Journal Reading - Childhood Outcomes After Hypothermia for Neonatal Encephalopathy (Dr. AE)
Laporan AE
-
Upload
elva-susanti -
Category
Documents
-
view
144 -
download
1
description
Transcript of Laporan AE
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budidaya merupakan salah satu kegiatan yang paling menjanjikan mengingat
tingkat produktivitasnya yang tinggi, baik persatuan organisme, lahan maupun
waktu. Sumber data ataupun informasi sangat diperlukan untuk merancang suatu
media budidaya demi menentukan kelayakan suatu desain media budidaya ikan.
Perancangan konstruksi kolam atau tambak meliputi beberapa aspek diantaranya
adalah pemilihan lokasi yang ideal. Meskipun demikian desain rancang-bangun
dimugkinkan juga untuk kondisi-kondisi yang kurang menunjang agar dapat
melangsungkan usaha budidaya ikan secara optimum (Pillay, 1993).
Pemilihan lokasi umumnya didasarkan pada spesies yang ingin dikultur dan
teknologi yang digunakan, tetapi pada beberapa kejadian urutannya dapat dibalik.
Adanya batasan-batasan pada salah satu faktor tersebut, karakteristik perairan yang
sesuai akan membatasi pemilihan faktor lain. Beberapa pertimbangan yang perlu
diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi teknis yang terdiri dari
parameter fisika, kimia dan biologi dan non teknis yang berupa pangsa pasar,
keamanan dan sumberdaya manusia (Pillay, 1993).
Kegiatan budidaya terus tumbuh dengan cepat seiring perkembangan konsep
rekayasa akuakultur. Rekayasa akuakultur membutuhkan pengetahuan tentang aspek
umum seperti sumber dan treatment air, pengetahuan mengenai unit produksi, sistem
pemberian pakan, kebutuhan nutrisi kultivan, instrumentasi, monitoring, transportasi
ikan dan penanganan limbah (Ghufran, 2007).
Rekayasa akuakultur adalah cabang ilmu yang mempelajari kegiatan
budidaya spesies air bernilai ekonomis penting dan sistem produksi yang digunakan.
Aspek rekayasa teknik budidaya bertujuan untuk menerapkan teori matematis dan
konsep rekayasa untuk pengembangan sistem produksi yang efektif dengan
penekanan pada penggunaan simulasi untuk kontrol kualitas air dan kegiatan
produksi. Kondisi lingkungan, pakan dan pemupukan merupakan komponen penting
dari produksi. Sistem rekayasa pada umumnya menggunakan operasi pengolahan air
untuk menjamin kualitas lingkungan yang baik bagi kultivan. Sistem resirkulasi air
juga merupakan aspek penting dari usaha ini, dengan penekanan pada kualitas air,
kadar oksigen, dan jumlah pakan (Ghufran, 2007).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Rekayasa Akuakultur ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui struktur dan tata letak dimensi kolam budidaya.
2. Mengetahui sosial dan ekonomi masyarakat Desa Telang Karya serta minat
masyarakat terhadap budidaya perikanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Patin (Pangasius pangasius)
a. Sistematika dan Morfologi
Sistematika ikan patin (Pangasius pangasius) menurut Susanto (2002) adalah
sebagai berikut:
kingdom: Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Ostariophysi
famili : Pangasidae
genus : Pangasius
spesies : Pangasius pangasius
Secara umum ikan patin yang ada di Indonesia memiliki bentuk kepala
yang relatif kecil, bentuk badan yang sedikit memipih, tidak bersisik, mulut
subterminal dengan dua pasang sungut peraba (barbels). Memiliki patil pada
sirip punggung dan sirip dada, sirip analnya panjang dimulai dari belakang anal
sampai pangkal sirip ekor. Ikan patin dewasa memiliki panjang tubuh
mencapai 120 cm. Ukuran tubuh seperti ini merupakan ukuran tubuh yang
tergolong besar bagi ikan jenis catfish. Warna tubuh dominan dengan warna
putih berkilauan seperti perak dan dibagian pungungnya berwarna kebiruan,
sesekali muncul di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara
langsung (Susanto, 2002).
b. Kebiasaan makan
Ikan patin memerlukan sumber energi yang berasal dari makanan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Ikan ini memiliki beberapa sifat
biologis diantaranya nocturnal atau melakukan aktivitas pada malam hari
seperti halnya ikan catfish lain. Di alam, makanan ikan patin berupa ikan-ikan
kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil serta mollusca.
Salah satu hal yang membedakan antara ikan patin dengan ikan catfish lainnya
adalah sifat dari ikan patin yang omnivora atau termasuk golongan ikan
pemakan segala (Susanto, 2002).
Larva dan benih patin memakan plankton baik fitoplankton maupun
zooplankton. Larva ikan patin mulai memangsa pakan dari luar setelah
cadangan makanan berupa kuning telurnya habis, dan akan memakan
Branchionus calicyforus, Synchaeta sp, Notholca sp, Filina sp, Branchionus
angularis, Kratella cochlearis dan sebagainya. Sementara itu, benih yang
berukuran besar hingga menjelang menjadi ikan muda memakan Paramecium,
larva Artemia sp, Cladocera (Moina sp, Daphnia sp, Bosmina sp, Sida sp,
Diaphanosoma sp, Chidorus sp), Copepoda dan sebagainya (Susanto, 2002).
B. Ikan Lele (Clarias batrachus)
a. Sistematika dan Morfologi
Sistematika ikan lele (Clarias batrachus) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Ostariophysi
famili : Claridae
genus : Clarias
spesies : Clarias batrachus
Pada bagian tengah badan ikan lele mempunyai potongan membulat,
dengan kepala pipih kebawah (depressed), sedangkan bagian belakang
tubuhnya berbentuk pipih kesamping (compressed), jadi pada lele ditemukan
tiga bentuk potongan melintang (pipih kebawah, bulat dan pipih kesamping).
Kepala bagian atas dan bawah tertutup oleh pelat tulang. Pelat ini membentuk
ruangan rongga diatas insang. Disinilah terdapat alat pernapasan tambahan
yang tergabung dengan busur insang kedua dan keempat. Mulut berada diujung
moncong (terminal), dengan dihiasi 4 pasang sungut. Mata berbentuk kecil
dengan tepi orbital yang bebas. Sirip ekor membulat, tidak bergabung dengan
sirip punggung maupun sirip anal. Sirip perut berbentuk membulat dan
panjangnya mencapai sirip anal. Sirip dada dilengkapi sepasang duri tajam atau
patil yang memiliki panjang maksimum mencapai 400 mm. Patil ini beracun
terutama pada ikan ikan remaja, sedangkan pada ikan yang tua sudah agak
berkurang racunnya (Heru, 2010).
Ikan ini memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik (mempunyai pigmen
hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah
lubang penciuman yang terletak dibelakang mulut atas, sirip punggung dan
dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip
ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm. Ikan lele memiliki alat
pernapasan tambahan yang disebut aborescen organ yang merupakan membran
yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah. Alat ini terletak didalam
ruangan sebelah atas insang. Dalam sejarah hidupnya, ikan lele harus
mengambil oksigen dari udara langsung, untuk itu ikan lele suka
menyembulkan kepalanya kepermukaan air. Oleh karena itu jika pada kolam
banyak terdapat eceng gondok ikan ini tidak berdaya (Heru, 2010).
b. Kebiasaan makan
Ikan lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam
(bottom feeder). Ikan lele merupakan hewan nokturnal, yakni hewan yang aktif
mencari makan pada malam hari dan termasuk hewan karnivora karena pakan
alaminya adalah kutu air (daphnia, cladosera, copepoda, chydorus,
ceriodaphnia, moina, nauplius, rotaria), cacing, krustacea kecil, rotifera, jentik-
jentik (larva serangga dan siput-siput kecil). Ikan lele bersifat kanibalisme,
yaitu suka memangsa jenisnya sendiri. Jika kekurangan pakan, ikan lele tidak
segan-segan memangsa jenisnya sendiri yang berukuran lebih kecil. Oleh
karena itu, ikan lele tidak boleh telat diberi pakan (Bruton, 1979).
C. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
a. Sistematika dan Morfologi
Sistematika Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menurut Kordi (2009) adalah
sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Osteichtyes
ordo : Perciformes
famili : Cichlidae
genus : Oreochromis
spesies : Oreochromis niloticus
Bentuk tubuh ikan nila agak bulat dan pipih. Mulut terletak di ujung
kepala (terminal). Linea lateralis terputus menjadi dua bagian dan terletak
memanjang mulai dari atas sirip dada. Jumlah sisik garis rusuk sebanyak 34
buah. Warna badan kemerahan polos atau bertotol-totol hitam dan sering pula
berwarna albino. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa
pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor
bergaris-garis tegak 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor
dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau
kekuningan) ketika musim berbiak.ada garis linea literalis pada bagian truncus
fungsinya adalah untuk alat keseimbangan ikan pada saat berenang (Amri dan
Khairuman, 2003).
b. Kebiasaan makan
Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora). Pada ikan nila
umur muda (ukuran 7-10 cm) memakan jasad hewan dan tumbuhan yang hidup
didasar perairan, misalnya Chironomidae, Oligochaeta, Tubificidae, Epimidae,
Trichoptera, Molusca, dan sebagainya. Selain itu, juga memakan Protozoa dan
Zooplankton, seperti Copepod dan Cladocera. Jasad-jasad tersebut disedot
bersama lumpurnya. Komponen makanan dimakan, sedangkan lumpurnya
dikeluarkan melalui mulut (Effendi, 2003).
Di perairan alam, ikan nila memakan plankton, perifiton atau tumbuhan
air yang lunak, bahkan cacing pun dimakan. Dari pemeriksaan secara
laboratories pada perut ikan nila ditemukan berbagai macam jasad seperti
Scenedemus, Detritus, Alga benang, Rototaria, Anabaena, Arcella, Copepod
dan sebagainya. Dari penelitian lebih lanjut ternyata ikan nila kebiasaan
makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan nila lebih suka
mengkonsumsi Zooplankton seperti Cladocera (Amri dan Khairuman, 2003).
III. KEADAAN UMUM
Kawasan KTM Telang meliputi dua delta, yaitu Delta Telang I dan Delta
Telang II yang dipisahkan oleh Sungai Telang. Delta Telang I dan Delta Telang II
diapit oleh empat sungai besar, yaitu Sungai Musi di sebelah timur, Sungai
Banyuasin di sebelah barat, serta Sungai Sebalik dan Sungai Gasing di sebelah
selatan. Bagian utara dari kedua delta tersebut berbatasan dengan Terusan PU dan
Selat Bangka. Di sebelah utara Terusan PU merupakan Kawasan SECDe (South
Sumatra Eastern Corridor Development).
Secara administratif, Delta Telang I yang memiliki luas 26.680 ha termasuk
dalam wilayah Kecamatan Muara Telang, Banyuasin II, dan Makarti Jaya.
Sedangkan Delta Telang II yang memiliki luas 13.800 ha termasuk dalam wilayah
Kecamatan Tanjung Lago yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran dari
Kecamatan Talang Kelapa dan Kecamatan Muara Telang. Kecamatan Tanjung Lago
terbentuk pada tanggal 12 Desember 2006.
Delta Telang I terbagi atas 20 desa, yaitu Desa Sumber Jaya, Marga Rahayu,
Sumber Mulyo, Panca Mukti, Telang Jaya, Mukti Sari, Mukti Jaya, Mekar Sari,
Telang Makmur, Sumber Hidup, Telang Rejo dan Desa Telang Karya yang
merupakan desa-desa eks UPT (Unit Permukiman Transmigrasi). Desa Karang
Anyar, Talang Lubuk, Terusan Dalam, Terusan Tengah, Muara Telang, Karang
Baru, Muara Baru, dan Desa Upang Jaya merupakan desa-desa eks Marga. Delta
Telang I hanya dapat diakses melalui jalur air.
A. Kondisi Fisik Iklim
Karakteristik iklim di Kawasan KTM Telang termasuk dalam kategori hujan
tropis, yaitu kondisi panas dan lembab terjadi sepanjang tahun. Suhu rata-rata
bulanan 27 oC dan kelembaban relatif 87%. Kawasan KTM Telang menurut
Oldeman termasuk pada zone agroklimat C1. Musim hujan berturut-turut terjadi
dalam 5-6 bulan (>200 mm per bulan) dan 1-2 bulan kering (<100 mm per bulan).
Rata-rata curah hujan tahunan yaitu sekitar 2.400 mm, musim hujan terjadi pada
bulan Oktober-April, dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September.
a) Hidrologi
Kawasan KTM Telang dilalui dan dikelilingi oleh sungai-sungai besar,
antara lain Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Telang, Sungai Sebalik, dan
Sungai Gasing. Selain sungai-sungai tersebut, di Kawasan KTM Telang juga
terdapat banyak saluran yang sengaja dibuat untuk kepentingan drainase lahan
pertanian pasang surut.
Pada umumnya jaringan tata air (sistem drainase) yang terdapat di Kawasan
KTM Telang adalah sistem grid ganda (double-grid system) yang dirancang oleh
LAPIITB pada tahun 1976. Sistem ini didasarkan pada sistem drainase saluran
terbuka (open system) dengan menggunakan saluran primer sebagai saluran
navigasi yang berhubungan langsung ke sungai utama. Jarak antara saluran primer
yaitu 8.000 m. Tegak lurus dengan saluran primer terdapat saluran sekunder yang
berhubungan langsung dengan saluran primer, jarak antara saluran sekunder
adalah 1.150 m.
Saluran sekunder pemberi yang melintasi perkampungan dinamakan Saluran
Perdesaan (SPD) dan saluran pembuangan dinamakan Saluran Drainase Utama
(SDU) yang berada di batas lahan usaha II. Saluran tersier dibangun untuk
mengalirkan atau membuang air dari dank e saluran sekunder.
Sistem tata air di Kawasan KTM Telang dirancang berdasarkan konsep
aliran satu arah (one way flow system) dimana air pasang masuk melalui saluran
primer dan terus ke saluran sekunder pemberi (SPD) dan masuk ke saluran tersier
pemberi yang akhirnya mengaliri lahan usaha tani.
b) Topografi
Berdasarkan kondisi topografi, sebagian besar Kawasan KTM Telang
merupakan rawa pasang surut dengan ketinggian 0,5 m sampai 2,25 m di atas
permukaan laut. Pengaruh pasang surut air laut lebih dominan dibandingkan
dengan pengaruh curah hujan.
c) Geologi
Jenis tanah di Kawasan KTM Telang Organosol dan tanah Gley Humus,
terutama di daerah dataran rendah atau rawa yang tidak jauh dari pengaruh aliran
sungai. Sedangkan jenis tanah di daerah yang jauh dari pengaruh aliran sungai
yaitu Podzolik Merah Kuning.
d) Penggunaan Lahan
Sebagian besar wilayah di Kawasan KTM Telang transmigrasi, terletak di
dataran rendah dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah rawa pasang
surut, penggunaan lahan yang dominan di kawasan tersebut adalah pertanian
tanaman pangan, perkebunan kelapa dan tanaman keras serta kebun campuran.
Selain itu, juga ada lahan yang dimanfaatkan untuk konservasi mangrove.
B. Kondisi Sosial Demografis Penduduk
Penduduk di Kawasan KTM Telang sebagian besar merupakan penduduk
transmigrasi yang berasal dari Pulau Jawa, namun ada juga Suku Bugis dan
penduduk lokal Sumatera Selatan. Desa-desa yang semula merupakan unit UPT)
memiliki tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi daripada desa penduduk
lokal (Desa eks Marga).
a) Mata pencaharian penduduk
Mata pencaharian penduduk eks transmigran sebagian besar sebagai petani,
sedangkan mata pencaharian dominan Suku Bugis adalah sebagai petani tanaman
kelapa dan pedagang, sedangkan mata pencaharian penduduk lokal pada
umumnya sebagai pedagang, namun ada juga yang mata pencahariannya sebagai
petani dan nelayan.
Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian merupakan yang dominan,
yaitu hampir 89 persen dari total penduduk, sedangkan yang bekerja pada sektor
perdagangan dan jasa masing-masing kurang dari 1 persen. Penduduk yang
bekerja sebagai buruh cukup banyak (8%), baik sebagai buruh tani maupun buruh
non pertanian.
b) Pendidikan
Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan
menulis huruf latin adalah 93,91%, yang dapat membaca dan menulis huruf
lainnya adalah 0,17%, dan yang tidak dapat membaca dan menulis adalah 5,92%.
C. Kondisi Ekonomi
Komoditas potensial di Kawasan KTM Telang adalah padi, selain padi,
potensi komoditas tanaman pertanian jagung, palawija, dan tanaman hortikultura.
Untuk sektor perkebunan, komoditas yang potensial di Kawasan KTM Telang yaitu
kelapa dalam dan kelapa sawit. Untuk sektor peternakan, Kawasan KTM Telang
memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha budidaya maupun
penggemukan ternak.
Letak geografis Kawasan KTM Telang yang dikelilingi oleh beberapa sungai
besar (S. Musi, S. Banyuasin, S. Telang, S. Sebalik, dan S. Gasing) memiliki posisi
yang sangat strategis untuk pengembangan pada sektor perikanan. Budidaya ikan air
tawar, baik dengan media kolam maupun keramba, merupakan potensi dari sektor
perikanan.
a) Tanaman Pangan dan Hortikultura
Luas sawah di KTM Telang yaitu 40.000 Hektar yang meliputi sawah lokasi
transmigrasi dari sawah eks desa Marga. Produktifitas padi pasang surut di Telang
I ratarata 6-7 ton/ha, sedangkan di Telang II produktifitasnya rata-rata 4-5 ton/ha.
b) Perkebunan
Areal perkebunan di Kabupaten Banyuasin seluas 166.118,14 hektar, terdiri
dari perkebunan karet rakyat 58.320,5 hektar, milik BUMN seluas 45.339,72
hektar, dan milik BUMS seluas 4.579,43 hektar. Kebun kelapa sawit plasma
seluas 12.947 hektar, milik BUMN seluas 17.226 hektar dan milik BUMS seluas
7.275,49 hektar. Kebun kelapa yang diusahakan oleh rakyat seluas 20.430 hektar
Untuk kawasan KTM Telang, komoditas perkebunan yang cukup potensial yaitu
kelapa yang berminyak terdapat di Telang I. Sedangkan di Telang II memiliki
potensi perkebunan kelapa dan kelapa sawit.
c) Kehutanan
Di sektor kehutanan, Kabupaten Banyuasin memiliki potensi hutan yang
terdiri dari hutan produksi sebesar 130.568 hektar dan hutan konversi 83.300
hektar tersebar di Kecamatan Banyuasin II, Banyuasin III, Muara Telang, Betung,
Muara Padang, dan Talang Kelapa.
IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum lapangan mata kuliah Rekayasa Akuakultur ini dilaksanakan pada
tanggal 15-16 Desember 2012 bertempat di Desa Telang Karya Kecamatan Muara
Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Rekayasa
Akuakultur ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
No. Nama alat/bahan Kegunaan1. Kertas Lakmus Untuk mengetahui pH air2. Thermometer Untuk mengetahui suhu air3. Botol Air Mineral Mengambil sampel air untuk DO4.5.
Kantong PlastikMeteran
Mengambil sampel tanah Mengetahui ukuran dan kedalaman kolam
6. Kamera Digital Untuk dokumentasi7. Alat Tulis Untuk menggambarkan keadaan kolam8. Secchi Disk Mengukur kecerahan dan kekeruhan
C. Cara Kerja
1. Metode Pengumpulan Data
Pelaksanan kunjungan ilmiah ditekankan pada usaha untuk memperoleh data
mengenai tata letak dan lokasi usaha budidaya (pemetaan), desain dan konstruksi
kolam secara menyeluruh, Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi di
atas dapat melalui :
1. Pengamatan secara langsung di lapangan
2. Interview atau wawancara dengan pemilik kolam
3. Diskusi
Informasi yang harus diketahui pada saat pengambilan data di lapangan
adalah sebagai berikut.
a. Gambaran detil letak kolam dan jarak serta dimensinya.
b. Gambaran letak dan posisi rumah atau bangunan lainnya
c. Ukuran dimensi kolam dan pekarangan dari rumah/saluran/bangunan lain
d. Pintu air pemasukan dan pengeluaran
e. Pengelolaan kualitas air dan resirkulasi air.
f. Identifikasi sosial dan ekonomi serta ketertarikan/peminatan pemilik
kolam terhadap budidaya perikanan.
