KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

11
MAKALAH PERKEMBANGAN HEWAN KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN) Oleh : Septian Theo Fandani 121810401058 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2015

description

Makalah tentang salah satu teknologi dalam bidang perkembangan hewan

Transcript of KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

Page 1: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

MAKALAH PERKEMBANGAN HEWAN

KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

Oleh :

Septian Theo Fandani

121810401058

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Teknologi kriopreservasi oosit, sperma dan embrio banyak dikembangkan

pada berbagai spesies hewan dan manusia bersamaan dengan kemajuan pesat

teknologi produksi embrio baik secara in vivo maupun in vitro. Walaupun

viabilitas sperma, oosit dan embrio segar lebih baik daripada setelah pembekuan,

namun teknologi ini berkembang pesat untuk menangani ketersediaan gamet

(sperma dan oosit) pada saat in vitro fertilisasi serta kelebihan embrio hasil

produksi in vivo maupun in vitro. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan

oosit dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga bisa dimanfaatkan dalam

kondisi tertentu.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari teknologi kriopreservasi?

2. Apa prinsip utama dari teknologi kriopreservasi?

3. Apa kelebihan dan kekurangan dari teknologi kriopreservasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari teknologi kriopreservasi

2. Mengetahui prinsip utama dari kriopreservasi

3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teknologi kriopreservasi

Page 3: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

2

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kriopreservasi

Secara teoritis, kriopreservasi berasal dari kata krio yang berarti beku, dan

preservasi yang berarti penyimpanan pada temperatur rendah. Jadi kriopreservasi

adalah teknik penyimpanan materi genetik dalam keadaan beku pada temperatur

rendah atau suatu teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan dan materi genetika

lainnya (termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas

metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam sel, fungsi fisiologi,

biologi, dan morfologi (Suprianata dan Pasaribu, 1992).

Metode kriopreservasi sel spermatozoa dibedakan atas pembekuan lambat

(slow freezing), pembekuan cepat (rapid freezing), dan pembekuan sangat cepat

(ultra rapid freezing). Prinsip yang terpenting dari kriopreservasi sel spermatozoa

ialah pengeluaran air dari dalam sel (dehidrasi) sebelum membeku intraseluler.

Bila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal es besar dalam sel yang dapat

merusak sel dan bila terjadi dehidrasi yang sangat hebat maka sel akan mengalami

kekeringan sehingga sel mati (Supriatna dan Pasaribu 1992). Prinsip perpindahan

air keluar masuk membran, baik dehidrasi sebelum deep freezing maupun

rehidrasi pada saat pencairan kembali (thawing) menjadi perhatian khusus.

Pada dasarnya tujuan utama kriopreservasi sel spermatozoa ialah

melestarikan plasma nutfah yang mendekati kepunahan dan mendukung program

teknologi inseminasi buatan (IB) pada ternak. Keuntungan kriopreservasi sel

spermatozoa ialah sel spermatozoa dapat disimpan dalam waktu yang tidak

terbatas dan dapat digunakan kapan saja bila diperlukan (Toelihere 1985).

2.2 Prinsip Kriopreservasi

Kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan materi biologi tanpa

mengalami kerusakan dalam waktu yang sangat lama, hingga ribuan tahun.

Perkembangan terakhir yang dikenal dengan metode slow cooling, dimana materi

biologi dibekukan dengan tingkatan pembekuan yang cukup cepat agar tidak

terjadi kerusakan pembekuan lambat (slow cooling damage), tetapi juga cukup

Page 4: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

3

lambat agar tidak terjadi dehidrasi dari sel dan pembentukan krital es intraselular

(intracellular ice formation) (Porcu, 2001).

2.3 Teknik Kriopreservasi

Menurut Ika (2003), teknik kriopreservasi dapat dibedakan atas teknik lama

(klasik) dan teknik baru:

A. Teknik lama (klasik)

Teknik ini didasarkan pada freeze-induced dehydration, yaitu dehidrasi

yang diinduksi dengan pembekuan pada suhu di bawah titik beku air

hingga -40°C. Teknik lama juga disebut teknik pembekuan lambat atau

teknik pembekuan dua tahap. Teknik pembekuan dua tahap meliputi

inkubasi sel pada krioprotektan (cryoprotectant) dengan total

konsentrasi 1-2 M yang menyebabkan dehidrasi moderat dan diikuti

oleh pembekuan lambat, misalnya dengan kecepatan 1°C per menit

hingga suhu -35°C, lalu pembekuan dalam nitrogen cair dan selanjutnya

thawing (pelelehan) (Ika, 2003).

B. Teknik baru

Teknik ini didasarkan pada vitrification, yaitu dehidrasi yang diinduksi

pada suhu di atas titik beku air. Vitrification (vitrifikasi) adalah fase

transisi air dari bentuk cair menjadi bentuk nonkristalin atau amorf,

tembus pandang (glassy) karena elevasi ekstrim dari larutan yang

viskos selama pendinginan. Teknik vitrifikasi didasarkan pada dehidrasi

sel pada suhu non-freezing (tidak beku), yaitu dengan merendam bahan

dalam larutan krioprotektan dengan total konsentrasi 5-8 M pada suhu

0-25°C dan diikuti oleh pembekuan dan selanjutnya pelelehan. Macam-

macam teknik baru antara lain (1) vitrifikasi, (2) enkapsulasidehidrasi,

(3) enkapsulasi-vitrifikasi, (4) desikasi, (5) pratumbuh, (6) pratumbuh-

desikasi, dan (7) dropplet-freezing (Ika, 2003).

Page 5: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

4

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Pada teknik vitrifikasi, bahan diperlakukan dengan senyawa

krioprotektif dan dehidrasi dengan larutan vitrifikasi, lalu diikuti

dengan pembekuan cepat, pelelehan, dan pembuangan krioprotektan

serta pemulihan kultur.

b. Teknik enkapsulasidehidrasi didasarkan pada teknologi yang telah

dikembangkan pada produksi benih sintetik. Pada teknik tersebut,

bahan dienkapsulasi pada kapsul alginat, lalu ditumbuhkan pada

medium yang diperkaya dengan sukrosa dan dikeringkan secara

parsial dalam laminar air flow cabinet atau gel silika hingga

kandungan air sekitar 20% dan diikuti oleh pembekuan cepat.

c. Teknik enkapsulasi-vitrifikasi merupakan kombinasi antara teknik

vitrifikasi dan enkapsulasidehidrasi, yaitu bahan dienkapsulasi

dengan kapsul alginat, lalu dibekukan dengan teknik vitrifikasi.

d. Teknik desikasi merupakan teknik yang paling sederhana, yaitu

mengeringkan bahan dalam laminar air flow cabinet, gel silika

atau flash drying hingga kandungan air 10-20%, kemudian diikuti

oleh pembekuan cepat.

e. Teknik pratumbuh meliputi penanaman bahan ke dalam media yang

mengandung krioprotektan, lalu diikuti oleh pembekuan cepat.

f. Teknik pratumbuh-desikasi dilakukan dengan menanam bahan ke

dalam media yang mengandung krioprotektan, lalu

mengeringkannya dalam laminar air flow cabinet atau gel silika dan

diikuti oleh pembekuan cepat.

g. Droplet-freezing diawali dengan pra-perlakuan bahan ke dalam

media cair yang mengandung krioprotektan, lalu meletakkan pada

Al-foil yang disertai dengan droplet krioprotektan dan diikuti oleh

pembekuan cepat (Ika, 2003).

Teknik lama memerlukan peralatan terprogram yang cukup mahal

harganya, sedangkan teknik baru tidak memerlukan peralatan canggih

Page 6: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

5

dan prosedurnya relatif lebih mudah. Teknik lama memerlukan

peralatan pembekuan, digunakan pada kultur sel, dan lebih sulit

diaplikasikan pada unit sel yang lebih besar seperti tunas apikal atau

embrio. Teknik lama berhasil diterapkan pada sistem kultur yang tidak

terdiferensiasi (suspensi sel dan kalus) dan spesies yang toleran

terhadap suhu dingin, namun tidak berhasil diterapkan pada spesies

tropis. Teknik vitrifikasi telah berhasil diterapkan pada spesies dengan

skala yang lebih luas (tropis dan subtropis) dan sistem kultur yang lebih

kompleks (embriosomatik, suspensi sel, dan meristem apikal)

(Ika, 2003).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kriopreservasi

Sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan kriopreservasi dengan

teknik pembekuan lambat adalah (1) kecepatan pembekuan, (2) jenis dan

konsentrasi krioprotektan, (3) suhu akhir pembekuan, dan (4) tipe dan keadaan

fisiologis bahan yang akan disimpan. Jika pembekuan terlalu lambat maka sel

terlalu terdehidrasi sehingga konsentrasi zat elektrolit dalam sel menjadi tinggi.

Jika pembekuan terlalu cepat maka sel kurang mengalami dehidrasi sehingga

terjadi formasi es intraseluler yang bersifat letal.

Penambahan krioprotektan dapat memelihara keutuhan membran dan

meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel mengalir

keluar dan terjadi dehidrasi. Krioprotekan yang umum digunakan adalah DMSO,

gliserol, PEG, sorbitol, dan manitol. Senyawa dalam krioprotektan dapat dipisah

menjadi dua, yaitu senyawa yang dapat masuk ke dalam sel (permeating agent)

seperti DMSO, gliserol (pada suhu tertentu) dan yang tidak dapat masuk ke dalam

sel (non permeating agent) seperti sukrosa dan gula alkohol (manitol, sorbitol)

(Ika, 2003).

Selama pembekuan dan pelelehan, sel dapat mengalami kerusakan sebagai

akibat dari (1) eksposur bahan pada suhu rendah, (2) formasi kristal es, (3) sel

terdehidrasi, dan (4) formasi radikal bebas. Eksposur pada suhu rendah dapat

menyebabkan inaktivasi protein yang sensitif terhadap suhu dingin. Sebagian

Page 7: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

6

besar formasi es intraseluler bersifat letal dan pada dasarnya sel dapat mentolelir

formasi es ekstraseluler. Namun demikian, formasi es ekstraseluler juga dapat

merusak sel karena daya mekanis dari kristal es yang tumbuh, gaya adesi kristal es

terhadap membran, interaksi elektris yang disebabkan oleh perbedaan solubilitas

ion pada fase es dan cair, formasi gelembung udara intraseluler, luka khemis yang

berhubungan dengan peroksidase lipid dan perubahan pH pada lokasi tertentu

(Ika , 2003).

Sel yang terdehidrasi terlalu kuat dapat mengalami plasmolisis yang kuat

pula sehingga berakibat terhadap perubahan pH, interaksi mikromolekuler, dan

peningkatan konsentrasi zat elektrolit. Pada saat pelelehan, kontraksi osmotik

dapat menyebabkan endositotik vesikulasi irreversibel yang mengakibatkan sel

lisis karena bahan membran yang baru tidak mampu memfasilitasi deplasmolisis

(Ika, 2003).

2.5 Faktor-Faktor yang Dapat Merusak Spermatozoa Selama Pemyimpanan

Kejadian yang dapat merusak dan menurunkan viabilitas spermatozoa

selama proses penyimpanan dan pembawa materi genetik ternak (sel gamet)

dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (cold shock) dan pembentukan

krista-kristal es. Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara

mendadak dibawah suhu 0°C. berkaitan erat dengan fase pemisahan dan

penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dan membran bioligik sel hidup

(Sinha et al, 1992).

Pengaruh kejutan dingin terhadap pembawa materi genetik ternak dapat

dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur (oosit). Pada sel spermatozoa, kejutan

dingin menyebabkan terjadi penurunan motilitas, pelepasan enzim pada akrosom,

perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid (fosfolipid

dan kolestrol) yang berperan untuk mempertahankan integritas struktural-

membran plasma (Upreti et al, 1996).

Pembentukan kristal-kristal es berkaitan erat dengan perubahan tekanan

osmotik dalam fraksi yang tidak beku (Watson, 2000). Pengaruh pembentukan

kristal-kristal es terhadap pembawa materi genetik ternak selama proses

Page 8: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

7

kriopreservasi dapat dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur. Pada sel

spermatozoa dapat menyebabkan penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa,

peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke ekstraseluler dan kerusakan

pada organel-organel sel, seperti mitokondria dan lisosom (Suprianata dan

Pasaribu, 1992). Apabila mitokondria rusak dan rantai oksidasi putus akan

mengakibatkan spermatozoa berhenti bergerak karena tidak ada pasokan energi

dari organel mitokondria. Sumber energi mitokondria berperan untuk menggertak

mikrotubul sehingga terjadi pergesekan diantara mikrotubul sehingga

spermatozoa dapat bergerak secara bebas (motil).

2.6 Aspek-Aspek Praktis dari Kriopreservasi Semen

Pemrosesan semen pada kriopreservasi telah dijelaskan sebelumnya. Semen

dikemas dalam straw (0,25 dan 0,5 ml) untuk pembekuan dan penyimpanan, atau

dibekukan sebagai pelet pada depresi dangkal es kering. Straw dibekukan dalam

fase uap diatas nitrogen cair atau pada mesin pembeku dengan laju terkontrol.

Spermatozoa dikemas dalam bentuk straw 0,2 ml atau sekitar 10 – 15 juta sel

spermatozoa yang diinseminasikan langsung dari straw sesudah pencairan.

Sedangkan semen babi dapat dibekukan pada kuantitas yang lebih besar dengan

volume 200 µl pada tabung 10 – 15 ml spermatozoa untuk satu kali inseminasi.

Hewan ternak seperti biri-biri, rusa dan hewan ruminansia eksotik lainnya

dapat menggunakan pipet khusus inseminasi laparoskopis yang telah

dikembangkan dengan ukuran straw 0,25 ml dan jumlah sperma lebih rendah dari

metode inseminasi secara trans servikal. Inseminasi dapat dilakukan setelah

proses pencairan dalam waktu beberapa detik dengan menggunakan pipet trans

servikal. Cara yang lebih mudah untuk mencairkan sampel semen dengan

mengurangi konsentrasi simultan krioprotektan yang dapat memberikan

keunggulan secara cepat dan jelas setelah proses pencairan basah dengan

menuangkan pelet ke dalam larutan khusus. Pencairan straw biasanya dilakukan

dengan pencelupan dalam bak air hangat dengan suhu optimum dan kombinasi

waktu dapat digunakan dalam penelitan ini dengan pencairan pada suhu

maksimum (60-70°C). Teknik pencairan dengan laju penghangatan yang lebih

Page 9: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

8

cepat dan dapat menghasilkan kualitas sperma yang. Penyimpanan volume sel

lebih besar dapat menyebabkan membran pecah (Suyadi et al, 2004). Supriatna

(1992) menyatakan bahwa periode pendinginan dan pembekuan dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup sperma dan meningkatkan fertilitas

spermatozoa. Volume pembekuan yang lebih besar seperti maxi-straw atau

kantung plastik dapat mempengaruhi kebutuhan dan pengembangan sistem

control suhu yang lebih selektif.

2.7 Kelebihan dan kekurangan

Setiap teknik penyimpanan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada

penyimpanan in vitro jangka pendek dan jangka menengah diperlukan tindakan

subkultur yang berulang-ulang sehingga kurang efisien dalam hal waktu, tenaga,

ruangan, dan biaya. Tindakan tersebut juga dapat menyebabkan kultur mengalami

kontaminasi dan kehilangan vigoritas dan berpeluang terjadinya perubahan

genetik akibat penggunaan zat penghambat tumbuh dalam jangka waktu yang

relatif lama (Ika, 2003).

Dengan teknik kriopreservasi, kekurangan dari metode penyimpanan in

vitro tersebut dapat ditekan seminimal mungkin karena bahan disimpan dalam

ruangan bersuhu sangat rendah. Pada suhu yang sangat rendah, sel-sel tidak

mempunyai aktivitas metabolik dengan viabilitas yang tetap terpelihara sehingga

bahan dapat disimpan dalam jangka waktu yang sangat lama tanpa memerlukan

tindakan subkultur yang berulang-ulang. Keuntungan lain dari kriopreservasi sel

spermatozoa ialah sel spermatozoa dapat disimpan dalam waktu yang tidak

terbatas dan dapat digunakan kapan saja bila diperlukan (Ika, 2003)

Page 10: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

9

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:

a) Teknologi kriopreservasi adalah salah satu usaha untuk

mempertahankan plasma nutfah dari organisme yang ada atau yang

hampir punah.

b) Prinsip utama dari kriopreservasi adalah pembekuan oosit atau embrio

untuk selanjutnya dicairkan (thawing) kembali jika akan dipakai.

c) Teknik kriopreservasi lebih menguntungkan dilihat dari sisi ketahanan

sel daripada teknik in vitro lain.

Page 11: KRIOPRESERVASI (PEMBEKUAN)

10

DAFTAR PUSTAKA

Ika, R. T., I. Mariska. 2003. Pemanfaatan Teknik Kriopreservasi dalam

Penyimpanan Plasma Nutfah Tanaman. Bogor : Balai Penelitian

Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Porcu. E. 2001. Oocyte cryopreservation. In Textbook of Assested Reproductive

Techniques Laboratory and Clinical Perspectives. United Kingdom : Martin

Dunitz Ltd. : 233-241

Sinha, S., B.C. Deka, M.K. Tamulu, and B.N. Borgohain. 1992. Effect of

equilibration period and glycerol level in Tris extender on quality of frozen

goat semen. Indian Vet. J. 69: 1107-1110.

Suprianata, I. dan F.H. Pasaribu. 1992. In Vitro Fertization, Transfer Embrio dan

Pembekuan Embrio. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung : Angkasa.

Upreti, G.C., S.R. Payne, D.M. Duganzich, J.E. Oliver, and J.F. Smith. 1996.

Enzyme leakage during cryopreservation of ram spermatozoa. Anim. Reprod.

Sci. 41:27-36.

Watson, P.F. 2000. The Causes of reduced fertility with cryopreserved semen.

Anim. Reprod. Sci.