LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN...
Transcript of LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN...
LAPORAN
AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
PEMBUDAYAAN LITERASI INFORMASI SISWA
TINGKAT SEKOLAH DASAR DI TANGERANG SELATAN
Tahun ke -1 dari rencana 1 tahun
Gina Fauziah, S.Sos,M.I.Kom 0403049001 (Ketua )
Ambar Widya Lestari,S.Pd.,M.Pd 0412029201 (Anggota)
Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sesuai dengan Kontrak Penelitian
Nomor : 130/A5/SPKP/LPPM/UNPAM/III/2018
UNIVERSITAS PAMULANG
2018
RINGKASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kemapuan literasi
informasi siswa tingkat sekolah dasar mengunakan metode Super 3 (Plan, Do,
Review) dalam pelajaran Bahasa Indoensia. Penelitian ini menggunakan metode studi
kuantitatif deskirptif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling dengan jumlah responden 100 orang yang terdiri dari siswa sekolah dasar
kelas V pada SDN Puspitek, SDN Batan 01, SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu)
Al- Azhar Pamulang, SDIT Al-Zahra Indonesia dan SDIT Nur Fatahillah..
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa kemampuan literasi informasi siswa
kelas V pada tahap plan (mengidentifikasi dan cara mencari informasi) sebesar 58%
pada kategori baik yang artinya siswa mampu mengidentifikasi dan tahu cara mencari
informasi dengan baik dalam pelajaran bahasa Indonesia, kemampuan literasi
informasi pada tahap do (Pelaksanaan; menemukan, mengolah, dan menyajikan informasi
atau sintesis) sebesar 97% termasuk kedalam kategori baik, hal ini menandakan
sebagian besar siswa memiliki kemampuan yang baik untuk menemukan, mengolah
dan menyajikan kembali informasi atau sintesis dalam pelajaran bahasa Indonesia dan
kemampuan literasi informasi siswa pada tahap review (evaluasi) sebesar 100%
berada pada kategori baik, hal ini menandakan bahwa seluruh responden mampu
melakukan evaluasi pada informasi dalam pelajaran bahasa Indonesia dengan baik,
sedangkan kemampuan literasi informasi secara keseluruhan dalam pelajaran bahasa
Indonesia 82% atau mayoritas pada ketegori baik, 16% kategori cukup dam 2%
kategori kurang. Hal ini menandakan pembudayaan gerakan literasi sekolah
berdampak positif pada kemapuan literasi informasi pelajaran bahasa indoneasia
siswa kelas V (lima) sekolah dasar di Tangerang Selatan. Adanya kegiatan literasi
yang dimasukan secara implisit ke dalam pelajaran bahasa Indonesia memberikan
hasil yang baik terhadap kemampuan literasi informasi siswa yang dilihat
berdasarkan nilai rapot dan kemampuan siswa dalam melakukan Plan, do,review
dalam pelajaran bahasa Indonesia. Kemampuan literasi informasi yang baik akan
lebih efektif jika di terapkan pada setiap mata pelajaran, sehingga kemampuan literasi
informasi sudah dapat dirasakan manfaat nya sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Kata kunci : Gerakan Literasi Sekolah, Literasi siswa sekolah dasar, Literasi
informasi.
SUMMARY
The purpose of this study was to determine how the ability of information literacy of
elementary school students using the Super 3 method (Plan, Do, Review) in
Indonesian language lessons. This study uses quantitative descriptive study method
with a sampling technique using purposive sampling with the number of respondents
100 people consisting of grade V elementary school students at SDN Puspitek, SDN
Batan 01, SDIT (Integrated Islamic Primary School) Al-Azhar Pamulang, SDIT Al-
Zahra Indonesia and SDIT Nur Fatahillah. Based on the results of the study stated
that the information literacy skills of fifth grade students in the plan stage (identify
and find information) by 58% in the good category, which means students are able to
identify and know how to find information well in Indonesian language learning,
information literacy skills in the (Implementation; finding, processing, and presenting
information or synthesis) 97% included in the good category, this indicates that most
students have a good ability to find, process and re-present information or synthesis
in Indonesian language lessons and student information literacy skills at the stage of
review (evaluation) of 100% in the good category, this indicates that all respondents
are able to evaluate the information in Indonesian language lessons well, while the
overall information literacy ability in Indonesian language lessons is 82% or the
majority in ketego well, 16% is enough category and 2% is lacking category. This
indicates that the civilization of the school literacy movement has a positive impact
on the literacy ability of Indonesian language learning information for fifth grade
(five) elementary school students in South Tangerang. The existence of literacy
activities that are implicitly included in the Indonesian language lesson provides
good results on students 'information literacy skills which are seen based on the
students' grades and ability to do Plan, do, review in Indonesian language lessons. A
good information literacy ability will be more effective if applied to each subject, so
that the information literacy ability can be felt as a benefit since sitting in elementary
school.
Keywords: Information School Literacy Movement, Literacy of Primary School
Students, Information Literacy.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya penelitian ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Rasullah SAW,
sebagai manusia terbaik yang menjadi suri tauladan bagi umat manusia. Tema
penelitian ini mengenai ―Pembudayaan Literasi Informasi Siswa Tingkat Sekolah
Dasar‖, hal ini menjadi sebuah respon nyata akan rendahnya tingkat minat baca
masyarakat Indonesia khususnya peserta didik tingkat Sekolah Dasar. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi dan literature bagi pemerintah
dalam mengembangkan GLS (Gerakan Literasi Sekolah) untuk lebih masif dan
inovatif, agar dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan kemampuan literasi
informasi siswa sekolah dasar. Penelitian ini dapat diselesaikan atas bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Bpk Dr (HC) H. Darsono, selaku Ketua Yayasan Sasmita Grup yang telah
memberikan inspirasi dan semangat tanpa henti agar para civitas akademi
Universitas Pamulang dapat terus berkontribusi dalam melakukan penelitian
ilmiah.
2. Bpk. Dr. H Dayat Hidayat, M.M selaku Rektor Universitas Pamulang, yang
telah memberikan motivasi dan arahan untuk mengembangkan pontensi para
civitas akademika Unpam melalui penelitian.
3. Bpk. Dr. Ir. R. Budi Hasmanto, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi yang
telah mendukung penelitian ini
4. Bpk. Dr. Zaenal Abidin, S.Pd,M.Si, selaku Ketua program studi S1
Manajemen Universitas Pamulang, yang selalu memberikan bimbingan positif
terkait penelitian
5. Bpk. Dr. Ali Maddinsyah, S.E.,M.M, selaku ketua LPPM Universitas
Pamulang, yang selalu memberikan dukungan dan ruang diskusi dalam hal
penelitian.
6. Rekan-rekan dosen Universitas Pamulang atas kerja sama dan dukungan yang
telah diberikan.
7. Kepala Sekolah Dasar Negeri PUSPIPTEK, SDN Batan 01, Sekolah Dasar
Islam Terpadu (SD IT) Al-Azhar Pamulang, SDIT Nur-Fatahillah dan SD IT
Al-Zahra Indonesia yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.
8. Keluarga tercinta, suami, orang tua atas dukungan serta do’a nya agar
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis,
Tangerang Selatan, Oktober 2018
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
RINGKASAN .............................................................................................. iii
PRAKATA ................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 13
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................ 35
BAB 4 METODE PENELITIAN .............................................................. 48
BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI .................................. 76
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ..................................... 80
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 81
LAMPIRAN ................................................................................................ 82
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Pembiasaan membaca sejak dini merupakan sebuah investasi emas dalam
melahirkan generasi penerus bangsa yang literat. Literacy Information berasal dari
pemahaman dasar literacy dan information.Literacy menurut arti katanya dalam
bahasa Inggris mengandung makna huruf, melek huruf dan yang berarti berkaitan
dengan kegiatan membaca dan menulis. Sedangkan kemampuan literasi informasi itu
sendiri, menurut UNESCO adalah ―mengarahkan pengetahuan akan kesadaran dan
kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk mengidentifikasi,
menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi dan secara efektif menciptakan,
menggunakan, mengomunikasikan informasi untuk mencari solusi atas masalah yang
dihadapi; juga merupakan persyaratan untuk berpartisipasi dalam masyarakat
informasi, dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat‖
(Perpustakaan Nasional RI, 2007:16). Menurut American Library Association (ALA)
―untuk menjadi orang yang melek informasi itu dibutuhkan dan memiliki kemampuan
untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan
secara efektif‖. Untuk menjadi seorang yang literat tentu perlu ditanamkan
pembiasaan membaca sejak kecil, agar menjadi sebuah budaya pada aktivitas
seseorang.
Indonesia belum mendapatkan peringkat yang memuaskan dari lembaga survey
nasional maupun internasional dalam hal minat baca, hal ini terbukti berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga survey terkait minat baca pada
tabel dibawah ini:
Tabel 1.1. Peringkat Minat Baca
No Lembaga Survey Tahun Peringkat
1 PISA
(Programme International For
International Reading Assesments)
2012 60 dari 65
2 PISA
(Programme International For
International Reading Assesments)
2015 69 dari 76
3 Central Connecticut State University 2016 60 dari 61
4 Perpustakaan Nasional RI 2017 36,48%
(rendah)
Sumber : berbagai sumber
Beberapa survey internasional mengenai literasi yang bekerjasama dengan
Kemendikbud, diantaranya PISA (Programme for International Reading Assesments)
yang diinisasi oleh Organization for Economic Coorporation and Development
(OECD) yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali sejak tahun 2000 dan diikuti
oleh 72 negara di seluruh dunia dan PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study) yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, sejak tahun 2001 yang
diikuti oleh 45 negara partisipan. Hasil survey PISA pada tahun 2015 menempati
urutan 69 dari 76 negara yang semula pada tahun 2012 menduduki peringkat 60 dari
65 negara kategori membaca. Sementara Central Connecticut State University asal
Amerika Serikat, telah merilis hasil penelitian menggunakan variabel PIRLS dan
PISA mengenai World’s Most Literate Nation Ranked pada Maret 2016 yang
menyatakan Indonesia pada peringkat ke 60 dari 61 negara. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI pada tahun 2017 menunjukkan tingkat
kegemaran membaca masyarakat Indonesia adalah 36,48 persen atau rendah.
Jika melihat ke belakang, berdasarkan hasil survey mengenai minat baca
Indonesia memiliki posisi konsisten berada pada urutan bawah dari negara partisipan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Students
Assessment (PISA) terhadap kemampuan literasi (matematika, sains, dan bahasa)
siswa dari berbagai dunia khusus untuk literasi bahasa pada tahun 2003 prestasi
literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 40 negara, tahun
2006 pada peringkat ke-48 dari 56 negara, tahun 2009 pada peringkat ke-57 dari 65
negara, dan tahun 2012 pada peringkat ke-64 dari 65 negara. (Kharizimi, 2015)
Gambar 1.1. Hasil Penelitian
PISA Programme for International Students Assessment
Sumber : nces.ed.gov
0
10
20
30
40
50
60
70
Tahun 2003 Tahun 2006 Tahun 2009 Tahun 2012
Indonesia
Negara partisipan
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Progress in
International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006. Indonesia mendapat
peringkat 41 dari 45 negara maju dalam bidang membaca pada anak-anak sekolah
dasar kelas VI di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation
of Educational Achievement (IEA). Hasil-hasil penelitian internasional tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia secara umum tergolong
rendah, terutama dalam hal literasi bahasa. Aktivitas membaca dan menulis belum
dijadikan sebuah kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Depdiknas (Gipayana,
2004: 60) menyatakan ―sejumlah data hasil survei dari (IEA) mengenai kemampuan
bacatulis anakanak Indonesia bahwa sekitar 50% siswa SD kelas VI di enam provinsi
daerah binaan Primary Education Quality Improvement Project (PEQIP) tidak bisa
mengarang‖.
Hal ini tentu menjadi sebuah tugas bersama dari berbagai pihak dan element
masyarakat untuk menjadikan kegiatan baca tulis sebagai sebuah kebiasaan. Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga survey nasional maupun
internasional mendapatkan tanggapan serius dari pemerintah, dengan terbentuknya
Gerakan Literasi Nasional (GLS) yang dikembangkan dari Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti yang salah satu tujuannya adalah menumbuhkembangkan
kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Menumbuhkan kebiasaan membaca merupakan sebuah
pembudayaan gerakan literasi sekolah yang diterapkan pada sekolah dasar. Salah satu
kebiasaan yang baik yang dianggap penting adalah kegiatan membaca Hasan
(Farihatin, 2013) mengemukakan bahwa ―kemampuan literasi dasar memiliki peranan
penting dalam kehidupan seseorang untuk kesuksesan akademiknya‖. Oleh karena
itu, pembentukan generasi yang literat perlu dibentuk sejak usia dini.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) tentu membutuhkan dukungan dan partisipasi
aktif dari tim sekolah, yakni guru dan pustakawan. Tujuan umum dari GLS itu sendiri
adalah menumbuh kembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan literasi sekolah agar
mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat (Kemdikbud, Desain Induk:5). Penanaman
gemar membaca penting untuk diterapkan sedini mungkin bagi anak-anak, sehingga
ketika para siswa berada pada tingkatan sekolah menengah bahkan perguruan tinggi
mereka akan lebih siap untuk menerima dan mengembangkan literasi informasi lebih
dalam. Pembudayaan Literasi informasi yang sudah diterapkan sedini mungkin akan
berpengaruh pada kemampuan literasi informasi siswa.
Musthafa (2014) mengemukakan bahwa ―Perkembangan literasi merupakan
bagian dari proses perkembangan semiotik lebih besar yang di dalamnya mencakup
gerak-gerik tubuh (gesture), berpura-pura melakukan sesuatu bertindak sebagai orang
lain (make-believe play), menggambar, membicarakan buku cerita, menjelaskan
tanda-tanda jalan atau label makanan, dll.‖ Pembudayaan gerakan literasi sekolah
melalui GLS (Gerakan Literasi Sekolah) merupakan sebuah langkah dalam
membentuk generasi yang literat agar bangsa Indonesia mampu bersaing dalam skala
nasional maupun internasional.
