lapak komplekso
-
Upload
tineke-anugerah-kusumadewi -
Category
Documents
-
view
214 -
download
14
description
Transcript of lapak komplekso
ANALISIS BAHAN BAKU KALSIUM GLUKONAT
MENGGUNAKAN METODE NON INSTRUMEN
I. Tujuan
1. Mengidentifikasi bahan baku kalsium glukonat secara kualitatif.
2. Menetukan kadar bahan baku kalsium glukonat dengan menggunakan
metode titrasi kompleksometri.
II. Prinsip
1. Pembentukkan kompleks khelat antara logam dan kompleksometri
adalah reaksi pembentukkan ion (molekul) kompleks yang terdiri dari
satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom
(ion) pusat itu. Pereaksi ini terjadi antara atom ion logam dengan
kompleksan.
III. Reaksi
1. Pembakuan EDTA dengan MgSO4
Mg2+ + HIn2- ↔ MgIn- + H+
Mg2+ + H2Y ↔ MgY2- + 2H+
MgIn- + H2Y ↔ MgY2- + HIn2- + H+
2. Reaksi penentuan kadar Ca2+
Ca2+ + HgIn- ↔ CaIn2- + 4H+
Ca2+ + H2Y2- ↔ CaY2- + 2H+
CaIn2- + H2Y2- ↔ CaY2- + H4In
(Underwood, 2001).
IV. Teori Dasar
Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titrant dan titrat saling
mengkompleks, jadi membentuk hasil berupa kompleks (Harjadi, 1993).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat
saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu
pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-
tama akan diterapkan pada titrasi (Khopkar, 1990).
Kompleks-kompleks yang akan dibahas dibentuk oleh reaksi suatu
ion logam suatu kation, dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam
dalam kompleks itu disebut atom pusat, dan gugus yang terikat pada atom
pusat disebut ligan. Banyaknya ikatan yang dibentuk oleh atom pusat
disebut bilangan koordinasi logam itu (Underwood, 1989).
Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion
bermuatan, dengan penggantian molekul-molekul air berturut-turut, sampai
terbentuk kompleks MLn. n adalah bilangan koordinasi dari ion logam, dan
menyatakan jumlah maksimum ligan monodentat yang dapat terikat
padanya. Ligan dapat dengan baik diklasifikasikan asat dasar banyaknya
titik lekat kepada ion logam. Begitulah, ligan-ligan sederhana seperti ion-ion
halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan
itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu
pasangan-pasangan electron menyendiri kepada logam (Underwood, 1989).
Bila molekul atau ion ligan itu mempunyai dua atom, yang masing-
masing mempunyai pasangan satu pasangan elektron menyendiri,maka
molekul itu mempunyai dua atom penyumbanga, dan memungkinkan untuk
membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan
seperti ini disebut ligan bidentat. Ligan multidentat mengandung lebih dari
dua atom koordinasi per molekul. Sebelum ini, telah kita anggap bahwa
sepsis-spesisi yang kompleks itu tidak mengandung lebih dari stu ion logam,
tetapi pada kondisi-kondisi yang sesuai, suatu kompleks binuklir, yaitu
kompleks yang mengandung dua ion logam, atau bahkan satu komplek
polinuklir yang mengandung lebih dari dua ion logam, dapat terbentuk
(Basset, 1994).
Diantara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai
mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu terlibat adalah:
a. Kekuatan basa dri ligan itu
b. Sifat-sifat penyepitan
c. Efek-efek sterik (ruang) (Ahmad, 2010).
EDTA ialah suatu ligan yang heksadentat (mempunyai enam buah
atom donor pasagan electron), yaitu melalui kedua atom N dan keempat
atom O (dari OH). Dalam pembentukan kelat, keenam donor (tetapi kadang-
kadang hanya lima) bersama-sama mengikat satu atom satu ion inti dengan
membentuk lima lingkaran kelat. Molekul EDTA dilipat mengelilingi ion
logam itu sedemikian rupa sehingga keenam atom donor terletak pada
puncak-puncak sebuah oktaeder (bidang delapan) dan inti terdapat di pusat
oktaeder (Harjadi, 1993).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap
dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang
tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial
EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan
spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah
semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Macam-macam titrasi yang sering digunakan dalam
kompleksometri,antara lain :
a. Titrasi langsung yaitu titrasi yang biasa digunakan untuk ion-ion yang
tidak mengendap pada pHtitrasi, reaksi pembentukan kompleksnya
berjalan cepat. Contoh penentuannya ialah untuk ion-ion Mg, Ca, dan Fe.
b. Titrasi kembali yaitu titrasi yang digunakan untuk ion-ion logam yang
mengendap pada pH titrasi,reaksi pembentukan kompleksnya berjalan
lambat. Contoh penentuannyaialah untuk penentuan ion Ni.3.
c. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi adalah titrasi yang ini digunakan
untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator
logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil daripada
kompleks ion-ion logam lainnya, contoh penentuannya ialah untuk ion-
ion Ca dan Mg (Bassett, 1994).
V. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Beaker glass
2. Buret
3. Corong
4. Erlenmeyer
5. Kertas perkamen
6. Klem
7. Mortir
8. Pipet tetes
9. Pipet volume
10. Spatel
11. Stemper
12. Tabung reaksi
B. Bahan
1. AgNO3
2. Aquadest
3. CH3COOH
4. EBT
5. EDTA
6. HCl
7. NH4
8. NH4Cl
9. NH4OH
10. MgSO4
VI. Prosedur
1. Pembuatan reagen
a. AgNO3 4%
0,4 gram AgNO3 ditimbang lalu ditambahkan aquadest hingga 10 ml.
b. Amonium Oksalat 2,5%
0,25 gram NH4 Oksalat ditimbang kemudian ditambahkan aquadest 10
ml lalu dipanaskan pada suhu 70-80ᴼ C selama 15 menit.
c. HCl 2 N
0,5 ml HCl 12 N ditambahkan aquadest hingga 6 ml.
d. EDTA 0,05 M
18,612 gram EDTA ditimbang lalu ditambahkan aquadest 1 L.
e. Buffer salmiak pH 10
0,675 gram NH4Cl ditimbang lalu ditambahkan 6,5 ml NH4OH 25%
kemudian ditambahkan aquadest hingga 1 L.
f. MgSO4
0,1232 gram MgSO4 ditimbang lalu ditambahkan aquadesr 10 ml.
2. Kulaitatif
a. 2 ml AgNO3 4% ditambahkan amonia tetes demi tetes hingga
endapan coklat pertama tepat larut kemudian ditambahkan sampel.
Didihkan kemudian diamati.
b. Sampel dilarutkan dalam aquades kemudian ditambahkan larutan
amonium oksalat 2,5% hingga terbentuk endapan putih. Endapan ini
kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl dan diamati.
c. Sampel dilarutkan dalam akuades kemudian ditambahkan larutan
amonium oksalat 2,5% hingga terbentuk endapan putih. Endapan ini
kemudian ditambahkan beberapa tetes asam asetat 3% dan diamati.
d. Zat uji dipanaskan dan dipijarkan dalam cawan kemudian diamati.
3. Kuantitatif
a. Pembakuan Na-EDTA
Larutan baku CaCl2 0,01 M sebanyak 25 ml ditambahkan 3 ml arutan
buffer salmiak pH 10 kemudian ditambahkan 5 tetes indikator EBT ke
dalam erlenmayer dan dihomogenkan dengan larutan. Setelah itu
larutan dititrasi dengan Na-EDTA dari warna merah anggur (ungu)
menjadi warna biru
b. Penetapan Kadar Kalsium Glukonat
Sebanyak 100 mg sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam
erlenmayer. Kemudain ditambahkan buffer salmiak pH 10. Kemudian
ditambahkan indikator EBT dan MgSO4. Setelah itu dilakukan titrasi
dengan Na-EDTA. Larutan dititrasi dari warna merah anggur (ungu)
hingga menjadi warna biru.
VII. Data Pengamatan
1. Uji kualitatif
a. Organoleptis
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Rasa : tidak berasa
Bentuk : hablur
Gambar 1. Organoleptis kalsium glukonat
b. Uji cermin perak
Gambar 2. Uji cermin perak
c. Uji
kelarutan
dengan
HCl
Gambar 3. Uji kelarutan dengan HCl
Perlakuan Hasil
Sampel dilarutkan dalam aquadest Larutan keruh
Larutan + amonium oksalat Terbentuk endapan putih
Larutan ditambah HCl Larutan bening dan endapan larut
d. Uji kelarutan dengan asam asetat
Perlakuan Hasil
2 ml AgNO3 4% + amonia Endapan coklat larut
Larutan + sampel Larut
Larutan dididihkan Cermin perak
Gambar 4. Uji kelarutan dengan asam asetat
Perlakuan Hasil
Sampel dilarutkan dalam aquadest Larutan keruh
Larutan + amonium oksalat Terbentuk endapan putih
Larutan ditambah asam asetat Endapan tidak larut
e. Uji pengarangan dan pemijaran
a. Warna mula-mula : putih
b. Warna saat meleleh : abu-abu
c. Warna sisa pijar : kuning agak jingga
d. Bau yang muncul : bau karamel
e. Saat dipanaskan : menggelembung seperti sarang tawon
Gambar 5. Uji pengarangan dan pemijaran
2. Kuantitatif
a. Pembakuan Na-EDTA
1. V awal = 24,7 ml
V akhir = 19,6 ml
V titrasi = 5,1 ml
2. V awal = 19,6 ml
V akhir = 15,1 ml
V titasi = 4,5 ml
b. Perhitungan pembakuan Na-EDTA
1. M1 V1 = M2 V2
0,01 x 25 = M2 x 5,1
M2 = 0,049 M
2. M1 V1 = M2 V2
0,01 x 25 = M2 x 4,5
M2 = 0,055 M
M rata-rata = 0,049+0,055
2=0,052 M
Gambar 6. Pembakuan EDTA
c. Penetuan kadar kalsium glukonat
1. massa sampel = 100 mg
V titran = 3,1 ml
2. massa sampel = 100,1 mg
V titran = 6,2 ml
V titra rata-rata = 3,1+6,2
2=4,65 ml
% Ca Glukonat = (V . M EDTA ) x BM Ca glukonat
mg sampelx100 %
= (4,65 x0,05 ) x 448,4
100x100 %=104,2 %
Gambar 7. Penetuan kadar kalsium glukonat
VIII. Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu berjudul Analisis Bahan Baku Menggunakan
Metode Non-Instrumen. Bahan baku yang kami gunakan adalah Kalsium
Glukonat yang memiliki rumus kimia C12H22CaO14. H2O dan bobot molekul
448,40. Kalsium glukonat ini biasa digunakan sebagai zat tambahan dalam
beberapa sediaan contohnya pada pasta gigi.
Dalam melakukan analisis kalsium glukonat dengan menggunakan
metode non instrumen dapat digunakan beberapa cara, yaitu secara kualitatif
dan kuantitatif. Untuk metode kualitatif dapat digunakan uji organoleptis,
uji cermin perak, dan uji kelarutan. Sedangkan untuk metode kuantitatif
dapat digunakan metode titrasi. Metode titrasi yang digunakan untuk
kalsium glukonat dalam praktikum kali ini adalah dengan cara Titrasi
Kompleksometri karena kalsium glukonat merupakan ion logam yang dapat
ditentukan kadarnya dengan titrasi menggunakan suatu pereaksi (sebagai
titran) yang dapat membentuk kompleks dengan logam tersebut.
Titrasi kompleksometri adalah adalah penetapan kadar zat
berdasarkan atas pembentukkan senyawa kompleks yang larut, yang berasal
dari reaksi antara ion logam / kation (komponen zat uji) dengan zat
pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter).
Salah satu senyawa komplek yang biasa digunakan sebagai penitrasi
dan larutan standar adalah ethylene diamine tetra acetic acid. Asam
etilendiamintetraasetat (EDTA) termasuk ligan Polidentat, Ligan yang
mempunyai banyak gugus donor pasangan elektron.
Struktur EDTA
Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
menganalisis sampel secara kualitatif. Uji pertama yang dilakukan adalah uji
organoleptis. Yang harus diperhatikan dalam uji organoleptis ini adalah
bentuk, warna, bau,dan rasa. Sampel kalsium glukonat yang kami dapat
berbentuk hablur, berwana putih, tidak berasa dan tidak berbau. Hasil
organoleptis ini sesuai dengan Farmakope Indonesia.
Uji kulatitatif selanjutnya yang dilakukan adalah uji cermin perak
dengan cara memasukkan 2 ml AgNO3 ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan amonia tetes demi tetes hingga endapan pertama yang
terbentuk larut. Kemudian ditambahkan kalsium glukonat ke dalamnya dan
didihkan. Pada saat AgNO3 ditambahkan amonia terbentu endapan berwarna
coklat karena AgNO3 merupakan kation yang dapat membentuk endapan
dengan sedikit amonia dalam suasana netral namun endapan tersebut
menjadi larut apabila amonianya berlebih. Setelah itu dimasukan sampel
kalsium glukonat dan dididihkan terbentuk cermin perak, hal ini disebabkan
karena pereaksi tersebut yang mengandung perak nitrat bereaksi positif
dengan glukosa dan setelah dipanaskan glukosa akan mereduksi
Ag+ menjadi Ag dan menghasilkan endapan yang menempel pada dinding
tabung, yaitu endapan cermin perak. Kalsium glukonat merupakan kalsium
organik yang termasuk kalsium glukosa. Oleh sebab itu kalsium glukonat
dapat menghasilkan cermin perak ketika direaksikan dengan AgNO3.
Uji kualitatif yang selanjutnya dilakukan adalah uji kelarutan dengan
cara memasuki sampel kalsium glukonat ke dalam tabung reaksi kemudian
dilarutkan dengan aquadest lalu ditambahkan amonium oksalat 2,5% maka
akan terbentuk endapan berwana putih. Karena kalsium yang direaksikan
dengan amonium oksalat akan membentuk suatu endapan yang berwarna
putih. Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan HCl ke dalam tabung
reaksi. Hasil yang didapat dari penambahan HCl ini adalah larutnya endapan
hingga larutan berwana bening kembali.
Uji kualitatif yang selanjutnya dilakukan adalah melarutkan sampel
kalsium glukonat dengan aquadest yang kemudian ditambahkan dengan
amonium oksalat 2,5% hingga terbentuk endapan putih yang sama seperti
uji yang sebelumnya. Kemudian ditambahkan beberapa tetes asam asetat
3%. Pada saat penambahan asam asetat 3% ini tidak terjadi perubahan
apapun sehingga endapan yang terjadi tetap mengendap dan tidak terlarut
seperti saat penambahan HCl.
Uji kualitatif yang terakhir dilakukan adalah uji pengarangan dan uji
pemijaran. Dalam uji ini, sampel kalsium glukonat langsung dibakar oleh
api. Warna kalsium glukonat yang semula berwarna putih berubah menjadi
warna abu-abu saat meleleh, sedangkan sisa pijar berwarna kuning agak
jingga karena zat yang mengandung logam jika dipijarkan akan
meninggalkan sisa dengan memberikan warna yang bermacam-macam
untuk tiap kation. Bau yang ditimbulkan yaitu berbau karamel karena
kalsium glukonat merupakan kalsium glukosa yang bersifat seperti gula
yaitu akan berbau karamel ketika dibakar. Selain perubahan warna dan bau,
kalsium glukonat juga berubah bentuknya ketika dibakar yaitu menjadi
menggelembung seperti sarang tawon. Sarang tawon ini merupakan
pengujian spesifik untuk kalsium glukonat.
Setelah uji kulitatif dilakukan prosedur selanjutnya yang dikerjakan
adalah uji kuantitatif. Uji kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui kadar
kalsium glukonat yang terkandung di dalam sampel.metode yang digunakan
pada saat uji kuantitatif adalah metode titrasi kompleksometri. Titrasi
kompleksometri adalah adalah penetapan kadar zat berdasarkan atas
pembentukkan senyawa kompleks yang larut, yang berasal dari reaksi antara
ion logam / kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks
sebagai ligan (pentiter). Zat pengkompleks yang digunakan dalam
praktikum ini adalah EDTA yang berperan sebagai pentiter.
Metode kompleksometri yang digunakan untuk kalsium glukonat
adalah metode titrasi substitusi. Titrasi ini digunakan untuk ion-ion logam
yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam yang membentuk
kompleks EDTA yang lebih stabil daripada kompleks ion-ion logam
lainnya, contoh penentuannya ialah untuk ion-ion Ca dan Mg.
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum memulai titrasi penetuan
kadar adalah terlebih dahulu melakukan pembakuan EDTA dengan larutan
baku CaCl2 0,01 M. Sebanyak 25 ml larutan baku CaCl2 dipipet dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 3 ml larutan
buffer salmiak pH 10. Penambahan larutan buffer pH 10 dimaksudkan
karena indicator EBT optimal pada pH 5-11 maka dari itu pH larutan harus
dijaga selama titrasi maka dari itu perlu ditambah larutan buffer. Setelah itu
ditambahkan indikator EBT ± 5 tetes ke dalam erlenmeyer kemudian
dihomogenkan maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi warna
merah anggur/ungu. Kemudian larutan ini dititrasi dengan larutan EDTA
hingga larutan berubah warna menjadi warna biru. Titrasi ini dilakukan
duplo atau dua kali untuk menghindari adanya kesalahan pada saat titrasi.
Pada titrasi pembakuan yang pertama, dibutuhkan sebanyak 5,1 ml larutan
EDTA untuk merubah warna larutan yang semula berwarna merah anggur
menjadi biru. Sedangkan pada titrasi yang kedua dibutuhkan sebanyak 4,5
ml larutan EDTA. Setelah melakukan titrasi kemudian dilakukan
perhitungan untuk mengetahui molaritas dari larutan EDTA dengan rumus
M1.V1 = M2.V2. dari nilai perhitungan didapati molaritas rata-rata dari
larutan EDTA adalah 0,052 M.
Setelah diketahui nilai molaritas dari larutan EDTA, prosedur
selanjutnya yang dikerjakan adalah penentuan kadar dari kalsium glukonat.
Sebanyak 100 mg kalsium glukonat ditimbang dan dimasukkan ke dalam
labu erlemeyer. Kemudian ditambahkan 5 ml MgSO4 yang dilarutkan dalam
aquadest dan 10 ml buffer salmiak pH 10. Kemudian indikator EBT
ditambahkan ke dalamnya dan larutan dititrasi dengan larutan EDTA.
Penambahan larutan buffer pH 10 dimaksudkan karena di dalam air
sering dijumpai pengotor sedikit oleh ion besi dan logam lain, serta buffer
pH 10 dapat menyingkirkan besi sebagai endapan jika jumlahnya kecil.
Kemudian titrasi ini menggunakan indikator EBT karena EBT optimal pada
pH 5-11 dan apabila EBT ditambahkan pada larutan yang mengandung ion
kalsium dan magnesium akan mengubah warna larutan dari merah anggur
menjadi biru laut yang digunakan sebagai titik akhir titrasi. Kemudian pH
larutan juga harus dijaga selama titrasi maka dari itu perlu ditambah larutan
buffer.
Dalam titrasi kompleksometri ini, indikator memiliki syarat yaitu
indikator tidak boleh memiliki ikatan yang lebih kuat dibandingkan dengan
logam sampel. Oleh sebab itu ditambahkan Mg ke dalam larutan karena
ikatan Mg dengan indikator lebih kuat dibandingkan ikatan Ca dengan
indikator sehingga pada saat penambahan indikator, indikator akan langsung
berikatan dengan Ca. Apabila Mg tidak ditambahkan terlebih dahulu maka
Ca akan langsung beriktan dengan indikator sehingga sulit menetukan titir
akhir titrasinya. Selain itu fungsi lain dari penambahan Mg adalah
mempertegas perubahan warna.Sedangkan pada saat penambahan larutan
EDTA tetes demi tetes, EDTA akan cenderung berikatan dengan Ca, karena
ikatan EDTA dengan Ca lebih kuat dibandingkan ikatan antara Mg dengan
EDTA.
Jadi, secara singkat tahapan yang terjadi pada saat titrasi
kompleksometri adalah :
1. Awal titrasi
Mg akan berikatan dengan indikator sehingga larutan berubah warna
menjadi warna merah anggur atau ungu, sedangakan Ca masih bebas
tidak terikat dengan apapun.
2. Tengah titrasi
Pada saat penambahan EDTA ke dalam erlenmeyer, EDTA akan
berikatan dengan Ca, sedangkan Mg masih berikatan dengan indikator
sehingga warna yang terbentuk masih merah anggur atau ungu.
3. Akhir titrasi
Pada saat akhir titrasi, Ca akan habis karena berikatan kompleks dengan
EDTA sehingga kelebihan 1 tetes EDTA akan berikatan dengan ion Mg
sehinnga ikatan antara indikator dengan Mg akan terlepas dan indikator
menjadi bebas sehingga larutan berwana biru karena ketika indikator
EBT tidak berikatan atau dalam keadaan bebas akan berwarna biru.
Dari hasil titrasi ini didapati hasil pada titrasi pertama dibutuhkan 3,1
ml larutan EDTA untuk merubah warna larutan dari merah anggur menjadi
biru. Sedangkan pada titrasi kedua dibutuhkan 6,2 ml larutan EDTA.
Kemudian hasil titrasi ini dimasukkan ke dalam rumus
% kalsium glukonat=(V . M ) EDTA x BM kalsium glukonat
mg Kalsium glukonatx100 % dan
didapati hasil bahwa kadar rata-rata dari sampel kalsium glukonat adalah
104,2%. Hasil ini tidak sesuai dengan kadar kalsium glukonat yang terdapat
di Farmakope Indonesia. Kadar kalsium glukonat yang ditetapkan dalam
farmakope adalah tidak kurang dari 98, 0% dan tidak lebih dar 103, 0%.
Berbedanya kadar yang didapat dengan kadar yang telah ditetapkan oleh
Farmakope Indonesia dapat disebabkan karena beberapa faktor diantanya
adanya pengotor di dalam sampel, adanya kesalahan dalam pembuatan
reagen, dan kurang teliti dalam melakukan titrasi sehingga tidak tercapainya
titik akhir titrasi dengan benar.
IX. Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan :
1. Kalsium glukonat dapat diidentifikasi secara kualitatif dengan cara uji
organoleptis, uji kelarutan dan pengendapan, uji cermin perak, serta uji
pengarangan dan uji pemijaran.
2. Kalsium glukonat dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan
netode titrasi kompleksometri dan diketahui bahwa kadar yang
terkandung dalam sampel kalsium glukonat adalah 104,2%.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2010. Laporan Praktikum Kompleksometri. Available online at :
http://fidz91.blogspot.com/2010/08/laporan-praktikum-
kompleksometri.html [diakses tanggal 29 Maret 2013]
Basset, J. Denney, R,C. Jeffery, G, H. Medham, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT. Gramedia
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia
Underwood, A, L. 1989. Analisis Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga