Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

44
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroba yang ada di sekitar kita ada yang menguntungkan juga ada yang merugikan, termasuk bagi bidang ilmu dan teknologi pangan, yaitu mengarah pada bahan atau produk pangan, yang menjadi objek yang disenangi mikroba untuk tumbuh dan berkembang (sebagai kontaminan bahan atau produk pangan), karena pada bahan atau produk pangan banyak terdapat nutrisi yang diperlukan oleh mikroba untuk melangsungkan pertumbuhannya. Dengan mempelajari mikrobiologi pangan, kita dapat mengembangkan dan memanfaatkan mikroba-mikroba yang menguntungkan untuk pembuatan atau pengolahan suatu bahan/produk pangan, serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba- mikroba yang merugikan dan tidak diinginkan, seperti mikroba pembusuk (penyebab kerusakan pada makanan), hingga penyebab penyakit dan penghasil toksin yang berbahaya melalui berbagai teknik/cara, seperti pemanasan, pendinginan, penambahan zat pengawet (antimikroba) irradiasi, dan lain-lain. Pertumbuhan mikroba dalam bahan/produk pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor intrinsik (sifat-sifat fisik dan struktur makanan, yakni: pH, Aw, potensial oksidasi reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa antimikroba dan struktur

description

laporan mikrobiologi pangan acara antimikroba

Transcript of Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Page 1: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikroba yang ada di sekitar kita ada yang menguntungkan juga ada yang

merugikan, termasuk bagi bidang ilmu dan teknologi pangan, yaitu mengarah

pada bahan atau produk pangan, yang menjadi objek yang disenangi mikroba

untuk tumbuh dan berkembang (sebagai kontaminan bahan atau produk

pangan), karena pada bahan atau produk pangan banyak terdapat nutrisi yang

diperlukan oleh mikroba untuk melangsungkan pertumbuhannya. Dengan

mempelajari mikrobiologi pangan, kita dapat mengembangkan dan

memanfaatkan mikroba-mikroba yang menguntungkan untuk pembuatan atau

pengolahan suatu bahan/produk pangan, serta dapat menghambat

pertumbuhan mikroba-mikroba yang merugikan dan tidak diinginkan, seperti

mikroba pembusuk (penyebab kerusakan pada makanan), hingga penyebab

penyakit dan penghasil toksin yang berbahaya melalui berbagai teknik/cara,

seperti pemanasan, pendinginan, penambahan zat pengawet (antimikroba)

irradiasi, dan lain-lain.

Pertumbuhan mikroba dalam bahan/produk pangan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya faktor intrinsik (sifat-sifat fisik dan struktur

makanan, yakni: pH, Aw, potensial oksidasi reduksi (Eh), kandungan nutrisi,

senyawa antimikroba dan struktur biologi), faktor ekstrinsik (kondisi

lingkungan pada makanan dan penyimpanan bahan pangan, yaitu: suhu,

kelembaban udara, susunan gas atmosfer), faktor implisit (interaksi antar jenis

mikrobia pada bahan pangan, yaitu: sinergisme, antagonisme, sintrofisme),

dan faktor pengolahan (tahapan pengolahan makanan yang dapat menurunkan

populasi awal mikroba, yaitu: pemanasan, pendinginan, radiasi, penambahan

zat pengawet).

Pada praktikum ini akan lebih dipelajari dan dipahami mengenai

senyawa-senyawa yang dapat menghambat aktivitas dan pertumbuhan

mikroba atau yang biasa disebut sebagai antimikroba, baik antimikroba alami

(yang terkandung di dalam bahan-bahan yang berasal dari alam, seperti

rempah-rempah) maupun antimikroba dari bahan-bahan kimia/antimikroba

Page 2: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

sintetis (untuk bahan pangan/makanan dikenal sebagai bahan/zat pengawet).

Antimikroba/pengawet sintetis yang digunakan dalam praktikum ini

diantaranya natrium benzoat, asam sitrat dan asam asetat. Sedangkan

antimikroba/pengawet alami yang digunakan diantaranya rempah-rempah

seperti jahe, kunyit, kencur dan aquades (kontrol). Penggunaan zat pengawet

alami saat ini menjadi hal yang menarik di kalangan masyarakat maupun

industri pangan, karena penggunaan zat pengawet sintetis yang berlebihan

maupun dikonsumsi secara terus-menerus memberikan efek negatif bagi

kesehatan tubuh (Afrianti, 2010).

Kelangsungan hidup dari suatu mikroba sangat dipengaruhi oleh zat-zat

antimikroba yang terdapat di dalam media di mana mikroba tersebut tumbuh,

dimana zat-zat antimikroba tersebut akan berpengaruh terhadap siklus hidup

dari mikroba dan kemampuan mereka dalam mempertahankan hidupnya dari

pengaruh bahan/zat tersebut yang bekerja sesuai dengan mekanisme kerja dan

spesifitasnya masing-masing.

B. Tujuan

- Mengetahui pengaruh antimikroba terhadap aktivitas mikroba Gram

positif dan negatif.

- Mengetahui pengaruh antagonisme dan sinergisme antar mikroba terhadap

bakteri Gram positif dan negatif.

Page 3: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

II. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroba ialah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk

bertahan hidup. Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di permukaan

bumi. Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga

lingkungan yang relative panas, dari ligkungan yang asam hingga basa.

Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan (Afriyanto, 2005).

Bacillus cereus

B. cereus merupakan pigmen pathogen pembentuk spora, berbentuk

batang, berukuran 1,0-1,2 mikrob dengan panjang 3,0-5,0 mikroba, bersifat

anaerobik fakultatif. B. cereus memproduksi spora tahan panas dan radiasi, dan

tetap aktif setelah pemanasan selama 4 jam pada suhu 135° C. Umumnya

makanan terkontaminasi oleh B. cereus setelah pendinginan yang lambat, pada

makanan yang telah dimasak dalam waktu yang lama, dan pada waktu dan suhu

yang kondusif untuk pertumbuhan substansial. (Koswara, 2009)

Escherichia coli

Escherichia coli, atau biasa disingkat E.coli, adalah salah satu jenis spesies

utama bakteri Gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh

Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. E.coli

merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mm dan diamater

0.5 mm. Volume sel E.coli berkisar 0.6-0.7 mm3. Bakteri ini termasuk umumnya

hidup pada rentang 20-40 °C, optimum pada 37°C (Arican dan Andic, 2011).

Kisaran pH antara 4-9 dengan nilai pH optimum 5 untuk pertumbuhan adalah 7,0-

7,5 dan nilai aw minimum untuk pertumbuhan adalah 0,96. Bakteri ini sangat

sensitif terhadap panas sehingga inaktif pada suhu pasteurisasi. Selain itu E.coli

tumbuh baik dalam medium yang sederhana dan stabil serta mengandung glukosa,

ammonium sulfat dan sedikit garam mineral. E.coli termasuk dalam famili

Enterobactericeae. E.coli disebut juga koliform fekal karena ditemukan dalam

saluran usus hewan dan manusia. (Koswara, 2009)

Page 4: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Usus besar manusia terkandung sejumlah E.coli yang berfungsi

membusukkan sisa-sisa makanan. Dari sekian ratus strain E.coli yang

teridentifikasi, hanya sebagian kecil bersifat patogen, misalnya strain O157:H7.

Bakteri yang namanya berasal dari sang penemu Theodor Escherich yang

menemukannya di tahun 1885 ini merupakan jenis bakteri yang menjadi salah

satu tulang punggung dunia bioteknologi. Hampir semua rekayasa genetika di

dunia bioteknologi selalu melibatkan E.coli akibat genetikanya yang sederhana

dan mudah untuk direkayasa. Riset di E.coli menjadi model untuk aplikasi ke

bakteri jenis lainnya. Bakteri ini juga merupakan media kloning yang paling

sering dipakai. Teknik recombinan DNA tidak akan ada tanpa bantuan bakteri ini

(Arican dan Andic, 2011).

Antimikroba

Senyawa antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis yang dapat

menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Komponen antimikroba

terdapat dalam bahan pangan melalui salah satu dari berbagai cara, yaitu terdapat

secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan secara sengaja ke dalam

makanan dan terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh

selama fermentasi pangan (Fardiaz 1992 dalam Amanah, 2011). Suatu preservatif

untuk memperpanjang masa simpan produk pangan harus memenuhi kriteria

antara lain: 1) tidak mengubah flavor, bau dan tekstur bahan pangan, aman bagi

konsumen dan efektif sebagai preservatif atau aman untuk dikonsumsi selama

masa simpan tertentu; 2) preservatif harus mudah dikenali dan kadarnya dapat

dipastikan secara pasti serta harus memenuhi kebutuhan yang diizinkan; 3)

kualitas bahan pangan tidak merugikan konsumen; 4) ekonomis (Soeparno 1994

dalam Amanah, 2011); dan 4) tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan

diutamakan bersifat membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan

mikroba (Frazier dan Westhoff 1988 dalam Amanah, 2011).

Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),

bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh

kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal

(menghambat germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam

Page 5: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya

konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat

mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan

kimia makanan, termasuk kadar air, pH, serta jenis dan jumlah senyawa di

dalamnya (Fardiaz 1992 dalam Amanah, 2011).

Mekanisme penghambatan mikroorganime oleh senyawa antimikroba

dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : (1) gangguan pada senyawa

penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat

menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan

(4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik. Kemampuan senyawa

antimikroba untuk menghambat aktivitas pertumbuhan mikroba dalam sistem

pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, pH

(keasaman), ketersediaan oksigen, dan interaksi/sinergi (Veteriner, 2009).

Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu

senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan.

Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan yang

ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap)

atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen

akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasidan kultur

yang digunakan (Admin, 2010).

Metode cakram kertas merupakan metode yang biasa digunakan untuk

menguji aktivitas antimikroba suatu antibiotik terhadap mikroorganisme patogen

penyebab penyakit. Metode ini lebih dikenal dengan metode Kirby-Bauer

(Cappucino and Sherman, 2001; Tortora et al., 2002 dalam Patangga, 2011).

Metode cakram kertas dapat juga dilakukan menggunakan suatu silinder tidak

beralas atau sumuran dan diisi dengan antibiotik dalam jumlah tertentu, disebut

agar well difussion (Lay, 1994; Boyd, 1995 dalam Patangga, 2011). Kepekaan

mikroorganisme patogen terhadap antibiotik terlihat dari ukuran zona bening yang

terbentuk (Cappucino & Sherman, 2001 dalam Patangga, 2011).

Parameter yang digunakan adalah zona bening (Hatmanti et al., 2009

dalam Patangga, 2011). Zona bening adalah area bening di sekeliling cakram

Page 6: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

kertas sebagai indikasi tidak adanya atau terhambatnya pertumbuhan

mikroorganisme akibat ekskresi zat antimikroba oleh kompetitornya (Byod, 1995;

Atlas and Bartha, 1998 dalam Patangga, 2011).

Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan

diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak

makanan. Zat aktif tersebut dapat berasal dari bagian tumbuhan seperti biji, buah,

rimpang, batang, daun, dan umbi. (Koswara, 2009)

Jahe

Jahe-jahean (Famili; Zingiberaceae) sudah dikenal dan dipergunakan oleh

masyarakat sebagai tanaman obat sejak berabad-abad yang lalu. Zingiber

officinale (jahe) adalah salah satu yang digunakan sebagai bahan mentah dalam

pembuatan obat modern maupun obat-obatan tradisional (Tim Bina Karya Tani,

2009). Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman jahe-jahean

terutama dari golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa

metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan Zingiberaceae ini umumnya dapat

menghambat pertumbuhan patogen yang merugikan kehidupan manusia,

diantaranya bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,

jamur Neurospora sp, Rhizopus sp. dan Penicillium sp. (Nursal et al., 2006).

Kencur

Kencur adalah tanaman tropis dan di Indonesia dahulunya merupakan

tanaman pekarangan. Hal ini disebabkan karena secara tradisional kencur

termasuk tanaman obat (Hamida, 2007). Sudah sejak lama rakyat Indonesia

menggunakan kencur sebagai ramuan obat-obatan, ada yang memanfaatkan

sebagai bumbu masakan, sebagai minuman beras kencur. Masyarakat

mempercayai dapat mengobati penyakit tertentu, antara lain dapat menyembuhkan

masuk angin, batuk, dan sakit tenggorokan. Kencur banyak digunakan sebagai

bahan baku obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap

makanan dan minuman, rempah, serta bahan campuran saus rokok pada industri

rokok kretek, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida (Rostiana dan

Efendi, 2007). Menurut Gholib, D. (2009) ekstrak kencur dalam etanol

mempunyai daya antimikroba terhadap salah satu jamur kulit. Senyawa yang

Page 7: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

terkandung dalam rimpang kencur antara lain etil sinamat, etil p-metoksi sinamat,

p-metoksi stiren, kamfen, dan borneol. Dan etil p-metoksi sinamat merupakan

komponen utama yang mudah untuk diisolasi dan dimurnikan.

Kunyit

Kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang bersifat bakterisidal.

Salah satu senyawa tersebut adalah senyawa kurkumin yang merupakan senyawa

golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol simetris dan dihubungkan

dengan satu rantai hiptadiena. Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba

dengan cara merusak membrane sel yang akan menyebabkan denaturasi protein

sel dan mengurangi tekanan permukaan sel. Rimpang tanaman kunyit dapat

mempertahankan mutu ikan layang karena mengandung senyawa-senyawa

kurkumin dan minyak atsiri yang mempunyai kemampuan menghambat

pertumbuhan bakteri. Hasil uji Total Volatil Base menunjukan bahwa semakin

tinggi konsentrasi kunyit maka nilai Total Volatil Base ikan layang semakin

rendah. Ini berarti bahwa daya penghambat kunyit terhadap pertumbuhan bakteri

semakin baik. (Pasaraeng, 2013).

Kunyit dapat digunakan sebagai pengawet tahu, disamping berfungsi

sebagai warna juga sebagai antibiotic, sekaligus mencegah agar tidak cepat asam.

Selain itu untuk kesehatan berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri, antiradang,

dan antikanker. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5%.

Sedangkan untuk kunyit ekstrak kandungan kurkuminoid mencapai 40-50%.

Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena

cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk, digiling, dan

diperas airnya. (Kristianingrum, 2006)

Natrium Benzoat

Natrium benzoate merupakan senyawa yang secara kimia dihasilkan dari

reaksi netralisasi asam benzoate dengan natrium hidroksida (NaOH), merupakan

salah satu bentuk pengawet benzoate yang sering digunakan untuk menghambat

pertumbuhan jamur dan bakteri dengan pKa – 8,0 (Srour 1989 dalam Wijaya,

2013). Secara kimia, natrium benzoate terlarut dalam ethanol, methanol dan etilen

glikol dan mempunyai tingkat kelarutan yang lebih tinggo 200 kali (550-630

Page 8: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

g/liter pada 20oC) dibandingkan dengan asam benzoate (2,9 g/liter pada 20oC).

Kelarutan natrium benzoate dalam air yang tinggi ini kemudian menjadikan

natrium benzoate lebih sering digunakan dibandingkan asam benzoate (Wijaya,

2013).

Di kebanyakan negara, senyawa asam benzoate dan garamnya lebih

banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan. Senyawa benzoate

sebagai pengawet makanan diketahui dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri,

khamir maupun kapang. Namun demikian, efektivitas pengendaliannya cenderung

lebih tinggi pada khamir dan kapang dibandingkan bakteri (Frazier & Westhoff

1988 dalam Wijaya, 2013). Dalam hal ini, diketahui bahwa kebanyakan khamir

dan kapang dapat dihambat sebanyak 0,05%-0,1% dari jumlah asam yang tidak

terdisosiasi, sedangkan bakteri hanya dihambat dalam jumlah yang lebih kecil

dibandingkan khamir dan kapang.

Oleh karenanya, senyawa benzoate cenderung kurang efektif dalam

mengawetkan produk pangan yang potensinya terhadap pertumbuhan bakteri

sangat tinggi. Untuk meningkatkan efektivitas dalam menghambat pertumbuhan

bakteri, umumnya senyawa benzoate ditambahkan bersama dengan asam sorbet

maupun SO2 (Mahindru 2000 dalam Wijaya, 2013).

Asam Organik

Asam organik (asetat, laktat, malat, sitrat dan sebagainya) merupakan

substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik

berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan pH dalam pangan yang

berfase air. Asam organik dalam pangan dapat berfungsi sebagai asidulan atau

pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi antimikroba yang efektif

pada pH yang mendekati netral. Asam laktat adalah produk utama pada pangan

hasil fermentasi. Asam asetat, propionat, malat dan asam-asam lain dengan

konsentrasi yang beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk dan

mikroorganisme yang digunakan (Roller 2003 dalam Amanah, 2011).

Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan

dengan keseimbangan asam-basa, penambahan proton dan produksi oleh energi

sel. Keseimbangan asam-basa pada sel mikroba ditunjukkan dengan pH yang

Page 9: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

mendekati normal. Interaksi dengan senyawa kimia akan mengganggu

keseimbangan asam-basa dan mengakibatkan kerusakan sel. Protein, asam nukleat

dan fosfolipid dapat rusak oleh perubahan pH. Ketersediaan ion-ion logam akan

mengganggu permeabilitas membran, karena membran kurang permeabel

terhadap ion dibandingkan dengan molekul yang tidak bermuatan. Perubahan

permeabilitas membran akan menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu

transpor nutrisi ke dalam sel dan menyebabkan metabolit internal keluar dari sel

(Davidson dan Branen 1993 dalam Amanah, 2011).

Asam Sitrat

Asam sitrat masih berdekatan dengan vitamin C dan sama-sama

merupakan pengawet alami yang baik. Kandungan asam di dalamnya berfungsi

mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Asam sitrat dinyatakan aman pada

99.9% populasi. Ada sebagian kecil yang alergi dengan asam sitrat, tetapi kondisi

ini sangat jarang dan hampir tidak ada sama sekali. Asam sitrat banyak digunakan

pada berbagai minuman ringan untuk pengawet dan penambah rasa.

(Kristianingrum, 2006)

Asam Asetat

Asam asetat dan asam laktat adalah asam organik yang aman digunakan

sebagai preservatif makanan. Selain itu berdasarkan penelitian, asam organik

adalah substansi antimikrobial yang digunakan dalam pangan dan oleh FDA telah

diakui aman digunakan sebagai preservatif bahan makanan. Dengan penambahan

preservatif diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dan mencegah

kerusakan pada bahan pangan (Andriani, 2007).

Page 10: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

III. METODE

A. Alat dan Bahan

1. Alat

- Cawan petri steril

- Pipet mikro

- Kertas saring Whatman (cakram)

- Jangka sorong

2. Bahan

- Medium NA

- E.coli

- Bacillus cereus

- Kunyit

- Kencur

- Jahe

- Natrium benzoate 0,1%

- Asam asetat 0,1%

- Asam sitrat 0,1%

- Aquades (kontrol)

Page 11: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

B. Prosedur Kerja

1. Penggunaan kertas cakram

Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. Pengamatan dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam

Medium diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik

Kertas cakram dicelupkan ke dalam masing-masing larutan pengawet selama 10 menit lalu dikeringanginkan, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri

yang telah diisi medium

Cawan diputar-putar untuk meratakan medium

Medium dimasukkan ke dalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45oC

Disiapkan 2 cawan petri steril, lalu dimasukkan masing-masing 1 ml starter mikroba ke dalamnya

Page 12: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

2. Penggunaan double kertas cakram

Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. Pengamatan dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam

Medium diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik

Kertas cakram 2 dicelupkan ke dalam larutan pengawet B selama 10 menit lalu dikeringanginkan, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang

telah diisi medium (diletakkan di atas kertas cakram 1)

Kertas cakram 1 dicelupkan ke dalam larutan pengawet A selama 10 menit lalu dikeringanginkan, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang

telah diisi medium

Cawan diputar-putar untuk meratakan medium

Medium dimasukkan ke dalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45oC

Disiapkan 2 cawan petri steril, lalu dimasukkan masing-masing 1 ml starter mikroba ke dalamnya

Page 13: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Tabel hasil pengamatan single kertas cakram

Waktu

PengamatanBakteri Antimikroba

Pengukuran zona bening (cm)

I II IIIRata-

rata

24 jam

E.coli

Kunyit 0 0 0 0

Kencur 0 0 0 0

Jahe 0 0 0 0

Natrium benzoat 0,01 0,01 0,02 0,01

Asam asetat 2,25 2,21 2,3 1,65

Asam sitrat 0 0 0 0

Aquades 0 0 0 0

Bacillus

cereus

Kunyit 0 0 0 0

Kencur 0 0 0 0

Jahe 0 0 0 0

Natrium benzoat 0,01 0,01 0,02 0,013

Asam asetat 0 0 0 0

Asam sitrat 2,78 2,58 1,58 2,313

Aquades 0 0 0 0

48 jam

E.coli

Kunyit 0 0 0 0

Kencur 0 0 0 0

Jahe 3,24 2,49 3,00 3,077

Natrium benzoat 0 0 0 0

Asam asetat 0 0 0 0

Asam sitrat 2,67 2,08 2,53 2,43

Aquades 0 0 0 0

Bacillus

cereus

Kunyit 0 0 0 0

Kencur 0 0 0 0

Jahe 0 0 0 0

Natrium benzoat 0 0 0 0

Page 14: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Asam asetat 0,61 0,79 0,49 0,63

Asam sitrat 0 0 0 0

Aquades 0 0 0 0

Tabel pengamatan double kertas cakram

Waktu

PengamatanBakteri Antimikroba

Pengukuran zona bening (cm)

I II IIIRata-

rata

24 Jam

E.coli

Kunyit + Natrium

benzoat0,13 0,12 0,06 0,10

Kencur + A

sam asetat1,93 2,11 2,27 1,49

Jahe + Asam sitrat 0 0 0 0

Bacillus

cereus

Kunyit + Natrium

benzoat0,1 0,06 0,08 0,08

Kencur + Asam

asetat0 0 0 0

Jahe + Asam sitrat 2,79 3,04 2,59 2,806

48 Jam

E.coli

Kunyit + Natrium

benzoat0 0 0 0

Kencur + Asam

asetat0 0 0 0

Jahe + Asam sitrat 2,3 2,41 2,19 2,3

Bacillus

cereus

Kunyit + Natrium

benzoat0 0 0 0

Kencur + Asam

asetat0 0 0 0

Jahe + Asam sitrat 2,25 2,17 2,67 2,303

Page 15: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

B. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, bakteri yang digunakan adalah Bacillus cereus

yang merupakan bakteri Gram positif dan E.coli yang merupakan bakteri

Gram positif. Kedua bakteri ini mewakili bakteri Gram positif dan Gram

negatif lainnya untuk uji aktivitas bahan antimikroba.

Menurut Hermawan dkk (2007), uji aktivitas antibakteri

dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode

pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan

dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang

merupakan petunjuk adanya respon penghambatan

pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam

ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas

yaitu 105-108 CFU/mL. Kusmayati dan Agustini (2007)

menambahkan bahwa metode difusi merupakan salah satu

metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan

dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran

dan metode cakram kertas.

Pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah

metode kertas cakram, yaitu single kertas cakram dan double

kertas cakram yang masing-masing dilihat hasil yang

diperolehnya setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam dan

48 jam. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa pengukuran zona bening

yang dihasilkan, baik dari bakteri E.coli maupun Bacillus cereus dalam waktu

setelah 24 jam dan 48 jam dengan penggunaan single maupun double kertas

cakram memberikan hasil yang berbeda.

Pertama pada E.coli, data hasil pengukuran zona bening setelah 24 jam

menggunakan metode single kertas cakram didapatkan, yaitu dengan zat

antimikroba sintetis asam asetat lebih besar daripada dengan natrium benzoat,

dimana rata-rata zona bening dengan asam asetat adalah 1,65 cm dan 0,01 cm

dengan natrium benzoat. Namun, dengan antimikroba asam sitrat dan semua

antimikroba alami (kencur, kunyit, jahe) tidak terbentuk zona bening yang

Page 16: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

dapat diukur. Begitupun dengan aquades sebagai kontrol, tidak terbentuk zona

bening yang dapat diukur. Hal yang tidak jauh berbeda terjadi saat pengukuran

zona bening setelah 48 jam. Hasil pengukuran rata-rata zona beningnya antara

kunyit, kencur, asam asetat, dan natrium benzoat adalah 0 cm seperti dengan

aquades yang adalah kontrol, yang berarti masih tidak terbentuknya juga zona

bening dengan zat antimikroba kunyit dan kencur, sementara asam asetat dan

natrium yang sebelumnya (pada pengamatan 24 jam) terukur zona bening

menjadi berkurang saat 48 jam, bahkan sampai zona bening tersebut hilang.

Sedangkan dengan antimikroba jahe dan asam sitrat saat 48 jam baru

terbentuk zona bening yang terukur rata-ratanya dengan kedua jenis

antimikroba tersebut berturut-turut adalah 2,952 cm dan 2,428 cm.

Sementara itu pada Bacillus cereus data hasil pengukuran zona bening

setelah 24 jam menggunakan metode single kertas cakram didapatkan, yaitu

dengan zat antimikroba sintetis seperti natrium benzoat dan asam sitrat

berturut-turut rata-rata diameter zona beningnya adalah 0,013 cm dan 2,313

cm. Sedangkan dengan antimikroba yang lain (kunyit, kencur, jahe, dan asam

asetat) sama seperti kejadian sebelumnya dimana zona bening tidak terbentuk

sama sekali sehingga rata-rata pengukurannya adalah 0 cm. Pengukuran zona

bening saat pengamatan 48 jam, zona bening yang terlihat menjadi semakin

berkurang dengan beberapa zat antimikroba, yaitu natrium benzoat dan asam

sitrat yang sebelumnya (saat 24 jam) menghasilkan zona bening menjadi

berkurang sampai hilang sama sekali zona beningnya (menjadi 0 cm), serta

masih tidak terbentuk zona bening dengan kunyit, kencur dan jahe. Pada

pengamatan 48 jam ini, justru dengan asam asetat dapat terbentuk zona bening

pada cawan yang berisi Bacillus cereus yaitu dengan rata-rata sebesar 0,63

cm.

Selanjutnya yang kedua yaitu pertumbuhan bakteri E.coli yang dihambat

dengan antimikroba sintetitik maupun alami pada penggunaan double kertas

cakram setelah dilakukan pengamatan selama 24 jam dan 48 jam hasilnya

dapat dipaparkan sebagai berikut. Setelah 24 jam E.coli dengan zat

antimikroba pada double kertas cakram, yakni kunyit + natrium benzoat

Page 17: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

menghasilkan rata-rata pengukuran 0,10 cm, lebih kecil dibandingkan kencur

+ asam asetat yang rata-ratanya sebesar 1,49 cm, sedangkan antimikroba jahe

+ asam sitrat tidak menghasilkan zona bening yang terlihat.

Ternyata saat 48 jam, kembali terjadi penurunan efektivitas antimikroba

dibandingkan dengan saat 24 jam. Terlihat dengan kunyit + natrium benzoat

yang pada 24 jam menghasilkan zona bening 0,10 cm dan kencur + asam

asetat rata-rata diameter zona bening sebesar 1,49 cm, saat 48 jam zona bening

menjadi tidak terlihat lagi. Sedangkan jahe + asam sitrat yang sebelumnya

(pengamatan 24 jam) tidak menghasilkan zona bening saat 48 jam menjadi

menghasilkan zona bening dengan rata-rata sebesar 2,3 cm, sehingga

menyebabkan jahe + asam sitrat menjadi satu-satunya kombinasi antimikroba

yang menghasilkan zona bening pada E.coli saat 48 jam metode single kertas

cakram.

Sementara itu berikut akan dijelaskan pertumbuhan bakteri Bacillus

cereus yang dihambat dengan antimikroba sintetitik maupun alami pada

penggunaan double kertas cakram setelah dilakukan pengamatan selama 24

jam dan 48 jam. Saat pengamatan selama 24 jam, Bacillus cereus dengan zat

antimikroba pada double kertas cakram, yakni jahe + asam sitrat

menghasilkan rata-rata pengukuran sebesar 2,806 cm, lebih besar

dibandingkan kombinasi antimikroba yang lain yakni kunyit + natrium

benzoat yang rata-ratanya hanya 0,08 cm. Sedangkan antimikroba kencur +

asam asetat tidak menghasilkan zona bening yang terlihat.

Berikutnya saat 48 jam, penurunan efektivitas antimikroba dalam

membentuk zona bening juga terjadi pada metode double kertas cakram ini

seperti pada single kertas cakram, yakni dibandingkan dengan saat 24 jam.

Terlihat dengan antimikroba kunyit + natrium benzoat yang pada 24 jam

terukur zona bening sebesar 0,08 cm, saat 48 jam zona bening menjadi tidak

terlihat lagi, begitupun dengan jahe + asam sitrat yang sebelumnya

(pengamatan 24 jam) rata-rata pengukurannya 2,806 cm berkurang menjadi

2,303 cm, sehingga menyebabkan jahe + asam sitrat menjadi satu-satunya

Page 18: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

kombinasi antimikroba yang menghasilkan zona bening. Kemudian kencur +

asam asetat masih tetap tidak terlihat telah terbentuknya zona bening.

Kombinasi dari dua zat antimikroba yang terkandung dalam kertas

cakram (metode double kertas cakram) akan menghasilkan interaksi baik

antagonisme ataupun sinergisme. Interaksi yang sinergis didapat apabila zona

bening yang dihasilkan dari kombinasi dua zat antimikroba tersebut lebih

besar daripada antimikroba yang digunakan hanya satu jenis, sedangkan

antagonisme terjadi apabila kombinasi dua zat mikroba yang digunakan justru

menghasilkan zona bening yang lebih kecil atau bahkan tidak ada.

Zona bening ini dijelaskan oleh Byod (1995); Atlas and Bartha (1998)

dalam Patangga (2011) yakni merupakan area bening di sekeliling cakram

kertas sebagai indikasi tidak adanya atau terhambatnya pertumbuhan

mikroorganisme akibat ekskresi zat antimikroba oleh kompetitornya.

Kemudian diperjelas oleh Srikandi (2004) dalam Patangga (2011) bahwa zona

bening terjadi karena antimikroba alami membentukan cincin-cincin hambatan

di dalam area pertumbuhan bakteri yang padat sehingga tidak ada bakteri yang

tumbuh di dalam cincin tersebut. Kemampuan suatu antimikroba dapat dilihat

dari seberapa besar zona bening yang terbentuk akibat berdifusinya zat

antibiotika tersebut. Antimikroba yang berbeda memiliki laju difusi yang

berbeda pula, karena itu kemampuan antimikroba satu tidak sama dengan

antimikroba yang lain dan mengakibatkan pengukuran setiap cawan berbeda

pula.

Zona yang terbentuk di sekitar kertas cakram pada bahan antimikroba

ada yang benar-benar bening namun ada pula yang masih tersisa sedikit koloni

bakteri. Zona yang benar-benar bening menunjukkan bahwa antimikroba

tersebut merupakan bakterisida yang artinya bahan antimikroba tersebut dapat

membunuh bakteri sedangkan zona yang masih tersisa sedikit koloni bakteri

menunjukkan bahwa antimikroba tersebut merupakan bakteriostatik yang

artinya bahan antimikroba tersebut hanya dapat menghambat pertumbuhan

bakteri yang diujikan.

Page 19: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dipaparkan diatas dapat

disimpulkan bahwa zat antimikroba buatan seperti asam asetat, asam sitrat dan

natrium benzoat lebih mampu menghambat pertumbuhan mikroba dari pada

zat antimikroba alami. Hal ini dapat dilihat dari ukuran zona bening yang

terbentuk pada cawan. Rata-rata ukuran zona bening yang diperoleh dari 2

metode kertas cakram yaitu single dan double untuk masing-masing bakteri

yang digunakan menunjukkan bahwa ukuran zona bening yang dihasilkan

dengan antimikroba sintetis lebih besar dari yang dihasilkan dengan

antimikroba alami.

Hal ini sesuai dengan literatur dimana hasil pengamatan keseluruhan

pada pengamatan antimikroba alami dan buatan terhadap pengaruh

pertumbuhan mikroba diperoleh adanya perbedaan luas zona hambatan.

Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan kadar senyawa antimikroba yang

terkandung pada zat antimikroba alami dan buatan. Dalam antimikroba alami

yaitu pada tanaman kencur, kunyit dan jahe terdapat kadar senyawa

antimikroba lebih rendah, hal tersebut dikarena adanya senyawa lain selain

senyawa antimikroba yang menyusun tanaman ini. Contohnya adalah adanya

komponen minyak atsiri yang terkandung dalam rempah-rempah memiliki

aktivitas antimikroba yang dapat menghambat atau membunuh mikroba.

(Dorman dan Deans, 2000 dalam Koswara, 2009)

Senyawa yang terkandung pada kencur antara lain : etil sinamat, etil p-

metoksi sinamat, p-metoksi stiren, kamfen, dan borneol. Pada kunyit : minyak

esensial kunyit adalah golongan terpene diantaranya ethyl-p-

methoxycinnamate; tumerone, farnescene, curlone dan zingiberene; terpinene,

geraniol, dan 6-camphenone; serta methyl chavicol. Beberapa penelitian

secara in vitro, membuktikan bahwa senyawa aktif dalam kunyit mampu

menghambat pertumbuhan jamur, virus, dan bakteri baik Gram positif maupun

bakteri Gram negatif seperti E. coli dan Bacillus cereus (R. Rukmana, 1994

dalam Koswara, 2009). Dan senyawa yang terkandung dalam jahe diantaranya

golongan flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Sehingga kadar

Page 20: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

senyawa antimikroba yang terdapat pada ketiga tanaman ini tidak tinggi dan

berdampak pada sempitnya diameter zona hambatan yang terbentuk.

Pada antimikroba buatan seperti natrium benzoat, asam asetat, dan asam

sitrat kadar antimikrobanya tinggi, karena didalam antimikroba tersebut hanya

memiliki beberapa senyawa antimikroba saja dan tidak terdapat senyawa,

selain senyawa antimikroba sehingga zona hambatan yang terbentuk lebih

luas. Oleh karena itu banyak perusahaan pangan yang menggunakan

antimikroba buatan daripada alami, disamping harganya yang terjangkau, daya

kereaktifitasannya lebih tinggi dalam membunuh mikroba. Zat antimikroba

buatan merupakan antimikroba yang memiliki spektrum luas yang aktif

terhadap bakteri gram-positif dan bakteri gram-negatif dan membuat mikroba

menjadi lebih sensitif terhadap aktivitas antimikroba, dan dapat menghambat

aktivitas mikroba serta dapat membunuh mikroba (Benjelalai, 1984 dalam

Koswara, 2009).

Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan terbentuknya zona bening

(metode single dan double kertas cakram) dengan antimikroba baik sintesis

maupun alami saat pengamatan 24 jam didapatkan bahwa E. coli lebih resisten

daripada Bacillus cereus terlihat dari rata-rata, zona bening yang dihasilkan

dengan antimikroba lebih banyak pada cawan yang berisi Bacillus cereus

dibandingkan dengan pada cawan yang berisi E. coli pengamatannya (E. coli

= 0,8125 cm; B. cereus = 1,3 cm). Hal ini sesuai dengan literatur dimana pada

umumnya bakteri Gram positif seperti Bacillus cereus lebih peka terhadap

aktivitas antimikroba dibandingkan dengan Gram negatif seperti E.coli yaitu

disebabkan karena perbedaan struktur dinding sel bakteri. Susunan komponen

dinding sel Bacillus cereus lebih sederhana dibandingkan dengan dinding sel

E.coli sehingga lebih mudah ditembus senyawa antimikoba (Fardiaz 1996

dalam Patangga, 2011). Pada bakteri Bacillus cereus memiliki 90 

persen dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah

asam teikoat, sedangkan pada E.coli komponen dinding selnya mengandung

5-20 persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida,

dan lipoprotein (Fardiaz 1989 dalam Patangga, 2011).

Page 21: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Ditambahkan oleh Davidson, dkk (2005) dalam Rialita (2015) bahwa

membran luar bakteri Gram negatif berperan sebagai barrier masuknya

senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan sel, diantaranya bakteriosin, enzim

dan senyawa yang bersifat hidrofobik. Untuk mencapai sasaran, senyawa

antimikroba dapat menembus lipopolisakarida (LPS) dari dinding sel tersebut.

molekul-molekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati LPS

dibandingkan dengan yang bersifat hidrofobik. Bakteri Gram positif tidak

mempunyai LPS sehinggga fungsi penghalangnya tidak ada dan molekul

senyawa antimikroba yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik (seperti minyak

esensial) dapat berdifusi ke dalam sel. Namun, pada pengamatan kedua (saat

48 jam), terlihat pada cawan bahwa rata-rata zona bening yang dihasilkan oleh

antimikroba baik sintesis maupun buatan dengan metode single dan double

kertas cakram, lebih besar rata-rata zona bening pada cawan yang berisi E.

coli dibandingkan dengan cawan yang berisi B. cereus (E. coli = 2,602 cm ; B.

cereus = 1,47 cm). Padahal sesuai literatur yang telah dijelaskan di atas,

seharusnya E. coli yang lebih resisten dibandingkan B. cereus terhadap

kondisi lingkungan yang mengandung antimikroba tersebut (zona bening E.

coli seharusnya lebih kecil dari B. cereus). Kemungkinannya terjadi hal

tersebut adalah bahwa pada cawan yang berisi E. coli tersebut juga terdapat

mikroba lain yang berasal dari udara, peralatan praktikum, maupun dari

praktikan ketika inokulasi dilakukan, sehingga setelah diinkubasi, zona bening

yang terbentuk semakin lama semakin banyak pada cawan tersebut, dimana

zona bening tersebut adalah berasal dari mikroba kontaminan yang ikut masuk

pada cawan, bukan E. coli itu sendiri.

Selanjutnya, berdasarkan hasil pengamatan praktikum, hal yang paling

menonjol untuk dikritisi adalah mengenai banyaknya zona bening yang sama

sekali tidak terbentuk dengan beragam zat-zat antimikroba yang digunakan.

Dapat dilihat pada metode single kertas cakram, zona bening yang terbentuk

dengan seluruh antimikroba tidak sampai sepertiganya dari antimikroba yang

digunakan menghasilkan zona bening yang dapat diukur, terutama dengan

antimikroba alami, banyak yang tidak menghasilkan zona bening. Begitupun

Page 22: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

dengan zona bening yang terbentuk pada metode double kertas cakram.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan menggunakan 3 macam

kombinasi antimikroba alami dan buatan, yakni pada pengamatan 48 jam,

zona bening hanya terbentuk di dalam cawan yang berisi E. coli maupun

Bacillus cereus adalah sepertiga dari kombinasi antimikroba yang digunakan.

Sedangkan pada pengamatan 24 jam sedikit lebih banyak, yaitu 2 dari 3

kombinasi antimikroba menghasilkan zona bening.

Tidak terbentuknya zona bening dengan antimikroba ini dapat

disebabkan beberapa faktor, khususnya mungkin lebih cenderung karena

human error. Secara logis, diperkirakan tidak terbentuknya zona bening

tersebut adalah karena praktikan kurang teliti dan tepat dalam melakukan

prosedur kerja. Kemungkinan besar yakni dalam meratakan bakteri dan

medium, yakni kurang rata penyebarannya, lalu lokasi kertas cakram yang

ditaruh adalah pada tempat dimana mikroba tersebut tidak tersebar di tempat

tersebut misalnya, sehingga ketika pengamatan dilakukan tidak terlihat adanya

zona bening yang terbentuk. Selain itu bisa juga disebabkan karena kertas

cakram yang telah dicelupkan dalam zat antimikroba saat dimasukkan ke

dalam cawan masih dalam kondisi yang basah. Karena kertas cakram yang

dicelupkan pada bahan uji sebaiknya tidak terlalu basah karena cairan bahan

uji dapat menetes pada media agar sebelum kertas cakram diletakkan. Selain

itu, ketika kertas cakram yang terlalu basah diletakkan pada media agar, cairan

bahan uji bisa meluber sehingga memengaruhi zona kerja bahan antimikroba

tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketika kertas cakram terjatuh

di media agar sebelum hendak diletakkan di posisi yang telah ditentukan maka

kertas cakram tersebut tidak boleh digeser dan dibiarkan saja letaknya di

posisi tersebut.

Penyebab kegagalan percobaan uji efektivitas antimikroba dengan

metode single dan double kertas cakram ini didukung oleh Murray (2007)

dalam Patangga (2011) dimana dijelaskan bahwa metode cakram kertas

memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan,

tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan

Page 23: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh

kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta ketebalan

medium. Ditambahkan oleh Gillespie (1994) dalam Patangga (2011) Apabila

keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram kertas

relatif sulit untuk diintepretasikan. Selain itu, metode cakram kertas ini tidak

dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan

mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat (Byod 1995 dalam Patangga,

2011).

Page 24: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

V. PENUTUP

A. Kesimpulan1. Zat antimikroba mempengaruhi struktur sel mikroba, terutama terhadap zat

kimia. Zat kimia tersebut akan menurunkan tegangan permukaan membran sel

yang tersusun atas protein dan lipid. Kerusakan membran sel menyebabkan

terganggunya transport nutrisi sehingga sel bakteri mengalami kekurangan

nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya sehingga laju pertumbuhannya

menurun

2. Zat antimikroba buatan asam asetat, asam sitrat dan natrium benzoat lebih

mampu menghambat pertumbuhan mikroba dari pada zat antimikroba alami

karena terdapat pengaruh pertumbuhan mikroba yang diperoleh dengan

adanya perbedaan luas zona hambatan. Perbedaan tersebut terjadi karena

perbedaan kadar senyawa antimikroba yang terkandung pada masing-masing

zat antimikroba.

3. Bakteri Gram positif seperti Bacillus cereus lebih peka terhadap aktivitas

antimikroba dibandingkan dengan Gram negatif seperti E.coli karena susunan

komponen dinding sel Bacillus cereus lebih sederhana dibandingkan dengan

dinding sel E.coli sehingga lebih mudah ditembus senyawa antimikoba. E.coli

mempunyai dinding sel yang berlapis dan mengandung lipid.

4. Uji efektivitas antimikroba dengan metode cakram kertas memiliki kelebihan

dan kelemahan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan

peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran

zona bening yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum,

predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium.

B. Saran

Page 25: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Dalam melaksanakan praktikum mikrobiologi pangan khususnya pada

acara “Pengaruh Antimikroba terhadap Pertumbuhan Mikroba” perlu adanya

ketelitian dan kecekatan yang lebih baik lagi dalam melakukan tahap demi tahap

yang ada pada prosedurnya, agar tidak banyak hasil yang melenceng atau kurang

sesuai dengan literatur yang ada. Kemudian penting untuk lebih menjaga

kebersihan dan kesterilan peralatan, praktikan, juga ruangan praktikum agar tidak

terjadi adanya kontaminan yang menyebabkan gagalnya hasil praktikum. Selain

itu, sebaiknya dalam setiap praktikum lebih diperbanyak dan dilengkapi lagi alat

dan fasilitas pendukung untuk mengifisienkan waktu.

Page 26: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2010. Mikroba dan Antibiotik dari Tumbuhan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Afrianti, L.H. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung: Alfabeta.

Afriyanto, Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta: Kanisius.

Amanah, Nur. 2011. Identifikasi dan Karakterisasi Substrat Antimikroba dari Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik yang Diisolasi dari Dadiah dan Yogurt. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Andriani, Darmono, dan Widya Kurniawati. 2007. “Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri terhadap Bakteri Salmonella sp. yang Di isolasi dari Karkas Ayam”. Disampaikan pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Universitas Pancasila Jakarta.

Arican A, S Andic. 2011. Survival of E.coli O157:H7 in yoghurt incubated until two different pH value and stored at 4 °C dalam Kafkas Univ Vet Fak Derg 17 (4): 537-542. Turki: Yüzüncü Yil Press.

Gholib, D. 2009. Daya Hambat Ekstrak Kencur Terhadap Trichophyton Mentagrophytes dan Crytococcus neoformans Jamur Penyebab Penyakit Kurap Pada Kulit dan Penyakit Paru. Bul. Littro. Vol. 20 No. 1, 59-67.

Hamida, L. 2007. Seni Tanaman Rempah Kencur. Bandung: Penerbit CV. Habsa Jaya.

Hermawan, A., Hana, W., dan Wiwiek, T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Surabaya: Universitas Airlangga.

Kristianingrum, Susila. 2006. Pengawet Makanan yang Aman Bagi Kesehatan. Disampaikan pada Kegiatan PPM “Pelatihan Teknologi Pengolahan Ubi Jalar Bagi Masyarakat Desa Purwomartani Sleman, Yogyakarta”. UNY.

Page 27: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Kusmayati dan Agustini, N. W. R. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari Mikroalga (Porphyridium cruentum). Biodiversity. 8, 1 : 48-53.

Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66.

Pasareng, Erling, Jemmy Abdijulu, dan Max. R. J. Runtuwene. 2103. Pemanfaatan Rimpang Kunyit (Curcuma domesticaVal) Dalam Upaya Mempertahankan Mutu Ikan Layang (Decapterussp). Jurnal MIPA UNSRAT. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Patangga, Putri Yoanna. 2011. “Uji Koeksistensi Dua Isolat Bakteri Resisten Merkuri Dari Kali Mas Surabaya”. Skripsi. Surabaya: ITS.

Rialita, Tita. 2015. “Aktivitas Antimikroba Minyak Essensial Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.Schum) Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan” dalam Jurnal Agritech Vol.35 No.1.

Rostiana, O, dan Effendi, D, S. 2007. Teknologi Unggulan Kencur. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Dan Perkebunan. Bogor.

Tim Bina Karya Tani. 2009. Budidaya Tanaman Jahe. Bandung: Yrama Widya.

Veteriner. 2009. Senyawa-senyawa antibakterial. Yogyakarta: Paradigma.

Wijaya, Yeremia Adi. 2013. Asam Benzoat dan Natrium Benzoat Sifat, Karakteristik dan Fungsional. Semarang: Food-Chem Studio.

Page 28: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

LAMPIRAN

Kultur bakteri diambil dengan menggunakan pipet mikro

Kultur bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri

Page 29: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Kertas cakram dicelupkan ke dalam masing-masing zat antimikroba selama 10 menit lalu dikeringanginkan

Kertas cakram yang mengandung zat antimikroba 1 dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium

Medium NA dimasukkan ke dalam cawan petri dalam keadaan hangat

Cawan petri yang sudah berisi bakteri dan medium NA

Page 30: Lap Mikpang Antimikroba PRINT Fix

Kertas cakram yang mengandung antimikroba 2 dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium

Cawan petri siap diinkubasi pada suhu ruang