Sekolah Dasar (SD) adalah tingkat pendidikan yang strategis dalam pembentukan
generasi literat, karena merupakan sekolah formal pertama bagi anak bangsa. Seiring
perkembangan zaman, sekolah dasar negeri berlomba untuk meningkatkan kualitas
sekolahnya, salah satu indikatornya adalah nilai akreditasi pada sekolah tersebut.
Adapun sekolah dasar swasta yang juga memiliki kualitas bertaraf internasional juga
berlomba untuk mendapatkan nilai terbaik pada akreditasi sekolah. Nilai akreditasi
terbaik terlebih disertai dengan penghargaan yang dimiliki oleh sekolah dasar
dijadikan sebuah tolak ukur kualitas pendidikan sekolah dasar negeri maupun swasta.
Berikut daftar sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Tangerang Selatan, Provinsi
Banten.
Tabel 1.2. Daftar SDN dan SDIT
No Nama Sekolah Akreditasi Kecamatan
1 SDN Puspiptek A Setu
2 SDN Batan Indah A Setu
3 SDIT Al-Azhar Pamulang A Pamulang
4 SDIT Al-Zahra Pamulang A Pamulang
5 SDIT Nur Fatahillah A Serpong
Sumber : http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id
Menurut data yang diperoleh dari data pokok pendidikan dasar dan menengah,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kota Tangerang Selatan, terdiri dari 7
Kecamatan diantaranya: Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang, Kecamatan
Serpong, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Serpong Utara,
dan Kecamatan Setu.
Pembelajaran literasi secara implisit masuk ke dalam Kurikulum atau dikenal
dengan istilah K13 sekolah dasar pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Literasi pada
secara sederhana merupakan kemampuan membaca dan menulis atau sering dikenal
dengan istilah melek aksara. Namun, dalam konteks abad ke-21 literasi itu sendiri
mengalami perluasan makna yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan
menulis, melainkan mampu mengidentifikasi, menggunakan serta mengevaluasi
sebuah informasi. Terkaitnya literasi informasi pada pelajaran bahasa Indonesia
diantaranya pada bab mengarang dan menceritakan kembali isi dari sebuah cerita
yang telah dibaca sebelumnya dengan sumber yang beragam, seperti buku cerita,
buku pelajaran bahasa indonesia maupun artikel yang diperoleh melalui internet.
Selain itu adanya aktivitas membaca yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar
sebelum kegiatan belajar mengajar di mulai, merupakan response yang diberikan dari
pihak sekolah dalam mendukung gerakan literasi sekolah yang di canangkan oleh
pemerintah agar meningkatkan minat baca dikalangan siswa sekolah dasar.
Terdapat beragam jenis teori dan model literasi informasi yang telah diadopsi
oleh berbagai lembaga pendidikan di dunia, diantaranya The Big6 skill yang telah di
telah dikembangkan di beberapa negara ASIA seperti Malaysia Thailand Singapura
(APISI, 2007). Selain itu The Big6 Skills cocok untuk diterapkan bagi siswa dari
segala usia yakni sejak usia TK hingga kelas 12 (Berkowitz dan Eisenberg, 1996).
Pembudayaan literasi informasi tingkat sekolah dasar diharapkan mampu menjadi
pondasi dalam menigkatkan kemampuan literasi informasi siswa dikemudian hari.
Big 6™ adalah sebuah model literasi informasi yang dikembangkan oleh pustakawan
Michael B.Eisenberg and Robert E. Berkowitz di Amerika Serikat pada tahun 1988.
The Big6 menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengajar informasi
dan ketrampilan informasi serta teknologi. Pengembang model the Big6 skill juga
menciptakan model sederhana bagi para siswa di sekolah dasar untuk memudahkan
mereka dalam mengembangkan keterampilan literasi informasi sejak dini sehingga
akan menjadi sebuah budaya literasi informasi. Model ini disebut dengan Super3
yaitu Plan, Do dan Review. Model super3-big6 didesain khusus untuk diaplikasikan
pada siswa tingkat sekolah dasar, karena program dan penerapan yang lebih
sederhana dibandingkan dengan model big6. Pembelajaran literasi informasi yang
dikombinasikan dalam pelajaran bahasa Indonesia serta aktivitas membaca bahan
bacaan sebelum KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dimulai, merupakan sebuah
bentuk pembiasaan agar tercipta sebuah budaya literasi informasi yang
berkesinambungan, sehingga mampu meningkatkan kemampuan literasi informasi
siswa tingkat sekolah dasar. Adanya pojok bacaan atau reading corner yang
disediakan pada setiap kelas juga sebagai bentuk dukungan kepada program GLS
(Gerakan Literasi Sekolah) agar mampu menghasilkan generasi yang literat,
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai ―Pembudayaan Literasi Informasi Siswa Tingkat Sekolah Dasar di
Tangerang Selatan‖
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Tingkat minat baca peserta didik Indonesia termasuk kedalam kategori
rendah.
2. Belum ada aktivitas dan output yang selaras dalam kegiatan Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) pada sekolah dasar negeri maupun swasta di
Tangerang Selatan.
3. Belum tercipta sinergi positif antara pepustakaan sekolah dan guru kelas
pada aktivitas literasi informasi.
4. Tidak semua siswa sekolah dasar negeri maupun swasta menyukai
pelajaran bahasa Indonesia.
5. Pemanfaatan pojok bacaan atau reading corner belum maksimal.
6. Pengetahuan dan wawasan siswa pada sekolah dasar negeri maupun
swasta mengenai jenis bahan bacaan masih terbatas,
7. Kemampuan siswa dalam mengidentifikasi jenis bahan bacaan masih
kurang.
8. Tidak semua siswa mampu menemukan, mengolah dan menyajikan
kembali informasi pada pelajaran bahasa Indonesia.
9. Kemampuan siswa dalam mengevaluasi informasi pada pelajaran bahasa
Indonesia belum optimal.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, pembudayaan gerakan literasi sekolah dasar memiliki output dan
kegiatan yang beragam, namun memiliki tujuan dan satu ruang lingkup yang
sama yakni sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan literasi informasi
siswa sejak dini. Karena adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga agar
penelitian ini bisa dilakukan secara mendalam maka pembatasan penelitian ini
adalah menjelaskan bagaimana pembudayaan GLS (Gerakan Literasi Sekolah)
terhadap kemampuan literasi informasi pada pelajaran bahasa Indonesia siswa
tingkat sekolah dasar dalam melakukan tahapan literasi informasi menggunakan
model super3, yakni plan (perencanaan), do (pelaksanaan) dan review (evaluasi).
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi sekolah terhadap
kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Plan atau perencanaan
(identifikasi dan pencarian informasi) dalam pelajaran bahasa Indonesia?
2. Bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi sekolah terhadap
kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Do atau pelaksanaan
(menemukan, mengolah dan menyajikan kembali informasi) dalam
pelajaran bahasa Indonesia?
3. Bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi sekolah terhadap
kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Review atau
mengevaluasi informasi dalam pelajaran bahasa Indonesia?
4. Bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi sekolah terhadap
kemampuan literasi informasi siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia?
1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, tujuan penelitian ini antara
lain :
1. Untuk mengetahui bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi
sekolah terhadap kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Plan
atau perencanaan (identifikasi dan pencarian informasi) dalam pelajaran
bahasa Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi
sekolah terhadap kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Do atau
pelaksanaan (menemukan, mengolah dan menyajikan kembali informasi)
dalam pelajaran bahasa Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi
sekolah terhadap kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Review
atau mengevaluasi informasi dalam pelajaran bahasa Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana peran pembudayaan gerakan literasi
sekolah terhadap kemampuan literasi informasi siswa dalam pelajaran
bahasa Indonesia.
1.5.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermafaat bagi berbagai pihak, baik bersifat akademis maupun praktis
sebagai berikut:
1. Aspek teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu mengenai
literasi informasi tingkat sekolah dasar, serta dapat menambah bahan
bacaan atau literatur bagi peneliti berikutnya.
2. Aspek praktis
Penelitian ini dapat memberikan pandangan dan metode dalam
menerapkan gerakan literasi informasi pada tingkat sekolah dasar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gerakan Literasi Sekolah
Kemampuan menulis masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, sama
halnya dengan kemampuan membaca. Gipayana (2004) mengungkapkan
sejumlah data hasil survei dari international educational achievement (IEA)
mengenai kemampuan baca tulis anak-anak Indonesia bahwa sekitar 50% siswa
SD kelas VI di enam provinsi daerah binaan Primary Educational Quality
improvement project (PEQIP) yaitu Aceh, Sumatera Barat, Yogyakarta, Bali,
Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara) tidak bisa mengarang. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Programme for
International Students Assessment (PISA) terhadap kemampuan literasi
(matematika, sains, dan bahasa) siswa dari berbagai dunia khusus untuk literasi
bahasa pada tahun 2003 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada
peringkat ke-39 dari 40 negara, tahun 2006 pada peringkat ke-48 dari 56 negara,
tahun 2009 pada peringkat ke-57 dari 65 negara, dan tahun 2012 pada peringkat
ke-64 dari 65 negara. (Kharizimi, 2015).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI pada tahun
2017 juga menunjukkan tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia
adalah 36,48 persen atau rendah. Peringkat minat baca masyarakat Indonesia
pada lembaga survey internasional maupun nasional terus konsisten berada pada
posisi terendah. Hal ini yang menginisiasi terbentuknya sebuah organisasi GLS
(Gerakan Literasi Sekolah).
Pengertian Literasi Sekolah dalam konteks GLS adalah kemampuan untuk
mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui
berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/ atau
berbicara. Konsep kemampuan literasi yang menjadi landasan dari GLS, bukan
hanya kemampuan membaca dan menulis. Hal ini sejalan dengan perluasan
konteks abad ke-21 yang menyatakan bahwa kemampuan literasi informasi
individu adalah kemampuan lebih dari sekedar membaca dan menulis. Gerakan
Literasi Sekolah atau GLS merupakan sebuah upaya dari pemerintah yang
dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan lembaga pendidikan sekolah
sebagai organisasi pembelajaran yang bisa menjadikan warganya literat
sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Menurut panduan gerakan literasi
sekolah di sekolah dasar tujuan khusus dari terbentuknya GLS antara lain: ―(a)
Menumbuh kembangkan budaya literasi di sekolah, (b) meningkatkan kapasitas
warga dan lingkungan sekolah agar literat,(c) menjadikan sekolah sebagai taman
belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu
mengelola pengetahuan, (d) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan
menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca‖
(Panduan GLS Sekolah Dasar, 2016: 2). Realiasasi dari tujuan terbentuknya
GLS tingkat sekolah dasar tentu membutuhkan kerja cerdas dan dukungan
praktis dari berbagai pihak dalam lembaga pendidikan, diantaranya pendidik
(guru), kepala sekolah, pustakawan sekolah dasar. Langkah pelaksanaan GLS di
sekolah dasar melalui beberapa tahapan karena mempertimbangkan kesiapan
dari masing-masing sekolah. Kesiapan yang dimaksud antara lain, ketersediaan
fasilitas, sarana dan prasarana literasi, kesiapan masyarakat sekolah (peserta
didik, tenaga pengajar, dan orang tua), dan kesiapan sistem pendukung lainnya
(dukungan yayasan maupun lembaga, partsipasi publik dan kebijakan yang
terkait). Agar memastikan keberlangsungan GLS Sekolah Dasar, maka
dilakukan dalam tiga tahapan, yakni tahap pembiasaan, pengembangan dan
pembelajaran, seperti yang tertera pada bagan dibawah ini:
Gambar 2.1. Tahapan Pelaksanaan GLS di Sekolah Dasar
Sumber: Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar, 2016
Tiga tahapan terus harus dilakukan secara terus menerus dan akan lebih baik
jika dilakukan evaluasi dari aktivitas literasi informasi yang telah dilakukan.
2.2. Budaya Literasi infomasi
Budaya merupakan suatu kebiasan yang dilakukan secara terus menerus oleh
individu maupun sekolompok masyarakat. Kegiatan literasi informasi tidak
terlepas dari kegiatan menulis dan membaca, fakta memprihatinkan terungkap
dari pemeringkatan Literacy International World Most Literate Nations Ranked
yang diterbitkan oleh Central Connecticut State University, Maret 2016 yang
menunjukan bahwa kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia
berada pada urutan ke-60 dari total 61 negara yang menunjukan bahwa
kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia berada pada urutan ke-
60 dari total 61 negara. Hal ini menjadi sebuah cermin bagi masyarakat Indonesia
untuk menjadi literasi informasi sebagai sebuah budaya yang harus dipupuk sejak
dini. Kebiasaan membaca dan menulis akan menjadi kegiatan yang
menyenangkan asalkan terjadi sinergi yang harmonis antara pihak pengajar dan
pustakawan. Pembudayaan literasi informasi, didukung penuh oleh pemerintah
dengan membentuk organisasi GLS (Gerakan Literasi Sekolah) dimana sekolah
memiliki tanggung jawab lebih dalam pembudayaan geerakan literasi informasi
siswa sejak dini.
2.3. Literasi Informasi Siswa Sekolah Dasar
Untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi siswa di seluruh dunia, dapat
dilihat melalui hasil studi internasional yang dipercaya sebagai instrument untuk
menguji kopetensi global, yaitu PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study), PISA (Programme for International Student Assessment), dan
TIMSS (Trend in Internasional Mathematics and Science Study). Untuk
mengetahui kemampuan literasi bahasa dilakukan hanya oleh PIRLS dan PISA,
sedangkan TIMSS untuk mengatahui kemampuan literasi matematika dan sains.
PIRLS merupakan studi literasi membaca yang dirancang untuk mengetahui
kemampuan anak sekolah dasar dalam memahami bermacam ragam jenis
bacaan. ―Penilaiannya difokuskan pada dua tujuan membaca yang sering
dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu
membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan
menggunakan informasi‖ (Dewantoro, 2017).
Membaca adalah proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Hodgson
dalam Tarigan (1994). Adanya pemahaman terhadap isi bacaan, tujuan membaca
makin jelas. Sesuai pendapat Idris (2008) tujuan membaca
meliputi:(1)memperolehinformasi, (2) mengembangkan berpikir kritis, (3)
menambah wawasan dan pengalaman, (4) menikmati isi bacaan atau
kesenangan, (5) mengembangkan minat baca. SD merupakan sekolah
pembelajaran dasar bagi siswa dalam membaca kritis yakni membaca hati-hati,
aktif, reflektif dan analitik. Kemampuan membaca dan menulis merupakan
kemampuan literasi dasar yang sudah seharusnya dimiliki oleh siswa sekolah
dasar. Menurut Nurjamal dalam Sumirat, Darwis (2011:69) mengemukakan
―bahwa menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan
seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan pemikiran-
pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan‖
Berdasarkan pengertian di atas, keterampilan menulis sangat penting dan perlu
diasah agar siswa dapat menyampaikan ide/gagasan melalui bahasa tulis dengan
baik dan benar sejak dini.
Adanya kemampuan literasi informasi siswa tingkat sekolah dasar
merupakan sebuah modal sebagal seorang pembelajar sepanjang hayat. Perlu
adanya sinergi positif dari berbagai element pada lembaga pendidikan. Barbara
Humes (2000) memaparkan hasil penelitian yang mengungkap ―faktor penting
yang dapat menghasilkan integrasi dari keterampilan literasi informasi dan
kurikulum sekolah antara lain;(1) Sekolah memiliki kemauan kuat untuk
menghasilkan peserta didik yang berkemampuan tinggi dalam berpikir kritis,
penyelesaian masalah, dan kemampuan berliterasi informasi, (2) Manajemen
perpustakaan memiliki komitmen jangka panjang untuk mengintegrasikan mata
pelajaran perpustakaan dalam kurikulum sekolah, (3) Tenaga pendidik dan
pustakawan bekerja sama dalam pengembangan kurikulum.‖Adanya
kemampuan literasi informasi pada seorang peserta didik khususnya tingkat
sekolah dasar juga perlu dukungan dan langkah praktis dari orangtua.
(Amariana, 2012) menemukan temuan dari penelitiannya tentang perkembangan
literasi bahwa ―keterlibatan orangtua memiliki peranan yang sangat besar dalam
mengembangkan kemampuan bahasa dan literasi anak‖. Menulis dipandang
sebagai sebuah proses, tetapi juga sebuah hasil. Brown (dalam Idris, 2008: 338)
menyebutkan bahwa tulisan merupakan hasil pikiran yang dibuat dalam bentuk
draf dan diperbaiki dengan keterampilan khusus yang tidak dimiliki oleh setiap
pembicara secara alamiah. Selanjutnya, tujuan secara paedagogis, Chaedar
Alwasilah, 1994:36) berpendapat bahwa menulis dapat digunakan sebagai alat
untuk mempertajam dan memperhalus pikiran. Karenanya, penanaman
kemampuan dasar menulis dapat dimulai dari tingkat SD. Jika dasarnya sudah
kuat, tentu perluasan dan pendalaman materi suatu mata pelajaran di tingkat
selanjutnya kemungkinan tidak akan mengalami kesulitan dan akan berdampak
positif pada nilai koginitif siswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia, termasuk keterampilan literasi dasar
sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dalam kompetensi, pemilihan
materi dan distribusinya di sekolah dasar. Sekolah dasar menjadi dasar
pembelajaran literasi karena merupakan langkah awal seorang anak belajar
membaca dan menulis pada lembaga pendidikan formal. Sekolah dasar
bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung,
pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai tingkat
perkembangannya serta menyiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan
selanjutnya (Ahmad Rofi'uddin & Darmiyati Zuhdi, 2001:96). Melalui
pendidikan sekolah dasar, peserta didik diharapkan dapat memperoleh bekal
kemampuan literasi yang baik, yakni membaca dan menulis. Ebel & Pearson
(dalam menyebutkan faktor pemengaruh kemampuan pemahaman bacaan siswa
dan perkembangan minat baca itu bergantung pada:(1) pesertadidik, (2)keluarga,
(3) kebudayaannya, dan (4) situasi sekolah. Adanya pembelajaran literasi
informasi yang secara implisit masuk pada mata pelajaran bahasa Indonesia
merupakan sebuah metode yang dilakukan oleh pihak sekolah sebagai bentuk
upaya penanaman kemampuan literasi informasi siswa sejak dini.
. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah ada beberapa upaya yang
bisa diadopsi untuk dilakukan oleh pihak guru dalam melaksanakan kegiatan
literasi sekolah antara lain:
Mengadakan Lomba Literasi
Mengadakan lomba gerakan literasi sekolah merupakan salah satu upaya
yang dilakukan oleh guru pengadaan lomba literasi ini diadakan semua
kelas wajib mengikuti lomba literasi.
Menggunakan Metode Menyampul Buku
Menggunakan sampul dari koran atau kertas sampul ini merupakan metode
yang dilakkan agar pelaksanaan gerakan literasi sekolah tetap berjalan
dengan sesuai pelaksanaan untuk meningkatkan minat siswa menjaga buku
dan merawat buku sebagai langkah awal cinta terhadap minat baca peserta
didik.
Membuat Pojok Literasi.
Selanjutnya hal yang telah dilakukan guru di sekolah untuk melaksanakana
kegiatan gerakan literasi sekolah yaitu dengan membuat pojok literasi.
Pojok literasi adalah semacam pustaka kecil untuk menyimpan sumber
literasi yang dapat digunakan pada saat gerakan literasi sekolah pojok
literasi ini bahaan bacaanya dibawa sendiri dan masing-masing dari
rumahnya sendiri.
Memberikan Nilai Tambahan
Selanjutnya ada lagi upaya yang dilakukan untuk melaksanakan kegiatan
literasi dengan mensosialisasikan kepada siswa, bahwa siswa yang
mengikuti kegiatan dengan baik akan mendapatkan nilai
tambah‖.(Silabus.org/kegiatan-literasi-sekolah).
2.4. Literasi Informasi
Literacy Information berasal dari pemahaman dasar literacy dan
information. Literacy menurut arti katanya dalam bahasa Inggris
mengandung makna huruf, melek huruf dan yang berarti berkaitan dengan
kegiatan membaca dan menulis. Information menurut arti katanya
mengandung sesuatu yang dikatakan, atau bagian dari pengetahuan (The
Concise Oxford Dictionary, 1990). Istilah literasi informasi diperkenalkan
pertama kali oleh Paul G.Zurkowski pada tahun 1974. Zurkowski (Presiden
Information Industry Association) mengusulkan bahwa prioritas utama dari
program nasional US National Commission on Libraries and Information
Science adalah membangun sebuah program utama untuk mencapai literasi
informasi universal di tahun 1984 (Zurkowski, 1974). UNESCO (2007)
―Literasi informasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami,
menafsirkan, membuat, berkomunikasi dan menghitung, menggunakan bahan
tercetak dan tertulis dengan konteks yang berbeda-beda. Literasi adalah
rangkaian kesatuan dalam belajar yang memungkinkan individu untuk
mencapai tujuan mereka, untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi,
dan untuk berpartisipasi penuh dalam komunitas mereka dan masyarakat
lebih luas."
Literasi informasi adalah kemampuan kognitif yang dibutuhkan oleh
individu untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan dan memiliki
kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan secara
efektif informasi yang dibutuhkan. literasi informasi menjadi dasar untuk
menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Hal ini bisa diterapkan untuk
semua disiplin ilmu, lingkungan belajar, dan untuk semua jenjang pendidikan
khususnya pendidikan sekolah dasar ―Seseorang yang melek informasi
mampu untuk: (a) Mengetahui sejauh mana informasi yang dibutuhkan, (b)
Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, (c)
Mengevaluasi informasi dan sumber yang kritis, (d) Memasukkan informasi
terpilih menjadi basis pengetahuan seseorang (e) Menggunakan informasi
secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu, (f) Memahami isu-isu
ekonomi, hukum, dan sosial seputar penggunaan informasi, mengakses dan
menggunakan informasi secara etis dan sah‖ (Muin,Azwar,2015).
2.5. Model Literasi Informasi.
Sejak diperkenalkan tahun 1974, model literasi informasi kemudian
berkembang. Perkembangan ini menunjukkan keragaman pendekatan dan
metode terhadap pemahaman Literasi informasi di beberapa negara maju.
Kebanyakan model literasi informasi yang berkembang adalah untuk aplikasi
bagi siswa tingkat sekolah dasar hingga siswa menengah atas (SMA), karena
sekolah merupakan lembaga formal yang wajib untuk diikuti bagi manusia
pembelajar. Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa para peserta didik perlu
diberikan keterampilan untuk memecahkan masalahnya secara sistematis sejak
dini, agar mereka siap menjadi pekerja yang information literate di dunia kerja
yang akan datang. Terdapat beberapa jenis model literasi informasi yang pada
prakteknya sudah dilakukan pada negara-negara maju
1. British Model
Sebuah model yang pertama dikembangkan pada tahun 1981 oleh Michael
Marland dalam bukunya Information Skills in the Secondary Curriculum
(Wools, 2006). Model ini adalah yang pertama kali muncul setelah pertama
kali dicetuskan konsepnya pada tahun 1974. Model ini diterapkan di sekolah
dan disebut dengan keterampilan informasi dan mempunyai sembilan
langkah untuk memecahkan masalah, yaitu;
Memformulasikan dan menganalisa kebutuhan
Mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber informasi
Menelusuri dan menemukan sumber-sumber individu
Menguji, memilih sumber-sumber informasi
Mengintegrasikan sumber-sumber informasi tersebut
Menyimpan dan mensortir informasi
Menginterpretasikan,menganalisa,mensintesiskan dan mengevaluasi
informasi
Mempresentasikan
Mengkomunikasikan informasi dan
Mengevaluasi.
2. Empowering8
Pada tahun 2004, sebuah modul yang dirancang khusus untuk
kepentingan orang-orang Asia dirumuskan dalam sebuah pertemuan
International Workshop on Information Skills for Learning yang diorganisasi
oleh IFLA/ALP dan NILIS di University of Colombo, Sri Lanka. Model yang
dihasilkan oleh peserta dari negara-negara Asia ini disebut dengan
Empowering 8 dan dipercaya sebagai model yang cocok penerapannya di
negara-negara Asia. Diantaranya adalah:
Mengidentifikasi masalah
Mengeksplorasi sumber informasi
Memilih sumber informasi
Menyusun informasi yang diperoleh
Menciptakan sebuah pengetahuan baru dari informasi yang
terkumpul sebagai jawaban dari masalah
Mempresentasikan pengetahuan baru yang sudah tercipta
Memberi penilaian terhadap pengetahuan baru tersebut
Mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut.
3. Tujuh Langkah Knowledge Management
Pada tahun 2007, di Indonesia telah lahir sebuah model baru literasi
dengan nama tujuh langkah knowledge management yang dikembangkan
oleh Diao Ai Lien dan rekan-rekan dari Universitas Atmajaya. Model ini
merupakan gabungan antara Big 6™ dan Empowering 8 yaitu dengan
menambahkan kemampuan ke-8 dari Empowering 8 ke dalam Big 6™ (Diao
Ai Lien et.al, 2007:6). Model ini dikembangkan untuk membantu para
mahasiswa dan mahasiswi dalam menyelesaikan tugas penelitian atau tugas
akhir mereka di kampus.Tujuh langkah dalam model ini adalah:
Merumuskan masalah
Mengidentifikasi dan mengakses informasi
Mengevaluasi sumber informasi dan informasi
Menggunakan informasi
Menciptakan karya
Mengevaluasi karya
Menarik pelajaran
4. Big Six (Big 6™ )
Big 6™ adalah sebuah model literasi informasi yang dikembangkan oleh
pustakawan Michael B.Eisenberg and Robert E. Berkowitz di Amerika
Serikat pada tahun 1987. The Big6 menggunakan pendekatan pemecahan
masalah untuk mengajar informasi dan ketrampilan informasi serta teknologi.
