Laporan AE

38
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya merupakan salah satu kegiatan yang paling menjanjikan mengingat tingkat produktivitasnya yang tinggi, baik persatuan organisme, lahan maupun waktu. Sumber data ataupun informasi sangat diperlukan untuk merancang suatu media budidaya demi menentukan kelayakan suatu desain media budidaya ikan. Perancangan konstruksi kolam atau tambak meliputi beberapa aspek diantaranya adalah pemilihan lokasi yang ideal. Meskipun demikian desain rancang-bangun dimugkinkan juga untuk kondisi- kondisi yang kurang menunjang agar dapat melangsungkan usaha budidaya ikan secara optimum (Pillay, 1993). Pemilihan lokasi umumnya didasarkan pada spesies yang ingin dikultur dan teknologi yang digunakan, tetapi pada beberapa kejadian urutannya dapat dibalik. Adanya batasan-batasan pada salah satu faktor tersebut, karakteristik perairan yang sesuai akan membatasi pemilihan faktor lain. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi dan non teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan dan sumberdaya manusia (Pillay, 1993).

description

laporan praktikum

Transcript of Laporan AE

Page 1: Laporan AE

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budidaya merupakan salah satu kegiatan yang paling menjanjikan mengingat

tingkat produktivitasnya yang tinggi, baik persatuan organisme, lahan maupun

waktu. Sumber data ataupun informasi sangat diperlukan untuk merancang suatu

media budidaya demi menentukan kelayakan suatu desain media budidaya ikan.

Perancangan konstruksi kolam atau tambak meliputi beberapa aspek diantaranya

adalah pemilihan lokasi yang ideal. Meskipun demikian desain rancang-bangun

dimugkinkan juga untuk kondisi-kondisi yang kurang menunjang agar dapat

melangsungkan usaha budidaya ikan secara optimum (Pillay, 1993).

Pemilihan lokasi umumnya didasarkan pada spesies yang ingin dikultur dan

teknologi yang digunakan, tetapi pada beberapa kejadian urutannya dapat dibalik.

Adanya batasan-batasan pada salah satu faktor tersebut, karakteristik perairan yang

sesuai akan membatasi pemilihan faktor lain. Beberapa pertimbangan yang perlu

diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri dari

parameter fisika, kimia dan biologi dan non teknis yang berupa pangsa pasar,

keamanan dan sumberdaya manusia (Pillay, 1993).

Kegiatan budidaya terus tumbuh dengan cepat seiring perkembangan konsep

rekayasa akuakultur. Rekayasa akuakultur membutuhkan pengetahuan tentang aspek

umum seperti sumber dan treatment air, pengetahuan mengenai unit produksi, sistem

pemberian pakan, kebutuhan nutrisi kultivan, instrumentasi, monitoring, transportasi

ikan dan penanganan limbah (Ghufran, 2007).

Rekayasa akuakultur adalah cabang ilmu yang mempelajari kegiatan

budidaya spesies air bernilai ekonomis penting dan sistem produksi yang digunakan.

Aspek rekayasa teknik budidaya bertujuan untuk menerapkan teori matematis dan

konsep rekayasa untuk pengembangan sistem produksi yang efektif dengan

penekanan pada penggunaan simulasi untuk kontrol kualitas air dan kegiatan

produksi. Kondisi lingkungan, pakan dan pemupukan merupakan komponen penting

dari produksi. Sistem rekayasa pada umumnya menggunakan operasi pengolahan air

Page 2: Laporan AE

untuk menjamin kualitas lingkungan yang baik bagi kultivan. Sistem resirkulasi air

juga merupakan aspek penting dari usaha ini, dengan penekanan pada kualitas air,

kadar oksigen, dan jumlah pakan (Ghufran, 2007).

B. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum Rekayasa Akuakultur ini adalah sebagai

berikut :

1. Mengetahui struktur dan tata letak dimensi kolam budidaya.

2. Mengetahui sosial dan ekonomi masyarakat Desa Telang Karya serta minat

masyarakat terhadap budidaya perikanan.

Page 3: Laporan AE

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Patin (Pangasius pangasius)

a. Sistematika dan Morfologi

Sistematika ikan patin (Pangasius pangasius) menurut Susanto (2002) adalah

sebagai berikut:

kingdom: Animalia

filum : Chordata

kelas : Pisces

ordo : Ostariophysi

famili : Pangasidae

genus : Pangasius

spesies : Pangasius pangasius

Secara umum ikan patin yang ada di Indonesia memiliki bentuk kepala

yang relatif kecil, bentuk badan yang sedikit memipih, tidak bersisik, mulut

subterminal dengan dua pasang sungut peraba (barbels). Memiliki patil pada

sirip punggung dan sirip dada, sirip analnya panjang dimulai dari belakang anal

sampai pangkal sirip ekor. Ikan patin dewasa memiliki panjang tubuh

mencapai 120 cm. Ukuran tubuh seperti ini merupakan ukuran tubuh yang

tergolong besar bagi ikan jenis catfish. Warna tubuh dominan dengan warna

putih berkilauan seperti perak dan dibagian pungungnya berwarna kebiruan,

sesekali muncul di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara

langsung (Susanto, 2002).

b. Kebiasaan makan

Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal dari makanan untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Ikan ini memiliki beberapa sifat

biologis diantaranya nocturnal atau melakukan aktivitas pada malam hari

Page 4: Laporan AE

seperti halnya ikan catfish lain. Di alam, makanan ikan patin berupa ikan-ikan

kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil serta mollusca.

Salah satu hal yang membedakan antara ikan patin dengan ikan catfish lainnya

adalah sifat dari ikan patin yang omnivora atau termasuk golongan ikan

pemakan segala (Susanto, 2002).

Larva dan benih patin memakan plankton baik fitoplankton maupun

zooplankton. Larva ikan patin mulai memangsa pakan dari luar setelah

cadangan makanan berupa kuning telurnya habis, dan akan memakan

Branchionus calicyforus, Synchaeta sp, Notholca sp, Filina sp, Branchionus

angularis, Kratella cochlearis dan sebagainya. Sementara itu, benih yang

berukuran besar hingga menjelang menjadi ikan muda memakan Paramecium,

larva Artemia sp, Cladocera (Moina sp, Daphnia sp, Bosmina sp, Sida sp,

Diaphanosoma sp, Chidorus sp), Copepoda dan sebagainya (Susanto, 2002).

B. Ikan Lele (Clarias batrachus)

a. Sistematika dan Morfologi

Sistematika ikan lele (Clarias batrachus) menurut Saanin (1984) adalah

sebagai berikut :

kingdom : Animalia

filum : Chordata

kelas : Pisces

ordo : Ostariophysi

famili : Claridae

genus : Clarias

spesies : Clarias batrachus

Pada bagian tengah badan ikan lele mempunyai potongan membulat,

dengan kepala pipih kebawah (depressed), sedangkan bagian belakang

tubuhnya berbentuk pipih kesamping (compressed), jadi pada lele ditemukan

tiga bentuk potongan melintang (pipih kebawah, bulat dan pipih kesamping).

Kepala bagian atas dan bawah tertutup oleh pelat tulang. Pelat ini membentuk

Page 5: Laporan AE

ruangan rongga diatas insang. Disinilah terdapat alat pernapasan tambahan

yang tergabung dengan busur insang kedua dan keempat. Mulut berada diujung

moncong (terminal), dengan dihiasi 4 pasang sungut. Mata berbentuk kecil

dengan tepi orbital yang bebas. Sirip ekor membulat, tidak bergabung dengan

sirip punggung maupun sirip anal. Sirip perut berbentuk membulat dan

panjangnya mencapai sirip anal. Sirip dada dilengkapi sepasang duri tajam atau

patil yang memiliki panjang maksimum mencapai 400 mm. Patil ini beracun

terutama pada ikan ikan remaja, sedangkan pada ikan yang tua sudah agak

berkurang racunnya (Heru, 2010).

Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai pigmen

hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah

lubang penciuman yang terletak dibelakang mulut atas, sirip punggung dan

dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip

ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm. Ikan lele memiliki alat

pernapasan tambahan yang disebut aborescen organ yang merupakan membran

yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah. Alat ini terletak didalam

ruangan sebelah atas insang. Dalam sejarah hidupnya, ikan lele harus

mengambil oksigen dari udara langsung, untuk itu ikan lele suka

menyembulkan kepalanya kepermukaan air. Oleh karena itu jika pada kolam

banyak terdapat eceng gondok ikan ini tidak berdaya (Heru, 2010).

b. Kebiasaan makan

Ikan lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam

(bottom feeder). Ikan lele merupakan hewan nokturnal, yakni hewan yang aktif

mencari makan pada malam hari dan termasuk hewan karnivora karena pakan

alaminya adalah kutu air (daphnia, cladosera, copepoda, chydorus,

ceriodaphnia, moina, nauplius, rotaria), cacing, krustacea kecil, rotifera, jentik-

jentik (larva serangga dan siput-siput kecil). Ikan lele bersifat kanibalisme,

yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Jika kekurangan pakan, ikan lele tidak

Page 6: Laporan AE

segan-segan memangsa jenisnya sendiri yang berukuran lebih kecil. Oleh

karena itu, ikan lele tidak boleh telat diberi pakan (Bruton, 1979).

C. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

a. Sistematika dan Morfologi

Sistematika Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Kordi (2009) adalah

sebagai berikut :

kingdom : Animalia

filum : Chordata

kelas : Osteichtyes

ordo : Perciformes

famili : Cichlidae

genus : Oreochromis

spesies : Oreochromis niloticus

Bentuk tubuh ikan nila agak bulat dan pipih. Mulut terletak di ujung

kepala (terminal). Linea lateralis terputus menjadi dua bagian dan terletak

memanjang mulai dari atas sirip dada. Jumlah sisik garis rusuk sebanyak 34

buah. Warna badan kemerahan polos atau bertotol-totol hitam dan sering pula

berwarna albino. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa

pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor

bergaris-garis tegak 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor

dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau

kekuningan) ketika musim berbiak.ada garis linea literalis pada bagian truncus

fungsinya adalah untuk alat keseimbangan ikan pada saat berenang (Amri dan

Khairuman, 2003).

b. Kebiasaan makan

Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora). Pada ikan nila

umur muda (ukuran 7-10 cm) memakan jasad hewan dan tumbuhan yang hidup

Page 7: Laporan AE

didasar perairan, misalnya Chironomidae, Oligochaeta, Tubificidae, Epimidae,

Trichoptera, Molusca, dan sebagainya. Selain itu, juga memakan Protozoa dan

Zooplankton, seperti Copepod dan Cladocera. Jasad-jasad tersebut disedot

bersama lumpurnya. Komponen makanan dimakan, sedangkan lumpurnya

dikeluarkan melalui mulut (Effendi, 2003).

Di perairan alam, ikan nila memakan plankton, perifiton atau tumbuhan

air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan. Dari pemeriksaan secara

laboratories pada perut ikan nila ditemukan berbagai macam jasad seperti

Scenedemus, Detritus, Alga benang, Rototaria, Anabaena, Arcella, Copepod

dan sebagainya. Dari penelitian lebih lanjut ternyata ikan nila kebiasaan

makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan nila lebih suka

mengkonsumsi Zooplankton seperti Cladocera (Amri dan Khairuman, 2003).

Page 8: Laporan AE

III. KEADAAN UMUM

Kawasan KTM Telang meliputi dua delta, yaitu Delta Telang I dan Delta

Telang II yang dipisahkan oleh Sungai Telang. Delta Telang I dan Delta Telang II

diapit oleh empat sungai besar, yaitu Sungai Musi di sebelah timur, Sungai

Banyuasin di sebelah barat, serta Sungai Sebalik dan Sungai Gasing di sebelah

selatan. Bagian utara dari kedua delta tersebut berbatasan dengan Terusan PU dan

Selat Bangka. Di sebelah utara Terusan PU merupakan Kawasan SECDe (South

Sumatra Eastern Corridor Development).

Secara administratif, Delta Telang I yang memiliki luas 26.680 ha termasuk

dalam wilayah Kecamatan Muara Telang, Banyuasin II, dan Makarti Jaya.

Sedangkan Delta Telang II yang memiliki luas 13.800 ha termasuk dalam wilayah

Kecamatan Tanjung Lago yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran dari

Kecamatan Talang Kelapa dan Kecamatan Muara Telang. Kecamatan Tanjung Lago

terbentuk pada tanggal 12 Desember 2006.

Delta Telang I terbagi atas 20 desa, yaitu Desa Sumber Jaya, Marga Rahayu,

Sumber Mulyo, Panca Mukti, Telang Jaya, Mukti Sari, Mukti Jaya, Mekar Sari,

Telang Makmur, Sumber Hidup, Telang Rejo dan Desa Telang Karya yang

merupakan desa-desa eks UPT (Unit Permukiman Transmigrasi). Desa Karang

Anyar, Talang Lubuk, Terusan Dalam, Terusan Tengah, Muara Telang, Karang

Baru, Muara Baru, dan Desa Upang Jaya merupakan desa-desa eks Marga. Delta

Telang I hanya dapat diakses melalui jalur air.

