih tebal dan memiliki

kelas tekstur yang lempung halus dan

sebuah penurunan yang tidak teratur di

kandungan organik karbon ( Holosen usia )

antara kedalaman 25 cm dan baik kedalaman

dari 125 cm di bawah permukaan tanah

mineral atau densic , litik ,atau kontak

paralithic, mana yang dangkal.

Mollisols adalah bagian tanah di

taksonomi tanah USDA. Mollisol adalah

tanah dengan epipedon mollik. Tanah

mollisol merupakan tanah yang subur

dengan sedikit pencucian. Mollisols ada di

daerah semi-kering untuk wilayah semi-

lembab, biasanya di bawah penutup padang

rumput, dengan beberapa daerah padang

pasir adalah area bercurah hujan tinggi yang

mendukung rumput cenderung menutupi

tanah dengan sempurna dan menghasilkan

bahan organik. Pada tanah mollisol ini

memiliki kandungan bahan organik yang

tinggi, sehingga warna pada tanah mollisol

ini hitam kelam.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada

stopsite 3 ini di kawasan Hutan Bunder

Gunung Kidul di dapatkan tanah Rendzina

yang dalam klasifikasi tanah termasuk tanah

Rendzina menurut PPT, tanah Phaeozems

menurut FAO, serta tanah Mollisol menurut

soil taxonomy. Tanah Rendzina ini termasuk

tanah yang subur dan cocok untuk pertanian

serta untuk budidaya tanaman semusim

seperti palawija dan pohon jati.

Tanah Rendzina dikatakan tanah

Mollisol menurut USDA karena tanah ini

memiliki horison yang kaya akan bahan

organik sehingga warna tanah hitam kelam,

apabila diberikan uji khemikalia di berikan

36

Page 37: Laporan Dit Lapangan

BO tanah ini cenderung lebih banyak

menghasilkan buih gelembung, karena

syarat dari tanah mollisol adalah memiliki

kandungan bahan organik yang tinggi dan

bahan induknya mudah melapuk karena

tingginya kandungan kation-kation basah

pada tanah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.Mengenal Proses Pembentukan Tanah dan Faktor-Faktornya.<http://www.bimbie.com/pembentukan-tanah.htm> .Diakses pada tanggal 24 April 2015 pukul 21.00 WIB.

Darmawijaya, M. Isa. 1997. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Hardjowigeno, S., Widiatmaka. 1983. Evaluasi Lahan dan Perencanaan TatagunaLahan.Gadjahmada University Press. Yogyakarta

Huang, P.M., Li, Y., Sumner, M.E., 2012, Handbook of Soil Sciences Properties and Processes 2nd edition, Taylor and Francis Group, USA.

Kravchenko, Y.S., Xingyi, Z., Xiaobing, L., Chunyu, S., Cruse, R.M., 2011, Mollisols Properties and changes in ukraine and china, Chin. Geogra. Sci., 21(3): 257

Minasny, B., A. B. McBratney, dan S. S. Blanes. 2008. Quantitative models for pedogenesis a review. Geoderma 144: 140-157

37

Page 38: Laporan Dit Lapangan

Singer, M. J. 2006. Soils an Introduction. Pearson Education, Inc., United State of America

Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy. Ed ke-11.USDA, Natural resources conservation service. Hlm 197-240

Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta : Kanisius.

MORFOLOGI TANAH VERTISOL PLAYEN

ABSTRAK

Untuk memahami morfologi tapak (site), jenis-jenis tanah (klasifikasi tanah), dan karakteristik profil tidak cukup dilakukan di laboratorium, tetapi perlu juga dilakukan di lapangan. Praktikum lapangan merupakan usaha untuk melakukan cek silang terhadap hasil penelitian di laboratorium. Praktikum lapangan ini dilakukan pada tanggal 11 April 2015 di stop site-4 , sehingga diperoleh karakteristik tipe tanah. Penelitian ini ditekankan pada pengenalan karakteristik profil tanah dan morfologi tapak (site), sehingga diketahui klasifikasi tanahnya di stop site tersebut. Pengamatan di lapangan dilakukan menggunakan alat dan bahan seperti palu pedologi, belati, GPS, kompas, pH meter, soil munsell color charts, serta beberapa macam khemikalia seperti H2O2, HCl, serta H2O dan lain sebagainya. Pada stop site-4 klasifikasi tanah berupa Vertisol.

Kata kunci: Klasifikasi tanah, morfologi tapak, profil tanah

38

Page 39: Laporan Dit Lapangan

I. PENGANTAR

Grumosol (Vertisol) merupakan salah

satu tanah yang terbelah lebar pada musim

kemarau, setelah retakan terbentuk pada

musim kering bahan permukaan tanah masuk

ke dalam retakan. Tanah kembali basah pada

musim hujan akibat air yang cepat masuk ke

dalam retakan. Oleh sebab itu, tanah ini

mengalami kembang-kerut. Ciri umm dari

tanah ini adalah slickenside (bidang

kilir/cermin sesar) atau struktur baji pada

kedalaman <100 cm, kandungan liat ≥30%

sampai kedalaman 50 cm, ditemukan rekahan-

rekahan yg membuka/menutup secara

periodic.

Tanah ini menyebar di Jawa Tengah,

Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, dan

Maluku. Luasnya di seluruh Indonesia lebih

kurang 1 juta hektar. Tanah vertisols relatif

sulit diolah karena memiliki konsistensi yang

sangat kuat karena memiliki kandungan

lempung yang tinggi yaitu lebih dari 30%,

bahkan menurut Prasetyo (2007) kandungan

lempung pada tanah vertisol dapat lebih dari

60%. Tanah ini sangat keras pada waktu

kering (musim kemarau) dan sangat plastik

dan lengket ketika basah. Pengolahan dapat

dilaksanakan di dalam musim kemarau baik

secara manual maupun dengan menggunakan

alat berat/traktor.

Syarat – syarat tanah dikatakan berjenis

vertisol menurut Soil Taxonomy USDA yaitu

tanah vertisol merupakan tanah-tanah mineral

yang mempunyai ketebalan lebih dan 50 cm,

semua horizon memiliki liat sebesar 30% atau

lebih dan mempunyai pecahan selebar

minimal 1 cm untuk kedalaman sampai 15 cm

(tidak di irigasi). Kondisi yang menimbulkan

berkembangnya vertisol adalah bahan yang

induk kapur tinggi. Tipe vegetasi pada area

alami adalah rumput atau tanaman- tanaman

herba semusim meskipun beberapa vertisol

mendukung tanaman- tanaman ubi kayu yang

toleran terhadap kekeringan (Henry, 1998).

Tanah vertisol umumnya terbentuk dari

bahan sedimen yang mengandung

mineral smektite dalam jumlah tinggi, di

daerah datar, cekungan hingga berombak

(Driesen dan Dudal, 1989 cit Prasetyo, 2007).

Bahan induknya terbatas pada tanah bertekstur

halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah

mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu

napal, tuff, endapan aluvial dan abu vulkanik.

Pembentukan tanah vertisol terjadi melalui

dua proses utama, pertama adalah proses

terakumulasinya mineral 2:1 (smektite) dan

kedua adalah proses mengembang dan

mengerut yang terjadi secara periodik hingga

membentuk slickenside atau relief

mikro gilgai (vanWambeke,1992 cit Prasetyo,

2007). Faktor pembentuk tanah yang dominan

39

Page 40: Laporan Dit Lapangan

untuk vertisol adalah iklim yang relatif agak

kering sampai kering, dengan bulan-bulan

kering yang jelas dan atau bahan induk tanah

yang relatif kaya basa, seperti bahan volkan

intermedier, batu gamping, napal, batu liat

berkapur atau bahan alluvial. Selain itu

topografi berupa dataran antar perbukitan

yang tertutup, dalam arti, tidak terdapat aliran

outlet keluar wilayah, dan basa-basa dari

lingkungan sekitar yang lebih tinggi

berakumulasi di dataran, menyebabkan

terbentuknya tanah vertisols, landform-nya,

dimaksudkan sebagai dataran volkan atau

dataran antar perbukitan.

II. METODELOGI

Praktikum Lapangan stop site 4 Dasar-

Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada hari

Sabtu tanggal 11 April 2015, dengan contoh

tanah vertisol. Alat alat yang digunakan pada

praktikum lapangan ini antara lain klinometer,

kompas, meteran, Soil Munsel Colour Cart,

pH Meter, sekop, cangkul, dan pisau. Bahan-

bahan yang digunakan antara lain: aquades,

HCl 2 N, H2O2 3%, dan H2O2 10%.

Pengamatan lapangan dilakukan dengan

pembuatan profil tanah. Profil tanah

merupakan irisan tegak penampang

tanah dengan lebar dan panjang kira-kira 1-1,5

m dan kedalaman kira-kira 2 m. Syarat-syarat

pembuatan profil antara lain baru, tidak

terkena sinar matahari langsung, tidak

terendam air dan

representatif (mewakili). Pengamatan meliputi

morfologi lahan di sekitar profil yang

dibuat dan deskripsi profil. Morfologi lahan

berupa nama pengamat, lokasi, tanggal, letak

lintang, kode, cuaca, fisiologi, topografi,

litologi, landform, landuse, vegetasi, kebatuan,

pertumbuhan, lereng, arah lereng jeluk air

tanah, pola drainase, erosi, tingkat erosi, dan

altitude.

Deskripsi profil berupa jeluk, warna

tanah (matrik, kartan, campuran), tekstur,

struktur (tipe, kelas, derajat), konsistensi,

perakaran (ukuran, jumlah), bahan kasar

(jenis, jumlah, ukuran), dan uji khemikalia

dengan H2O2  10% untuk menguji BO (Bahan

Organik),  H2O2 3% untuk menguji Mn, HCl

2N untuk menguji kapur, dan H2O untuk

menguji pH. Terakhir dilakukan

pula pengambilan gambar profil tanah.

40

Page 41: Laporan Dit Lapangan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Morfologi Tapak Gambar 9. Profil Tanah

Tabel 10. Morfologi Tapak (Site)

Nama Pengamat : Golonga A2.1 kel. 3

Lokasi: Playen, Gunung Kidul

Fisiografi : Cekungan wonosariLandform : AngkatanTopografi : dataranLereng : 3%Arah lereng : 10° NELitologi :Sedimen marineBatuan permukaan : GanpingPola Drainase : Dendritik

Letak Lintang : S: 07° 58.483’  E: 110° 32.653’Altitude : 186 mdplErosi : LembarTingkat erosi : Sangat ringanLanduse : TegalanVegetasi : singkong, lamtoroPertumbuhan : BaikJeluk air tanah : >10 mCuaca : Cerah

41

Page 42: Laporan Dit Lapangan

Tanah di desa Playen, Wonosari ini

termasuk tanah Vertisol. Bahan induk

penyusunnya yaitu kapur dan batu gamping.

Landform tanah ini yaitu angkatan yaitu

daerah hasil pengangkatan dasar laut karena

proses geologi sampai ketinggian 186 mdpl

dan terletak di daerah lipatan (daerah

pertemuan bukit dengan lembah sehingga

terbentuk cekungan). Hal ini menyebabkan

perubahan topografi permukaan bumi/

perubahan muka air tanah dan relief tanah.

Relief tanah ini datar, berlereng 3% dengan

kemiringan lereng ke arah 10° NE. Tingkat

erosi yang terjadi sangat ringan. Erosi yang

terjadi adalah erosi lembar yaitu erosi yang

menyebabkan kehilangan tanah lapisan atas

karena air yang mengalir di permukaan

menghanyutkan butiran atau partikel tanah.

Tanah Vertisol yang berlokasi di

Playen, dengan geografis S 070 58. 483’dan

E 1100, memiliki litologi sedimen marine

dan pola drainase dendritik serta jeluk air

tanah dangkal. Pola dendritik adalah yaitu

pola yang menyerupai percabangan pohon

dengan tingkat erosi yang rendah atau ringan

dan termasuk kedalam erosi alur, erosi alur

ini adalah pengelupasan yang diikuti dengan

pengangkutan partikel-partikel tanah oleh

aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam

saluran-saluran air. Seperti yang diketahui

bahwa tanah Vertisol ini biasanya

dimanfaatkan sebagai persawahan sehingga

mendapatkan hasil yang maksimal sehingga

di Desa Playen ini juga sama yaitu vegetasi

dan landuse-nya untuk persawahan.