Dikutip dari situs resmi big6 skills, eduation, information technology kills
for student success, model the Big6 terdiri dari 6 tahap pemecahan masalah,
pada masing-masing tahap dikelompokkan dua indikator atau
komponen.Enam langkah dalam model Big 6™ adalah:
1. Definisi tugas
- Definisikan masalah informasi yang dihadapi
- Identifikasi informasi yang diperlukan
2. Strategi mencari informasi
- Menentukan semua sumber yang mungkin
- Memilih sumber terbaik
3. Lokasi dan akses
- Tentukan lokasi sumber secara intelektual maupun fisik
- Menemukan informasi dalam sumber
4. Menggunakan informasi
- Hadapi, misalnya membaca, mendengar, menyentuh,
mengalamati
- Ekstrak informasi yang relevan
5. Sintesis
- Mengorganisasikan dari banyak sumber
- Sajikan informasi
6. Evaluasi
- Nilai produk yang dihasilkan dari segi efektivitas
- Nilai proses dari segi efisiensi
Lebih lanjut penjelasan komponen dan subkomponen pada model literasi
informasi big6 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Komponen Big6 model
Komponen Sub komponen Perumusan masalah
- Merumuskan masalah
- Identifikasi informasi yang diperlukan
Strategi mencari informasi
- Menentukan sumber informasi
- Memilih sumber informasi terbaik
Lokasi dan akses
- Tentukan lokasi sumber secara intelektual maupun fisik
- Menemukan informasi di dalam sumber tersebut
Menggunakan informasi
- Membaca,mendengar, menyentuh, mengamati, dll
- Ekstrak informasi yang relevan
Sintesis
- Mengorganisasikan dari berbagai sumber
- Sajikan informasi
Evaluasi - Mengevaluasi hasil (efektivitas)
- Mengevaluasi proses (efisiensi)
Sumber : //http.www.big6.com
Model ini sangat populer tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga
di negara-negara lain yang sudah menyadari pentingnya penerapan literasi
informasi dalam proses belajar mengajar di sekolahnya. Eisenberg dan
Berkowitz juga secara aktif dan berkelanjutan melakukan promosi dengan
mengeluarkan terbitan-terbitan yang bermanfaat bagi pemakainya. Di
Indonesia sendiri, model ini juga sudah popular digunakan di banyak sekolah
maju dalam kegiatan program literasi informasi mereka. Bahan-bahan tentang
model ini juga sangat mudah diperoleh melalui internet dibandingkan model-
model lainnya. Itu sebabnya, pengguna model ini dapat dengan mudah
memperoleh hal-hal baru yang dikembangkan oleh Eisenberg dan Berkowitz
melalui internet. Dengan demikian, penggunaannya juga semakin
memasyarakat
Pengembang model Big6 juga menciptakan model sederhana bagi
para siswa di sekolah dasar untuk memudahkan mereka dalam
mengembangkan keterampilan literasi informasi sejak dini sehingga akan
menjadi sebuah budaya literasi informasi. Model ini disebut dengan Super3
yaitu Plan, Do dan Review.
gambar 2.2. Model Super3
Sumber : http// big6.com (dimodifikasi oleh penulis)
Pada dasarnya model super3 merupakan turunan dari model big6
yang memiliki sub komponen yang sama, namun yang membedakan adalah
aplikasi atau penerapan model pada tingkat siswa yang akan mengadopsi
model tersebut. Model super3-big6 didesain khusus untuk diaplikasikan pada
Plan
(Perencanaan)
Do (Pelaksanaan)
Review (Evaluasi)
siswa tingkat sekolah dasar, karena program dan penerapan yang lebih
sederhana dibandingkan dengan model big6.
Tabel 2.2. Komponen model Super3-Big6
Super3 Big6 Plan-Beginning
(Perencanaan) 1. What am I supposed to do?
2. What will it look like if do a really good job?
3. What do I need to find out to do the job?
1. Definisi Tugas
2. Strategi mencari
informasi
-
Do – Middle (Pelaksanaan kegiatan)
1. read, view,tell
2. make a picture, etc
3. Lokasi dan akses
4. Menggunakan
informasi
5. Sintesis
Review-End (Evaluasi)
4. do I do what I was supposed to do?
5. Do I feel ok about this?
6. Should I do something else before I turn in it?
6. Evaluasi
Sumber : The "Big6™" is copyright ©(1987) Michael B. Eisenberg and Robert
E.Berkowitz (dimodifikasi oleh penulis)
Model super3 biasa diterapkan pada lembaga pendidikan formal tingkat
pertama, atau sekolah dasar karena desain tahapan yang sederhana dan aplikatif.
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
1
Leung, Yuet Ha Angel (2007)
Scholary Journal.
International
Association of School
Librarianship.
Selected Papers from
the Annual
Conference; Brantford
Cooperative Planning
and Teaching
(CPT)between
Teachers and the
Teacher Librarian in a
Hong Kong Primary
School to equip
students with
information literacy
skill
Menggunakan
cooperative
teaching
antara guru
dan
pustakawan
Periode jangka waktu
penelitian
Kegiatan siswa dalam meningkatkan
literasi informasi yakni, menlis
catatan, laporan dam essay dalam tahap
“locating, analyzing and presentation”
dilakukan selama 1 tahun membuat
siswa lebih rajin membaca, dan
manjadikan sekolah tersebut
mendapatkan award 5 the most school
reading di Hongkong
2
Bailey, Leactrice Joy
(2005)
Proquest
Dissertasions and
Theses
Varibles of
information literacy In
academicall succesful
elementary school in
Texas
Melibatkan
pihak kepala
sekolah, guru
dan
pustakawan
dalam aplikasi
variabel
literasi
informasi
Variabel : staffing,
budget, schedulling,
library use, resource,
principals support and
collaborate in
explonatory research
Variabel collaboration kurang dari 60%
yang artinya kolaborasi dari pihak
guru, kepala sekolah, dan pustakawan
masih kurang.
3
Lin Ching & Yu-Pin
Chen(2013). Journal
of Educational Media
& Library Sciences.
Development of
Information Literacy
Assessment and
Students Performance:
Menggunakan
model super3
dalam
program
Populasi penelitian
hanya siswa kelas 2
sekolah dasar
Kemampuan literasi siswa dan siswi
berbeda, namun memiliki kemampuan
literasi informasi yang baik pada
komponen do dan review. Terkecuali
Fall2013, Vol. 51
Issue 1, p91-129. 39p.
A Case Study on a
Second-Grade
Information Literacy
Curriculum.
mengembangk
an literasi
siswa
pada komponen plan, siswa masih
membutuhkan arahan dan bimbingan
dari pihak guru.
4
Rully Khairul Anwar,
Edwin Rizal, Encang
Saepudin. (2015).
Jurnal kajian
informasi &
perpustakaan, Vol
3/No.1, Juni 2015
Kemampuan Literasi
Informasi Tentang
Apotek Hidup
Berbasis Individual
Competence
Framework
Menggunakan
kuesioner
dalam data
primer
penelitian
Menggunakan metode
individual competence
framework dengan
sampel penelitian siswa
Sekolah Mengengah
Atas
Kemampuan responden dalam
mengenal informasi, menemukan
informasi, mengelola informasi,
menerapkan informasi dan
menggunakan informasi mengenai
tanapam apotik hidup cuku baik.
Namun, kemampuan dalam
mengevaluasi informasi masih kurang
atau rendah.
5
Randy Widi Prayoga,
Heri Suwignyo, Titik
Harsiati (2017).
Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, dan
Pengembangan
Volume: 2 Nomor: 11
Bulan November
Tahun 2017 Halaman:
1498—1503
Peningkatan
Keterampilan Menulis
Melalui Penerapan
Program Literasi
Berbantuan Media
Buku Cerita Anak
Pada Siswa SD
Populasi
penelitian
siswa sekolah
dasar
Menggunakan metode
kualitatif dengan jenis
penelitian PTK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran telah dilaksanakan
dengan baik oleh guru dan siswa. Nilai
menulis cerita narasi mengalami
peningkatan dari siklus I sebesar 69,8
menjadi 80 pada siklus II dan
meningkat lagi menjadi 85 pada siklus
III.
2.6. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini membahas bagaimana kemampuan literasi informasi siswa
tingkat sekolah dasar menggunakan metode super3, yakni plan, do dan review
yang merupakan turunan dari metode big6. Adanya Gerakan Literasi Sekolah
atau GLS yang digalangkan oleh pemerintah, menjadi sebuah stimulus bagi
sekolah dasar negri dan swasta untuk membudayakan gerakan literasi sekolah
guna meningkatkan kompetensi literasi informasi para peserta didik.
Pembelajaran literasi informasi secara implisit masuk ke dalam pelajaran bahasa
Indonesia, karena pada dasarnya literasi itu sendiri merupakan kegiatan
membaca dan menulis. Pembudayaan literasi informasi sejak tingkat sekolah
dasar, diharapkan akan memberikan kontribusi positif pada semua mata
pelajaran terlebih jika sudah naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kemampuan literasi informasi bagi siswa akan berdampak pada kognitif dan
kompetensi peserta didik, selain itu ―Seseorang yang melek informasi mampu
untuk: (a) Mengetahui sejauh mana informasi yang dibutuhkan, (b) Mengakses
informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, (c) Mengevaluasi
informasi dan sumber yang kritis, (d) Memasukkan informasi terpilih menjadi
basis pengetahuan seseorang (e) Menggunakan informasi secara efektif untuk
mencapai tujuan tertentu, (f) Memahami isu-isu ekonomi, hukum, dan sosial
seputar penggunaan informasi, mengakses dan menggunakan informasi secara
etis dan sah‖ (Muin,Azwar,2015).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah
dasar negri dan swasta di Tangerang Selatan pada tiga kecamatan yang
berbeda, yang terdiri dari : SDN Puspiptek (Kec Setu), SDN Batan Indah
(Kec Setu), SDIT Nur Fatahillah (Kec Serpong), SDIT Al Azhar Pamulang
(Kec Pamulang), dan SDIT Az Zahra Indonesia (Kec Pamulang). Berikut ini
adalah tabel jumlah siswa dari lima sekolah tersebut:
Tabel 3.1. Jumlah Populasi Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah Siswa
1 SDN Puspitek 739
2 SDIT Nur Fathilah 557
3 SDIT Al-azhar Pamulang, 713
4 SDIT Al Zahra 466
5 SDN Batan 827
Total 3.304
2. Sampel
Arikunto (1998) mengatakan bahwa ―sampel adalah bagian dari
populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti)‖. Sampel merupakan
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Menurut Arikunto (2006) purposive sampling adalah ―teknik
mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau strata,
melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan
tertentu‖. Maka dengan teknik tersebut diperoleh sampel pada penelitian ini
berfokus pada siswa kelas V sekolah dasar negeri mauapun swasta atas dasar
pertimbangan peneliti. Rumus perhitungan jumlah sampel menggunakan
rumus Slovin, seperti yang tertera di bawah ini:
𝑛 =N
1 + N e 2
Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
E = Persentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel
yang masih bisa ditolerir (Umar, 2011: 78). Berdasarkan rumus di atas, maka
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:
𝑛 =3304
1 + 3304 0,1 2
n = 97,06 di bulatkan menjadi 100
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak
sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%. Nilai kritis pengambilan
sampel pada penelitian sebesar 10%. Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan maka jumlah sampel penelitian ini sebanyak 100 responden yang
terdiri dari;
Tabel 3.2 Jumlah Responden Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah
reseponden
1 SDN Puspiptek , Kec Setu 20 siswa/i
2 SDN Batan Indah, Kec Setu 20 siswa/i 3 SDIT Nur Fatahillah, Kec Serpong 20 siswa/i 4 SDIT Al Azhar Pamulang, Kec
Pamulang
20 siswa/i
5 SDIT Az Zahra Indonesia, Kec
Pamulang.
20 siswa/i
Total 100 siswa/i
Sumber: data penelitian ,2018
3.2. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber primer yaitu data diperoleh langsung
dari pemberi data melalui observasi, wawancara dan angket/kuesioner.
Menurut Sugiyono (2011: 193) Bila dilihat dari sumber datanya maka
pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data yang
langsung kepada pengumpul data dan sumber sekunder merupakan sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dalam penelitian melalui dua
kelompok sumber data, sebagai berikut :
1). Data Primer
Adalah data yang diperoleh langsung melalui hasil penyebaran
kuesioner yang dibagikan kepada 100 responden dalam bulan Juli-Agustus
2018, yang terdiri dari lima sekolah dasar negeri dan swasta di Tangerang
Selatan.
2). Data Sekunder
Adalah data yang peroleh penelitian ini bersumber dari beberapa buku,
jurnal online, tulisan-tulisan/artikel yang diperoleh melalui internet, serta data
juga diperkuat dengan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa
narasumber (kepala sekolah, guru dan siswa).
3.3. Metode Penelitian
Metode Penelitian pada dasarnya berfungsi untuk mengolah data
sesuai dengan sasaran dan penelitian. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian survey dengan penjelasan
deskriptif. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006:3) penelitian survei
adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.
Penelitian ini menggunakan metode survey karena ingin melihat secara
deskriptif kemampuan literasi informasi siswa tingkat sekolah dasar
dengan adanya gerakan literasi sekolah menggunakan model super3.
3.4. Uji Validitas dan Realibilitas
Pada saat kegiatan pengumpulan data, maka yang tidak kalah
pentingnya adalah melakukan pengujian terhadap instrumen (alat ukur) yang
akan digunakan. Umumnya terjadi pada penelitian ilmu-ilmu sosial,
termasuk diantaranya penelitian ini adalah meneliti variabel-variabel yang
sifatnya abstrak sehingga sulit diukur, seperti yang dijelaskan Muhsidin dan
Abdurahman (2007:30) sebagai berikut ―Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial,
variabel-variabel yang diteliti sifatnya lebih abstrak sehingga sukar untuk
dilihat dan divisualisasikan, atau dijamah secara realita, tidak seperti ilmu-
ilmu eksakta. Karena itu, variabel-variabel dalam ilmu sosial, yang berasal
dari konsep, perlu diperjelas dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur
dan dipergunakan secara operasional. Untuk itulah uji reliabilitas dan
validitas diperlukan sebagai upaya memaksimalkan kualitas alat ukur, agar
kecendrungan keliru tadi dapat diminimalkan‖
Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk memastikan seberapa baik suatu instrumen
digunakan untuk mengukur konsep yang seharusnya diukur. Validitas konstruk
digunakan dalam penelitian ini. Uji validitas instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode korelasi point biserial sebagai berikut:
Mp - Mq
rpbi = pq
St
Keterangan :
rpbi = Koefisien korelasi point biserial,
Mp = Jumlah responden yang menjawab benar,
Mq = Jumlah responden yang menjawab salah,
St = Standar deviasi untuk semua item,
P = Proporsi responden yang menjawab benar,
q = Proporsi responden yang menjawab salah.
(Kasmadi dan Sunariah, 2014: 78)
Dengan kriteria pengujian jika harga r hitung > r tabel dengan taraf signifikansi
0,05 maka alat ukur tersebut valid, begitu pula sebaliknya jika harga r hitung <rtabel maka
alat ukur tersebut tidak valid.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil
pengukuran (Sukmadinata, 2009: 107). Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus
cronbachalpha sebagai berikut:
𝑟11 = 𝑘
𝑘 − 1 1 −
𝜎𝑏2
𝜎𝑡2
Keterangan:
r = Koefisien reliabilitas instrumen yang dicari,
k = Jumlah butir pertanyaan (soal),
2b = Jumlah variansi butir, dan
2t = Variansi total.
Jika nilai Cronbach's Alpha positif dan lebih besar daripada r-tabel, maka
instrumen tersebut Reliabel. Apabila koefisien cronbachalpha (r11) ≥ 0,6 maka dapat
dikatakan instrumen tersebut reliabel. Hasil uji reliabilitas kuesioner adalah nilai
cronbachalpha seluruh variabel ≥ 0,6.
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Realiblitas
p1 0,425 0,361 Valid
p2 0,503 0,361 Valid
p3 0,432 0,361 Valid
p4 0,464 0,361 Valid
p5 0,503 0,361 Valid
p6 0,776 0,361 Valid
p7 0,695 0,361 Valid
p8 0,526 0,361 Valid
p9 0,584 0,361 Valid
p10 0,689 0,361 Valid
p11 0,372 0,361 Valid
p12 0,690 0,361 Valid
p13 0,411 0,361 Valid
p14 0,633 0,361 Valid
p15 0,541 0,361 Valid
p16 0,515 0,361 Valid
p17 0,710 0,361 Valid
p18 0,652 0,361 Valid
p19 0,536 0,361 Valid
p20 0,465 0,361 Valid
p21 0,670 0,361 Valid
p22 0,455 0,361 Valid
p23 0,699 0,361 Valid
p24 0,877 0,361 Valid
p25 0,675 0,361 Valid
p26 0,559 0,361 Valid
p27 0,533 0,361 Valid
p28 0,558 0,361 Valid
p29 0,391 0,361 Valid
p30 0,676 0,361 Valid
p1 0,688 0,361 Valid
p2 0,612 0,361 Valid
p3 0,701 0,361 Valid
p4 0,817 0,361 Valid
p5 0,445 0,361 Valid
Titik
KritisKeterangan
Nilai R
tabel
Koefisien
ReliabilitasVariabel Item
Koefisiean
ValiditasKeterangan
Review (X3)
Evaluasi0,648 0,6 Reliabel
Kemampuan
Literasi
Informasi (Y)
0,703 0,6 Reliabel
Plan (X1)
Perencanaan0,649 0,6 Reliabel
DO (X2)
Pelaksanaan0,848 0,6 Reliabel
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011: 308) teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
observasi, wawancara, penyebaran kuesioner dan dokumentasi. Teknik
pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara
dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi
dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga
obyek-obyek alam yang lain (Sugiyono, 2011: 203).
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono,
2011:194). Metode wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur dan digunakan pada saat penelitian untuk mengetahui
tentang kegiatan literasi informasi yang telah berlangsung di sekolah.
3. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan
dari responden (Sugiyono, 20011: 199). Metode angket digunakan
untuk mengetahui kemampuan literasi informasi siswa sekolah dasar.
Kuesioner yang diberikan dalam penelitian ini berupa pernyataan yang
berkaitan dengan gerakan literasi sekolah terhadap kemampuan literasi
informasi siswa menggunakan model super3 dalam pelajaran bahasa
Indonesia.
3.5.Teknik Pengolahan Data
Kuesioner yang disebarkan menggunakan skala gutman, kemudian hasil
kuesioner dihitung menggunakan tabulasi frekuensi dan menggunakan analisis
garis kontinum dan deskriptif untuk penjelasannya.
Tabel 3.3
Kriteria Pedoman Untuk Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,19 Sangat Rendah
0,20 – 0,39 Rendah
0,40 – 0,59 Sedang
0,60 – 0,79 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat
BAB 4
HASIL ANALISIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis dari data yang telah
diperoleh di lapangan. Analisis menggunakan analisis analisis deskriptif untuk
mengetahui Pembudayaan Literasi Informasi Siswa Tingkat Sekolah Dasar di
Tangerang Selatan.
4.1 Analisis Karakteristik Data Responden
Karakteristik responden terdiri dari data-data yang melekat pada responden,
yaitu jenis kelamin, usia, ranking, dan asal sekolah. Berikut adalah gambaran
karakteristik responden yang diperoleh dari 100 responden yang diteliti.
4.1.1 Jenis Kelamin
Berikut adalah gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden
Jenis
Kelamin F %
Laki-Laki 49 49.0
Perempuan 51 51.0
Total 100 100.0 Sumber : data primer penelitan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah
Perempuan dengan persentase 51% dari total 100 responden dan responden Laki-laki
hanya 49%.
4.1.2 Usia
Berikut adalah gambaran karakteristik responden berdasarkan usia.
Tabel 4.2. Usia Responden
Usia F %
10 thn 79 79.0
11 thn 17 17.0
9 thn 4 4.0
Total 100 100.0
Sumber : data primer penelitan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 100 responden,
terdapat 79 orang (79%) yang berusia 10 tahun, 17 orang (17%) berusia 11
tahun, 4 orang (4%) berusia 9 tahun. Hal ini menandakan bahwa mayoritas
usia siswa kelas v (lima) sekolah dasar adalah 10 tahun.
4.1.3 Asal Sekolah
Berikut adalah gambaran karakteristik responden berdasarkan asal sekolah.
Tabel 4.3. Asal Sekolah Responden
Asal Sekolah F %
SD AL Azhar 15
Pamulang 20 20.0
SD Al Zahra
Indonesia 20 20.0
SDIT Nur
Fatahillah 20 20.0
SDN Batan Indah 20 20.0
SDN Puspiptek 20 20.0
Total 100 100.0 Sumber : data primer penelitan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 100 responden yang
tersebar di 5 Sekolah dasar Tangerang selatan yang dibagi 20 responden pada setiap
sekolahnya.
4.1.4 Ranking Responden
Berikut adalah gambaran karakteristik responden berdasarkan Ranking
Responden.
Tabel 4.4. Ranking Responden
Ranking F %
Tidak ada
ranking 26 26.0
1 12 12.0
2 13 13.0
3 15 15.0
4 9 9.0
5 6 6.0
6 3 3.0
7 4 4.0
8 3 3.0
9 2 2.0
10 3 3.0
11 2 2.0
12 1 1.0
16 1 1.0
Total 100 100.0
Sumber : data primer penelitan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 100 responden, 26 orang
(26%) diantaranya yang tidak memiliki ranking, 12 orang (12%) diantaranya yang
memiliki ranking 1, 13 orang (13%) diantaranya yang memiliki ranking 2, 15 orang
(15%) diantaranya yang memiliki ranking 3, 9 orang (9%) diantaranya yang memiliki
ranking 4, 6 orang (6%) diantaranya yang memiliki pendidikan rangking 5.3 orang
(3%) diantaranya yang memiliki ranking 6, 3 orang (4%) diantaranya yang memiliki
ranking 7, 3 orang (3%) diantaranya yang memiliki pendidikan rangking 8.2 orang
(2%) diantaranya yang memiliki ranking 9, 3 orang (3%) diantaranya yang memiliki
ranking 10, 2 orang (2%) diantaranya yang memiliki pendidikan rangking 11.2 orang
(2%) diantaranya yang memiliki ranking 12, 1 orang (1%) diantaranya yang memiliki
ranking 16.
4.2 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menghitung persepsi responden terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti secara terperinci mengenai
aktivitas literasi informasi yang telah dilakukan oleh responden diluar jam sekolah.
4.2.1 Gambaran Kegiatan Di Luar Sekolah
Di bawah ini merupakan durasi responden melakukan kegiatan”membaca
buku pelajaran” dirumah setalah pulang sekolah.
Tabel 4.5. Gambaran responden mengenai Membaca buku pelajaran
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Tidak Pernah 1 2 2 10%
2 Pernah Sekali 2 10 20 50%
3 Lebih dari 5 jam 3 0 0 0%
4 3-5 Jam 4 7 28 35%
5 1-3 Jam 5 18 90 90%
Jumlah 37 140 185%
Sumber : data primer penelitan
Tabel di atas menjelaskan tanggapan-tanggapan penilaian responden
mengenai pernyataan ―Membaca buku pelajaran‖ diluar jam sekolah.. Dari tabel
tersebut terlihat sebanyak 10% responden menjawab Tidak Pernah, sebanyak 50%
menjawab Pernah Sekali, sebanyak 0% menjawab Lebih dari 5 Jam, sebanyak 28%
menjawab 3-5 Jam. Dan sebanyak 90% menjawab 1-3 Jam. Dari tanggapan-
tanggapan menunjukkan bahwa mayoritas persepsi responden membaca buku selama
1 sampai 3 Jam sebanyak 18 orang responden atau sebanyak 90%. Hal ini
menandakan bahwa kegiatan membaca buku pelajaran dirumah dilakukan termasuk
kedalam aktivitas harian siswa.
Tabel 4.6
Gambaran responden mengenai Menulis kembali pelajaran disekolah
Sumber : data primer penelitan
Tabel di atas menjelaskan tanggapan-tanggapan penliaian responden
mengenai pernyataan ―Menulis kembali pelajaran disekolah‖. Dari tabel tersebut
terlihat sebanyak 14% responden menjawab Tidak Pernah, sebanyak 54% menjawab
Pernah Sekali, sebanyak 0% menjawab Lebih dari 5 Jam, sebanyak 1% menjawab 3-5
Jam. Dan sebanyak 31% menjawab 1-3 Jam. Dari tanggapan-tanggapan menunjukkan
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Tidak Pernah 1 14 14 14%
2 Pernah Sekali 2 54 108 54%
3 Lebih dari 5 jam 3 0 0 0%
4 3-5 Jam 4 1 4 1%
5 1-3 Jam 5 31 155 31%
Jumlah 100 281 100%
bahwa mayoritas persepsi responden pernah sekali menulis kembali pelajaran
disekolah sebanyak 54 orang responden atau sebanyak 54%. Darwis (2011:69)
mengemukakan ―bahwa menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah
kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan pemikiran-
pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan‖.
Durasi waktu yang digunakan oleh responden untuk menulis kembali pelajaran
disekolah kurang satu jam dalam satu hari merupakan kegiatan positif yang
menandakan bahwa menulis kembali di rumah pelajaran disekolah termasuk ke dalam
aktivitas keseharian responden.
Tabel 4.7
Gambaran responden mengenai Menggambar atau mewarnai gambar
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Tidak Pernah 1 7 7 7%
2 Pernah Sekali 2 31 62 31%
3 Lebih dari 5 jam 3 3 9 3%
4 3-5 Jam 4 13 52 13%
5 1-3 Jam 5 46 230 46%
Jumlah 100 360 100%
Sumber : data primer penelitan
Tabel di atas menjelaskan tanggapan-tanggapan penliaian responden
mengenai pernyataan ―Menggambar atau mewarnai gambar‖. Dari tabel tersebut
terlihat sebanyak 7% responden menjawab Tidak Pernah, sebanyak 31% menjawab
Pernah sekali, sebanyak 3% menjawab Lebih dari 5 Jam, sebanyak 13% menjawab 3-
5 Jam. Dan sebanyak 46% menjawab 1-3 Jam. Dari tanggapan-tanggapan
menunjukkan bahwa mayoritas persepsi responden mengammbar dan mewarnai
selama 1-3 Jam sebanyak 46 responden atau 46%. Aktivitas menggambar dan
mewarnai dilakukan selama 1-3 jam, durasi waktu yang digunakan lebih lama
dibandingkan dengan kegiatan menulis kembali pelajaran di sekolah yang mayoritas
jawaban pernah sekali. Hal ini menandakan ketertarikan responden dalam sebuah
visualisasi cenderung dominan, dibandingkan dengan kegiatan menulis.
Tabel 4.8.
Menonton tv
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Tidak Pernah 1 0 0 0%
2 Pernah Sekali 2 9 18 9%
3 Lebih dari 5 jam 3 15 45 15%
4 3-5 Jam 4 27 108 27%
5 1-3 Jam 5 49 245 49%
Jumlah 100 416 100%
Sumber : data primer penelitan
Tabel di atas menjelaskan tanggapan-tanggapan penliaian responden
mengenai pernyataan ―Menonton Tv‖. Dari tabel tersebut terlihat sebanyak 0%
responden menjawab Tidak Pernah, sebanyak 9% menjawab Pernah sekali, sebanyak
15% menjawab Lebih dari 5 Jam, sebanyak 27% menjawab 3-5 Jam. Dan sebanyak
9% menjawab 1-3 Jam. Dari tanggapan-tanggapan menunjukkan bahwa mayoritas
persepsi responden menonton tv selama 1-3 Jam sebanyak 49 responden atau 49%,
hal ini memiliki kesamaan durasi waktu yang digunakan untuk menggambar dan
mewarnai yakni 1-3 jam. Pada tahun 2002 jumlah jam menonton TV pada anak di
Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/minggu atau 1.560-1.820 jam/ tahun. Angka ini
jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 1.000
jam/tahun. Yayasan pengembangan anak KIDIA (Kritis!Media Untuk Anak) pada
tahun 2004 mencatat bahwa acara televisi di Indonesia yang termasuk kedalam
kategori aman untuk anak hanya 15%. Oleh karena itu, diperlukan adanya selektifitas
dalam acara televisi yang akan ditonton oleh anak-anak.
