Lapkas App

27
BAB I PENDAHULUAN Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Bagian appendix vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, messoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan saraf-saraf. Dengan struktur anatomi yang panjang, sempit, buntu dan jaringan limfoid yang banyak serta kecenderungan lumen appendix untuk mengalami obstruksi oleh isi intestinum yang mengeras inilah yang membuat appendix versiformis rentan terhadap infeksi. 1 Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. 2 Dalam praktik bedah, penyakit apendisitis dianggap penting; apendisitis adalah penyakit abdomen akut yang tersering ditangani oleh dokter bedah. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. 3, 4 1

description

tugas kks bedah

Transcript of Lapkas App

Page 1: Lapkas App

BAB I

PENDAHULUAN

Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang

mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Bagian appendix

vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan

bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang

pendek, messoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan

saraf-saraf. Dengan struktur anatomi yang panjang, sempit, buntu dan jaringan

limfoid yang banyak serta kecenderungan lumen appendix untuk mengalami

obstruksi oleh isi intestinum yang mengeras inilah yang membuat appendix

versiformis rentan terhadap infeksi. 1

Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat

karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui

fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. 2

Dalam praktik bedah, penyakit apendisitis dianggap penting; apendisitis

adalah penyakit abdomen akut yang tersering ditangani oleh dokter bedah.

Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi

pada remaja dan dewasa muda. Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era

antibiotik. 3, 4

Walaupun entitas diagnostic ini menonjol, diagnosis banding harus

mencakup hampir semua proses akut yang dapat terjadi didalam rongga abdomen,

serta beberapa kedaruratan yang mengenai organ toraks. 3

Diagnosis harus ditegakkan secara dini dan tindakan harus segera

dilakukan. Keterlambatan diagnosis menyebabkan penyulit perforasi dengan

segala akibatnya. 5

1

Page 2: Lapkas App

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IdentitasPasien

Nama :TnAndrizal

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin :Laki-laki

Agama : Islam

Suku :Jawa

Pendidikan : SD

Pekerjaan :Wiraswasta

Status Perkawinan :Sudah Menikah

Alamat : Jl. Denai Gg. Kapur No 10, Medan Denai

No. RM : 230823

Tanggal Masuk : 10 April 2015

II. Anamnesa

KeluhanUtama : Nyeri perut kanan bawah

Telaah : Nyeri perut kanan bawah dirasakan pasien sejak 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tiba-tiba

dan terus-menerus. Nyeri diawali di daerah ulu hati lalu

pindah ke perut kanan bawah. Selain itu, pasien juga

merasakan adanya pembengkakan pada perut kanan

bawah.

Keluhan diatas juga disertai dengan mual dan muntah.

Pasien muntah 2x sejak kemarin, BAB (-) sejak 2 hari

yang lalu, BAK (+) normal.

RPD : Sebelumnya os pernah mengalami sakit yang sama

lebih kurang 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Os

berobat dan sembuh dengan obat dari dokter.

RPT :Hipertensi (-), DM (-)

RiwayatAlergi :Tidak ada

2

Page 3: Lapkas App

III. Status Present

Keadaan Umum :Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Denyut Nadi : 96 x/i

Frekuensi nafas : 24 x/i

Temperatur : 37,3oC

IV. Status Generalisata

Kepala

Bentuk :Normal

Rambut :Hitam, lurus tidak mudah dicabut

Mata : sclera tidak tampak ikterik. Konjungtiva tidak anemis

Telinga : simetris, secret (-)

Hidung ; Simetris, secret (-), pergerakan cuping hidung (-)

Mulut : Bibir tidak pucat, tidak kering, lidah kotor (-)

Leher

Inspeksi : Simetris, taktampakbenjolan, JVP dalambatas normal

Palpasi :Trakea medial, tidakterdapatpembesarankelenjar thyroid

dan KGB

Thorax

Inspeksi :simetris fusiforims, tidak tampak benjolan, jaringan

parut (-), nafas tertinggal (-), iktus cordis tidak tampak

Palpasi :krepitasi (-), masa (-)., iktus cordis teraba. Vokal

fremitus kanan=kiri

Perkusi :Sonor

Auskultasi :Suara Pernafasan vesikuler, suara tambahan (-)

Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi :bentuk normal,

Auskultasi : bising usus melemah

3

Page 4: Lapkas App

Palpasi :soepel, nyeri tekan (+), lien dan hepar tidak teraba,

teraba massa di region kanan bawah

Perkusi : tympani, redup pada region kanan bawah

Ekstremitas :Akral hangat, oedem (-)

V. Status Lokalisata

- Inspeksi :perut tampak cembung, simetris

- Auskultasi :bising usus melemah

- Palpasi :soepel, nyeri tekan mc burney (+), teraba massa di

region kanan bawah ukuran ± 6x3 cm, permukaan rata, konsistensi

lunak

- Perkusi : tympani, redup pada region kanan bawah

VI. Diagnosa Banding

Appendicitis Kronik

Appendicitis infiltrate

Appendicitis perforasi

VII. PemeriksaanPenunjang

PemeriksaanLaboratoriumtgl 10 April 2015

Hematologi Nilai Rujukan

Hb : 14,6 g% 12-16 g/dL

Eritrosit : 4,010^6 3,9-5,6^6

Leukosit : 20.700 /uL 4000-11.000/uL

Hematokrit : 43,1% 36-47 %

Trombosit : 331.000/uL 150.000-450.000/uL

Index Eritrosit

MCV : 82fL 80-96 fL

MCH : 28 pg 27-31 pg

MCHC : 34,3% 30-34 %

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil : 1 % 1-3 %

4

Page 5: Lapkas App

Basofil : 0 % 0-1 %

N.stab : 0 % 2-6 %

N.Seg : 60 % 53-75

%

Limfosit : 20 % 20-45 %

Monosit : 10 % 4-8 %

LED : 22 mm/jam 0-20 mm/jam

Foto Rontgen : Cor danPulmo dalam batas normal

EKG : Dalam batas normal

VIII. Diagnosa

Appendicitis Infiltrate

IX. RencanaTindakan

Appendictomi pada tgl 11 April 2015

X. Terapi

- Bed Rest 24 jam

- IVFD RL 30 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Metronidazole

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

5

Page 6: Lapkas App

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan fisiologi appendix vermiformis

Anatomi appendix vermiformis

Gambar 2.1 Anatomi Appendix

Appendix vermiformis adalah organ sempit berbentuk tabung yang

mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendix

vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.

Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia

tersebut. Dasar appendix vermiformis melekat pada permukaan posteromedial

caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) dibawah junctura ileocaecalis. Bagian appendix

vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan

bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang

pendek, messoappendix. Mesoappendix berisi arteria, vena appendicularis dan

saraf-saraf. 1, 2

Pendarahan didapat dari arteria appendicularis yang merupakan cabang

dari arteria caecalis posterior. Arteria ini berjalan menuju ujung appendix

vermiformis di dalam messoappendix. Sedangkan untuk aliran darah vena berasal

dari vena appendicularis yang mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior.

6

Page 7: Lapkas App

Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis dan infeksi, appendix akan

mengalami gangrene. 1, 2

Pembuluh limfa mengalirkan cairan limfa ke satu atau dua nodi yang

terletak didalam messoappendix dan dari sini dialirkan ke nodi mesenterici

superiors. 1

Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis

(nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang

menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendix vermiformis berjalan bersama

saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X. Oleh

karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus. 1, 2

Fisiologi appendix vermiformis

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid

tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena

jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di

saluran cerna dan di seluruh tubuh. 2

3.2. Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis

akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Dalam

kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,

angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai

cacing yang terinfeksi hancur. 6

7

Page 8: Lapkas App

Apendisitis Infiltrat adalah merupakan akibat lain dari mikroperforasi.

Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah. Seperti tersebut diatas karena

perforasi terjadilah pembentukan dinding oleh omentum atau organ visceral

lainnya, sehingga terabalah masa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah. 2

3.3. Epidemiologi

Insidens apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari. 2

Survei menunjukkan bahwa sekitar 10% orang di Amerika Serikat dan

Negara Barat menderita apendisitis dalam suatu saat. Semua usia dapat terkena,

tetapi insidensi puncak adalah pada decade kedua dan ketiga, walaupun puncak

kedua yang lebih kecil ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering

terkena daripada perempuan dengan rasio 1,5:1. Bayi dan anak sampai berumur 2

tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2-3 tahun terdapat 15%. Frekuensi

mulai menanjak setelah umur 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar pada

umur-umur 9-11 tahun. 2, 3, 5

3.4. Etiologi

Apendisitis merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai

faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor

apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain

yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena

parasit seperti E. Histolytica. 2, 6

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

8

Page 9: Lapkas App

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. 2, 6

3.5. Patofisologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat

dalam makanan yang rendah. Penyumbatan pengeluaran secret mucus

mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan

tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusia arteria terminalis

(end-artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya

mengakibatkan nekrosis, gangrene, dan perforasi. 4, 6

Sesuai dengan yang disebutkan diatas, maka fase awal apendisitis adalah

mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu. Kemudian inflamasi ini akan

meluas ke lapisan submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan

serosa pada waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh berusaha

membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus

halus, atau adneksa sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah

dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Didalamnya, dapat terjadi nekrosis

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan masa periapendikuler akan menjadi tenang dan

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 4, 6

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi

membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.

Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah.

Suatu saat, organ ini akan dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai

mengalami eksaserbasi akut. 4, 6

3.6. Morfologi dan patologi

Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan

diseluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propia. Pembuluh subserosa

9

Page 10: Lapkas App

mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.

Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membrane

yang merah, granular dan suram; perubahan ini menandakan apendisitis akut

dini bagi dokter bedah. Pada stadium selanjutnya, eksudat neutrofilik yang hebat

menghasilkan reaksi fibrinopurulen diatas serosa. Dengan memburuknya proses

peradangan, terjadi pembentukan abses di dinding usus, disertai ulserasi dan focus

nekrosis di mukosa. Keadaan ini mencerminkan apendisitis supuratif akut.

Perburukan keadaan appendix ini menyebabkan timbulnya daerah ulkus hijau

hemoragik di mukosa, dan nekrosis gangrenosa hijau tua diseluruh ketebalan

dinding hingga ke serosa dan menghasilkan apendisitis gangrenosa akut yang

cepat diikuti oleh rupture dan peritonitis supurativa. 2, 3

Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah infiltrasi

neutrofilik muskularis propia. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga terdapat di

dalam mukosa. 3

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

sebagai mengalami eksaserbasi akut. 2

3.7. Gejala klinis

Pasien dengan periapendikular infiltrat biasanya memiliki riwayat nyeri

kolik di regio abdomen kanan bawah dan selanjutnya terjadi pembengkakan atau

masa di perut kanan bawah. Demam tinggi dan menggigil. 2,4

3.8. Penegakan diagnosa apendisitis akut

Penegakan diagnosa apendisitis akut berdasarkan : 2, 3, 4, 5, 6

1. Anamnesa (Riwayat sakit)

10

Page 11: Lapkas App

Sakit disekitar umbilikus dan epigastrium disertai anoreksia, nausea dan

sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian diikuti oleh sakit perut

di kanan bawah disertai dengan kenaikan suhu tubuh ringan. Pada bayi dan

anak-anak berumur muda seringkali tidak dapat menunjukkan letak sakit

dan dirasakan sakit perut menyeluruh.

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum penderita benar-benar telihat sakit

Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh

meninggi dan menetap sekitar 37, 50 C atau lebih bila telah terjadi

perforasi

Muntah

Dehidrasi ringan sampai berat tergantung derajat sakitnya. Dehidrasi

berat pada apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini

disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh

dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (oedema) dan rongga

peritoneal

Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan

kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda

kunci diagnosis.

Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness

(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah

saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan

penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

11

Page 12: Lapkas App

Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence

muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan

bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah,

hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena

iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus

psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila

panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan

luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks

terletak pada daerah hipogastrium.

12

Page 13: Lapkas App

Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses

peritonitis lokal maupun umum.

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor

Alvarado, yaitu:

Tabel 2.1 Skor Alvarado

GEJALA SKOR

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual atau Muntah 1

Nyeri di fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur (>37,5 C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 10 9/L 2

Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Total 10

Keterangan:

Skor 1-4: Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis

Skor 5-6: Dipertimbangkan kemungkinan Dx apendisitis akut tetapi

tidak memerlukan tindakan operasi segera atau dinilai ulang

Skor 7-8: Kemungkinan mengalami apendisitis akut

13

Page 14: Lapkas App

Skor 9-10: Hampir definitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan

tindakan bedah

3. Pemeriksaan radiologi

Foto Polos Abdomen

Pada foto polos abdomen kadang dapat ditemukan gambaran

caecum yang dilatasi dengan air fluid level. Dapat juga ditemukan

gambaran fecholit, tetapi gambaran fecholit tidak patognomis untuk

apendisitis karena banyak apendiks normal yang telah diangkat

masih terdapat fecholit. Oleh karena itu foto polos abdomen tidak

menolong dalam menegakkan diagnosa apendisitis. 2

Ultrasonografi

Gambaran ultrasonografi pada apendisitis non perforasi yaitu

diameter apendik > 6mm, dinding yang hipoekoik dengan tebal >

2mm, fecholit atau cairan yang terlokalisir. Gambaran pada

apendisitis perforasi yaitu target sign atau struktur tubular dengan

adanya lapisan dinding yang hilang (inhomogen), cairan bebas

perivesical atau pericaecal. 2

4. Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan

jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk

menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada

pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan

untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista

indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan).

14

Page 15: Lapkas App

3.9. Diagnosis Banding

1. Crohn Disease

Teraba masa pada perut kanan bawah disertai nyeri dikarenakan

terdapat inflamasi usus halus, nyeri menetap, terlokalisir. Terdapat

diare, LED meningkat, anemia ringan. Pada pemeriksaan USG terdapat

ulkus aptosa.

2. Tumor Caecum

BB menurun, anoreksia, anemia, malaise, perubahan BAB (diare atau

konstipasi), perubahan konsistesi feses (berwarna merah kehitaman

bercampur lendir), timbul rasa nyeri, mual, muntah, masa pada kuadran

kanan bawah.

3. Torsi Kista Ovarium

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba masa dalam

rongga pelvis pada pemeriksaan perut, vaginal toucher, atau rectal

toucher. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat memastikan

diagnosis.

4. Amebiasis Intestinal

Teraba masa biasanya pada sigmoid atau sekum, BAB beradarah, dan

nyeri terlokalisir.

3.10. Penatalaksanaan

Terapi apendikular infiltrat pada anak-anak kebanyakan adalah konservatif

yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, pemberian cairan intravena dan

pemasangan NGT bila diperlukan selama kurang lebih 6 hari di rumah sakit lalu

direncanakan untuk dilakukan apendiktomi elektif setelah 4-6 minggu kemudian

untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas.

15

Page 16: Lapkas App

Pada anak-anak jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang

menjadi abses dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa

apendiktomi direncanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah

ditenangkan, sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8

minggu kemudian dilakukan apendiktomi.

Masa apendik dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan

tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan karena dikhawatirkan

akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. 2,4,5

3.11. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa masa

yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis

generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 2,4

Nyeri lokal pada fossa iliaca kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali

Nadi semakin cepat

Defans muscular

Bising usus melemah

3.12. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan maka tingkat mortalitas

dan morbilitas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan

berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. 4, 6

16

Page 17: Lapkas App

BAB IV

KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut

adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu

sudah bertumpuk nanah.

Semua usia dapat terkena apendisitis akut, tetapi insidensi puncak adalah

pada decade kedua dan ketiga, walaupun puncak kedua yang lebih kecil

ditemukan pada orang berusia lanjut. Laki-laki lebih sering terkena daripada

perempuan dengan rasio 1,5:1.

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai

faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe,

fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.

Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan

nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering

disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.

Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.

Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat.

Penegakan diagnosa apendisitis akut berdasarkan riwayat sakit (anamnesa),

pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.

Diagnosa banding apendisitis akut adalah gastroenteritis, demam dengue,

kelainan ovulasi, infeksi panggul, kehamilan di luar kandungan, kista

17

Page 18: Lapkas App

ovarium terpuntir, endometriosis ovarium eksterna, urolitiasis pielum/ ureter

kanan, dan penyakit saluran cerna lainnya.

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah

meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya

(operasi appendektomi).

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,

sekum, dan letak usus halus.

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa

penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau

telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.

18

Page 19: Lapkas App

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell S. Richard. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC. 2006; 345-349.

2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu bedah edisi 2. Jakarta: EGC.

2005; 639-646

3. Kumar V, Cotran R. S, Robbins S. L. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7.

Jakarta; EGC. 2007; 660-662

4. Price S. A, Wilson L. M. Patofisiologi Konsep Dasar Proses-Proses Penyakit

Volume 1 Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006.

5. Reksoprodjo S. Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Ilmu Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

2010.

6. www.repository.usu.ac.id

19