laporan BTT karet fix

32
LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN (AGT 312) Semester Gasal Tahun Akademi 2010/2011 KUNJUNGAN LAPANG BUDIDAYA KARET DI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH KEBUN KRUMPUT-BANYUMAS ACARA PENYADAPAN Oleh : Kelompok A-4 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Transcript of laporan BTT karet fix

Page 1: laporan BTT karet fix

LAPORAN PRAKTIKUMBUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN (AGT 312)

Semester Gasal Tahun Akademi 2010/2011

KUNJUNGAN LAPANG BUDIDAYA KARETDI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA IX JAWA TENGAH

KEBUN KRUMPUT-BANYUMAS

ACARA PENYADAPAN

Oleh :

Kelompok A-4

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2011

Page 2: laporan BTT karet fix

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK A-4

Oktavianita : A1L008149

Syams Pradana : A1L008150

Moh Aditya Rahman : A1L008151

Danang Herdaru : A1L008152

Baskara Edi Nugraha : A1L008153

Ahmad Sekhudin : A1L008154

Eka Sugiharti : A1L008155

Firda Nur Fitriani : A1L008156

Rifqi Adisonda : A1L008157

Janiti : A1L008160

Page 3: laporan BTT karet fix

A. PENDAHULUAN

Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang

menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi

Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya

peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam

bidang teknologi budidayanya.

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi

di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia

selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0

juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta

ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004

mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa

non-migas.

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk

pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan

Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih

dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya

85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan

besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara

nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini

masih akan bias ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan

Page 4: laporan BTT karet fix

pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk

perkebunan karet. (Anwar,2001)

Tujuan mengetahui cara-cara penyadapan tanaman karet.

Page 5: laporan BTT karet fix

B. TINJAUAN PUSTAKA

Karet alam adalah salah satu komoditas utama sub sektor

perkebunan di Indonesia. Data tahun 2006 menunjukkan luas areal tanaman

karet di Indonesia adalah seluas 3,31 juta hektar (ha) dan menempati areal

perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit (pertama) dengan luas 6,07

juta ha dan kelapa (kedua) dengan luas 3,82 juta ha. Setelah karet, kopi

adalah tanaman perkebunan yang menempati posisi keempat dengan areal

penanaman seluas 1,26 juta ha dan kakao (kelima) seluas 1,19 juta ha.

Produksi nasional karet pada tahun 2006 adalah sebesar 2,27 juta ton karet

kering (KK) dengan produksi terbanyak berasal dari Sumatera (termasuk

Bangka-Belitung dan Riau Kepulauan) dengan total produksi sebesar 1,66

juta ton. Produktivitas karet nasional pada tahun tersebut mencapai 868 kg

KK / ha dan telah mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan

dengan satu dekade yang lalu yang hanya mencapai 575 kg KK / ha (tahun

1996) (Deptan, 2006).

Menurut prakiraan bahwa potensi produksi karet dapat ditingkatkan

mencapai 5.000 – 7.000 kg/ha/th. Klon-klon karet unggul yang dihasilkan

sampai saat ini, mampu mencapai potensi produksi dengan rata-rata

produksi selama 15 tahun sadap berkisar 1.500 – 1.800 kg/ha/th dalam

penanaman skala komersial. Usaha untuk mendapatkan klon-klon yang lebih

unggul terus diupayakan melalui program pemuliaan dan seleksi, untuk

Page 6: laporan BTT karet fix

menghasilkan klon-klon unggul modern dengan produktivitas mencapai

lebih dari 2.500 kg/ha/th pada tahun 2005 (Aidi-Daslin, 1995).

Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan

klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada

Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah

direkomendasikan klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode tahun

2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR

112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya

sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon-klon tersebut

menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi,

tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya.

Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang

sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang

akan dihasilkan (Suhendry, 2002).

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet.

Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan

tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh

lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks

akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang Kulit

karet dengan ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang

sadap petani karet untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu

sekitrar 30 tahun. Oleh sebab itu penyadapan harus dilakukan dengan hati-

Page 7: laporan BTT karet fix

hati agar tidak merisak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam

penyadapan, maka produksi karet akan berkurang (Santosa, 2007).

Menurut Pendle (1992), lateks mengandung beragam jenis protein

katena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim

yang berperan dalam sintesis molekul karet. Sebagian protein hilang

sewaktu pemekatan lateks yaitu karena pengendapan dan karena terbuang

dalam lateks skim. Protein yang tersisa dalam lateks pekat kurang lebih

adalah 1% terhadap berat lateks dan terdistribusi pada permukaan karet

(60%) dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam serum lateks pekat tersebut.

Page 8: laporan BTT karet fix

C. METODE PELAKSANAAN

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

- Pohon karet dewasa siap sadap

2. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

- Pisau sadap

- Pisau mal

- Mangkuk sadap

- Talang sadap

- Tali cincin

- Cincin mangkuk

- Sigmat

- Quadri

3. Prosedur kerja

Cara kerja praktikum ini adalah

- Dipilih pohon karet yang siap sadap atau memiliki kriteria siap

sadap

- Kemudian dibuat pola sadap :

Page 9: laporan BTT karet fix

a. Bukaan sadap ditentukan 90-100 cm dari permukaan tanah

b. Bidang sadapan digambar dengan bentuk spiral dari kiri

atas ke kanan bawah membentuk sudut 20-45˚ terhadap

garis horizontal

- Dilakukan penyadapan :

a. Kulit pohon dibersihkan

b. Kulit pohon diiris dengan tebal irisan 1,5-2,0 mm

c. Kedalaman irisan 1,0-1,5 mm

d. Lateks ditampung dengan mangkuk sadap

Page 10: laporan BTT karet fix

D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Berdasarkan pengamatan dilapang mengenai penyadapan didapatkan

hasil sebagai berikut :

Kriteria pohon yang siap sadap apabila umur rata-rata sudah mencapai

5 tahun atau 60% dari areal 1 hektar sudah mencapai lingkar batang 45 cm

sampai dengan 50 cm sudah bias dimulai buka sadap. Bila belum mencapai

60% sebaiknya diunda dulu buka sadapnya. Pada umur 5 tahun biasanya

ketebalan batang mencapai 5-8 mm dan sudah siap disadap.

Penyadapan biasanya dilakukan pada bulan oktober, setelah gugur

daun. Awal penyadapan dilakukan dengan membuat bidang sadap setinggi

130 cm diukur dari pertautan okulasi tertinggi. Ketinggian ini digunakan

karena rata-rata tinggi orang Indonesia sekitar 130an.

Cara penyadapan sebaiknya satu arah atau maju dan jangan dua arah

atau maju mundur. Karena akan menyebabkan pori-pori kulit akan tertutup.

Dalam 1 tahun, penyadapan biasanya menggunakan sebanyak 25 cm kulit

pohon, yang dinamakan panel B.01 yang digunakan selama tahun. Setelah

B.01 habis maka akan pindah ke B.02 dan kembali lagi ke panel B.01

setelah kulit tersebut pulih kembali.

Page 11: laporan BTT karet fix

B. PEMBAHASAN

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet.

Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan

tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh

lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks

akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang Kulit

karet dengan ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang

sadap petani karet untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu

sekitrar 30 tahun. Oleh sebab itu penyadapan harus dilakukan dengan hati-

hati agar tidak merusak kulit tersebut. Jika terjadi kesalahan dalam

penyadapan, maka produksi karet akan berkurang (Santosa, 2007).

Menurut Pendle (1992), lateks mengandung beragam jenis protein

katena lateks adalah cairan sitoplasma, protein ini termasuk enzim-enzim

yang berperan dalam sintesis molekul karet. Sebagian protein hilang

sewaktu pemekatan lateks yaitu karena pengendapan dan karena terbuang

dalam lateks skim. Protein yang tersisa dalam lateks pekat kurang lebih

adalah 1% terhadap berat lateks dan terdistribusi pada permukaan karet

(60%) dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam serum lateks pekat tersebut.

Lateks adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang

membeku ketika terkena udara. Ini merupakan emulsi kompleks yang

mengandung protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gom.

Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga

yang berwarna kuning, jingga, atau merah Untuk memperoleh hasil sadap

Page 12: laporan BTT karet fix

yang baik, penyadapan harus mengikuti aturan tertentu agar diperoleh hasil

yang tinggi, menguntungkan, serta berkesinambungan dengan tetap

memperhatikan faktor kesehatan tanaman.

Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan

tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik

dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat

terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah

memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila

keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah

mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi

kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen. (Chairil Anwar,

2001)

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan antara lain:

- Pembukaan bidang sadap dimulai dari kiri atas kekanan bawah,

membentuk sudut 300.

- Tebal irisan sadap dianjurkan 1,5 - 2 mm.

- Dalamnya irisan sadap 1-1,5 mm.

- Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00 - 7.30 pagi.

(Setyamidjaya, 1993)

Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang

sadap pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa

menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman.

Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur

Page 13: laporan BTT karet fix

dan lilit batang”. Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm

diukur 100 cm dari pertautan sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan

tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah

berumur 5-6 tahun. Semakin bertambah umur tanaman semakin

meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun produksi lateksnya

dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 26 tahun produksinya

akan menurun.

Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai

batas kambium dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu

dalam dapat membahayakan kesehatan tanaman, dan juga untuk

mempercepat kesembuhan luka sayatan maka diharapkan sadapan tidak

menyentuh kayu (xilem) akan tetapi paling dalam 1,5 mm sebelum

kambium. Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari kiri atas ke

kanan bawah dengan sudut kemiringan 30˚ dari horizontal dengan

menggunakan pisau sadap yang berbentuk V. Semakin dalam sadapan akan

menghasilkan banyak lateks. Pada proses penyadapan perlu dilakukan

pengirisan. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring

ke bawah.. Melalui saluran irisan ini akan mengalir lateks selama 1-2 jam.

Sesudah itu lateks akan mengental. Lateks yang yang mengalir tersebut

ditampung ke dalam mangkok aluminium yang digantungkan pada bagian

bawah bidang sadap. Sesudah dilakukan sadapan, lateks mengalir lewat

aluran V tadi dan menetes tegak lurus ke bawah yang ditampung dengan

wadah.

Page 14: laporan BTT karet fix

Frekuensi sadapan adalah selang waktu penyadapan menurut satuan

waktu dalamhari (d), minggu (w), bulan (m), dan tahun (y) tergantung dari

sistem penyadapan.pada sadapan terus-menerus, penyadapan yang dilakukan

setiap hari ditandai dengan notasi d/1, dua hari sekali d/2, tiga hari sekali

d/3, dan seterusnya.

Frekuensi sadapan adalah selang waktu penyadapan menurut satuan

waktu dalamhari (d), minggu (w), bulan (m), dan tahun (y) tergantung dari

sistem penyadapan.pada sadapan terus-menerus, penyadapan yang dilakukan

setiap hari ditandai dengan notasi d/1, dua hari sekali d/2, tiga hari sekali

d/3, dan seterusnya.

Sistem eksploitasi tanaman karet adalah sistem pengambilan lateks

yang mengikuti aturan-aturan tertentu dengan tujuan memperoleh produksi

tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan berkesinambungan, sistem

eksploitasi yang dikenal adalah:

1. Sistem eksploitasi konvensional : merupakan sistem sadap biasa tanpa

menggunakan stimulan. Kelebihannya tergantung pada perangsang

dansesuai dengan keadaan tanaman walaupun kurang baik

pertumbuhannya. Kelemahannya kulit batang akan cepat habis.

2. Sistem sadap stimulasi : sistem sadap kombinasi dengan menggunakan

perangsang. Pemberian perangsang dimakduskan untuk meningkatkan

produksi yang dapat dilakukan pada pohon karet yanng telah berumur

lebih dari 15 tahun.

Page 15: laporan BTT karet fix

3. Sistem eksploitasi tusuk atau mikro : sistem tusukan pada jalur kulit

yang diberi perangsang yang dilakukan dengan cara menusuk kulit

batang tanaman denagn jarum. Kelebihan sistem ini adalah produksi

lateks tinggi, pelaksanaannya mudah, kandungan zat gula lateks tetap

tinggi gerakan zat gula dalam kulit tidak terhalangi, kekeringan alur

sadap dapat dihindari dan dapat dilakukan pada tanaman yang berumur

3 tahun.

Peralatan sadap menentukan keberhasilan penyadapan. Semakin baik

alat yang digunakan, semakin bagus hasilnya. Menurut Siregar (1995),

berbagai peralatan sadap yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Mal sadap

Mal sadap berfungsi membuat gambar sadapan yang menyangkut

kemiringan sadapannya, biasanya digunakan sebagai pola rencana

penyadapan untuk jangka waktu tertentu (biasanya 6 bulan). Mal sadap

dibuat dari sepotong kayu dengan panjang 130cm yang dilengkapi plat

seng selebar + 4cm dan panjangnya antara 50-60cm. Plat seng dengan

kayu membentuk sudut 120º (Siregar, 1995).

2. Pisau sadap

Pisau sadap ada 2 macam, yaitu pisau untuk sadap atas dan pisau untuk

sadap bawah. Pisau sadap harus mempunyai ketajaman yang tinggi,

karena berpengaruh pada kecepatan menyadap dan kerapihan sadapan.

Pisau sadap atas bertangkai panjang untuk menyadap kulit karet pada

bidang sadap atas dengan ketinggian di atas 130 cm (Nazaruddin, 1998).

Page 16: laporan BTT karet fix

Ketajaman pisau berpengaruh pada kecepatan menyadap dan

kerapihan menyadap. Pisau sadap mempunyai tangkai yang panjang

untuk mempermudah penyadapan. Pisau sadap bawah digunakan untuk

menyadap kulit karet pada bidang sadap bawah, ketinggian mulai 130

cm ke arah bawah (Siregar, 1995).

3. Talang lateks (spout)

Talang lateks berfungsi untuk mengalirkan cairan lateks atau getah karet

dari irisan sadap ke dalam mangkok. Talang lateks terbuat dari seng

dengan lebar 2,5 cm dan panjangnya antara 8-10 cm. Pemasangan talang

lateks pada pohon karet dilakukan dengan cara ditancapkan 5 cm dari

titik atau ujung terendah irisan sadapan. Penancapannya hendaknya tidak

terlalu dalam agar tidak merusak lapisan kambium atau pembuluh

empulur karet (Siregar, 1995).

4. Mangkok atau cawan

Mangkok ini berfungsi sebagai penampung lateks yang mengalir dari

bidang irisan melalui talang. Mangkok ini biasanya dibuat dari tanah liat

atau plastik atau aluminium. Paling baik adalah dibuat dari aluminium

karena tahan lama dan bisa menjamin kualitas lateks. Namun sulit dicari

dan harganya yang cukup mahal. Mangkok dipasang 10 cm di bawah

talang (Siregar, 1995).

5. Cincin mangkok

Cincin mangkok berfungsi sebagai tempat meletakkan mangkok sadap

atau cawan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan cincin mangkok ini

Page 17: laporan BTT karet fix

adalah kawat. Biasanya cincin ini digantungkan atau dicantolkan pada

tali cincin. Diameter cincin dibuat sedikit lebih besar dari ukuran

mangkok sadap agar mangkok bisa masuk ke dalam cincin (Siregar,

1995).

6. Tali cincin

Tali cincin berfungsi sebagai tempat untuk mencantolkan cincin

mangkok sehingga mutlak harus disediakan. Biasanya tali cincin dibuat

dari kawat atau ijuk. Letaknya pada pohon karet disesuaikan dengan

keadaan cincin mangkok, jangan sampai terlalu jauh dari cincin

mangkok. Sebagaimana talang lateks, kedudukan tali cincin juga

berubah tiap periode tertentu (Siregar, 1995).

7. Meteran gulung (rol meter)

Meteran gulungan berfungsi untuk menentukan tinggi bidang sadap

(meteran kayu) dan mengukur lilit batang pohon karet (meteran gulung).

Meteran yang digunakan terbuat dari bahan lunak atau kulit. Meteran

kulit disebut juga meteran gulung dengan panjang 150-200 cm (Siregar,

1995).

8. Meteran kayu

Fungsi meteran kayu ini yaitu untuk mengukur tinggi sadapan.Biasanya

terbuat dari kayu (panjang 130 cm) dan berbentuk panjang pipih .

Penggaris diletakkan dari permukaan tanah ke arah vertikal pada pohon

karet sampai jarak 130 cm (Nazaruddin, 1998).

9. Pisau mal

Page 18: laporan BTT karet fix

Pisau mal berfungsi sebagai alat untuk menoreh kulit batang karet saat

akan membuat gambar bidang sadap. Alat ini dibuat dari besi panjang

dengan ujung runcing dan pegangannya terbuat dari kayu atau plastik.

Bagian runcing inilah yang digunakan untuk menoreh kulit batang

pohon karet (Siregar, 1995).

10. Quadri

Alat ini berfungsi untuk mengukur tebalnya kulit batang yang disisakan

saat penyadapan. Tujuannya agar penyadapan tidak sampai melukai

kambium atau pembuluh empulurnya. Alat ini terbuat dari besi, bagian

ujung seperti jarum dengan panjang 1-1,5 mm (Siregar, 1995).

11. Sigmat

Alat ini berfungsi untuk mengukur tinggi sadapan. Ketebalan ± 10 cm.

Sigmat ditempatkan pada bagian pohon yang akan diukur tebal kulitnya,

ditekan sampai terasa keras atau tidak dapat menembus kulit lebih dalam

lagi. Ketebalan kulit pohon diketahui degnan membaca skala

(Nazaruddin, 1998).

Page 19: laporan BTT karet fix

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sadap mantap untuk tanaman karet adalah bila lingkar batang

mencapai 50 cm pada tinggi 130 cm diatas permukaan tanah untuk

tanaman asal semai pertautan untuk tanaman asal okulasi.

2. Jumlah tanaman yang memenuhi kriteria tersebut 60-70% dari

jumlah pohon per satuan luas.

3. Kedalaman penyadapan harus diperhatikan jangan sampai mengenai

kambium karena akan mengakibatkan luka pada tanaman, dan juga

tanaman akan susah sembuh.

4. Sistem sadap yang dapat dilakukan adalah sistem eksploitasi

konvensional, sistem eksploitasi stimulan dan sistem eksploitasi

tusuk.

5. Sistem eksploitasi yang baik adalah sistem eksploitasi tusuk karena

dapat dilakukan pada tanaman yang berumur 3 tahun sehingga

memperpanjang umur ekonomis.

Saran

Dalam melakukan penyadapan kelengkapan alat perlu diperhatikan dan

selalu dijaga ketajamannya tertutama pisau sadap, karena ini sangat

menentukan bagi hasil produksi lateks nantinya. Selain kelengkapan alat,

Page 20: laporan BTT karet fix

keterampilan si penyadap juga harus dilihat, karena hasil lateks yang

didapat tergantung dengan keahlian si penyadap melakukan penyadapan.

Page 21: laporan BTT karet fix

DAFTAR PUSTAKA

Aidi-Daslin, 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa. Palembang.

Anwar, Chairil. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.

D. Setyamidjaya, M. Ed. 1993. Budidaya dan Pengolahan Karet. Lembar Info Pertanian (LIPTAN) Balai Pusat Penelitian (BIP). Sumatra. Selatan.

Deptan. 2006. Basis Data Statistik Pertanian (http://www.database.deptan.go.id/). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Pendle. P.D. 1992. The Production, composition, and chemistry of natural latex concentrates in sensitivity to latex in medical device (FDA Ed.). Program and Proceedings of International Latex Conference, Baltimore, November 5-7,13.

Santosa. 2007. Karet. (http://id.wikipedia.org/wiki/karet). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Suhendry, I. 2002. Kajian finansial penggunaan klon karet unggul generasi IV. Warta Pusat Penelitian Karet. 21 : 1- 3

.

LAMPIRAN

Page 22: laporan BTT karet fix

Gambar 1. Pisau sadap

Gambar 2. Mangkuk sadap

Gambar 3. Pisau mal

Gambar 4. Mal Sadap

Gambar 5 sigmat

Page 23: laporan BTT karet fix

Gambar 6. Meteran

Rifqi Adisonda Danang Herdaru

A1008157 A1L008152