lapkas
-
Upload
andry-syahreza -
Category
Documents
-
view
173 -
download
3
Transcript of lapkas
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang amat penting di
Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus,
bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru (pneumonia, TBC).
Penyakit paru merupakan penyakit infeksi yang paling sering ditemukan
dimasyarakat maupun yang dirawat di rumah sakit, dan masih merupakan
masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Penyakit infeksi paru berkisar 60-80 %
dari seluruh penyakit paru, sedangkan sisanya 20-40% adalah penyakit
noninfeksi.
Masalah kesehatan dengan gangguan system pernafasan masih menduduki
peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbidilitas dan mortalitas. Efisi
pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu system pernafasan. Efusi
pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya
lebih merupakan simtoms / komplikasi dari suatu penyakit.
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebih pada rongga pleura, cairan
tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang
berlebihan dapat menggangu pernafasan dengan membatasi perenggangan paru
selama inhalasi Efusi pleura di diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan di konfirmasi oleh foto thorak dengan foto thorak posisi lateral
decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling
sedikit 500 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam
rongga sebanyak 300 ml.
Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul, masalah aktual maupun
potensial akibat adanya efusi pleura antara lain ketidakefektifan pola nafas,
gangguan rasa nyaman, gangguan pemenuhan tidur, dan istirahat, kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit,. Gangguan pemenuhan nutrisi yang
menyebabkan penurunan berat badan, serta masih banyak lagi permasalahan lain
yang mungkin timbul.
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari laporan kasus yang berjudul “Efusi Pleura” ini adalah sebagai salah
satu syarat melengkapi program kepaniteraan klinik senior di bagian Pulmonogi
RSUP Haji Adam Malik.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa
penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neoplasma atau karsinoma,gagal jantung,pnemonia,dan infeksi virus
maupun bakteri.1
Efusi pleura akan memberikan gejala yang berhubungan dengan jumlah
cairan dan produktivitinya, gejala paling sering adalah sesak napas dan nyeri
dada. Akumulasi cairan di rongga pleura dapat timbul akibat invasi tumor secara
langsung ke dalam rongga pleura, kelenjar limfe, atau sumbatan pada kelenjar
limfe sehingga mengganggu aliran limfe tersebut. Jenis cairan pleura pada kanker
paru bisa serosa atau hemoragik.1
2.2. Anatomi Pleura
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.
Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus
paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya:3
Pleura visceralis:
3
a) Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
b) Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit.
c) Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit
dan histiosit.
d) Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-
serat elastik.
e) Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis
serta pembuluh limfe.
f) Menempel kuat pada jaringan paru.
g) Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.3
Pleura parietalis
a) Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis).
b) Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor
saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.
Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai
dengan dermatom dada.
c) Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya.
d) Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.3
2.3. Etiologi
Etilogi efusi pleura secara umum dapat dibagi atas:
2.3.1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura.
Hal ini disebabkan karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 3
4
2.3.2. Pembentukan cairan yang berlebihan.
Hal ini antara lain disebabkan karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, tumor, dan karena trauma. Di Indonesia 80% angka kejadian
disebabkan karena tuberculosis. 3
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses
penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini
disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar:
a) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
b) Penurunan tekanan osmotik koloid darah.
c) Peningkatan tekanan negative intrapleural.
d) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura. 3
2.3.3. Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus
berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab
terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah
menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan. 3
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi
pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran
kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria
berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari
tiga kriteria ini:
a) Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
b) LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
5
c) LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai
LDH yang normal di dalam serum.
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
Warna
BJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein T-E/plasma
LDH
Rasio LDH T-E/plasma
Jernih
< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Jernih, keruh, berdarah
< 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (bervariasi)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie,
Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan
berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat
dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia,
sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat
dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus
dalam cairan efusi. 3
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat
ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim
paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,
Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).
Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika
6
ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus
yang terinfeksi keluar dari rongga pleura. 3
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis,
Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi
hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling
banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau
melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen
dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan
efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein
yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi
yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien
pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan
berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik. 3
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer
pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium.
Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang
tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi
inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan
limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau
mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik
sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-
tekanan negatif intra pleural, sehingga menyebabkan
transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa
eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut
7
mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan
pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui
pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi
pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy). 3
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai
pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas
dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN
dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen
(empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi
parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura
yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk
dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi
parapneumonik:
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam
kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada
cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih
rendah daripada nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi
parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul
hanya dalam waktu beberapa jam saja. 3
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis
Rheumatoid, Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh
efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis.
Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva,
8
dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan
tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan
filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan
tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening
juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke
rongg pleura dan paru-paru meningkat. 3
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh
rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang
bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa
efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. 3
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan
jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll,
efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak. 3
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein
cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan
restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik
adalah dengan memberikan infus albumin. 3
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan
pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam
rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup
besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi,
tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang
dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa
(peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan
9
terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis. 3
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada
penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid.
Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor
ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium
ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites
timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya
dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk
ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan
penyakit kronis. 3
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis
peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral.
Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga
pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.3
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut
hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25%
kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak
membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi
sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura.
Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut
berasal dari trauma dinding dada. 3
2.3.4. Berdasarkan Kuman Penyebab
1. Mycobacterium Tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
adalah sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
10
4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam
dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini
dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman
berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit
kembali dan aktif kembali. 3
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal
ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi
daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
predileksi penyakit tuberkulosis. 3
2. Non Myobacterium Tubercualaosis
Bisa dikarenakan :
a) Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza
b) Clostridium perringens, Bacteroides fragilis
c) Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus
d) Virus dan Mycoplasma pneumoni
e) Parasit, Amoeba
f) Hydatul disease
g) SLE
h) Penyakit rheumatoid
i) Asbestosis
j) Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene
sodium, nitrofuratoin
k) Neoplasma
l) Dekompensasi jantung
m) Trauma
n) Idiopatik3
11
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik
secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll),
kadang-kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini
dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi
pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis
yang non spesifik. 3
Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis
sel. Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena
adanya infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.
Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara
yang sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini kebanyakan dianggap
sebagai pleuritis tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering
dianggap sebagai pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma. 3
2.4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap
harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70
kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila
antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke
pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
12
a) Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum
Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal
jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
b) Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura
visceralis.
c) Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura.
d) Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura.
e) Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.
2.5. Patogenesis
Cairan pelicin yang terdapat di dalam rongga pleura individu normal
dihasilkan oleh suatu anyaman pembuluh kapiler permukaan pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura viseralis dengan
kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya. Oleh karena itu,
gangguan apapun yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan proses pembentukan cairan ini akan menimbulkan penimbunan cairan
secara patologik di dalam rongga pleura.3
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh
saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap
harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70
kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila
antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.3
13
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke
pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.3
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
a) Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.
Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri
dan sindroma vena kava superior.
b) Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada
atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura
visceralis.
c) Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura.
d) Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura.
e) Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.
2.6. Manifestasi Klinis
Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak. Rasa nyeri
membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal
atau tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak nafas dapat ringan atau berat,
14
tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan
kelainan yang mendasari timbulnya efusi. Selain itu, dapat di-jumpai keluhan
yang berkaitan dengan keganasan penyebab efusi pleura. Sekitar 25% penderita
efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis
ditegakkan.4
Pada pemeriksaan fisik, penderita dapat terlihat sesak nafas dengan
pernafasan yang dangkal, hemitoraks yang sakit lebih cembung, ruang sela iga
melebar, mendatar dan tertinggal pada pernafasan. Fremitus suara melemah
sampai menghilang, dan pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di
daerah efusi, tergantung jumlah cairan; untuk menimbulkan suara pekak paling
sedikit harus terdapat cairan sekitar 500 ml. Selain itu, dapat ditemukan tanda-
tanda pendorongan jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat. Pada
auskultasi, suara pernafasan melemah sampai menghilang pada daerah efusi
pleura.4
2.7. Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan
fisis yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsy dan
analisa cairan pleura.4
2.7.1. Foto Toraks (X-Ray)
Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas
yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan
jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan
sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat
pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru
dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan
tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada
posisi dekubitus lateral.4
15
Foto toraks PA: Efusi pleura masif dextra
Hal lain yang dapat dilihat dari foto toraks pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Disamping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula
terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantungnya membesar, adanya
massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia
atau abses paru.4
2.7.2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada
pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru
sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14
atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc
pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock
(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul,
tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat
16
menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang
meningkat.4
2.7.2.1. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan
(serous-santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma,
infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila
kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena
amuba.4
2.7.2.2. Biokimia
a) Kadar PH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis-reumatoid dan neoplasma.4
b) Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pancreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.4
2.7.2.3. Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga
terbentuk cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh
pleura lainnya.4
Biasanya hal ini terdapat pada: 1) Meningkatkan tekanan
kapiler sistemik, 2) Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3)
Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura, 4) Menurunnya
tekanan intrapleura.4
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: 1) Gagal
jantung kiri (terbanyak), 2) Sindrom nefrotik, 3) Obstruksi vena cava
superior, 4) Asites pada sirosis hepatis, 5) Sindrom Meig, 6) Efek
tindakan dialysis peritoneal.4
17
2.7.2.4. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran
kapiler yang permeabeln ya abnormal dan berisi protein
berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya
perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan
pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma.4
2.7.2.5. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting
untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.4
a) Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut
b) Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunkukkan
adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel
eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f) Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
g) Sel maligna : paru/metastase.
2.7.2.6. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi
yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau
anaerob. Jenis kuman sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
Pneumokokkus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.4
2.7.2.7. Biopsi Pleura
18
Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnose kasus-kasus pleuritis
tuberculosis dan tumor pleura.4
2.8. Penanganan
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine).
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti
bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.5
Penatalaksanaan Efusi Pleura Ganas harus segera dilakukan sebagai terapi
paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera
ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan
kualiti hidup penderita. Efusi Pleura Ganas dengan cairan masif yang
menimbulkan gejala klinis sehingga mengganggu kualiti hidup penderita maka
dapat dilakukan torakosentesis berulang atau jika perlu dengan pemasangan water
sealed drainage (WSD). Untuk mencegah terjadinya efusi pleura berulang setelah
aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni
melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetrasiklin, bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 flourourasil.
Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah dilakukan dan gagal. Pada
Efusi Pleura Ganas (EPG) yang tidak masif dan gejala klinis ringan terapi khusus
tidak dibutuhkan. Efek terapi diharapkan timbul dari pemberian kemoterapi yang
menjadi pilihan terapi kanker paru. Pilihan kemoterapi berdasarkan jenis sel
kanker paru [Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) atau Kanker
Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKBSK)], stage penyakit dan tampilan pasien.
Kemoterapi adalah pilihan terapi dengan tujuan paliatif untuk KPKSK dan
KPKBSK stage IIIB dan IV. Jika EPG disebabkan tumor lain di luar paru maka
penatalaksanaan EPG hanya untuk mengatasi masalah klinis di paru yang
ditimbulkan. Tindakan yang dilakukan sama dengan penatalaksanaan EPG masif
19
pada kanker paru. Sedangkan jika EPG dengan klinis ringan terapi berdasarkan
tumor primer penyebab.5
2.8.1. Prosedur Pleurodesis
Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi
dialirkan keluar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang
keluar, masukkan 500mg tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang
dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya
diikuti dengan 20 cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan
selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat
didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka
dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada
lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium
parvum, masukkan 7mg yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis
dengan cara seperti tersebut diatas.5
Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya
berupa nyeri pleuritik atau demam.5
2.8.2. WSD (Water sealed Drainase)
Indikasi pemasangan WSD diantaranya adalah pada efusi pleura
massive, efusi pleura hemoragik, hematotoraks, empiema, kilotoraks,
maupun kiliform. Pada kondisi jika harus dilakukan pemasangan WSD,
pada awalnya dilakukan pengaliran secara bertahap dengan jumlah 100-300
ml per 4 jam sampai terjadi produksi harian yang stabil pada posisi WSD
terpasang dan aliran tetap terbuka.5
20
Tempat Pemasangan Pipa WSD
21
Tindakan WSD
Teknik Pemasangan WSD
22
2.8.3. Torakosentesis
Volume pengambilan cairan pleura pada torakosentesis maksimal
1000 cc setiap kali pengambilan untuk mencegah terjadi syok karena
hipovolemik mendadak dan/atau reaksi pemutaran organ mediastinum
(jantung). Pengosongan dalam jumlah banyak dan tiba-tiba juga dapat
menyebabkan terjadi peningkatan permeabiliti kapiler sehingga
menyebabkan edema paru reekspansi.5
23
2.8.4. Kemoterapi intrapleura dan pleurodesis
Kemoteapi intrapleura dan pleurodesis adalah terapi paliatif pada
kasus EPG dengan keluhan (simptomatik) dan/ atau berulang. Kemoterapi
intrapleura pada dasarnya istilah yang tidak terlalu tepat karena mekanisme
kerjanya tidak sama dengan kemoterapi sistemik yaitu membunuh sel
kanker melalui proses apoptosis. Pemberian obat antikanker intrapleura
mengharapkan terjadi penyumbatan pada vena atau limphe di pleura
parietalis sehingga produksi cairan dapat berkurang. Penggunaan obat
antikanker (kemoterapi) dengan prinsip pleurodesis dilakukan bila paru
sudah mengembang dan tidak ditemukan obstruksi bronkus atau fibrosis
yang luas, dan sebaiknya segera dilakukan setelah jumlah cairan minimal
(<150 ml/ hari) dan paru mengembang. Kemoterapi intrapleura
diindikasikan untuk kanker paru dengan masalah efusi pleura yang produktif
setelah dilakukan punksi berulang atau setelah pemasangan WSD.
Penggunaan continous suction sebelum atau sesudah tindakan masih pro dan
kontra, tetapi apabila tetap digunakan sebaiknya dengan volume besar dan
tekanan rendah. Penggunaan antikanker misalnya bleomisin atau adriamisin
digunakan untuk kemoterapi intapleura lebih disukai karena prosedur lebih
sederhana, tinggi efektiviti dan ringan efek samping tetapi mahal harganya.
Obat itu juga dapat digunakan untuk pleurodesis. Dosis bleomisin atau
adriamisin yang direkomendasikan adalah 30-60 mg intrapleura perkali.
Dosis yang sering digunakan adalah 45 mg/kali dan dapat dilakukan hingga
3x dengan evaluasi 1 minggu. Tindakan invasif atau bedah dapat dipikirkan
jika setelah pemberian kemoterapi intrapleura 3x belum memberi respons
yang baik. Bahan lain yang juga sering digunakan untuk pleudesis adalah
tetrasiklin 500 mg/kali, doksisiklin 500 mg/kali atau minosiklin 300 mg/kali
diencerkan dengan 50-100ml cairan salin steril. Penggunaan bahan ini
sedikit lebih rumit karena sifat iritan yang sering menimbulkan syok akibat
nyeri yang ditimbulkannya dan membutuhkan premedikasi, antara lain
anestetik intrapleura dan analgesik (pain killer) injeksi yang kuat. Talk steril
(Mg3Si4010[OH]2), metilprednisolon, povidon iodine dan sitokin (IL-2,
IFN-γ dan TNF-α) adalah bahan yang juga dapat digunakan untuk
24
pleurodesis meski masih dalam uji klinis. Pada kasus gagal atau berulang
maka pleurodesis dapat diulang, 2 sampai 3 kali dengan selang waktu 1
minggu.5
2.8.5. Intervensi Bedah
Bedah pintas pleuroperitoneal yaitu tindakan pilihan untuk pasien
dengan efusi yang menetap setelah dilakukan pleurodesis. Pada kasus
dengan produktifiti yang gagal diatasi dengan usaha di atas perlu tindakan
pleurektomi yaitu tindakan membuang pleura parietal.5
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Ariyanti T. Karakteristik dan Penyebab Efusi Pleura pada Penderita yang
Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Karyadi Semarang pada Bulan
November Tahun 2002. 2003. Available at:
http://eprints.undip.ac.id/7116/1/1629.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember
2010.
2. Taufik, Hudoyo A. Gejala Kanker Paru. 2007. Jurnal Respiratory Indonesia
Vol 21 No 4. Available at:
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27407226230.pdf. Diakses pada tanggal
13 Desember 2010.
3. Price, Sylvia A,dkk. ( 1995 ). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses–Proses
Penyakit. Jakarta : EGC Diunduh dari: http://3rr0rists.net/medical/efusi-
pleura.html [Diakses pada Desember 2010].
4. Halim, H. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam PDUI Jilid II. Edisi IV. Jakarta: 1066-1070.
5. Syahruddin E, Ahmad H, Nirwan A. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru.
2010. Diunduh dari: http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/EFUSI
%20PLEURA%20GANAS_7_.pdf. [Diakses pada Desember 2010].
26