A. Kondisi Fisik Iklim

Karakteristik iklim di Kawasan KTM Telang termasuk dalam kategori hujan

tropis, yaitu kondisi panas dan lembab terjadi sepanjang tahun. Suhu rata-rata

bulanan 27 oC dan kelembaban relatif 87%. Kawasan KTM Telang menurut

Oldeman termasuk pada zone agroklimat C1. Musim hujan berturut-turut terjadi

dalam 5-6 bulan (>200 mm per bulan) dan 1-2 bulan kering (<100 mm per bulan).

Rata-rata curah hujan tahunan yaitu sekitar 2.400 mm, musim hujan terjadi pada

Page 9: Laporan AE

bulan Oktober-April, dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September.

a) Hidrologi

Kawasan KTM Telang dilalui dan dikelilingi oleh sungai-sungai besar,

antara lain Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Telang, Sungai Sebalik, dan

Sungai Gasing. Selain sungai-sungai tersebut, di Kawasan KTM Telang juga

terdapat banyak saluran yang sengaja dibuat untuk kepentingan drainase lahan

pertanian pasang surut.

Pada umumnya jaringan tata air (sistem drainase) yang terdapat di Kawasan

KTM Telang adalah sistem grid ganda (double-grid system) yang dirancang oleh

LAPIITB pada tahun 1976. Sistem ini didasarkan pada sistem drainase saluran

terbuka (open system) dengan menggunakan saluran primer sebagai saluran

navigasi yang berhubungan langsung ke sungai utama. Jarak antara saluran primer

yaitu 8.000 m. Tegak lurus dengan saluran primer terdapat saluran sekunder yang

berhubungan langsung dengan saluran primer, jarak antara saluran sekunder

adalah 1.150 m.

Saluran sekunder pemberi yang melintasi perkampungan dinamakan Saluran

Perdesaan (SPD) dan saluran pembuangan dinamakan Saluran Drainase Utama

(SDU) yang berada di batas lahan usaha II. Saluran tersier dibangun untuk

mengalirkan atau membuang air dari dank e saluran sekunder.

Sistem tata air di Kawasan KTM Telang dirancang berdasarkan konsep

aliran satu arah (one way flow system) dimana air pasang masuk melalui saluran

primer dan terus ke saluran sekunder pemberi (SPD) dan masuk ke saluran tersier

pemberi yang akhirnya mengaliri lahan usaha tani.

b) Topografi

Berdasarkan kondisi topografi, sebagian besar Kawasan KTM Telang

merupakan rawa pasang surut dengan ketinggian 0,5 m sampai 2,25 m di atas

permukaan laut. Pengaruh pasang surut air laut lebih dominan dibandingkan

dengan pengaruh curah hujan.

Page 10: Laporan AE

c) Geologi

Jenis tanah di Kawasan KTM Telang Organosol dan tanah Gley Humus,

terutama di daerah dataran rendah atau rawa yang tidak jauh dari pengaruh aliran

sungai. Sedangkan jenis tanah di daerah yang jauh dari pengaruh aliran sungai

yaitu Podzolik Merah Kuning.

d) Penggunaan Lahan

Sebagian besar wilayah di Kawasan KTM Telang transmigrasi, terletak di

dataran rendah dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah rawa pasang

surut, penggunaan lahan yang dominan di kawasan tersebut adalah pertanian

tanaman pangan, perkebunan kelapa dan tanaman keras serta kebun campuran.

Selain itu, juga ada lahan yang dimanfaatkan untuk konservasi mangrove.

B. Kondisi Sosial Demografis Penduduk

Penduduk di Kawasan KTM Telang sebagian besar merupakan penduduk

transmigrasi yang berasal dari Pulau Jawa, namun ada juga Suku Bugis dan

penduduk lokal Sumatera Selatan. Desa-desa yang semula merupakan unit UPT)

memiliki tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada desa penduduk

lokal (Desa eks Marga).

a) Mata pencaharian penduduk

Mata pencaharian penduduk eks transmigran sebagian besar sebagai petani,

sedangkan mata pencaharian dominan Suku Bugis adalah sebagai petani tanaman

kelapa dan pedagang, sedangkan mata pencaharian penduduk lokal pada

umumnya sebagai pedagang, namun ada juga yang mata pencahariannya sebagai

petani dan nelayan.

Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian merupakan yang dominan,

yaitu hampir 89 persen dari total penduduk, sedangkan yang bekerja pada sektor

perdagangan dan jasa masing-masing kurang dari 1 persen. Penduduk yang

Page 11: Laporan AE

bekerja sebagai buruh cukup banyak (8%), baik sebagai buruh tani maupun buruh

non pertanian.

b) Pendidikan

Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan

menulis huruf latin adalah 93,91%, yang dapat membaca dan menulis huruf

lainnya adalah 0,17%, dan yang tidak dapat membaca dan menulis adalah 5,92%.

C. Kondisi Ekonomi

Komoditas potensial di Kawasan KTM Telang adalah padi, selain padi,

potensi komoditas tanaman pertanian jagung, palawija, dan tanaman hortikultura.

Untuk sektor perkebunan, komoditas yang potensial di Kawasan KTM Telang yaitu

kelapa dalam dan kelapa sawit. Untuk sektor peternakan, Kawasan KTM Telang

memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha budidaya maupun

penggemukan ternak.

Letak geografis Kawasan KTM Telang yang dikelilingi oleh beberapa sungai

besar (S. Musi, S. Banyuasin, S. Telang, S. Sebalik, dan S. Gasing) memiliki posisi

yang sangat strategis untuk pengembangan pada sektor perikanan. Budidaya ikan air

tawar, baik dengan media kolam maupun keramba, merupakan potensi dari sektor

perikanan.

a) Tanaman Pangan dan Hortikultura

Luas sawah di KTM Telang yaitu 40.000 Hektar yang meliputi sawah lokasi

transmigrasi dari sawah eks desa Marga. Produktifitas padi pasang surut di Telang

I ratarata 6-7 ton/ha, sedangkan di Telang II produktifitasnya rata-rata 4-5 ton/ha.

b) Perkebunan

Areal perkebunan di Kabupaten Banyuasin seluas 166.118,14 hektar, terdiri

dari perkebunan karet rakyat 58.320,5 hektar, milik BUMN seluas 45.339,72

hektar, dan milik BUMS seluas 4.579,43 hektar. Kebun kelapa sawit plasma

seluas 12.947 hektar, milik BUMN seluas 17.226 hektar dan milik BUMS seluas

Page 12: Laporan AE

7.275,49 hektar. Kebun kelapa yang diusahakan oleh rakyat seluas 20.430 hektar

Untuk kawasan KTM Telang, komoditas perkebunan yang cukup potensial yaitu

kelapa yang berminyak terdapat di Telang I. Sedangkan di Telang II memiliki

potensi perkebunan kelapa dan kelapa sawit.

c) Kehutanan

Di sektor kehutanan, Kabupaten Banyuasin memiliki potensi hutan yang

terdiri dari hutan produksi sebesar 130.568 hektar dan hutan konversi 83.300

hektar tersebar di Kecamatan Banyuasin II, Banyuasin III, Muara Telang, Betung,

Muara Padang, dan Talang Kelapa.

Page 13: Laporan AE

IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum lapangan mata kuliah Rekayasa Akuakultur ini dilaksanakan pada

tanggal 15-16 Desember 2012 bertempat di Desa Telang Karya Kecamatan Muara

Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Rekayasa

Akuakultur ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum

No. Nama alat/bahan Kegunaan1. Kertas Lakmus Untuk mengetahui pH air2. Thermometer Untuk mengetahui suhu air3. Botol Air Mineral Mengambil sampel air untuk DO4.5.

Kantong PlastikMeteran

Mengambil sampel tanah Mengetahui ukuran dan kedalaman kolam

6. Kamera Digital Untuk dokumentasi7. Alat Tulis Untuk menggambarkan keadaan kolam8. Secchi Disk Mengukur kecerahan dan kekeruhan

C. Cara Kerja

1. Metode Pengumpulan Data

Pelaksanan kunjungan ilmiah ditekankan pada usaha untuk memperoleh data

mengenai tata letak dan lokasi usaha budidaya (pemetaan), desain dan konstruksi

kolam secara menyeluruh, Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi di

atas dapat melalui :

1. Pengamatan secara langsung di lapangan

2. Interview atau wawancara dengan pemilik kolam

3. Diskusi

Page 14: Laporan AE

Informasi yang harus diketahui pada saat pengambilan data di lapangan

adalah sebagai berikut.

a. Gambaran detil letak kolam dan jarak serta dimensinya.

b. Gambaran letak dan posisi rumah atau bangunan lainnya

c. Ukuran dimensi kolam dan pekarangan dari rumah/saluran/bangunan lain

d. Pintu air pemasukan dan pengeluaran

e. Pengelolaan kualitas air dan resirkulasi air.

f. Identifikasi sosial dan ekonomi serta ketertarikan/peminatan pemilik

kolam terhadap budidaya perikanan.

2. Analisis Data

Data yang langsung diperoleh berupa data primer yaitu data dari pengamatan

secara langsung di lapangan. Untuk menambah kevalidan data, maka ditunjang

dengan data skunder yang brasal dari literatur penunjang yang relevan. Mahasiswa

diharapkan dapat menganalisis kondisi yang sesungguhnya yang ada di lapangan

disertai dengan landasan teori yang ada sehingga dapat menarik suatu kesimpulan

tentang usaha budidaya ikan yang diamati.

Page 15: Laporan AE

V. TATA LETAK DAN DIMENSI

TERSIER 5

BATAS PEKARANGAN BAPAK PADILAN

Rembesan 12,5 m

5 m

KOLAM 30 m

5m

BATAS PEKARANGAN BAPAK KARYANTO

BATAS PEKARANGAN BAPAK MARWAN

S

P

D

SALURAN

QUARTER

KOLAM 30 m

10 m

Limpasan 30 m x 7 m

SALURAN

QUARTER

S

P

D

RUMAH 15 m

8 m

Rumah10 m x 8 m

Page 16: Laporan AE

BATAS PEKARANGAN BAPAK PADILAN

BATAS PEKARANGAN BAPAK SUTOMO

KOLAM 37 m10 m

RUMAH 12 m

5 m

BATAS PEKARANGAN BAPAK MARWAN

TERSIER 6

S

P

D

SALURAN

QUARTER

Kolam yang berpotensi40x5 m

Rumah 9,5x9 m

SALURAN

QUARTER

S

P

D

KOLAM 35 m 7 m

Kolam 35x5 m

Page 17: Laporan AE

TATA LETAK DAN DIMENSI

TERSIER 6

BATAS PEKARANGAN BAPAK KARSIM

KOLAM 40 m x 12 m

REMBESAN10 m x 5m

KOLAM 40 m x 11 m

R

U

35M

x

A

12H

KO

LA

M

8x6

KOLAM

BATAS PEKARANGAN BAPAK TROSANI

BATAS PEKARANGAN BAPAK MUHAIMIN

S

P

D

SALURAN

QUARTER

KOLAM 40 m x 10 m

KOLAM 46 m x 10 m

KOLAM 45 m x 11 m

SALURAN

QUARTER

S

P

D

Page 18: Laporan AE

BATAS PEKARANGAN BAPAK KARSIM

BATAS PEKARANGAN BAPAK MULYONO

KOLAM 40 m x 9 m

PENGGILINGAN PADI 12 m x 8 m

R U

18M

x

A

12H

KO

LA

M

44 m

x

10

m 8x6

KOLAM 44 m x 10 m

BATAS PEKARANGAN BAPAK MUHAIMIN

TERSIER 7

S

P

D

SALURAN

QUARTER

KOLAM 46 m x 10 m

REMBESAN 42 m x 9 m

RUMAH

22 m x 11 m

Page 19: Laporan AE

TATA LETAK DAN DIMENSI

TERSIER 9

BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO

KOLAM 30 m

12 m

RUMAH 12 m

8 m

KOLAM 30 m

12 m

BATAS PEKARANGAN BAPAK SAID

BATAS PEKARANGAN BAPAK KURNIADI

S

P

D

SALURAN

QUARTER

RUMAH 8 m5 m

RUMAH 8 m5m

SALURAN

QUARTER

S

P

D

Page 20: Laporan AE

BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO

BATAS PEKARANGAN BAPAK SISWANTO

KOLAM 30 m5 m

RUMAH 11 m5 m

BATAS PEKARANGAN BAPAK KURNIADI

TERSIER 10

S

P

D

SALURAN

QUARTER

KOLAM 25 m5 m

RUMAH 7,5 m5 m

SALURAN

QUARTER

S

P

D

Page 21: Laporan AE

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA LETAK DAN DIMENSI KOLAM YANG BERPOTENSI

