kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

48
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah patah. (Hughes, 2006). Secara tidak langsung massa tulang yang dimiliki lebih rendah dari orang normal. Sehingga peluang terjadinya patah tulang akan lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami osteoporosis.(Cosman, 2009) Osteoporosis sering disebut juga dengan ”silent disease”, karena penyakit ini datang secara tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi hingga orang tersebut mengalami patah tulang. Akan tetapi, seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. (Yatim,2003). Sesuai dengan bertambahnya usia dan pertumbuhan penduduk serta banyak faktor lainnya, jumlah pasien dengan osteoporosis telah meningkat secara signifikan. Saat ini osteoporosis telah menjadi masalah di seluruh dunia dengan perkiraan pasien telah mencapai 75 juta orang di Eropa, Amerika dan Japan. ( Priminiarti,2010) Data pemeriksaan di lima kota besar di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 36% dari subyek menderita osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Di Indonesia, osteoporosis yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun adalah

description

knknknkjfdidididididididkdkdkdkdkdkdkdkvnvkdnvdknvkdvnkdvkvnkdvndkvnkdnvdkvdkvvnv

Transcript of kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Page 1: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur tulang

(perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah

patah. (Hughes, 2006). Secara tidak langsung massa tulang yang dimiliki lebih rendah dari

orang normal. Sehingga peluang terjadinya patah tulang akan lebih tinggi dibandingkan yang

tidak mengalami osteoporosis.(Cosman, 2009)

Osteoporosis sering disebut juga dengan ”silent disease”, karena penyakit ini datang

secara tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi hingga orang tersebut

mengalami patah tulang. Akan tetapi, seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa

sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. (Yatim,2003).

Sesuai dengan bertambahnya usia dan pertumbuhan penduduk serta banyak faktor

lainnya, jumlah pasien dengan osteoporosis telah meningkat secara signifikan. Saat ini osteo-

porosis telah menjadi masalah di seluruh dunia dengan perkiraan pasien telah mencapai 75

juta orang di Eropa, Amerika dan Japan.( Priminiarti,2010)

Data pemeriksaan di lima kota besar di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan

bahwa 36% dari subyek menderita osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Di

Indonesia, osteoporosis yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun adalah 14%, kemudian

meningkat menjadi 28% pada usia 50-60 tahun, dan 47% pada usia 60-70 tahun. ( Prim-

iniarti,2010)

Postmenopause adalah berhentinya menstruasi dan kesuburan secara perma-

nen yang terjadi 12 bulan setelah menstruasi terakhir. Pada usia empat puluhan, siklus mulai

memanjang lagi. Meskipun kebanyakan orang cenderung percaya bahwa dua puluh delapan

hari merupakan panjang siklus yang normal, penelitian telah membuktikan bahwa hanya

12,4% wanita benar-benar mempunyai siklus 28 hari dan 20% dari semua wanita mengalami

siklus tidak teratur.(Ghozally,2005)

Usia postmenopause perempuan Indonesia bervariasi tergantung usia menarche, tetapi

secara umum rata-rata sekitar usia 45-55 tahun. Tahun- tahun pertama setelah menopause,

wanita mengalami kehilangan kepadatan tulang, yang pelan tapi secara terus menerus terjadi.

Page 2: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Tingkat hilang tulang sekitar 0,5-1 % per tahun dari berat tulang pada wanita pasca-

menopause. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen pada

wanita yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.

(Ghozally,2005)

Penyakit reumatik yang biasa disebut arthritis (radang sendi) dan dianggap sebagai

satu keadaan sebenarnya terdiri atas lebih dari 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini

terutama mengenai otot–otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki–

laki maupun wanita dengan segala usia. Sebagian gangguan lebih besar kemungkinannya un-

tuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien atau lebih menyerang jenis ke-

lamin yang satu dibandingkan lainnya. Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderi-

tanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh

penyakit reumatik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan ak-

tivitas hidup sehari – hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas tetapi dapat menimbulkan

kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri. Keadaan mu-

dah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur (Kisworo, 2008)

Arthritis rheumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan.

Biasanya terdapat banyak tanda-tanda fisik. Insiden puncak dari arthritis rheumatoid

terjadi pada umur dekade ke empat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih

sering dari pada laki-laki (Kisworo, 2008)

Didasarkan pengukuran kepadatan sumsum tulang atau Bone Mass Density (BMD),

wanita dengan rheumatoid arthritis ternyata memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena

osteoporosis, Penurunan BMD secara signifikan ditemukan pada tulang paha pasien rheuma-

toid arthritis yang berumur 50-59 tahun (4,2%) dan 60-70 tahun (5,0%). Reduksi secara sig-

inifikan juga terlihat dalam ukuran BMD tulang pinggul total dari wanita berumur 40-49

tahun (3,7%), 50-59 tahun (6,0%) dan 60-70 tahun (8,5%).Tetapi ukuran BMD tidak menu-

run secara siginifikan pada tulang punggung (L2-4).(Kisworo,2008)

Berdasarkan fenomena diatas itulah penulis tertarik melakukan penelitian ten-

tang “HUBUNGAN ANTARA OSTEOPOROSIS DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS

PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI KELURAHAN WARU, SIDOARJO”

Rumusan Masalah

Page 3: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Apakah ada hubungan antara rheumatoid arthritis dengan osteoporosis pada wanita

postmenopause di Kelurahan Waru Sidoarjo?

Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan hubungan antara

rheumatoid arthritis pada wanita postmenopause di kelurahan Waru, Sidoarjo

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran rheumatoid arthritis pada wanita postmenopause

dengan osteoporosis pada wanita post menopause di kelurahan Waru, Sidoarjo

b. Untuk mengetahui gambaran osteoporosis pada wanita post menopause di

kelurahan Waru, Sidoarjo.

Manfaat hasil penelitian

1. Bagi Masyarakat

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya pada wanita pra-

menopause terhadap rheumatoid arthritis yang dapat meningkatkan resiko os-

teoporosis pada wanita postmenopause.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyu-

luhan kepada wanita usia produktif mengenai osteoporosis pada masa postme-

nopause dan Riwayat penyakitnya khususnya Rheumatoid arthritis.

3. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan ilmu kedokteran khususnya ilmu kesehatan

tentang osteoporosis dan rheumatoid arthritis yang mempengaruhinya.

Page 4: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk

penelitian berikutnya.

5. Bagi Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi mahasiswa

lainnya di Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma mengenai hubungan rheumatoid arthritis

dengan osteoporosis pada wanita postmenopause.

BAB II

Page 5: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang osteoporosis

2.1.1 Definisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan kuali-

tas dan kepadatan massa tulang, sehingga menyebabkan tulang menjadi rapuh dan risiko

patah tulang (WHO 1994).

2.1.2 indikasi

Gejala osteoporosis sering diabaikan oleh pasien karena tidak ada gejala spesifik. Gejala da-

pat berupa nyeri pada tulang dan otot, terutama sering terjadi pada punggung.

Patah tulang yang paling umum terjadi di bagian pinggul, tulang belakang, dan pergelangan

tangan. Terjadinya patah tulang ini meningkat seiring meningkatnya usia baik pada wanita

maupun pria.(Cosman,2009)

Patah tulang belakang dapat berimbas pada beberapa konsekuensi yang cukup serius, antara

lain: menurunnya tinggi badan, rasa sakit pada punggung yang menyiksa, dan berubahnya

bentuk tulang. Sedangkan patah tulang pinggul, terkadang dibutuhkan operasi lebih lanjut un-

tuk penanganannya.(Priminiarti,2010)

Osteoporosis terjadi bila hilangnya massa tulang lebih besar daripada produksinya. Beberapa

penyebab osteoporosis:

1). Primer

A. Osteoporosis postmenopause

Terjadi karena turunnya kadar estrogen, hormon utama pada wanita yang

menyebabkan osteoklas (sel perusak tulang) menjadi lebih aktif dan pembentukan tu-

lang menurun sehingga hilangnya massa tulang berlangsung dengan cepat. Biasanya

gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai

muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang

sama untuk menderita osteoporosis postmenopause, wanita kulit putih dan daerah

timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. (Tjandra,2009)

B. Osteoporosis senilis

Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia

Page 6: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang

yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit

ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang

wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. (Tjan-

dra,2009)

2).Osteoporosis sekunder

Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan

medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal

kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-

obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang

berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk

keadaan ini. (Tjandra,2009)

3) Osteoporosis juvenil idiopatik

Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini ter-

jadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang

normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari ra-

puhnya tulang (Tjandra,2009)

Gambar 1.1 Perbandingan tulang normal dan osteoporosis (Tjandra,H, 2010)

Gambar dia atas menunjukan perbandingan antara massa tulang normal dengan massa

tulang yang terkena osteoporosis. Terlihat bahwa terjadi pengurangan serta pengeroposan

massa tulang sehingga rongga pada tulang terlihat lebih renggang.

2.1.3 Risiko osteoporosis

Page 7: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Pada penyakit osteoporosis yang su-

dah lanjut da- pat menimbulkan beberapa

risiko komp- likasi. Risiko komplikasi

tersebut antara lain:(Cosman,2009)

a. .Sakit yang kronis

b. Menurunnya fungsi mobilitas

c. Berkurangnya fungsi paru-paru

d. Sangat bergantung pada orang lain

e. Susah tidur

f.  Patah tulang di tulang belakang, pergelangan tangan dan pinggul

g.  Kecacatan tulang belakang ( misalnya tidak bertambahnya tinggi dan menjadi

bungkuk)

2.1.4 Pencegahan osteoporosis.

Penyakit osteoporosis dapat ditekan perkembangannya. Penekanan jumlah

tersebut dapat dengan memperhatikan beberpa aspek, antara lain :

Zat gizi

a. Kalsium

Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh yaitu kalsium. Kebutuhan kalsium

ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Karena pada usia lebih dari 30 tahun,

massa tulang akan mulai berkurang.(Tjandra, 2009)

b. Vitamin D

Penyakit yang cukup serius seperti osteoporosis dapat timbul akibat kurangnya asupan

vitamin D.Vitamin D mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan dan pertumbuhan tu-

lang. . Seseorang cukup mendapatkan sinar matahari pada kulit, maka tidak akan mengalami

kekurangan asupan vitamin D.(Tjandra, 2009)

c. Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua yang banyak berperan dalam tubuh. Kalsium dan

fosfor menjadi komponen dalam tulang. Akan tetapi, jika jumlah fosfor lebih besar daripada

Page 8: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

kalsium akan menyebabkan berkurangnya masa tulang. Karena pada makanan sumber fosfor

dapat meningkatkan hormon paratiroid yang dapat memicu pengeluaran kalsium melalui

urine, sehingga masa tulang pun akan berkurang. (Barker, 2002)

d. Vitamin K

Vitamin K mempunyai peranan dalam mengatur protein dalam tulang. Kekurangan

vitamin K akan mempengaruhi berkurangnya sintesis osteokalsin, sehingga tulang menjadi

kurang kuat. Dan pada beberapa studi penelitian, mengatakan bahwa seseorang yang memi-

liki asupan vitamin K yang tinggi, tulang yang dimiliki pun lebih padat dan resiko terjadinya

patah tulang menjadi rendah. (Heaney, 2005)

e. Protein

Terjadinya ostoporosis juga disebabkan oleh asupan protein yang berlebih. Karena

protein dapat menghasilkan asam jika diuraikan dalam tubuh. Sehingga asam tersebut ditahan

oleh tulang dan terjadilah pelepasan kalsium melalui urine. Ada studi yang mengatakan

adanya peningkatan asupan protein mempengaruhi kehilangan masa tulang. Dengan asupan

protein sebanyak 1 gram dapat meningkatkan pengeluaran kalsium lewat urin sebanyak 1 mg.

(Hughes, 2006)

Gaya hidup

a. Aktivitas fisik

Aktivitas yang dilakukan setiap orang berberbeda-beda. Dengan aktivitas fisik, berarti

otot tubuh bergerak dan menghasilkan energi. (Sutarina, 2008) Menurut Baecke, aktivitas

fisik dibagi menjadi 3, yaitu waktu bekerja, waktu olahraga, dan waktu luang. ( Kamso,2000)

Seseorang yang jarang melakukan aktivitas fisik akan mengakibatkan turunnya massa

tulang dan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut, otot pun akan menjadi

lemah, sehingga akan berpeluang untuk timbulnya patah tulang. (Compston, 2002) Hal terse-

but juga telah dibuktikan bahwa peluang terjadinya patah tulang 2 kali lebih besar pada

wanita usia lanjut yang jarang melakukan aktivitas fisik (berdiri < 5 jam) daripada yang ser-

ing melakukan aktivitas fisik. (Jahari et al, 2007)

Page 9: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

b. Kebiasaan merokok

Dengan merokok, hormon estrogen dalam tubuh akan menurun dan akan mudah kehi-

langan masa tulang (BMD rendah/terjadi osteoporosis), sehingga lebih besar untuk men-

galami fraktur tulang. (Hughes, 2006)

Kebiasaan merokok sejak dini pada wanita akan lebih awal untuk mengalami

menopause, sehingga kadar estrogen akan lebih cepat menurun dan lebih berisiko untuk men-

galami osteporosis. (Compston, 2002)

c. Kebiasaan konsumsi kafein

Kebiasaan mengkonsumsi kafein dalam jumlah banyak, sekitar 6 cangkir atau lebih

dalam sehari, akan lebih besar untuk berisiko terkena osteoporosis. Akan tetapi, dalam buku

concept andcontroversies, pada orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi 2gelas/hari

peluang kehilangan kalsium pun akan meningkat. Karena ada penelitian yang mengatakan

bahwa berkurangnya masa tulang diakibatkan dari konsumsi kafein yang berlebihan, tetapi

jika dalam jumlah yang normal tidak akan membuat massa tulang berkurang. (Jahari et al,

2007)

d. Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, akan meningkatkan terjadinya resiko patah

tulang. Hal ini disebabkan alkohol dapat mengurangi masa tulang, mengganggu metabolisme

vitamin D dan menghambat penyerapan kalsium. Sehingga terjadinya osteoporosis pun lebih

besar pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak

daripada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol. (Compston, 2002)

2.1.5 metode tes

Standar untuk mendiagnosa osteoporosis adalah tes BMD, yang mengukur kepadatan

tulang dan menentukan risiko fraktur dengan menggunakan mesin dual X-Ray absorptiome-

try (DXA) yang banyak dipakai.

Menurut The National Osteoporosis Foundation (NOF), tes BMD diperuntukkan bagi:

• Semua wanita berusia 65 tahun atau lebih, tanpa memperhitungkan faktor resiko.

Page 10: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

• Wanita yang mengalami menopause awal, dengan satu atau lebih faktor resiko (selain

keturunan Kaukasia, menopause dan wanita).

• Wanita yang telah mengalami menopause dan telah mengalami patah tulang (untuk

memastikan perlu dilakukan diagnosa dan menentukan tingkat keparahan penyakit)

• Wanita yang kekurangan hormon estrogen beresiko klinis menderita osteoporosis.

• Setiap orang yang memiliki tulang belakang yang tidak normal.

• Setiap orang yang telah mendapatkan, atau berencana untuk mendapatkan terapi

glukokortikoid (terapi yang mengandung steroid, seperti kortison, yang diproduksi

oleh korteks adrenal) dalam jangka panjang. Biasanya digunakan untuk mengobati

penyakit asthma.

• Setiap orang yang memiliki penyakit hipertiroid.

Tes BMD mengukur satu atau lebih tulang dari seseorang, umumnya pada bagian pinggul, tu-

lang belakang atau pergelangan tangan. Densitas terukur dari tulang-tulang ini kemudian

dibandingkan dengan usia, jenis kelamin dan ukuran tubuh.

Seseorang akan didiagnosis osteoporosis apabila BMD < – 2,5. (Compston,2013)

Hologic Sahara Quantitative Ultrasound Sonometry (QUS)

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan

densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi

rapuh dan mudah patah. Pada penelitian ini osteoporosis dinilai dengan menggunakan

Hologic Sahara Quantitative Ultrasound Sonometry (QUS) pada tulang calcaneus.

Alat ini menggabungkan pengukuran BUA (desibel per megahertz) dan SOS (meter

per detik) pada zona sentral calcaneus, untuk mengetahui perkiraan densitas mineral

tulang tumit (Heel Bone Mineral Density) yang kemudian ditampilkan sebagai skor T

yang dihitung berdasarkan persamaan: HBMD (gram/cm2) = 0,002692 ×

(BUA+SOS) – 3,687. Quantitative Ultrasound mengukur densitas massa tulang den-

gan mengukur kecepatan dan jumlah suara yang ditransmisikan ke tulang dan alat ini

dapat digunakan pada tulang dengan jaringan lunak dalam jumlah sedikit seperti cal-

caneus atau tumit.(Handayani et al, 2013)

2.2 Tinjauan tentang menopause

2.2.1 Definisi

Page 11: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Menopause adalah berhentinya menstruasi dan kesuburan secara permanen yang ter-

jadi 12 bulan setelah menstruasi terakhir. Pada usia empat puluhan, siklus mulai memanjang

lagi. Meskipun kebanyakan orang cenderung percaya bahwa dua puluh delapan hari meru-

pakan panjang siklus yang normal, penelitian telah membuktikan bahwa hanya 12,4% wanita

benar-benar mempunyai siklus dua puluh delapan hari dan 20% dari semua wanita mengalami

siklus tidak teratur. (Baziad,2002)

Menopause sendiri memiliki dua tahapan, yaitu Perimenopause dan Postmenopause

Perimenopause

Pada tahap ini anda akan mulai mengalami tanda dan gejala menopause meskipun

anda tetap mengalami menstruasi. Hormon anda akan meningkat dan turun dengan tidak mer-

ata, dan anda mungkin mengalami gejala menopause. (Baziad,2002)

Postmenopause

Ketika 12 bulan telah lewat sejak menstruasi terakhir, ovarium menghasilkan sedikit

estrogen dan tidak ada progesteron. (Baziad,2002)

2.2.2 Gejala.

Berikut ini beberapa gejala wanita mengalami menopause dini : ((Baziad,2002)

1. Kekeringan vagina

Ketika mengalami siklus hormonal, vagina akan selalu dilumasi den-

gan baik. Tetapi jika vagina menjadi kering untuk jangka waktu yang cukup lama, itu

merupakan tanda-tanda menopause semakin dekat

2. Sensasi terbakar

Sensasi terbakar adalah tanda yang paling umum dari menopause.

Tanda ini biasanya terasa seperti telinga terbakar.

3. Perubahan suasana hati

Page 12: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Wanita mengalami perubahan suasana hati di mana merasa mudah marah,

sedih, melankolis dan sering merasa tertekan.

4. Perubahan pola tidur

Beberapa wanita mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat tidur nyenyak

karena depresi atau gejolak hormonal. Perubahan pola tidur ini dapat mempengaruhi

suasana hati, produktivitas kerja dan juga hubungan pribadi.

5. Gairah seksual yang rendah

Pada usia 20-an dan 30-an, dorongan seksual wanita seharusnya sedang berada

di puncak. Tetapi jika Anda telah menghindari seks dan membuat banyak alasan un-

tuk mengalihkan perhatian pasangan, Anda perlu segera memeriksakan kadar hormon

Anda.

6. Menstruasi tidak teratur

Ketika siklus menstruasi menjadi tidak teratur secara tiba-tiba, Anda perlu

berkonsultasi dengan dokter. Periode menstruasi yang tidak teratur adalah bukti kon-

klusif dari menopause dini.

7. Rendah kalsium

Ketika tingkat estrogen berkurang dalam tubuh, tulang mulai kehilangan kal-

sium. Jadi jika Anda mengalami sakit sendi atau tulang yang lemah, itu bisa berarti

masa menopause sedang mendekati Anda.

8. Palpitasi

Hormon reproduksi wanita melindungi jantung dari kerusakan. Ketika masa

menopause sudah dekat, kondisi itu akan mulai mempengaruhi kesehatan jantung.

Palpitasi adalah tanda masalah jantung.

Page 13: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

9.Infertilitas

Jika kadar hormon dan menstruasi menjadi tidak teratur, Anda akan memiliki

kesulitan untuk hamil. Infertilitas atau ketidaksuburan menjadi hal yang umum di an-

tara wanita yang mendekati menopause dini.

2.2.3 Etiologi

Penyebab terjadinya menopause antara lain: (Panay,2007)

1. Penurunan hormon reproduksi secara alamiah yang terjadi seiring dengan usia sekitar

40an tahun.

2. Hysterectomy (pergerakan uterus). Meskipun anda tidak lagi mengalami menstruasi,

ovarium akan tetap memproduksi sel telur dan hormon estrogen dan progesteron.

Tetapi proses perpindahan tidak akan terjadi karena berpindahnya uterus dan ovarium.

3. Kemoterapi dan terapi radiasi lain yang digunakan untuk mengobati kanker dapat

menyebabkan menopause.

4. Tidak cukup memproduksi hormon reproduksi.

2.2.4 Faktor resiko

beberapa faktor lain yang mendukung menopause itu terjadi dan kapan menopause itu

terjadi, diantaranya ialah :(Ghozally,2005)

1. Usia saat haid pertama kali ( menarche )

Jika seorang wanita pertama kali mengalami menstruasi terbilang dalam usia yang

masih belia, maka menopause yang akan terjadi semakin lama.

2. Faktor psikis

Mereka para wanita yang belum menikah dan bekerja sangat mempengaruhi

menopause itu lebih cepat terjadi dibanding dengan mereka yang tidak menikah dan tidak

bekerja. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan psikis wanita.

3. Jumlah anak

Page 14: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa wanita yang melahirkan banyak anak,

cenderung lebih mudah dan lebih cepat mengalami penuaan dini dan mereka makin dekat

dengan masa menopause.

4. Usia melahirkan

Ketika seorang wanita melahirkan atau memilii seorang anak dalam usia yang cukup

tua misalnya memiliki anak di usia 35 tahun, maka semakin lama wanita tersebut memasuki

usia menopause. Hal ini disebabkan oleh ketika seorang dalam masa kehamilan dan persali-

nan di usia yang cukup tua akan berpengaruh pada lambannya proses sistem kerja dari organ

reproduksi dan memperlambat proses penuaan dini

5. Pemakaian kontrasepsi

Pemilihan dalam pemakaian alat kontrasepsi juga dapat mempengaruhi seorang

wanita mengalami keterlambatan dalam menopause.

6. Merokok

Rokok memang menjadi salah satu penyebab dari banyak penyakit. Wanita yang suka

merokok cenderung lebih cepat mengalami masa menopause.

2.2.5 meminimalkan risiko

Risiko Menopause

Oleh karena menopause adalah kejadian biologis yang terjadi secara alamiah maka

tak ada cara apapun untuk dapat mencegah terjadinya hal tersebut.

Meskipun demikian, terdapat cara-cara tertentu untuk mencegah resiko terjadinya

penyakit yang diakibatkan oleh hilangnya estrogen antara lain osteoporosis dan penyakit jan-

tung. Cara-cara itu adalah :(Ghozally,2005)

a. Meningkatkan konsumsi phytoestrogen :

• Asupan phytoesterogen (isoflavon dan lignan) yang cukup tinggi dapat membantu

mengurangi keluhan menopause. Bahan tersebut juga menurunkan resiko penyakit

yang terjadi akibat hilangnya estrogen. Secara alamiah, phytoestrogen terdapat dalam

makanan tertentu:

• Isoflavone: kacang kedelai, buncis , kacang panjang dan kacang polong.

Page 15: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

• Lignan: biji-bijian tumbuhan, beberapa jenis buah dan sayuran.

• Vitamin E , ubi jalar dan “black cohosh” diperkirakan dapat mengurangi gejala

menopause

b. Konsumsi makanan yang sehat :

• Diet dengan makanan sehat dapat memperbaiki perasaan sehat pada diri anda dan

menurunkan resiko penyakit jantung, osteoporosis dan jenis keganasan tertentu.

• Diet harus rendah lemak jenuh dan banyak makan buah-buahan, sayur dan biji-bijian.

• Asupan kalsium yang cukup ( 1200 sampai 1500 mg perhari) dapat membantu menu-

runkan resiko osteoporosis. Anda dapat meningkatkan asupan kalsium dalam makanan

dengan konsumsi makanan sehari-hari yang mengandung kalsium (disarankan yang

rendah atau tanpa lemak) misalnya sayuran hijau yang segar, makanan atau saribuah

yang mengandung kalsium tinggi. Vitamin D yang dijumpai pada sinar matahari dan

sejumlah makanan tertentu (susu, hati dan ikan tuna) dapat membantu proses penyera-

pan kalsium

c. Hindari kafein dan alkohol :

• Menghentikan minum kafein dan alkohol dapat menurunkan gejala kecemasan dan

gangguan tidur.

• Selain itu, dengan menghentikan minum kopi dan alkohol maka terjadi penurunan

hilangnya kalsium tubuh dan risiko menderita gangguan kesehatan lain.

d. Menghentikan merokok :

Merokok adalah penyebab kematian pada usia muda yang paling dapat dicegah.

Menghindari rokok dapat menurunkan resiko terjadinya menopause dini, penyakit jantung,

osteoporosis dan sejumlah keganasan termasuk kanker paru dan servik

Banyak wanita yang mampu menghentikan kebiasaan merokok melalui serangkaian

perjuangan yang hebat. Dokter anda dapat membantu dengan memberikan obat tertentu untuk

menghentikan kebiasaan merokok seperti misalnya melalui pemberian obat antidepresan.

Kelas-kelas pendukung penghentian kebiasaan merokok seringkali memperlihatkan

manfaat yang sangat penting.

Keberhasilan utama dalam program penghentian kebiasaan merokok adalah kombi-

nasi antara modifikasi perilaku dan penggunaan obat-obatan.

e. Olahraga teratur:

Page 16: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Olah raga teratur adalah cara utama dalam menghilangkan sejumlah gejala

menopause. Olah raga teratur akan memperbaiki pola tidur, merangsang biokimiawi otak

yang dapat menurunkan perasaan negatif dan depresi.

Berjalan kaki, menaiki tangga, mengangkat tubuh dapat memperkuat struktur tulang dan

menurunkan resiko osteoporosis.

f. Mengatasi stres:

Selama menopause, anda mungkin akan berhadapan dengan sejumlah keadaan yang

menyebabkan stress seperti misalnya anak yang sudah beranjak dewasa atau meninggalkan

rumah, perawatan orang tua anda dan pengaturan tanggung jawab yang lain. Anda dapat

mengurangi stres dengan cara anda sendiri seperti makan makanan yang sehat, istirahat yang

cukup, olahraga teratur, menyediakan waktu yang cukup.

Terdapat sejumlah tehnik relaksasi yang dapat membantu anda dalam mengatasi stress secara

efektif seperti yoga, olah pengaturan pernafasan, meditasi.

2.3 C. Rheumatoid Arthritis (RA)

1. Pengertian

Rheumathoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronik yang menye-

babkan tulang sendi destruksi dan deformitas, serta mengakibatkan ketidakmampuan . RA

adalah suatu penyakit autoimun dan inflamasi sistemik kronik terutama mengenai jaringan

sinovium sendi dengan manifestasi utama poliarthritis progresif dan melibatkan seluruh organ

tubuh. (Brunner&Suddarth, 2002).

2. Epidemiologi

Dengan tingkat prevalensi 1 sampai 2 % di seluruh dunia, prevalensi meningkat

sampai hampir 5 % pada wanita di atas usia 50 tahun. Angka penderita RA belum dapat di-

pastikan Pada tahun 2000 ditemukan kasus baru RA yang merupakan 4,1 % dari seluruh ka-

sus baru di Poliklinik Rheumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Seiring dengan

bertambahnya umur, penyakit ini meningkat baik wanita Maureen laki-laki. Puncak kejadi-

anya pada umur 20-45 tahun.. Prevalensi lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki

Page 17: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

laki, lebih dari 75 % penderita RA adalah wanita dengan perbandingan 3:1 . Rheumatoid Fak-

tor pada serum darah ditemukan 85% pasien penderita RA (Brunner&Suddarth, 2002).

3. Patofisiologi

Pada Rheumathoid Arthritis (RA), reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan

sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut

akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membran sinovial dan akhirnya

pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tu-

lang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi.

Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan

menghilangnya elastisitas otot dengan kekuatan kontraksi otot (Junaidi,2002).

Gambar 2.1 Perbandingan Sendi Normal dengan Sendi Rheumatoid Arhtritis (Handono

dan Isbagyo, 2005)

Gambar diatas menunjukan perbandingan antara sendi yang normal dan sendi yang

terkena osteoporosis. Bahwa terlihat pada sendi yang mengalami RA mengalami kehilan-

Page 18: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

gan masa tu- lang, erosi

tulang rawan serta men-

galami pem- bengkakan

pada synovial membrane.

Gambar ini dikutip dari

4. Penyebab

Penyebab RAsampai

saat ini masih belum dike-

tahui dengan pasti. Penyebab

RA ini masih terus diteliti di berbagai belahan dunia, namun agen infeksi seperti virus, bak-

teri, dan jamur, sering dicurigai sebagai pencetusnya. Sejumlah ilmuwan juga berpendapat,

bahwa beberapa faktor resiko seperti faktor genetik dan kondisi lingkungan pun ikut berperan

dalam timbulnya RA, seperti: (Brunner&Suddarth, 2002).

a. Genetik

Terdapat hubungan antara HLA-DW 4 dengan RA seropositif yaitu penderita mem-

punyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

b. Hormon Sex

Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena perempuan lebih banyak

menderita penyakit ini.

c. Infeksi

Dengan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara mendadak dan

disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi diduga oleh bakteri, mikroplasma atau

virus.

d. Heart Shock Protein (HSP)

Heart Shock Protein merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk

oleh tubuh sebagai respon terhadap stres.

e. Radikal Bebas

Radikal superoksida dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya prostaglandin

dan pembengkakan. Penyebab RA belum diketahui dengan jelas, namun teori yang paling

banyak diterima menyebutkan bahwa RA merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan

peradangan pada sendi dan jaringan penyambung. Insiden meningkat dengan bertambahnya

Page 19: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

usia terutama pada wanita. Insiden puncak adalah antara 40-60 tahun dan penyakit ini meny-

erang orang diseluruh dunia dan berbagai suku bangsa

5. Manifestasi Klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita reumatoid artri-

tis. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena

penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi ((Junaidi,2002).

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan de-

mam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,

namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi di ar-

trodial dapat terserang.

c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam dapat bersifat generalisasi terutama

menyerang sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang bi-

asanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradan-

gan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radio-

gram.

e. Deformitas. kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan

penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas

boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada

penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari

subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan

kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar seper-

tiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas

ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan,

walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya

nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih be-

rat.

g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain

di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat

rusak. Kelainan yang terjadi pada daerah artikule dibagi menjadi dalam 3 stadium, yaitu :

1. Stadium Sinovitis

Page 20: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Pada stadium ini terjadi perubahan diri pada jaringan sinovium (jaringan sendi tipis

yang berada di sendi). Sinovitis aktif mempunyai tanda-tanda hangat, pembengkakan di seki-

tar sendi yang radang, nyeri saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.

Sendi-sendi yang terkena biasanya sendi-sendi superficial dimana kapsul sendi mudah dilihat

seperti, lutut, pergelangan tangan dan jari-jari.

2. Stadium Destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada

jaringan sekitar, ditandai adanya kontraksi tendon. Destruksi sendi yang progresif atau sub

luksasio (dislokasi parsial) terjadi ketika satu tulang bergeser terhadap lainnya dan menghi-

langkan rongga sendi. Selain tanda dan gejala tesebut terjadi pula perubahan bentuk pada tan-

gan yaitu bentuk jari Swan-Neck.

3. Stadium Deformitas

Pada stadium ini, terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali deformitas dan

gangguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali sinovitis berlanjut pada pem-

bentukan pannus, ankilisis fibrosa dan terakhir ankilosis tilang. Deformitas disebabkan oleh

ketidaksejajaran sendi (misalignment) yang terjadi akibat pembengkakan

6. Penatalaksanaan Rheumatoid Arhtritis (RA)

Rheumatoid Arhtritis (RA) saat ini belum ada obatnya, kecuali dibebabkan oleh in-

feksi. Obat yang tersedia hanya mengatasi gejala penyakitnya. Tujuan pengobatan yang di-

lakukan adalah untuk mengurangi nyeri, mengurangi terjadinya proses inflamasi pada sendi,

memelihara, dan memperbaiki fungsi sendi dan mencegah kerusakan tulang (Syamsul,2007).

Mengingat keluhan utama penderita Rheumatoid Arhtritis adalah timbulnya rasa ny-

eri, inflamasi, kekakuan, maka strategi penetalaksanaanya nyeri mencangkup pendekatan far-

makologi dan non farmakologi (Syamsul,2007).

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Mengkombinasikan beberapa tipe pengobatan dengan menghilangkan nyeri. Obat anti

infalamasi yang dipilih sebagai pilihan pertama adalah aspirin dan NSAIDs dan pilihan ke

dua adalah kombinasi terapi terutama Kortikosteroid (Bruke&Laramie, 2000). Pemberian ko-

rtikosteroid digunakan untuk mengobati gejala Rheumatoid Arthritis saja seperti nyeri pada

sendi, kaku sendi pada pagi hari, lemas, dan tidak nafsu makan. Cara kerja obat Kortokos-

teroid dengan menekan sistem kekebalan tubuh sehingga reaksi radang pada penderita berku-

rang (Handono&Isbagyo, 2005). Efek samping jangka pendek menggunakan Kortikosteroid

Page 21: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

adalah pembengkakan, emosi menjadi labil, efek jangka panjang tulang menjadi keropos,

tekanan darah menjadi tinggi, kerusakan arteri pada pembuluh darah, infeksi, dan katarak.

Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak boleh secara men-

dadak (Bruke&Laramie, 2000)

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi

Tindakan non farmakologi mencangkup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan

agen-agen fisik. Tujuannya adalah mengubah persepsi penderita tentang penyakit, mengubah

perilaku, dan memberikan rasa pengendalian yang lebih besar (Perry&Potter, 2006). Meng-

gunakan terapi modalitas maupun terapi komplementer yang digunakan pada kasus dengan

Rheumatoid Arhtritis pada lansia mencangkup :

1.) Terapi Modalitas

a) Diit makanan merupakan alternatif pengobatan non farmakologi untuk penderita Rheuma-

toid Arhtritis (Burke&Laramie, 2000). Bagi penderita Rheumatoid Arhtritis seperti

mengkonsumsi jus seledri dan daun selada, kubis, bawang putih, bawang merah, dan

wortel (Nainggolan, 2006). Penderita dapat mengkonsumsi buah musiman yaitu anggur,

cherry, sirsak, apricort, dan buah tin serta sebaiknya hindari makanan seperti lobak, bun-

cis, kacang tanah, adas, dan tomat. Mengkonsumsi minyak ikan yang mengandung

Omega 3 seperti ikan salmon, tuna, sarden, dan makarel akan mengurangi dan menghi-

langkan kekakuan pada sendi di pagi hari dan pembengkakan. 1 gram minyak ikan yang

dikonsumsi dapat menurunkan pembengkakan dan nyeri pada sendi. Begitu pula dengan

mengkonsumsi multivitamin setiap hari yang mempunyai sifat anti inflamasi dan anti ok-

sidan sangat bermanfaat bagi penderita Rheumatoid Arhtritis (Eliopoulus, 2005).

b) Kompres panas dan dingin serta massase. Penelitian membuktikan bahwa kompres panas

sama efektifnya dalam mengurangi nyeri (Brunner&Suddarth. 2002). Pilihan terapi panas

dan dingin bervariasi menurut kondisi penderita, misalnya panas lembab menghilangkan

kekakuan pada pagi hari, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang

mengalami peradangan (Perry&Potter, 2006). Namun pada sebagian penderita, kompres

hangat dapat meningkatkan rasa nyeri, spasme otot, dan volume cairan sinovial. Jika

proses inflamsi bersifat akut, kompres dingin dapat di coba dalam bentuk kantung air din-

gin atau kantung es . Massase dengan menggunakan es dan kompres menggunakan kan-

tung es sangat efektif menghilangkan nyeri. Meletakkan es di atas kulit memberikan

tekanan yang kuat, diikuti dengan massase melingkar, tetap, dan perlahan. Lokasi pen-

gompresan yang paling efektif berada di dekat lokasi aktual nyeri, serta memakan waktu 5

sampai 10 menit dalam mengkompres dingin (Perry&Potter, 2006).

Page 22: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

c) Olah raga dan istirahat. Penderita Rheumatoid Arhtritis harus menyeimbangkan kehidu

pannya dengan istirahat dan beraktivitas. Saat lansia merasa nyeri atau pegal maka

harus beristirahat (Brunner&Suddarth, 2002). Istirahat tidak boleh berlebihan karena akan

mengakibatkan kekakuan pada sendi. Latihan gerak (Range of Motion) merupakan terapi lati-

han untuk memelihara atau meningkatkan kekuatan otot (Brunner&Sudarth,2002). Mencegah

ketidaknyamanan akibat stress aktivitas atau stress akibat menanggung beban berat pada

sendi, penggunaan verban tekan, bidai, dan alat bantu mobilitas seperti tongkat, kruk,

dan tripod dapat membantu mengurangi rasa nyeri dengan membatasi gerakan

(Brunner&Suddarth, 2002).

d) Sinar Inframerah. Cara yang lebih modern untuk menhilangkan rasa saklit

akibat rematik adalah penyinaran menggunakan sinar inframerah. Meskipun

umumnya dilakukan di tempat-tempat fisioterapi, penyinaran tidak boleh

melampaui 15 menit dengan jarak lampu dan bagian tubuh yang disinari sekitar

1 meter. Harus diperhatikan juga agar kulit di tempat rasa sakit tadi tidak

sampai terbakar (Syamsul, 2007).

2.) Terapi Komplementer

a) Menggunakan obat-obatan dari herbal. Brithis Journal of Clinical Pharmacology mela-

porkan hasil penelitian menyatakan bahwa 82 % lansia dengan Rheumatoid Arhtritis men-

galami perbedaan nyeri dan pembengkakan dengan menggunakan obat-obatan dari herbal

(Eliopoulus, 2005). Beberapa jenis herbal yang bisa membuat mengurangi dan menghi-

langkan nyeri pada Rheumatoid Arhtritis misalnya jahe dan kunyit, biji seledri, daun lidah

buaya, aroma terapi, rosemary, atau minyak juniper yang bisa menghilangkan bengkak

pada sendi (Syamsul, 2007).

b) Accupresure. merupakan latihan untuk mengurangi nyeri pada Rheumatoid Arthritis. Ac-

crupresure memberikan tekanan pada alur energi disepanjang jalur tubuh. Tekanan yang

diberikan pada alur energi yang terkongesti untuk memberikan kondisi yang sehat pada pen-

derita ketika titik tekanan di sentuh, maka dirasakan sensasi ringan dengan denyutan di

bawah jari-jari. Mula-mula nadi dibeberapa titik akan terasa berbeda, tetapi karena terus-

menerus dipegang nadi akan menjadi seimbang, setelah titik tersebut seimbang dilanjutkan

dengan menggerakan nadi-nadi tersebut dengan lembut (Syamsul, 2007).

c) Relaxasi Progresive. Dapat diberikan dengan pergerakan yang dilakukan pada keseluruhan

otot, trauma otot extrim secara berurutan dengan gerakan peregangan dan pelemasan. Realax-

asi progresiv dilakukan secara berganitan. Terapi ini memilki tujuan untuk mengurangi kete-

Page 23: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

gangan pada otot khususnya otot-otot extremitas atas, bawah, pernapasan, dan perut serta

melancarkan sistem pembuluh darah dan mengurangi kecemasan penderita (Syamsul, 2007).

7. Hubungan antara RA dengan osteoporosis

Didasarkan pengukuran kepadatan sumsum tulang atau Bone Marrow Density

(BMD), wanita dengan rheumatoid arthritis ternyata memiliki resiko dua kali lebih

tinggi terkena osteoporosis, menurut Jurnal Arthritis and Rheumatism edisi

Maret. (Junaidi,2002).

Penurunan BMD secara signifikan ditemukan pada tulang paha pasien rheumatoid

arthritis yang berumur 50-59 tahun (4,2%) dan 60-70 tahun (5,0%). Reduksi secara sig-

inifikan juga terlihat dalam ukuran BMD tulang pinggul total dari wanita berumur 40-49

tahun (3,7%), 50-59 tahun (6,0%) dan 60-70 tahun (8,5%). Tetapi ukuran BMD tidak menu-

run secara siginifikan pada tulang punggung (L2-4).(Junaidi, 2002).

"Ukuran perbandingan dari seluruh pasien yang mengalami penurunan BMD

adalah..27,6% pada tulang paha, 31,6% pada seluruh tulang pinggul dan

19,6%... pada tulang punggung (L2-4),", Ukuran ini dapat dibandingkan dengan 16% yang

lazim dalam referensi.(Perry&Potter, 2006)

Wanita berumur 60-70 mempunyai kemungkinan untukmengalami penurunan BMD

pada ketiga jenis tulang tadi. Penggunaan prednisolonejuga sangat mungkin menyebabkan

penurunan massa tulang. Laporan itu jugamengindikasikan bahwa dalam model multivariat,

faktor usia lanjut, rendahnyaberat badan dan penggunaan corticosteroid dapat mempredik-

sikan rendahnya BMDpada ketiga jenis tulang tersebut. Nilai yang tertera pada "Higher

Health Assessment Questionnaire " juga memprediksikan hasil BMD yang lebih rendah

dari tulang paha dan pinggul, mengingat faktor penyebab rheumatoid secara positif juga dira-

malkan hanya dari penurunan BMD dari tulang paha.(Perry&Potter, 2006).

Page 24: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

BAB III

Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Faktor risiko osteoporosis dibagi menjadi 5, yaitu faktor medis, faktor klinis, faktor

perilaku, faktor nutrisi, faktor genetik. Penelitian ini berfokus pada faktor medis yaitu

Rheumatoid Arthritis sebagai penyebab osteoporosis pada wanita postmenopause.

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

Rheumatoid arthritis

Faktor resiko osteoporosis

Faktor Genetik

Faktor Nutrisi

Faktor Perilaku

Faktor Klinis

Faktor Medis Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

Rheumatoid arthritis

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

OSTEOPOROSIS

pada wanita post-menopause

Faktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor GenetikFaktor Genetik

Faktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor NutrisiFaktor Nutrisi

Faktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor PerilakuFaktor Perilaku

Faktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor KlinisFaktor Klinis

Faktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor MedisFaktor Medis

Faktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosisFaktor resiko osteoporosis

Page 25: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan antara RA dengan osteoporosis pada wanita postmenopause di

kelurahan Waru, Sidoarjo.

H1: Ada hubungan antara RA dengan osteoporosis pada wanita postmenopause di kelura-

han Waru, Sidoarjo.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Merupakan penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian asosi-

atif merupakan penelitian dengan tingkatan tertinggi dibanding penelitian deskriptif

dan komparatif. Dengan penelitian asosiatif dapat dibangun suatu teori yang berfungsi

untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala/fenomena. (Nasir,dkk,

2011)

4.2. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional, yang bertujuan un-

tuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yang terjadi berupa

penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya

masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resiko) (Nasir,dkk, 2011).

4.3. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik objek yang dapat diklasifikasikan kedalam seku-

rang-kurangnya dua klasifikasi (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan

dua variabel (Nasir,dkk, 2011), yaitu :

Page 26: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

1. Variabel bebas, sering disebut juga sebagai variabel stimulus (Sugiyono,

2010). Merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat). Dalam peneli-

tian ini yang menjadi variabel bebas adalah penyakit RA

2. Variabel terikat, sering disebut juga variabel output (Sugiyono, 2010).

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena

adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat

adalah osteoporosis pada wanita postmenopause.

4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu Lansia, Kelurahan Waru, Sidoarjo

4.5. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010).

Populasi pada penelitian adalah wanita postmenopause yang berada di Kelura-

han Waru, Sidoarjo.

2. Sampel

Sampel yang diambil adalah wanita postmenopause di Posyandu Lan-

sia Kelurahan Waru, Sidoarjo

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

accidental sampling yaitu mengambil sample yang sesuai dengan ketentuan

atau persyaratan sample dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau

atau didapatkan.(kuntoro,2009) Didapatkan sekitar 94 wanita postmenopause,

baik yang menderita osteoporosis maupun tidak.

Page 27: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

4.6. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan sebuah seperangkat instruksi yang lengkap

untuk menetapkan apa yang akan diukur dan bagaimana cara mengukur variabel dan

apa yang diukur dinyatakan dalam bentuk indikator atau subvariabel (Supriyanto,

2007).

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Osteoporsis adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan pada jaringan

dalam tulang dan rendahnya massa tulang berdasarkan pemeriksaan DMT

yang menunjukan T score lebih dari sama dengan -2,5

2. Postmenopause adalah suatu kondisi dimana seseorang telah melewati proses

tahapan hilangnya aktivitas folikel ovarium (menopause) dalam waktu lebih

dari 12 bulan

3. Pernah periksa kepada dokter setempat bahwa menderita RA, meskipun per-

nah menderita RA maupun sampai sekarang.

4.7. Analisa data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diper-

oleh secara langsung dari subyek penelitian (Notoatmojo,2002) diperoleh dari

hasil wawancara dan tes BMD yang diikuti oleh semua subyek penelitian.

. 2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan 2 tahap. Pada tahap pertama di

lakukan wawancara kepada subyek untuk mengetahui apakah

subyek menderita Rheumatoid Arthritis, setelah selese wawancara, subyek

mengikuti tes BMD untuk mengetahui kepadatan tulang. (Notoatmojo,2002)

Inform Consent

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden apakah mempun-yai penyakit RA

Inform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform ConsentInform Consent

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RA

Page 28: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariabel digunakan untuk meneliti kekuatan hubungan an-

tara dua variabel (variabel bebas dengan variabel terikat). Uji statistik yang di-

gunakan adalah uji chi square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua

variabel analisis chi-square dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan

tingkat signifikan p< 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Dasar pengambilan kepu-

tusan dengan tingkat kepercayaaan 95% adalah jika nilai p< 0,05 maka hipote-

sis penelitian diterima dan jika nilai p> 0,05 maka hipotesis penelitian di tolak

(Budiarto, 2002).

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)

Page 29: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

DAFTAR PUSTAKA

1. Baziad, A. 2002 Seputar masalah menopause, www.klinik_perempuan.com diakses tang-

gal 15 desember 2013

2. Barker, Helen M. 2002. Nutrition and Dietetics for Health Care. United Kingdom. Chur-

cill Livingstone.

3. Burke and Laramie.2000 Primary Care of The Older Adult A Multidisiplinary Approach.

St. Louis

4. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume

3.Jakarta :EGC.2002

5. Cosman,F.2009. Osteoporosis : Panduan Lengkap Agar Tulang anda Tetap Sehat. Yo-

gyakarta : PT Bintang Pustaka

6. Compston, A ,2013, Guideline for the diagnosis and management of osteoporosis, NOGG

National osteoporosis guideline group, UK

7. Compston, Juliet DR. 2002, Seri Kesehatan, Bimbingan Dokter pada Osteoporosis.

Jakarta : Dian Rakyat

8. Eliopoulus,C.2005 Gerontological Nursing Sixth Edition. Philadelphia : Lippincott

9. Ghozally, F. R. 2005 Kecerdasan emosi & kualitas hidup. Jakarta: Edsa Mahkot

10.Handayani,Y, Oktavianus,Trianto H.F,2013. Gambaran Risiko Osteoporosis Berdasarkan

Indeks Massa Tubuh Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresnawerdah Mulia Dharma

Page 30: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Kabupaten Kubu Raya, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Univer-

sitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat.

11. Handono dan Isbagyo, 2005. Pemilihan Terapi Rematik yang Efektif, Aman, dan Ekonomis. Di-

unduh dari http://www.tempo.co.id/. Diaskes pada tanggal 1 Desember 2013.

3. Heaney,R,2005,The Vitamin D requirement in health and disease ,Creighton University,

USA

4. Hughes, Bess D, Osteoporosis, dalam Buku Modern Nutrition in Health and Disease

Tenth Edition, Lippincott Wiliams and Wilkins, 2006.

5. Jahari,et al. 2007 Risiko Osteoporosis di Indonesia. Puslitbang Giza dan Makanan Depkes

RI, Bogor.

6. Junaidi.2002 Iskandar. Rematik dan Asam Urat. Jakarta : Buana Ilmu Populer.

7. Kamso,S,2000, NUTRITIONAL ASPECTS OF HYPERTENTION IN THE INDONESIAN

ELDERLY : A COMMUNITY STUDY IN 6 BIG CITIES, (DISERTASI). Disertation Post

Graduate Program University of Indonesian, Depok.

8. Kisworo,B.2008 Demam Rematik. Cermin Dunia Kedokteran. No.116, Jakarta

9. Nainggolan. Terapi Jus dan Diet. Tanggerang : Argomedia. 2006

10. Kuntoro,2009. Dasar Fisiolofis Metodologi Penelitian. Pustaka Melati, Surabaya.

11. Nasir,A,dkk, 2011, Buku Ajar : Metodologi Penelitian Kesehatan, Yogyakarta:

Nuhamedika

12. Notoatmodjo,S,2002, Metodologi Pnelitian Kesehatan. Edisi Revisi (Cetakan kedua).

Jakarta. PT Adi Mahasatya.

13. Panay,N,2007 Menopause and the Postmenopausal Women in : Edmonds DK, ed,De-

whurst’s Textbook od obstetrics and Gynaecology. London

11.Perry, AG., Potter, PA.2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan

12.Praktik Volum 2 Edisi 4. Jakarta : EGC.

13.Priminiarti ,M, 2010 RADIOGRAPHIC EVALUATION OF OSTEOPOROSIS

THROUGH DETECTION OF JAW BONE CHANGES: A SIMPLIFIED EARLY OS-

TEOPOROSIS DETECTION EFFORT, Jakarta, Indonesia

14.Sugiyono,2010, Statistika untuk Penelitian, Bandumg, Alfabeta.

15.Supriyanto,S,2007, Metodologi Riset.FKM Unair Surabaya, Surabaya.

16.Syamsul, A, 2007. Aplikasi Model Comunity As Partner dan Health Belief Model dalam

Rangka Pelayanan Askep pada Agrerat Lansia dengan Rematik Artikuler di Kelurahan

Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. (Tesis) FIK UI. Depok

Page 31: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

17.Tjandra,H, 2010 Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis: mengenal,

mencegah dan mengatasi tulang keropos Gramedia, Indonesia.

18.Yatim,F, 2003, Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang Pada Manula, Pustaka Populer

Obor, Jakarta.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Hubungan

Antara Osteoporosis Pada Wanita Menopause dengan Rheumatoid Arthritis” Penulis ter-

dorong untuk meneliti topik ini karena ingin mengetahui gambaran tentang pengaruh

Rheumatoid Arthritis pada wanita postmenopause terhadap kejadian osteoporosis.

Proposal ini berhasil dan dapat terselesaikan akibat dari dukungan berbagai pihak. Oleh sebab

itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga

kepada:

1. Prof Dr.H. Janggan Sargowo, dr.Sp.PD, Sp.JP (K), FIHA, FACC, FCAPC, FESC,

FASCC, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah

memberi kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Wijaya

Kusuma Surabaya.

2. Ibu Sri Lestari Utami M.Kes Sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan bimbin-

gan, arahan, serta dorongan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. dr. Ernawati M.Kes, sebagai penguji proposal maupun Tugas Akhir.

4. Segenap Tim pelaksana Tugas Akhir dan Sekretariat Tugas Akhir Fakultas Kedokteran

Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memfasilitasi proses penyelesaian Tugas

Akhir ini.

5. Semua pihak yang tidak mungkin kami sebut satu persatu yang telah membantu dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan segala masukan demi sempurnanya tulisan ini.

Akhirnya kami berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang

Terkait.

Page 32: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Surabaya, Januari 2014

Penulis

HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL

HUBUNGAN ANTARA OSTEOPOROSIS DENGAN RHEUMA-

TOID ARTHRITIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI KELU-

RAHAN WARU, SIDOARJO

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

Yonatan Prawirya Setyanugraha

10700124

Menyetujui untuk diuji

Pembimbing, Penguji,

Page 33: kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc

Sri Lestari Utami, SSI., M. Kes. dr. Ernawati M. Kes

NIK: 99289-ET NIK: 02330-ET