Tabel 11. Karakteristik Profil

PengamatanLapisan I Lapisan II

Jeluk (cm) 0-64 cm 64-82 cmWarna Tanah  d. Matrik 5Y 2.5/2 5Y 3/1e. Karatan 0 0f. Campuran - -Tekstur Lempung LempungStruktur  d. Tipe Gumpal menyudut Gumpal menyudute. Kelas Sedang-besar Sedang-besarf. Derajat Sedang – besar Sedang – besarKonsistensi  d. Kering Sangat keras Sangat kerase. Lembab Lekat Lekatf. Basah Sangat lekat Sangat lekat

42

Page 43: Laporan Dit Lapangan

Perakaran  c. Ukuran Mikro Mikrod. Jumlah Sedikit SedikitBahan Kasar  d. Jenis - Batuan kapure. Jumlah - Sangat banyakf. Ukuran - BesarUji Khemikalia  d. BO (H2O2

10%)++ ++

e. Mn (H2O2 3%)

+ ++

f. Kapur (HCl 2N)

+ ++

pH H2O 7 7

Pada pengamatan terhadap

karakteristik profilnya tanah pada daerah ini

memiliki dua lapisan yang terdiri dari

lapisan I dan lapisan II. Lapisan I memiliki

jeluk sedalam 0 – 64 cm, sedangkan lapisan

II memiliki jeluk sedalam 64 - 82 cm.

Pengamatan kedua yaitu warna

tanah, warna tanah yang berbeda pada  pada

irisan profil tanah yang telah dibuat dapat

menentukan horizon-horizon tanah, namun

karena pada profil tanah yang diamati tidak

terdapat perbedaan warna yang signifikan

maka digunakan cara lain yaitu suara yang

dihasilkan dengan mengetuk-ngetukan palu

pedologi untuk membedakan tiap lapisan

atau horizon tanah. Metode yang digunakan

pada pengamatan warna yaitu secara

kuantitatif dengan menggunakan kartu

warna Soil Munsell Color Charts yang

tersusun atas 3 unsur yaitu Hue yang

menunjukkan spektrum warna dominan;

Value (YR) yang menunjukkan tingkat

kecerahan warna dengan warna putih

sebagai pembanding; dan Chroma. Dengan

menggunakan Soil Munsell Color Charts

maka diperoleh hasil matriks untuk lapisan I

5 YR 5/2, dan pada lapisan II memiliki

warna tanah 5 YR 3/1. Umumnya Grumusol

berwarna gelap yaitu cenderung hitam (ciri

khas). Warna ini terjadi karena pengaruh

reduksi bahan organik yang berkepanjangan

pada lempung halus dan terjadi pada

tingkatan humifikasi. Tekstur tanah diamati

dengan menggunakan metode kualitatif.

Tekstur pada lapisan I dan II sama, yaitu

lempung. Pada saat kering, tanah ini bersifat

teguh atau keras, sedangkan pada saat

lembab/basah bersifat lengket dan elastis.

Tanah ini sering di jumpai dalam bentuk

bongkah yang sangat teguh sebab di

43

Page 44: Laporan Dit Lapangan

dominasi lempung berkandungan smektit

tipe 2:1 yang dimana tanah tersebut sangat

sensitif terhadap penambahan dan

pengurangan air yang mana ketika berada

dalam keadaan kering maksimal tanah ini

mengerut pecah-pecah, daya tahan air nya

cukup banyak pada saat basah memuai

menjadi sangat lengket sehingga air mudang

tergenang (E. Saifudin Sarief, 1993).

Struktur tanah di profil tanah ini memiliki

tipe yang sama untuk semua lapisan, yaitu

gumpal menyudut dengan kelas sedang

sampai besar. Untuk derajat struktur pada

lapisan I dan lapisan II sedang sampai besar

juga. Konsistensi tanah adalah salah satu

sifat fisika tanah yang menggambarkan

ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya

atau tekanan  dari luar yang menggambarkan

bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar

partikel) dan adhesi (tarik menarik antara

partikel dan air) dengan berbagai

kelembaban. Pengamatan ini menggunakan

metode kualitatif. Pada pengamatan

didapatkan konsistensi kering pada setiap

lapisan sama, yaitu sangat keras, sedangkan

konsistensi lembab pada setiap lapisan sama,

yaitu Teguh lekat, dan untuk konsistensi

basah adalah lekat. Penyebab dari

konsistensi kering sangat keras pada tanah

vertisol yaitu karena jenis lempungnya

montmorinolit sehingga tanah memiliki daya

absorbsi yang tinggi, sedangkan konsistensi

basahnya lekat dikarenakan konsistensi dari

tanah tersebut lempung dan bahan induknya

kedap air. Menurut penelitian Prasetyo

(2007), bahwa semua pedon vertisol

memiliki kandungan fraksi lempung > 60 %,

Sehingga dari penjelasan teori diatas jika

dibandingkan dengan hasil yang kami dapat

bahwa tanah vertisol memiliki tingkat

kelekatan, keteguhan, dan keliatan yang

sempurna. Dalam tanah vertisol ini ukuran

perakaranya adalah mikro, dan jumlah

perakarannya sedikit. Hal tersebut terjadi

karena terdapatnya bahan kasar jenis batu

kapur berjumlah sedang dengan ukuran yang

besar. Sehingga perakaran tidak mampu

untuk menembus lebih dalam dan

berkembang lebih besar.

Pada saat praktikum lapangan,

dilakukan uji kandungan bahan organik

dengan khemikalia H2O2 10%, Mn dengan

H2O2 3%, dan kapur dengan HCl 2N, serta

uji pH H2O tanah. Hasil pengamatan uji

khemikalia pada borlist ditunjukkan dengan

pemberian tanda + yang didasarkan pada

banyak sedikitnya gelembung atau buih

yang timbul ketika cairan uji dituangkan.

