Laporan 2

9
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak bumi (fossil fuel) merupakan sumberdaya yang tak dapat diperbaharui. Cepat atau lambat, minyak dunia akan habis. Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, tanaman menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Oleh karena itu, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C 2 H 5 OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Produk bioetanol yang memenuhi standar, hampir bisa dikatakan tidak mempunyai efek samping yang merugikan selama dipakai memenuhi kriteria. Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal tebu atau molasses dimana gula dapat langsung dikonversi menjadi etanol atau yang menghasilkan tepung seperti jagung, singkong dan gandum disamping bahan lainnya. Pembuatan bioetanol melibatkan proses fermentasi yang menghasilkan etanol dan limbah organik. Molase merupakan produk sampingan dari industri pengolahan gula tebu atau gula bit yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. Kandungan sukrosa, fruktosa dan glukosa dalam molase cukup tinggi dan mudah diuraikan oleh yeast menjadi bioethanol pada proses fermentasi sehingga dapat digunakan sebagai sumber yang baik untuk pembuatan bioetanol. Yeast yang digunakan dalam proses fermentasi pada praktikum kali ini yaitu Saccharomyces cereviseae. Pada proses fermentasi kondisi operasi yang ditentukan berlangsung pada

description

laporan bioind 2

Transcript of Laporan 2

PENDAHULUANLatar BelakangMinyak bumi (fossil fuel) merupakan sumberdaya yang tak dapat diperbaharui. Cepat atau lambat, minyak dunia akan habis. Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, tanaman menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Oleh karena itu, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Produk bioetanol yang memenuhi standar, hampir bisa dikatakan tidak mempunyai efek samping yang merugikan selama dipakai memenuhi kriteria. Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal tebu atau molasses dimana gula dapat langsung dikonversi menjadi etanol atau yang menghasilkan tepung seperti jagung, singkong dan gandum disamping bahan lainnya. Pembuatan bioetanol melibatkan proses fermentasi yang menghasilkan etanol dan limbah organik. Molase merupakan produk sampingan dari industri pengolahan gula tebu atau gula bit yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. Kandungan sukrosa, fruktosa dan glukosa dalam molase cukup tinggi dan mudah diuraikan oleh yeast menjadi bioethanol pada proses fermentasi sehingga dapat digunakan sebagai sumber yang baik untuk pembuatan bioetanol. Yeast yang digunakan dalam proses fermentasi pada praktikum kali ini yaitu Saccharomyces cereviseae. Pada proses fermentasi kondisi operasi yang ditentukan berlangsung pada tekanan atmosfer dan suhu ambient, selain itu bahan baku yang digunakan bersifat renewable. Perbedaan waktu fermentasi juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang terjadi selama proses fermentasi.Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan pengujian produksi bioetanol berbahan baku molases dengan menggunakan biakan Saccharomyces cereviseae, dimana terdapat perbedaan lamanya waktu fermentasi yang mempengaruhi karakteristik produk bioethanol yang dihasilkan. TujuanPraktikum ini bertujuan untuk memproduksi bioetanol berbahan baku molases dengan biakan Saccharomyces cereviseae, dan melakukan pengamatan tentang jumlah gas yang tebentuk, pH, kadar gula sisa, kadar alkohol pada produk akhir.METODOLOGIAlat dan BahanAlat yang digunakan pada praktikum ini adalah erlenmeyer, pipet, gelas piala, kertas pH, otoklaf, lup, tabung ulir, leher angsa, spektrofotometer, pH meter, oven, destilator, dan alkoholmeter.Bahan yang digunakan adalah biakan Saccharomyces cereviseae, molasses, akuades, larutan urea, asam sulfat 10%, alkohol, larutan DNS.

Metode

1. Produksi Bioetanol

2. Jumlah Gas Terbentuk

3. Ph

4. Kadar Gula Sisa

5. Biomassa Kering

6. Absorbansi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan etanol adalah: pH media, temperatur, oksigen, dan substrat. Untuk pertumbuhannya, yeast memerlukan enersi yang berasal dari karbon. Gula adalah substrat yang lebih disukai. Oleh karenanya konsentrasi gula sangat mempengaruhi kuantitas alkohol yang dihasilkan. Kandungan gas karbondioksida sebesar 15 gram per liter (kira-kira 7,2 atm) akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan yeast.1. pH

pH dari media sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai pH minimal, maksimal, dan optimal untuk pertumbuhannya. PH optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah antara 36 (Judoamidjojo, 1992). pH yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga proses konversi substrat pun tergangu. Untuk itu perlu ditambahkan asam untuk menurunkan PH sampai kondisi optimal.Demikian pula jika PH terlalu rendah maka Saccharomyces cerevisiae tidak dapat tumbuh, jadi perlu ditambahkan basa sampai berada pada kondisi optimum.2. Temperatur

Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan minimal untuk pertumbuhannya. Temperatur optimal untuk yeast berkisar antara 25-30 C dan temperatur maksimal antara 35-47 C. Beberapa jenis yeast dapat hidup pada 11 suhu 0 C. Temperatur selama fermentasi perlu mendapatkan perhatian, karena disamping temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap pertumbuhan yeast juga mempengaruhi komposisi produk akhir. Pada temperatur yang terlalu tinggi akan menonaktifkan yeast. Pada temperatur yang terlalu rendah yeast akan menjadi tidak aktif. Selama proses fermentasi akan terjadi pembebasan panas sehingga akan lebih baik apabila pada tangki fermentasi dilengkapi dengan unit pendingin (Fardiaz, 1992).

3. Oksigen

Berdasarkan kemampuannya untuk mempergunakan oksigen bebas, mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: aerob apabila untuk pertumbuhannya mikroorganisme memerlukan oksigen, anaerob apabila mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada keadaan tanpa oksigen, dan fakultatif apabila dapat tumbuh dengan baik pada keadaan ada oksigen bebas maupun tidak ada oksigen bebas. Sebagian besar yeast merupakan mikroorganisme aerob. Yeast Saccharomyces cerevisiae merupakan kultur aerob akan menghasilkan alkohol dalam jumlah yang lebih besar. Jadi pada pembuatan bioetanol pengaturan oksigen dibuat cukup dan jangan sampai kekurangan karena dapat mengurangi kecepatan aktifitas mikroba dan konversi substrat menjadi etanol semakin lambat. (Fardiaz, 1992).4. Substrat

Mikrobia memerlukan substrat yang mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhannya. Substrat merupakan bahan baku fermentasi yang mengandung nutrient-nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh maupun menghasilkan produk fermentasi. Nutrient yang paling dibutuhkan oleh mikroba baik untuk tumbuh maupun untuk menghasilkan produk fermentasi adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber karbon yang berfungsi sebagai penghasil energy bagi mikroba,sedangkan nutrient lain seperti protein dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit daripada karbohidrat. Pada proses pembuatan bioetanol dibutuhkan substrat karbon (glukosa) dan nitrogen yang cukup, sebab yang akan dikonfersi menjadi etanol adalah substrat yang mengandung gula.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa produksi gas sedikit mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya lama fermentasi meskipun pertambahannya tidak signifikan. Hal ini menunjukkan adanya kestabilan produk gas dari awal hingga akhir fermentasi. Gas yang terbentuk saat proses fermentasi yaitu gas karbonioksida (CO2).Jumlah gas CO2 ini menunjukkan seberapa banyak etanol yang terbentuk. Setiap molekul glukosa akan menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol karbondioksida, dan melepaskan energi. Gas yang dihasilkan akan menguap sehingga akan terjadi pengurangan bobot dari bobot labu awal yang berisi media dan mikroba sebelum diinkubasi.Semakin lama proses fermentasi maka gas CO2 yang terbentuk juga akan semakin banyak. Kondisi ini tidak baik untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dan juga untuk proses fermentasi bioetanol. Menurut Datar et al. 2004, dengan adanya produksi gas selama proses fermentasi maka pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae akan berhenti meskipun Saccharomyces cerevisiae masih dalam keadaan hidup. Kemudian akan mulai menghasilkan alcohol kembali jika gas CO2 dihilangkan. Hal ini sesuai dengan praktikum yang dijalankan, semakin lama proses fermentasi yang dilakukan semakin banyak pula gas yang terbentuk. Percobaaan yang dilakukan tanpa fermentasi gas CO2 yang dihasilkan sebesar 0,25, sedangkan pada fermentasi 24 jam hasil yang diperoleh -8.16. Hal ini tidak sesuai dengan literature kesalahan yang mungkin terjadi karena kurang teliti dalam penimbangan bobot, misalnya kesalahan kaliberasi. Kesalahan juga bisa terjadi karena ketidaktepatan dalam melihat bobot yang terukur (kesalahan paralaks). Untuk fermentasi 48 jam gas yang terbentuk sebesar 0.1. Hal ini meningkat hingga hari berikutnya pada fermentasi 72 jam gas yang terbentuk sebesar 0.2 dan sangat memuncak pada jam ke-96 jam yaitu sebesar 2.12. Judoamidjojo. 1992. Teknologi Fermentasi. Edisi 1 cetakan 1. Jakarta: Rajawali Press.Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Datar R. P., R.M.Shenkman,B.G.Cateni,R.L.Huhnke,R.S. Lewis. 2004. Fermentation of biomass-generated producer gas to ethanol. Biotechnology and Bioengineering. 86)(5):587594.)START

Molases diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 4 dalam erlenmeyer sebanyak 450 ml , kemudian dibuat larutan urea dengan konsentrasi 1 g/L sebanyak 50 ml

Kedua larutan tersebut diatur pH-nya menjadi 4,5 dengan menggunakan asam sulfat encer, lalu dibagi masing-masing menjadi 5 bagian (molases di erlenmeyer, sedangkan urea dalam tabung ulir)

Kemudian disterilisasikan dalam 121oC selama 15 menit dan dinginkan

Larutan dicampurkan dan diinokulasi dengan biakan Saccharomyces cereviseae sebanyak 1 lup kedalam labu erlenmeyer

Labu erlenmeyer ditutup dengan leher angsa yang diisi dengan larutan asam sulfat 10%.

Sebelum diinokulasi, untuk jam ke 0 diambil sebanyak 10 ml campuran media steril untuk blanko spektrofotometer dan langsung diamati, tidak digunakan leher angsa. Sebelum diinkubasi ,labu erlenmeyer ditimbang dan diberi label (0, 24, 48, 72, 96)

END

START

Labu erlenmeyer pada jam pengamatan ditimbang

Nilai tersebut dikurangi dengan nilai berat labu Erlenmeyer sebelum diinkubasi.

END

START

pH meter dicelup kedalam produk akhir kemudian dibaca nilai yang tertera

Setelah digunakan, pH meter dibilas menggunakan akuades dan dimatikan

END

START

Molases diambil sebanyak 0.5 ml dan dimasukkan ke labu tera 100 ml, dtambahkan akuades sampai tanda teranilai yang tertera

Lalu dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm menggunakan spektrofotometer

Sampel molases yang telah diencerkan diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke tabung ulir, kemudian ditambah 3 ml DNS

Kadar gula sisa diukur dengan memplotkan absorbansi pada kurva standar

END

START

Molases dimasukkan kedalam kuvet dan di sentrifuse selama 15 menit

Endapan diambil dan dikeringkan dalam wadah pada oven 50 C, 24 jam

Biomassa adalah bobot endapan hasil sentrifugasi kering per jumlah sampel semula

END

START

Filtrat hasil sentrifugasi dipindahkan ke tabung reaksi dan ditambahkan DNS, divortex dan dipanaskan selama 5 menit

Diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan = 550 nm

END