LAPAK 1 SUmber daya Perairan

29
LAPORAN AKHIR EKSPLORASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT DAN PESISIR KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU PARI Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Konservasi Sumber Daya hayati dan Lingkungan laut KELOMPOK 4 Viky Fajrul (230210100002) Desta Tansya (230210100028) Eka Septiyawati (230210100034) Ajeng Yuniar Ikhsani (230210100049) Aurora Aprodhita (230210100052) Eli Riswandi (230210100055)

description

Laporan Praktikum Sumber Daya perairan

Transcript of LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Page 1: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

LAPORAN AKHIR EKSPLORASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT DAN PESISIR

KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU PARI

Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Konservasi Sumber Daya hayati dan Lingkungan laut

KELOMPOK 4

Viky Fajrul (230210100002)

Desta Tansya (230210100028)

Eka Septiyawati (230210100034)

Ajeng Yuniar Ikhsani (230210100049)

Aurora Aprodhita (230210100052)

Eli Riswandi (230210100055)

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR

2013

Page 2: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

KEANEKARAGAMAN HAYATI EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, KONSERVASI DAN

PEMANFAATAN LESTARI

MANGROVE ECOSYSTEMS BIODIVERSITY IN THE ISLAND PARI, THOUSAND ISLANDS, CONSERVATION AND

SUSTAINABLE Utilization

Viky fajrul, Desta Tansya, Eka Septiyawati, Ajeng Yuniar, Aurora Aproditha, dan Eli Riswandi

Universitas Padjdajaran, Jatinangor, Jawa Barat. [email protected]

ABSTRACT

I. PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove dikenal sebagai hutan yang mampu hidup

beradaptasi pada lingkungan pesisir yang sangat ekstrim, tapi keberadaannnya

rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan tersebut disebabkan

adanya tekanan ekologis yang berasal dari alam dan manusia. Bentuk tekanan

ekologis yang berasal dari manusia umumnya berkaitan dengan pemanfaatan

mangrove seperti konversi lahan menjadi pemukiman, pertambakan, pariwisata

dan pencemaran.

Pulau Pari berada di tengah gugusan pulau yang berderet dari selatan ke

utara perairan Jakarta. Dengan pantainya yang berpasir putih dan berair bening

kehijauan, Pulau Pari menjadi salah satu objek wisata di Kepulauan Seribu.

Ekosistem mangrove di pulau ini terbiang cukup rapat dan baik karena hampir

tidak ada penebangan liar yang terjadi dikawasan ini, tetapi permasalah lain yang

terjadi adalah sampah yang menumpuk dan menggenang disekitar mangrove.

Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ekologis ekosistem

mangrove sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah asuhan

(nursery ground) bagi hewan-hewan yang hidup di daerah mangrove. Perlu

adanya suatu upaya rehabilitasi dan konservasi ekosistem beserta biota yang

terdapat dimangrove. Pengelolaan dan pemanfaatan yang lestari juga perlu

Page 3: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

dilakukan agar tidak terjadi degradasi ekosistem yang akan menyebabkan

kepunahan bota khas mangrove dan mangrove itu sendiri.

Ekosiste mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan ciri khas yang

berada dipesisir. Percampuran kondisi darat dan laut menjadikan ekosistem ini

ditempati oleh berbagai macam biota baik bita tawar laut maupun payau. Biota

yang berasal dari tawar dan laut akan melakukan adaptasi fisiologi, morfologi dan

tingkah laku untuk bertahan hidup di ekosistem ini sehingga diperkirakan terdapat

banyak bita baru ataupun kandungan-kandungan baru serta hal-hal baru lainnya

yang dapat ditemukan di ekosistem ini. Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi

yang mendalam mengenai setiap biota dan kandungan dilamanya untuk

menekukan hal baru yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia dan

alam. Berdasarkan alasan di atas, maka tujuan dari praktikum ini adalah untuk

mengetahui hal-hal baru yang dapat ditemukan di ekosistem mangrove ini serta

bagaimana cara pemanfaatan yang lestrai untuk hal baru tersebut.

II. METODE PENELITIAN

II.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada Senin, 16 Desember 2013 pukul 10.00

WIB. Posisi koordinat pengambilan sampe stasiun adalah S 050 51’ 40,6” E 1060

36’ 46,4”. Pengambilan sampel berada dikawasan mangrove sebelah timur pulau

Pari dengan menggunakan metode transek garis 3 petak untuk penghitungan

kerapatan mangrove. Ukuran petak pada transek adalah 10X10, 5X5 dan 2X2.

Gambar 1. Peta Lokasi Pulau Pari (google map)

Page 4: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Untuk pengamatan keberadaan biota dilakukan pada sekitar daerah transek

dan penghitungan kualitas perairan disekitar transek. Alat yang digunakan

diantaranya tali rapia, spektrofotometer, termometer, meteran, plastik sampling

dan GPS serta kamre untuk dokumentasi.

Waktu Praktikum yaitu pada bulan desember yang merupakan bulan

penghujan menyebabkan perairan daerah sekitar mangrove memiliki kedalaman

yang cukup tinggi sekitar 70-120 cm sehingga menyebabkan pengamatan subtrat

tidak dapat dilakukan walaupun pada saat surut. Pengaruh bulan penghujan juga

menyebabkan pasang yang terjadi cukup tinggi sehingga TPS di sekitar ekosistem

meluber dan sampah terbawa kedalam perairan dan mengapung di ekosistem.

II.2 Pengamatan di lapangan

II.2.1 Pengukuran Parameter Fisik Perairan

Pengukuran parameter Fisik Perairan dilakukan secara insitu dengan 3 kali

pengulangan pada satu stasiun yang telah ditentukan sebelumnya. Parameter yang

diukur antara lain Suhu, Salinitas, dan Kecerahan. Sebelum dilakukan

pengukuran, terlebih dahulu alat pengukuran dikalibrasi agar saat pengukuran

tidak terjadi eror dan data yang diukur valid.

Pada pengukuran salinitas dengan mengunakan spektrofotometter, setelah

kalibrasi awal alat yang telah digunakan pada pengulangan pertama, dikalibrasi

ulang dengan aquades sebelum digunakan untuk pengukuran diulangan ke-2 dan

seterusnya. Saat pengukuran salinitas, praktikan harus berhati-hati karena jika

keadaan lumpur bercampur pasir yang berada dibawah perairan teraduk oleh

langkah kaki praktikan dapat membuat perubahan pada salinitas perairan. Untuk

pengukuran suhu dengan termometer, cara penggunaan adalah dengan memegang

bagian ujung(tali) pada termometer. Hal ini bertujuan agar suhu insitu yang diukur

tidak tercampur dengan suhu tubuh praktikan. Pengukuran kecerahan didasarkan

pada dasar kedalaman perairan yang masih bisa terlihat oleh mata.

Page 5: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

II.2.2 Mangrove

Pengamatan vegetasi mangrove dilakukan menggunakan metoda Buckland et

al. (1993) dalam Yosmina (2012), yaitu dengan melakukan identifikasi jenis dan

jumlah mangrove di lapangan. Pengukuran kerapatan, tinggi vegetasi mangrove yang

tergolong pada kategori pohon (diameter batang setinggi dada > 10 cm),

belta/pancang (2-5 cm) dan anakan/semai atau seedling (< 2cm). Pertama tarik garis

lurus terhadap garis pantai. Tarik garis secara horizontal sejauh 30 meter dengan

tali rapia. Data vegetasi untuk setiap titik transek diambil dengan menggunakan

kwadran berukuran 10 x 10 m untuk pohon (berdiameter 10 cm atau keliling 33 cm)

yang terletak di sebelah kiri dan kanan transek. Pada setiap petak tersebut dibuat

petak yang lebih kecil dengan ukuran 5 x 5 m. Di dalam petak ini dikumpulkan data

tentang belta/anak pohon (berdiameter 2-10 cm, atau keliling 7-32 cm), sedangkan

untuk tingkat semai data dikumpulkan dari setiap petak yang berukuran 1 x 1 m2 yang

ditempatkan dalam petak ukuran 5 x 5 m2. Pada kwadran tersebut semua tegakan

diidentifikasi jenisnya, serta dihitung jumlah masing-masing jenis. Data jumlah

pohon dan semai pada tiap kuadaran dihitung dan dicatat secara keseluruhan

II.2.3 Pencarian organisme perairan yang berada di sekitar lokasi

Setiap organisme yang terdapat dalam perairan dicatat baik moluska,

bivalve, crustacean, seagrass maupun yang lainya yang berasosiasi dengan

mengrove tersebut. Kemudian sampel yang dapat diambil dengan persayaratn

melimpah di lokasi pengambilan sampling dapat diambil dengan menggunakan

plastik sampling untuk dilakukan uji laboratorium.

II.3 Analisis Data

Untuk analisis mangrove Data mangrove yang diperoleh dianalisis dengan

persamaan yang diusulkan oleh Cox (1967) dan meliputi:

2.3.1 Analisi Metode transek

a. Kerapatan

Kerapatan= Jumlah total individu spesies

Luas petak pengamatan (m2)

Kerapatanrelatif = Kerapatan suatu spesiesKerapatan seluruh spesies

x 100 %

Page 6: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

b. Frekuensi

Frekuensi= Jumlah petak terdapatnya suatu spesiesJumlahseluruh petak

Frekuensirelatif = Frekuensi suatu spesiesFrekuensi seluruh spesies

x100%

c. Dominansi

Dominansi=Luas basal area ( m2 )

Luas petak pengamatan ( m2 )Dominansi relatif = Dominansi suatu spesies

Dominansi seluruh spesiesx 100 %

2.3.2 Uji Fitokimia

Untuk mengetahui potensi dan kandungan yang terdapat dala biota dan

mangrove di ekosistem ini, maka dilakukan uji fitokimia standar untuk

menganalisis kandungan senyawa metabolit sekunder dari setiap biota. Bahan

Hayati yang akan di uji fitokimia di maserasi dan diekstraksi kemudia di uapkan

dengan rotary evaporator untuk menghasilakn ekstrak pekat. Hasil ekstraksi bahan

kemudian diuji komponen bioaktifnya melalui uji fitokimia. Uji fitokimia terdiri

dari berbagai uji seperti alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon,

molisch, benedict, ninhidrin, dan biuret.

a. Uji Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N

kemudian diuji dengan tiga peraksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi

Meyer, dan perekasi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif jika adanya endapan

putih kekuningan untuk pereaksi Meyer, endapan coklat untuk Wagner dan

endapan merah jingga untuk pereaksi Dragendorff.

b. Uji Steroid/triterpenoid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung rekasi

yang kering. Lalu 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat

ditambahkan ke dalamnya. Larutan berwarna merah yang terbentuk untuk pertama

kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukan reaksi positif.

c. Uji Flavonoid

Page 7: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Sejumlah sampel ditambahkan dengan serbuk magnesium sebanyak

0,1 mg dan 0,40ml amil alkohol dan 4 ml alkohol (campuran asam klorida 37%

dan etanol 95% dengan volume yang sama ). Warna merah, kuning, atau jingga

yang terbentuk menunjukkan adanya flavonoid.

d. Uji Saponin (Uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil

selama 30 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCL 2 N

menunjukkan adanya saponin.

e. Uji Fenol hidrokuinon (Pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan

yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes

larutan FeCl3 5%. Warna hijau atau hijau biru yang terbentuk menunjukkan

adanya senyawa fenol dalam bahan.

f. Uji Molisch

Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes peraksi Molish dan 1 ml asam

sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya

karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan

cairan.

g. Uji Benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi

Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Warna hijau,

kuning, atau endapan merah bata yang terbentuk menunjukkan adanya gula

pereduksi.

h. Uji Biuret      

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi biuret.

Campuran dikocok dengan seksama. Larutan berwarna ungu yang terbentuk

menunjukkan hasil uji positif adanya peptida.

i. Uji Ninhidrin

Sebanyak 2 ml sampel ditambahkan dengan larutan ninhidrin 0,1%,

kemudian dipanaskan selama 10 menit. Larutan yang berwarna biru menunjukkan

hasil positif asam amino.

Page 8: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. 1 Hasil

Pengamatan Biota yang dilakukan dilokasi transek ekosistem mangrove,

diantanya ditemkan ikan glodok (Periopthalmus sp), kepiting batu (Scylla sp),

sargassum sp, Enhalus acoroides dan kelas gastropoda. Pengukuran kualitas air

pada lokasi pengamatan meliputi parameter fisik dan parameter kimia. Parameter

fisik yang diukur diantaranya adalah suhu dan substrat sedangkan parameter kimia

yang diukur hanya salinitas. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat sehingga untuk

parameter fisik kedalaman dan kecerahan hanya diamati dengan panca indra

secara langsung sedangkan parameter kimia DO dan pH tidak diukur. Hasil

pengukuran parameter fisik dan kimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Air

Keterangan Sampling ParameterPengulangan

Rata-rataI II III

Waktu 10.00 WIB FisikTempat Perairan

mangrove Suhu (oC) 29 29 30 29,33

Posisi S : 05o51’40,6”E : 106o36’46,4”

Substrat Pasir berlumpur

Pasir berlumpur Pasir Pasir

berlumpurKimia

Salinitas (ppt)

25 26 30 27

Dari Hasil Pengamatan dilokasi, ekosistem mangrove di Pulau Pari

didominasi oleh genus Rhizophora sp. Lokasi yang kami amati merupakan

ekosistem mangrove dengan jenis Rhizophora mucronata (gambar 2) dilihat dari

akarnya yang berupa akar sangga, gagang daun berwarna hijau, bentuk daun elips

melebar hingga bulat memanjang, ujung daun meruncing, tumbuh berkelompok,

dan terletak di daerah pasang surut.

Page 9: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Gambar 2. Rhizopora mucronata

Mangrove yang diamati merupakan mangrove yang terlewati oleh garis

transek 10x10 meter untuk tiang, 5x5 meter untuk pancang, dan 2x2 untuk semai.

Hasil dari pengamatan diperoleh bahwa di dalam transek 10x10 m terdapat 1

individu tiang mangrove dengan diameter ±47 cm, di dalam transek 5x5 m

terdapat 174 individu pancang mangrove dengan diameter ±9 cm, dan di dalam

transek 2x2 m terdapat 113 individu semai mangrove. Hal ini menunjukkan

bahwa pada lokasi pengamatan ekosistem mangrove didominasi oleh pancang

mangrove.

Perhitungan Data Mangrove1. Kerapatan

a. Kerapatan= Jumlah total individu spesies

Luas petak pengamatan (m2)

Kerapatan=460(ind)100(m2)

=4,6 ind /m2

b. Kerapatanrelatif = Kerapatan suatu spesiesKerapatan seluruh spesies

x 100 %

Kerapatanrelatif =4,64,6

x 100 %=100%

2. Frekuensi

a. Frekuensi= Jumlah petak terdapatnya suatu spesiesJumlahseluruh petak

Page 10: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Frekuensi=33=1

b. Frekuensirelatif = Frekuensi suatu spesiesFrekuensi seluruh spesies

x100%

Frekuensirelatif =11

x100 %=100 %

3. Dominansi

a. Dominansi=Luas basal area ( m2 )

Luas petak pengamatan ( m2 )

Dominansi=100 ( m2 )100 ( m2 )

=1

b. Dominansi relatif = Dominansi suatu spesiesDominansi seluruh spesies

x 100 %

Dominansi relatif =11

x100 %=100 %

Uji Fitokimia

3.2 Pembahasan

Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan bahwa suhu perairan cukup

normal karena pengukuran dilakukan pada waktu mulai menuju siang sehingga

suhu perairan cukup tinggi yaitu 29,33oC (hasil rata-rata). Substrat pada lokasi

pengamatan mangrove merupakan pasir berlumpur sedangkan pada lokasi

pengamatan biota lain yang berasosiasi dengan mangrove yaitu pasir sehingga

ditemukan pula biota lamun. Nilai salinitas pada pengukuran ke-1 hingga ke-3

mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan pada saat pengukuran praktikan

bergerak-gerak di perairan tersebut sehingga unsur kimia dalam perairan yang

awalnya mengendap di bagian bawah menjadi teraduk dan naik ke permukaan

sehingga nilai salinitas mengalami kenaikan dari pengukuran 1 hingga 3 sehingga

setelah dirata-ratakan nilai salinitas perairan tersebut adalah 27 ppt.

Hasil pengukuran kualitas air tersebut sesuai dengan literatur bahwa

mangrove hidup pada salinitas 22-38 ppt, suhu perairan tropis rata-rata 27-30oC,

dan Rhizophora mucronata hidup pada substrat pasir berlumpur (Bengen 2004

dalam Lestarina 2011). Kualitas air seperti ini memungkinkan pada ekosistem

Page 11: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

mangrove tersebut hidup biota lain. Biota lain yang hidup di ekosistem mangrove

diantaranya adalah mamalia, reptil dan amfibi, burung, crustacea dan molusca,

serta ikan (Dedi 2007). Pengamatan di lapangan ditemukan beberapa biota lain

yang hidup berasosiasi dengan mangrove diantaranya adalah ikan glodok,

molusca yang diantaranya adalah gastropoda, kepiting, dan lamun ketika

memasuki substrat pasir. Rumput laut Sargassum sp juga ditemukan namun

kemungkinan rumput laut ini hanya terbawa arus karena hanya menempel pada

ranting yang patah dan tersangkut di batang-batang mangrove tersebut.

Hasil perhitungan data diperoleh bahwa kerapatan mangrove pada lokasi

pengamatan adalah 4,6 ind/m2 yang didapatkan dari hasil pembagian jumlah

individu yang ditemukan di dalam transek 10x10 m2 atau 100 m2. Kerapatan

relatif yang diperoleh adalah hasil dari perbandingan antara kerapatan satu spesies

dengan kerapatan seluruh spesies, namun karena pada pengamatan di lapangan

hanya satu spesies mangrove yang ditemukan dalam area transek maka kerapatan

relatifnya adalah 100%.

Berdasarkan hasil identifikasi, salah satu biota yang ditemukan di

ekosistem mangrove ini adalah ikan glodok (Periopthalmus sp). Ikan ini hidup di

wilayah pasang surut, gelodok biasa menggali lubang di lumpur yang lunak untuk

sarangnya. Lubang ini bisa sangat dalam dan bercabang-cabang, berisi air dan

sedikit udara di ruang-ruang tertentu. Ketika air pasang naik, gelodok umumnya

bersembunyi dilubang-lubang ini untuk menghindari ikan-ikan pemangsa yang

berdatangan. Bila air surut ikan glodok banyak terlihat keluar dari air, merangkak

atau melompat lompat di atas lumpur dan jika air pasang ia masuk ke hutan bakau,

baru turun kembali ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia

bersembunyi pada lubang-lubang sarangnya. Ikan ini kadang-kadang bergerombol

bertengger pada akar-akar tunjang pohon bakau Rhizophora atau berada di antara

akar-akar tunjang pohon bakau Sonneratia. Di Indonesia, ikan glodok ditemukan

oleh Harden Berg pada tahun 1935 di Sumatera dan Kalimantan dari jenis

Periophtalmus sp dan sekarang telah tersebar luas di sepanjang Pantai Utara Jawa,

Segara Anakan Cilacap dan Nusakambangan, Kalimantan, Sulawesi, Nusa

Tenggara dan Maluku. Mereka dapat di temukan di Taman Wisata Alam Angke

Page 12: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Kapuk hingga ke Hutan Lindung Angke Kapuk dan hidup diantara tumpukan

sampah dan bahan pencemar lain yang menumpuk di muara Jakarta.

Untuk jenis hewan molusca yang ditemukan adalah molusca menempel

(teririp) dalah satunya yaitu Cerithidea decollata (gambar 3). Jenis mollusca ini

adalah jenis yang dapat dikonsumsi. Biasanya mollusca ini hidup menempel pada

akar dan batang dari mangrove yang hidup didaerah zona pertama pasang surut.

Bivalvia atau Pelecyopoda dan Gastropoda merupakan kelas moluska terbanyak

yang ditemukan pada ekosistem mangrove. Kedua moluska ini hidup dalam

ekosistem daerah pantai dan estuari yang berada di daerah pasang surut sehingga

mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap kekeringan dan perubahan salinitas

serta derajat keasaman (pH) dari tanah mangroveyang berkisar antara asam

rendah, netral atau basa rendah akibat pengaruh air laut, dan air tawar juga proses

biologi kimia tanah.

Gambar 3. Cerithidea decollata

Salah satu Jenis crustacea yang ditemukan dipulau pari ini adalah kepiting

batu (gambar 4). Dibeberapa tempat di kawasan mangrove P.pari ini ditemukan

beberapa perangkap bubu dan hampir sebagian telah terisi oleh jenis kepiting batu

ini. Setiap kepiting mempunyai tempat hidup yang spesifik dan mungkin berbeda

satu dengan yang lainya. Oleh karena itu kepiting sering dinamai sesuai dengan

kebiasaan atau lokasi yang disukainya. Salah satu kepiting tersebut adalah

kepiting batu. Kepiting batu memiliki perisai pertahanan tubuh yang relative tebal

meskipun mempunyai badan yang kecil. Kepiting ini memiliki warna kehijau-

hijauan yang sangat menarik dan sebagian dadanya keputih-putihan. Gerakan

kepiting batu sangat lincah karena di lengkapi kaki yang sangat panjang.

Page 13: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Gambar 4. Kepiting Batu

Selain mangrove, abiota lain yang ditemukan adalah lamun dan rumput

laut. Jenis lamun yang ditemukan adalah Enhalus acoroides dan jenis rumput laut

adalah Sargassum sp. Untuk Sargassum sp sendiri, kemungkinan besar bukan

berasal dari ekosistem ini tetapi hanya terbawa arus hingga terhanyut. Hal ini

dapat dilihat dari keberadaanya yang tersangkut akar mati dan hanya terdapat

sedikit, sedangkan rumput laut sendiri merupakan tanaman air yang hidup

mengerombol.

Enhalus acoroides yang ditemukan, banyak terdapat dibagian subtrat pasir

yang berada di pinggir pantai. Sedangka untuk subtrat lumpur lamun ini sudah

tidak ditemukan. Keberadaanya di stasiun ini tidak terlalu banyak dikarenakan

dominasi mangrove pada sisi bagian pantai P.Pari sebelah barat.

Kandungan Metabolit Sekunder

Rhizophora mucronata memiliki kandungan metabolit sekunder yang

sangat bermanfaat. Menurut penelitian Priyanto (2012), ekstrak kasar metanol

daging buah Rhizophora mucronata mengandung alkaloid, steroid, flavonoid,

fenol hidrokuinon dan tanin. Ekstrak kasar etil asetat mengandung komponen

bioaktif diantaranya alkaloid, steroid, flavonoid, fenol hidrokuinon dan tanin.

Ekstrak n-heksana hanya mengandung komponen bioaktif steroid. Menurut

penelitian Diastuti et al. (2008), ekstrak etanol daun Rhizophora mucronata

mengandung triterpenoid dan alkaloid, sedangkan menurut penelitian Diastuti et

al. (2009), ekstrak etanol daun Rhizophora mucronata mengandung flavonoid,

triterpenoid dan alkaloid. Menurut Ludyahantoro dan Tukiran (2012), ekstrak

kulit batang Rhizophora mucronata mengandung alkaloid, saponin, tanin dan

Page 14: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

flavonoid. Menurut penelitian Kariem (2002), akar Rhizophora mucronata

mengandung senyawa tanin.

Kandungan metabolit sekunder dalam Rhizophora mucronata sudah

banyak diteliti dan memiliki banyak potensi dalam pemanfaatannya. Menurut

penelitian Priyanto (2012), ekstrak kasar metanol daging buah Rhizophora

mucronata berpotensi sebagai antioksidan yaitu dapat menghambat oksidasi

lemak dengan batas nilai bilangan peroksida untuk penyimpanan 7 hari sebesar

3,00 Meq/Kg minyak pada konsentrasi 31,25 ppm. Menurut penelitian Diastuti et

al. (2008), ekstrak daun Rhizophora mucronata berpotensi sebagai antikanker

khususnya terhadap sel kanker Myeloma. Sitotoksisitas tertinggi ditunjukkan oleh

fraksi kloroform dengan nilai LC50 sebesar 28,72 µg/mL. Menurut penelitian

Diastuti et al. (2009), ekstrak daun Rhizophora mucronata berpotensi sebagai

antikanker. Aktivitas antikanker tertinggi ditunjukkan oleh fraksi kloroform

dengan nilai LC50 sebesar 290,92 µg/mL terhadap A. salina dan nlai IC50 sebesar

105,56 µg/mL terhadap sel Raji. Menurut Suciati et al. (2012), ekstrak daun

Rhizophora mucronata berpotensi sebagai antibakteri terutama dalam

menghambat pertumbuhan Aeromonas salmonicida dan Vibrio harveyi. Menurut

Ludyahantoro dan Tukiran (2012), ekstrak kulit batang Rhizophora mucronata

berpotensi sebagai bioinsektisida terhadap ulat grayak. Menurut penelitian Kariem

(2002), kandungan tanin dalam Rhizophora mucronata berpotensi sebagai racun

bagi organisme perairan disekitarnya.

Utuk ikan glodok sendiri, potensi ikan ini selain sebagai filter feeder, juga banyak

dikonsumsi terutama di negara Jepang. Karena ikan ini mengandung 7,91%

protein, 0,46% lemak, 3,82% abu dan 72,80% air. Sedangkan bila sudah

dipanggang ikan glodok ini mempunyai kandungan 24,31% protein, 0,85% lemak,

5,17% abu dan 43,73% air. Hal ini dibuktikan oleh BBPMP pada tahun 1990.

Selain menjadi santapan, ikan ini juga digunakan sebagai obat tradisional,

terutama sebagai peningkat tenaga lelaki dan juga untuk kesehatan terutama janin

ibu hamil. Nilai ekonomi dari ikan ini di Indonesia belum optimal. Namun

didaerah seperti Karawang dan Cilacap ikan ini sudah diperjual belikan dengan

harga Rp. 3.000/kg dengan pemanfaatan sebagai ikan kering dan ikan asap.

Page 15: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Namun di Tiongkok dan Jepang, ikan gelodok menjadi santapan, selain juga

digunakan sebagai obat tradisional, terutama sebagai peningkat tenaga lelaki dan

juga untuk kesehatan terutama janin ibu hamil.

Untuk kandungan metabolit sekunder dari ikan glodok ini masih jarang

diteliti karena dilihat dari kandungan gizinya, ada komunitas biota ;ain yang ebih

bermanfaat untuk dikonsumsi dan dibuat produk olehan. Ikan glodok ini memiliki

fungsi ekologi yang penting sehingga keberadaanya dialam tidak boleh punah dan

sebaiknya tidak dimanfaatkan sebagai biota konsumsi. Ikan ini memiliki peranan

penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan. Ikan glodok yang

membuat lubang-lubang galian. Lubang-lubang yang digali tersebut selain

berfungsi sebagai tempat berlindung juga berguna sebagai media untuk

melewatkan oksigen agar dapat masuk kebagian subtrat yang lebih dalam

sehingga dapat memperbaiki kondidi anoksi dalam subtrat hutan mangrove.

Berdasarkan hasil uji laboratorium dapat diketahui nilai gizi makro per

100 gram Siput Gonggong antara lain karbohidrat 4,1% dengan nilai gizi 16,4

kalori, Protein 31,19 dengan nilai gizi 124,8 kalori dan lemak 24,9% dengan nilai

gizi 224,1 kalori. Selain Itu Sebagian masyarakat ditanjungpinang menyakini

gonggong bermanfaat untuk pertumbuhan hormon, meningkatkan stamina.

Karena mengandung protein yang tinggi dan rendah lemak maka gonggong dapat

menjadi pilihan seafood anda yang kaya gizi dan sehat

Untuk Jenis mollusca, umumnya menguntungkan bagi manusia, namun

ada pula yang merugikan. Peran mollusca yang menguntungkan adalah sebagai

berikut:

Sumber makanan berprotein tinggi, misalnya tiram batu (Aemaea sp.), kerang

(Anadara sp.), kerang hijau (Mytilus viridis), Tridacna sp., sotong (Sepia sp.),

cumi-cumi (Loligo sp.), remis (Corbicula javanica), dan bekicot (Achatina

fulica).

Perhiasan, misalnya tiram mutiara (Pinctada margaritifera).

Hiasan dan kancing, misalnya dari cangkang tiram batu, Nautilus, dan tiram

mutiara.

Bahan baku teraso, misalnya cangkang Tridacna sp.

Page 16: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Pakan ternak (Vivipara)

Vektor berbagai penyakit (Lymnaea trunchatula, l. Rubiginosa, dsb)

Hewan peliharaan (Octopus bimaculoides)

Mollusca yang merugikan bagi manusia, misalnya bekicot dan keong

sawah yang merupakan hama dari tanaman (Helix astrea dan Achantina fulica),

perusak kayu (Tredo navalis) dan siput air yang merupakan perantara cacing

Fasciola hepatica.

Kepiting sendiri memiliki banyak potensi yang masih belum disadarai oleh

masyarakat luas. Kepiting ini memiliki peranan penting dalam menjaga

keseimbangan rantai makanan. Selain itu, kepiting ini memiliki peran yang sama

sepeti ikan glodok yang membuat lubang-lubang galian.

Kepiting juga memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya

Kandungan protein yang tinggi berfungsi vital bagi tubuh sebagai pembentuk

enzim, pembentukan sel organ dan otot, pembentuk hormon, perbaikan sel yang

rusak, pengatur metabolisme, dan pembentuk sistem kekebalan tubuh. Kandungan

vitamin B12 sangat baik untuk menghasilkan energi dan pertumbuhan,

meningkatkan metabolisme asam amino dan asam lemak, produksi sel darah

merah, serta meningkatkan kesehatan syaraf dan kulit. Asam lemak omega-3

dalam kepiting berfungsi menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah sehingga

mencegah penyakit kardiovaskular (jantung), meningkatkan kekebalan tubuh,

meningkatkan fungsi sistem syaraf dan kesehatan mata, dan meningkatkan

kecerdasan otak bila diberikan sejak dini. Mineral selenium berperan sebagai

antioksidan untuk mencegah kerusakan sel dari radikal bebas penyebab kanker

dan penyakit jantung. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan

pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi

virus dan bakteri serta mencegah peradangan. Mineral copper berfungsi sebagai

komponen enzim redox, pembentukan selda rah merah, otot, syaraf, tulang dan

otak, serta mencegah penyakit tulang dan syaraf. Mineral zinc berfungsi untuk

komponen pembentuk enzim-enzim tubuh, sel darah merah, sistem kekebalan

tubuh, mencegah pembesaran prostat, mencegah kerontokan rambut. Kerang

Page 17: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

sangat cocok untuk menu diet yang tinggi protein karena mengandung lemak

jenuh yang sangat rendah hanya 0,2 gram/ 100gram.

Selain itu kandungan kithin dan kithosan dalam cangkang kepiting dapat

digunakan sebagai bahan pengawet alami, anti bakteri dan bahan kosmetik. Dalam

erni (2009) Manfaat kulit kepiting tersebut, untuk pertamakalinya ditemukan para

ilmuwan dari Jepang, setelah mereka melakukan penelitian bertahun-tahun.

Bahkan menurut Dr. Matsunaga dari Asta Clinic, Nagoya yang juga menjadi

Presiden Association of Chitosan, manfaat kulit kepiting itu, sudah menjadi

perhatian mereka sejak 10 tahun lalu. Dari hasil penelitian yang dilakukan para

ilmuwan Jepang tersebut diketahui dalam kulit kepiting, terkandung

zat kithin yang dikenal sangat efektif untuk menekan pertumbuhan kanker dan

menurunkan kolesterol dalam tubuh. Pimpinan PT Kosmojaya Pandu Nusa

Semarang H Nugroho Koesno menjelaskan zat kithin juga dapat digunakan

sebagai bahan untuk kulit sintetis. Berdasarkan penelitian di Jepang, zat tersebut

juga bisa diurai menjadi benang maupun sebentuk selaput yang dapat digunakan

untuk benang operasi ataupun kulit sintetis. Dari percobaan itu, kulit sintetis

dari zat kithin ini mempunyai beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

kulit sintetis biasa yang umunya terbuat dari kulit babi atau selaput collagen sapi.

Kulit sintetis ini, mempunyai keunggulan dapat menghaluskan kulit, tidak

meninggalkan bekas, tidak menimbulkan efek sampingan, seperti radang dan lain

sebagainya.

Selain untuk kulit sintetis, zat kithin atau Kitosan tersebut, juga sering

dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam produk kosmetik dan makanan.

Dengan kemampuannya yang dapat mencegah pembusukan dan timbulnya jamur,

maka zat kithin sangat efektif untuk bahan tambahan dalam produk makanan

asinan maupun menjaga kelembaban kosmetik ataupun shampo. Di samping itu

dengan kemampuannya yang bersifat menyerap kotoran, zat ini juga sering

digunakan untuk memproses air bersih ataupun untuk memproduksi lensa kontak,

kristal cair dan lain sebagainya.

VI. SIMPULAN

Page 18: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Manfaat Cangkang Kepiting. http://tips-tips-kesehatan.blogspot.com/2009/08/cangkang-kepiting-bisa-jadi-obat.html. Diakses pada tanggal 22 Desember 2013 pada pukul 20.18 WIB

Anonim. Manfaat Kepiting Untuk Kesehata. http://apotik-hidupku.blogspot.com/2011/11/manfaat-kepiting-untuk-kesehatan.html. Diakses pada tanggal 22 Desember 2013 pada pukul 20.26 WIB

Budidayanto, Dwi. 2010. Ikan Mudskiper. http://dwibudiyanto.blogspot.com/ 2010/08/mengenal-ikan-glodok-mudskipper-dan.html. Diakses pada tanggal 22 Desember 2013 pada pukul 15.13 WIB

Elhaq & Satria. 2011. Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan Mangrove Dan Partisipasi Pesanggem Dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang Parit. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, 5 (1): 97-103.

Indriani, Y. 2008. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api-Api (Avicennia marina forssk. vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 73 hlm.

Jabarsyah, Abdul, DKK., 2008. Laju Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Dengan Pemberian Jenis Bahan Pakan Yang Berbeda. FPIK Universitas Borneo.

Joesidawati, ST, M.Si. Marita Ika. 2007. Struktur Komunitas Moluska Pada Habitat Mangrove Di Kawasan Mangrove Center Jenu Tuban. http://ejournal.unirow.ac.id/ojs/files/journals/2/articles/4/public/Moluska%20di%20Mangrove%20Jenu%20Marita%201.pdf. Diakses pada tanggal 22 Desember 2013 pada pukul 20.18 WIB

Wijiyono. 2009. Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun Avicennia marina yang Mengalami Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Teluk Tapian Nauli. Sekolah Pasca Sarjana USU. 77 hlm.

Yosmina, T . 2012. Biota Penempel Yang Berasosiasi Dengan Mangrove Di Teluk Ambon Bagian Dalam. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hal. 267-279.

Diastuti et al. 2008. Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun Rhizopora mucronata terhadap Sel Myeloma. Jurnal Molekul. 3 (2): 63-70.

Diastuti et al. 2009. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun Rhizopora mucronata terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dan Sel Raji. Jurnal Molekul. 4 (1): 12-20.

Page 19: LAPAK 1 SUmber daya Perairan

Kariem, I. 2002. Distribusi Kandungan Zat Ekstraktif Tanin Terkondensasi pada Tegakan Rhizophora mucronata pada Ekosistem Tambak Tumpangsari di Blanakan, Purwakarta. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 41 hlm.

Ludyahantoro dan Tukiran. 2012. Formulasi Bioinsektisida dari Ekstrak Kloroform Batang Tumbuhan Bakau Hitam (Rhizophora mucronata Lamk.). UNESA Journal of Chemistry. 1 (1): 14-18.

Priyanto, R.A. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Buah Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 54 hlm.

Suciati et al. 2012. Efektifitas Ekstrak Daun Rhizophora mucronata dalam Menghambat Pertumbuhan Aeromonas salmonicida dan Vibrio harveyi. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 1 (1): 1-8.