Pengamatan kandungan bahan organik

dengan menggunakan khemikalia H2O2 10%

menunjukkan bahwa lapisan I dan II sama

sama menghasilkan gelembung yang

44

Page 45: Laporan Dit Lapangan

banyak. Hal tersebut terjadi karena proses

pedoturbasi yang menyebabkan bahan

organic masuk kedalam tanah saat musim

kemarau karena tanah mengkerut, bahan

organic terdesak keatas saat musim hujan

karena tanah mengembang. Oleh karena itu

kandungan bahan organic pada lapisan I

maupun II sama. Pengamatan kandungan

Mn dengan khemikalia H2O2 3%

menunjukkan hasil bahwa pada lapisan I

buih lebih sedikit daripada lapisan II, yang

berarti kandungan Mn pada lapisan I lebih

sedikit daripada lapisan II, hal ini terjadi

dikarenakan Mn terdapat dalam tanah

berbentuk senyawa oksida, karbonat, dan

silikat, bukan dipermukan tanah. Pada

pengamatan kandungan kapur dengan HCl

2N menunjukkan hasil bahwa lapisan I

kandungan kapur lebih rendah daripada

lapisan II. perbedaan ini terjadi karena

lapisan II lebih dekat dengan bahan induk.

Uji pH pada lapisan tanah menunjukkan

bahwa lapisan I dan lapisan II memiliki pH

7. pH pada tanah vertisol yang netral ini

berhubungan dengan bahan induk tanah ini,

yaitu batuan kapur. Batuan kapur memiliki

sendiri memiliki sifat yang basisi atau

alkalis. Menurut Terry (1999) pada tanah

yang mempunyai pH 7 disebut netral, tanah

disebut masam apabila pH tanah nya lebih

kecil dari 7, sedangkan jika nilai pH tanah

lebih besar dari 7 disebut tanah basis atau

alkalis. Menurut Ngole et al., (2008), pH

tanah vertisol berkisar antara 5,0 sampai 7,1.

Sifat-sifat kimia tanah verstisol umumnya

memiliki kesuburan kimia yang tinggi,

banyak mengandung Fe++, memiliki KPK

yang relatif baik, kejenuhan basa relatif

besar, kapasitas mengikat air (water holding

capacity) yang tinggi dengan pH tanah 6-8,5

(Supriyo,2008).

Tabel 12. Klasifikasi Ordo Tanah

a. PPT Grummusol

b. FAO Vertisolc. Soil Taxonomy

Vertisol

Berdasarkan hasil morfologi tapak dan

karakteristik profil, dapat diketahui bahwa

klasifikasi tanah yang ada pada Stop Site 4

berupa Grumosol (menurut PPT), Vertisol

(menurut FAO), dan Vertisol (menurut

USDA).

Pada dasarnya tanah mempunyai

banyak kegunaan. Terutama bagi kehidupan

45

Page 46: Laporan Dit Lapangan

manusia, seperti sebagai tempat bangunan,

sebagai tempat pertanian, peternakan,

perkrbunan, kehutanan dan masih banak lagi.

Berdasarkan data yang diperoleh

menunjukkan bahwa adanya kemungkinan

positif pemanfaatan Grumusol menjadi lahan

pertanian. Kendala yang ada seperti

pengolahan lahan yang sulit, bersifat sangat

lekat di musim hujan dan keras di musim

kering harus segera dicarikan alternatif

terbaik.

III. KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan praktikum

lapangan yang telah dilakukan, tanah yang

berada pada stop site 4 daerah Playen,

Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta ini

menurut klasifikasi PPT masuk dalam ordo

Grumosol, dalam klasifikasi FAO masuk ke

dalam ordo vertisol, sedangkan klasifikasi Soil

Taxonomy masuk ke ordo Vertisol. Tanah ini

memiliki tingkat kesuburan Yang baik karena

pH tanah bersifat netral dan kandungan bahan

organiknya tinggi sehingga cocok untuk

pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Ngole, V.M. dan G. E. Ekosse. 2008. Physico-Chemistry and Mineralogy related to productivity of Arenosol, Luviosol and Vertisol. Iranian Journal of Science & Technology, Transaction A 32 : 104.

Prasetyo, B.H. 2007. Perbedaan Sifat-Sifat Tanah Vertisol Dari Berbagai Bahan Induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 1, Halaman 20-31.

Sarief, H. E. Saifuddin.1993. Ilmu Tanah Pertanian .Bandung: Pustaka Buana.

Soil Survey Staff.2010. Keys to Soil Taxonomy Eleventh Edition. Soil Conservation Service.USDA.

Supriyo, H. 2008. Catatan kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan (KTB 617). Pasca Sarjana Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Terry S. Bowerman. 1999. Targhee National Forest ecological unit inventory, Volume 1. Forest Service, United States. Natural Resources Conservation Service ,University of Idaho. College of Agriculture. United States.

46

Page 47: Laporan Dit Lapangan

MORFOLOGI TANAH ALFISOL MULO

ABSTRAK

Praktikum lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah ini dilaksanakan pada Sabtu, 11 April 2015 di kawasan Mulo , Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah yang ada di kawasan Mulo ini. Pengamatan yang dilakukan pada praktikum ini meliputi morfologi tapak, profil tanah, dan klasifikasi tanah. Pengamatan morfologi tapak ini menunjukkan bahwa di kawasan Mulo tersebut termasuk dalam fisiografi pegunungan seribu yang memiliki topografi yang bergelombang serta memiliki ketinggian lereng 8 %. Pengamatan profil tanah menunjukkan bahwa tanah di kawasan Mulo tersebut memiliki tiga horizon yaitu horizon A , horizon B1 dan horizon B2. Tanah yang ada di Mulo ini memiliki tektur lempung dan struktur bongkah. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tanah yang ada di kawasan Mulo tersebut digolongkan ke dalam tanah Alvisol (berdasarkan FAO), tanah Alfisol(berdasarkan Soil Taxonomy) atau Mediteran (berdasarkan PPT ).

Kata kunci : Alfisol, morfologi tapak, profil tanah.

I. PENGANTAR

Tanah merupakan bagian dari

komponen alam yang tidak bisa

dipisahkan dari kehidupan makhluk

hidup, baik itu manusia, hewan

maupun tumbuhan. Tanah memiliki

fungsi sebagai tempat berpijaknya

makhluk hidup serta tanah dibutuhkan

47

Page 48: Laporan Dit Lapangan

makhluk hidup untuk menunjang

kegiatan dalam kehidupannya.

Alfisol merupakan tanah yang

telah berkembang dengan karakteristik

profil tanah membentuk sekuen

horison A/E/Bt/C, yang terbentuk

melalui proses kombinasi antara

podsolisasi dan laterisasi pada daerah

iklim basah dan biasanya terbentuk

dibawah tegakan hutan berkayu keras

(Tan 2000). Alfisol adalah tanah-tanah

di daerah yang mempunyai curah

hujan cukup tinggi untuk

menggerakkan lempung turun ke

bawah dan membentuk horison argilik.

Horison argilik merupakan horison

atau lapisan tanah yang terbentuk

akibat terjadi akumulasi liat. Tanah

tersebut umumnya terbentuk di bawah

berbagai hutan atau tertutup semak

(Miller dan Donahue 1990).

Alfisol cenderung mengalami

perkembangan tanah yang belum stabil

dibandingkan dengan Ultisol maupun

Oxisol, karena pada Alfisol masih

mengandung sejumlah mineral primer

yang mudah lapuk dan kaya akan hara.

Sehingga dari sisi kesuburan tanahnya,

Alfisols relatif lebih subur

dibandingkan dua ordo tanah yang lain

(Kurniawan, 2011 ).

Tanah mediteran merupakan

hasil pelapukan batuan kapur keras dan

batuan sedimen. Warna tanah ini

berkisar antara merah sampai

kecoklatan. Tanah mediteran banyak

terdapat pada dasar-dasar dolina dan

merupakan tanah pertanian yang subur

di daerah kapur daripada jenis tanah

kapur yang lainnya. tanah mediteran

banyak terdapat di Jawa Timur, Jawa

Tengah, Sulawesi, Nusa Tenggara,

Maluku, dan Sumatra. Mediteran

cocok untuk tanaman palawija, jati,

tembakau, dan jambu mete. Latosol

merupakan tanah yang berwarna

merah hingga coklat sehingga banyak

yang menamainya sebagai tanah

merah, memiliki profil tanah yang

dalam, mudah menyerap air, mudah

mneyerap air, memiliki kandungan

bahan organik yang sedang, dan pH

48

Page 49: Laporan Dit Lapangan

netral hingga asam. Kadar humus

latosol mudah menurun, dan memiliki

fosfat yang mudah bersenyawa dengan

besi dan almunium. Latosol banyak

dijumpai di Sumatra Utara, Sumatra

Barat, Bali, Jawa, Minahasa, Papua,

dan Sulawesi. Saat ini, jenis tanah

latosol banyak digunakan untuk

pertanaman palawija, padi, kelapa,

karet, dan kopi (Anonim, 2013 ). 

Faktor pembentuk tanah yaitu

iklim, bahan induk, relief, organisme

yang terkandung dalam tanah, serta

waktu yang diperlukan dalam

pembentukan (Sutanto, 2005). Tanah

Alfisol terbentuk dari bahan induk

yang mengandung karbonat dan tidak

lebih tua dari Pleistosin. Di daerah

dingin, hampir semuanya berasal dari

bahan induk yang berkapur dan masih

muda. Di daerah basah, bahan induk

biasanya lebih tua daripada di daerah

dingin.

Alfisol terbentuk pada iklim

koppen Aw, Am dengan tipe curah

hujan C, D, dan E

(Schmidt dan ferguson, 1951) Tanah

Alfisol dapat ditemukan pada wilayah

dengan temperatur sedang/sub tropik

dengan adanya pergantian musim

hujan dan musim kering. Tanah Alfisol

sering didapat pada daerah beriklim

sedang, tetapi dapat pula ditemukan di

daerah tropika dan subtropika terutama

di tempat-tempat dengan tingkat

pelapukan sedang (Hardjowigeno,

1993) . Alfisol ditemukan di banyak

zone iklim, tetapi yang utama adalah di

daerah beriklim sedang yang bersifat

humid atau subhumid.

            Hubungan antara vegetasi dan tanah

sangat berkaitan dengan pembentukan suatu

jenis tanah. Di daerah yang ditumbuhi oleh

hutan, tanah yang terbentuk adalah tanah

alfisol. Adapun peranan organisme lainnya

dalam pembentukan tanah alfisol ditunjukkan

pada tanah yang tertutup hutan. Yakni cacing

tanah (Buol et al., 1973) dan hewan-hewan

lainnya berperan dalam proses percampuran

bahan organik (serasah dan humus) dengan

bahan mineral pada kedalaman 2-10 cm.

Siklus unsur hara secara biologis dari subsoil

ke horison O ke A merupakan proses penting

pada tanah udalf. Hal tersebut menyebabkan

keadaan netral (pH 6,5-7,0) pada permukaan

tanah (A) dan lebih asam (pH 4,8-5,8) pada

subsoil.

Keadaan topografi memiliki

hubungan dengan jenis tanah yang

terbentuk dimana ditunjukkan oleh

49

Page 50: Laporan Dit Lapangan

kesesuaian keadaan iklim dan bahan

induk di daerah tersebut. Topografi

dapat mempercepat atau

memperlambat kegiatan iklim. Tanah

alfisol sering ditemukan pada tanah

yang memiliki pola tidak teratur naik

turun topografinya seperti

bergelombang pada daerah perbukitan

atau pegunungan. Pada tanah datar

kecepatan pengaliran air lebih kecil

dari pada tanah yang berombak.

Topografi miring mempergiat berbagai

proses erosi air, sehingga membatasi

kedalaman solum tanah. Sebaliknya

genangan air di dataran, dalam waktu

lama atau sepanjang tahun, pengaruh

ilklim nibsi tidak begitu nampak dalam

perkembangan tanah Didaerah

beriklim humid tropika dengan bahan

induk tuff vulkanik, pada tanah yang

datar membentuk tanah jenis

alfisol/latosol berwarna coklat,

sedangkan di lereng pegunungan akan

terbentuk alfisol/latosol merah. (Foth,

1988).

Lamanya waktu pembentukan

tanah berbeda-beda dan dipengaruhi

oleh bahan induk dan faktor

lingkungan yang mempengaruhinya.

Di Indonesia, pembentukan tanah

alfisol memerlukan waktu sekitar 2000

sampai 7000 tahun yang berdasarkan

tingkat perkembangan horisonnya

(Munir, 1996). Buol et al., (1973)

mengemukakan bahwa pembentukan

tanah Alfisol di Jawa Timur

memerlukan waktu sekitar 5.000 tahun

karena lambatnya proses akumulasi

liat untuk membentuk horison argilik.

Pada praktikum lapangan ini dilakukan

pengamatan tanah yang ada di kawasan Mulo.

Pengamatan yang dilakukan mengenai

morfologi tapak, dan profil tanah.

Berdasarkan pengamatan yang telah

dilakukan, didapatkan penggolongan tanah

yang ada di Mulo tersebut ke dalam jenis

tanah Alfisol ( berdasarkan Soil Taxonomy ).

Menurut Soil Survey Staff (2010), tanah

Alfisol memiliki ketersediaan air yang cukup

untuk pertumbuhan tanaman selama tiga bulan

atau lebih, selain itu pada tanah alfisol terjadi

perpindahan dan akumulasi liat di horison B

membentuk horison argilik pada kedalaman

23-74 cm, tanah alfisol juga memiliki

kemampuan sebagai pemasok kation basa

ukuran sedang hingga tinggi, dimana hal ini

akan menyebabkan hanya terjadi

pelindian/pencucian sedang.

Berdasarkan sifat utama dari

tanah, Kaunang (2008) berpendapat

bahwa tanah yang termasuk ordo

50

Page 51: Laporan Dit Lapangan

Alfisol merupakan tanah-tanah yang

terdapat penimbunan lempung di

horison bawah (terdapat horison

argilik) dan mempunyai kejenuhan

basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada

kedalaman 180 cm dari permukaan

tanah. Lempung yang tertimbun di

horison bawah ini berasal dari horison

di atasnya dan tercuci kebawah

bersama dengan gerakan air. Padanan

dengan sistem klasifikasi yang lama

adalah termasuk tanah Mediteran

Merah Kuning, Latosol, kadang-

kadang juga Podzolik Merah Kuning.

II. METODOLOGI

Praktikum lapangan ini dilaksanakan

pada Sabtu, 11 April 2015 di kawasan Mulo,

Yogyakarta. Praktikum lapangan ini dilakukan

pengamatan tanah yang ada di Mulo yang

mengenai morfologi tapak, profil tanah, dan

klasifikasi tanah. Pada praktikum ini , alat-alat

yang digunakan adalah kompas, klinometer,

altiimeter, metline, GPS, stereoskop, Ph stick,

palu pedologi, Musell Color Charts, borlist,

kamera, dan bahan khemikalia yaitu HCl 2 N,

H2O2 3%, H2O2 10% dan aquades.Langkah –

langkah yang dilakukan pada praktikum

lapangan ini yaitu dilakukan pengamatan

morfologi tapak, profil tanah serta uji

khemikalia. Pengamatan morfologi tapak ini

dilakukan dengan pertama-tama dilakukan

pembukaan lahan. Kemudian, dilakukan

pembagian horizon dengan cara yaitu

dilakukan pengetokan tanah dengan

menggunakan bantuan palu pedologi dengan

membandingkan suara yang dihasilkan pada

tanah serta dengan dilakukannya pengamatan

perbedaan warna pada tanah tersebut.

Selanjutnya dilakukan pengamatan

profil tanah yaitu tekstur, struktur, konsistensi,

warna tanah, jeluk, perakaran, dan bahan

kasar. Pada pengamatan profil tanah yaitu

jeluk dilakukan dengan menggunakan metline

untuk mengukur kedalaman tanah. Penentuan

tekstur , terkstur serta konsistensi tanah

dilakukan dengan menggunakan metode

kualitatif . Pengamatan warna tanah

ditentukan dengan alat Mussel Color Charts.

Setelah itu, dilakukan pengamatan morfologi

tapak yang meliputi fisiografi, landform,

topografi, lereng, arah lereng, litologi, batuan

permukaan, pola drainase, letak lintang,

ketinggian tempat, erosi, tingkat erosi,

landuse, vegetasi yang ada di kawasan

tersebut, serta jeluk air tanah.

Pengamatan morfologi tapak seperti

kemiringan lereng dilakukan dengan

menggunakan alat klinometer, letak lintang

lahan ditentukan dengan GPS, ketinggian

tempat diukur dengan menggunakan altimeter,

arah ditentukan dengan menggunakan

kompas. Pengamatan yang dilakukan

51

Page 52: Laporan Dit Lapangan

selanjutnya yaitu uji khemikalia yang diawali

dengan dilakukannya pengambilan contoh

tanah yang diamati sesuai dengan horizon

tanah tersebut, lalu tanah tersebut dibagi

menjadi tiga bagian yang dilakukan untuk uji

BO( Bahan Organik) dengan H2O2 10%, uji

Mn dengan H2O2 3% dan uji kapur dengan

HCl 2 N. Kemudian contoh tanah ditetesi

dengan masing- masing larutan tersebut.

Setelah itu diamati ada dan tidaknya buih yang

dihasilkan ketika tanah ditetesi dengan

masing-masing larutan tersebut. Selanjutnya

pH tanah ditentukan dengan pH stick yang

sebelumya dilakukan pencampuran contoh

tanah yang diamati dengan aquadest. Setelah

itu pH stick dicelupkan dan ditentukan nilai

pH nya.Setelah pengamatan tersebut selesai,

hasil pengamatan yang didapat dicatat pada

borlist yang telah disediakan sebelumnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11. Morfologi Tapak

52

Page 53: Laporan Dit Lapangan

Gambar 12. Profil Tanah

53

Page 54: Laporan Dit Lapangan

Tabel 13. Morfologi Tapak(site)

Lokasi Mulo

Landform Angkatan

Fisiologi Pegunungan seribu

Topografi Bergelombang

Lereng 8 %

Arah lereng 24 NE

Litologi Sedimen marine

Batuan permukaan Sedikit ( 1 %)

Pola drainase Baik, dendritik

Letak lintang S= 8002.116’

E= 110035.972

Altitude 193 mdpl

Erosi Alur

Tingkat erosi Sedang

Landuse Hutan

Vegetasi Akasia

Pertumbuhan Subur

Jeluk air tanah >15 meter

Cuaca Mendung, berawan

Pada praktikum lapangan stop site 5

ini, pengamatan tanah dilakukan di daerah

Mulo , Yogyakarta. Pengamatan tanah di

Mulo ini dilakukan pengamatan morfologi

tapak dan profil tanah. Pada pengamatan

morfologi tapak, hasil yang didapat yaitu

wilayah Mulo ini berfisiografi Pegunungan

Seribu dengan memiliki landform

angkatan.Wilayah Mulo ini memiliki

topografi yang yang bergelombang berupa

sedimen marine dan batuan permukaan

hanya 1%. Wilayah Mulo ini memiliki

lereng 8% dengan arah lereng 24⁰ NE.

Wilayah Mulo berada pada lintang

S(8002.116’) E(110035.972’) dengan

ketinggian tempat 193 mdpl dari permukaan

laut. Pola drainase pada wilayah Mulo ini

yaitu memiliki pola drainase yang baik.

Daerah Mulo memiliki erosi alur dengan

tingkat erosi yang sedang. Jeluk air tanah

pada daerah ini adalah > 15 m dari

permukaan laut. Vegetasi yang tumbuh

54

Page 55: Laporan Dit Lapangan

didaerah Mulo ini adalah jenis tanaman

tahunan seperti akasia yang tumbuh subur,

karena di tanah ini memiliki perakaran yang

dalam dan kuat. Tetapi pada dasarnya,

kebanyakan pada wilayah ini hanya

digunakan sebagai hutan dan hanya sedikit

saja yang digunakan sebagai lahan pertanian

karena pengairan di wilayah ini hanya

mengandalkan air hujan karena tidak adanya

sungai yang terdapat disekitarnya. Pada

pengamatan di wilayah Mulo ini , dilakukan

pengamatan dengan cuaca mendung

berawan.

Tabel 14. Karakteristik Profil

PengamatanLapisan IHorizon A

Lapisan IIHorizon B1

Lapisan IIHorizon B2

Jeluk (cm) 0-1 cm 1-10 cm 10-105 cmWarna Tanah 2,5 YR 3/6 2,5 YR 3/6 2,5 YR 3/6g. Matrik - - -h. Karatan - - -i. Campuran - - -Tekstur Lempung Lempung Lempung Struktur

g. TipeGumpal

menyudutGumpal

menyudutGumpal

menyuduth. Kelas Sedang Sedang Sedangi. Derajat Sedang Sedang Sedang Konsistensig. Kering - - -

LembabAgak

lengket (plastis)

Agak lengket (plastis)

Lekat( plastis)

h. Basah - - -Perakarane. Ukuran

Mikro messo

Mikro messo

Mikro

f. Jumlah Banyak Banyak Banyak Bahan Kasarg. Jenis - - -h. Jumlah - - -i. Ukuran - - -Uji Khemikaliag. BO (H2O2

10%)+++ ++ +

55

Page 56: Laporan Dit Lapangan

h. Mn (H2O2 3%)

+++ ++ +

i. Kapur (HCl 2N)

+++ ++ ++

pH H2O 5 5 5

Pada pengamatan profil tanah pada

wilayah Mulo ini, tanah yang terdapat di

wilayah Mulo ini terdiri dari 3 horizon

yaitu horizon A , horizon B1 dan horizon

B2. Pada horizon A ini dengan jeluk 0-1

cm, yang memiliki warna tanah 2,5 YR 3/6

dengan tekstur lempung, berstruktur

bongkah, serta berkonsistensi agak lekat.

Perakaran pada horizon A memiliki jumlah

banyak dan dengan ukuran mikro maso.

Pada uji khemikalia pada horizon A ini,

jika tanah ditetesi BO dan Mn , akan

menghasilkan buih yang banyak dari pada

horizon lainnya, sementara pada pengujian

khemikalia yang diberi kapur, semua

harizon pada tanah ini tidak ditemukan

adanya buih. Pengujian pH tanah pada

horizon tanah di kawasan Mulo ini

ditentukan dengan menggunakan pH stick.

Pada pengujian pH ini didapat pH semua

horizon yaitu 5 yang berarti tanah yang

masam. Pada pengamatan horizon B1

dengan jeluk 1-10 cm memiliki warna 2,5

YR 3/6 dengan tekstur lempung,

berstruktur bongkah dengan tipe gumpal

menyudut, dan berkonsistensi agak lekat.

Sedangkan perakarannya pada horizon B1

ini memiliki jumlah perakaran banyak

dengan ukuran mikro meso. Pada uji

khemikalia pada horizon B1 ini, jika tanah

ditetesi BO dan Mn , akan menghasilkan

buih yang lebih sedikit dari pada horizon

A. Pada pengamatan horizon B2 dengan

jeluk 10- 105 cm dengan warna tanah 2,5

YR 3/6. Horizon B2 ini memiliki tekstur

lempung, yang berstruktur bongkah dan

dengan konsistensi lekat. Perakaran pada

horizon B2 ini memiliki jumlah perakarang

yang banyak dengan ukuran mikro. Pada

uji khemikalia pada horizon B2 ini, jika

tanah ditetesi BO dan Mn , akan

menghasilkan buih yang paling sedikit dari

pada horizon lainnya. Pengamatan pada

warna tanah menggunakan metode secara

kuantitatif menggunakan kartu warna Soil

Munsell Color Charts , didapat hasil yaitu

2,5 YR 3/6, 2,5 YR menunjukkan Hue

tanah , Hue (angka 10) yang menunjukkan

spektrum warna dominan, YR berarti

Yellow Read yang berarti tanah tersebut

berspektrum warna antara kuning hingga

merah. Sedangkan 3/ menunjukkan value

pada tanah tersebut. Value merupakan

gelap terangnya warna. /6 menunjukkan

56

Page 57: Laporan Dit Lapangan

Chroma dan Chroma yang menunjukkan

tingkat kemurnian warna. Umumnya

Alfisol memiliki warna yaitu cenderung

merah sampai kecoklatan. Warna ini

terjadi karena tingginya kadar besi dalam

tanah yang mengalami oksidasi.

Tabel 15. Karakteristik Ordo Tanah

PPT Mediteran

FAO Luvisols

Soil Taxonomy Alfisol

Pada pengamatan yang telah

dilakukan di wilayah Mulo ini , tanah dapat

diklasifikasikan menjadi ordo Alfisol

berdasarkan penamaan Soil Taxonomy

United State Department of Agriculture

(USDA), menurut Food and Agriculture

Organization of United Nations (FAO -

PBB) memiliki ordo Luvisols, sedangkan

berdasarkan PPT tanah ini

berordo Mediteran.

Tanah Alfisol terbentuk karena

proses pencucian mineral lempung yang

menyebabkan turunnya lempung dan dari

proses ini menghasilkan horizon argilik

namun karena proses ini belum intensif

sehingga kejenuhan basanya masih tinggi.

Hal ini dibuktikan dari pH yang didapatkan

pada tanah ini diduga merupakan pH tinggi

yaitu 5. Alfisol terbentuk di bawah tegakan

hutan berdaun lebar (Hardjowigeno, 1993).

Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar

sampai berbukit. Tanah Alfisol adalah tanah

yang berkembang di daerah hutan humid, di

mana perpindahan lempung menghasilkan

horizon Bt, yang mengandung 20% atau

lebih daripada horizon A, dan tanahnya

cukup mengalami pencucian dalam

pelapukan. Akumulasi liat dalam horizon

organic b (Bt) dapat menyebabkan kapasitas

tukar kation horizon B maksimum pada

sejumlah tanah. Reaksi tanah pada tanah

Alfisol bervariasi yaitu antara masam hingga

netral (Foth, 1998).

Pada pengamatan stop site 5 yang

ditemukan tanah Alfisol ini, berbeda dengan

tanah Alfisol yang ditemukan pada stop site

2. Perbedaan yang didapat dari hasil

pengamatan yaitu perbedaan litologi. Pada

stop site 5 terdapat litologi sedimen marine

sedangkan pada stop site 2 terdapat batuan

breksi andesitik. Sedimen marine yang

terdapat dari stop site 5 berasal dari laut

sedangkan batuan breksi andesitik pada stop

site 2 berasal dari gunung api purba,

sehingga pada stop site 5 ini banyak

mengandung kapur.

Tanah alfisol ini pada dasarnya

dimanfaatkan sebagai tanah untuk lahan

57

Page 58: Laporan Dit Lapangan

pertanian. Tanah ini cukup produktif untuk

pengembangan berbagai komoditas tanaman

pertanian mulai tanaman pangan,

hortikultura, dan perkebunan. Tanah alfisol

ini memiliki tingkat kesuburannya (secara

kimiawi) tergolong baik. Contoh tanaman

yang cocok untuk ditanam yaitu palawija,

jati, tembakau, dan jambu mete.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum lapangan

yang telah dilakukan, tanah yang terdapat

pada stop site 5 yaitu di kawasan Mulo ini

terdapat tanah dalam ordo Mediteran

menurut PPT, dalam klasifikasi FAO

masuk ke dalam ordo Luvisols, sedangkan

klasifikasi Soil Taxonomy masuk ke ordo

Alfisol. Tanah Alfisol baik digunakan

sebagai lahan pertanian, hal ini karena tanah

Alfisol merupakan tanah yang subur.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Jenis, karakter, Penyebaran, dan Pemanfaatan Tanah untuk Pertanian. < http://www.anakagronomy.com/2013/03/jenis-karakter-penyebaran-dan.html> Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 15.00 WIB.

Boul, S.W., F.D. Hole, dan R.J. Mc Cracken. 1973. Soil Genesis and Classification. The Iowa State. University Press. Ames. Lowa.

Foth, Henry D. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi Ketujuh. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

Kaunang, D. 2008. Andisols (Andosol). Soil Environment 6(2): 109-113.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesis Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta.

Kurniawan, R. E., Sudjono, U., dan Mujiyo. 2011. Pendugaan Perkembangan Alfisols di Kecamatan Jatipuro, Karanganyar   dengan Model

Kestabilan Genetik. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 8(1) : 53-59.

Miller, R.W. and R.L. Donahue. 1990. Soils: an introduction to soils and plant growth. Prantice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.

Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy. Ed ke-11. USDA, Natural resources conservation service. Halaman 35-76.

Tan, K.H. 2000. Environmental soil science. Marcel Dekker, New York.

58

Page 59: Laporan Dit Lapangan

PENGHARGAAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-

Nya bahwa kami dapat menyelesaikan laporan lapangan ini.

Terselesaikannya laporan lapangan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena

itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir.Suci Handayani selaku koordinator pada praktikum dasar-dasar ilmu tanah

2. Saudara Padana Aperta Barus selaku asisten praktikum dasar-dasar ilmu tanah

3. Teman-teman satu golongan dan satu kelompok praktikum yang telah bekerja sama

dengan baik sehingga praktikum dapat berjalan dengan baik

Kami sadar bahwa dalam laporan lapangan ini masih banyak terdapat kekurangan-

kekurangan. Semoga kekurangan tersebut tentunya dapat dijadikan peluang untuk peningkatan

penelitian selanjutnya.

Akhirnya kami tetap berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

ogyaka

rta,

59

Page 60: Laporan Dit Lapangan

Yogyakarta, 8 Mei 2015

LAMPIRAN

STOP SITE 1

60

Page 61: Laporan Dit Lapangan

61

Page 62: Laporan Dit Lapangan

62

Page 63: Laporan Dit Lapangan

STOP SITE 2

63

Page 64: Laporan Dit Lapangan

64

Page 65: Laporan Dit Lapangan

65

Page 66: Laporan Dit Lapangan

STOP SITE 3

66

Page 67: Laporan Dit Lapangan

67

Page 68: Laporan Dit Lapangan

STOP SITE 4

68

Page 69: Laporan Dit Lapangan

69

Page 70: Laporan Dit Lapangan

STOP SITE 5

70

Page 71: Laporan Dit Lapangan

71

Page 72: Laporan Dit Lapangan

72