Landasan Pengembangan Kurikulum
-
Upload
indhra-musthofa -
Category
Documents
-
view
11 -
download
1
description
Transcript of Landasan Pengembangan Kurikulum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan
aspek kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan pendidikan berpengaruh langsung
terhadap perkembangan manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia.
Kalau bidang- bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan sebagainya
berperan menciptakansarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, pendidikan
berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan menentukan model
manusia yang akan dihasilkan1.
Dalam penyelenggaraan pendidikan formal, kurikulum disusun
untuk pengkondisian iklim belajar yang sistematis. Kurikulum didefinisikan bukan
sekedar daftar matakuliah, tetapi desain pendidikan guna menjamin ketercapaian mutu
yangdiinginkan. Jadi dalam kurikulum harus tergambar mutu pendidikan yang
diinginkan dan bagaimana pola pendidikan menjamin ketercapaian mutu tersebut.
Kurikulum dipergunakan sebagai proses yang harus ditempuh oleh peserta
didik melalui proses belajar mengajar pada suatu pendidikan formal di bidang studi
tertentu.Suatu kurikulum dirancang berorientasi pada harapan masyarakat dalam
bentuk kegiatan proses belajar (kegiatan dan pengalaman yang diberikan) dan produk
belajar (dampak dari kegiatan dan pengalaman yang diberikan).2
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup
sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan
hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan
dalam perkembangan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat
dikerjakansecara sembarangan.3
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memandang perlu suatu pembahasan
khusus tentang landasan-landasan yang digunakan dalam penyusunan sebuah
kurikulum dengan memperhatikan pendekatan-pendekatan sebagai alur pikir
bagaimana menentukan isi kurikulum tersebut.
1Nana Syaodih S., Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik cetakan ke-11 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) hlm. 382Sudjani, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dalam Menghasilkan Guru SMK di Era Global dan Otonomi (Artikel, 2010) http://hipkin.or.id/ diakses pada 24 Oktober 2013.3Nana Syaodih S., Op. Cit.
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada pembahasan makalah
ini sebagai berikut:
1. Apa saja landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Implikasi landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan pembahasannya adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui Implikasi landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan-landasan Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok aktifitas pendidikan, dan
merupakan penjabaran dari idealism, cita-cita, tuntutan masyarakat atau kebutuhan
tertentu. Dari kurikulum inilah akan diketuhui arah pendidikan, alternatif pendidikan,
fungsi pendidikan serta hasil pendidikan yang hendak dicapai dari aktivitas
pendidikan. Karena itu, kurikulum selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik
dan aktual, bahkan kalangan masyarakat pendidikan sering muncul ungkapan bahwa
“ganti materi ganti kurikulum”4, sehingga disini penulis akan memaparkan beberapa
landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum.
1. Landasan Religius
Menurut Muhaimin, pengembangan pendidikan agama islam mengacu
pada tiga paradigma, yaitu5:
a. Paradigma dikotomis, yang menganggap bahwa Pendidikan (agama) Islam
seolah – olah hanya mengurusi persoalan ritual dan spiritual, sementara
kehidupan ekonomi, politik, seni – budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi
serta seni dan sebagainya dianggap sebagai urusan duniawi yang menjadi
bidang garap pendidikan non agama. Pandangan dikotomi inilah yang
menimbukan dualism dalam sistem pendidikan. Istilah pendidikan agama dan
pendidikan umum, atau ilmu agama dan ilmu umum sebenarnya muncul dari
paradigm dikotomis tersebut. Para dikotomis mempunyai implikasi terhadap
pengembangan pendidikan agama Islam yang lebih berorientasi pada
keakhiratan, sedangkan masalah dunia dianggap tidak penting serta
menekankan pada pendalam al–‘ulum al–diniyah (ilmu – ilmu keagamaan)
yang merupakan jalan pintas untuk menuju akhirat, sementara sains (ilmu
pengetahuan) dianggap terpisah dari agama.
b. Paradigma Mekanisme, Paradigma mechanism ialah memandang
kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai
4Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan Manajemen Kelembagaan Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. (Jakarta: Rajawali Press, 2009) hlm. 15Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi Edisi. I(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) hlm. 31
3
penanaman dan pengembangan seperangkat niali kehidupan yang masing –
masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya. Relasi yang bersifat
horizontal–lateral (independen), mengandung arti bahwa beberapa mata
pelajaran (mata kuliah) yang ada dan pendidikan agama mempunyai
hubungan sederajat yang independen, dan tidak saling berkonsultasi. Relasi
yang bersifat literal – sekuensial, berarti diantara masing – masing mata
kuliah tersebut mempunyai relasi sederajat yang saling berkonsultasi.
Sedangkan relasi vertical – linier berarti menundukkan pendidikan agama
sebagai sumber nilai atau sumber konsultasi, sementara seperangkat mata
pelaksanaan (mata kuliah) yang lain adalah termasuk pengembangan nilai –
nilai insane yang mempunyai relasi veritkal – linier dengan agama.
c. Paradigma Organisme, Dalam konteks pendidikan Islam, paradigm
organism bertolak pandangan bahwa aktivitias kependidikan merupakan
suatu system yang teridiri atas komponen – komponen yang hidup bersama
dan bekerjasama secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya
hidup religious atau dijiwai oleh ajaran dan nilai – nilai agama. Kebijakan
pengembangan madrasah berusaha mengakomodasikan tiga kepentingan
utama, yaitu: (1) sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik hidup
keislaman; (2) memperjelas dan memperkokoh keberadaan madarasah
sederajat dengan system sekolah, sebagai wahana pembinaan warga Negara
yang cerdas, berpengatahuan, berkepribadian serta produktif; dan (3) mampu
merespon tuntuttan – tuntutan masa depan, dalam arti sanggup melahirkan
manusia yang memiliki kesiapan memasuki era globalisasi, industrialisasi
maupun era informasi. Secara konseptual – teoretis pendidikan agama di
sekolah berfungsi sebagai: (1) pengembangan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah Swt. Serta akhlak mulia peserta didik seooptimal mungkin; (2)
penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagian hidup
di dunia dan akhirat; (3) penyesuaian mental peserta didik terhadap
lingkungan fisik dan sosial; (4) perbaikan kesalahan – kesalahan, kelemahan
– kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam
dalam kehidupan shari – hari; (5) pencegahan dari ha – hal negative budaya
asing yang dihadapinya sehari – hari; (6) pengajaran tentang ilmu
4
pengetahuan keagamaan secara umum; (7) penyaluran untuk mendalami
pendidikan agama ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi
2. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum.
Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai
aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun
senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Landasan filsafat ini berkaitan dengan tujuan pendidikan yang akan
dicapai sesuai dengan filsafat negara. Filsafat yang dianut negara Indonesia
adalah Pancasila, maka tujuan pendidikannya akan bersesuaian pula dengan
Pancasila. Tujuan pendidikan tiap Negara berbeda satu sama lainnya dikarenakan
perbedaan filsafat bangsa yang dianut. Yang perlu diketahui adalah adanya
kejelasan filsafat. Filsafat yang tidak jelas berimbas pada tujuan pendidikan yang
tidak jelas.6 dibawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran
filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum
a. Aliran Perenialisme, aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan
intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau
perennial.7 Dalam hal ini, pendidikan bermaksud mengatur pikiran,
perkembangan rasio, dan pencarian kebenaran. Perenialisme sekuler
mendukung kurikulum sebuah akademi dengan tata bahasa, kepandaian
berbicara, logika, bahasa lam dan baru, matematika, dan peradaban dunia.8
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek atau mata
pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan
seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap
dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika,
kimia, biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan dengan emosi dan
jasmani seperti seni rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang
6S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Cet.II. (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) hlm. 227Ibid. Hlm. 238Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Cet. II (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2008) hlm. 63
5
diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi.
Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi
diperguruan tinggi.9
b. Aliran Idealisme, filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari
dunia supra-natural dari tuhan. Boleh dikatakan semua agama menganut
filsafat idealisme. filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang berorientasi
religius. Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri
khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin termasuk ketat,
pelangggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari
sekolah.namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan
menetukan satandar mutu yang tinggi.10
c. Aliran Realisme, filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri.
Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum
alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan
melalui penelitian ilmiah. Sekolah yang beraliran ini mengutamakan
pengetahuan yang sudah mantap dan esensial sebagai hasil penelitian yang
dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran.
Proses pembelajaran akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang
fundamental, kemudian praktek dan aplikasinya. Aliran ini tidak
memperhatikan minat anak, tetapi tiap anak didik harus bersungguh-sungguh
mempelajari buku berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sebagai bekal studi
lanjutan dan kehidupan dalam masyarakat.11
d. Aliran Progresivisme12, Tugas guru bukan mengajar dalam arti
menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak
untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan
yang diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena
9S. Nasution, Op. Cit.10Ibid.11Ibid.12Aliran ini juga dikenal dengan nama Pragmatisme berkembang melalui struktur pendidikan di Amerika sebagai jawaban atas doktrin esensialisme. Lihat di Oemar Hamalik, Op. Cit. hlm 64. Aliran ini juga dikenal dengan Aliran Instrumentalisme/Utilitarianisme yang berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarakan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif (sementara) dan dapat berubah yang baik, ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Lihat di S. Nasution, Op. Cit. hlm. 24
6
digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.13 Sikap progresivis
yang menyatakan bahwa anak harus memahami pengalaman pendidikan “di
sisni ” dan “sekarang”, mepunyai filosofi “Pendidikan adalah Hidup”, “belajar
dengan melakukan”. Para progresivis mendorong sekolah agar menyediakan
pelajaran bagi setiap individu yang berbeda, baik dalam mental, fisik, emosi,
spiritual dan perbedaan social.14
e. Aliran Eksistensialisme, filsafat ini mengutamakan individu sebagai aktor
dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda
secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan
pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah
menyempurnakan diri, merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan
eksistensialisme mendidik anaka aggar menentukan pilihan dan keputusan
sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan
mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah ini menolak
segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dll dari pihak luar. Anak
harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan
kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk
menempuh ujian nasional.15
3. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala
sosial hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau
masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam
suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat
yang telah memberikan jasanya kepada kita. Tiap masyarakat memiliki norma
dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut
memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga
memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.16
13S. Nasution, Op. Cit.14Oemar Hamalik, Op. Cit. hlm 64.15S. Nasution, Op. Cit. hlm. 2516Dalila Sadida, Pengertian Kurikulum, Sistem, Landasan dan Prinsip Pengembangannya (http://sadidadalila.wordpress.com, 2010 ) diakses pada 29 Oktober 2013.
7
Asas sosiologi mempunyai peran penting dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu
kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan
kebutuhan masyarakat. Karena itu sudah sewajarnya kalau pendidikan
memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas
tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik- ekonomi yang
dominan. Dari sudut pandang sosiologis, dalam sistem pendidikan serta lembaga-
lembaga pendidikan terdapat bahan yang memiliki beragam fungsi bagi
kepentingan masyarakat, yakni17:
a. Mengadakan revisi dan perubahan social
b. Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan melaksanakan
penelitian ilmiah
c. Mendukung dan turut memberi kontribusi kepada pembangunan
d. Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional serta mempertahankan
status quo
e. Mengeksploitasi orang banyak demi kesejahteraan golongan elite
f. Mewujudkan revolusi soaial untuk melenyapkan pengaruh-pengaruh
pemerintah terdahulu
g. Menyebarluaskan falsafah, politik atau kepercayaan tertentu
4. Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan
kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk mengubah
perilaku manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh
psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus
dikembangkan. Landasan psikologis ini mempunyai dua dimensi yang saling
berkaitan18 yaitu
a. Teori belajar, teori ini menjelaskan bagaimana sebenarnya siswa belajar.
Dalam teori ini terdapat lima kelompok teori belajar diantaranya,
1) Teori behaviorisme, seorang behavioris memandang pelajar sebagai
organisme yang merespons terhadap stimulus dari dunia sekitarnya, yang
17Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik Cet. I(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011) hlm. 9718Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2010) hlm. 25
8
dikenal sebagai S – R atau S- R – O (O=organisme). Peranan guru ialah
menyajikan stimulus tertentu yang membangkitkan respons merupkan
hasil belajar yang diinginkan.Untuk mengatur proses S – R secara
sistematis maka bahan pelajaran dipecahkan atau dibagi-bagi menjadi
butir-butir informasi spesifik. Jadi bahan pelajaran yang dipecahkan
menjadi serangkaian yang berurutan, disajikan satu demi satu kepada
siswa, ia harus lebih dulu menguasai satu langkah sebelum maju ke
langkah berikutnya lebih sulit dan kompleks.
2) Teori psikologi daya. Menurut penganut aliran ini, belajar ialah
mendisiplin dan menguatkan daya-daya mental, terutama daya pikir,
melalui latihan mental yang ketat. Bila “otak” telah dikembangkan
melalui studi matematika, bahasa klasik dan humaniora, maka pelajar
akan mampu berpikir rasional dan dapat mentransfer proses belajar itu
pada bidang studi lain.
3) Teori pengembangan kognitif. Menurut teori tersebut pematangan mental
berkembang secara berangsur-angsur pada individu berkat interaksinya
sebagai pelajar dengan lingkungan. Dengan bertambhnya usia anak proses
memimpin secara kontiniu yang dibentuk secara lngsung agar mencapai
tingkat pemikiran dan perbuatan yang lebih kompleks dan lebih matang.
4) Teori lapangan. Teori ini menggunakan konsep behaviorisme dan
perkembangan kognitif dengan memasukkan unsur “O” (O=organisme
atau individu) didalam rumus S-R menjadi S-O-R. Para ahli psikologi
lapangan sangat mengutamkan pelajar dalam proses belajar. Individu
dianggap sentral dalam teori lapangan itu.
5) Teori kepribadian. Selama periode 1920-an dan 1930-an Hartshon dan
May mengadakan penelitian tentang kelakuan moral anak-anak. Mereka
mencoba menganalisis pendapat anak-anak tentng sejumlah sifat moral
seperti kejujuran, keramahan dan lain-lain. dengan penelitian mereka
meletakkan dasar penelitian selanjutnya yang mendalami alasan-alasan
emosional – psikologis dibelakang kelakuan anak (seperti cinta, kasih,
rasaa benci dan rasa bersalah).
9
b. Hakikat pelajar. Secara individual hakikat teori berkenaan dengan taraf i)
motivasi, kesiapan, kematangan intelektual, kematangan emosional dan latar
belakang masalah yang dihadapi oleh peserta didik.
5. Landasan Yuridis
Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan
hidup bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari,
dijadikan pula landasan pendidikan kita. Seperti dinyatakan dalam ketetapan
MPR No. II/MPR/1968, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan
negara kita. Di samping itu, bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup
bangsa Indonesia. Kesadaran dan cita-cita moral Pancasila sudah berurat, berakar
dalam kebudayaan bangsa Indonesia,yang mengajarkan bahwa hidup manusia
akan mencapai kebahagiaan, jika dapat dikembangkan keselarasan dan
keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara pribadi, dalam hubungan dengan
alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar
kemajuan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah19. Seperti kita ketahui, Pancasila
terdiri atas :
1) Ketuhanan yang Maha Esa.2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.3) Persatuan Indonesia.4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan.5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran
disekolah, bab III, pasal 4, tercantum " Pendidikan dan pengajaran berdasarkan
asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia dan ataskebudayaan kebangsaan Indonesia" . Asas-asas itu
seyogianya diwujudkan dalam pendidikan di sekolahmaupun di luar rumah. Asas-asas
yang masih bersifat umum itu masih perludiuraikan agar lebih jelas untuk dijadikan
pedoman dalam pendidikan.20
Pendidikan nasional pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
19Ibid.20Ibid.
10
perubahan jaman. Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia
pembangunan yang ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah
butir-butir sebagai penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam
tujuan-tujuan yang lebihkongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain
yang harus dicapai olehtiap tingkatan dan jenis sekolah.21
Dalam Tap. MPR No.II / MPR / 1988 tentang GBHN tercantum :
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Pendidikan nasional harus juga mampu menumbuhkan dan memperdalam
rasa cinta kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim
belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri
serta sikap, perilaku yang inovatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan
mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun
diri sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.22
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai tujuan pendidikan sesuai
dengan UU nomor 2 tahun 1989 pasal 6 tentang sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang seluas-
luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan yang sekurang-kurannya setara dengan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar, yang kemudian
diamandemen dalam UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.23
21Iyok, Pendidikan Nasional Berdasarkan Pancasila (http://emperor-nisem08.blogspot.com, 2011) diakses pada 29 Oktober 2013.22S. Nasution, Op. Cit. hlm. 3723Undang-Undang Sisdiknas 2003 UU RI No. 20 tahun 2003 Bab II, Pasal 3
11
6. Landasan Teoritis
Ada kesepakatan secara umum bahwa teori merupakan suatu set atau
sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal. Tugas seorang teoritis
adalah merumuskan istilah-istilah dan pernyataan yang akan menjelaskan isi
bagian-bagian dan hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Ada tiga fungsi
teori yang sudah disepakati para ilmuwan, yaitu, mendeskripsikan, menjelaskan,
dan memprediksi. Proses pembentukan suatu teori melalui beberapa langkah
yaitu, pendefinisian istilah, klasifikasi, mengadakan induksi dan deduksi,
informasi, prediksi dan penelitian, pembentukan model-model, dan pembentukan
subteori.24
Ada tiga konsep tentang kurikulum25 yaitu:
a. Kurikulum sebagai substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu
rencana kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik di sekolah, atau sebagai
suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat
menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan
ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum itu
mencakup lingkup tertentu. Suatu sekolah, kabupaten, provinsi ataupun
seluruh negara.
b. Kurikulum sebagai sistem/rencana pembelajaran, sistem kurikulum
merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem
masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan
prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum
adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah
bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Kurikulum Bidang Studi, Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum
dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian
24Elisabeth yuliasari, Resume: PENGEMBANGAN KURIKULUM Teori danPraktek (Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata) (http://elisabeth-yuliasari.blogspot.com, 03 September 2013) diakses pada 29 Okteber 2013 25Nana Syaodih S., Op. Cit. hlm. 27.
12
dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan
memperkuat bidang studi kurikulum.
Perkembangan Teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah
perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890
dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil
karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli
kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit
adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan
sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah
yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan
kurikulum.26
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan
manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama,
terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya
mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.
Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan
sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis
lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan
pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu
merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan
pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-
pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.27
7. Landasan Empiris
Kurikulum Pendidikan perlu diorientasi dan direorganisasi terhadap beban
belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan .Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia terdapat dua Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU RI No.2 tahun 1989 dan UU RI No. 20
tahun 2003. Mengingat UU No. 2 tahun 1989 tentang SistemPendidikan Nasional
tidak memadai lagi, maka undang-undang tersebut perlu diganti
26Ibid.27Ibid.
13
dandisempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD 1945. Menurut
UU No. 20 tahun 2003 pasal 4 dinyatakan:
a. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikanyang bermutu.
b. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan intelektual,dan / atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
c. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yangterpencil berhak memperoleh pendidikan layanak khusus.
d. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus
e. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.Keadaan masyarakat yang semakin berkembang menuju arah yang lebih
komplek juga menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum. Diantara yang
perlu dipertimbangkan adalah:
a. Perkembangan masyarakat, Salah satu ciri masyarakat adalah selalu
berkembang. Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangannya sangat
cepat, tetapi pada masyarakat lainnya agak lambat bahkan lambat sekali.
Karena adanya pengaruh dari perkembangan teknologi, terutama teknologi
industry transportasi, komunikasi, telekomunikasi dan elektronika, masyarakat
kita dewasa ini berkembang sangat cepat menuju masyarakat terbuka,
masyarakat informasi dan global.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan, Perkembangan ilmu pengetahuan modern
tidak dapat dilepaskan dari peranan ilmuwan muslim. Selama beberapa abad,
sampai dengan abad ke-13, pengembangan ilmu pengetahuan didominasi
ilmuwan muslim. Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan tiap
waktunya sehingga mempengaruhi perkembangan kurikulum di dunia
pendidikan.
c. Perkembangan teknologi, Teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan
software) sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat
lebih ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut
ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa
hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut: (1) perubahan dari tekanan pada
14
hapalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran- ajaran Agama Islam, serta
disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada
pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan
pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif, dan
absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan kontekstual dalam
memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam; (3)
perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari
para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga menghasilkan
produk tersebut; dan (4) perubahan pada pola pengembangan kurikulum PAI
yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isis
kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik,
masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.28
B. Implikasi Landasan-landasan Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam
Pengaruh sosial budaya terhadap perkembangan kurikiulumKurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
28Muhaimin, Pengembangan Kurikulum... Op. Cit. hlm. 11
15
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
2. Pengaruh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perkembangan KurikulumPada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusi
16