Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

34
“Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum” Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum” (Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum) Dosen Mata Kuliah Manerah, M.Pd UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Transcript of Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Page 1: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

“Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum”

“Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum”

 (Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum)

Dosen Mata Kuliah

Manerah, M.Pd

UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1.       

Page 2: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

1)   Irvani Mufidah         (109018300083)

2)   Neneng Komalasari  (109018300101)

3)   Deasy Ajeng WP.     (1090183000     )

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDYATULLAH

JAKARTA

2011

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan pada Allah SWT yang telah

menciptakan manusia dan memuliakannya diatas makhluk-makhluk yang lain.Juga

tidak lupa pula shalawat dan salam atas pemimpin umat islam yakni baginda besar

Muhammad SAW, beserta para sahabat dan pengikunya hingga akhir zaman.

           Alhamdulillah  berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan

penulisan makalah yang singkat ini dengan judul “Landasan Filosofis dan Psikologis

dalam Pengembangan Kurikulum”. Makalah ini terdiri dari pokok-pokok bahasan

materi yang membahas mengenai Landasan perkembangan kurikulum yakni meliputi

landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosial-budaya dalam

pengembangan kurikulum. Materi ini disajikan secara ringkas yang kami ambil dari

beberapa sumber referensi terpilih.

Terima kasih kepada Ibu Manerah, M.Pd selaku dosen  mata kuliah

Pengembangan Kurikulum, yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan

tugas  makalah ini. Selain itu kami  juga mengucapkan banyak terimakasih kepada

teman-teman yang bersedia mempelajari dan memberikan masukan atas makalah ini.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Page 3: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

yang bersangkutan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami

khususnya, dan bagi kita semua selaku calon pendidik generasi umat Islam  di masa

depan.

              Jakarta, 31 Maret 2011

Penyusun

Kelompok Empat

DAFTAR ISI

                                                                         KATA PENGANTAR .....................................................................................     i

DAFTAR ISI.....................................................................................................    ii

BAB I   ...... PENDAHULUAN .......................................................................    1

BAB II  ...... PEMBAHASAN ..........................................................................    2

A.                Landasan Pengembangan Kurikulum................................      2   

B.                 Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

a.    Pengertian Filosofis.......................................................   2

b.    Cabang-cabang Filosofis...............................................   3

c.    Manfaat Filsafat............................................................    4

d.      Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan...         4

C.                Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum

a.    Pengertian Psikologis....................................................    5

b.    Bidang-Bidang Psikologi yang Mendasari Kurikulum....     5

D.                Landasan Sosiologis (Sosial Budaya) dalam

Pengembangan Kurikulum

          i 

Page 4: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

a.    Pengertian Sosiologis....................................................     8

b.    Masyarakat dan Kurikulum...........................................     9

c.    Kebudayaan dan Kurikulum.........................................      11

BAB III  . PENUTUP  ......................................................................................     13

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................  14

ii

        1 

BAB IPENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan

manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia,

perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi,

pertanian, arsitektur, dan sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi

kepentingan manusia, pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan

menentukan model manusia yang akan dihasilkan.

Landasan pengembangan kurikulum dapat menjadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik

tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu seperti

penemuan teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah.

Titik sampai berarti urikulum harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasi

perkembangan tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-

tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang  murid, nilai-nilai masyarakat, dan tuntutan

kultur terentu.[1]

Adapun landasan-landasan utama dalam pengembangan kurikulum yaitu: landasan

filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya dan landasan perkembangan ilmu dan

teknologi. Sedangkan pada makalah ini hanya dibahas tentang landasan filosofis, landasan

psikologis serta landasan sosial budaya.

Page 5: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

BAB II

“Landasan Filosofis dan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum”

A.    Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memunyai kedudukan yang cukup

sentral dalam seluru kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan

hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan

dan di dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak

dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-

landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dsan penelitian

yang mendalam.

Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu

landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, serta

perkembangan ilmu dan teknologi.

B.     Landasan filosofis Pengembangan Kurikulum

a.         Pengertian

Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa inggris “phylosophy”yang berasal dari

perpaduan bahasa Yunani “philien” yang berarti cinta (love) dan “sophia”  (wisdom) yang

berarti kebijaksanaan. Jadi  secara  etimologi  filsafat  berarti  cinta kebijaksanaan  atau love of

wisdom.[2] Secara  operasional  filsafat  mengandung  dua  pengertian,  yakni sebagai  proses 

(berfilsafat)  dan  sebagai  hasil  berfilsafat  (sistem teori  atau  pemikiran).

Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Filsafat pendidikan

menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat

pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk

merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip belajar serta perangkat pengalaman belajar yang

bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok yakni:

Page 6: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

1)        Cita-cita nasional

2)        Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat

Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka,

melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat

pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya

filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa

filsafat pendidikan adalah hal yang diyakini dan diharapkan oleh seseorang. Filsafat pendidikan

mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan

terkandung cita-cita  tentang model manusia yang diharapkan, sesuai dengan nilai-nilai yang

disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan

berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan objektif.[3] Hopkin dalam bukunya interaction the

Democratic process, mengemukakan kriteria, antara lain:

1.        Kejelasan, filsafat atau keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.

2.        Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelididkan yang akurat.

3.        Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.

b.      Cabang-cabang Filsafat

Ada tiga cabang besar filasafat, yaitu:

1.        Metafisika, yang membahas segala yang ada dalam alam ini dan membahas  hakikat  kenyataan 

atau  realitas  yang  meliputi  (1) metafisika  umum,  dan  (2) metafisika khusus yang meliputi

kosmologi (hakikat alam semesta),  teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat

manusia).

2.        Epistemologi, yang membahas kebenaran dan membahas  hakikat  pengetahuan (sumber

pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan,  dan  batas-batas 

pengetahuan);  dan  hakikat penalaran (induktif dan deduktif).

3.        Aksiologi, yang membahas  hakikat  nilai  dengan  cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan),

dan estetika (hakikat keindahan).

Page 7: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

c.       Manfaat Filsafat Pendidikan

Filsafat  pendidikan  pada  dasarnya  adalah  penerapan  dari pemikiran-pemikiran  filsafat 

untuk  memecahkan  permasalahan pendidikan.  Dengan  demikian  filsafat  memiliki  manfaat 

dan memberikan  kontribusi  yang  besar  terutama  dalam memberikan kajian  sistematis 

berkenaan  dengan  kepentingan  pendidikan. Nasution  (1982)  mengidentifikasi  beberapa 

manfaat  filsafat pendidikan, yaitu:

1.      Filsafat  pendidikan  dapat  menentukan  arah  akan  dibawa  ke mana  anak-anak melalui 

pendidikan di  sekolah? Sekolah  ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak

ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.

2.      Dengan  adanya  tujuan  pendidikan  yang  diwarnai  oleh  filsafat yang  dianut,  kita mendapat 

gambaran  yang  jelas  tentang  hasil yang  harus  dicapai. Manusia  yang  bagaimanakah  yang 

harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?

3.      Filsafat  dan  tujuan  pendidikan  memberi  kesatuan  yang  bulat kepada segala usaha

pendidikan.

4.      Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu

tercapai.

5.      Tujuan  pendidikan  memberikan  motivasi  atau  dorongan  bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

d.      Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan

Donald Butler (1957) mengatakan, filsafat memberikan arah & metodologi terhadap

praktek pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat

Brubacher (1950), mengemukakan 4 pandangan tentang hubungan ini :

a.       Filsafat merupakan dasar utama dalam filsafat pendidikan

b.      Filsafat merupakan bunga, bukan akar pendidikan

c.       Filsafat pendidikan berdiri sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan dari

kontak dengan filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting

d.      Filsafat dan teori pendidikan menjadi satu

John Dewey menyatakan, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama

dengan kehidupan

C.     Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum

Page 8: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

a.         Pengertian

Apa yang dimaksud dengan kondisi psikologis itu? Kondisi psikologis merupakan

karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk

perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Prilaku-prilaku tersebut merupakan manifestasi

dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, prilaku kognitif,

afektif, dan psikomotor.

Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya,

latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari

kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status

individu diantara individu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan

harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.

b.      Bidang-Bidang Psikologi yang Mendasari Kurikulum

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas

utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik

secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian, anak selalu berada dalam proses

perkembangan, perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan di sekolah, anak

tetap berkembang, tetapi dengan pendidikna di sekolah tahap perkembangannya menjadi lebih

tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan

dengan pola-pola perkembangan anak. Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap

perkembangan, serta pola-pola perkembangan individu menjadi kejian Psikologi Perkembangan.

Jadi, minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu

Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar.

1.        Psikologi Perkembangan

Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu

masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.[4] Psikologi  

perkembangan  merupakan  cabang  dari  psikologi yang  mempelajari  proses  perkembangan 

individu,  baik  sebelum maupun  setelah  kelahiran  berikut  kematangan  perilaku"  (J.P.

Chaplin,  1979).  Sementara  itu  Ross  Vasta,  dkk.  (1992) mengemukakan  bahwa  psikologi 

perkembangan  adalah  "Cabang psikologi  yang  mempelajari  perubahan  tingkah  laku  dan

kemampuan  sepanjang  proses  perkembangan  individu  dari mulai masa  konsepsi  sampai 

mati".

Page 9: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

a.        Metode dalam psikologi perkembangan

Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat

longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus. Studi longitudinal

menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan  dan pengkajian

perkembangan sepanjang masa perkembangan, sejak lahir sampai dengan dewasa, seperti yang

pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah dilakukan oleh Arnold

Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkat usia, mencatat ciri-ciri fisik dan

mental, pola-pola perkemmbangan dan kemampuan, serta perilaku mereka. Studi Psikoanalitik

dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi ini ba     nyak diarahkan

mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak

(balita). Menurut mereka pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita itu dapat

mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh

Robert Huvighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas

yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Metode lain yang sering digunakan untuk

mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para

ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan

anak. Studi demikian pernah dilakukan oleh Jean Peaget tentang perkembangan kognitif anak.[5]

b.      Teori perkembangan

Ada tiga teori pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan pentahapan

(stage approach), pendekatan diferrensial (diferential approach), dan pendekatan ipsatif

(ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui

tahap-tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang

berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki

persamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut individu dikategorikan

atas kelompok-kelompok yang berbeda.

Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua variasi. Pertama, pendekatan yang bersifat

menyeluruh mencakup segala segi perkembangan. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus

mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja.

Dalam pendekatan yang bersifat khusus, kita mengenal pentahapan-pentahapan dari piaget,

kholberg, Erikson, dan sebagainya. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan dari

dari kemampuan kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut piaget, yang terpenting

Page 10: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan kategori itu, anak mengenal

lingkungan dan memecahkan berbagai problemayang dihadapi dalam lingkungannya.

Ada empat tahap perkembangan kognitif anak menurut piaget, yaitu:

1.      Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun

2.      Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun

3.      Tahap Konkret Oprasional, usia 7-11 tahun

4.      Tahap Formal Operasional, usia 11-15 tahun

2.      Psikologi Belajar

Psikologi Belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana belajar

dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala

perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi

karena proses pengalaman dapat dikatagorikan sebagai perilaku belajar.

Menurut Morris L. Bigge dan Mourice P. Hunt (1980, hlm. 226-227) ada tiga keluarga atau

rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field.[6]

1.      Menurut rumpun teori mental secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu.

Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.

2.      Menurut rumpun teori belajar behaviorisme, anak atau individu tidak memiliki atau membawa

potensin apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang

berasal dari lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat atau berupa lingkungan manusia, alam,

budaya, religi yang membentuknya). Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat

dilihat, diamati.

3.      Rumpun ketiga yakni kognitif gestalt field, menyatakan belajar adalah proses mengembangkan

insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila

individu menemukan vcara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan,

termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan

yang bertujuan, eksploratif, imajinatif dan kreatif.

D.    Landasan Sosiologis (Sosial Budaya) dalam Pengembangan Kurikulum

a.         Pengertian

 Landasan  sosiologis  pengembangan  kurikulum  adalah asumsi-asumsi yang berasal dari

sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam  pengembangan  kurikulum.  Mengapa  pengembangan

kurikulum  harus  mengacu  pada  landasan  sosiologis?  Anak-anak berasal  dari  masyarakat, 

Page 11: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

mendapatkan  pendidikan  baik  informal, formal,  maupun  non  formal  dalam  lingkungan 

masyarakat,  dan diarahkan  agar  mampu  terjun  dalam  kehidupan  bermasyarakat. Karena  itu 

kehidupan  masyarakat  dan  budaya  dengan  segala karakteristiknya  harus  menjadi  landasan 

dan  titik  tolak  dalam melaksanakan pendidikan.

Jika  dipandang  dari  sosiologi,  pendidikan  adalah  proses mempersiapkan  individu 

agar  menjadi  warga  masyarakat  yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi,  dan

berdasarkan pandangan  antrofologi,  pendidikan  adalah  “enkulturasi”  atau pembudayaan.

“Dengan  pendidikan,  kita  tidak  mengharapkan muncul  manusia-manusia  yang  lain  dan

asing  terhadap masyarakatnya,  tetapi manusia yang  lebih bermutu, mengerti, dan mampu 

membangun  masyarakatnya.  Oleh  karena  itu,  tujuan,  isi, maupun  proses  pendidikan  harus 

disesuaikan  dengan  kondisi, karakteristik  kekayaan,  dan  perkembangan  masyarakat 

tersebut”.[7] Untuk menjadikan peserta didik  agar  menjadi  warga  masyarakat  yang 

diharapkan  maka pendidikan  memiliki  peranan  penting,  karena  itu  kurikulum  harus mampu 

memfasilitasi  peserta  didik  agar  mereka  mampu  bekerja sama,  berinteraksi,  menyesuaikan 

diri  dengan  kehidupan  di masyarakat  dan  mampu  meningkatkan  harkat  dan  martabatnya

sebagai mahluk yang berbudaya. 

Pendidikan  adalah  proses  sosialisasi melalui  interaksi  insani menuju manusia yang

berbudaya. Dalam konteks  inilah anak didik dihadapkan  dengan  budaya  manusia,  dibina  dan 

dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi

manusia. 

b.        Masyarakat dan Kurikulum

Masyarakat  adalah  suatu  kelompok  individu  yang diorganisasikan  mereka  sendiri  ke 

dalam  kelompok-kelompok berbeda,  atau  suatu  kelompok  individu  yang  terorganisir  yang

berpikir  tentang  dirinya  sebagai  suatu  yang  berbeda  dengan kelompok  atau  masyarakat 

lainnya.  Tiap  masyarakat  mempunyai kebudayaan  sendiri-sendiri. Dengan  demikian,  yang

membedakan  masyarakat  satu  dengan  masyarakat  yang  lainnya  adalah kebudayaan. Hal ini

mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan  pemikiran  seseorang,  dan  reaksi 

seseorang  terhadap lingkungannya  sangat  tergantung  kepada  kebudayaan  dimana  ia hidup.

Menurut Daud Yusuf  (1982),  terdapat  tiga sumber nilai yang ada  dalam  masyarakat 

untuk  dikembangkan  melalui  proses pendidikan,  yaitu:  logika,  estetika,  dan  etika.  Logika 

adalah  aspek pengetahuan  dan  penalaran,  estetika  berkaitan  dengan  aspek emosi atau

Page 12: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai.  Ilmu pengetahuan  dan  kebudayaan  adalah 

nilai-nilai  yang  bersumber pada  logika  (pikiran).  Sebagai  akibat  dari  kemajuan  ilmu

pengetahuan  dan  teknologi  yang  pada  hakikatnya  adalah  hasil kebudayaan  manusia,  maka 

kehidupan  manusia  semakin  luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin

tinggi. 

Pendidikan harus mengantisipasi  tuntutan hidup  ini sehingga dapat mempersiapkan anak

didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam konteks  inilah

kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan 

masyarakat.  Untuk  dapat  menjawab  tuntutan  tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi

kurikulumnya saja, melainkan juga  dari  segi  pendekatan  dan  strategi  pelaksanaannya.  Oleh

karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih  peka  mengantisipasi 

perkembangan  masyarakat,  agar  apa yang diberikan kepada siswa  relevan dan berguna bagi

kehidupan siswa di masyarakat. 

Penerapan  teori,  prinsip,  hukum,  dan  konsep-konsep  yang terdapat  dalam  semua 

ilmu  pengetahuan  yang  ada  dalam kurikulum,  harus  disesuaikan  dengan  kondisi  sosial 

budaya masyarakat  setempat,  sehingga  hasil  belajar  yang  dicapai  oleh siswa  lebih 

bermakna  dalam  hidupnya. Pengembangan  kurikulum hendaknya  memperhatikan  kebutuhan 

masyarakat  dan perkembangan masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner 

(1984)  menyatakan  bahwa  tuntutan  masyarakat  adalah salah satu dasar dalam pengembangan

kurikulum. Calhoun, Light, dan  Keller  (1997)  memaparkan  tujuh  fungsi  sosial  pendidikan,

yaitu:

1.         Mengajar keterampilan.

2.         Mentransmisikan budaya.

3.         Mendorong adaptasi lingkungan.

4.         Membentuk kedisiplinan.

5.         Mendorong bekerja berkelompok.

6.         Meningkatkan perilaku etik, dan

7.         Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.

Perubahan sosial budaya, perkembangan  ilmu pengetahuan dan  teknologi  dalam  suatu 

masyarakat  baik  secara  langsung maupun  tidak  langsung  akan  mengubah  kebutuhan 

masyarakat. Kebutuhan masyarakat  juga  dipengaruhi  oleh  kondisi masyarakat itu  sendiri. 

Page 13: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Masyarakat  kota  berbeda  dengan  masyarakat  desa, masyarakat tradisional berbeda dengan

masyarakat modern.  Adanya  perbedaan  antara  masyarakat  satu  dengan masyarakat  lainnya 

sebagian  besar  disebabkan  oleh  kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat

tersebut. Di sisi lain,  kebutuhan  masyarakat  pada  umumnya  juga  berpengaruh terhadap 

individu-individu  sebagai  anggota  masyarakat.  Oleh karena itu pengembangan kurikulum

yang hanya berdasarkan pada keterampilan  dasar  saja  tidak  akan  dapat  memenuhi  kebutuhan

masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi  pengembangan 

kurikulum  juga  harus  ditekankan  pada pengembangan  individu  dan  keterkaitannya  dengan 

lingkungan sosial setempat.  

Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor  karakterstik 

masyarakat  dalam  pengembangan  kurikulum. Salah  satu  ciri  masyarakat  adalah  selalu 

berkembang. Perkembangan masyarakat  dipengaruhi  oleh  falsafah  hidup,  nilai-nilai,  IPTEK, 

dan  kebutuhan  yang  ada  dalam  masyarakat. Perkembangan  masyarakat  menuntut 

tersedianya  proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai 

dengan  perkembangan  masyarakat  diperlukan  kurikulum yang  landasan  pengembangannya 

memperhatikan  faktor perkembangan masyarakat.

c.       Kebudayaan dan Kurikulum

Kebudayaan  dapat  diartikan  sebagai  keseluruhan  ide  atau  gagasan,  cita-cita, 

pengetahuan,  kepercayaan,  cara  berpikir, kesenian, dan nilai yang  telah disepakati oleh

masyarakat. Daoed Yusuf  (1981)  mendefinisikan  kebudayaan  sebagai  segenap perwujudan

dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta  perasaan  (estetika)  manusia 

dalam  rangka  perkembangan kepribadian  manusia,  pekembangan  hubungan  dengan 

manusia, hubungan manusia  dengan  alam,  dan hubungan manusia  dengan Tuhan Yang Maha

Esa. Secara lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:

a)         Ide,  konsep,  gagasan,  nilai,  norma,  peraturan,  dan  lain-lain. Wujud kebudayaan  ini bersifat

abstrak yang berada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan

itu berada.   

b)        Kegiatan,  yaitu  tindakan  berpola  dari  manusia  dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut

sistem sosial. Dalam sistem sosial,  aktivitas  manusia  bersifat  konkrit,  bisa  dilihat,  dan

diobservasi.  Tindakan  berpola  manusia  tentu  didasarkan  oleh wujud  kebudayaan  yang 

Page 14: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

pertama.  Artinya,  sistem  sosial  dalam bentuk  aktivitas  manusia  merupakan  refleksi  dari 

ide,  konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya.

c)         Benda  hasil  karya manusia. Wujud  kebudayaan  yang  ketiga  ini ialah  seluruh  fisik 

perbuatan  atau  hasil  karya  manusia  di masyarakat. Oleh  karena  itu wujud  kebudayaan 

yang  ketiga  ini adalah produk  dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.

Faktor  kebudayaan  merupakan  bagian  yang  penting  dalam pengembangan kurikulum dengan

pertimbangan:

1)        Individu  lahir  tidak  berbudaya,  baik  dalam  hal  kebiasaan,  cita-cita, sikap, pengetahuan,

keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan

lingkungan budaya,  keluarga,  masyarakat  sekitar,  dan  sekolah/lembaga pendidikan.  Oleh 

karena  itu,  sekolah/lembaga  pendidikan mempunyai  tugas  khusus  untuk  memberikan 

pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.

2)        Kurikulum  pada  dasarnya  harus mengakomodasi  aspek-aspek sosial  dan  budaya.  Aspek 

sosiologis  adalah  yang  berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,

seperti masyarakat  industri,  pertanian,  nelayan,  dan  sebagainya. Pendidikan  di  sekolah  pada 

dasarnya  bertujuan  mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi

dan  beradaptasi  dengan  anggota  masyarakat  lainnya  serta meningkatkan kualitas hidupnya

sebagai mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat

untuk  mencapai  tujuan  pendidikan  harus  bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti:

nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan. 

BAB IIIKESIMPULAN

Pada  prinsipnya  ada  empat  landasan  pokok  yang  harus dijadikan dasar dalam setiap

pengembangan kurikulum, dan sesuai dengan inti pembahasan kami maka dapat disimpulkan

tiga landasan pengembangan kurikulum, yakni sebagai berikut :

1.      Landasan Filosofis,

 yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat  manusia, hakikat  pengetahuan,  dan 

hakikat  nilai  yang menjadi  titik  tolak  dalam  mengembangkan  kurikulum.  Asumsi-asumsi 

filosofis  tersebut  berimplikasi  pada  permusan  tujua pendidikan,  pengembangan  isi  atau 

Page 15: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

materi  pendidikan, penentuan  strategi,  serta  pada  peranan  peserta  didik  dan peranan

pendidik.

2.      Landasan  psikologis

adalah  asumsi-asumsi  yang  bersumber dari  psikologi  yang  dijadikan  titik  tolak  dalam

mengembangkan kurikulum.  Ada  dua  jenis  psikologi  yang  harus  menjadi  acuan yaitu 

psikologi  perkembangan  dan  psikologi  belajar.  Psikologi perkembangan  mempelajari  proses 

dan  karaktersitik  perkembangan  peserta  didik  sebagai  subjek  pendidikan, sedangkan 

psikologi  belajar  mempelajari  tingkah  laku  peserta didik  dalam  situasi  belajar.  Ada  tiga 

jenis  teori  belajar  yang mempunyai  pengaru  besar  dalam  pengembangan  kurikulum, yaitu

teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistic.

3.      Landasan sosial budaya

adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari  sosiologi  dan  antrofologi  yang  dijadikan  titik 

tolak  dalam mengembangkan kurikulum. Karakterstik sosial budaya di mana peserta didik

hidup  berimplikasi pada program pendidikan yang akan dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Mudyahardo, Redja.(2008). Landasan-Landasan  Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI

Soetopo, Hendyat, Soemanto, Wasty. (1993). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Sukmadinata,  Nana  Syaodih. (1997). Pengembangan  Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya

[1] Soetopo, Hendyat, Soemanto, Wasty, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 1993).

Hlm. 46

[2]  Redja Mudyahardo, Landasan-Landasan  Filosofis Pendidikan, (Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2008) hal.83[3] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta, Bumi Aksara:2008)hal, 19-20

Page 16: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

[4] Nana Syaodih Sukmadinata, Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997) hlm. 46 [5] Ibid,  hlm. 46-47.[6] Nana Syaodih Sukmadinata, Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997) hlm. 52-55[7] Nana Syaodih Sukmadinata, Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997) hlm. 58

/////////////////

Disajikan Sebagai Makalah Pendamping Pada

“International Seminar and Lokakarya on Education: Management of Strategic to Improve Students Competences”

Minggu, 28 Juni 2009

Aula Masjid Kubah Emas Dian Al-Mahri

Depok, Jawa Barat

“Education is the most powerfull weapon to change the world”

–Pemimpin besar dari Afrika Selatan, Nelson Mandela–

A. LATAR BELAKANG

Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.

Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.

Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal. Sehingga unsur psikologis dalam pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan.

B. PEMBATASAN MASALAH

Page 17: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Dalam pemaparan makalah ini,  beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini, antara lain;

1. Bagaimana unsur psikologis mempengaruhi proses pengembangan kurikulum?2. Mengapa aspek psikologis perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?, dan3. Cabang psikologis apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum?4. Apa saja implikasi landasan psikologis pada proses pengembangan maupun pelaksanaan

kurikulum?

C. LANDASAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN KURIKULUM

Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].

Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik, intelektual, social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya.

Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.

Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].

Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab  itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses

Page 18: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.

Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.

1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum

Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.

Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;

1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,

2. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,

3. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,

4. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.

Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;

1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik,

2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,

3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,4. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan

dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.

2. Psikologi Belajar dan Kurikulum

Page 19: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara insting/terjadi  karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.

Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain[5] ;

a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)

Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.

b. Behaviorisme

Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.

Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.

c. Organismic/Cognitive Gestalt Field

Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan

Page 20: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.

Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain ;

-            Belajar berdasarkan keseluruhan

Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.

-            Belajar adalah pembentukan kepribadian

Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.

-          Belajar berkat pemahaman

Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.

-          Belajar berdasarkan pengalaman

Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya

-          Belajar adalah proses berkelanjutan

Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta

Page 21: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.

D. KESIMPULAN

Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum.

Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang dimaksud di sini, terdapat dua aspek psikologi antara lain; psikologi perkembangan dan psikologi belajar.

Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.

Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga terjadi suatu proses belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara lain; teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory), behaviorisme, dan organismic/cognitive gestalt field.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005

http://ahmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/pengembangan-kurikulum

http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html

http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologi-belajar

Papalia, Diane E., et. al. Human Development. Mc. Graw Hill Companies. 2008

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis—cet. kedelapanbelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007

Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia—Edisi ketiga, cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2005

Sukarman, Dadang. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Teknologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007

Page 22: Landasan Filosofis Dan Psikologis Dalam Pengembangan Kurikulum

Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikum: Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. 1997

[1] Drs. Dadang Sukarman, M.Pd. Pengembangan Kurikulum – electronic book Kurikulum dan Tekhnologi Pendidikan – UPI. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI. 2007, h. 20

[2] KBBI. 2005, h.901

[3] http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html

[4] Op. cit. h, 17

[5] http://zularman.wordpress.com/2007/08/04/psikologibelajar