2. Analisis Data
Data yang langsung diperoleh berupa data primer yaitu data dari pengamatan
secara langsung di lapangan. Untuk menambah kevalidan data, maka ditunjang
dengan data skunder yang brasal dari literatur penunjang yang relevan. Mahasiswa
diharapkan dapat menganalisis kondisi yang sesungguhnya yang ada di lapangan
disertai dengan landasan teori yang ada sehingga dapat menarik suatu kesimpulan
tentang usaha budidaya ikan yang diamati.
V. TATA LETAK DAN DIMENSI
TERSIER 5
BATAS PEKARANGAN BAPAK PADILAN
Rembesan 12,5 m
5 m
KOLAM 30 m
5m
BATAS PEKARANGAN BAPAK KARYANTO
BATAS PEKARANGAN BAPAK MARWAN
S
P
D
SALURAN
QUARTER
KOLAM 30 m
10 m
Limpasan 30 m x 7 m
SALURAN
QUARTER
S
P
D
RUMAH 15 m
8 m
Rumah10 m x 8 m
BATAS PEKARANGAN BAPAK PADILAN
BATAS PEKARANGAN BAPAK SUTOMO
KOLAM 37 m10 m
RUMAH 12 m
5 m
BATAS PEKARANGAN BAPAK MARWAN
TERSIER 6
S
P
D
SALURAN
QUARTER
Kolam yang berpotensi40x5 m
Rumah 9,5x9 m
SALURAN
QUARTER
S
P
D
KOLAM 35 m 7 m
Kolam 35x5 m
TATA LETAK DAN DIMENSI
TERSIER 6
BATAS PEKARANGAN BAPAK KARSIM
KOLAM 40 m x 12 m
REMBESAN10 m x 5m
KOLAM 40 m x 11 m
R
U
35M
x
A
12H
KO
LA
M
8x6
KOLAM
BATAS PEKARANGAN BAPAK TROSANI
BATAS PEKARANGAN BAPAK MUHAIMIN
S
P
D
SALURAN
QUARTER
KOLAM 40 m x 10 m
KOLAM 46 m x 10 m
KOLAM 45 m x 11 m
SALURAN
QUARTER
S
P
D
BATAS PEKARANGAN BAPAK KARSIM
BATAS PEKARANGAN BAPAK MULYONO
KOLAM 40 m x 9 m
PENGGILINGAN PADI 12 m x 8 m
R U
18M
x
A
12H
KO
LA
M
44 m
x
10
m 8x6
KOLAM 44 m x 10 m
BATAS PEKARANGAN BAPAK MUHAIMIN
TERSIER 7
S
P
D
SALURAN
QUARTER
KOLAM 46 m x 10 m
REMBESAN 42 m x 9 m
RUMAH
22 m x 11 m
TATA LETAK DAN DIMENSI
TERSIER 9
BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO
KOLAM 30 m
12 m
RUMAH 12 m
8 m
KOLAM 30 m
12 m
BATAS PEKARANGAN BAPAK SAID
BATAS PEKARANGAN BAPAK KURNIADI
S
P
D
SALURAN
QUARTER
RUMAH 8 m5 m
RUMAH 8 m5m
SALURAN
QUARTER
S
P
D
BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO
BATAS PEKARANGAN BAPAK SISWANTO
KOLAM 30 m5 m
RUMAH 11 m5 m
BATAS PEKARANGAN BAPAK KURNIADI
TERSIER 10
S
P
D
SALURAN
QUARTER
KOLAM 25 m5 m
RUMAH 7,5 m5 m
SALURAN
QUARTER
S
P
D
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
TATA LETAK DAN DIMENSI KOLAM YANG BERPOTENSI
Pembahasan
Lokasi rumah bapak Sutomo ini terletak pada tersier 6 rumah kedua,
disamping pekarangan bapak Marwan. Pada pekarangan bapak Sutomo terdapat satu
kolam yang diduga memiliki potensi bagi usaha budidaya perikanan. Kolam dengan
ukuran 40 x 5 m2 ini mulanya dibangun dengan tujuan utama memang diperuntukkan
untuk kolam budidaya ikan. Pak Sutomo memiliki rencana membuat kolam tersebut
untuk dijadikan kolam budidaya, karena pada saat itu dari pihak pemerintah setempat
ada yang berjanji akan memberikan jaminan bantuan berupa benih ikan untuk
budidaya, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak terpenuhi sehingga kolam
PEKARANGAN BAPAK MARWAN
TERSIER 6
RUMAH 9,5m
9m
KOLAM YANG BERPOTENSI 40 m
5 m
KOLAM 45x11
SALURAN
QUARTER
S
P
D
menjadi terbengkalai. Pemakaian kolam saat ini hanya untuk menampung aliran air
pada saat kondisi pasang.
Kondisi hidrologi air pada bulan Februari sampai dengan September yaitu
kemarau, dan untuk bulan Oktober sampai dengan November baru mulai pasang,
sedangkan pada bulan November sampai dengan Januari air mulai pasang besar.
Berdasarkan hasil penguukuran kualitas air pada kolam di lapangan,
diperoleh data yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan potensinya sebagai
kolam budidaya. Hasil pengukuran kualitas air tersebut yakni sebagai berikut: suhu
air kolam 30 °C, pH air 5, kecerahan 40 cm dan kedalaman 80 cm. Kolam ini dekat
dengan sumber air dan memiliki inlet serta outlet yang tersedia dalam kondisi baik
sehingga dapat mendukung proses budidaya.
Apabila tiba musim kemarau, pak Sutomo memiliki keinginan untuk
menggali kolam kembali, karena ada kemauan ingin melakukan budidaya ikan yang
hasilnya digunakan sebagai konsumsi rumah tangga dan selanjutnya bila hasil
budidaya meningkat maka akan dijadikan usaha jual beli ikan konsumsi.
Pembahasan
Pekarangan bapak Muhaimin terletak pada tersier 7 rumah pertama,
pekarangan pak Muhaimin terletak diantara pekaranagan milik bapak Karsim dan
Mulyono. Pada pekarangan bapak Muhaimin terdapat dua kolam yang
direkomendasikan berpotensi bagi usaha budidaya perikanan. Masing-masing kolam
tersebut memiliki ukuran 14 x 8 m2, dengan kedalaman 60 cm untuk kolam pertama
dan 45 cm untuk kolam kedua.
Jarak dari kolam menuju SPD cukup dekat yakni hanya sekitar 5 m.
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kualitas air di kolam diperoleh hasil yakni
antara lain suhu perairan 31°C, pH air 5, kecerahan untuk setiap kolam adalah 19 cm.
Pada kolam ini tersedia inlet dan outlet yang baik untuk aliran air sehingga dapat
dijadikan pertimbangan sebagai salah satu kolam berpotensi untuk budidaya. Adapun
BATAS PEKARANGAN BAPAK KARSIM
BATAS PEKARANGAN BAPAK MULYONO
KOLAM BERPOTENSI DUA14 m x 8 m
PENGGILINGAN PADI 8 m x 4 m
RU
MA
H
BA
PAK
M
UH
AIM
IN12
m x
5 m
KO
LA
M
BE
RP
OT
EN
SI
SA
TU
14
m
x 8
m
8x6
S
P
D
jenis-jenis ikan yang bisa dibudidayakan di kolam ini seperti lele, betok, gabus,
baung, dll.
Pembahasan
Pekarangan milik bapak Said terletak pada tersier 9, rumah ketiga. Kolam
yang terdapat pada pekarangan pak Said ini memiliki ukuran 30 x 12 m2 dengan
jarak 12 m dari SPD. Berdasarkan sejarahnya kolam ini dibuat dengan tujuan untuk
mengambi tanah, untuk dijadikan bahan baku pembuatan batu bata sebagai bahan
bangunan pembuatan rumah. Namun karena tidak diolah, pemakaian kolam saat ini
hanya untuk menampung aliran air pada saat kondisi pasang.
Kondisi hidrologi air pada bulan Februari sampai dengan September yaitu
kemarau, dan untuk bulan Oktober sampai dengan November baru mulai pasang,
sedangkan pada bulan November sampai dengan Januari air mulai pasang besar.
Berdasarkan pengukuran dan pengambilan data kualitas air kolam di
lapangan diperoleh hasil pengukuran seperti suhu perairan 28 °C dengan pH air 6,
kedalaman 50 cm serta kecerahan 36 cm. Kolam ini direkomendasikan berpotensi
sebagai kolam budidaya karena dekat dengan sumber air dan memiliki saluran inlet
serta outlet yang cukup baik.
BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO
TERSIER 9
S
P
D
SALURAN
QUARTER
KOLAM YANG BERPOTENSI 30m
12m
RUMAH BAPAK SAID
12m x 8m
Bapak Said memiliki minat untuk melakukan budidaya ikan, namun karena
kurangnya ketersediaan tenaga kerja yang mampu mengontrol kolam budidaya
tersebut maka ia belum berminat untuk melakukan usaha budidaya tersebut.
Pembahasan
Pekarangan bapak Kurniadi berada pada tersier 10, diantara pekarangan milik
bapak Sunarmo dan Siswanto. Menurut hasil observasi dan pengambilan data
dilapangan didapatkan data untuk hasil pengukuran kualitas air yakni antara lain
suhu perairannya 28°C dengan pH air 5, kedalaman kolam 80 cm dan kecerahan
kolam 60 cm.
Kolam berukuran cukup luas dengan panjang kolam 30 m dan lebar kolam 5
m ini dapat dikembangkan menjadi kolam budidaya karena beberapa faktor
pendukung yang menunjang seperti kualitas air kolam serta konstruksi kolam yang
cukup baik. Selain itu tersedianya inlet dan outlet dalam kondisi baik juga menjadi
pertimbangan untuk budidaya ikan pada kolam tersebut.
BATAS PEKARANGAN BAPAK SUNARMO
BATAS PEKARANGAN BAPAK SISWANTO
SALURAN
QUARTER
S
P
D
KOLAM BERPOTENSI 30m
5m
RUMAH BAPAK KURNIADI
12 m x 5m
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diperoleh data bahwa hampir seluruh
kolam yang ada di setiap pekarangan rumah warga dibuat dengan tujuan utama
yaitu mengambil tanah kolam yang digunakan untuk menimbun atau membuat
rumah.
2. Minimnya dana, kurangnya tenaga kerja, serta sulitnya distribusi pemasaran
untuk hasil produksi merupakan sebagian kendala, atau alasan kurangnya minat
warga untuk menjadi pembudidaya ikan.
3. Dari hasil pengamatan terhadap konstruksi serta pengukuran kualitas air kolam
yang kelompok kami lakukan, terdapat 4 kolam yang dapat direkomendasikan
untuk djadikan kolam budidaya ikan.
4. Beberapa contoh spesies ikan yang dapat dibudidayakan di kolam budidaya Desa
Telang Karya ini antara lain adalah ikan lele, patin dan nila.
B. Saran
Sebaiknya diadakan penyuluhan perikanan bagi warga Desa Telang Karya ini
untuk menambah wawasan dan minat mereka dalam membudidayakan ikan sebagai
salah satu sumber daya perikanan yang menjanjikan, serta didirikan suatu agen
pendistribusian benih dan hasil produksi budidaya untuk mempermudah warga dalam
melakukan pemasaran.
DAFTAR PUSTKA
Amri dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Bruton. M.N. 1979. The food and feeding behavior of Clarias gariepinus (Pisces: Clariidae) in Lake Sibaya, South Africa, with emphasis on its role as a predator of civhlids. Trans. Zool. Soc. Lond., 35 (1) : 47-114
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.
Ghufran,M. 2007. Budi daya Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung
Heru, S. 2010. Budidaya ikan di pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Khairuman dan Khairul Amri. 2008. Membuat Pakan Buatan.PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Kordi, K., M. Ghufran, H. 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Pillay, T.V.R. 1993. Aquaculture Principles and Practices.Fishing News Book. England. 575 p.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Bogor.
Susanto. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta