Lap pendahuluan CHITOSAN FIX.docx

18
LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES IDENTITAS PRAKTIKAN Nama : Farista Galuh Sandra Nim : 03121403003 Kelompok : 6 (Enam) I. JUDUL PERCOBAAN : Pembuatan Chitosan II. TUJUAN PERCOBAAN 1. Membuat chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet. 2. Mengetahui proses pembuatan chitosan dari limbah kulit udang. 3. Memanfaatkan limbah kulit udang agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis dan multiguna. III. DASAR TEORI 3.1. Pengertian Chitosan Chitosan merupakan salah satu bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih, atau kuning, tidak berbau. Chitosan merupakan produk diasetilasi chitin melalui proses kimia menggunakan enzim kitin diacetilase (Rismana, 2001). Selain itu chitosan juga adalah produk turunan dari polimer chitin, yakni produk 1

Transcript of Lap pendahuluan CHITOSAN FIX.docx

12

11

LAPORAN SEMENTARAPRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSESIDENTITAS PRAKTIKANNama: Farista Galuh SandraNim: 03121403003Kelompok: 6 (Enam)I. JUDUL PERCOBAAN: Pembuatan ChitosanII. TUJUAN PERCOBAAN1. Membuat chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet.2. Mengetahui proses pembuatan chitosan dari limbah kulit udang.3. Memanfaatkan limbah kulit udang agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis dan multiguna.III. DASAR TEORI3.1. Pengertian ChitosanChitosan merupakan salah satu bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih, atau kuning, tidak berbau. Chitosan merupakan produk diasetilasi chitin melalui proses kimia menggunakan enzim kitin diacetilase (Rismana, 2001). Selain itu chitosan juga adalah produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping sebagai limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni pengeringan bahan baku mentah chitosan, penggilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi atau penghilangan mineral Ca, pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk produk akhir berupa chitosan. Chitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan bagian polimer rantai panjang yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), yang memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,510-6 Dalton. Chitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kadar chitin dalam berat udang, berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan yield 15-20%. Chitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2.

Gambar 3.1.1. Struktur ChitosanPada chitosan terdapat gugus aktif yang berkaitan terhadap mikroba, sehingga chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu dengan adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan chitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada chitosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya chitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. Jika sebagian besar gugus asetil pada kitin disubsitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi tinggi, maka hasilnya dinamakan sebagai chitosan atau kitin terdeasetilasi. Chitosan sendiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan salah satu kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat deasetilasi beragam. Kitin merupakan N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan chitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup untuk dinamakan poliglukosamin. Chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap diantaranya adalah tahap demineralisasi, penghilangan suatu mineral, tahap deproteinasi, penghilangan protein, tahap depigmentasi, dan pemutihan. Chitosan sendiri dapat diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi tinggi. Purwatiningsih (1992) melaporkan bahwa NaOH 50% dapat digunakan untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang. Deproteinasi menggunakan natriun hidroksida lebih sering digunakan, karena lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan protein menggunakan natrium hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut. Secara umum larutan NaOH 3-4% dengan suhu 63-65oC selama waktu ekstraksi 3-4 jam dapat mengurangi kadar protein dalam kulit udang secara efektif. Sekalipun demikian proses deproteinasi umum yang optimum tidak ada untuk setiap jenis Crustaceae. Menurut Rismana (2001) multiguna chitosan tidak terlepas dari sifat alaminya, sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar, yaitu sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia chitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain :1. Merupakan polimer poliamin berbentuk linier.2. Mempunya gugus amino aktif3. Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logamSifat biologi chitosan antara lain :1. Bersifat biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya yang tidak mempunyai akibat samping, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable).2. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan sel mikroba secara agresif.3. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolestrol.Berdasarkan kedua sifa tersebut makan chitosan mempunyai sifat fisik yang khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya.3.2. UdangUdang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar negeri. Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan jumlahnya akan semakin besar dan akan meningkat terus apabila tidak diproses lebih lanjut sehingga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan dan merusak estetika lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit dan kepala udang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kitin dan chitosan. Limbah udang merupakan sumber yang kaya akan kitin, yaitu kurang lebih dari 30% berat kering (Purwaningsih, 1995). Chitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai lurus yang tersusun dari 2000-3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa).Secara umum, cangkang kulit udang mengandung 34,9%, mineral CaCO3 27,6%, chitin 18,1% dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4%. Chitin merupakan polisakarida yang bersifat tidak beracun dan biodegradable sehingga chitin banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti industri farmasi, biokimia. Fomalin merupakan bahan kimia beracun dan berbahaya yang selama ini banyak digunakan sebagai pengawet pada bahan makanan. Dimana diperlukan suatu pengawet alami yang tidak beracun, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan mudah terurai. Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan lemak atau industri makanan. Dimana Limbah kulit udang dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut menghasilkan chitosan yang sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksid) pengganti formalin.3.3. Pekembangan Chitosan di IndonesiaIndonesia merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya terdiri dari perairan. Dengan luas seperti itu, Indonesia sebagai negara maritim sangat berpotensi menghasilkan devisa. Salah satu devisa yang terbesar negara ini adalah udang. Udang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sebagai salah satu contohnya adalah chitosan. Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penerapan teknologi pembuatan chitosan di indonesia adalah melakukan penelitian optimasi proses deproteinasi dan demineralisasi untuk memperoleh produk intermediate kitin yang murni, sehingga dihasilkan produk chitosan dengan kuantitas dan kualitas produk yang memenuhi standart internasional, menyusun prosedur baku untuk operasi tersebut. Penlitian di Indonesia diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memberikan alternatif penyelesaian yang real bagi pemanfaatan kulit atau limbah pembuatan udang menjadi produk chitosan, mendorong tumbuhnya industri kecil menengah berbasis pada ekonomi kerakyatan, meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat pesisir di Jawa Tengah, meningkatkan kemitraan yang sinergis antara perguruan tinggi, pemerintah daerah dan masyarakatdi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi optimum pembuatan Chitosan diperoleh pada konsentrasi NaOH 4%, suhu 700C, dan waktu 100 menit (proses deproteinasi), dan konsentrasi 3,5 N, suhu kamar, dan waktu 30 menit merupakan proses demineralisasi. Hasil larutan chitosan yang diperoleh bagus untuk digunakan pada pengawetan bakso, mie, dan tahu (tahan 3 hari), sedangkan untuk pengawetan ikan kurang baik (tahan 8-9 jam).3.4. UdangUdang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar negeri. Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan jumlahnya akan semakin besar dan akan meningkat terus apabila tidak diproses lebih lanjut sehingga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan dan merusak estetika lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut kulit dan kepala udang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kitin dan chitosan. Limbah udang merupakan sumber yang kaya akan kitin, yaitu kurang lebih dari 30% berat kering (Purwaningsih, 1995). Kitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai lurus yang tersusun dari 2000-3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa).Secara umum, cangkang kulit udang mengandung 34,9%, mineral CaCO3 27,6 persen, chitin 18,1 persen dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19,4 persen. Chitin merupakan polisakarida yang bersifat tidak beracun dan biodegradable sehingga chitin banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti industri farmasi, biokimia. Fomalin merupakan bahan kimia yang beracun dan berbahaya yang selama ini banyak digunakan sebagai pengawet pada bahan makanan. Dimana diperlukan suatu pengawet alami yang tidak beracun, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan mudah terurai. Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan lemak atau industri makanan. Dimana Limbah kulit udang dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut menghasilkan chitosan yang sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksid) pengganti formalin.3.5. Chitin Chitin adalah polisakarida struktural yang patut mendapatkan perhatian karena berlimpah ruah di alam. Chitin sama dengan selulosa. Chitin merupakan polisakarida hewan berkaki banyak. Diperkirakan 109 ton chitin dibiosintesis tiap tahun. Chitin tidak larut dalam air, asam encer, alkali encer atau pekat dan pelarut organic lain, tetapi larut dalam larutan pekat asam sulfat, asam klorida, asam fosfat. Selain itu tahan terhadap hidrolisa menjadi komponen sakaridanya. Chitin pada umumnya sangat tahan terhadap hidrolisa, walau enzim kitinase dapat melakukannya dengan mudah. Chitin merupakan bagian dari polisakarida linier yang mengandung N-Asetil D-Glukosamina terikat pada hidrolisa, chitin menghasilkan 2-Amino 2-Deoksin D-Glukosa. Dalam alam chitin terikat pada protein dan lemak.

Gambar 3.4.1. Struktur KitinChitin dapat dibentuk menjadi susu bubuk (powder) apabila sudah dipisahkan dari zat yang tercampur dengannya. Akan tetapi tidak dapat larut dalam air. Reaksinya dalam asam-asam mineral dan alkali akan menghasilkan suatu zat yang menyerupai selulosa. Pelarutan chitin tergantung dari konsentrasi asam mineral dan temperatur. Di negara Jepang, chitin sudah lama dikomersialkan dengan cara memintalnya menjadi benang yang berfungsi sebagai penutup luka sehabis operasi, karena didukung oleh sifatnya yang non alergi dan juga menunjukkan aktifitas penyembuhan luka.Chitin pertama kali ditemukan oleh Odier pada tahun 1823 dan kemudian dikembangkan oleh PR Austin pada tahun 1981. Akan tetapi perkembangan chitin bergerak lamban dan kurang dimanfaatkan. Chitin dan chitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai absorben untuk menyerap ion, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari senyawa chitin dan chitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan. Salah satu turunan chitin yang luas pemakaiannya adalah chitosan. Dimana senyawa ini mudah dihasilkan dan didapat dari kitin dengan menambahkan NaOH dan pemanasan sekitar 120oC. Proses ini menyebabkan lepasnya gugus asetil yang melekat pada gugus amino dari molekul kitin dan selanjutnya akan membentuk chitosan. Kelebihan lain dari chitosan yaitu padatan yang dikoagulasinya dapat dimanfaatkan3.6. Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam BeratDi Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah dimanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan chitin dan chitosan. Manfaatnya lainnya adalah di industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pertanian, dan kesehatan. Chitin dan chitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi. Chitin dan chitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari senyawa chitin dan chitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.3.7. Proses Pembuatan ChitosanProses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni pengeringan bahan baku mentah chitosan (kulit udang), penggilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi, pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk produk akhir berupa chitosan.Proses utama dalam pembuatan chitosan, meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut dengan deproteinasi dan demineralisasi, yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui proses deasetilasi, yaitu dengan cara memanaskan dengan larutan basa. Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu dikeringkan didalam oven dengan temperatur 65 0C selama 4 jam. Setelah kering, kulit udang dihancurkan didalam grinder dan diayak untuk mendapatkan bubk dengan ukuran mesh 50. Kulit udang yang ukurannya melebihi mesh 50 akan dimasukkan kembali kedalam grinder. Tahap demineralisasi, serbuk hasil gilingan kulit udang bersih yang diperoleh dengan HCl 1 N; 1:5 (w/v), lalu diaduk selama 3-4 jam pada suhu 650C untuk menghilangkan mineral-mineral.Adapun teknologi pengolahan kitin dan chitosan itu dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:1. DemineralisasiLimbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering, kemudian dicuci di dalam air panas dua kali lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah kering lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian dicampur asam klorida 1N (HCl 1N) dengan perbandingan 10:1 untuk pelarut berupa larutan asam klorida dengan konsentrasi 1N dibandingkan dengan kulit udang, lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Biarkan sebentar agar proses demineralisasi berjalan baik dan normal, kemudian panaskan pada suhu 90oC selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.2. DeproteinasiLimbah udang yang telah dimineralisasi dicampur dengan larutan sodium hidroksida 3,5% (NaOH 3,5%) dengan perbandingan antara pelarut dan cangkang udang 6:1. Aduk limbah udang dan larutan sodium hidroksida sampai merata sekitar 1 jam. Selanjutnya biarkan sebentar, lalu dipanaskan pada suhu 90 oC selama 1 jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehinggadiperoleh residu padatan yang kemudian dicuci denagn air samapai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80 oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.3. Deasetilasi kitin menjadi kitosanKitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50% dengan perbandingan 20:1 (rasio pelarut berupa sodium hidroksida berkonsentrasi 50% dibanding kitin). Aduk sampai merata selama 1 jam dan biarkan sekitar 30 menit, lalu dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140 oC. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian denagn air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70 oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering. Bentuk akhir kitosan bisa berbentuk serbuk maupun serpihan.3.8. Pemanfaatan Chitosan Chitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, industri tekstil, industri kertas dan industri elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama sebagai bersifat resin penukar ion untuk minimalisasi logam berat, mengkoagulasi minyak/lemak, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan. Di bidang industri, chitosan dapat memperbaiki ikatan antara warna dengan makanan, menghilangkan kelebihan penggunaan perekat dan dapat mencegah kelarutan hasil dari kertas, pulp dan tekstil. Sedangkan penerapan lain di bidang biokimia, chitin dan chitosan digunakan sebagai zat mempercepat dalam penyembuhan luka. Sifat lain adalah chitosan dapat berfungsi sebagai zat koagulan, adanya sifat ini menyebabkan ia banyak dimanfaatkan bentuk recovery senyawa-senyawa organik dari limbah bekas media tumbuh seafood.3.9. Kelebihan dan Kekurangan ChitosanBerdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka chitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu mudah dibentu menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang bermanfaat aplikasinya. Menurut Prasetiyo (2006) dari segi ekonomi, pemanfaatan chitin dari limbah cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam berbagai bidang dan industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah berasal dari sumberdaya lokal. Chitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan unsur makhluk hidup, toxicitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat imunogenik, dan bersifat non-karsinogenik (Irawan, 2007).Kelebihan dan kekurangan chitosan menurut Kusumawati (2006) bahwa karena sifatnya yang dapat menarik lemak, chitosan banyak dbuat tablet/pil penurun berat badan. Chitosan dapat menyerap lemak dalam tubuh dengan cukup baik. Dalam kondisi optimal, chitosan dapat menyerap lemak 4-5 kali berat chitosan. Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa chitosan dapat menurunkan kolesterol tanpa menimbulkan efek samping. Hanya satu saja yang harus diperhatikan, konsumsi chitosan harus tetap terkontrol, karena chitosan juga dapat menyerap mineral kalsium dan vitamin yang ada didalam tubuh. Selain itu, orang yang biasanya mengalami alergi terhadap makanan laut sebaliknya menghindari dari mengkonsumsi tablet atau pil chitosan.

IV. ALAT DAN BAHAN3.1. Alat1. Water Bath2. Neraca analitis3. Corong dan kertas saring4. Beker gelas5. pH meter6. Pipet tetes7. Oven 8. Spatula3.2. Bahan1. Kulit udang2. HCL3. NaOH4. AquadestV. PROSEDUR PERCOBAAN1. Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.2. Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi bubuk atau powder.3. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aquadest.4. Kemudian masukkan HCL sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang tadi dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.5. Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan dalam beker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.6. Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest, direbus selama 2 menit, kemudian saring kembali.7. Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur pH dengan menggunakan pH meter.8. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.

1