Lap Pk Digestive

36
Laporan Praktikum Patologi Klinik Blok Digestive PEMERIKSAAN FESES Disusun oleh : Olga Cantika Permata I G1A010016 Firda Sofia G1A010024 Atep Lutpia Pahlevi G1A010069 Nurul Apriliani G1A010084 Arya Yusti Kusuma G1A010095 Rizhka Amalia F G1A010105 Doni Kristiyono G1A010115 Indo Asa G1A007138 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

description

blok digestiv

Transcript of Lap Pk Digestive

Page 1: Lap Pk Digestive

Laporan Praktikum Patologi Klinik

Blok Digestive

PEMERIKSAAN FESES

Disusun oleh :

Olga Cantika Permata I G1A010016

Firda Sofia G1A010024

Atep Lutpia Pahlevi G1A010069

Nurul Apriliani G1A010084

Arya Yusti Kusuma G1A010095

Rizhka Amalia F G1A010105

Doni Kristiyono G1A010115

Indo Asa G1A007138

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER

PURWOKERTO

2012

Page 2: Lap Pk Digestive

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar Teori

Feses adalah kotoran yang dikeluarkan dari usus, terdiri dari bacteria,

eksfoliasi sel dari usus, sekresi, terutama dari hati, dan sejumlah kecil residu

makanan (Dorland, 2002). Feses terdiri dari air 70 %, sisa makanan yang tidak

dapat dicerna, pigmen dan garam empedu, lekosit, epitel, bakteri, gas, dan lain-

lain. Fungsi feses sendiri untuk mengeksresikan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi

oleh tubuh, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Tubuh kita normalnya

mengekskresikan feses sekitar 300-400 gram/hari, dengan frekuensi sekitar 1-3

kali sehari. Feses yang baik mempunyai beberapa ciri-ciri, diantaranya kuning

muda, tidak berlendir dan berdarah, konsistensi tepat, tidak terlalu padat dan tidak

terlalu cair, bau khas normal, dan pada pemeriksaan mikroskopis kadang

ditemukan epitel dan lekosit. Makanan yang baik supaya feses kita normal dan

lancar dalam pengekskresian adalah yang mengandung serat tinggi seperti sayur-

sayuran (Rachmawati, 2009)

Pada pemeriksaan laboratorium, jenis sampel yang biasa digunakan adalah

feses sewaktu dan feses dua puluh empat jam. Cara pengambilan sampel yang

paling sering dilakukan adalah spontan, rectal toucher, dan rectal swab. Syarat

pengambilan feses yang baik diantaranya diletakkan di wadah yang kering, bersih,

dan tidak bebas urin, kemudian merupakan sampel yang fresh atau baru, dan tidak

mengambil dari kloset karena dikhawatirkan sudah terkontaminasi berbagai

partikel lain, dan menyebabkan hasil pemeriksaan menjadi bias. Bila sampel tidak

langsung digunakan, feses bisa disimpan di almari es atau bisa juga diawetkan

dengan menggunakan formalin maupun nitrogen. Sebelum mengambil sampel,

kita harus member pengarahan terlebih dahulu pada penderita yang akan diambil

sempelnya. Kita terangkan tentang cara penampungan, cara pemeriksaan,

penghindaran feses tercampur urin dan penghindaran penggunaan kertas toilet

untuk pengambilan sampel (Gandasoebrata, 2001).

Pemeriksaan feses biasanya ditujukan untuk pasien-pasien yang

mengalami gangguan pencernaan, terutama pada penderita sembelit, berak darah

Page 3: Lap Pk Digestive

dan lender, problem makanan, dan diare tentunya. Indikasi terjadinya penyakit

pada pemeriksaan feses bisa dilihat dari hasil mikroskopis maupun

makroskopisnya. Dari warna, diare berat biasanya dicerminkan berwarna kuning

dan hijau. Feses hitam (melena) merupakan tanda khas perdarahan GI tract bagian

atas. Sedangkan feses berwarna merah segar adalah tanda khas dari perdaran GI

tract bagian bawah. Kemudian dilihat dari adanya lender, lendir kental biasanya

dijumpai pada konstipasi spastic, colitis dan kadang pada keadaan emosi. Lendir

disertsai darah dijumpai pada neoplasma dan iritasi rectum, sedangkan lendir

dengan nanah dan darah dijumpai pada colitis ulseratif, disentri, Ca colon dengan

ulserasi, dan divertikulisis akut. Dari konsistensi, feses yang berbentuk seperti

adonan tepung mengindikasikan konsumsi lemak yang berlebihan, konsistensi

keras menandakkan absorbsi cairan yang berlebihan, dan feses cair menandakkan

penyakit diare. Pada pemeriksaan mikroskopis, penemuan eritrosit menandakkan

ada lesi pada kolon, rectum atau anus. Pada perlukaan dan infeksi kadang

dijumpai juga leukosit (Gandasoebrata, 2001).

Pada pemeriksaan feses, sisa makanan sebagian berasal dari makanan

daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastis

dan zat-zat lainnya. Sisa-sisa makanan yang tak tercerna dengan sempurna dapat

dikenali:

a. Sisa sayuran : bentuk seperti sarang lebah, spiral atau serabut

panjang yang berinti.

b. Serabut otot : bentuk seperti pita dengan garis melintang.

c. Karbohidrat : bentuk heksagonal seperti kaca, dapat bergerombol

atau satu – satu.

Untuk identifikasi pati pada pada feses, tinja dicampur dengan larutan

lugol sehingga pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-

butir biru atau merah (Gandasoebrata, 1999).

Kebanyakan jaringan didapati tidak berwarna, sehingga tidak banyak yang

dapat dilihat di bawah mikroskop. Agar dapat dilihat dibawah mikroskop,

kebanyakan sediaan harus diwarnai. Oleh sebab itu, telah dirancang pewarnaan

jaringan agar berbagai unsur jaringan jelas terlihat dan dapat dibedakan. Bahan

warna mewarna berbagai jaringan, kurang lebih secara selektif. Eosin adalah

Page 4: Lap Pk Digestive

metode pewarnaan yang banyak digunakan dalam dalam pewarnaan jaringan

sehingga ia di perlukan dalam diagnosa medis dan penelitian. Eosin bersifat asam.

Ia akan memulas komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula

sekretoris dan kolagen. Eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna

merah muda. (Anonim, 2007)

Sel darah putih (leukosit) bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

dari sel darah merah, tetapi jumlah sel lebih sedikit. Diameter leukosit sekitar 10

µm. batas normal leukosit berkisar 4.000 – 10.000/mm3 darah. Leukosit di dalam

tubuh berfungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing

(foreign agents) termasuk kuman-kuman penyebab penyakit infeksi. Leukosit

yang berperan adalah monosit, netrofil, limfosit. Leukosit juga memperbaiki

kerusakan faskuler. Leukosit yang memegang peranan adalah eosinofil sedangkan

basofil belum diketahui pasti. Sel-sel polimorfonuklear dan monosit dalam

keadaan normal hanya dibentuk di dalam sumsum tulang, sedangkan sel-sel

limfosit dan sel-sel plasma diproduksi dalam bermacam-macam organ limfoid

termasuk limfe, limpa, tonsil dan bermacam-macam sel-sel limfoid yang lain di

dalam sumsum tulang, usus dan sebagainya. Sel-sel darah putih yang dibentuk di

dalam sumsum tulang, terutama granulosit terutama akan disimpan di dalam

sumsum sampai mereka diperlukan di dalam sirkulasi, kemudian bila

kenutuhannya meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan.

Dalam keadaan normal granulosit yang bersirkulasi di dalam seluruh aliran darah

kira-kira tiga kali daripada jumlah granulosit yang disimpan dalam sumsum,

jumlah ini sesuai dengan granulosit selama enam hari. (Depkes, 2000)

Page 5: Lap Pk Digestive

BAB II

ALAT BAHAN, CARA KERJA, HASIL

A. Alat

1. Objek glass

2. Cover glass

3. Api bunsen

4. Kertas saring

B. Bahan

1. Feses

2. Lugol 1-2%

3. Eosin 1-2%

4. Asam asetat 30%

5. Barium clorida 10%

6. Reagen foucher

C. Cara Kerja

1. Pemeriksaan Makroskopis

a. Amati feses :

1) Bentuk dan konsistensi

2) Warna dan bau

3) Darah dan lendir

b. Pemeriksaan Makroskopis

1) Sel darah dan epitel

Ambil feses lalu oleskan di objek glass. Tetesi dengan eosin 1-2%

sebanyak 1 tetes lalu amati dengan menggunakan mikroskop.

2) Sisa makanan

a) Pati

Ambil feses lalu oleskan di objek glass. Lalu teteskan dengan

lugol 1-2%. Tutup dengan menggunakan cover glass. Setelah

itu panaskan dengan api bunsen. Amati dengan mikroskop.

Page 6: Lap Pk Digestive

b) Lemak

Ambil feses lalu oleskan di objek glass. Tutup objek glass

dengan cover glass lalu panaskan diatas api bunsen setelah itu

amati dengan menggunakan mikroskop.

c) Pencampuran lemak

Ambil feses lalu oleskan di objek glass lalu teteskan dengan

asam asetat 30%. Lalu panaskan diatas api bunsen setelah itu

amati dengan menggunakan mikroskop.

d) Parasit dan kristal

Ambil feses lalu oleskan di objek glass lalu tetesi dengan eosin

2%. Setlah ditetesi eosin amati dengan menggunakan

mikroskop.

c. Pemeriksaan kimiawi

Bilirubin

Ambil feses dan masukan ke dalam kuvet lalu campurkan

dengan barium clorida 10%. Biarkan sampai mengendap. Lalu saring

dengan menggunakan kertas saring lalu keringkan kertas saring

dengan mengangin-anginkannya. Tambah kan dengan reagen foucher

lalu amati perubahan yang terjadi.

D. Hasil

1. Makroskopis

a. Bentuk dan konsistensi

Struktur feses padat dan konsistensi tidak terlalu cair dan tidak terlalu

padat.

b. Warna dan bau

Warna feses kuning kecoklatan menjukan warna dalam batas

normaldan menunjukan bau yang sangat khas pada feses.

c. Darah dan lendir

Tidak terdapat darah dan lendir pada feses menunjukan tidak ada

kelainan atau gangguan pada gastrointestinal

Page 7: Lap Pk Digestive

2. Mikroskopis

a. Sel darah : (-)

b. Epitel : (-)

c. Protein : (+)

d. Kristal : (-)

e. Pati : (+)

f. Lemak : (+)

3. Kimiawi

a. Bilirubin

Tidak ada perubahan warna dengan intrepretasi tidak terdapatnya

bilirubin di dalam feses.

Page 8: Lap Pk Digestive

BAB III

PEMBAHASAN DAN APLIKASI KLINIS

A. Pembahasan

1. Pemeriksaan Makroskopis

a. Bentuk dan konsistensi.

Bentuk selindris dan konsistensi feses padat normal akan tetapi

tidak menutup kemungkinan ada kesalahan dalam pengambilan sampel

dan proses penyimpanan sebelum dibawa ke tempat pemeriksaan. Hal

ini dikarenakan tempat pemeriksaan cukup jauh, dan tidak ada wadah

yang memadai untuk penampungan feses.

b. Warna dan bau.

Warna coklat tua dan bau yang khas normal akan tetapi tidak

menutup kemungkinan ada kesalahan dalam pengambilan sampel dan

penyimpanan serta melakukan intrepretasinya di karenakan kurang

pemahaman dan pengalaman dari praktikan.

c. Darah dan lendir.

Feses yang di jadikan sampel tidak berdarah dan berlendir dapat

diartikan feses tidak adanya iritasi atau radang pada saluran

pencernaan tetapi tidak menutup kemungkinan ada kesalahan dalam

pengambilan sampel dan penyimpanan serta melakukan intrepretasinya

di karenakan kurang pemahaman dan pengalaman dari praktikan.

2. Pemeriksaan Mikroskopis.

a. Sel Epitel dan eritrosit

Pada pemeriksaan mikroskopis tidak ditemukan adanya sel epitel

dan sel darah. Bila didapatkan adanya sel epitel, bila berasal dari

dinding usus bagian distal, sel epitel dapat ditemukan dalam keadaan

normal. Kalau sel epitel berasal dari bagian yang lebih proksimal, sel-

sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah sel epitel bertambah

banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus (Herry,

2006).

Page 9: Lap Pk Digestive

Makrofag merupakan sel- sel besar berinti satu memiliki daya

fagositosis, dalam plasmanya sering dilihat sel- sel lain (leukosit,

eritrosit) atau benda- benda lain. Dalam preparat natif ( tanpa

pewarnaan) sel- sel itu menyerupai amuba : perbedaanya ialah sel ini

tidak dapat bergerak (Fischbach, 2008).

Lekosit lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur dengan beberapa

tetes larutan asam acetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam

seluruh sediaan, tidak ada artinya. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa

dan peradangan lain- lain, jumlah lekosit yang ditemukan banyak

menjadi besar (Widmann, 2005).

Eritrosit hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam

kolon, rectum atau anus. Keadaan ini selalu bersifat patologis

(Fischbach, 2008).

b. Pati / amilum

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut

dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati

merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai

macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya.

Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan  untuk

menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam

jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai

sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam fraksi

karbohidrat, amilosa sebagai fraksi terlarut dan amilopektin sebagai

fraksi tidak larut dengan komposisi yang berbeda-beda. Amilosa

memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan

sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin

sedangkan amilopektin tidak bereaksi (Winarno, 2009).

Dalam praktikum uji amilum digunakan lugol yang mengandung

iodine. Lugol digunakan untuk menguji apakah suatu makanan

mengandung karbohidrat atau tidak. Bila makanan yang kita tetesi

lugol menghitam, maka makanan tersebut mengandung karbohidrat.

Page 10: Lap Pk Digestive

Semakin hitam berarti makanan tersebut banyak kandungan

karbohidratnya (Anonimous, 2009).

Pati yang berikatan dengan iodine akan menghasilkan warna

biru. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk

spiral, sehingga akan mengikat molekul iodine dan terbentuklah warna

biru (Winarno, 2009).

Hasil dari pemeriksaan pati pada faeces menunjukkan hasil

positif hal ini menunjukkan bahwa di dalam sampel terdapat pati yang

tidak tercerna dengan sempurna sehingga terekskresikan lewat tinja.

Pada faeces bila ditemukan sisa-sisa makanan masih dapat dikatakan

normal (Gandasoebrata, 1999).

c. Lemak

Normalnya, lemak sudah tidak ditemukan dalam feses karena

lemak sudah habis dicerna di usus. Adanya lemak yang masih

ditemukan dalam feses (steatorrhea) mengindikasikan adanya

gangguan dalam sistem pencernaan, terutama pencernaan lemak.

Dalam hal ini, organ yang mungkin mengalami gangguan adalah

pankreas.

Namun, bisa saja pemeriksaan yang dilakukan praktikan tidak

valid dan tidak akurat. Hal ini bisa disebabkan antara lain oleh:

1. Pembuatan preparat yang kurang benar, feses yang

diusapkan di object glass tidak setipis yang diharuskan.

2. Ketidaktelitian yang dilakukan praktikan, sehingga salah

melihat preparat dan mengira terdapat kandungan lemak di

dalam feses.

d. Protein

Dalam preparat, ditemukan warna kuning muda. Hal ini

menunjukkan adanya protein yang ditemukan dalam feses, yang

tampak sebagai serabut bengkak homogen, warna kuning muda.

Dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Page 11: Lap Pk Digestive

1. Sisa makanan yang mengandung protein sulit tercerna dalam

tubuh

2. Gangguan pada sistem pencernaan

3. Pemeriksaan Kimiawi

Pemeriksaan Bilirubin

Prinsip pemeriksaannya bilirubin dalam faeces akan dioksidasi

menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Cara pemeriksaan bilirubin pada

faeces dapat dilakukan dengan cara membuat suspensi faeces dengan

Barium Chlorida 10 %, membiarkan beberapa menit, kemudian saring.

Membiarkan endapan pada kertas saring agak kering, kemudian menetetesi

reagen Fouchet. Mengamati perubahan warna yang terjadi.

Penilaian hasil :

Negatif ( Normal ) : tak ada perubahan warna.

Positif : timbul warna hijau sampai biru.

Pada saat praktikan melakukan pemeriksaan bilirubin, tidak terjadi

perubahan warna yang berarti bilirubin pada probandus dalam keadaan

normal. Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,

karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan

kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin. Reaksi mungkin

menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan

bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan

antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnahkan flora usus yang

menyelenggarakan perubahan tadi. Tetapi tidak menutup kemungkinan

ada kesalahan dalam pengambilan sampel dan cara kerja praktikum serta

melakukan intrepretasinya dikarenakan kurang pemahaman dan

pengalaman dari praktikan.

B. Aplikasi Klinis

1. Makroskopis

a. Bentuk dan konsistensi.

Normal : silinder, padat / lembek sampai keras.

Page 12: Lap Pk Digestive

Abnormal :

Bentuk dan konsistensi Klinis

- Cair - Enteritis.

- Pensil - Stenosis rectum.

- Kecil – kecil dan keras - Spasme colon.

- Viscous hitam - Perdarahan saluran cerna.

b. Warna dan bau.

Bau normal : khas

Warna normal :Coklat muda sampai coklat tua oleh karena

oksidasi urobilin.

Warna abnormal :

Warna Klinis

- Purulen, darah +, lendir + - Colitis ulcerosa.

- Putih - Steatorrhea.

- Hijau - Klorofil.

- Merah segar, jumlah >> - Keganasan / hemorrhoid.

- Keabuan - Lemak tak tercerna.

- Seperti dempul / acholik - Obstruksi empedu.

- Hitam - Melena.

c. Darah dan lendir.

1) Darah :

Bila faeces terdapat darah, ini selalu abnormal.

Normal : darah ( - )

Darah ( + ) : menunjukan adanya rangsangan atau iritasi

pada usus.

Darah segar : berasal dari bagian distal.

Darah hitam / coklat : asal dari usus bagian proksimal.

2) Lendir :

Adanya lendir dalam faeces berarti adanya rangsangan atau radang

pada dinding usus.

Lokasi Klinis

- Pada bagian luar faeces - Iritasi colon.

Page 13: Lap Pk Digestive

- Tercampur faeces - Usus proksimal.

- Lendir saja - Intususepsi.

- Lendir dan nanah - Disentri, Ileocolitis.

2. Mikroskopis

a. Kanker Pankreas

Kanker pankreas adalah neoplasma ganas pankreas. Setiap tahun

di Amerika Serikat, sekitar 42.470 orang yang didiagnosis dengan

kondisi dan 35.240 mati dari penyakit ini. Prognosis relatif miskin

tetapi telah meningkat; tingkat kelangsungan hidup tiga tahun sekarang

sekitar tiga puluh persen (menurut Washington University School of

Medicine), tetapi kurang dari 5 persen dari mereka didiagnosis masih

hidup lima tahun setelah diagnosis. Remisi lengkap masih agak jarang

(Tempero, 2011).

Sekitar 95% dari kanker pankreas eksokrin adalah

adenocarcinoma. 5% sisanya termasuk karsinoma adenosquamous,

karsinoma sel cincin meterai, karsinoma hepatoid, karsinoma koloid,

karsinoma tidak berdiferensiasi, dan karsinoma dibedakan dengan

osteoklas-seperti sel-sel raksasa. Kanker pankreas eksokrin jauh lebih

umum daripada kanker pankreas endokrin (juga dikenal sebagai

karsinoma sel islet), yang membuat sekitar 1% dari total kasus

(Tempero, 2011).

Pankreas adalah organ yang terletak di belakang perut. Ini

adalah sedikit berbentuk seperti ikan dengan kepala lebar, tubuh

lonjong, dan ekor, sempit menunjuk. Ini adalah sekitar 6 inci panjang

tetapi kurang dari 2 inci lebar dan memanjang horizontal di perut.

Kepala pankreas berada di sisi kanan perut, di belakang tempat di

mana perut memenuhi duodenum (bagian pertama dari usus kecil).

Tubuh pankreas terletak di belakang perut dan ekor pankreas adalah di

sisi kiri perut sebelah limpa (Tempero, 2011)

Page 14: Lap Pk Digestive

b. Pankreatitis Kronik

Pankreatitis kronik atau radang pada pankreas yang kronik.

Terjadinya pankreatitis kronik karena alkohol, 2) tropikal kronik, 3)

idiopatik, 4) herediter.

Patogenesis pankreatitis kronik karena 1) defisiensi lithostasi:

protein disekresi oleh pankreas,berguna untuk mempertahankan

kalsium dalam cairan pankreas sehingga tetap cair. Defisiensi

lithostatin ini dibuktikan sebagai penyebab pembentukan presipitat

protein. 2) penyebab nyeri pada pankreatitis kronik tidak jelas.

Peningkatan tekanan pada sistem saluran pankreas, tegangan kapsul

dan inflamasi perineural berperan pada nyeri tersebut. 3) alkohol:

konsumsi alhokol yang kronis dapat langsung menimbulkan kerusakan

sel asinar pankreas, atau terlebih dulu menimbulkan presipitasi protein

dan kalsifikasi intraduktal pankreas dan stagnasi/ hambatan sekresi

serta menimbulkan dilatasi duktus pankretikus. Inflamasi/ fibrosis.

Stagnasi kerusakan sel islet pankreas yang lalu menimbulkan

insufisiensi endokrin pankreas. Kerusakan sel aciner pankreas

menimbulkan langsung insufisiensi eksokrin pankreas atau melalui

nekrosis fokal pankreas juga dapat menimbulkan pembentukan

pseudokista. Gambaran klinis dari pankretitis kronik: nyeri perut

epigastrium, diare, steatorea, distensi dan kembung, penurunan berat

badan, dan ikterus (Simadibrata, 2009).

c. Colitis ulcerosa

Colitis (colitis ulcerosa, UC) adalah bentuk penyakit radang usus

(IBD). Colitis adalah suatu bentuk radang usus, khususnya terjadi di

usus besar, yang mencakup karakteristik borok, atau luka terbuka dalam

usus besar. Gejala utama dari penyakit aktif ini biasanya konstan diare

bercampur darah, onset bertahap. diagnosis IBD sering dirancukan

dengan irritable bowel syndrome (IBS). Colitis memiliki kesamaan

dengan penyakit Crohn, yaitu bentuk lain dari IBD. Colitis adalah

penyakit intermiten, dengan periode gejala diperburuk, dan periode

yang relatif bebas gejala. Meskipun gejala kolitis ulserativa kadang-

Page 15: Lap Pk Digestive

kadang bisa berkurang\ sendiri, penyakit ini biasanya membutuhkan

pengobatan lebih serius (Jawetz E, 1995). 

Kolitis ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di

Amerika Serikat, atau kurang dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini lebih

umum di negara-negara utara dunia. Meskipun kolitis ulserativa tidak

diketahui penyebabnya, ada komponen genetik yang dianggap sebagai

kerentanan.Penyakit ini dapat dipicu pada orang rentan oleh faktor

lingkungan. Meskipun modifikasi diet dapat mengurangi

ketidaknyamanan dari personal dengan penyakit ini, kolitis ulserativa

tidak dianggap disebabkan oleh faktor makanan (Jawetz E, 1995). 

Presentasi kolitis ulserativa tergantung pada sejauh mana proses

penyakitnya telah terjadi. Pasien biasanya hadir dengan diare

bercampur darah dan lendir, onset bertahap yang bertahan untuk jangka

waktu (minggu). Mereka juga mungkin memiliki massa dan darah pada

pemeriksaan rektal. Penyakit ini dapat disertai dengan derajat yang

berbeda sakit perut, dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri buang

air besar atau kram perut yang menyakitkan dengan gerakan

usus. Colitis berhubungan dengan proses inflamasi umum yang

mempengaruhi banyak bagian tubuh. Kadang-kadang usus yang

berkaitan ekstra-gejala tanda-tanda awal penyakit, seperti sakit, lutut

rematik di remaja. Kehadiran penyakit ini tidak dapat dikonfirmasi,

namun, sampai timbulnya manifestasi usus (Jawetz E, 1995).

d. Askariasis

Ascaris lumbricoides atau cacing gelang panjangnya kira-kira

10-15cm dan biasanya bermukim dalam usus halus. Kira-kira 25%

dari seluruh penduduk dunia terinfeksi cacing ini, terutama di negara

tropis (70-90%). Cacing betina mengeluarkan telur yang sangat

banyak, sehingga 200.000 telur sehari melalui tinja. Penularan terjadi

melalui makanan yang terinfeksi (The American Society of

Hematology, 2011).

Oleh telur dan larvanya (panjangnya kira-kira 0,25 mm) yang

berkembang dalam usus halus. Larva ini menembus dinding usus,

Page 16: Lap Pk Digestive

melalui hati untuk kemudian ke paru-paru. Setelah mencapai

tenggorok, lalu larva ditelan untuk kemudian berkembang biak

menjadi cacing dewasa di usus halus (The American Society of

Hematology, 2011).

Jumlahnya dapat menjadi sedemikian besar hingga dapat

menimbulkan penyumbatan, juga komplikasi seperti ileus, appendicitis

dan pancreatitis (The American Society of Hematology,2011).

e. Oxyuriasis

Enterobius vermicularis (dahulu disebut Oxuriasis) atau cacing

kermi yang biasanya terdapat dalam cecum, menimbulkan gatal di

sekitar dubur (anus) dan kejang hebat pada anakanak.Infeksi ini juga

dapat menimbulkan apendicitis. Pada wanita, cacing dapat migrasi

dari saluran genital dan seterusnya ke rongga perut sehingga

memungkinkan peritonitis (Garcia, 1996).

Penularan pada anak kecil sering kali terjadi melalui auto-

reinfeksi, yakni melalui telurtelur yang melekat pada jari-jari sewaktu

menggaruk daerah dubur yang dirasakan sangat gatal dan dengan

demikian memungkinkan terjadinya infeksi sekunder. Penyebabnya

adalah cacing betina yang panjangnya 8-13 mm, keluar dari dubur

antara jam 8-9 malam untuk bertelur di kulitsekitar dubur (Garcia,

1996).

Infeksi cacing kermi adalah satu-satunya infeksi yang dapt

ditularkan dari orang ke orang, sehingga semua anggota keluarga harus

diobati serentak, walaupun tidak menunjukkkan sebarang gejala. Ini

karena, cacing betina bertelur 3-6 minggu setelah infeksi (Garcia,

1996).

Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati dan

mungkin akan keluar bersama tinja. Di dalam cacing betina yang

gravid, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi telur dan kemudian cacing

dewasa betina bertelur pada bagian dubur dan sekitar kulit bagian

perianal (Garcia, 1996).

Page 17: Lap Pk Digestive

Diperkirakan juga bahwa setelah cacing betina meletakkan telur-

telurnya, cacing betina kembali masuk ke dalam usus, tetapi hal ini

belum terbukti (Garcia, 1996).

f. Ancylostomiasis

Infeksi cacing tambang (hookworm) pada manusia disebabkan

oleh Necator americanus (nekatoriasis) dan Ancylostoma duodenale

(ankilostomiasis). Cacing tambang mempunyai siklus hidup yang

kompleks, infeksi oleh larva melalui kulit dan mengalami migrasi ke

paru – paru dan berkembang menjadi dewasa pada usus halus. Infeksi

cacing tambang menyebabkan anemia mikrositik dan hipokromik

karena kekurangan zat besi akibat kehilangan darah secara kronis

(Leane, 2011).

Cacing dewasa terutama hidup di daerah yeyunum dan

duodenum. Telur dikeluarkan melalui tinja dan tidak infektif pada

manusia. Larva filariform yang bersifat infektif hidup secara bebas di

dalam tanah dan air (Leane, 2011).

g. Trichiuriasis

Trichuris trichiura merupakan penyebab penyakit trikuriasis.

Karena bentuknya mirip cambuk, cacing ini sering disebut sebagai

cacing cambuk (whip worm). Cacing ini tersebar luas di daerah tropis

yang berhawa panas dan lembab (Soedarto, 2008).

Trichuris trichiura hanya dapat ditularkan dari manusia ke

manusia sehingga cacing ini (Soedarto, 2008).

bukan parasit zoonosis. Adapun cacing dewasa melekat pada

mukosa usus penderita, terutama di daerah sekum dan kolon, dengan

membenamkan kepalanya di dalam dinding usus. Kadang – kadang

cacing ini ditemukan hidup di apendiks dan ileum bagian distal

(Soedarto, 2008).

h. Sindroma malabsorpsi.

Sindroma Malabsorbsi adalah kelainan-kelainan yang terjadi

akibat penyerapan zat gizi yang tidak adekuat dari usus kecil ke dalam

aliran darah. Dapat disebabkan defisiensi enzim pencernaan pankreas,

Page 18: Lap Pk Digestive

infeksi mikroorganisme, kerusakan lapisan mukosa usus, gangguan

fungsi limfe dan empedu.

i. Diare

Diare adalah peningkatan dalam frekwensi gerakan-gerakan usus

atau pengurangan dalam bentuk tinja (kelonggaran yang lebih besar

dari tinja). Meskipun perubahan-perubahan dalam frekwensi gerakan-

gerakan usus dan kelonggara-kelonggaran tinja dapat bervariasi

dengan bebas dari satu sama lainnya, perubahan-perubahan seringkali

terjadi pada kedua-duanya. Dapat disebabkan karena virus, keracunan

makanan dan bakteri.

3. Kimiawi

a. Hiperbilirubin

Hiperbilirubin peningkatan kadar bilirubin serum

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga

dapat menimbulkan ikterus (Surasmi Asrining, 2003).

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena

pembentukan bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan

(uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati, gangguan konjugasi

bilirubin, penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan

pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis

dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup, gangguan

transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya

Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu,

gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

atau toksin yang dapatlangsung merusak sel hati dan sel darah merah

seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis (Surasmi. Asrining, 2003).

Ada beberapa manifestasi klinis yang akan muncul diantaranya,

kulit berwarna kuning sampe jingga, dan biasanya pasien tampak

lemah, nafsu makan berkurang, reflek hisap kurang, urine pekat, perut

buncit, serta terdapat pembesaran lien dan hati kadang disertai juga

dengan angguan neurologik, feses seperti dempul, dan kadar bilirubin

Page 19: Lap Pk Digestive

total mencapai 29 mg/dl, terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan

membran mukosa, dan jaundice yang tampak 24 jam pertama

disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atauibu

dengan diabetk atau infeksi.- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau

3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun harike 5-7 yang

biasanya merupakan jaundice fisiologi (Separman,1987).

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa

keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat

penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini

dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,

polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat

menimbulkan peningkatan kadar bilirubintubuh. Hal ini dapat terjadi

apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau pada bayi

hipoksia,asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan

kadar bilirubin adalah apabiladitemukan gangguan konjugasihepar atau

neonatus yang mengalami gangguan ekskresimisalnya sumbatan

saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik

dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada

bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalamair tapi mudah larut

dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada

sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan

yang terjadi pada otak disebut Kernikterus (Separman,1987).

Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat

tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20

mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata

tidak hanya tergantung padakeadaan neonatus. Bilirubin indirek akan

mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR,

hilekimia ataupun hipoksia (Separman,1987).

b. Proteinuria

Merupakan protein yang terdapat di dalam air kemih.Proteinuria

disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat

kerusakan glomerulus.Dalam keadaan normal membran basal

Page 20: Lap Pk Digestive

glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk

mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama

berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua

berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme

penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul

protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG

(Sherwood,2001).

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif

berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin.

Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil

misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar

terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas

proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG. Pada SN yang

disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan

mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel

viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG

(Sherwood,2001).

Berkurangnya kandungan heparin sulfat proteoglikan pada

GNLM menyebabkan muatan negative MBG menurun dan albumin

dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG

disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut

menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga

permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG

terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-

9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan pemeabilitas MBG,

walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui (Sherwood,2001).

c. Ikterus

Gejala kuning karena pigmen empedu yang dapat terlihat pada

plasma, kulit, selaput lendir penderita. Keadaan ini harus dibedakan dari

pada gejala kuning akibat pigmen lain,misalnya pada karotenemi yang

tidak menyebabkan gejala kuning pada konjunctiva.

Page 21: Lap Pk Digestive

Sering gejala ikterus merupakan satu-satunya manifestasi

penyakit hati dan dapat tampak jelas pada bagian tepi konjunctiva dan

juga pada selaput lendir palatum durum atau bibir bila ditekan dengan

gelas. Ikterus dapat terlihat bila kadar bilirubin dalam serum melebihi

2-8 mg% atau lazimnya bila lebih dari 3 mg%, akibat terikatnya

bilirubin direk pada jaringan elastin. (Braunwald, 1999)

Page 22: Lap Pk Digestive

BAB III

KESIMPULAN

1. Pemeriksaan feses rutin dilakukan mengetahui adanya gangguan

gastrointestinal seperti perdarahan, penyakit atau kuman.

2. Sampel feses yang digunakan dari defekasi spontan dengan memilih

bagian feses yang memberi kemungkinan adanya kelainan, misalnya

bagian yang bercampur lendir atau darah.

3. Pemeriksaan feses terdiri atas pemeriksaan mikroskopis, makroskopis dan

kimiawi.

4. Indikasi untuk pemeriksaan feses antara lain sembelit, darah lendir,

masalah pencernaan makanan dan diare.

5. Pada pemeriksaan feses ini, secara umum didapatkan kondisi feses masih

dalam batas normal

Page 23: Lap Pk Digestive

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Lugol, Biuret, Benedict, dan Fehling. Diakses:

http://www.forumsains.com/biologi-smu/lugol-biuret-benedict-dan-

fehling/ pada tanggal 6 Juni 2012, pukul 21.17 WIB

Anonym. 2007. Hematoksilin dan Eosin. Available from URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21559/4/Chapter%20I.pdf.

Diakses senin 05 Juni 2012.

Depkes. 2000. http://digilib.unimus.ac.id/files/depkes/107/jtptunimus-gdl-

arditaayup-5316-2-bab2.pdf

Gandasoebrata R. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Isselbacher, Braunwald. 1999. Harrisons Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Jawetz, E. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan Edisi 16, hal: 303-306.

Jakarta : EGC

Rachmawati B. 2009. Feses : Diktat Kuliah PK. Semarang. Bagian Patologi

Klinik FK UNDIP

Separman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 2. Jakarta : FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Tempero M, Brand R. Pancreatic cancer. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil

Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2011:chap 200.

Widmann FK. Tinjauan Klinis atas Hasil pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005 ; 571- 584

Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.