Tabel 4.9 Bermain Game
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Tidak Pernah 1 7 7 7%
2 Pernah Sekali 2 15 30 15%
3 Lebih dari 5 jam 3 8 24 8%
4 3-5 Jam 4 21 84 21%
5 1-3 Jam 5 49 245 49%
Jumlah 100 390 100%
Sumber : data primer penelitan
Tabel di atas menjelaskan tanggapan-tanggapan penliaian responden mengenai
pernyataan ―Bermain Game‖. Dari tabel tersebut terlihat sebanyak 7% responden
menjawab Tidak Pernah, sebanyak 15% menjawab Pernah sekali, sebanyak 8%
menjawab Lebih dari 5 Jam, sebanyak 21% menjawab 3-5 Jam. Dan sebanyak 49%
menjawab 1-3 Jam. Dari tanggapan-tanggapan menunjukkan bahwa mayoritas
persepsi responden Bermain Game selama 1-3 Jam sebanyak 49 responden atau 49%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan . oleh Kaiser Family
Foundation pada 2.032 orang anak yang berusia antara 3 hingga 12 tahun mengenai
berapa sering anak-anak usia tersebut bermain video game ataupun game di
komputer. Hasilnya, adalah sekitar 73% anak laki-laki yang berusia 8-10 tahun rata-
rata bermain game selama satu jam dalam satu hari dan hamper 68% anak usia 12-14
tahun bermain game yang sebenarnya diperuntukan bagi anak usia 17 tahun keatas.
Akademi Dokter Anak Amerika dan Perhimpunan Dokter Anak Kanada menegaskan,
anak yang berusia 0-2 tahun tidak boleh terpapar oleh teknologi sama sekali kemdian
anak yang berusia 3-5 tahun dibatasi menggunakan teknologi hanya satu jam per hari.
Dan anak umur 6-18 tahun dibatasi 2 jam saja perhari. Adanya pembatasan waktu
untuk bermain game merupakan tindakan preventive yang harus dilakukan sejak dini
atas partispasi keluarga khususnya orang tua untuk mengantisipasi dampak negative
di kemudian hari.
Tabel 4.10. Bermain Media Sosial
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Tidak
Pernah 1 14 14 14%
2 Pernah
Sekali 2 20 40 20%
3 Lebih dari
5 jam 3 4 12 4%
4 3-5 Jam 4 12 48 12%
5 1-3 Jam 5 50 250 50%
Jumlah 100 364 100%
Sumber : data primer penelitan
Tabel di atas menjelaskan tanggapan-tanggapan penliaian responden mengenai
pernyataan ―Bermain Media Sosial‖. Dari tabel tersebut terlihat sebanyak 14%
responden menjawab Tidak Pernah, sebanyak 20% menjawab Pernah sekali,
sebanyak 48% menjawab Lebih dari 5 Jam, sebanyak 12% menjawab 3-5 Jam. Dan
sebanyak 50% menjawab 1-3 Jam. Dari tanggapan-tanggapan menunjukkan bahwa
mayoritas persepsi responden Bermain media sosial selama 1-3 Jam sebanyak 50
responden atau setengah dari total responden dengan persantase 49%. Fakta ini
sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan di Universitas
Essex dan University College London, Inggris yang menyatakan bahwa anak
perempuan menghabiskan waktu selama satu jam atau lebih di media sosial sejak usia
10 tahun. Data survey penelitian antara tahun 2005 dan tahun 2015 terhadap 9.859
remaja Inggris berusia 10 sampai 15 tahun menyatakan bahwa anak perempuan lebih
sering menggunakan media social dibandingkan anak laki-laki. Durasi waktu yang
digunakan untuk mengkases media social tidak kemungkinan akan bertambah lama
seiring dengan bertambahnya usia anak, oleh karena itu diperlukan adanya edukasi
dan bimbingan secara serius oleh pihak keluarga untuk dapat menggunakan media
social dengan bijak dan mengakses konten yang sesuai dengan usia anak.
Tabel 4.11
Rekapitulasi Tanggapan Responden Kegiatan Di Luar Sekolah
No Pertanyaan Skor
1 Membaca buku pelajaran 360
2 Menulis kembali pelajaran
disekolah 281
3 Menggambar atau mewarnai
gambar 360
4 Menonton tv 416
5 Bermain game 390
6 Bermain media social 364
Total Skor 2171
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui tanggapan responden
mengenai Kegiatan Di Luar Sekolah, skor tertinggi sebesar 416 yaitu
menonton tv selama 1-3 jam, kemudian bermain game dan menggunakan
media social menjadi 3 jenis kegiatan yang selalu dilakukan oleh
responden dengan durasi 1-3 jam. Sedangkan skor terendah sebesar 281
yaitu kegiatan menulis kembali pelajaran disekolah yang dilakukan kurang
dari satu jam dalam satu satu hari dan kegiatan kedua terndah adalah
membaca buku pelajaran yang sebanding dengan kegiatan menggambar
atau mewarnai sebesar 360. Total Skor keseluruhan tanggapan responden
mengenai kegiatan di luar sekolah dalah 2171. Berikut hasil rekapitulasi
kegiatan yang dilakukan oleh responden diluar jam sekolah dalam bentul
grafik.
Gambar 4.1. Rekapitulasi Kegiatan Di Luar Sekolah
Diagram diatas menunjukan bahwa kegiatan diluar sekolah yang
paling sering dilakukan oleh siswa adalah menonton televisi. Ikatan
Dokter Anak Indonesia dalam sebuah artikel www.smallcrab.com
mengatakan bahwa menonton televisi menghambat kemampuan anak usia
5-10 tahun dalam mengeekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan
360281
360416 390 364
050
100150200250300350400450
skor
skor
agresivitas dan kekerasan serta tidak mampu membedakan antara realitas
dan khayalan. Jika durasi menonton televisi tidak mendapat pengawasan
dari keluarga khususnya orang tua, maka akan berdampak pada kemampun
literasi informasi anak di kemudian hari, dimana kemampuan menulis dan
membaca sebagai dasar dari kemampuan literasi. Di sisi lain, menurut
IDAI (Ikatan Doker Anak Indonesia) dampak dari seringnya menonton
televisi adalah “mendorong anak menjadi konsumtif, berpengaruh
terhadap sikap, mengurangi semangat belajar, membentuk pola pikir
sederhana, kurang kritis (linier atau searah dan pada akhirnya akan
mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan
kognitifnya), mengurangi konsentrasi, mengurangi kreativitas,
meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan), merenggangkan
hubungan antar anggota keluarga‖.
Skor kedua tertinggi dari kegiatan yang dilakukan diluar sekolah
adalah bermain game. Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health
Organization) bakal menetapkan kecanduan bermain game sebagai salah
satu gangguan mental. Berdasarkan dokumen klasifikasi penyakit
internasional ke-11 (Internatioal Classified Disease/ICD)yang dikeluarkan
WHO, gangguan ini dinamai dengan istilah gaming disorder. Gaming
disorder oleh WHO dijelaskan sebagai bentuk perilaku bermain game
dengan gigih dan berulang, sehingga menyampingkan kepentingan hidup
atau aktivitas lainnya.
Menurut The Asian Parent Indonesia Stimulasi berlebihan dari
gadget (hp, internet, tv, ipad, dll) pada otak anak yang sedang
berkembang, dapat menyebabkan keterlambatan koginitif, gangguan
dalam proses belajar, tantrum, meningkatkan sifat impulsif, serta
menurunnya kemampuan anak untuk mandiri. Kemampuan literasi
informasi merupakan kemampuan koginitif dalam mengolah sebuah
informasi. Oleh karena itu, aktivitas anak dalam bermain game perlu
dibatasi secara serius. Sejalan dengan penelitian yang telah di lakukan
oleh Bristol University pada tahun 2010 mengungkapkan, bahaya
penggunaan gadget pada anak dapat meningkatkan risiko depresi,
gangguan kecemasan, kurang atensi, autisme, kelainan bipolar, psikosis,
dan perilaku bermasalah lainnya. Pada tahun Mei 2011, World Health
Organization (WHO) menyatakan ponsel dan gadget tanpa kabel lainnya
termasuk ke dalam kategori risiko 2B (penyebab kemungkinan kanker),
karena radiasi emisi yang dikeluarkan oleh alat tersebut. Pada tahun yang
sama James McNamee dari lembaga kesehatan Kada memberi peringatan
bahwa ―anak-anak lebih sensisitif terhadap radiasi dibanding dewasa,
karena otak manak dan sistem imun mereka masih berkembang.
Jadi, kita tidak bisa mengatakan bahwa resiko pada anak sama
dengan resiko pada orang dewasa‖ Aktivitas ketiga yang paling sering
dilakukan oleh anak diluar jam sekolah adalah bermain media sosial. Pada
tahun 2017, PUSKAKOM UI (Pusat Kajian Ilmu Komunikasi) telah
melakukan penelitian mengenai dampak penggunaan media social bagi
anak dan remaja, salah satu deskripsinya adalah mengenai media social
dan pengaturan penggunaan.
Tabel 4.12. Pengaturan Penggunaan Media Sosial No Media Sosial Pengaturan Penggunaan
1 Facebook
Tidak digunakan untuk anak di bawah
13 tahun
Tidak memberikan informasi pribadi
palsu (memalsukan identitas) kepada
Facebook, dan tidak membuat akun
untuk siapapun tanpa izin kecuali untuk
diri sendiri
Tidak boleh membuat lebih dari satu
akun
2 Intsgram
Pengguna Instagram tidak
diperkenankan bagi anak berusia
dibawah 13 tahun
Pengguna tidak boleh membagikan
konten pronografi, kekerasan,
kebencian dan konten sejenisnya dalam
Informasi yang diambil oleh Instagram
ialah informasi pribadi yang dibagikan
oleh pengguna dalam biodata profil
pengguna.
Instagram dapat menggunakan konten
yang dibagikan oleh pengguna dan
informasi yang diambil akan digunakan
untuk pengembangan layanan.
Konten berupa foto, video, pesan dan
materi lainnya dapat dibagikan oleh
pengguna dan dapat diakses secara
global (pengguna dapat mengatur
privasi dari konten yang dibagikan)
Konten yang sudah beredar dan
disimpan oleh pengguna/orang lain
tidak dapat dihilangkan meskipun
pengguna sudah menghapus konten
aslinya.
3
Whats App
Untuk menggunakan layanan Whatsapp
diperlukan alat canggih berupa ponsel
pintar. - Pengguna harus berusia di atas
13 tahun untuk dapat menggunakan
layanan Whatsapp
Pengguna harus menggunakan nomor
handphone untuk dapat menggunakan
layanan Whatsapp dan pengguna harus
mengizinkan Whatsapp untuk
mengakses address book yang ada di
handphone pengguna.
Konten yang dikirimkan oleh pengguna
baik itu pesan, foto, video dan file
hanya tersimpan di handphone
pengguna.
Setiap konten yang dikirimkan tidak
disimpan di dalam server Whatsapp.
Sumber : Kajian Dampak Penggunaan Media Sosial bagi anak dan remaja
4.2. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari skala gutman selanjutnya dibuat skor yang
kemudian digambarkan dan di deskripsikan melalui penggunaan tabel
distribusi frekuensi untuk keperluan analisis data. Untuk menganalisis
setiap pertanyaan atau indikator, perhitungan setiap frekuensi jawaban
mempunyai jumlah, selanjutnya penulis membuat garis kontinum.
Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu jenjang intervalnya, yaitu dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (2005 :79) sebagai
berikut:
Nilai Indeks Maksimum (tertinggi) = 5 x6x100 = 3000
Nilai Indeks Minimum (terendah) = 1 x6 x100 = 600
Jarak Interval = (nilai maksimum-nilai minimum):5
= (3000-600):5=480
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa nilai jenjang interval dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.13 Interpretasi Skor Interval
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Berdasarkan garis kontinum di atas, dapat diketahui bahwa skor mengenai kegiatan di
luar sekolah sebesar 1271 yang berada di Interval 1920-2400, yaitu pada daerah
Baik.Dengan demikian, kegiatan di luar sekolah dalam kategori Baik.
Interval Keterangan
480-959 Tidak Baik
960-1439 Kurang Baik
1440-1919 Cukup Baik
1920-2399 Baik
2400-2880 Sangat Baik
Cukup Baik
960 480
1440 1920 2400 2880
1271
Tidak Baik
Kurang Baik
Baik
Sangat Baik
4.2.2 Gambaran Mengenai membaca jenis bacaan yang dibaca di luar sekolah
Tabel 4.14 Frekuensi membaca “buku cerita atau novel”
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Setiap hari 1 5 5 5%
2 satu kali dalam
satu miggu 2 19 38 19%
3 Satu kali dalam
satu bulan 3 25 75 25%
4 Pernah sekali 4 41 164 41%
5 Tidak pernah 5 10 50 10%
Jumlah 100 332 100%
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan tanggapan responden mengenai Berapa kali siswa
membaca buku cerita atau diluar jam sekolah. Dari tabel tersebut terlihat sebanyak 5%
responden membaca buku cerita atau novel setiap hari, sebanyak 19% menjawab satu
kali dalam satu minggu, sebanyak 25% menjawab satu kali dalam satu bulan,
sebanyak 41% menjawab pernah sekali. Dan sebanyak 10% menjawab tidak pernah
membaca buku cerita atau novel sama sekali. Dari jawaban responden diatas,
menunjukkan bahwa mayoritas siswa sejumlah 41 orang atau 41% membaca Buku
Cerita atau Novel sebanyak satu kali dalam satu bulan.
Tabel 4.15 Frekuensi membaca “buku ilmu pengetahuan”
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Setiap hari 1 4 4 4%
2 satu kali dalam
satu miggu 2 15 30 15%
3 Satu kali dalam
satu bulan 3 10 30 10%
4 Pernah sekali 4 27 108 27%
5 Tidak pernah 5 44 220 44%
Jumlah 100 392 100%
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan tanggapan responden mengenai Berapa kali siswa
membaca ―buku ilmu pengetahuan‖ diluar jam sekolah. Dari tabel tersebut sebanyak
4% menjawab setiap hari, sebanyak 15% menjawab satu kali dalam satu minggu,
sebanyak 10% menjawab satu kali dalam satu bulan, sebanyak 27% menjawab pernah
sekali dan 44% menjawab tidak pernah sama sekali membaca buku ilmu
pengetahuan. Dari tanggapan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden
sebanyak 44 siswa atau 44% tidak pernah Membaca Buku ilmu pengetahuan diluar
jam sekolah.
Tabel 4.16 Frekuensi membaca “majalah anak-anak”
No Tanggapan Bobot F Skor (%)
1 Setiap hari 1 19 19 19%
2 satu kali dalam
satu miggu 2 41 82 41%
3 Satu kali dalam
satu bulan 3 18 54 18%
4 Pernah sekali 4 14 56 14%
5 Tidak pernah 5 8 40 8%
Jumlah 100 251 100%
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan tanggapan responden mengenai Berapa kali siswa
membaca ―majalah anak-anak‖ diluar jam sekolah. Dari tabel tersebut sebanyak 19%
menjawab setiap hari, sebanyak 41% menjawab satu kali dalam satu minggu,
sebanyak 18% menjawab satu kali dalam satu bulan, sebanyak 14% menjawab pernah
sekali dan 8% menjawab tidak pernah sama sekali membaca majalah anak-anak. Dari
tanggapan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 41 siswa atau
41% Membaca majalah anak-anak satu kali dalam satu minggu diluar jam sekolah
Tabel 4.17 Frekuensi membaca “Buku Komik”
No Tanggapan Bobot F Skor %
1 Setiap hari 1 10 10 10%
2 satu kali dalam satu
miggu 2 20 40 20%
3 Satu kali dalam
satu bulan 3 11 33 11%
4 Pernah sekali 4 31 124 31%
5 Tidak pernah 5 28 140 28%
Jumlah 100 347 100%
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan tanggapan responden mengenai Berapa kali siswa
membaca ―buku komik‖ diluar jam sekolah. Dari tabel tersebut sebanyak 10%
menjawab setiap hari, sebanyak 20% menjawab satu kali dalam satu minggu,
sebanyak 11% menjawab satu kali dalam satu bulan, sebanyak 31% menjawab pernah
sekali dan 28% menjawab tidak pernah sama sekali membaca buku komik. Dari
tanggapan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 31 siswa atau
31% pernah sekali membaca buku komik diluar jam sekolah.
Tabel 4.18 Frekuensi membaca “Artikel di Media Sosial”
No Tanggapan Bobot F Skor %
1 Setiap hari 1 22 22 22%
2 satu kali dalam satu
miggu 2 24 48 24%
3 Satu kali dalam
satu bulan 3 7 21 7%
4 Pernah sekali 4 31 124 31%
5 Tidak pernah 5 16 80 16%
Jumlah 100 295 100%
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan tanggapan responden mengenai Berapa kali siswa
membaca ―artikel di media sosial‖ diluar jam sekolah. Dari tabel tersebut sebanyak 22%
menjawab setiap hari, sebanyak 24% menjawab satu kali dalam satu minggu,
sebanyak 7% menjawab satu kali dalam satu bulan, sebanyak 31% menjawab pernah
sekali dan 16% menjawab tidak pernah sama sekali membaca artikel di media sosial.
Dari tanggapan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 31 siswa
atau 31% pernah sekali membaca artike di media sosial diluar jam sekolah.
Tabel 4.19 Frekuensi membaca “Ensiklopedia”
No Tanggapan Bobot F Skor %
1 Setiap hari 1 24 24 24%
2 satu kali dalam
satu miggu 2 52 104 52%
3 Satu kali dalam
satu bulan 3 14 42 14%
4 Pernah sekali 4 6 24 6%
5 Tidak pernah 5 4 20 4%
Jumlah 100 214 100%
Sumber:Data Primer yang telah diolah
Tabel di atas Berapa kali siswa membaca ―ensiklopedia‖ diluar jam sekolah. Dari
tabel tersebut sebanyak 22% menjawab setiap hari, sebanyak 52% menjawab satu kali
dalam satu minggu, sebanyak 14% menjawab satu kali dalam satu bulan, sebanyak
6% menjawab pernah sekali dan 4% menjawab tidak pernah sama sekali membaca
ensiklopedia. Dari tanggapan tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden
sebanyak 52 siswa atau 52% membaca ensiklopedia sebanyak satu kali dalam satu
minggu diluar jam sekolah.
Tabel 4.20.
Rekapitulasi Tanggapan Responden Membaca jenis
bacaan di luar jam sekolah
No Pertanyaan Skor
1 Buku cerita atau novel 332
2 Buku ilmu pengetahuan 392
3 Majalah anak-anak 251
4 Buku komik 347
5 Artikel di social media 295
6 Ensiklopedia 214
Total Skor 1831 Sumber:Data Primeryang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.20di atas, dapat diketahui tanggapan responden
mengenai Kegiatan Di Luar Sekolah,skor tertinggisebesar 392 yaitu
pernyataan mengenai membaca buku ilmu pengetahuan. Sedangkan skor
terendah sebesar 214 yaitu pernyataan mengenai membaca buku
ensiklopedia.Total Skor keseluruhan tanggapan responden mengenai
kegiatan di luar sekolah dalah 1831.
Analisis Kontinum
Total skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang
pengukurannyaditentukan dengan cara:
oNilaiIndeks Maksimum (tertinggi)=5 x6x100 =3000
oNilaiIndeks Minimum (terendah) =1 x6 x100 =600
oJarakInterval =(nilai maksimum-nilai minimum):5
=(3000-600):5=480
Tabel 4.21
Interpretasi Skor Interval
Interval Keterangan
480-959 Tidak Baik
960-1439 Kurang Baik
1440-1919 Cukup Baik
1920-2399 Baik
2400-2880 Sangat Baik
Sumber:Data Primeryang telah diolah
Berdasarkan garis kontinum di atas, dapat diketahui bahwa skor mengenai Membaca
jenis bacaan di luar sekolah sebesar 1831 yang berada di Interval 1440-1920, yaitu
pada daerah Cukup Baik.Dengan demikian, Membaca jenis bacaan di luar sekolah
dalam kategori Cukup Baik.
Cukup Baik
960 480
1440 1920 2400 2880
1831
Tidak Baik
Kurang Baik
Baik
Sangat Baik
4.2.3 Gambaran Variabel Plan (Perencanaan)
Tabel 4.22
Tabulasi Frekuensi
Variabel Plan (Perencanaan)
Kriteria F Persentase
Baik 58 58%
Kurang 31 31%
Cukup 11 11%
Total 100 100%
Gambar 4.1
Diagram variabel plan
Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat bahwasebanyak 58% merupakan
kategori baik, sebanyak 11% merupakan kategori cukup dan sebanyak 31% ,
merupakan kategori kurang. Dengan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan
bahwa pembudayaan gerakan literasi sekolah berperan terhadap kemampuan literasi
informasisiswa pada tahap Plan atau perencanaan (identifikasi dan pencarian
informasi) dalam pelajaran bahasa Indonesia sebagian besar dalam kategori yang
Baik. Kemampuan literasi informasi siswa dalam tahap Plan perencanaan
58%31%
11%
Plan
Baik
Kurang
Cukup
(identifikasi dan pencarian informasi) dalam pelajaran bahasa Indonesia, merupakan
sebuah langkah awal untuk melakukan tahap selanjutnya. Kemampuan
mengidentifikasi dan mencari informasi yang efektif akan memudahkan siswa dalam
proses belajar. UNESCO (2007) ―Literasi informasi adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, membuat, berkomunikasi dan
menghitung, menggunakan bahan tercetak dan tertulis dengan konteks yang berbeda-
beda. Literasi adalah rangkaian kesatuan dalam belajar yang memungkinkan individu
untuk mencapai tujuan mereka, untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi, dan
untuk berpartisipasi penuh dalam komunitas mereka dan masyarakat lebih luas."
4.2.3 Gambaran Variabel Do (Pelaksaan)
Tabel 4.23
Tabulasi Frekuensi
Variabel Do (Pelaksaan)
Kriteria F Persentase
Baik 97 97%
Kurang 0 0%
Cukup 3 3%
Total 100 100% Sumber : Pengolahan data primer, 2018
97%
0% 3%
Pelaksanaan
Baik
Kurang
Cukup
Gambar 4.2
Diagram Variabel Do
Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 97% merupakan
kategori baik, dan sebanyak 3% merupakan kategori cukup. Dengan hasil perhitungan
di atas dapat disimpulkan bahwa pembudayaan gerakan literasi sekolah berperan
terhadap kemampuan literasi informasi siswa pada tahap Do atau pelaksanaan
(menemukan, mengolah dan menyajikan kembali informasi) dalam pelajaran bahasa
Indonesia sebagian besar dalam kategori yang Baik. Dalam tahap pelaksanaan atau
do, peneliti melihat kemampuan siswa dalam menemukan, mengolah dan menyajikan
informasi kembali dari sebuah buku ensiklopedia cilik berjudul ―panca indra‖ yang
diberikan sebagai stimulus sebelum proses pengisian kuesioner. Sesuai pendapat Idris
(2008: 337), tujuan membaca meliputi:(1)memperolehinformasi, (2) mengembangkan
berpikir kritis, (3) menambah wawasan dan pengalaman, (4) menikmati isi bacaan
atau kesenangan, (5) mengembangkan minat baca. Pada tahap do, responden dalam
penelitian ini mayoritas memiliki kemampuan literasi informasi yang baik.
4.2.3 Gambaran Variabel Review (Evaluasi)
Tabel 4.24
Tabulasi Frekeunsi
Variabel Review (Evaluasi)
Kriteria F Persentase
Baik 100 100%
Kurang 0 0%
Cukup 0 0%
Total 100 100%
Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat bahwa 100% merupakan kategori
baik artinya bahwa pembudayaan gerakan literasi sekolah berperan terhadap
kemampuan literasi informasi siswa pada tahap tahap Review atau mengevaluasi
informasi dalam pelajaran bahasa Indonesia dalam kategori yang Baik. Review
merupakan tahapan terakhir dalam model super3 untuk melihat kemampuan literasi
informasi siswa, berdasarkan tabulasi frekuensi diatas menyatakan bahwa 100%
responden memiliki kemampuan yang baik dalam mengevaluasi sebuah informasi
dalam pelajaran bahasa Indonesia.
100%
0% 0%
Evaluasi
Baik
Kurang
Cukup
―Seseorang yang melek informasi mampu untuk: (a) Mengetahui sejauh
mana informasi yang dibutuhkan, (b) Mengakses informasi yang dibutuhkan
secara efektif dan efisien, (c) Mengevaluasi informasi dan sumber yang kritis,
(d) Memasukkan informasi terpilih menjadi basis pengetahuan seseorang (e)
Menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu, (f)
Memahami isu-isu ekonomi, hukum, dan sosial seputar penggunaan informasi,
mengakses dan menggunakan informasi secara etis dan sah‖
(Muin,Azwar,2015).
4.2.3 Gambaran Variabel Kemampuan Literasi
Tabel 4.25.
Tabulasi Frekuensi
Variabel Kemampuan Literasi Informasi
Kriteria F Persentase
Baik 82 82%
Kurang 2 2%
Cukup 16 16%
Total 100 100% Sumber : data primer, 2018
Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 82% merupakan
kategori baik, dan sebanyak 16% merupakan kategori cukup. Dan sebanyak 2%
merupakan kategori kurang.Dengan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan
bahwa Kempampuan Literasi Informasi dalam pelajaran bahasa Indonesia sebagian
besar dalam kategori yang Baik. Menurut American Library Association (ALA)
―untuk menjadi orang yang melek informasi itu dibutuhkan dan memiliki kemampuan
untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan
secara efektif‖.
82%
2%16%
Kemampuan Literasi Informasi
Baik
Kurang
Cukup
BAB 5
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa fakta
lapangan mengenai gerakan literasi sekolah (GLS) yang di canangkan oleh
pemerintah dan tingkat kemampuan Literasi informasi siswa dalam pelajaran bahasa
Indonesia menggunakan model super3 (Plan, Do, Review). Berikut merupakan hasil
data lapangan mengenai pembudayaan Gerakan Literasi Sekolah pada SDN
Puspiptek, SDN 01 Buaran, SDIT Nur fatahillah, SDIT Al-Azhar Pamulang dan
SDIT Al-Zahra Indonesia ;
Tabel 5.1 Kegiatan GLS (Gerakan Literasi Sekolah)
No Sekolah Kegiatan GLS Kendala Output
1 SDN
Puspiptek Kegiatan
membaca 15
menit sebelum
KBM dimulai
Tersedia pojok
baca pada setiap
kelas
Siswa membaca
secara mandiri
buku yang
tersedia pada
pojok bacaan
Koleksi buku pada pojok
bacaan masih kurang
Tidak ada kerja sama
dengan perpustakaan
sekolah
Jenis buku pada pojok
bacaan belum sesuai
dengan peraturan GLS
(Gerakan Literasi
Sekolah)
Buku yang ada pada
pojok bacaan berasal dari
sumbangan siswa dan
dari koleksi perpustakaan
sekolah, dikarenakan
minimnya dana BOS.
Setiap siswa
membuat jurnal
pribadi yang
berisi resume
buku yang telah
dibaca
Siswa
menceritakan
kembali secara
lisan pada
pelajaran bahasa
Indonesia,
mengenai buku
yang telah
selesai dibaca
SDN 01
Buaran Kegiatan
membaca 15
menit sebelum
KBM dimulai
Tersedia pojok
baca pada setiap
kelas
Siswa membaca
secara mandiri
buku yang
tersedia pada
pojok bacaan
Koleksi buku pada pojok
bacaan masih kurang
Tidak ada kerja sama
dengan perpustakaan
sekolah
Pemanfaatan pojok
bacaan tidak maksimal
Kegiatan membaca 15
menit sebelum KBM di
mulai belum menyeluruh
Siswa
menceritakan
kembali secara
lisan pada
pelajaran bahasa
Indonesia,
mengenai buku
yang telah selesai
dibaca
SDIT Nur
fatahillah Tersedia pojok
baca pada setiap
kelas
Adanya
kunjungan
berkala ke
perpustakaan
sekolah untuk
melakukan
kegiatan literasi
Siswa membaca
secara mandiri
buku yang
tersedia pada
pojok bacaan
Pemanfaatan pojok
bacaan tidak maksimal
Buku yang ada pada pojok
bacaan berasal dari
sumbangan siswa dan dari
koleksi perpustakaan
sekolah
Jenis buku pada pojok
bacaan belum sesuai
dengan peraturan GLS
(Gerakan Literasi
Sekolah)
Setiap siswa
membuat jurnal
pribadi yang
berisi resume
buku yang telah
dibaca
Siswa
menceritakan
kembali secara
lisan pada
pelajaran bahasa
Indonesia,
mengenai buku
yang telah
selesai dibaca
Terdapat pohon
literasi bagi
siswa yang
melakukan
kegiatan literasi
secara baik dan
aktif
SDIT Al-
Azhar
Pamulang
Tersedia pojok
baca pada setiap
kelas
Adanya
kunjungan
berkala ke
perpustakaan
Pemanfaatan pojok
bacaan tidak maksimal
Buku yang ada pada pojok
bacaan berasal dari
sumbangan siswa dan dari
koleksi perpustakaan
sekolah
Siswa
menceritakan
kembali secara
lisan pada
pelajaran bahasa
Indonesia,
mengenai buku
sekolah untuk
melakukan
kegiatan literasi
Ada kegiatan
pekan literasi
setiap satu kali
dalam satu pecan
Siswa membaca
secara mandiri
buku yang
tersedia pada
pojok bacaan
Jenis buku pada pojok
bacaan belum sesuai
dengan peraturan GLS
(Gerakan Literasi
Sekolah)
yang telah
selesai dibaca
Setiap siswa
membuat jurnal
pribadi yang
berisi resume
buku yang telah
dibaca
SDIT Al-
Zahra
Indonesia
Tersedia pojok
baca pada setiap
kelas
Kegiatan
membaca 15
menit sebelum
KBM dimulai
Siswa membaca
secara mandiri
buku yang
tersedia pada
pojok bacaan
Pemanfaatan pojok
bacaan tidak maksimal
Buku yang ada pada pojok
bacaan berasal dari
sumbangan siswa dan dari
koleksi perpustakaan
sekolah
Jenis buku pada pojok
bacaan belum sesuai
dengan peraturan GLS
(Gerakan Literasi
Sekolah)
Siswa
menceritakan
kembali secara
lisan pada
pelajaran bahasa
Indonesia,
mengenai buku
yang telah
selesai dibaca
Siswa kelas 6
wajib membuat
persentasi
mengenai sebuah
buku atau artikel
yang telah selesai
dibaca.
Menurut panduan gerakan literasi sekolah di sekolah dasar tujuan khusus
dari terbentuknya GLS antara lain: ―(a) Menumbuh kembangkan budaya literasi
di sekolah, (b) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar
literat,(c) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan
ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, (d) menjaga
keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan
mewadahi berbagai strategi membaca‖ (Panduan GLS Sekolah Dasar, 2016: 2).
Realiasasi dari tujuan terbentuknya GLS tingkat sekolah dasar tentu
membutuhkan kerja cerdas dan dukungan praktis dari berbagai pihak dalam
lembaga pendidikan, diantaranya pendidik (guru), kepala sekolah, pustakawan
sekolah dasar. Langkah pelaksanaan GLS di sekolah dasar melalui beberapa
tahapan karena mempertimbangkan kesiapan dari masing-masing sekolah.
Kesiapan yang dimaksud antara lain, ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana
literasi, kesiapan masyarakat sekolah (peserta didik, tenaga pengajar, dan orang
tua), dan kesiapan sistem pendukung lainnya (dukungan yayasan maupun
lembaga, partsipasi publik dan kebijakan yang terkait). Agar memastikan
keberlangsungan GLS Sekolah Dasar, maka dilakukan dalam tiga tahapan, yakni
tahap pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan secara
konsisten.
Tabel 5.2. Luaran yang direncanakan
No Luaran yang di rencanakan
1 Hasil penelitian ini menjadi naskah dalam pembuatan buku mengenai
literasi informasi tingkat sekolah dasar
2 Publish pada jurnal terkreditas Edulib, November 2018
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Adapun rencana tahapan berikutnya dari penelitian ini adalah melakukan
penelitian lebih lanjut yang mengenai literasi sekolah tingkat sekolah dasar
menggunakan metode dan faktor yang berkaitan dalam meningkatkan kemampuan
literasi informasi siswa tingkat sekolah dasar, sehingga akan berpengaruh pada
tingkat kemampuan dan minat membaca siswa.
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, serta mengacu
pada tujuan dan identifikasi masalah penelitian, maka didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
Pembudayaan gerakan literasi sekolah berperan terhadap kemampuan literasi
informasisiswa pada tahap Plan atau perencanaan (identifikasi dan pencarian
informasi) dalam pelajaran bahasa Indonesia sebagian besar yakni 58%
dalam kategori yang Baik. Kemampuan literasi informasi siswa dalam tahap
Plan perencanaan (identifikasi dan pencarian informasi) dalam pelajaran
bahasa Indonesia, merupakan sebuah langkah awal untuk melakukan tahap
selanjutnya. Kemampuan mengidentifikasi dan mencari informasi yang
efektif akan memudahkan siswa dalam proses belajar.
Pembudayaan gerakan literasi sekolah berperan terhadap kemampuan literasi
informasi siswa pada tahap Do atau pelaksanaan (menemukan, mengolah dan
menyajikan kembali informasi) dalam pelajaran bahasa Indonesia sebagian
besar yakni 97% dalam kategori yang Baik. Dalam tahap pelaksanaan atau
do, peneliti melihat kemampuan siswa dalam menemukan, mengolah dan
menyajikan informasi kembali dari sebuah buku ensiklopedia cilik berjudul
―panca indra‖ yang diberikan sebagai stimulus sebelum proses pengisian
kuesioner.
Pembudayaan gerakan literasi sekolah berperan terhadap kemampuan literasi
informasi siswa pada tahap tahap Review atau mengevaluasi informasi dalam
pelajaran bahasa Indonesia seluruhnya atau 100% dalam kategori yang Baik.
Review merupakan tahapan terakhir dalam model super3 untuk melihat
kemampuan literasi informasi siswa, berdasarkan tabulasi frekuensi diatas
menyatakan bahwa 100% responden memiliki kemampuan yang baik dalam
mengevaluasi sebuah informasi dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Dari tabel dan gambar diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 82% merupakan
kategori baik, dan sebanyak 16% merupakan kategori cukup. Dan sebanyak
2% merupakan kategori kurang.Dengan hasil perhitungan di atas dapat
disimpulkan bahwa Kempampuan Literasi Informasi dalam pelajaran bahasa
Indonesia sebagian besar dalam kategori yang Baik
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, adanya pembudayaan GLS (Gerakan Literasi
Sekolah) yang di canangkan oleh pemerintah mendapat respon positif dari
pihak sekolah meskipun pada praktiknya belum bisa menyeluruh. Kerjasama
yang dilakukan oleh pihak sekolah dan guru untuk menyisipkan kegiatan
literasi pada pelajaran bahasa Indoesia mendapat hasil yang baik yakni dari
nilai siswa pada rapot dan kemampuan siswa dalam melakukan literasi
informasi yang berada pada kategori baik. Adapun saran yang diberikan
adalah sebagai berikut :
1. Adanya evaluasi dan monitoring secara berkala dari pihak GLS untuk
memastikan kegiatan gerakan literasi sekolah berjalan menyeluruh
2. Terdapat aturan baku mengenai jenis buku pada pojok bacaan yang
didukung oleh dana yang di alokasi pada dana BOS untuk pengadaan
buku di sekolah dasar .
3. Pemberian penghargaan bagi sekolah yang telah melakukan GLS
secara konsisten dan inovatif sebagai motivasi bagi pihah sekolah,
yang akan berdampak pada meningkatnya kemampuan literasi
informasi siswa
4. Adanya pelatihan atau training yang diberikan kepada guru ajar
dalam praktik gerakan literasi sekolah oleh pemerintah
5. Kegiatan literasi akan lebih maksimal jika diterapkan pada setiap
mata pelajaran di sekolah dasar.
6. Adanya kerjasama dengan orang tua siswa untuk melakukan kegiatan
literasi di rumah.
LAMPIRAN
Daftar Pustaka
Amariana, Ainin. 2012. Keterlibatan Orangtua dalam Perkembangan Literasi Anak
Usia Dini. Sripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ahmad Rofi’uddin & Darmiyati Zuhdi. (2001). Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi. Malang:Universitas Negeri Malang.
Bailey, Leactrice Joy (2005). Proquest Dissertasions and Theses. Varibles of
information literacy In academicall succesful elementary school in Texas
Chaedar Alwasilah. (2005). ―Kurikulum Berbasis Literasi‖, dalam , diakses 11
Agustus 2018.
Eko Nurdiyanti* dan Edy Suryanto PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 2, Agustus
2010, halaman 115 – 128118
Farihatin, Anisa Rohmati. 2013. Kegiatan Membaca Buku Cerita dalam
Pengembangan Kemampuan Literasi Dasar Anak Usia Dini. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Gipayana, Muhana. 2004. Pengajaran Literasi dan Penilaian portofolio dalam
Konteks Pembelajaran Menulis di SD. Jurnal Ilmu Pendidikan. Februari 2004,
Jilid 11, Nomor 1, Hal 59 – 70.
Humes, Barbara. (2000). Washington, DC : U.S. Dept. of Education, Office of
Educationa Research and Improvement, National Institute for Postsecondary
Education, Libraries, and Lifelong Learning
Leung, Yuet Ha Angel. 2007. Scholary Journal. International Association of School
Librarianship. Selected Papers from the Annual Conference; Brantford.
Cooperative Planning and Teaching (CPT)between Teachers and the Teacher
Librarian in a Hong Kong Primary School to equip students with information
literacy skill
Lin Ching & Yu-Pin Chen(2013) Journal of Educational Media & Library Sciences.
Fall2013, Vol. 51 Issue 1, p91-129. 39p. Development of Information Literacy
Assessment and Students Performance: A Case Study on a Second-Grade
Information Literacy Curriculum
Nurjamal, S., & Darwis. 2011. Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta
Muhana Gipayana. (2004). ―Pengajaran Literasi dan Penilaian Portofolio dalam
Konteks Pembelajaran Menulis di SD‖, dalam . Februari
2004,Jilid11,Nomor1,halaman59-70.
Puskur Depdiknas. (2004). ―NaskahAkademik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia‖,
dalam diakses pada tangga l3Agustus 2018.www.puskur.net
Mulyani Sumantri & Johar Permana. (2001). . Bandung: Maulana.
Tjalla, Awaluddin. 2011. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-hasil
Studi Internasional. .
Musthafa, Bachrudin. 2014. Literasi Dini dan Literasi Remaja: Teori, Konsep, dan
Praktik. Bandung: CREST
Rully Khairul Anwar, Edwin Rizal, Encang Saepudin. 2015. Jurnal kajian informasi
& perpustakaan, Vol 3/No.1, Juni 2015. Kemampuan Literasi Informasi
Tentang Apotek Hidup Berbasis Individual Competence Framework
Randy Widi Prayoga, Heri Suwignyo, Titik Harsiati (2017) Jurnal Pendidikan: Teori,
Penelitian, dan Pengembangan Volume: 2 Nomor: 11 Bulan November Tahun
2017 Halaman: 1498—1503. Peningkatan Keterampilan Menulis Melalui
Penerapan Program Literasi Berbantuan Media Buku Cerita Anak Pada Siswa
SD
Darwis, dkk. (2011). Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta.
Diao, Ai Lien. 2005. Current State of Information Literacy Awareness and Practices
in Indonesia Primary and Secondary Public Schools. Jakarta: UNDCA Atma
Jaya.
Hajar Dewantoro. 2017. Upaya Guru Dalam Melaksanakan Kegiatan Literasi Sekolah
Diakses 10 Agustus 2018. https://silabus.org/kegiatan-literasi-sekolah/
Tjalla, Awaluddin. 2011. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-hasil
Studi Internasional.
Kharizimi, Muhamad. 2015. Kesulitas Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan
Kemampuan Literasi. JUPENDAS, ISSN 2355-3650, Vol. 2, No. 2, September
2015
Michael B.Eisenberg and Robert E. Berkowitz 1987. ―Big6 Skills, Eduation,
Information Technology Skills for Student Success,. Diunduh pada 20 Juni
2018 http://www.big6.com/pages/about/big6
Muh. Azwar Mui.2015. Information Literacy Skill : Strategi Peelusuran Informasi
Online, cet. 3 (Makassar: Alauddin University Press, 2015), 10
Musthafa, Bachrudin. 2014. Literasi Dini dan Literasi Remaja: Teori, Konsep, dan
Praktik. Bandung: CREST
Park, Y. 2008. Patterns and predictors of elemnetary students’ reading performance:
evidence from the data of the Progress in International Reading Literacy Study
(PIRLS). ProQuest Dessertasion and Theses. Diunduh pada 15 September 2018.
http://www.proquest/ umi/pqd.web
Rizky Chandra Septania. 2018 Main Game Kini Masuk Kategori Gangguan Mental.
Di unduh tanggal 3 September 2018.http://tekno.kompas.com
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung
Topping, K. 2006. PISA/PIRLS data on reading achievement: Transfer into
international policy and practice. The Reading Teacher, 59, 6. Diunduh pada 10
September 2018 http://www.proquest/ umi/pqd.web
UNESCO. (2007). Education for all by 2015: Will we make it? EFA global
monitoring report 2008. UK: Oxford University Press.