lapkas dm
-
Upload
rika-enjelia-putri-hamka -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of lapkas dm
-
7/30/2019 lapkas dm
1/26
1
BAB I
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama : Tn M. J TTL : Cirebon, 31-Desember-1938 Usia : 73 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln.Sumur batu, Jakarta Pusat Tgl dan jam masuk : 20-10-2012
Autoanamnesis:
KU : Luka pada kaki kiri sejak 2 bulan SMRS KT : nyeri, demam, lemas, sering kencing,sering haus dan sering lapar. RPS :
Pasien mengeluh terdapat luka pada kaki kiri sejak 2 bulan SMRS.
Awalnya berupa luka lecet akibat pemakaian sendal kulit. Luka kemudian
makin lama makin melebar hingga berukuruan seperti sekarang. Pasien
mengeluh nyeri pada luka dikaki kirinya, , bengkak (+), kemerahan (+),
nanah (+). Pasien mengatakan sudah berobat di RS 1 bulan yang lalu,
namun luka tersebut belum sembuh. Pasien mengeluh demam sejak 7 jam
SMRS, panas badan tidak terlalu tinggi, dan hilang timbul. Keluhan
menggigil disangkal. Pasien mengeluh mual dan muntah 1x isi makanan.
Batuk (+) hanya sesekali, batuk tidak berdahak. Pasien juga mengeluh
lemas sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sering terbangun tengah
malam untuk kencing sebanyak 3x, sejak 6 bulan SMRS. pasien juga
mengeluh cepat haus dan cepat lapar sejak 6 bulan SMRS. BAB lancar,
-
7/30/2019 lapkas dm
2/26
2
BAK lancar. Pasien memiliki riwayat DM sejak 4 tahun yang lalu, pasien
berobat rutin di puskesmas sejak 1 tahun, dan pasien mnengkonsumsi obat
metformin setiap hari sampai sekarang.
RPD : R.Stroke disangkalR.penyakit.jantung (-)
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat TB paru disangkal oleh pasien
RPK : Ayah : Riwayat DM tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada,
riwayat jantung tidak ada
Ibu : Ibu pasien memiliki riwayat DM, riwayat hipertensi tidakada, riwayat jantung tidak ada
Saudara : Adik pasien memiliki riwayat DM, riwayat hipertensitidak ada, riwayat jantung tidak ada
R.Pengobatan : Pasien sudah berobat ke RS sejak 1 bulan yang lalu,namun lukanya belum sembuh. Pasien rutin berobat DM sejak 1 tahun
yang lalu, pasien minum obat metforminn setiap hari sampai sekarang.
R.Alergi : Alergi obat-obatan disangkalAlergi makanan disangkal.
R.Psikososial : Os memiliki pola makan yang tidak teraturSuka makan makanan yang manis-manis
Jarang makan sayur-sayuraan.
Os jarang berolahraga
-
7/30/2019 lapkas dm
3/26
3
Os merokok selama 50 tahun 2 bungkus rokok setiap
hari, sejak 1 bulan yang lalu pasien mengurangi rokoknya,
yaitu 1 batang perhari.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Napas : 20x/menit Suhu : 36,50 C
Status gizi : BB sebelum sakit : 72 kg BB setelah sakit : 60 kg TB : 160 cm IMT : 23,4 Kesimpulan : Overweight
Status Generalis:
Kepala : rambut hitam tidak rontok, distribusi merata. Mata : Alis mata madarosis (-/-), konjungtiva
anemis(+) /(+), sklera ikterik(-) /(-), refleks pupil (+)/(+), isokor
kanan-kiri.
-
7/30/2019 lapkas dm
4/26
4
Hidung : tidak ada secret, epistaksis(-). Mulut : bibir tampak lembab,lidah bagian tengah tidak
tampak kotor.
Telinga : Normotia (+)/(+) , serumen (-)/ (-) Leher : pembesaran KGB (-)
THORAX
ParuInspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-),scar (-/-),pernapasan
torakoabdominal
Palpasi : Bagian dada tertinggal (-/-),vokal fremitus simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-),
JantungInspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba (+),ICS 5, di garis medial mid
klavikula kiri
Perkusi : Batas Jantung Kanan linea parasternal kanan.
Btas pinggang Jantung ICS 3.linea midclavicala sinistra
Auskultasi : BJ I dan II murni, gallop (-), murmur (-)
ABDOMEN
Inspeksi : scar (-)bentuk perut datar,supel
-
7/30/2019 lapkas dm
5/26
5
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani pada ke-4 kuadran abdomen.
Palpasi : Nyeri epigastrium (-).
Ekstremitas Atas
- Akral hangat : +/+
- Edema : -/-
Ekstremitas Bawah
- Akral hangat : +/+
- Edema : -/-
Tampak luka pada dorsum pedis sinistra sepanjang 3 cm, lebar 2 cmkedalaman 2 cm. Darah (+), pus (+), Nyeri (+), bengkak (+) pada sekitar
luka, Kemerahan (+) Hipestesi ekstermitas bawah sinistra Palpasi arteri dorsalis pedis (+/+),palpasi arteri tibialis posterior (+/+),
arteri poplitea (+/+), palpasi arteri femoralis (+/+).
Foto tanggal 22 Oktober 2012
-
7/30/2019 lapkas dm
6/26
6
Pemeriksaan Penunjang Tanggal 20-10-12
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUKAN
Darah Perifer
Hemoglobin 12,3 g/dL 13,2-17,3
Jumlah Leukosit 16,06 ribu/L 3,60-11,00
Trombosit 292 ribu 150-440
HT 37 % 35-47
SGOT 24 U/L 10-34
SGPT 37 U/L 9-43
Ureum Darah 36 Mg/dL 10-50
Kreatinin Darah 1,5
-
7/30/2019 lapkas dm
7/26
7
berdahak. lemas (+), sejak 6 bulan SMRS poliuri (+),polidipsi (+), polifagi (+).
BAB lancar, BAK lancar. Riwayat DM sejak 4 tahun berobat rutin di puskesmas
sejak 1 tahun. Pada pemeriksaan Fisik ditemukan : TD:120/80 mmHg, Nadi 80
x/menit, Napas: 20x/menit. Status gizi overweight.
Pem.Fis ekstermitas bawah: Tampak luka pada dorsum pedis sinistra
sepanjang 3 cm, lebar 2 cm kedalaman 2 cm. Darah (+), pus (+), Nyeri (+),
bengkak (+) pada sekitar luka, Kemerahan (+), Hipestesi ekstermitas bawah
sinistra. Pada pemeriksaan Lab: Hb 12,3 g/dl , GDS 330 mg/dl.
Daftar Masalah
Ulkus diabetikum Diabetes mellitus tipe 2
ASSESSMENT ULKUS DIABETIKUM
Berdasar hasil anamnesis pasien mengeluh terdapat luka pada kaki kiri sejak
6 bulan SMRS. Awalnya berupa luka lecet akibat pemakaian sendal kulit. Luka
kemudian makin lama makin melebar hingga berukuruan seperti sekarang. Pasien
mengeluh nyeri pada luka dikaki kirinya, , bengkak (+), kemerahan (+), nanah (+).
Luka sulit sembuh. Pasien memiliki riwayat DM sejak 4 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD:120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit,
Napas: 20x/menit. Status gizi overweight. GDS :330 mg/dl
Pada ekstermitas bawah :
Tampak luka pada dorsum pedis sinistra sepanjang 3 cm, lebar 2 cmkedalaman 2 cm. Darah (+), pus (+), Nyeri (+), bengkak (+) pada sekitar
luka, Kemerahan (+)
Hipestesi ekstermitas bawah sinistra
-
7/30/2019 lapkas dm
8/26
8
Palpasi arteri dorsalis pedis (+/+),palpasi arteri tibialis posterior (+/+), arteripoplitea (+/+), palpasi arteri femoralis (+/+).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah perifer lengkapTerapi
Debridement luka Kontrol kadar gula dengan diet, insulin atau oral anti diabetik. Antibiotik spectrum luas,(seperti golongan sefalosporin) ceftriaxone 2x1gr,dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob
(seperti misalnya metronidazol).
ASSESSMENT DM TIPE 2 :
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluh sering terbangun tengah
malam untuk kencing 3x, sejak 6 bulan SMRS. pasien juga mengeluh cepat haus
dan cepat lapar sejak 6 bulan SMRS. pasien mengeluh lemas sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Dm 4 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:, TD:120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit,
Napas: 20x/menit. Status gizi overweight.
Pada.Pem.Lab : GDS : 330 mg/dl.
Rencana terapi :
1. Edukasi (Pola Gaya Hidup) 2. Teraoi gizi Medis: Diet DM 1700 kkal/hari
Berdasarkan rumus Broca.BB ideal = (TB cm-100)kg10%
(160-100)kg -10% = 60-6,0=54 kg.
Kebutuhan Kalori perhari :Kebutuhan Kalori Basal = BB idealx 30 kalori = 54 x 30 = 1620 kalori.
-
7/30/2019 lapkas dm
9/26
9
Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20%= 20%x1620= 324 kalori.
Koreksi karena kelebihan BB = 10%x1620 = 162 kalori.
Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk penderita ini adlah = 1620=324-
162 = 1782 kalori atau 1700 kalori.
1. Karbohidrat 60%=60% x 1700= 1020 kalori karbohdrat yang setara
dengan 225 gram karbohidrat.
2. Protein 20%= 20%x1700=340 kalori protein setara dengan 85 gram
protein.
3. Lemak 20% = 20%x1700 = 340 kalori lemak setara dengan 37,7 gram
lemak.
3. Latihan Jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selam kurang lebih30menit).Latihan jasmani yang bersifat aerobik sperti jalan
kaki,jogging,berenang,dan bersepeda santai.
4.intervensi Farmakologis: Pemberian Obat OHO:Sulfonilurea(diberikan 15- 30 menit sebelum makan) dengan masa kerja
paling singkat. Frekuensi pemberian obat: 1x/hari,pda waktu makan pagi atau
pada makan makanan porsi terbesar
-
7/30/2019 lapkas dm
10/26
10
BAB II
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropatisomatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.2
DEFINISI ULKUS DIABETIC8
Ulkus
Kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringan yang ditimbulkan
oleh terkelupasnya jaringan nekrotik radang.
-
7/30/2019 lapkas dm
11/26
11
Diabetic Ulkus
Ulkus, biasanya di ekstrimitas bawah, yang terjadi pada penderita Diabetes
Melitus
Gangrene
Kematian jaringan, biasanya dalam jumlah besar dan umumnya berhubungan
dengan kehilangan preparat vaskular (nutrisi) dan diikuti invasi bakteri dan
pembusukan.
Diabetic gangrene
Gangren basah, biasanya dikaki, pada orang dengan diabetes melitus, disebabkan
oleh neuropathy, angiopathy dan komplikasi lainnya.
EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki
diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat
menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak
terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah
kaki diabetik.1
Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi.1
ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:2
-
7/30/2019 lapkas dm
12/26
12
Faktor predisposisiFaktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
Faktor presipitasi Perlukaan di kulit (jamur). Trauma. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka Derajat luka. Perawatan luka. Pengendalian kadar gula darah.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik.1
1. VaskulopatiPada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas.2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
-
7/30/2019 lapkas dm
13/26
13
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi.2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.2
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi
endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 3
Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein danmakromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.
Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akanmenyebabkan gangguan NADPHpool yang akan menghambat produksi NO.
Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan ototpolos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalurglikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik
DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaanhiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan
kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan
oksidasi fosfolipid dan protein.
Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasiplatelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
-
7/30/2019 lapkas dm
14/26
14
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan
advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin
sulfat.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengandisfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat
menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan
terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.2
2. NeuropatiGangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena.2
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol danmekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran
darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren.2
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya
akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalananneuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.
4
-
7/30/2019 lapkas dm
15/26
15
a) Neuropati motorikKerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan:2
(1)Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.(2)Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.(3)Terjadi fraktur dan kolaps persendian.(4)Timbul ulserasi plantaris pedis.
b) Neuropati sensorikKehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik.2
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien.2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:2
(1)Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumitkarena lama berbaring, dekubitus).
-
7/30/2019 lapkas dm
16/26
16
(2)Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).(3)Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonomPada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain.2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunannutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus.2
3. Fokus infeksiInfeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
-
7/30/2019 lapkas dm
17/26
17
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin.2
KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1Stage 1:Normal Foot
Stage 2:High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4:Infected Foot
Stage 5:Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Liverpool 1Klasifikasi primer:
Vaskular Neuropati
NeuroiskemikKlasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner 1Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
D. Klasifikasi Texas 1Stadium
Tingkat
0 1 2 3
A
Tanpa tukak
atau pasca
tukak, kulit
intak/utuh
Luka
superfisial,
tidak sampai
tendon atau
Luka sampai
tendon atau
kapsul sendi
Luka sampai
tulang/sendi
-
7/30/2019 lapkas dm
18/26
18
kapsul sendi
B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------
C ---------------------------Dengan Iskemia---------------------------
D --------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------
E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1Impaired Perfusion 1
2
3
None
PAD + but not critical
Critical limb ischemia
Size/Extent in mmTissue Loss/Depth 1
2
3
Superficial full thickness, not deeper than dermis
Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
All subsequent layers of the foot involved including
bone and or joint
Infection 1
2
3
4
No symptoms or signs of infection
Infection of skin and subcutaneous tissue only
Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
Infection with systemic manifestation:Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1
2
Absent
Present
DIAGNOSIS
Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasi-
komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
Gejala klinis akibat neuropati perfier
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5
1. Hypesthesia2. Hyperesthesia
-
7/30/2019 lapkas dm
19/26
19
3. Paraesthesia4. Dysesthesia5. Radicular pain6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman,kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-
otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.5
PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan PrimerPencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
-
7/30/2019 lapkas dm
20/26
20
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya
dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:1
1) Sensasi normal tanpa deformitas2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi3) Insensitivitas tanpa deformitas4) Iskemia tanpa deformitas5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitasb) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah.1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahaslebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.
1
B. Pencegahan SekunderDalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles.1
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, danpartial calcanectomy).1
-
7/30/2019 lapkas dm
21/26
21
2. Wound controlPerawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.Debridementyang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim.1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik.1
3. Microbiological control (infection control)Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).1
4. Vascular controlKeadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Dopplerserta arteriografi.1
-
7/30/2019 lapkas dm
22/26
22
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko1
Stop merokok Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan padakelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan. 1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik
sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.1
5. Metabolic controlKeadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
-
7/30/2019 lapkas dm
23/26
23
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational controlEdukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1
PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa
faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar.Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang
kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta
kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang
dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya
respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi.2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain:6
Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapatdilakukan oleh pasien secara mandiri)
Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun) Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun) Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun) Pemeriksaan mata (setiap tahun) Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisissetiap tahun)
-
7/30/2019 lapkas dm
24/26
24
Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan) Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun) Imunisasi influenza/pneumococcus Pertimbangkan terapi antiplatelet.
-
7/30/2019 lapkas dm
25/26
25
DAFTAR PUSTAKA
1.
Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007:
h. 1911-4.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah KedokteranAndalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: SudoyoAW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2012, October20]. Available from :http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons Manual of Medicine 17thEdition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan DiabetesMellitus Tipe 2 di Indonesia. Dalam: IPDs CIM: Compendium of Indonesian
Medicine, 1st
Edition. Jakarta: IDI, 2009: 13-40.
8. Kamus Kedokteran Dorlan edisi 29, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCPerhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
http://emedicine.medscape.com/http://emedicine.medscape.com/http://emedicine.medscape.com/http://emedicine.medscape.com/ -
7/30/2019 lapkas dm
26/26