PENGEMBANGAN KURIKULUM PAK - STT BETHESDAsttbethesda.ac.id/.../Pengembangan-Kurikulum-PAK.pdf · 1....
Transcript of PENGEMBANGAN KURIKULUM PAK - STT BETHESDAsttbethesda.ac.id/.../Pengembangan-Kurikulum-PAK.pdf · 1....
1
PENGEMBANGAN
KURIKULUM PAK
Dosen Pengampu:
HERLINA SONY SINAGA, SH, M.Pd.K
SEKOLAH TINGGI THEOLOGI BETHESDA
BEKASI
2018
2
URUTAN DAN RINCIAN MATERI
No. Materi Kuliah Hal
1. Hakikat Kurikulum 3
2. Aza-azas Pengembangan Kurikulum 15
3. Komponen Kurikulum 23
4. Pendekatan-pendekatan Kurikulum PAK 25
5. Evaluasi & Revisi Kurikulum 31
6. Pengembangan Kurikulum 36
7. Kedudukan dan Peranan Kurikulum PAK dalam Sistem Pendidikan 41
8. Peran Guru Dalam Penyusunan Dan Pengembangan Kurikulum PAK 45
9. Perubahan Kurikulum 2013 Revisi Terbaru 2018 Pada Tahun Pelajaran
2018/2019
10. Daftar Pustaka 50
3
HAKIKAT KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olah raga pada zaman
Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere. Disebut juga jarak seorang
pelari. Tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start sampai finish.
Dalam kamus Latin Indonesia yang disusun oleh K. Prent C.M. Adisubrata
dan J.S. Poerwadarminta menyatakan beberapa arti tentang kata Kurikulum. Kata
kurikulum (Indonesia) berasal dari kata Latin Curriculum (Curro) yang memiliki
arti: (1) Jalan, larinya dll (2) perlombaan, pacuan, balap, peredaran, gerakan
berkeliling, lamanya, Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan. (3) kereta, kereta
balap, kereta penempur.
Menurut beberapa ahli kurikulum, kata kurikulum berasal dari bahasa Latin
dan kata ini belum dimasukkan dalam kamus yang terkenal yaitu Kamus Webster:
a. Kamus Webster terbitan tahun 1812 belum terdapat kata kurikulum, tetapi
b. Kamus Webster terbitan tahun 1856 mulai mencantumkan kata kurikulum.
Kata kurikulum diartikan : (1) A race cource; a place for running; a chariot.
Artinya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta
dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga diartikan a chariot
artinya “semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa
seorang dari start sampai finish”. (2)A course in general; applied particulary to
the course of study in a university. Disamping penggunaan “kurikulum” semula
dalam bidang olah raga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni
sejumlah mata pelajaran di perguruan tinggi.
c. Terbitan tahun 1955, kata kurikulum diartaikan: (1) A course esp a specified
fixed course of study, as in a school or college as one leading to degree, (2) The
whole body of courses offered in an educational institution, or departement there
of the usual sense.
Menurut dua pengertian ini, jelas bahwa kata “kurikulum” khusus digunakan
dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau
4
mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
ijazah atau tingkat.
Sebuah isu yang harus menjadi fokus dalam mempertimbangkan kurikulum
adalah defenisi. Beberapa definisi kurikulum akan diuraikan dibawah ini agar kita
dapat mempertimbangkan fundamen-fundamen apa yang akan dipakai. Berbagai
defenisi kurikulum yang ada mencerminkan adanya perbedaan orientasi nilai dan
komitmen di bidang pendidikan diantaranya:
1. Kurikulum adalah konten yang disediakan bagi peserta didik.
2. Kurikulum adalah pengalaman proses pembelajaran yang terpadu dan terencana
bagi peserta didik.
3. Kurikulum adalah pengalaman aktual peserta didik atau partisipan.
4. Secara umum, kurikulum termasuk materi dan pengalaman untuk pembelajaran.
Secara khusus, kurikulum adalah pelajaran tertulis yang digunakan dalam
proses pembelajaran dalam pendidikan Kristen.
5. Kurikulum adalah pengorganisasian aktivitas pembelajaran yang dipandu oleh
seorang pengajar dengan tujuan untuk mengubah sikap.
Masing-masing defenisi tersebut mencerminkan penekanan yang berbeda dalam
perencanaan dan implementasi pengajaran.
Ada beberapa ahli teori yang mendefenisikan kurikulum sebagai sesuatu yang
direncanakan atau dimaksudkan oleh pendidik, sementara pengajaran (instruksi)
adalah apa yang sebenarnya dialami oleh peserta didik.Dalam kasus ini, yang
dialami mungkin sama atau agak berbeda dengan apa yang direncanakan atau
dimaksudkan.Dengan demikian kurikulum dapat didefinisikan sebagai konten
yang disediakan bagi peserta didik dan pengalaman pembelajaran mereka yang
aktual yang dipandu oleh seorang pengajar.
Dari keseluruhan defenisi kurikulum tersebut dapat disimpulkan bahwa para
ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun ada
juga kesamaannya yakni bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha
mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicapai.
5
Murray Print (1993) Kurikulum meliputi ;
1. Planned learning experiences;
2. Offered within educational institution/program;
3. Represented as a document; and
4. Includes experiences resulting from implementing that document.
Menurut Print sebuah kurikulum meliputi perencanaan pengalaman belajar,
program sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan dalam sebuah dokumen
serta hasil implementasi dokumen yang telah disusun.
Banyak tokoh yang menganggap kurikulum sebagai pengalaman, diantaranya
Hollis L. Caswell dan Campbell (1935) ia menyatakan bahwa kurikulum adalah “
...all of the experiences children have underthe guidenceof teacher”. Demikian
jugadengan Dorris Lee dan Murray Lee (1940) yang menyatakan kurikulum
sebagai : “ ...those experiences of the child which the school in any way utilizes or
attempts to influence”. Sedangkan H.H. Giles, S.P, Mc Gutchen, dan A.N.
Zechiel: “...the curriculum...the total experience with which the school deals in
educating young people”.
Dr. E.G. Homrighausen dan Dr. I.H. Enklaar (Ahli PAK) menyamakan
rencana pelajaran dengan kurikulum. Secara tegas kedua ahli ini mengemukakan
bahwa rencana pelajaran atau Curriculum dapat dipahami dalam arti sempit (mata
pelajaran) dan Curriculum dalam arti luas yaitu segala pengaruh, persekutuan dan
aktivitas yang lain, yang berhubungan dengan pelajaran bersama itu.
(Homrighausen dan Enklaar, 2005: 87-88) Hal menarik dalam pernyataan
Homrighausen dan Enklaar: Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana
atau curriculum yang dipertanggung jawabkan atau bagian ini dipahami dalam
istilah Howard P. Colson dan Raymond M Rigdon, yaitu Alkitab dalam
kurikulum (kurikulum/perencanaan dalam Pendidikan Agama Kristen).
(Homrighausen dan Enklaar, 2005: 87)
Setelah menguraikan kata etimologi kata kurikulum dan beberapa defenisi
pakar Pendidikan Agama Kristen tentang pengertian kata kurikulum maka
dapatlah dikatakan bahwa kata kurikulum tidak ada dalam Alkitab tetapi makna
arti kurikulum dan komponen-komponen kurikulum (tujuan, materi/isi, proses dan
6
evaluasi/penilaian) tentang pendidikan sebenarnya sudah ada dalam Alkitab.
Alkitab memuat data yang cukup untuk sebuah studi kurikulum pendidikan
(perencanaan pendidikan untuk pencapaian suatu tujuan dalam berbagai kegiatan
mendidik manusia), dengan demikian dapat dikatakan Alkitab adalah sumber
kurikulum.
B. Peran dan Fungsi Kurikulum
Kurikulum menyangkut arah dan tujuan pendidikan serta pengalaman belajar
yang harus dimilikisetiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu
sendiri. Kurikulum juga dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan yakni
mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Didalam
sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab
didalamnya bukan hanya menyangkut tujuan atau arah pendidikan saja akan
tetapi juga pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa serta bagaimana
mengorganisasi pengalaman itu sendiri.
Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, kurikulum memiliki tiga
peran (Hamalik, 1990) sebagai berikut:
1. Peranan Konservatif
Peran Konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya
sebagai warisan masa lalu. Jika dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memungkinkan budaya lokal
akan terkikis oleh masuknya budaya asing, maka peran konservatif sangat penting
didalam kurikulum.
2. Peran Kreatif
Sekolah harus bertanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai
dengan tuntutan zaman. Kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga
dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang
dimiliknya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang
senantiasa bergerak maju secara dinamis. Kurikulum juga harus mampu
menjawab tantangan zaman yang begitu cepatnya berkembang dan berubah,
sehingga peran kreatif kurikulum sangat dibutuhkan.
7
3. Peran kritis dan Evaluatif
Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu
dipertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak
didik.
Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran berikut haruslah
dilaksanakan secara seimbang.Sesuai dengan peran yang harus “dimainkan”
kurikulum sebagai alat dan pedoman pendidikan maka isi kurikulum harus sejalan
dengan tujuan pendidikan itu sendiri.Tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan
pada dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri.
Menurut McNeil (1990) isi kurikulum memiliki empat fungsi, yaitu ;1)
Fungsi pendidikan umum (common and general education), 2) Suplementasi
(suplementation), 3) Eksplorasi (exploration), 4) Keahlian (specialitation).
1) Fungsi pendidikan umum (common and general education);
Fungsi kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik agar mereka menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang
baik.Fungsi kurikulum ini juga harus diikuti oleh setiap siswa pada jenjang dan
level atau jenis pendidikan manapun.
2) Suplementasi (suplementation)
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus dapat memberikan pelayanan kepada
setiap siswa sesuai dengan perbedaan kemampuan.Kemampuan perbedaan minat
maupun perbedaan bakat. Peserta didik yang memiliki kemampuan diatas rata-rata
harus terlayani untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal;
sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata juga harus
terlayani sesuai dengan kemampuan.
3) Eksplorasi (exploration)
Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan bakat
masing-masing siswa. Proses eksplorasi terhadap minat dan bakat siswa bukan
pekerjaan yang mudah. Para pengembang kurikulum harus dapat menggali rahasia
keberbakatan anak yang kadang-kadang tersembunyi.
8
4) Keahlian (specialitation)
Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan
keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa misalnya: perdagangan,
pertanian, industri atau disiplin akademik. Untuk itu pengembangan kurikulum
harus melibatkan para spesialis untuk menentukan kemampuan siswa.
Kurikulum berfungsi untuk setiap orang atau lembaga yang berhubungan baik
langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan. Dengan
demikian kurikulum berfungsi bagi Guru, Siswa, Kepala Sekolah, Pengawas,
orang Tua dan Masyarakat.
Ada enam fungsi kurikulum untuk siswa menurut Alexander Inglis (dalam
Hamalik, 1990)
1) Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Kurikulum harus dapat mengantar siswa agar mampu menyesuaikan diri dalam
kehidupan sosial masyarakat.
2) Fungsi integrasi (the integrating function)
Kurikulum harus dapat mengembangkan pribadi siswa secara utuh. Kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik harus berkembang secara terintegrasi.
3) Fungsi diferensiasi (the differrentiating function)
Kurikulum harus dapat melayani setiap siswa dengan segala keunikannya.
4) Fungsi persiapan (the preparation function)
Kurikulum harus dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak baik untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk kehidupan di
masyarakat.
5) Fungsi pemilihan (the selective function)
Kurikulum yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan bakat dan minatnya, dengan demikian kurikulum ini harus fleksibel.
6) Fungsi diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi untuk mengenal berbagai kelemahan dan kekuatan siswa. Kurikulum
berperan untuk menemukan kesulitan-kesulitan dan kelemahan yang dimiliki
siswa, disamping mengeksplorasi berbagai kekuatan-kekuatan sehingga melalui
pengenalan itu siswa dapat berkembang sesuai denganpotensi yang dimilikinya.
9
C. Kurikulum dan Pengajaran
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan
pendidikan, serta isi yang harus dipelajari, sedangkan pengajaran adalah proses
yang terjadi dalam interaksi belajar dan mengajar antara guru dan siswa.
Menurut Saylor (1981) kurikulum dan pengajaran seperti Romeo dan Juliet
maksudnya berbicara tentang Romeo adalah berbicara tentang Juliet. Romeo
tidak akan berarti apa-apa tanpa Juliet demikian juga sebaliknya. Tanpa kurikulum
sebagai sebuah rencana, maka pembelajaran atau pengajaran tidak akan efektif,
demikian juga tanpa pembelajaran atau pengajaran sebagai implementasi sebuah
rencana, maka kurikulum tidak akan memiliki arti apa-apa.
Sistem pengembangan kurikulum akan melahirkan rangkaian pengajaran
serta hasil yang diharapkan sesuai dengan kurikulum. Rangkaian pengajaran
inilah yang kemudian akan mengkristal dalam sistem pengajaran yang tiada lain
adalah tindak lanjut dari pengembangan sistem kurikulum.
Sistem pengajaran secara langsung dapat dipengaruhi oleh perilaku
mengajar (seperti kualitas pengajaran, waktu pengajaran, kemampuan mengajar
guru, dan lain sebagainya). Dari sistem pengajaran itulah selanjutnya dapat
melahirkan hasil belajar siswa,
10
Sistem pengajaran terbentuk oleh tiga subsistem, yaitu :
• subsistem tentang perencanaan pengajaran,
• subsistem tentang pelaksanaan pengajaran,
• dan subsistem evaluasi.
Setiap subsistem itu merupakan suatu rangkaian, yang masing-masing dapat
dianalisis. Tugas guru adalah berhubungan dengan membangun sistem pengajaran
ini. Oleh karenanya efektivitas suatu kurikulum sangat tergantung kepada guru
yang mengembangkannya.
Sebagai upaya pencapaian tujuan kurikulum perencanaan pengajaran adalah
proses yang dilakukan untuk mendesain kegiatan pengajaran. Subsistem
pelaksanaan pengajaran adalah implementasi atau action dari perencanaan.
Subsistem pelaksanaan erat kaitannya dengan prosedur yang ditempuh oleh guru
dan siswa didalam praktik pembelajaran.
Keberhasilan kurikulum sangat tergantung pada subsistem pelaksanaan itu.
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah faktor guru itu sendiri.
Subsistem evaluasi berhubungan dengan kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang pencapaian tujuanp embelajaran oleh siswa. Dalam sistem
pengajaran subsistem evaluasi memiliki peran dan kedudukan yang sangat
penting, oleh sebab hasil evaluasi selain dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan
siswa juga dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk perbaikan proses
pembelajaran.
Walau antara kurikulum dan pengajaran merupakan dua sisi yang tidak
terpisahkan, namun dalam suatu proses pengajaran dan pembelajaran, dapat
terjadi berbagai kemungkinan hubungan antara keduanya.
Peter F. Oliva (1992) menggambarkan kemungkinan itu kedalam beberapa model:
1. Model dualistis (the dualistic model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran terpisah. Keduanya tidak bertemu
kurikulum yang seharusnya menjadu input dalam menata sistem pengajaran
tidak tampak. Demikian juga pengajaran yang semestinya memberikan
11
Kurikulum
Pengajaran
Pengajaran
Kurikulum
balikan dalam proses penyempurnaan kurikulum tidak terjadi, karena
kurikulum dan pengajaran berjalan sendiri.
2. Model berkaitan (the interlocking model)dualistis (the dualistic model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran dianggap sebagai suatu sistem yang
keduanya memiliki hubungan. Baik antara kurikulum dan pengajaran
maupun pengajaran dan kurikulum ada bagian-bagian yang berpadu atau
memiliki keterkaitan, sehingga antara keduanya memiliki hubungan.
A B
3. Model konsentris (the concentric model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran memiliki hubungan dengan
kemungkinan kurikulum bagian dari pengajaran atau pengajaran bagian dari
kurikulum. Kurikulum yang satu tergantung dari yang lain.
4. Model Siklus (the ciclical model)
Pada model ini antara kurikulum dan pengajaran memiliki hubungan yang
timbal balik. Keduanya saling berpengaruh. Apa yang diputuskan dalam
kurikulum akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran.
Kurikulum
Kurikulum
Pengajaran
Pengajaran
Kurikulum
Pengajaran
12
Sebaliknya apa yang terjadi dalam pengajaran dapat mempengaruhi keputusan
kurikulum selanjutnya.
A B
Kurikulum
D. Kurikulum Ideal dan Kurikulum Aktual
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Setiap guru seharusnya dapat melaksanakan kegiatan
sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Kurikulum ideal disebut juga kurikulum formal (writen curriculum) yaitu
kurikulum yang diharapkan dapat dilaksanakan dan berfungsi sebagai acuan atau
pedoman guru dalam proses belajar dan mengajar.
Kurikulum Ideal tidak mungkin dapat dilakukan secara sempurna oleh setiap
sekolah. Ada 3 (tiga ) alasan penyebabnya;
Pertama, ditentukan oleh kelengkapan sarana dan prasarana yang tersedia di
sekolah.
Kedua, kemampuan guru. Sarana yang lengkap (sesuai tuntutan kurikulum)
belum menjamin kurikulum ideal dapat dilaksanakan manakala tidak didukung
oleh kemampuan guru.
Ketiga, kebijakan setiap sekolah yang bersangkutan. Mis: sarana belajar yang
lengkap jika tidak boleh digunakan karena harganya yang mahal. Kebijakan
kepala sekolah dapat menentukan bisa dan tidaknya kurikulum ideal dilaksanakan
oleh guru.
Kurikulum Ideal merupakan pedoman bagi setiap guru khususnya tentang tujuan
dan kompetensi yang hendak dicapai. Kurikulum Aktual adalah kurikulum nyata
yang dapat dilaksanakan oleh guru sesuai dengan kondisi yang ada.
Kurikulum
Pengajaran
13
Semakin jauh jarak antara kurikulum ideal dengan kurikulum aktual artinya apa
yang dikerjakan guru tidak sesuai atau jauh dari rambu-rambu kurikulum ideal
maka akan semakin rendah kualitas suatu sekolah. Sebaliknya, semakin dekat
jarak antara kurikulum ideal dengan kurikulum aktual artinya apa yang dikerjakan
guru sesuai dengan rambu-rambu bahkan melebihi kurikulum ideal sebagai
pedoman, maka semakin bagus kualiatas suatu sekolah atau proses belajar
mengajar.
E. Kurikulum Tersembunyi (Hidden Curricullum)
Kurikulum tersembunyi pada dasarnya adalah hasil dari suatu proses
pendidikan yang tidak direncanakan. Artinya perilaku yang muncul diluar tujuan
yang dideskripsikan oleh guru.
Ada dua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku sebagai hidden curriculum,
yaitu aspek yang relatip tetap dan aspek yang dapat berubah. Aspek yang relatip
tetap yaitu ideologi keyakinan, nilai budaya masyarakat yang mempengaruhi
sekolah. Aspek yang dapat berubah meliputi variable organisasi sitem sosial dan
kebudayaan. Meliputi, bagaimana guru mengelola kelas, bagaimana pelajaran
diberikan, bagaimana kenaikan kelas dilakukan. Sistem sosial meliputi hubungan
sosial antara guru, guru dengan peserta didik, guru dan staf sekolah dan lain
sebagainya.Kurikulum tersembunyi pada dasarnya adalah hasil dari suatu proses
pendidikan yang tidak direncanakan. Artinya perilaku yang muncul diluar tujuan
yang dideskripsikan oleh guru.
Dalam dimensi pelaksanaan implementasi kurikulum didalam kelas atau
pengembangan kurikulum dalam skala mikro, kurikulum tersembunyi (hidden
curruculum) memiliki makna: Pertama, dapat dipandang sebagai tujuan yang
tidak tertulis (tersembunyi), akan tetapi pencapaiannya perlu dipertimbangkan
oleh setiap guru agar kualitas pembelajaran lebih bermakna. Sebagai contoh:
ketika guru hendak mengajar tujuan tertentu melalui metode diskusi, sebenarnya
ada tujuan lain yang harus dicapai selain tujuan yang berhubungan dengan
penguasaan materi pembelajaran, misalnya kemampuan siswa untuk
mengeluarkan pendapat atau gagasan melalui bahasa yang benar, atau sikap siswa
14
untuk mau mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain dan lain
sebagainya. Semakin kaya guru menentukan kurikulum tersembunyi, maka akan
semakin bagus juga kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Kedua, kurikulum tersembunyi juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu yang dapatdimanfaatkan oleh guru
untuk mencapai tujuan pembelajaran.Sebagai contoh: ketika guru akan
mengajarkan tentang serangga (binatang insekta), tiba-tiba lewat jendela kelas
muncul seekor kupu-kupu masuk kedalam kelas, nah, kemunculan kupu-kupu
yang tidak direncanakan itu merupakan hidden curriculum, yang dapat dijadikan
awal pembahasan materi pembelajaran. Maka semakin kaya guru dengan hidden
curriculum, akan semakin aktual proses pembelajaran.
15
AZAS-AZAS PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Hakikat Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum dibuat secara sentralistik, setiap satuan pendidikan
diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan
petujuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang disusun oleh
pemerintah pusat menyertai kurikulum tersebut.Dalam hal ini setiap sekolah
tinggal menjabarkan kurikulum tersebut di sekolah masing-masing, dan biasanya
yang banyak berkepentingan adalah guru.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting
dalam sistem pendidikan. Dalam kurikulum bukan hanya merumuskan tentang
tujuan yang harus dicapai tetapi juga memberikan pemahaman tentang
pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa.
Setiap pengembangan kurikulum dalam pada jenjang manapun harus
didasarkan pada azas-azas teretentu.Fungsi atau landasan pengembangan
kurikulum adalah seperti pondasi sebuah bangunan.
Menyusun sebuah kurikulum harus didasarkan pada pondasi yang kuat.
Kesalahan menentukan dan menyusun pondasi kurikulum berarti kesalahan dalam
menentukan kebijakan dan implementasi pendidikan.Pengembangan kurikulum
pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan
pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya.
Mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa
bukanlah suatu proses yang sederhana. Menentukan isi atau muatan kurikulum
harus berangkat dari visi, misi serta tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan
menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan
masyarakat.
Menurut David Pratt (1980 )istilah desain lebih mengena dibanding dengan
pengembangan yang mengandung konotasi bersifat gradual.Desain adalah proses
yang disengaja tentang suatu pemikiran, perencanaan dan penyeleksian bagian-
bagian, teknik dan prosedur yang mengatur suatu tujuan atau usaha.
16
Pengembangan kurikulum (curriculum development atau curriculum
planning) adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan untuk
menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan
penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.
Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari
menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah
dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik,
pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum dan lain
sebagainya.Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum
menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran
dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan
orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek,
yaitu:
1. Tujuan pendidikan, menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya, hendak
dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak, apakah anak dianggap sebagai organisme yang aktif
atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran, apakah proses pembelajaran itu
dianggap sebagai proses tranformasi ilimu pengetahuan atau mengubah
perilaku anak.
4. Pandangan tentang lingkungan, apakah lingkungan belajar harus dikelola
secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas
belajar.
5. Konsepsi tentang peranan guru, apakah guru harus berperan sebagai
instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang
siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
6. Evaluasi belajar, apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan test atau
non tes.
Menurut Seller pengembangan kurikulum itu pada hakekatnya adalah
pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu
17
sendiri serta pengembangan komponen pembelajaran sebagai implementasi
kurikulum.Pengembangan kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya,
yaitu sisi kurikulum sebagai pedoman yang kemudian membentuk kurikulum
tertulis (writen curriculum atau document curriculum) dan sisi kurikulum sebagai
implementasi (curriculum implementation) yang tidak lain adalah sistem
pembelajaran.
Proses pengembangan berbeda dengan perubahan dan pembinaan
kurikulum. Perubahan kurikulum adalah kegiatan atau proses yang disengaja
manakala berdasarkan hasil evaluasi ada salah satu atau beberapa komponen
yang harus diperbaiki atau diubah; sedangkan pembinaan adalah proses untuk
mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Pengembangan dan pembinaan kurikulum merupakan dua kegiatan yang
sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Suatu rancangan kurikulum tanpa
diimplementasikan tidak artinya.Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam
proses pengembangan kurikulum yakni isi atau muatan kurikulum itu sendiri.
Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan isi
pengembangan kurikulum yaitu rentangan kegiatan dan tujuan kelembagaan yang
berhubungan dengan misi dan visi sekolah.
1. Rentangan Kegiatan (Range of Activity)
Biasanya diawali dengan rancangan kebijakan kurikulum, rancangan bidang
studi, program pengajaran, unit pengajaran dan rencana pembelajaran.Kebijakan
kurikulum memuat tentang apa yang harus diajarkan dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para pengembang kurikulum lebih lanjut. Pada dasarnya
merupakan keputusan yang ditentukan dari hasil pemikiran dan penelitian yang
mendalam.
Harus dilaksanakan secara hati-hati, sebab akan mempengaruhi berbagai
kebijakan pendidikan lainnya. Misalnya,
mengenai isi dari setiap disiplin ilmu yang perlu dikuasai oleh anak didik
dalam jenjang tertentu,
kebutuhan sosial macam apa yang harus dikuasai anak didik serta
pengalaman belajar yang bagaimana yang harus dimiliki anak didik.
18
Hal tersebut didasarkan pada pengkajian yang komprehensif.
Rancangan program studi meliputi kegiatan-kegiatan menentukan
tujuan, urutan serta kedalaman materi dalam setiap bidang studi, misalnya
rancangan bidang studi matematika, bahasa, IPA dan lain sebagainya.
Rancangan program pengajaran adalah kegiatan merancang aktifitas
belajar dalam setiap bidang studi untuk satu tahun, satu semester atau satu
caturwulan.
Rencana pembelajaran, meliputi penjabaran program pengajaran yang
dirancang lebih khusus untuk jangka waktu tertentu. Bisa saja program yang
lebih khusus itu adalah program untuk satu kali pertemuan dalam proses
pembelajaran.
Dalam mengembangkan kurikulum biasanya dimulai dari lingkup yang paling
luas sampai kepada lingkup yang paling sempit, yaitu pengembangan kurikulum
dalam proses pembelajaran didalam kelas dalam satu unit pengajaran atau bidang
studi tertentu.Pengembangan kurikulum menghasilkan program kebijakan
kurikulum dan mengembangkan rancangan program studi; sedangkan
mengembangkan program-program kegiatan sebagai penjabaran dari program
studi merupakan lingkup pengembangan kurukulum yang lebih sempit.
Selain merancang program, Kegiatan Pengembangan kurikulum juga
berkaitan dengan menghasilkan bahan-bahan pengajaran, seperti menyusun buku
teks, modul, program-program film, rekaman audio, dan lain sebagainya.Fungsi
bahan pengajaran itu sendiri adalah untuk memberikan pengalaman belajar
sesuai dengan tujuan dan program kegiatan.
McNeil, Nasution (1989) mengemukakan bahwa kegiatan pengembangan
kurikulum meliputi dua proses utama, yakni pengembangan pedoman kurikulum
dan pengembangan pedoman instruksional.Pedoman kurikulum meliputi
rumusan-rumusan normatif tentang isi kurikulum. Misalnya, tentang latar
belakang yang berisi tentang tujuan dan landasan filosifis, sasaran peserta didik,
bidang studi, struktur bahan pelajaran serta silabusnya.
Sedangkan pedoman instruksional berisi tentang penjabaran lebih rinci dari
pedoman kurikulum untuk pengelolaan pembelajaran.Dengan demikian Pedoman
19
instruksional disusun oleh guru sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
pembelajaran, atau sebagai pedoman implementasi kurikulum.
2. Tujuan Kelembagaan (Institusional Purpose)
Tujuan kelembagaan sama artinya dengan misi dan visi sekolah.
Pengembangan kurikulum selamanya harus sejalan dengan visi dan misi sekolah
yang bersangkutan, karena kurikulum pada hakekatnya disusun untuk mencapai
tujuan sekolah.
Sekolah kejuruan yang memiliki visi dan misi untuk mempersiapkan anak
didik memiliki keterampilan sesuai dengan lapangan pekerjaan tertentu, maka
mengebangkan isi kurikulum akan lebih tepat dilakukan melalui analisis
pekerjaan (job analisys), bukan melalui analisis disiplin ilmu.
Sebaliknya sekolah yang memiliki visi dan misi untuk mempersiapkan anak
didik dapat mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, maka analisis
disiplin ilmu seperti pemahaman fakta, konsep, teori dan sebagainya akannlebih
cocok dibandingkan dengan penentuan isi kurikulum melalui analisis tugas atau
nalisis pekerjaan.
Proses pengembangan kurikulum menurut Zais dalam bukunya yang berjudul
Curriculum Principles and Foundation (1976) harus dimulai dengan asumsi-
asumsi filosofis sebagai sistem nilai (value system) atau pandangan hidup suatu
bangsa.
20
B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Agar kurikulum dapat berfungsi sebagai pedoman, maka ada sejumlah prinsip
dalamproses pengembangannya yakni:
1. Prinsip Relevansi
Untuk membawa siswa agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ada
di masyarakatserta membekal siswa baik dalam bidang pengetahuan, sikap
maupun keterampilan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat maka
Kurikulum merupakan relnya pendidikan.
Ada dua macam relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal.
Relevansi internaladalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian
antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus
dicapai, isi, materi atau pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, strategi
atau metode yang digunakan serta alat penilaian untukmelihat ketercapaian
tujuan. Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu kurikulum.
Relevansi eksternal berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi dan proses
belajar siswa yang tercakup dalam kurikulum dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Ada tiga macam relevansi eksternal dalam pengembangan
kurikulum. Pertama,relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Artinya
21
bahwa proses pengembangan dan penetapan isi kurikulum hendaklah disesuaikan
dengan kondisi lingkungan sekitar siswa.. Kedua, relevan dengan perkembangan
zaman baik sekarang maupun dengan yang akan datang. Artinya isi kurikulum
harus sesuai dengan situasi dan kondis yang sedang berkembang.Ketiga relevan
dengan tuntutan dunia pekerjaan. Artinya bahwa apa yang diajarkan disekolah
harus mampu memenuhi dunia kerja.
2. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya kurikulum itu harus
biasa dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku atau
tidak fleksibel akan sulit diterapkan. Prinsip fleksibel mempunyai dua sisi,
Pertama, fleksibel bagi guru yang artinya kurikulum harus memberikan ruang
gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan
kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa artinya kurikulum harus
menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan
minat siswa.
3. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan
kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program
pendidikan. Prinsip ini sangat penting bukan hanya untuk menjaga agar tidak
terjadi pengulangan-pengulangan materi pelajaran yang memungkinkan program
pengajaran tidak efektif dan efisien., akan tetapi juga untuk keberhasilan siswa
dalam menguasai materi pelajaran pada jenjang pendidikan tertentu., Karenanya
perlu ada kerja sama antara pengembang kurikulum pada setiap jenjang
pendidikan.
4. Efektifitas
Prinsip efektifitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat
dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua
sisi efektitfitas dalam pengembangan suatu kurikulum. Pertama, efektifitas
22
berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas
mengimplementasikan kurikulum didalam kelas. Kedua, efektifitas kegiatan
siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Efektifitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan
mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
Efektifitas kegiatan siswa berhubungan dengan sejauh mana siswa dapat
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan jangka waktu tertentu.
5. Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga waktu,
suara dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Dikatakan
kurikulum memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana,biaya
yang minimal dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal.
Kurikulum harus dirancang untuk dapat digunakan dalam segala keterbatasan.
PENGEMBANGAN KURIKULUM
LANDASAN
FILSAFAT
SOSIAL
BUDAYA
MAHASISWA
TEORI BELAJAR
PRINSIP
RELEVANSI
FLEKSIBILITAS
KONTINUITAS
EFEKTIFITAS
EFISIENSI
PRAKTIS
23
KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum memiliki empat komponen utama:
1. Tujuan
2. Materi (Isi Kurikulum)
3. Metode (Strategi Pembelajaran)
4. Evaluasi
Untuk membentuk sistem kurikulum keempat komponen ini satu sama lain saling
berkaitan. Guna memudahakan mengingat, komponen-komponen tersebut dapat
dirumuskan pada kata “TIME’ yaitu tujuan, isi, metode, dan evaluasi.
Bagan tersebut menggambarkan bahwa sistem kurikulum terbentuk oleh 4
(empat) komponen, yaitu komponen tujuan, materi (isi kurikulum), metode atau
strategi pencapaian tujuan dan komponen evaluasi.Komponen tujuan
berhubungan erat dengan arah atau hasil yang diharapkan.
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman
belajar yang harus dimiliki siswa. Menyangkut semua aspek baik yang
berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya
24
tergambarkan pada isi setiap mata pelajaranyang diberikan maupun aktivitas dan
kegiatan siswa.
Strategi berkaitan dengan upaya yang harus dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan. Dapat berupa strategi yang menempatkan siswa sebagai pusat
dari setiap kegiatan, ataupun sebaliknya.Strategi yang berpusat kepada siswa
dinamakan student centered, sedangkan strategi yang berpusat pada guru
dinamakan teacher centered.
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan.
Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi yang
digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan.
Evaluasi juga bagian integral dari suatu proses kegiatan pembelajaran, dengan
evaluasi siswa akan tahu tentang keberhasilan pembelajaran yang dilakukannya.
25
PENDEKATAN-PENDEKATAN KURIKULUM PAK
Dalam pendidikan Kristiani terdapat empat pendekatan yangberbeda-beda,
baik cara maupun hasil akhirnya yaitu;
1. Pendekatan Instruksional
2. Pendekatan Perkembangan
3. Pendekatan Iman
4. Pendekatan Transformasi Sosial
1. Pendekatan Instruksional
Merupakan suatu pola pendidikan Kristiani yang lebih menekankan
pembelajaran. Bagaimana menghadapai dunia ini sebagai orang-orang Kristen.
Orang Kristen diperintahkan untuk mengasihi dan bersaksi tentang iman mereka
melalui kasih ini ( YOH 13: 34-35). Pendekatan ini mengharapkan naradidik
untuk berpikir, berefleksi terhadap isi Alkitab dan terang pengalaman mereka,
serta memilih suatu cara hidup dengan hidup dalam dunia ini sebagai respon
terhadap panggilan Allah.
Pendekatan Instruksional, memakai sistem belajar mengajar secara intensif
atau lebih terfokus dengan sistem belajar-mengajar seperti halnya yang kita lihat
diterapkan disekolah-sekolah ataupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Ada dua unsur yang kita dapati dalam pelaksanaan pendekatan ini yakni guru
atau pengajar dan murid atau naradidik. Guru dan naradidik harus harus selalu
membuka ruang komunikasi dua arah agar tercipta suasana belajar yang tepat
sasaran sehingga apa yang ingin disampaikan oleh pengajar dapat diterima dengan
baik oleh naradidik yang terlibat dalam proses belajar tersebut.
Selain pendekatan instruksional ini memerlukan suatu kurikulum yang
menjadi acuan untuk proses pembelajaran iman. Kalau kita amati dalam setiap
gereja belum ada kurikulum yang sama karena kurikulum itu masih disesuaikan
dengan kebutuhan jemaat.Kurikulum biasanya disusun per semester dengan thema
besar dan suatu tujuan besar. Kemudian thema besar tersebut dijabarkan lagi
menjadi sub-sub thema untuk tiap bulannya dan juga tujuan untuk bulan tersebut.
26
Kemudian sub-sub thema tersebut dijabarkan kedalam judul-judul pelajaran untuk
setiap minggunya berikut tujuan pembelajaran atau tujuan instruksionalnya.
Dalam pengajaran ini proses pendidikan mengarah pada refleksi theologis
yang terjadi dalam memahami, menghidupi, dan melakukan iman dengan konteks
kekeluargaan (homemaking). Konteks kekeluargaan (homemaking) adalah
suasana belajar yang diharapkan dapat terjadi dalam suatu komunitas belajar juga
mengurangi jarak antara guru dan naradidik, sehingga dalam proses belajar tidak
ada rasa segan atau takut-takut dalam komunikasi yang terjadi dalam proses
belajar.
Suasana homemaking adalah suasana yang saling menghormati, saling
menghargai dan saling membantu, suasana yang sangat membantu naradidik
untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman dan kepercayaan Kristiani, serta
suasana yang menjadikan pengalaman sebagai bagian dalam proses belajar, dan
menjadikan pengalaman sebagai cara untuk memudahkan pemahaman dan
perelevansian materi.Dengan proses pendidikan melalui pendekatan instuksional
ini diharapkan naradidik dapat menjadi orang yang siap menghadapi berbagai
permasalahan dan tantangan kehidupan dunia dengan tetap berpegang teguh pada
iman Kristen.
Pendekatan perkembangan lebih menekankan pada pembentukan spiritualitas
dan pembentukan iman individu untuk mewujudkannya dalam pelayanan sosial.
Menurut Jack L. Seymor tujuan pendekatan ini adalah untuk membantu orang-
orang mengembangkan kehidupan batin dan merespon dengan aksi keluar kepada
orang lain atau sesama dan dunia.
2. Pendekatan Perkembangan
Pendekatan perkembangan lebih menekankan pada pembentukan
spiritualitas dan pembentukan iman individu untuk mewujudkannya dalam
pelayanan sosial. Menurut Jack L. Seymor tujuan pendekatan ini adalah untuk
membantu orang-orang mengembangkan kehidupan batin dan merespon dengan
aksi keluar kepada orang lain atau sesama dan dunia.
27
Kehidupan individu diartikan sebagai suatu perjalanan kehidupan dengan
menjadikan pengajar sebagai pemimpin dan naradidik sebagai pribadi dalam
perjalanan tersebut. Yang menjadi fokus pendekatan perkembangan ini adalah
bagaimana setiap pribadi berkembang dalam imannya, sehingga mencapai
hubungan dengan sumber terdalam kehidupan kita yakni Tuhan. Oleh karena itu
proses pendidikan yang dilakukan adalah berdiam, mendengar, istirahat
(bersabat), yang penting bagi perkembangan iman, serta belajar dan melayani
yang penting untuk aksi keluar.
Ada dua proses yang penting untuk melakukan aksi keluar yakni belajar dan
melayani. Belajar berarti mempelajari segala sumber-sumber Iman Kristen seperti
halnya Alkitab, Ilmu Theologi dan Sejarah. Tapi belum cukup dengan hanya
mengerti hal-hal tersebut, melainkan juga mengkontekstualisasikan pemahaman
itu dengan perkembangan zaman saat ini. Semua proses yang terdapat dalam
pendekatan ini harus bemanfaat untuk kegiatan pelayanan keluar (dunia).
Melayani orang-orang yang membutuhkan dan melayani dunia dengan modal
yang telah disiapkan.
Dalam pendekatan perkembangan spiritualdi Gereja dapat juga
memanfaatkan ilmu psikologi yakni:
- Menolak pandangan sekuler dan menawarkan pandangan Religius yaitu
pertobatan (Horace Bushnell)
- Menerima teori-teori perkembangan manusia dan memakainya sebagai alat
dalam Pendidikan Kristiani (akhir abad 18 dan awal 20)
- Menyetujui pentingnya pribadi atau personal dalam pengertian yang lebih
luas.
Pendekatan perkembangan ini dapat juga memakai suatu model psikologi
perkembangan manusia seperti Jean Piaget, Lawrence Kohlberg, Erik H Erikson
dan James Fowler.Salah seorang psikolog diantaranya Jean Piaget memusatkan
teorinya pada perkembangan intelegensi anak atau perkembangan kognitif anak.
Dia juga membagi kognitif anak tersebut dalam empat tahap yang berbeda-beda
yaitu tahap sensorimotorik, tahap pra-operasional yang terdiri dari atas tahap
28
prakonsepsi dan tahap berpikir anak yang intuitif, selanjutnya adalah tahap operasi
konket dan tahap formal. (Supomo, 2001)
Teori-teori perkembangan yang telah dikemukakan oleh tokoh-tokoh diatas
adalah teori yang banyak dipakai dan banyak mempengaruhi pola-pola pendidikan
Kristiani dengan pendekatan perkembangan. Pendekatan perkembangan ini juga
dapat kita temui di gereja-geraja tertentu sebagai bahan ajar guru-guru sekolah
minggu.
3. Pendekatan Iman
Sebelum masuk dalam penjelasan tentang pendekatan iman atau lebih
tepatnya pendekatan komunitas iman, dapat kita perhatikan dulu apa yang menjadi
latar belakangnya. Antar lain kebutuhan akan komunitas dan story telling, atau
berbagi/ sharing (feed back to change) dalam pengertian memahami Allah yang
perduli dan bisa semaksimal mungkin dalam mengubah cara hidup. Spiritual
semacam ini bisa membuat pandangan orang tentang kehidupannya adalah Tuhan
didalam realita kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana kita ketahuiPendidikan Agama Kristen menurut PEAGET
adalah untuk menciptakan manusia yang mampu mengerjakan hal-hal baru,
menjadi manusia yang kreatif dan inventif, serta tidak hanya mengulang apa
yang telah dikerjakan oleh generasi sebelumnya, melainkan menjadi penemu
hal-hal baru, membentuk pikiran yang bersifat kritis. Maka pendekatan
iman merupakan pola pendidikan kristiani yang sangat dibutuhkan dewasa
ini.
Pola pendidikan kristiani pendekatan iman ini membantu komunitas-
komunitas yang mempromosikan perkembangan manusia yang otentik dan
membantu orang menentukan komunitas.Pengajar berperan sebagai pemimpin
komunitas yang memfasilitasi komunitas tersebut.sehingga setiap apa yang terjadi
dan semua hal yang dilakukan dalam komunitas tersebut menjadi hal utama
dalam pembentukan pribadi-pribadi dalam komunitas. Diharapkan naradidik
bertumbuh didalam iman kristiani setia kepada Tuhan dan bukan hanya saling
mengenal, menghormati, memperhatikan, mendukung dansaling mengingatkan
29
komunitasnya saja tetapi harus bersaksi kepada orang lain. Sehingga didik mampu
menghadirkan karakter kristianai didalam dirinya senantiasa bersaksi menjadi
gaya hidupnya..
4. Pendekatan Transformasi Sosial
Transformasi sosial adalah perubahan sosial yang berarti segala perubahan
yang terjadi dalamlembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada defenisi tersebut adalah pada
lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan
mempengaruhi struktur masyarakat lainnya. (Soekanto, 1990)
Ada beberapa pengertian tentang transformasi sosial yaitu;
a. Perubahan sosial yang bersifat mendasar dan mengubah pola-pola
hubungan masyarakat.
b. Perubahan fundamental dalam pandangan terhadap realitas sosial
(kehidupan sosial), yaitu transformasi dari tahap pemikiran evolusi sosial
menuju pada perubahan fundamental dalam pemikiran yang menghasilkan
perubahan kehidupan nyata.
c. Perubahan fundamental dalam masyarakat, yaitu mengarah pada pencarian
penjelasan tentang sifat dasar yang sistematis dari masalah sosial.
Transformasi sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat misalnya, perubahan dalam unsur
geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Sorokin (1957) berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu
kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosialtidak akan berhasil
baik.
Transformasi sosial hanya akan terjadi jika perancangan peraturan bertujuan
mengubah institusi sosial, Institusi adalah perilaku yang dilakukan oleh individu
atau kelompok secara berulang-ulang atau terus-menerus. Ketika ada perlaku yang
bermasalah, maka peraturan itu dibuat untuk mengatasi perilaku yang bermasalah
tersebut.
30
Akan tetapi terjadinya perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar,
meskipun perubahan tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang
mendorong sehingga mendukungbudaya, lebih-lebih lagi dalam masyarakat yang
kompleks yang mengalami perubahan yang pesat yang tidak diikuti dengan
perubahan perilaku dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, yang mana
nantinya pada gilirannya akan menjadi hambatan.
Untuk merancang peraturanyang dapat mengatasi perilaku bermasalah
tersebut, digunakan metode perancangan peraturan yang disebut Metode
Pemecahan Masalah (MPM). MPM selalu mensyaratkan analisis sosial dalam
merancang sebuah peraturan. Dalam pendekatan trasnformasi sosial untuk
menemukan penyebab sebuah perlaku bermasalah seorang perancang mengajukan
pertanyaan penting: mengapa seseorang berperilaku tertentu didalam hukum. Jadi
tidak langsung mengatur mengenai sanksi terhadap suatu perilaku bermasalah.
Tujuan dari pendekatan pendidikan Kristiani melalui transformasi sosial ini ini
adalah membantu orang-orang dan komunitas-komuniatas khususnya naradidik
untuk mempromosikan (menekankan) kewarganegaraan yang setia pada Tuhan
dan perubahan sosial. Kegiatan rutin yang dilakukan dapat saja ditambahkan
melalui pelajaran ekstrakurikurel dan biasanya disebutkan dengan Pemahaman
Alkitab karena didalam pertemuan tersebut men-share-kan isi Kitab Suci dan
dikaitkan dengan pengalaman hidup.
Dengan demikian setiap naradidik yang mengikuti pola pendidikan Kristiani
melalui transformasi sosial tersebut akan mengalamai perubahandidalam
pembaharuan budinya, sebagaimana tertulis didalam Roma 12:2 “Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepad Allah dan yang sempurna”. Bahkan mereka akan bertumbuh,
berakar dan berbuah didalam iman Kristen.
31
EVALUASI & REVISI KURIKULUM
A. EVALUASI DAN PENGUKURAN
1. Makna Evaluasi dan Pengukuran
Wand dan Brown (1957) mendefinisikan evaluasi sebagai “...refer to the act
or process to determining the value of something’. Evaluasi mengacu kepada
suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu yang dievaluasi.
Guba dan Lincoln juga mendefinisikan evaluasi itu merupakan suatu proses
memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan
(evaluand). Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan,
keadaan atau sesuatu kesatuan tertentu (Hamid Hasan 1988)
Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi: Pertama, evaluasi
merupakan suatu proses, artinya dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya
terdiri dari berbagai macam tindakan yang harus dilakukan. Dengan demikian
evaluasi bukanlah hasil atau produk, akan tetapi rangkaian kegiatan untuk
memberi makna atau nilai sesuatu yang dievaluasi.Dengan kata lain evaluasi
dilakukan untuk menentukan judgment terhadap sesuatu. “Evaluation is
concerned with making judgment about thing” (Print, 1993)
Kedua, evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti, artinya
berdasarkan hasil pertimbangan apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak.
Dengan kata lain evaluasi dapat menunjukkan kualitas yang dinilai.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan pengukuran. Pengukuran
(measurement) pada umumnya berkenan dengan masalah kuantitatif untuk
mendapatkan informasi yang diukur. Oleh sebab itu dalam proses pengukuran
diperlukan alat bantu tertentu. Misalnya untuk mengukur kemampuan atau
prestasi seseorang dalam memahami bahan pelajaran diperlukan tes prestasi
belajar. Untuk mengukur IQ digunakan test IQ, untuk mengukur berat badan
digunakan alat timbangan dan lain sebagainya.
Antara evaluasi dan pengukuran tidak bisa disamakan walaupun keduanya
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Evaluasi akan lebih tepat manakala
32
didahului oleh proses pengukuran, sebaliknya hasil pengukuran tidak akan
memiliki arti apa-apa manakala tidak dikaitkan dengan proses evaluasi.
2. Fungsi Evaluasi
Bagi guru evaluasi dapat menentukan efektifitas kinerjanya selama ini,
sedangkan bagi pegembang kurikulum evaluasi dapat memberikan informasi
untuk perbaikan kurikulum yang sedang berjalan.
Ada beberapa fungsi evaluasi yakni:
a. Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa. Melalui
evaluasi siswa akan mendapatkan informasi tentang efektifitas pemeblajaran
yang dilakukannya. Dari hasil evaluasi siswa akan dapat menentukan harus
bagaimana proses pembelajaran yang perlu dilakukannya.
b. Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana
ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan. Siswa akan
tahu bagian mana yang perlu dipelajari lagi dan bagian mana yang tak perlu.
33
c. Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program
kurikulum. Infoemasi ini sangat dibutuhkan baik untuk guru maupun untuk
para pengembang kurikulum khusunya untuk perbaikan program selanjutnya.
d. Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara indifidual
dalam mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa depan
sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan serta pengembangan karier.
e. Evaluasi berguna untuk para pengembangkurikulum khususnya dalam
menentukan kejelasan tujuan khusu yang ingin dicapai. Misalnya, apakah
tujuan itu perlu diubah atau ditambah.
f. Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan di sekolah. Misalnya untuk orang tua, untuk
guru dan pengembang kurikulum, untuk perguruan tinggi, pemakai lulusan,
untuk orang yang mengambil kebijakan pendidikan termasuk juga untuk
masyarakat. Melalui evaluasi dapat dijadikan bahan informasi tentang
efektifitas program sekolah.
3. Tipe Evaluasi
Evaluasi selalu berhubungan dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut
menurut Scriven (1967) adalah evaluasi sebagai fungsi sumatif dan evaluasi
sebagai fungsi formatif. Fungsi Sumatif adalah apabila evaluasi itu digunakan
untukmelihat keberhasilan suatu program yang direncanakan. Oleh karena itu,
evaluasi sumatif berhubungan dengan pencapaian suatu hasil yang dicapai suatu
program.
Evaluasi formatifdilakukan selama proses pembelajaran berlangsung untuk
melihat kemajuan belajar siswa. Print (1993) menjelaskan ‘Formatif evaluation is
directed towards providing information on learner performance at one or more
points during the learning process’.Jadi hasil dari evaluasi formatif dapat
dijadikan sebagai umpan balik bagi guru dalam upaya memperbaiki kinerjanya.
34
B. REVISI KURIKULUM
Revisi Kurikulum atau perubahan kurikulum, mengakibatkan adanya
perubahan di berbagai hal salah satunya dalam hal istilah yang dipergunakan.
Daftar istilah tersebut sesuai dengan yang tertera pada PERMEN Nomor 53Tahun
2015 yang telah dinyatakan tidak BERLAKU lagi dan kemudian diubah menjadi
PERMENDIKBUD No. 23 Tahun 2016 yang membahas tentangPENILAIAN
sebagai Kurikulum 13.
Nama perubahan tersebut diantaranya adalah:
1. Nama kurikulum tidak berubah menjadi kurikulum nasional, melainkan tetap
memakai nama Kurikulum 2013 Edisi revisi yang berlaku secara Nasional.
2. Penilaian sikap Kompetensi Inti (KI 1 & KI 2) sudah ditiadakan disetiap mata
pelajaran kecuali mapel agama dan PPKn; namun demikian Kompetensi Inti
tetap dicantumkan dalam penulisan RPP.
3. Jika ada 2 nilai praktek dalam 1 KD (Kompetensi Dasar), maka yang diambil
adalah nilai yang tertinggi. Penghitungan nilai keterampilan dalam 1 KD
dijumlahkan (praktek, produk, portofolio) dan diambil nilai rata-rata, untuk
pengetahuan, bobot penilaian harian dan penilaian akhir semester itu sama.
4. Pendekatan scientific 5M bukan lagi satu-satunya metode saat mengajar dan
apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan.
5. Silabus kurtilasedisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom yaitu KD, materi
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.
6. Perubahan terminologi Ulangan Harian menjadi Penilaian Harian, UAS
menjadi Penilaian Akhir Semester untuk semester ganjil dan Penilaian Akhir
Tahun untuk semester genap. Sedangkan untuk Ulangan Tengah Semester
(UTS) sudah tidak ada lagi dan langsung ke Penilaian Akhir Semester atau
penilaian Akhir Tahun.
7. Dalam RPP, tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang
digunakan dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubrik
penilaian (jika ada).
35
8. Skala penilaian menjadi 1:100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk
predikat dan deskripsi.
9. Remedial diberikan untuk yang memeperoleh hasil/nilai kurang, namun
sebelumnya siswa harus diberikan pelajaran ulang. Nilai remedial adalah nilai
yang dicantumkan dalam hasil.
36
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum (curriculum development atau curriculum
planning) adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan untuk
menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan
penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.Pengembangan kurikulum
mencakup beberapa tingkat Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Menurut Sukmadinata (2000:1) pengembangan kurikulum mempunyai
makna yang cukup luas diantaranya bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama
sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum
yang telah ada (curriculum improvement). Beliau juga menjelaskan bahwa pada
satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum
mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis
besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro
37
curriculum). Pada sisi lain berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang
telah disusun oleh team pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar
yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti
penyususnan rencana tahunan, caturwulan, satuan pelajaran dan lain-lain (micro
curriculum).
Pengembangan kurikulum dapat dilihat dari cakupan pengembangannya,
apakah curriculum contraction atau curriculum improvement. Ada dua
pendekatan yang dapat diterapkandalam pengembangan kurikulum yakni;
Pertama, pendekatan Top Down atau pendekatan administratif yaitu pendekatan
dengan sistem komando dari atas ke bawah dan Kedua, adalah pendekatan Grass
Roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu
disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Dalam Pengembangan Kurikulum komponen tujuan merupakan salah satu
komponen yang sangat penting. Menurut Undang-undang No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan
demikian kurikulum adalah konsep yang bertujuan, sebab setiap rencana harus
memiliki tujuan agar dapat ditentukan apa yang harus dicapai,serta apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam pengembangan kurikulum azas pertama adalah azas filosofi. Adapun
yang dibahas dalam azas tersebut adalah persoalan-persoalan mendasar tentang
pengembangan kurikulum, misalnya tentang arah pendidikan. Apakah arah
pendidikan itu untuk membentuk anak didik yang mampu menguasai bidang
ilmupengetahuan? Apakah arah pendidikan itu untuk membentuk manusia yang
mampu berpikir kreatif atau inovatif? Atau apakah hanya sekedar membentuk
manusia yang dapat mengawetkan kebudayaan masa lalu sesuai dengan sistem
nilai yang berlaku dimasyarakat? Jika kita perhatikan arah pendidikan tersebut
maka perumusan tujuan adalah hal yang sangat penting dalam sebuah kurikulim.
38
Beberapa alasan perlunya perumusan tujuan dalam sebuah kurikulum yakni;
Pertama, tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh
setiap upaya pendidikan. Kedua, melalui tujuan jelas dapat membantu para
pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan
bahkan akan membantu guru dalam mendesain sistem pembelajaran.Ketiga,
tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan
batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Mempertimbangkan kurikulum dengan memperhatikan materi essensial yang
memungkinkan diberikan kepada peserta didik guru perlu memperhatikan materi
pembelajaran. Sasaran PAK adalah membentuk perilaku peserta didik yang sesuai
dengan ajaran Firman Tuhan, bukan hanya mengetahui atau memahami suatu
pengetahuan.
Inilah yang seharusnya dikembangkan dalam kurikulum PAK untuk
memahami suatu pengetahuan, sehingga mempunyai dampak atau pengaruh yang
nyata dalam kehidupan peserta didik pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotoriknya. Misalnya bila peserta didik mempelajari tentang ibadah bukan
hanya memahami konsep tentang ibadah saja namun juga melakukan praktek
ibadah tersebut.
Gurupun harus mencari model-model pembelajaran yang efektif atau model
pendekatan pendidikan-pendekatan kristiani agar materi pelajaran yang essensial
minimum itu bisa diberikan secara penuh dan dipahami peserta didik. Guru perlu
juga membuat kriteria-kriteria essensial minimum dari pelajaran PAK di sekolah
kemudian dibuat pendalaman atau perluasannya yang proses pembelajarannya
bisa dilaksanakan di sekolah atau ekstra kurikuler.
Pengembangan kurikulum PAK pada sekolah yang mengacu kepada
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasonal Pendidikan
(SNP) khususnya standar dalam prasarana pendidikan. Pengembangan sarana dan
prasarana pendidikan dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan seperti penyediaan
buku pedoman guru PAK, penyediaan buku teks atau buku pelajaran PAK dan
penyediaan alat peraga PAK.
39
Buku pedoman guru untuk membantu guru mencapai tujuan pengajaran yang
digunakan oleh guru dalam mengajar, sehingga ketika menyusun silabus akan
terhindar dari kesalahan konsep. Buku pedoman guru sangat penting sebagai
pedoman untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi
pembelajaran. Materi pembelajaran pada buku kurikulum hanya hanya pokok-
pokok materi pembelajaran, sehingga tugas gurulah yang aktif dan kreatif dalam
mengembangkan materipembelajaran tersebut.
Buku teks atau buku pelajaran merupakan sumber bahan rujukan. Buku teks
sebagai suber bahan belajar utama dalam penyusunan silabus sebaiknya tidak satu
jenis atau satu orang pengarang. Buku teks yang digunakan hendaknya bervariasi
agar mendapatkan materi pembelajaran yang luas. Buku pelajaran PAK dalam
penyusunannya hendaknya selalu memperhatikan tujuan pendidikan nasional
yaitu membentuk manusiaIndonesia yang bertakwa dan berbudi pekerti luhur.
Media cetak seperti buku, bulletin, jurnal. koran, majalah dan sebagainya yang
berkaitan langsung dengan materi PAK atau materi pelajaran yang sifatnya umum.
Media elektronik adalah komputer (seperti internet), film, televisi, VCD/DVD,
radio, kaset dan sebagainya. Dari media elektronik ini yang dimanfaatkan adalah
hardwere (perangkat keras) dan terutama softwere (perangkat lunak) berupa
program-programnya berkaitan dengan PAK.
PAK dikembangkan dengan menempatkan nilai-nilai agama dan budaya luhur
bangsa seperti spirit dalam proses pengelolaan dan pembelajaran. Hal ini
ditunjukkan antara lain dengan mengintegrasikan wawasan keagamaan pada
kurikulum untuk menunjang keberhasilan pembelajaran. Untuk itu perlu
diperhatikan scope (ruang lingkup) dan squence (urutan) isi materinya agar mudah
dipahami baik oleh guru maupun peserta didik.
Pengembangan Kurikulum PAK pada sekolah juga mengimplementasikan
Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan, bahwa pendidikan Kristen dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga bentuk: Pertama, pendidikan agama diselenggarakan dalam bentuk
PAK di satuan pendidikan dan semua jenjang dan jalur pendidikan. Kedua,
pendidikan umum berciri Kristen pada satuan pendidikan anak usia dini,
40
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal
dan non formal, serta informal. Ketiga, pendidikan keagamaan Kristen pada
berbagai satuan pendidikan sekolah minggu dan sekolah Alkitab yang
diselenggarakan pada jalur formal non formal, serta informal.
41
KEDUDUKAN DAN PERANAN KURIKULUM PAK
DALAM SISTEM PENDIDIKAN
Sesuai dengan jati diri Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) sebagai
negara Pancasila, mata pelajaran agama sudah masuk ke dalam Kurikulum wajib
di sekolah-sekolah sejak dasawarsa 50-an. “Pendidikan agama wajib diberikan
walaupun dari sesuatu agama hanya ada seorang pelajar” atau dikenal juga
dengan Instruksi 1967.
Pada dasawarsa 60-an Departemen Masyarakat Kristen Protestan (BIMAS
Kristen) telah mendorong Dewan Gereja-gereja di Indonesia menugaskan
KOMPAK untuk menyusun Kurikulum vak agama bagi anak didik Sekolah
Dasar, SLTP ( Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) dan SLTA (Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas). Dalam suatu rapat kerja di Cipayung dan Jakarta para perserta
mulai bersepakat tentang ruang lingkup dan pendekatan yang akan dipakai untuk
kurikulum agama di Sekolah Dasar, SLTP, SLTA dan di Perguruan Tinggi
masing-masing.
Menurut Robert R. Boehlke penulis “SEJARAH PERKEMBANGAN
PIKIRAN DAN PRAKTEK PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN” pelayanan
gerejawi hendaknya dinamakan Pembinaan Warga Gereja/Jemaat (PWG/J), dan
pembinaan yang bertitik tolak dari Ilmu Pendidikan Agama Kristen, sebaiknya
segala kesempatan diselenggarakan oleh pelbagai wadah tertentu di jemaat
digolongkan dan diadakan dibawah “payung” istilah “Pendidikan Agama Kristen”
agar terdapat kesinambungan antara pengalaman pendidikan yang direncanakan
bagi kaum muda dan mereka yang dewasa secara kronologis, tetapi ingin
bertumbuh menjadi “semakin” dewasa lagi. (EFESUS 4: 13-16)
Penyusun Strategi Pendidikan Kristen di Indonesia mengandung pikiran global
ini: “PAK mencakup segala sesuatu yang menjadi tugas pendidikan gerejawi,
termasuk didalamnya PGW (Pembinaan Warga Gereja). PAK mencakup seluruh
kegiatan gereja dalam mendidik anggota dan calon anggotanya untuk hidup dalam
kehidupan Kristen baik yang diselenggarakan di dalam gereja maupun yang
diselenggarakan disekolah-sekolah dan dalam keluarga. PAK yang mencakup
42
pendidikan semua golongan umur dan berjalan terus-menerus dari awal hingga
akhir hidup manusia (from womb to tomb)”.Boehlke (2011: 812)
Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa pendidikan agama dan keagamaan menjadi bagian
dari pendidikan nasional. PAK yang diselenggaran di sekolah-sekolah itu adalah
suatu usaha pendidikan dengan tujuan keselamatan, usaha yang sadar sistematis
dan berkesinambungan, apapun bentuknya.
Sebagaimana penulis ungkapkan diatas sasaran PAK adalah membentuk
perilaku peserta didik/naradidik yang sesuai dengan ajaran Firman Tuhan, bukan
hanya mengetahui atau memahami suatu pengetahuan. Dalam hal ini pendidikan
tidak hanya terbatas pada pendidikan formal baik disekolah maupun di gereja,
melainkan juga pendidikan informal yang dilakukan dengan sosialisasi tersebut
disengaja dan terprogram dengan sistematis. PAK juga merupakan pendidikan
yang khusus yakni dalam dimensi religus manusia. Untuk itu butuh waktu, bahkan
membutuhkan investasi berupa pengajaran, pelatihan, pemberian rangsangan
pendidikan (stimulus education).
PAK merupakan pendidikan yang bertujuan memberikan bekal kemampuan
yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor tentang suatu agama yang dianut
peserta didik, khususnya agama Kristen, dengan memberikan kemampuan dalam
menjalankan ajaran-ajaran Kristen sebagai seorang kristiani.
Sementara pelaksanaan pembelajaran PAK di sekolah kebanyakan masih
dalam keadaan yang memprihatinkan. Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam
mengajarkan PAK antara lain kurang seimbangnya materi pembelajaran yang
diberikan dalam PAK dengan alokasi waktu yang diberikan dalam kurikulum
sekolah yaitu2-3 jam pelajaran per minggu. Implikasinya bagi peserta didik adalah
hasil belajar yang diperolehnya sangat terbatas. Sedangkan implikasi bagi guru itu
sendiri adalah guru dituntut untuk melaksanakan kewajiban menyelenggarakan
proses pembelajaran sebanyak 24 jam per minggu.
Guru harus mampu menerapkan atau memberi bekal kemampuan yang
bersifat minimum tetapi essensial (minimum essential) kepada naradidik.
Misalnya peserta didik diprioritaskan mempelajari dan memahami pokok-pokok
43
iman Kristen atau nilai-nilai utama kristiani. Oleh karena itu dalam merancang
PAK yang harus dipilh adalah materi-materi yang penting yang minimal harus
dikuasai oleh peserta didik. Sehingga pemebelajaran itu menjadi berfungsi karena
sesuai dengan tujuan dan kebutuhan peserta didik. Itulah pokok dari essensial
minimum dalam pengembangan kurikulum.
Gurupun harus mencari model-model pembelajaran yang efektif atau model
pendekatan pendidikan-pendekatan kristiani agar materi pelajaran yang essensial
minimum itu bisa diberikan secara penuh dan dipahami peserta didik. Guru perlu
juga membuat kriteria-kriteria essensial minimum dari pelajaran PAK di sekolah
kemudian dibuat pendalaman atau perluasannya yang proses pembelajarannya
bisa dilaksanakan di sekolah atau ekstra kurikuler.
Saat ini dalam era globalisasi atau era persaingan mutu atau kualitas
seseorang berkarya tidak cukup dengan Kecerdasan Intelektual (IQ) saja yaitu
seseorang yang bekerja dengan rumus logika kerja saja atau dengan Kecerdasan
Emosional (EQ) saja, akan tetapi Kecerdasan Spiritual (SQ) harus mendukung
seseorang berkarya, sehingga ketiganya harus saling mendukung dalam mental
diri. (Daniel Goleman, 1996). Sementara Indonesia merupakan negara yang
memiliki sumber daya alam yang sangat membanggakan baik didarat, laut,
bahkan di udara, namun sayangnya masyarakat dan generasinya belum memiliki
kemampuan berpikir (thinking skill) yang memadai. Pembelajaran PAK Sangat
dibutuhkan untuk memenuhi ketiga kecerdasan yakni IQ, EQ dan SQ yang harus
dimiliki dengan seimbang.
Perlu diketahui gambaran umum tentang mutu PAK sekolah belum
memenuhi harapan-harapan dalam peningkatan kualiatas PAK di sekolah yang
menjadi agama sebagai benteng moral bangsa. Kondisi ini sekurang-kurangnya
dipengaruhi oleh tiga faktor yakni: Pertama, Sumber daya guru, Kedua,
pelaksanaan PAK, Ketiga, terkait dengan kegiatan evaluasi dan pengujian tentang
PAK di sekolah.Oleh karenanya dalam mendukung sistem pendidikan negara kita
peranan kurikulum PAK sangat menentukan bagaimana masa depan negara dan
bangsa dengan kata lain bagaimana masa depan negara dan bangsa sangat
ditentukan oleh pendidikan hari ini.
44
Pengembangan kurikulum PAK dalam sekolah harus dilaksanakan secara
berkesenimbangungan sesuai dengan perkembangan zaman yang pesat dan sesuai
dengan kebutuhan naradidik baik dalam sitem pendidikan formal, non formal dan
informal.sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2007
tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Aspek sarana dan
prasarana pendidikan dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan seperti penyediaan
buku pedoman guru PAK, penyediaan buku teks atau buku pelajaran PAK dan
penyediaan alat peraga PAK.
Dan yang tak terlepas pentingnya peranan guru sebagai pendidik, gurupun
harus giat mencari model-model pembelajaran yang efektif atau model
pendekatan pendidikan kristiani agar materi pelajaran khususnya bekal
kemampuan yang essensial minimum itu bisa diberikan secara penuh dan
dipahami peserta didik. Oleh karena itu pembangunan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tak dapat ditawar-tawar
lagi.
45
PERAN GURU DALAM PENYUSUNAN DAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAK
Badan Standard Nasional Pendidikan (BSNP) telah mengembangkan
Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang didalamnya
terdapat model-model kurikulum satuan pendidikan.Mengacu kepada Undang-
undang no.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah (PP) no 19
tahun 2005 tentang SNP, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
no 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang
Standard Kompetensi Lulusan, Permendiknas No.24 tentang Pelaksanaan Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, serta Panduan Penyusunan Kurikulum yang
dibuat oleh BSNP, setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan
kurikulum yang diimplementasikan di satuan pendidikan masing-masing.
Berkaitan dengan standar nasional pendidikan, pemerintah telah menetapkan
delapan aspek pendidikan yang harus distandarkan, yang pada saat ini telah
dirampungkan dua standar, dan siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah.
Standar yang sudah siap dan sudah disahkan serta siap dilaksanakan tersebut
adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL) Standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah telah disahkan Menteri dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No.24 Tahun 2006 tanggal 2 juni 2006 tentang
pelaksanaan Permen No 22tahun 2006 tentang standar isi dan Permen No 23
tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, peraturan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan mulai tahun
ajaran 2006/2007.
Berdasarkan Peraturan Menteri sebagaimana diuraikan diatas , pengembangan
standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam kurikulum operasional
Tingkat Satuan Pendidikan, merupakan tanggung jawab satuan pendidikan
masing-masing.Oleh karena itu sebutan untuk kurikulum ini adalah KTSP,
singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan
46
takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdassan, dan minat
peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan
daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan.
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni kurikulum sebagai
dokumen dan kurikulum sebagai implementasi. Sebagai sebuah dokumen
kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai
implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam bentuk kegiatan
pembelajaran. Penerapan Pengembangan Kurikulum PAK memungkinkan para
guru merencanakan, melaksanakan, dan menilai kurikulum serta hasil belajar
peserta didik dalam mencapai standar kompetensi, dan kompetensi dasar, sebagai
cermin penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari.
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum.
dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih banyak dalam tatanan
kelas. Dalam kaitannya dengan pengembangan standar kompetensi, guru harus
mampu mengembangkan silabus, sebagai penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi standar, kegiatan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Kurikulum PAK dikembangkan dengan memperhatikan standar kompetensi
dan indikator kompetensi sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan dan standar isi yang telah disahkan
pemerintah.
Murray Printr (1993) mencatat peran guru dalam level ini adalah sbb:
1. Implementers : guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah
ada. Guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum.
2. Adapters: guru sebagai adapters : lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik
dan kebutuhan daerah. Peran guru sebagai adapters lebih luas dari peran guru
sebagai implementers.
47
3. Developers : peran sebagai pengembang kurikulum,guru memiliki kewenangan
dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan
dan isi pelajaran yang akan disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan
strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur
keberhasilannya.
4. Researchers : peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher).
Guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum,
menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajarandan lain
sebagainya termasukmengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai
target kurikulum. Salah satu metode yang dianjurkan dalam penelitian ini
adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni metode penelitian yang
berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum.
Dengan demikian PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam
melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru
dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
48
PERUBAHAN KURIKULUM 2013
REVISI TERBARU 2018
PADA TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa seluruh sekolah
wajib menerapkan Kurikulum 20113 pada tahun ajaran 2018/2019 dengan ini
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Adapun Perubahan Kurikulum 2013 Revisi Terbaru 2018 pada tahun pelajaran
2018/2019 adalah sebagai berikut:
1. Nama kurikulum tidak berubah menjadi kurikulum nasional akan tetapi tetap
Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara Nasional.
2. Penilaian sikap KI 1 dan KI 2 sudah ditiadakan disetiap mata pelajaran, hanya
Agama dan PPKN namun KI tetap dicantumkan dalam penulisan RPP. Jika ada
2 nilai praktik dalam KD, maka yang diambil adalah nilai tertinggi.
3. Perhitungan nilai keterampilan dalam KD ditotal (Praktik, produk, portofolio)
dan diambil nilai rata-rata. Untuk pengetahuan, bobot penilaian harian, dan
penilaian akhir semester itu sama.
4. Pendekatan scientific SM bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan
apabila digunakan maka susunannya tidak harus berurutan.
5. Silabus kurtilas (K 13) adalah edisi revisi terbaru lebih ramping hanya 3 kolom.
Yaitu KD, materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran.
6. Perubahan terminologi Ulangan Harian (UH) menjadi Penilaian Harian (PH),
UAS menjadi Penilaian Akhir Semester untuk semester 1 dan Penilaian Akhir
Tahun (PAT) untuk semester 2. Dan sudah tidak ada lagi UTS, langsung ke
penilaian akhir semester.
7. Dalam RPP, tidak perlu disebutkan nama metode pembelajaran yang digunakan
dan materi dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan rubrik penilaian (jika
ada).
8. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk predikat dan deskripsi.
49
9. Remedial diberikan untuk yang kurang namun sebelumnya siswa diberikan
pembelajaran ulang. Nilai Remedial adalah nilai yang dicantumkan dalam
hasil.
Selamat Belajar! Good, Better, Best.
Sola Gratia
50
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Michael J, Foundations Ministry An Introduction To Christian
Education For A New Generation, Malang; Penerbit Gandum Mas.
Boehlke, Robert R, 2011, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek PAK,
Jakarta; BPK Gunung Mulia.
Calvin, Yohanes, 2008, Institutio Pengajaran Agama Kristen, Jakarta: BPK
Cully, Iris V, 2006, Dinamika Pendidikan Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Homrighausen, E.G., I.H. Enklaar, 2012, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta;
BPK Gunung Mulia.
Humes L, 1982, Arah Pendidikan Kristen, Falsafah Pendidikan Kristen Dan
Dasar Alkitabiahnya, Malang: Yayasan Persekutuan Pekabaran injil
IndonesiA, Departeman PAP.
Ismail, Andar, 2011, Ajarlah Mereka Melakukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Kristianto, Paulus Lilik, 2006, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen,
Yogyakarta: ANDI.
Lilik, Paulus, K, 2006, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta:
Andi Offset.
Mulyasa, E, 2007, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, Bandung; PT.
Remaja Rosa Karya.
Mulyasa, E, 2008, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan
Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Pazmino, Robert.W, 2012, Fondasi Pendidikan Kristen, Bandung; Sekolah Tinggi
Teologi Bandung, bekerja sama dengan Jakarta; BPK Gunung Mulia.
Sanjaya, H. Wina, 2010, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta; Kencana Prenada
Media Group.
223