lapkas

38
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang amat penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru (pneumonia, TBC). Penyakit paru merupakan penyakit infeksi yang paling sering ditemukan dimasyarakat maupun yang dirawat di rumah sakit, dan masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Penyakit infeksi paru berkisar 60-80 % dari seluruh penyakit paru, sedangkan sisanya 20-40% adalah penyakit noninfeksi. Masalah kesehatan dengan gangguan system pernafasan masih menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbidilitas dan mortalitas. Efisi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu system pernafasan. Efusi pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih merupakan simtoms / komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebih pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat menggangu pernafasan dengan membatasi perenggangan paru selama inhalasi Efusi pleura di diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, 1

Transcript of lapkas

Page 1: lapkas

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang amat penting di

Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus,

bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru (pneumonia, TBC).

Penyakit paru merupakan penyakit infeksi yang paling sering ditemukan

dimasyarakat maupun yang dirawat di rumah sakit, dan masih merupakan

masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Penyakit infeksi paru berkisar 60-80 %

dari seluruh penyakit paru, sedangkan sisanya 20-40% adalah penyakit

noninfeksi.

Masalah kesehatan dengan gangguan system pernafasan masih menduduki

peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbidilitas dan mortalitas. Efisi

pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu system pernafasan. Efusi

pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya

lebih merupakan simtoms / komplikasi dari suatu penyakit.

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebih pada rongga pleura, cairan

tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang

berlebihan dapat menggangu pernafasan dengan membatasi perenggangan paru

selama inhalasi Efusi pleura di diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik, dan di konfirmasi oleh foto thorak dengan foto thorak posisi lateral

decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling

sedikit 500 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam

rongga sebanyak 300 ml.

Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul, masalah aktual maupun

potensial akibat adanya efusi pleura antara lain ketidakefektifan pola nafas,

gangguan rasa nyaman, gangguan pemenuhan tidur, dan istirahat, kurangnya

pengetahuan tentang proses penyakit,. Gangguan pemenuhan nutrisi yang

menyebabkan penurunan berat badan, serta masih banyak lagi permasalahan lain

yang mungkin timbul.

1

Page 2: lapkas

1.2. Tujuan

Tujuan dari laporan kasus yang berjudul “Efusi Pleura” ini adalah sebagai salah

satu syarat melengkapi program kepaniteraan klinik senior di bagian Pulmonogi

RSUP Haji Adam Malik.

2

Page 3: lapkas

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa

penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah

berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena

tuberkulosis, neoplasma atau karsinoma,gagal jantung,pnemonia,dan infeksi virus

maupun bakteri.1

Efusi pleura akan memberikan gejala yang berhubungan dengan jumlah

cairan dan produktivitinya, gejala paling sering adalah sesak napas dan nyeri

dada. Akumulasi cairan di rongga pleura dapat timbul akibat invasi tumor secara

langsung ke dalam rongga pleura, kelenjar limfe, atau sumbatan pada kelenjar

limfe sehingga mengganggu aliran limfe tersebut. Jenis cairan pleura pada kanker

paru bisa serosa atau hemoragik.1

2.2. Anatomi Pleura

Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan

parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan

ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.

Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,

sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan

mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan

dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi

sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus

paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,

diantaranya:3

Pleura visceralis:

3

Page 4: lapkas

a) Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

b) Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit.

c) Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit

dan histiosit.

d) Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-

serat elastik.

e) Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak

mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis

serta pembuluh limfe.

f) Menempel kuat pada jaringan paru.

g) Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.3

Pleura parietalis

a) Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat

(kolagen dan elastis).

b) Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.

Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor

saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.

Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai

dengan dermatom dada.

c) Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya.

d) Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura.3

2.3. Etiologi

Etilogi efusi pleura secara umum dapat dibagi atas:

2.3.1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura.

Hal ini disebabkan karena adanya bendungan seperti pada

dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig

(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 3

4

Page 5: lapkas

2.3.2. Pembentukan cairan yang berlebihan.

Hal ini antara lain disebabkan karena radang (tuberculosis,

pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke

rongga pleura, tumor, dan karena trauma. Di Indonesia 80% angka kejadian

disebabkan karena tuberculosis. 3

Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses

penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini

disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar:

a) Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.

b) Penurunan tekanan osmotik koloid darah.

c) Peningkatan tekanan negative intrapleural.

d) Adanya inflamasi atau neoplastik pleura. 3

2.3.3. Berdasarkan Jenis Cairan

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus

berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab

terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah

menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau

eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami

perubahan. 3

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi

pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran

kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.

Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria

berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari

tiga kriteria ini:

a) Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

b) LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

5

Page 6: lapkas

c) LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai

LDH yang normal di dalam serum.

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT

Warna

BJ

Jumlah set

Jenis set

Rivalta

Glukosa

Protein

Rasio protein T-E/plasma

LDH

Rasio LDH T-E/plasma

Jernih

< 1,016

Sedikit

PMN < 50%

Negatif

60 mg/dl (= GD plasma)

< 2,5 g/dl

< 0,5

< 200 IU/dl

< 0,6

Jernih, keruh, berdarah

< 1,016

Banyak (> 500 sel/mm2)

PMN < 50%

Negatif

60 mg/dl (bervariasi)

< 2,5 g/dl

< 0,5

< 200 IU/dl

< 0,6

Efusi pleura berupa:

a.   Eksudat, disebabkan oleh :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie,

Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan

berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat

dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia,

sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat

dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus

dalam cairan efusi. 3

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat

ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim

paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab

dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob

(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,

Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,

Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).

Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika

6

Page 7: lapkas

ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus

yang terinfeksi keluar dari rongga pleura. 3

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis,

Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi

hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling

banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau

melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen

dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan

efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari

jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein

yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,

menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi

yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada

hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien

pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan

berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik. 3

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer

pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium.

Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang

tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga

karena :

Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi

inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler.

Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan

limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau

mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik

sirkulasi.

Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-

tekanan negatif intra pleural, sehingga menyebabkan

transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa

eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut

7

Page 8: lapkas

mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan

pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui

pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi

pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy). 3

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai

pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas

dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN

dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen

(empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi

parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun

drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura

yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk

dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi

parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam

kavum pleura

Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada

cairan pleura

Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih

rendah daripada nilai pH bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi

parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul

hanya dalam waktu beberapa jam saja. 3

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis

Rheumatoid, Skleroderma

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh

efusi parapneumonik.

b.   Transudat, disebabkan oleh :

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis.

Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva,

8

Page 9: lapkas

dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah

akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan

tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan

filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan

tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas

reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening

juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke

rongg pleura dan paru-paru meningkat. 3

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh

rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang

bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa

efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. 3

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan

jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll,

efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang

torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak. 3

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein

cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.

Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat

transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan

restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik

adalah dengan memberikan infus albumin. 3

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan

pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam

rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup

besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila

penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi,

tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang

dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa

(peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan

9

Page 10: lapkas

terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa

dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis. 3

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada

penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid.

Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor

ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium

ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites

timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya

dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk

ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan

penyakit kronis. 3

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis

peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral.

Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga

pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan

samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan

dialisat.3

c.   Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut

hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25%

kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak

membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi

sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura.

Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut

berasal dari trauma dinding dada. 3

2.3.4. Berdasarkan Kuman Penyebab

1. Mycobacterium Tuberculosis

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

adalah sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-

10

Page 11: lapkas

4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam

dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini

dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman

berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit

kembali dan aktif kembali. 3

Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam

sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah

kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain

kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal

ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi

daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan

predileksi penyakit tuberkulosis. 3

2. Non Myobacterium Tubercualaosis

Bisa dikarenakan :

a) Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza

b) Clostridium perringens, Bacteroides fragilis

c) Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus

d) Virus dan Mycoplasma pneumoni

e) Parasit, Amoeba

f) Hydatul disease

g) SLE

h) Penyakit rheumatoid

i) Asbestosis

j) Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene

sodium, nitrofuratoin

k) Neoplasma

l) Dekompensasi jantung

m) Trauma

n) Idiopatik3

11

Page 12: lapkas

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik

secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll),

kadang-kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini

dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi

pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis

yang non spesifik. 3

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis

sel. Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena

adanya infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.

Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara

yang sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini  kebanyakan dianggap

sebagai pleuritis tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering

dianggap sebagai pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma. 3

2.4. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura

melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh

saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap

harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70

kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila

antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau

reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.

Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan

selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal

melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke

pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan

tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan

hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang

memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak

mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

12

Page 13: lapkas

a) Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan

pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum

Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal

jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

b) Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada

atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura

visceralis.

c) Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih

banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura.

d) Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan

transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura.

e) Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe

bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena

sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

2.5. Patogenesis

Cairan pelicin yang terdapat di dalam rongga pleura individu normal

dihasilkan oleh suatu anyaman pembuluh kapiler permukaan pleura parietalis dan

diabsorpsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura viseralis dengan

kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya. Oleh karena itu,

gangguan apapun yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya

kecepatan proses pembentukan cairan ini akan menimbulkan penimbunan cairan

secara patologik di dalam rongga pleura.3

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura

melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh

saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap

harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70

kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila

antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau

reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.3

13

Page 14: lapkas

Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan

selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal

melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke

pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan

tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan

hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang

memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak

mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.3

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

a) Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan

pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.

Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri

dan sindroma vena kava superior.

b) Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada

atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura

visceralis.

c) Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih

banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura.

d) Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan

transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura.

e) Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe

bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena

sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

2.6. Manifestasi Klinis

Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak. Rasa nyeri

membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal

atau tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak nafas dapat ringan atau berat,

14

Page 15: lapkas

tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan

kelainan yang mendasari timbulnya efusi. Selain itu, dapat di-jumpai keluhan

yang berkaitan dengan keganasan penyebab efusi pleura. Sekitar 25% penderita

efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis

ditegakkan.4

Pada pemeriksaan fisik, penderita dapat terlihat sesak nafas dengan

pernafasan yang dangkal, hemitoraks yang sakit lebih cembung, ruang sela iga

melebar, mendatar dan tertinggal pada pernafasan. Fremitus suara melemah

sampai menghilang, dan pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di

daerah efusi, tergantung jumlah cairan; untuk menimbulkan suara pekak paling

sedikit harus terdapat cairan sekitar 500 ml. Selain itu, dapat ditemukan tanda-

tanda pendorongan jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat. Pada

auskultasi, suara pernafasan melemah sampai menghilang pada daerah efusi

pleura.4

2.7. Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan

fisis yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsy dan

analisa cairan pleura.4

2.7.1. Foto Toraks (X-Ray)

Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas

yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan

jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan

sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat

pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru

dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan

tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada

posisi dekubitus lateral.4

15

Page 16: lapkas

Foto toraks PA: Efusi pleura masif dextra

Hal lain yang dapat dilihat dari foto toraks pada efusi pleura adalah

terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.

Disamping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula

terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantungnya membesar, adanya

massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia

atau abses paru.4

2.7.2. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada

pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru

sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14

atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc

pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang

daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock

(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru

mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul,

tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat

16

Page 17: lapkas

menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang

meningkat.4

2.7.2.1. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan

(serous-santokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma,

infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila

kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya

empiema. Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena

amuba.4

2.7.2.2. Biokimia

a) Kadar PH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-

penyakit infeksi, arthritis-reumatoid dan neoplasma.4

b) Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pancreatitis dan

metastasis adenokarsinoma.4

2.7.2.3. Transudat

Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan

kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga

terbentuk cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh

pleura lainnya.4

Biasanya hal ini terdapat pada: 1) Meningkatkan tekanan

kapiler sistemik, 2) Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3)

Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura, 4) Menurunnya

tekanan intrapleura.4

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: 1) Gagal

jantung kiri (terbanyak), 2) Sindrom nefrotik, 3) Obstruksi vena cava

superior, 4) Asites pada sirosis hepatis, 5) Sindrom Meig, 6) Efek

tindakan dialysis peritoneal.4

17

Page 18: lapkas

2.7.2.4. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran

kapiler yang permeabeln ya abnormal dan berisi protein

berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya

perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan

pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma.4

2.7.2.5. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting

untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel

patologis atau dominasi sel-sel tertentu.4

a) Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut

b) Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti

pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna

c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunkukkan

adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel

eritrosit.

d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.

e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.

f) Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik

g) Sel maligna : paru/metastase.

2.7.2.6. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat

mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi

yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau

anaerob. Jenis kuman sering ditemukan dalam cairan pleura adalah

Pneumokokkus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.4

2.7.2.7. Biopsi Pleura

18

Page 19: lapkas

Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan

pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnose kasus-kasus pleuritis

tuberculosis dan tumor pleura.4

2.8. Penanganan

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa

intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila

empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat

dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine).

Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti

bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.5

Penatalaksanaan Efusi Pleura Ganas harus segera dilakukan sebagai terapi

paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera

ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan

kualiti hidup penderita. Efusi Pleura Ganas dengan cairan masif yang

menimbulkan gejala klinis sehingga mengganggu kualiti hidup penderita maka

dapat dilakukan torakosentesis berulang atau jika perlu dengan pemasangan water

sealed drainage (WSD). Untuk mencegah terjadinya efusi pleura berulang setelah

aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni

melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah

tetrasiklin, bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 flourourasil.

Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah dilakukan dan gagal. Pada

Efusi Pleura Ganas (EPG) yang tidak masif dan gejala klinis ringan terapi khusus

tidak dibutuhkan. Efek terapi diharapkan timbul dari pemberian kemoterapi yang

menjadi pilihan terapi kanker paru. Pilihan kemoterapi berdasarkan jenis sel

kanker paru [Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) atau Kanker

Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKBSK)], stage penyakit dan tampilan pasien.

Kemoterapi adalah pilihan terapi dengan tujuan paliatif untuk KPKSK dan

KPKBSK stage IIIB dan IV. Jika EPG disebabkan tumor lain di luar paru maka

penatalaksanaan EPG hanya untuk mengatasi masalah klinis di paru yang

ditimbulkan. Tindakan yang dilakukan sama dengan penatalaksanaan EPG masif

19

Page 20: lapkas

pada kanker paru. Sedangkan jika EPG dengan klinis ringan terapi berdasarkan

tumor primer penyebab.5

2.8.1. Prosedur Pleurodesis

Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi

dialirkan keluar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang

keluar, masukkan 500mg tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang

dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya

diikuti dengan 20 cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan

selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat

didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka

dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada

lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium

parvum, masukkan 7mg yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis

dengan cara seperti tersebut diatas.5

Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya

berupa nyeri pleuritik atau demam.5

2.8.2. WSD (Water sealed Drainase)

Indikasi pemasangan WSD diantaranya adalah pada efusi pleura

massive, efusi pleura hemoragik, hematotoraks, empiema, kilotoraks,

maupun kiliform. Pada kondisi jika harus dilakukan pemasangan WSD,

pada awalnya dilakukan pengaliran secara bertahap dengan jumlah 100-300

ml per 4 jam sampai terjadi produksi harian yang stabil pada posisi WSD

terpasang dan aliran tetap terbuka.5

20

Page 21: lapkas

Tempat Pemasangan Pipa WSD

21

Page 22: lapkas

Tindakan WSD

Teknik Pemasangan WSD

22

Page 23: lapkas

2.8.3. Torakosentesis

Volume pengambilan cairan pleura pada torakosentesis maksimal

1000 cc setiap kali pengambilan untuk mencegah terjadi syok karena

hipovolemik mendadak dan/atau reaksi pemutaran organ mediastinum

(jantung). Pengosongan dalam jumlah banyak dan tiba-tiba juga dapat

menyebabkan terjadi peningkatan permeabiliti kapiler sehingga

menyebabkan edema paru reekspansi.5

23

Page 24: lapkas

2.8.4. Kemoterapi intrapleura dan pleurodesis

Kemoteapi intrapleura dan pleurodesis adalah terapi paliatif pada

kasus EPG dengan keluhan (simptomatik) dan/ atau berulang. Kemoterapi

intrapleura pada dasarnya istilah yang tidak terlalu tepat karena mekanisme

kerjanya tidak sama dengan kemoterapi sistemik yaitu membunuh sel

kanker melalui proses apoptosis. Pemberian obat antikanker intrapleura

mengharapkan terjadi penyumbatan pada vena atau limphe di pleura

parietalis sehingga produksi cairan dapat berkurang. Penggunaan obat

antikanker (kemoterapi) dengan prinsip pleurodesis dilakukan bila paru

sudah mengembang dan tidak ditemukan obstruksi bronkus atau fibrosis

yang luas, dan sebaiknya segera dilakukan setelah jumlah cairan minimal

(<150 ml/ hari) dan paru mengembang. Kemoterapi intrapleura

diindikasikan untuk kanker paru dengan masalah efusi pleura yang produktif

setelah dilakukan punksi berulang atau setelah pemasangan WSD.

Penggunaan continous suction sebelum atau sesudah tindakan masih pro dan

kontra, tetapi apabila tetap digunakan sebaiknya dengan volume besar dan

tekanan rendah. Penggunaan antikanker misalnya bleomisin atau adriamisin

digunakan untuk kemoterapi intapleura lebih disukai karena prosedur lebih

sederhana, tinggi efektiviti dan ringan efek samping tetapi mahal harganya.

Obat itu juga dapat digunakan untuk pleurodesis. Dosis bleomisin atau

adriamisin yang direkomendasikan adalah 30-60 mg intrapleura perkali.

Dosis yang sering digunakan adalah 45 mg/kali dan dapat dilakukan hingga

3x dengan evaluasi 1 minggu. Tindakan invasif atau bedah dapat dipikirkan

jika setelah pemberian kemoterapi intrapleura 3x belum memberi respons

yang baik. Bahan lain yang juga sering digunakan untuk pleudesis adalah

tetrasiklin 500 mg/kali, doksisiklin 500 mg/kali atau minosiklin 300 mg/kali

diencerkan dengan 50-100ml cairan salin steril. Penggunaan bahan ini

sedikit lebih rumit karena sifat iritan yang sering menimbulkan syok akibat

nyeri yang ditimbulkannya dan membutuhkan premedikasi, antara lain

anestetik intrapleura dan analgesik (pain killer) injeksi yang kuat. Talk steril

(Mg3Si4010[OH]2), metilprednisolon, povidon iodine dan sitokin (IL-2,

IFN-γ dan TNF-α) adalah bahan yang juga dapat digunakan untuk

24

Page 25: lapkas

pleurodesis meski masih dalam uji klinis. Pada kasus gagal atau berulang

maka pleurodesis dapat diulang, 2 sampai 3 kali dengan selang waktu 1

minggu.5

2.8.5. Intervensi Bedah

Bedah pintas pleuroperitoneal yaitu tindakan pilihan untuk pasien

dengan efusi yang menetap setelah dilakukan pleurodesis. Pada kasus

dengan produktifiti yang gagal diatasi dengan usaha di atas perlu tindakan

pleurektomi yaitu tindakan membuang pleura parietal.5

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 26: lapkas

1. Ariyanti T. Karakteristik dan Penyebab Efusi Pleura pada Penderita yang

Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Karyadi Semarang pada Bulan

November Tahun 2002. 2003. Available at:

http://eprints.undip.ac.id/7116/1/1629.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember

2010.

2. Taufik, Hudoyo A. Gejala Kanker Paru. 2007. Jurnal Respiratory Indonesia

Vol 21 No 4. Available at:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27407226230.pdf. Diakses pada tanggal

13 Desember 2010.

3. Price, Sylvia A,dkk. ( 1995 ). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses–Proses

Penyakit. Jakarta : EGC Diunduh dari: http://3rr0rists.net/medical/efusi-

pleura.html [Diakses pada Desember 2010].

4. Halim, H. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam PDUI Jilid II. Edisi IV. Jakarta: 1066-1070.

5. Syahruddin E, Ahmad H, Nirwan A. Efusi Pleura Ganas Pada Kanker Paru.

2010. Diunduh dari: http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/EFUSI

%20PLEURA%20GANAS_7_.pdf. [Diakses pada Desember 2010].

26