Lapkas Skizofrenia Residual
description
Transcript of Lapkas Skizofrenia Residual
الرحيمم الرحمن الله بس
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tahun : Jakarta, 14 Juni 1977
Usia : 36 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Depok
Suku-bangsa : Betawi
Pendidikan : SMA
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk RSJIK : 14 februari 2013
Rawat inap : 3 kali
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Berdasarkan :
Autoanamnesis : Diambil tanggal 14 Februari 2013
Alloanamnesis : Diambil tanggal 14 Februari 2013, dengan suami
pasien
A. Keluhan Utama
Pasien merasa gelisah sejak 2 hari SMRS
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesis :
Menurut pasien dirinya dibawa ke RSIJK oleh suami dan
kakaknya dengan keluhan gelisah semenjak 2 hari SMRS, keluhan juga
1
dirasakan takut, bingung dan pandangan kosong serta jantung
berdebar. Sebelumnya pasien tidak bisa tidur sejak 2 hari dikarenakan
merasa cemas dan takut setelah mengikuti pengajian yang bertema hari
kiamat. Pasien merasa hari kiamat tidak akan lama lagi tiba dan pasien
merasa dirinya akan menjadi dajjal. Seolah-olah akan tumbuh tanduk
di kepala kanan dan kirinya. Gejala seperti ini timbul setelah dia lelah
menghafalkan surat-surat Al-Quran sedangkan dirinya sulit untuk tidur
malam. Meurut pasien dirinya sering timbul gejala cemas, takut,
gelisah, pikiran terus menerus berulang, bicara kacau dan terkadang
perilaku yang tidak terkontrol olehnya saat dirinya lelah dan sulit tidur.
Bahakan beberapa bulan yang lalu sampai terdengar bisikan-bisikan
yang aneh tanpa ada seorangpun disampingnya. Di saat-saat tertentu
diriya lebih senang menyendiri.
Saat ini pasien menyangkal adanya bisikan-bisikan yang tidak
jelas, penglihatan yang aneh, merasa ada yang mengikutinya,
kecurigaan yang tinggi pada orang lain, percobaan bunuh diri, merasa
dirinya mempunyai keahlian khusus yang orang lain tidak memiliknya,
dan bermimpi yang mengerikan atau aneh.
Alloanamnesis :
Menurut suaminya, pasien mengalamai gangguan sering
merasa takut dan cemas ada semenjak kuliah di perguruan tinggi.
Pasien sering merasakan hal-hal yang berlebihan ketika mendengar
atau menerima informasi yang menakutkan sampai terbawa pikiran
terus menerus dan menimbukan gejala-gejala cemas. Saat tahun 2009
pasien pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan akan melompat
dari atap rumah. Bahkan pasien merasakan bahwa setiap orang yang
berhadapan dengannya bersikap sinis dan selalu memelototinnya
sering berbicara sendiri, sulit tidur dan perasaan cemas yang
berlebihan. Sempat menggap suaminya itu adalah jin yang menyamar
sebagai sebagai suaminya. 2 hari sebelum masuk RSJI pasien mulai
sulit tidur dan kelelahan karena kegiatan pengajianya yang
menyarankan untuk menghafal beberapa surat Al-Quran. Dan 1 hari
kemudian timbullah suasana hati gelisah, takut, cemas dan marah-
2
marah sampai memecahkan gelas. Menurutnya memang akhir-akhir
ini pasien jarang minum obat.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Gangguan Psikiatri
Pasien mengatakan sebelumnya pernah 3 kali masuk RSJI
klender pada tahun 2009 dan 2013 dikarenakan keluhan yang sama
dengan penyebab yang berbeda. Pada tahun 2011 pasien dibawa ke
RSJI karena masalah pekerjaan sebagai pengawas badan nuklir yang
terlalu berat dan lingkungan pekerjaan yang tidak kondusif.
Menurutnya beberapa karyawan lain tidak senang dan sering
membicarakan dirinya. Pasien beranggapan jika sebagian
pekerjaannya itu seharusnya tugas mereka yang ditumpuk kepada
dirinya dikarenakan dirinya merupakan karyawan baru. Akibat dari
lingkungan pekerjaannya itu pasien merasa depresi, cemas, sulit tidur
karena memikirkan keadaan ini, mudah marah dan berperilaku tidak
terkontrol. Saat itu pasien juga merasakan adanya bisikan. Dan
akhirnya pasien pun resign dari pekerjaannya itu.
b. Gangguan Medik
Tidak ada keluhan. Pasien tidak memiliki kelainan bawaan sejak lahir
dan tidak pernah menderita sakit berat sampai dirawat di RS, juga
tidak memiliki riwayat kejang dan trauma kepala.
c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak merokok dan tidak minum-minuman beralkohol. Pasien
juga tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang dan zat
psikotropika lainnya.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
Menurut pasien, selama kehamilan ibu pasien sehat dan ia tidak
pernah mengalami sakit atau hal-hal yang dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin. Pasien dilahirkan cukup bulan, spontan
3
dengan persalinan normal tanpa adanya trauma pada jalan lahir dan
kelainan bawaan, ditolong oleh seorang bidan. Kelahiran pasien
dikehendaki orangtuanya, tidak ada penggunaan obat atau zat-zat
yang berbahaya pada kehamilannya. Ibu pasien tidak ingat BB
maupun TB pasien saat lahir.
b. Masa kanak-kanak dini (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh orangtuanya dan diberi ASI. Pasien tidak pernah
mengalami kejang ataupun trauma pada kepalanya. Pasien juga tidak
pernah mengalami kesulitan makan dan tidak ada gangguan pada pola
tidurnya. Pasien tumbuh dan kembang secara normal seperti anak
seusianya (belajar berdiri, berjalan, berbicara dan mengontrol BAB
dan BAK), pasien aktif berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman
sebayanya, lebih suka bermain dengan teman sebayanya atau saudar-
saudaranya.
Pasien juga tidak mempunyai gangguan perilaku seperi sering
ketakutan, maupun mimpi-mimpi buruk.
c. Masa kanak-kanak dini (3-11 tahun)
Secara fisik, pasien tumbuh seperti anak-anak seusianya. Pasien tidak
ada kesulitan dan masalah dengan lingkungan sekitarnya dan
pendidikan formalnya. Sehari-hari pasien bersifat pendiam tapi
mudah bergaul dan dekat dengan keluarganya. Pasien mengaku
mendapat pendidikan agama dari sekolah dan orang tuanya.
d. Masa pubertas dan remaja
Hubungan Sosial
Pasien mengaku mempunyai banyak teman akan tetapi pasien sedikit
sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru karena sifat
pendiamnya. Pasien juga mengaku dapat dekat dengan orang tua,
kakak serta adik pasien dan juga dapat dekat teman-temannya, baik
yang berada di lingkungan rumah ataupun di lingkungan sekolahnya.
Riwayat pendidikan formal
Selama bersekolah pasien tidak pernah tinggal kelas, pasien lumayan
anak yang pintar. Pasien tidak pernah dihukum dan selalu mematuhi
peraturan disekolahnya. Setelah lulus SMA, pasien berusaha mencari
4
dan melamar pekerjaan dan pada akhirnya pasien diterima disebuah
perusahaan swasta.
Perkembangan motorik dan kognitif
Dalam perkembangan fisik, pasien terlihat sesuai dengan usianya dan
dalam perkembangan kognitifnya tidak terlihat adanya gangguan
(dalam batas normal). Pasien juga tidak mengalami kesulitan dalam
belajar.
Gangguan emosi dan fisik
Pasien tidak pernah terlibat dalam masalah kenakalan remaja. Pasien
tidak pernah berkelahi dengan teman maupun saudara-saudaranya dan
pasien tidak pernah marah pada kedua orang tuanya.
Riwayat psikoseksual
Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan psikoseksual. Pasien
mangaku hanya 1 kali menjalin hubungan khusus dengan laki-laki
yang sekang menjadi suaminya.
E. Masa Dewasa
Riwayat pekerjaan
Setelah lulus kuliah pasien melanjutkan untuk bekerja. Pada tahun
2009 mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil dibidang
badan pengawasan teknologi nuklir.
Riwayat sosial
Pasien mengaku mempunyai banyak teman khususnya ibu-ibu
pengajian dilingkungan rumahnya.
F. Riwayat Keluarga
5
SKEMA KELUARGA
Keterangan Gambar :
Laki-laki Meninggal dunia
Perempuan
Pasien
Pasien adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara, ibu pasien meninggal pada tahun
1981 waktu melahirkan anak terakhir, saat itu pasien berumur 10 tahun,
kemudian 3 tahun kemudian ayah pasien meninggal karena di bunuh oleh
perampok.
Kakak pertama perempuan telah menikah dan memiliki 2 orang anak
tinggal di daerah Cakung
Kakak kedua laki-laki, Meninggal pada tahun 2006 karena menderita
penyakit Liver
Kakak ketiga laki-laki, menikah, punya 3 orang
Anak ke 4 adalah pasien.
Adik pasien pertama, anak ke 5 telah meninggal pada tahun 1986
6
Adik pasien kedua, anak ke 6, menikah, punya 3 orang anak dan tinggal
berdekatan dengan kakak pertama.
III. STATUS MENTAL.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien seorang wanita, 36 tahun, tinggi badan ± 160 cm, berbadan
proporsional, penampilan sesuai dengan usianya, berkulit sawo matang.
Pasien berpakaian rapi dan bersih disetiap harinya selalu menggunakan
jilbab yang tidak pernah dilepas, kuku tangan dan kakinya terlihat rapi,
bersih dan pendek-pendek.
2. Aktivitas dan Perilaku Psikomotor
Aktivitas motorik pasien bagus, kooperatif, sopan dan menjawab semua
pertanyaan dengan baik. Gaya berjalan pada pasien ini baik. Selama
wawancara, pasien duduk dengan tenang dan tidak ada gerakan isyarat
atau kedutan. Perilaku pasien baik.
3. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan pelan, sopan dan teratur serta menjawab
pertanyaan dengan baik.
Kecepatan : Sedang
Volume : Sedang
Irama : Teratur
Kelancaran : Lancar, tidak gagap dan spontan
4. Sikap terhadap pemeriksaan
Pasien kooperatif, sopan, kontak mata baik, menjawab pertanyaan dengan
baik, perhatian cukup dan bersahabat.
B. Keadaan afektif
Suasana perasaan / mood : Ketakutan
Afek / ekspresi afektif : Datar
Emosi : Tidak sesuai
Keserasian : Tidak serasi dengan yang dibicarakan
Dapat diraba atau dirasakan oleh pemeriksa : Tidak dapat dirasakan
7
C. Gangguan persepsi
Halusinasi :
- Auditorik : Ada
- Visual : Tidak ada
- Taktil : Tidak ada.
- Olfaktorik : Tidak ada.
- Gustatorik : Tidak ada.
(sekarang, 14 februari 2008, pasien tidak pernah mendengar bisikan)
Ilusi : tidak ada.
Derealisasi : tidak ada.
Depersonalisasi : tidak ada.
D. Gangguan pikir
Proses pikir
- Produktifitas : Cukup ide.
- Kontinuitas : - Blocking : tidak ada.
- Assosiasi longgar : tidak ada.
- Inkoherensi : tidak ada.
- Word salad : tidak ada.
- Neologisme : tidak ada.
- Flight of ideas : tidak ada.
Isi pikir
- Preokupasi : Keinginan untuk pulang
Gangguan isi pikiran
a. waham : waham curiga dan bizzare
b. idea of reference : tidak ada.
c. thought echo : ada.
d. thought broadcasting : tidak ada.
e. thought withdrawal : ada.
f. thought insertion : tidak ada.
E. Fungsi kognitif dan penginderaan
Kesadaran : Compos Mentis
Orientasi
8
o Waktu : Kurang baik (pasien tidak tahu hari, tanggal
wawancara).
o Tempat : Baik (pasien tahu bahwa ia berada di RSIJ Klender).
o Orang : Baik (pasien mengetahui bahwa ia diwawancarai
dokter muda).
Konsentrasi : Baik
Daya ingat :
o Jangka panjang : Baik (pasien dapat mengingat saat masa kecilnya)
o Jangka pendek : Baik (pasien dapat mengingat jam berapa dia tidur
semalam)
o Segera : Baik (pasien dapat mengingat nama dokter yang
merawatnya)
Pemikiran abstrak : Baik (pasien dapat membedakan bentuk
jeruk dan apel)
Visuospasial : Baik (pasien dapat menghitung
pengurangani).
Intelegensi dan pengetahuan umum : Baik (pasien dapat
mengetahui nama presiden dan wakil presiden RI sekarang).
F. Daya nilai
Penilaian social : Baik ( pasien dapat menyelamatkan dirinya
apabila dalam keadaan berbahaya )
Uji daya nilai : Baik ( pasien akan mengembalikan dompet bila
tidak sengaja menemukannya dijalan ).
G. Tilikan
Derajat IV : Pasien mengatakan kalau dirinya sakit.
H. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya.
I. Hubungan antara anak dan orang tua :
Komunikasi antara pasien dengan orang tuanya terjalin baik.
9
IV. STATUS FISIK
1. Status internus
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Suhu : 36,3 0C
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
2. Status neurologis
Gangguan rangsang meningeal : tidak ada
Mata
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi : baik
Bentuk pupil : bulat, isokor
Rangsang cahaya : +/+
Motorik
Tonus : baik
Turgor : baik
Kekuatan : baik
Koordinasi : baik
Refleksi : baik
Keahlian khusus : tidak ada
3. Ikhtisar penemuan bermakna
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Mood : ketakutan
3. Ekspresi afek : Datar
4. Emosi : Tidak serasi dengan yang dibicarakan
5. Gangguan persepsi :
6. Gangguan proses pikir :
7. Gangguan isi pikir :
8. Tilikan : Derajat IV
9. Obat-obat yang dipakai :
10. Faktor stressor :
11. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
10
V. EVALUASI MULTIAKSIS
* Aksis I : Skizofrenia residual
* Aksis II : Ciri kepribadian cemas
* Aksis III :
* Aksis IV :
* Aksis V : GAF 55
- fungsi pekerjaan : pasien masih dapat melakukan pekerjaannya sebagai
IRT meskipun kualitasnya menurun.
- fungsi merawat diri : pasien masih mampu untuk
mengurus dirinya sendiri.
VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Gangguan cemas menyuluruh
VII. DAFTAR PROBLEM
1. Problem organobiologik : tidak ada
2. Problem patologis dan perilaku:
- Halusinasi : audotorik (ada)
visual (tidak ada)
olfaktorik (tidak ada)
- waham : kebesaran (tidak ada)
VIII. RENCANA TERAPI
1. Psikofarmakologi
- Luftein 2 x 25 mg
- Ridperidon 2 x 2 mg
- Aprazolam 2 x 1 mg
2. Psikoterapi
Suportif
Memberikan dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar pasien lebih
11
terbuka bila mempunyai masalah dan jangan memperberat pikiran
dalam menanggapi sebuah masalah terlalu serius dan berlebihan.
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yangn timbul
akibat cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi.
Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama-sama dengan pasien yang
diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan
pasien.
3. Religius
Bimbingan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai ajaran agama.
Dan tidak baik jika menangapi sesuatu yang berlebihan.
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
SKIZOFRENIA
A. Pengertian
12
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak
aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya.
Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik
dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan
lain-lain.
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil
terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom
gangguan skizofrenia, yaitu : fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil
akhir yang ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi
dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga.
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi,
biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran,
persepsi serta emosi.
B. Epidemiologi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang
dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya
terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25
tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki
laki dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah
penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita
skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil
melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda
dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira-kira 30%
sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar
penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk
karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan
pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi
nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita
skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok
13
meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan
parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai
pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan
bahwa menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.
C. Etiologi
Model diatesis-stress, menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor
psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang
memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi
skizofrenia. Secara somatogenik, etiologi penyebab skizofrenia antara lain:
Faktor Biologi
1. Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang
terhadap skizofrenia.
2. Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan
bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan
meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
Faktor Neurotransmitter
1. Dopamin Hyperactivity
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap
gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun
antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi
sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan
pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan
oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.
2. Hipotesis Serotonin
Gaddum, Wooley dan Show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis
reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada
orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali
mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang
14
temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi
dibandingkan reseptordopamin D2.57.
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan
orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa
area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan
mikroskopis dari jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel
otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa
timbul pada trauma otak setelah lahir.
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat
pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia.
Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti paman, bibi,
kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum.
Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan
kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang
40%, satu orang tua 12%.
D. Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul
gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari
satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi:
hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan
fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak
seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-
15
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala-gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial).
Diagnosis: Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Waham bizarre, yaitu isi pikir yang salah yang berlangsung lama dan
tidak dapat dikoreksi. Waham bizarre berupa
“thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
“thought insertion or withdrawal”, yaitu isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).
“thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
“delusion of control”, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar.
“delusion of passivitiy”, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang ”dirinya” = secara
jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus).
“delusional perception”, yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau
mukjizat.
b. Halusinasi auditorik:
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
16
jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian
tubuh.
c. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
d. Inkoherensi, yaitu kata-kata yang diucapkan sudah tidak memiliki
hubungan dan tidak lagi memberikan makna.
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
17
Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan
orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum
25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35%
mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat
memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti: usia tua, faktor pencetus
jelas, onset akut, riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi,
menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala
positif ini akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak
ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak
menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk,
gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps
dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.
E. Klasifikasi Skizofrenia menurut PPDGJ-III
F20.0 Skizofrenia Paranoid
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
F20.2 Skizofrenia Katatonik
F20.3 Skizofrenia Tak Terinci
F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia
F20.5 Skizofrenia Residual
F20.6 Skizofrenia Simpleks
F20.8 Skizofrenia Lainnya
F20.9 Skizofrenia YTT
F. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non
verbal yang buruk seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara
dan posisi tubuh, perawatan didri dan kinerja sosial yang buruk.
18
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah
sangat berkurang (minimal) dan telah sindrm “negatif” dari skizofrenia.
Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut.
PSIKOFISIOLOGI
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan
berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan
koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi
selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut
apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan
sehingga timbul perilaku menarik diri ( withdrawal ).
a. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang
timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga
menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila
suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian atau sedih.
e. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam
apabila diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul
perilaku suicide.1
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg
umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham
19
dapat berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya
dibentuk secara abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak
dijumpai gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi secara intermitten.
Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang yang
berkaitan dengan bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi
waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi
kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas.
Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan
wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah
normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.2
G. Diagnosis Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:
Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan
hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases)
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak,
serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
20
mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut
sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.2,6,7
H. Penatalaksanaan
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia Terdapat 2 kategori
obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional
dan newer atypical antipsycotics.1
a. Antipsikotik Konvensional
---Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine (trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine (chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.3
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan)
yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping
21
yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami
kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval
2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan.
b. Newer Atypcal Antipsycotic4
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya tidak spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan
juga bekerja pada neurotransmitter lain, serta sedikit menimbulkan efek
samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk
menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.1,4
c. Clozaril
---- Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan
antipsikotik atipikal yang pertama. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada
kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel
darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien
yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya
tiap bulan. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila
paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.4
Cara Penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer
(efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen, perbedaan terutama
pada efek samping sekunder.
22
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekuivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang
memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari
golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya
jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan
ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.1,4
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsychotic merupakan terapi pilihan untuk
penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang
ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih
rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat
untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat
gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba
memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu,
sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti
minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek
23
samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek
sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
--Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter
dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting,
diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel
dalam penerapannya.
--Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi
obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik
konvensonal dapat diganti dengan newer atypical antipsychotic atau
diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi
cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas
gagal.4
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan
walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5
pasien yang berhenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia
dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan
sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada
episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.4
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
---- Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu
yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek
samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional yaitu
gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi
lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus
24
bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada
tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya sulfas atropin) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.5
---- Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia
dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding
tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini
dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat
antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan
fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri
pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter
akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.5
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita
Skizofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita
yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat
membantu mengatasi masalah ini.1
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic
malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang
sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam,
penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan
yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
25
istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
---- Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang
singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah
proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika
atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
akan membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep
penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien.
Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi,
26
jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan
atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.1,2
V. PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe
lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya
dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif
kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi
27
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang
tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang
inteligensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan
kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis
reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu
dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone
serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi
terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada
orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
28