Pembahasan

Lokasi rumah bapak Sutomo ini terletak pada tersier 6 rumah kedua,

disamping pekarangan bapak Marwan. Pada pekarangan bapak Sutomo terdapat satu

kolam yang diduga memiliki potensi bagi usaha budidaya perikanan. Kolam dengan

ukuran 40 x 5 m2 ini mulanya dibangun dengan tujuan utama memang diperuntukkan

untuk kolam budidaya ikan. Pak Sutomo memiliki rencana membuat kolam tersebut

untuk dijadikan kolam budidaya, karena pada saat itu dari pihak pemerintah setempat

ada yang berjanji akan memberikan jaminan bantuan berupa benih ikan untuk

budidaya, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak terpenuhi sehingga kolam

PEKARANGAN BAPAK MARWAN

TERSIER 6

RUMAH 9,5m

9m

KOLAM YANG BERPOTENSI 40 m

5 m

KOLAM 45x11

SALURAN

QUARTER

S

P

D

Page 22: Laporan AE

menjadi terbengkalai. Pemakaian kolam saat ini hanya untuk menampung aliran air

pada saat kondisi pasang.

Kondisi hidrologi air pada bulan Februari sampai dengan September yaitu

kemarau, dan untuk bulan Oktober sampai dengan November baru mulai pasang,

sedangkan pada bulan November sampai dengan Januari air mulai pasang besar.

Berdasarkan hasil penguukuran kualitas air pada kolam di lapangan,

diperoleh data yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan potensinya sebagai

kolam budidaya. Hasil pengukuran kualitas air tersebut yakni sebagai berikut: suhu

air kolam 30 °C, pH air 5, kecerahan 40 cm dan kedalaman 80 cm. Kolam ini dekat

dengan sumber air dan memiliki inlet serta outlet yang tersedia dalam kondisi baik

sehingga dapat mendukung proses budidaya.

Apabila tiba musim kemarau, pak Sutomo memiliki keinginan untuk

menggali kolam kembali, karena ada kemauan ingin melakukan budidaya ikan yang

hasilnya digunakan sebagai konsumsi rumah tangga dan selanjutnya bila hasil

budidaya meningkat maka akan dijadikan usaha jual beli ikan konsumsi.

Page 23: Laporan AE

Pembahasan

Pekarangan bapak Muhaimin terletak pada tersier 7 rumah pertama,

pekarangan pak Muhaimin terletak diantara pekaranagan milik bapak Karsim dan

Mulyono. Pada pekarangan bapak Muhaimin terdapat dua kolam yang

direkomendasikan berpotensi bagi usaha budidaya perikanan. Masing-masing kolam

tersebut memiliki ukuran 14 x 8 m2, dengan kedalaman 60 cm untuk kolam pertama

dan 45 cm untuk kolam kedua.

Jarak dari kolam menuju SPD cukup dekat yakni hanya sekitar 5 m.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kualitas air di kolam diperoleh hasil yakni

antara lain suhu perairan 31°C, pH air 5, kecerahan untuk setiap kolam adalah 19 cm.

Pada kolam ini tersedia inlet dan outlet yang baik untuk aliran air sehingga dapat

dijadikan pertimbangan sebagai salah satu kolam berpotensi untuk budidaya. Adapun

BATAS PEKARANGAN BAPAK KARSIM

BATAS PEKARANGAN BAPAK MULYONO

KOLAM BERPOTENSI DUA14 m x 8 m

PENGGILINGAN PADI 8 m x 4 m

RU

MA

H

BA

PAK

M

UH

AIM

IN12

m x

5 m

KO

LA

M

BE

RP

OT

EN

SI

SA

TU

14

m

x 8

m

8x6

S

P

D

Page 24: Laporan AE

jenis-jenis ikan yang bisa dibudidayakan di kolam ini seperti lele, betok, gabus,

baung, dll.

Page 25: Laporan AE

Pembahasan

Pekarangan milik bapak Said terletak pada tersier 9, rumah ketiga. Kolam

yang terdapat pada pekarangan pak Said ini memiliki ukuran 30 x 12 m2 dengan

jarak 12 m dari SPD. Berdasarkan sejarahnya kolam ini dibuat dengan tujuan untuk

mengambi tanah, untuk dijadikan bahan baku pembuatan batu bata sebagai bahan

bangunan pembuatan rumah. Namun karena tidak diolah, pemakaian kolam saat ini

hanya untuk menampung aliran air pada saat kondisi pasang.

Kondisi hidrologi air pada bulan Februari sampai dengan September yaitu

kemarau, dan untuk bulan Oktober sampai dengan November baru mulai pasang,

sedangkan pada bulan November sampai dengan Januari air mulai pasang besar.

Berdasarkan pengukuran dan pengambilan data kualitas air kolam di

lapangan diperoleh hasil pengukuran seperti suhu perairan 28 °C dengan pH air 6,

kedalaman 50 cm serta kecerahan 36 cm. Kolam ini direkomendasikan berpotensi

sebagai kolam budidaya karena dekat dengan sumber air dan memiliki saluran inlet

serta outlet yang cukup baik.

BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO

TERSIER 9

S

P

D

SALURAN

QUARTER

KOLAM YANG BERPOTENSI 30m

12m

RUMAH BAPAK SAID

12m x 8m

Page 26: Laporan AE

Bapak Said memiliki minat untuk melakukan budidaya ikan, namun karena

kurangnya ketersediaan tenaga kerja yang mampu mengontrol kolam budidaya

tersebut maka ia belum berminat untuk melakukan usaha budidaya tersebut.

Page 27: Laporan AE

Pembahasan

Pekarangan bapak Kurniadi berada pada tersier 10, diantara pekarangan milik

bapak Sunarmo dan Siswanto. Menurut hasil observasi dan pengambilan data

dilapangan didapatkan data untuk hasil pengukuran kualitas air yakni antara lain

suhu perairannya 28°C dengan pH air 5, kedalaman kolam 80 cm dan kecerahan

kolam 60 cm.

Kolam berukuran cukup luas dengan panjang kolam 30 m dan lebar kolam 5

m ini dapat dikembangkan menjadi kolam budidaya karena beberapa faktor

pendukung yang menunjang seperti kualitas air kolam serta konstruksi kolam yang

cukup baik. Selain itu tersedianya inlet dan outlet dalam kondisi baik juga menjadi

pertimbangan untuk budidaya ikan pada kolam tersebut.

BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO

BATAS PEKARANGAN BAPAK SISWANTO

SALURAN

QUARTER

S

P

D

KOLAM BERPOTENSI 30m

5m

RUMAH BAPAK KURNIADI

12 m x 5m

Page 28: Laporan AE

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai

berikut:

1. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diperoleh data bahwa hampir seluruh

kolam yang ada di setiap pekarangan rumah warga dibuat dengan tujuan utama

yaitu mengambil tanah kolam yang digunakan untuk menimbun atau membuat

rumah.

2. Minimnya dana, kurangnya tenaga kerja, serta sulitnya distribusi pemasaran

untuk hasil produksi merupakan sebagian kendala, atau alasan kurangnya minat

warga untuk menjadi pembudidaya ikan.

3. Dari hasil pengamatan terhadap konstruksi serta pengukuran kualitas air kolam

yang kelompok kami lakukan, terdapat 4 kolam yang dapat direkomendasikan

untuk djadikan kolam budidaya ikan.

4. Beberapa contoh spesies ikan yang dapat dibudidayakan di kolam budidaya Desa

Telang Karya ini antara lain adalah ikan lele, patin dan nila.

B. Saran

Sebaiknya diadakan penyuluhan perikanan bagi warga Desa Telang Karya ini

untuk menambah wawasan dan minat mereka dalam membudidayakan ikan sebagai

salah satu sumber daya perikanan yang menjanjikan, serta didirikan suatu agen

pendistribusian benih dan hasil produksi budidaya untuk mempermudah warga dalam

melakukan pemasaran.

Page 29: Laporan AE

DAFTAR PUSTKA

Amri dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Bruton. M.N. 1979. The food and feeding behavior of Clarias gariepinus (Pisces: Clariidae) in Lake Sibaya, South Africa, with emphasis on its role as a predator of civhlids. Trans. Zool. Soc. Lond., 35 (1) : 47-114

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.

Ghufran,M. 2007. Budi daya Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung

Heru, S. 2010. Budidaya ikan di pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Khairuman dan Khairul Amri. 2008. Membuat Pakan Buatan.PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Kordi, K., M. Ghufran, H. 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Pillay, T.V.R. 1993. Aquaculture Principles and Practices.Fishing News Book. England. 575 p.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Bogor.

Susanto. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta