Kosongnya Kampus Kita

1
KOMPAS, Rubrr, 30 oktober 2013 Kosongnyo Kampus Kitq Oleh AGUS SUWIGNYO ampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia bela- kangan ini kosong kalena eksodus dosen-dosen da- lam tiga gelombang. Pertama dosen-dosen itu ber- el<sodus dari profesi kedosenan. Banyak dosen berpindah menjadi pengurus partai politik atau pe- jabat pada birokrasi pemerintah. Meskipun adabanyak dosen cum politisibirolcat itu al*rirnya ber- labuh di penjara karena:korupsi hasrat untuk hijrah ke pusaran kekuasaan terus meluas. Seorang rekan dosen yang baru menjadi doktor berierita, ia ingin menjadi politisi lewat Pemilu 2074. . Kedua, eksodus dosen dari ni- at dan orientasi kehidupan inte- Iekfual. Sebagian dosen yang tetap di kampus umumnya tak Iagi berniat menjadi intelektual tetapi pejabat struktural kainpus. Orientasinya bukan lagi karya pe- nelitia4 publikasi ilmiah, dan pe. lay,anan bermutu kepada mqha- sisw4 melainkah posisi mana- jerial. HaI itu tergambarkan dalam pertanyaan, l'Setelah lulus S-3 jadi apa?" Seolah-olah seorang dol<tor harus menduduJ<i posisi strul$ural di kampus. Kehausan akan kekuasaan terpanca-r sama gamblangnya pada kelompok do- ' sen yang beralih profesi menjadi politisi.partai atau pejabat pe- merintah. Seperti kolegarrya yang telah hijrah ke pemerintahan, saat ini satu demi satu akademisi cum politisi kampus, yakni rektor dan mantan rektor atau pejabat per- guruan tinggi serta grrru besar, sqdang diadili dengan dugaan tin- dak pidana korupsi (t{ompas 25 / 9 /2O!S). Meskipun demikian, posisi strukfural seperti dekan dan rektor tetap diperebut[an. Ketig4 eksodus dosen dari profll dan watak kecendekiawan- an. Mereka umufirnya semakin tidak menunjukkan gereget kerja akademik yang menginspirasi. Sebagian menjalani profesi ke- dosenan sebagai business as usual dengan menjadikan tuntutan ad- ministratif karier (kepangkatan, sertifikasi, lembar kinerja) seba- gai acuan produlctivitas tertinggi dan satu-satunya. Profil kecendekiawanan te- redr:l<si menjadi sebatas terpe- nuhinya tuntutan administrasi karier, yang memang berdampak pada penghasilan dosen. Dalam kontel<s ini, lenyapnya watak ke- cendekiawanan sebagaimana te- cermin dalam pelanggaran etika akadernilg misalnya plagiarisme, adalah akibat, bu.kan sebab, dari merosotnya mutu proiesionalitas doden sebagai akademisi. Delegitimasi Gelombang eksodus dosen menegdskan bahwa pendidikan tinggi kita sedang menghadapi problem delegitimasi parah. Di tengah lemahnya legasi intelek- b:oJ (Ko mp as, 19 / 9 / 2OtB) .dan le - nyapnya ruh perguruan tinggi (Kompas, 17/9/2013), indikasi praktik korupsi oleh insan-insan akademisi menunjukkan bahwa institusi publik mana pun rentan oleh pralctik-praktik penyalahgu- naan wewenang dan anggaran. Selain itu, jelaslah bahwa pe- nyebab brain-drain tenaga ter- didik Indonesia bukan melulu dampak negerlnegeri tetangga merekrut dosen-dosen terbaik kit4 melainkan juga menguatnya syahwat akan kekuasaan para akademisi yang kehilangan jati diri intelektualnya. Delegitimasi pendidikan tinggi juga berarti bahwa kampus-kam- pus kita kosong dari nilai-nilai dan standar moral untuk rujuk- an. Gambaran tentang univer- sitas sebagai sumber terang k!- bajikan telah tertutupi aneka ka- sus etika dan pidana yang justru mengukuhkan pendidikan tinggi sebagai salah satu sumber imo. ralitas masyarakal Apalagr, sejumlah mantan do- sen cum narapidana korupsi de- ngan mudah kembali mengajar di kampus sebagai "orang hebat di bidangnya". Atau, dosen yang di- pecat karena kasus plagiarisme di suatu perguruan. tinggi dengan mudah diterima . di perguruan . tinggi lain. Tak perlu heranjika suatu saat nanti kampus-kampus di Indo- nesia akan berisi pengajar ber- profil "istimewa": mantan nara- pidana, plagiaris, politisi kampus, dan mantan pemangku kuasa ne- geri yang merujuk Sukardi Ri- naJot (l{ompas, 8fiO/ 2Or3), "pin- tar ttltapi tidak terpelajat''. Kasus-kasus hukum pada se- junlah pejabat strirktural kam- pus tampaknya belum mengubah .cara pandang sivitas akademika tentang karakter kehidupan dan kepemimpinan kampus yang se- harusnya. Semangat melayaai dalam kesetaraan dan subsidi- aritas @rimus inter pares) yang menjadi ciri keutamaan pendi- dikan universiter digeser oleh se- mangat saling menguasai. Prin- sip-prinsip kolegialitas dalam ke- hidupan kanrpus telah lenyap. Asketisme Kampus kosong adalah feno- mena pergeseran "nilai asketis- me intelektual", yaitu etos kerja akademik yang menunfut kete- kunan dan kesetiaan dalam pen. carian kebenaran ilmiah. Menja- di asketis secara inteleklual ber- arti menapaki alam pikir sunyi, jauh dari gegap gempita apresiasi publik dan kekuasaan poiitik Pergeseran nilai-nilai asketis ditandai migrasi akademisi dari elite fungsional menjadi elite po- litik Nilai-nilai asketisme ber- geser maknanya karena tekanan ekosistem sosiaL. Nilai-nilai as- ketis suatu generasi, nieskipun dapat dibandingkan, tidak dapat diukur dengan tolok nilai serupa karena setiap zarrian punya stan- dar dan moralitasnya sendiri, Dengan pemahaman tersebu! fenomena kampus kosong sebe- narnya bukan persoalan indivi- dual dosen. Ia persoa.lan kolektif dan sistemik, yang bersum-ber pada ketidaksesuaian perubahan cepat pranata sosial (misal me- nyangkut transparansi pengelo- Iaan peigrruan tinggf, dengan perubahan karakter kolektif ma- nusia yang lambal Untuk menghentikaa fenome- na kosongnya kampus, perlu upa- ya sistemis melalui kebijakan hu- Iu hilir yang integral dan bersifat ngemong. bukan sekadar meng- . hakimi. AGUS SUWIGNYO Pedagog Cum Sejarawan Pendidikan Fakultas llmu Budaya UGM

Transcript of Kosongnya Kampus Kita

KOMPAS, Rubrr, 30 oktober 2013

Kosongnyo Kampus KitqOleh AGUS SUWIGNYO

ampus-kampusperguruan tinggidi Indonesia bela-

kangan ini kosong kalenaeksodus dosen-dosen da-lam tiga gelombang.

Pertama dosen-dosen itu ber-el<sodus dari profesi kedosenan.Banyak dosen berpindah menjadipengurus partai politik atau pe-jabat pada birokrasi pemerintah.Meskipun adabanyak dosen cumpolitisibirolcat itu al*rirnya ber-labuh di penjara karena:korupsihasrat untuk hijrah ke pusarankekuasaan terus meluas. Seorangrekan dosen yang baru menjadidoktor berierita, ia ingin menjadipolitisi lewat Pemilu 2074. .

Kedua, eksodus dosen dari ni-at dan orientasi kehidupan inte-Iekfual. Sebagian dosen yangtetap di kampus umumnya takIagi berniat menjadi intelektualtetapi pejabat struktural kainpus.Orientasinya bukan lagi karya pe-nelitia4 publikasi ilmiah, dan pe.lay,anan bermutu kepada mqha-sisw4 melainkah posisi mana-jerial.

HaI itu tergambarkan dalampertanyaan, l'Setelah lulus S-3jadi apa?" Seolah-olah seorangdol<tor harus menduduJ<i posisistrul$ural di kampus. Kehausanakan kekuasaan terpanca-r samagamblangnya pada kelompok do- '

sen yang beralih profesi menjadipolitisi.partai atau pejabat pe-merintah.

Seperti kolegarrya yang telahhijrah ke pemerintahan, saat inisatu demi satu akademisi cumpolitisi kampus, yakni rektor danmantan rektor atau pejabat per-

guruan tinggi serta grrru besar,sqdang diadili dengan dugaan tin-dak pidana korupsi (t{ompas25 / 9 /2O!S). Meskipun demikian,posisi strukfural seperti dekandan rektor tetap diperebut[an.

Ketig4 eksodus dosen dariprofll dan watak kecendekiawan-an. Mereka umufirnya semakintidak menunjukkan gereget kerjaakademik yang menginspirasi.Sebagian menjalani profesi ke-dosenan sebagai business as usualdengan menjadikan tuntutan ad-ministratif karier (kepangkatan,sertifikasi, lembar kinerja) seba-gai acuan produlctivitas tertinggidan satu-satunya.

Profil kecendekiawanan te-redr:l<si menjadi sebatas terpe-nuhinya tuntutan administrasikarier, yang memang berdampakpada penghasilan dosen. Dalamkontel<s ini, lenyapnya watak ke-cendekiawanan sebagaimana te-cermin dalam pelanggaran etikaakadernilg misalnya plagiarisme,adalah akibat, bu.kan sebab, darimerosotnya mutu proiesionalitasdoden sebagai akademisi.

DelegitimasiGelombang eksodus dosen

menegdskan bahwa pendidikantinggi kita sedang menghadapiproblem delegitimasi parah. Ditengah lemahnya legasi intelek-b:oJ (Ko mp as, 19 / 9 / 2OtB) .dan le -nyapnya ruh perguruan tinggi(Kompas, 17/9/2013), indikasipraktik korupsi oleh insan-insanakademisi menunjukkan bahwainstitusi publik mana pun rentanoleh pralctik-praktik penyalahgu-naan wewenang dan anggaran.

Selain itu, jelaslah bahwa pe-nyebab brain-drain tenaga ter-

didik Indonesia bukan meluludampak negerlnegeri tetanggamerekrut dosen-dosen terbaikkit4 melainkan juga menguatnyasyahwat akan kekuasaan paraakademisi yang kehilangan jatidiri intelektualnya.

Delegitimasi pendidikan tinggijuga berarti bahwa kampus-kam-pus kita kosong dari nilai-nilaidan standar moral untuk rujuk-an. Gambaran tentang univer-sitas sebagai sumber terang k!-bajikan telah tertutupi aneka ka-sus etika dan pidana yang justrumengukuhkan pendidikan tinggisebagai salah satu sumber imo.ralitas masyarakal

Apalagr, sejumlah mantan do-sen cum narapidana korupsi de-ngan mudah kembali mengajar dikampus sebagai "orang hebat dibidangnya". Atau, dosen yang di-pecat karena kasus plagiarisme disuatu perguruan. tinggi denganmudah diterima . di perguruan

. tinggi lain.Tak perlu heranjika suatu saat

nanti kampus-kampus di Indo-nesia akan berisi pengajar ber-profil "istimewa": mantan nara-pidana, plagiaris, politisi kampus,dan mantan pemangku kuasa ne-geri yang merujuk Sukardi Ri-naJot (l{ompas, 8fiO/ 2Or3), "pin-tar ttltapi tidak terpelajat''.

Kasus-kasus hukum pada se-junlah pejabat strirktural kam-pus tampaknya belum mengubah.cara pandang sivitas akademikatentang karakter kehidupan dankepemimpinan kampus yang se-harusnya. Semangat melayaaidalam kesetaraan dan subsidi-aritas @rimus inter pares) yangmenjadi ciri keutamaan pendi-dikan universiter digeser oleh se-

mangat saling menguasai. Prin-sip-prinsip kolegialitas dalam ke-hidupan kanrpus telah lenyap.

AsketismeKampus kosong adalah feno-

mena pergeseran "nilai asketis-me intelektual", yaitu etos kerjaakademik yang menunfut kete-kunan dan kesetiaan dalam pen.carian kebenaran ilmiah. Menja-di asketis secara inteleklual ber-arti menapaki alam pikir sunyi,jauh dari gegap gempita apresiasipublik dan kekuasaan poiitik

Pergeseran nilai-nilai asketisditandai migrasi akademisi darielite fungsional menjadi elite po-litik Nilai-nilai asketisme ber-geser maknanya karena tekananekosistem sosiaL. Nilai-nilai as-ketis suatu generasi, nieskipundapat dibandingkan, tidak dapatdiukur dengan tolok nilai serupakarena setiap zarrian punya stan-dar dan moralitasnya sendiri,

Dengan pemahaman tersebu!fenomena kampus kosong sebe-narnya bukan persoalan indivi-dual dosen. Ia persoa.lan kolektifdan sistemik, yang bersum-berpada ketidaksesuaian perubahancepat pranata sosial (misal me-nyangkut transparansi pengelo-Iaan peigrruan tinggf, denganperubahan karakter kolektif ma-nusia yang lambal

Untuk menghentikaa fenome-na kosongnya kampus, perlu upa-ya sistemis melalui kebijakan hu-Iu hilir yang integral dan bersifatngemong. bukan sekadar meng-

. hakimi.AGUS SUWIGNYO

Pedagog Cum SejarawanPendidikan Fakultas llmu

Budaya UGM