Korupsi

20
MUAMALAH “KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM” Oleh: Andhika DwiCahya [1001145010] Meidika Dara Rizki [1001145058] FKIP BIOLOGI 6B

description

Korupsi dalam Pandangan Islam

Transcript of Korupsi

Page 1: Korupsi

MUAMALAH

“KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM”

Oleh:

Andhika DwiCahya [1001145010]

Meidika Dara Rizki [1001145058]

FKIP BIOLOGI 6B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2013

Page 2: Korupsi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah Muamalah

yang berjudul “Korupsi Dalam Pandangan Islam” ini tepat pada waktunya.

Dan tidak lupa kita curahkan salawat dan salam kepada nabi besar

junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Muamalah, yang dalam pengerjaanya telah banyak mendapat bantuan

dari berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan kakak tercinta, yang selalu memberikan dukungan

baik dalam bentuk moral maupun moril,

2. Bapak Burhanuddin Yusuf, selaku dosen mata kuliah Muamalah yang

telah membantu penulis dalam memberi arahan dan penjelasan dalam

mata kuliah ini,

3. Dan teman–teman Biologi 6B yang membantu penulis menyelesaikan

makalah ini.

Penulis sadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat

kejanggalan dan kekurangan baik dalam segi penulisan maupun

penempatan kata-kata, untuk itu penulis mohon masukan yang sifatnya

membangun agar bisa memperbaiki penulisan – penulisan makalah yang

akan datang.

Jakarta, 03 April 2013

Penulis

Korupsi dalam Pandangan Islam | i

Page 3: Korupsi

A. Pengertian Korupsi

Dari segi bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio

atau corruptus yang berarti: merusak, tidak jujur, dapat disuap. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia korupsi diartikan sebagai

penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan

sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Jeremy Pope

mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan

kekuasaan/kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Dalam buku Fikih

Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah, Azyumardi Azra,

mengutip pendapat Leiken, mengatakan bahwa korupsi adalah

penggunaan kekuasaan publik (public power) untuk mendapatkan

keuntungan (material) pribadi atau kemanfaatan politik. Sayyed Husein

Alatas menyebut korupsi sebagai “abuse of trust in the interest of

private gain” (penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi).

Berikut ini beberapa istilah yang mengandung unsur-unsur korupsi:

1. Ghulul, yang dapat dimaknai sebagai: “akhdzu asy-syai wa

dassahu fi mata’ihi” (mengambil sesuatu dan menyembunyikannya

dalam hartanya). Makna ghulul ini ada beberapa bentuk antara lain

komisi dan hadiah. Komisi adalah tindakan seseorang yang

mengambil sesuatu/penghasilan di luar gajinya yang telah

ditetapkan. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: “Siapa

saja yang telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan

kemudian aku berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar

gajinya adalah korupsi (ghulul).” (HR. Abu Daud). Sedangkan

hadiah adalah orang yang mendapatkan hadiah karena jabatan

yang melekat pada dirinya. Ini sesuai dengan hadits Nabi

Muhammad SAW: “Hadiah yang diterima para pejabat adalah

penggelapan (korupsi)”. (HR. Ahmad).

2. Risywah. Secara bahasa risywah berasal dari kata rasya-yarsyu-

risywatan yang bermakna al-ju’l yang berarti upah, hadiah,

pemberian atau komisi. Sedangkan secara terminologis adalah

Korupsi dalam Pandangan Islam | 1

Page 4: Korupsi

tindakan memberikan harta dan yang semisalnya untuk

membatalkan hak milik pihak lain atau mendapatkan atas hak milik

pihak lain. Ada juga yang mendefinisikan sebagai sesuatu yang

diberikan seseorang kepada hakim atau yang lainnya agar orang

tersebut mendapatkan kepastian hukum atau sesuatu yang

diinginkannya.

3. Khianat (tidak menepati janji). Seperti tercantum dalam al-Qur’an

Surat Ali Imran ayat 27 yang artinya: “Wahai orang-orang yang

beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan

jangan pula kamu berkhianat terhadap amanah yang diberikan

kepadamu sedangkan kamu mengetahuinya.” Dalam konteks ini,

amanat dapat berbentuk amanat politik, ekonomi, sosial, dan lain-

lain.

4. Ghasab. Ghasab dapat diartikan sebagai mengambil sesuatu dari

tangan orang lain dengan jalan kekerasan. Ada juga ulama

berpendapat bahwa ghasab adalah menghilangkan kekuasaan

orang yang berhak (pemilik) dengan menetapkan kekuasaan orang

yang berbuat batil secara terang-terangan, tidak secara rahasia,

pada harta yang berharga dan dapat dipindahkan. Sebagaimana

tercantum dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi: 79 yang artinya: “Adapun

bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di

laut, dan aku bertujuan merusak bahtera itu, karena di hadapan

mereka ada raja yang merampas tiap-tiap bahtera”.

5. Saraqah, yaitu tindakan mengambil harta pihak lain secara

sembunyi-sembunyi tanpa ada pemberian amanat atasnya.

Kejahatan ini disinggung dalam al-Qur’an: “Laki-laki dan

perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai

balasan bagi keduanya dan siksaan dari Allah. Sesungguhnya Allah

Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” (QS. Al-Maidah [5]: 38).

6. Intikhab, yaitu akhdzu syai mughalabatah (merampas atau

menjambret). Dan ikhtilash (qatfu syai jiharan bihadhrat shahibihi fi

Korupsi dalam Pandangan Islam | 2

Page 5: Korupsi

ghaflah minhu wal harab bih: mencopet atau mengutil). Dua konsep

ini bisa dihubungkan dengan korupsi dilihat dari hakikatnya sebagai

pemindahan harta secara melawan hukum.

Dengan demikian, korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan,

jabatan, kepercayaan atau amanah yang dilakukan secara individual

maupun kolektif dengan cara melawan hukum untuk memperoleh

keuntungan individu dan atau kelompok yang dapat merugikan pihak

lain baik masyarakat (swasta) atau negara.

B. Sebab Terjadinya Korupsi

Faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi ada dua, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada

dalam diri pelaku yang mendapatkan amanah yang mendorongnya

melakukan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan pribadi atau

kelompok tertentu, misalnya sifat rakus, iri kepada orang lain, terbentur

kebutuhan mendesak. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang

ada di luar diri pelaku, dapat berupa sistem pemerintahan atau

kepemimpinan yang tidak seimbang sehingga dapat memberikan

kesempatan pada pemegang amanah untuk melakukan korupsi,

misalnya karena lemahnya pengawasan, penegakkan hukum yang

lemah, penegak hukum yang mudah disuap, dan lain-lain.

Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) dalam bukunya, “Strategi Pemberantasan Korupsi”, korupsi

disebabkan antara lain:

1. Aspek individu pelaku, meliputi:

a. Sifat tamak manusia.

b. Moral yang kurang kuat.

c. Penghasilan yang kurang mencukupi

d. Kebutuhan hidup yang mendesak.

e. Gaya hidup yang konsumtif.

f. Malas atau tidak mau kerja.

Korupsi dalam Pandangan Islam | 3

Page 6: Korupsi

g. Ajaran agama yang kurang diterapkan.

2. Aspek organisasi, meliputi:

a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan.

b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar.

c. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang

kurang memadai.

d. Kelemahan sistem pengendalian manajemen.

e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi.

3. Aspek tempat individu dan organisasi berada, meliputi:

a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.

b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi.

c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.

d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah

dan diberantas bila masyarakat ikut aktif.

e. Aspek peraturan perundang-undangan.

C. Bentuk-Bentuk Korupsi

Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations

Office on Drugs and Crime (2004) mencatat ada beberapa jenis dan

bentuk korupsi beserta cara operasinya, yaitu:

1. Korupsi besar dan korupsi kecil (dilihat dari besar kecilnya jumlah

uang yang dikorupsi atau tingkatan yang melakukan).

2. Korupsi aktif (berkaitan dengan penawaran atau pembayaran suap)

dan korupsi tidak aktif (berkaitan dengan penerimaan suap).

3. Suap dalam berbagai bentuk dan tujuan, misalnya: influence pedding

(menjual pengaruh) – pejabat publik atau politik atau orang dalam

pemerintah menjual previleges (keistimewaan) yang dimiliki atas

status mereka yang tidak dimiliki oleh orang luar, misalnya akses

kepada aatau pengaruh terhadap pengambilan keputusan

pemerintah; suap dalam bentuk menawarkan atau menerima hadiah,

pemberian, atau komisi; suap untuk menghindari utang atas pajak

Korupsi dalam Pandangan Islam | 4

Page 7: Korupsi

atau biaya lain; suap dalam mendukung kecurangan ; suap untuk

menghindari tuntutan kriminal; suap dalam mendukung persaingan

yang tidak sehat, suap sektor swasta, misalnya, pada kasus kredit

macet di bank; suap untuk mendapatkan informasi rahasia.

4. Penggelapan, pencurian, dan kecurangan yang dilakukan di tempat

kerja.

5. Pemerasan terhadap calon pegawai (pejabat) untuk memuluskan

jalan atau karir.

6. Penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan-tujuan yang menyimpang

dari kepentingan umum dan merugikan masyarakat luas.

7. Favoritisme (mengunggulkan seseorang atau sebuah perusahaan

untuk kepentingan terselubung), nepotisme (memenangkan

seseorang atau institusi karena hubungan kekerabatan tertentu dan

melanggar prinsip–prinsip umum), dan klientisme (memihak kepada

seseorang atau institusi yang pernah menyumbang atau berutang

budi tertentu dengan mengabaikan aturan-aturan yang benar dan

sah).

8. Membuat atau mengeksploitasi kepentingan yang saling

bertentangan.

9. Kontribusi (dukungan atau sumbangan) politik yang berlebihan dan

tidak tepat.

D. Dampak Korupsi dari Beberapa Aspek

Dari aspek birokrasi, korupsi mengakibatkan kesenjangan

pendapatan antar pegawai rendahan dengan pegawai elite. Pegawai

elite atau pejabat di birokrasi yang melakukan korupsi politik dengan

para politisi di legislatif ‘kongkalikong’ dalam menentukan pendapatan

mereka, sementara pendapatan pegawai rendahan sering diabaikan.

Masih dalam aspek ini, birokrasi yang korup akan mengakibatkan

proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan

tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mengganggu

Korupsi dalam Pandangan Islam | 5

Page 8: Korupsi

pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini, misalnya tampak pada

sarana pendidikan yang baru berusia beberapa tahun roboh atau

sarana irigasi yang dibangun, padahal masyarakat tidak

membutuhkannya.

Dari aspek hukum, korupsi akan menyebabkan rusaknya sistem

hukum, baik karena tidak ditegakkannya hukum, maupun hukum

ditegakkan tapi tidak ditegakkan dengan adil. Dalam konteks ini

misalnya, orang yang miskin biasanya tak berdaya di depan hukum.

Sedangkan orang yang kaya dapat menyewa pengacara untuk

membela perkaranya yang terkadang, meskipun memang di korupsi,

tapi tak jarang bisa lepas dari jeratan hukum.

Dari aspek moral, korupsi menyebabkan rusaknya moral

masyarakat. Korupsi telah merubah cara pandang masyarakat tentang

hidup, yang pada mulanya berbuat dengan ketulusan, tanpa pamrih,

menjadi penuh motif dan pamrih. Yang tadinya menganggap harta

sebagai sarana hidup, kini menjadi tujuan hidup. Mentalitas masyarakat

berubah drastis menjadi bermental instan, matrealistis, penjilat, penipu,

dan lain-lain.

E. Ancaman Al-Qur’an dan As Sunnah Pada Pelaku Korupsi

"Barangsiapa yang berkhianat (korupsi) dalam urusan harta rampasan perang, maka

pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianati itu." (Ali Imran: 161)

"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu

kepada para hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda

Korupsi dalam Pandangan Islam | 6

Page 9: Korupsi

orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahuinya.” (Al Baqarah:

188).

Ayat diatas jelas jelas melarang kita untuk mengambil harta orang

lain dengan cara-cara yang tidak benar. Dan "larangan" dalam

pengertian aslinya bermakna "haram". Dan keharaman ini menjadi lebih

jelas, ketika Allah menggunakan lafadh “bil itsmi” yang artinya "dosa".

Dari sini, jelas mengambil harta yang bukan miliknya termasuk

diantaranya korupsi adalah haram hukumnya, sama haramnya dengan

pekerjaan berzina, membunuh dan semacamnya.

"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat

kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki

mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu

kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar."

(QS. Al Maidah [5]: 33)

Korupsi dalam Pandangan Islam | 7

Page 10: Korupsi

“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai

siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al Maidah [5]:38).

Apabila disamping korupsi ternyata juga membunuh, maka harus

dibunuh dan jika sekedar korupsi paling tidak dipotong tangan

kanannya, kalau melakukan sekali lagi maka dipotong kaki sebelah kiri,

begitu seterusnya. Apabila dia tidak terlalu berat bobot korupsinya,

cukup diasingkan.

"Maka demi zat yang diri Muhammad di dalam gengamanNya,

tidaklah khianat korupsi salah seorang dari kalian atas sesuatu, kecuali

dia akan datang pada hari kiamat nanti dengan membawa di lehernya.

Kalau yang dikorupsi itu adalah unta, maka ia akan datang dengan

melenguh." (Riwayat Bukhari, lihat juga Riwayat Muslim).

“Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu

kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar

itu adalah harta ghulul.(korupsi).” (HR. Abu Daud)

Asy-Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil

haramnya bagi pekerja mengambil tambahan di luar imbalan (upah)

yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang

diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi). Dalam hadist riwayat

Bukhori dan Muslim disebutkan bahwa pelaku ghulul haram baginya

surga, walaupun barang yang dikorup senilai kayu siwâk (semacam

sikat gigi).

Rasulullah bersabda: "Janganlah melakukan ghulul, karena

sesungguhnya ghulul adalah api bagi pelakunya di dunia dan di

akhirat". HR. Ahmad.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang melakukan

ghulul walaupun hanya sekedar mantel, dianggap keluar dari koridor

iman, tidak berhak masuk surga justru akan disiksa di neraka.

Hadits-hadits tersebut di atas dengan jelas dan gamblang

menunjukkan bahwa pelaku korupsi itu bisa mengakibatkan dianggap

Korupsi dalam Pandangan Islam | 8

Page 11: Korupsi

keluar dari agama, pada saat yang sama bisa mengantarkan ke dalam

neraka. Sementara itu, hadits yang terakhir menunjukkan bahwa

pelakunya itu akan mendapatkan siksaan tidak hanya di dunia tapi juga

di akhirat.

F. Langkah Pemberantasan Korupsi

Dalam padangan Islam, penyelesaian perkara korupsi dapat

dilakukan dengan beberapa langkah, baik yang bersifat promotif,

preventif, maupun kuratif. Dalam konteks ini, promotif adalah upaya

kampanye yang intensif melalui jalur pendidikan kepada generasi muda

agar tidak ikut-ikutan korupsi, maupun kampanye kepada masyarakat

umum tentang bahaya dan dampak korupsi dari berbagai segi.

Preventif adalah upaya pencegahan dengan melakukan pengawasan

secara ketat terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya korupsi.

Tindakan ini dapat dilakukan oleh aparat maupun oleh masyarakat.

Sedangkan kuratif adalah tindakan pemberian hukuman yang sebagai

langkah penyembuhan pelaku korupsi dengan merujuk pada hukum

yang berlaku. Berikut ini beberapa hal yang disarankan untuk

menanggulangi korupsi:

1. Kampanye hidup sederhana. Bila kita lihat secara seksama,

sesungguhnya korupsi biasa dilakukan oleh orang yang sebenarnya

sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup. Namun, mereka lalai dan

kehilangan kesadaran diri, hingga tergoda oleh keadaan. Mereka

gagal memahami diri mereka sebagai manusia. Mereka melupakan

arti kehadirannya di dunia dan mengabaikan kehidupan setelah

dunia tiada. Dalam bahasa kini, sebagian masyarakat terjebak pada

paham materialisme yang mengagungkan harta benda. Dalam

konteks hidup sederhana ini, perlu adanya teladan dari pimpinan.

Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat,

termasuk pimpinannya. Maka Islam menetapkan kalau seseorang

memberi teladan yang baik, dia juga akan mendapatkan pahala dari

Korupsi dalam Pandangan Islam | 9

Page 12: Korupsi

orang yang meneladaninya. Sebaliknya kalau memberi teladan yang

buruk, dia juga akan mendapatkan dosa dari yang mengikutinya.

2. Rekrutmen sumber daya manusia berdasarkan profesionalitas dan

integritas, bukan berdasarkan kedekatan dan kekerabatan atau KKN.

Umar bin Khaththab pernah berkata,“Barangsiapa mempekerjakan

seseorang hanya karena faktor suka atau karena hubungan kerabat,

berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum

mukminin.”

3. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada

aparatnya. Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar,”Cukupilah

para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat.”

4. Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara.

Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa

adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah

kekufuran.” (HR. Ahmad).

Menurut Syahatah, terapi Islam dalam mengatasi kejahatan

korupsi bertumpu pada himpunan langkah persuasif, lebih tepatnya

menurut penulis bertumpu pada daya gempur yang merasuk pada

pendekatan moral-teologis dibarengi dengan kemauhan kuat dari

orang-orang yang telah melakukan tindak korupsi untuk melakukan

perubahan ekstrim dalam pemahamannya terhadap al-Qur’an sebagai

kitab petunjuk yang menuntun kepada jalan yang diridhai Allah SWT.

Terapi al-Qur’an dalam mengatasi kejahatan korupsi secara

moral-teologis dapat kita simpulkan sebagai berikut;

1. Pemahaman dan penumbuhan nilai-nilai keimanan, diantaranya

perasaan selalu diawasi oleh Allah.

2. Penanaman nilai moral bahwa bekerja adalah ibadah, kepercayaan,

tanggung jawab, kemuliaan, kehormatan, dan keluhuran yang pasti

diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah.

Korupsi dalam Pandangan Islam | 10

Page 13: Korupsi

3. Penguatan komitmen untuk berperilaku lurus dan benar. Dalam

implementasinya adalah dengan saling berlomba dalam kebajikan

dan taqwa.

4. Penerapan sistem reward and punishment yang bertumpu pada rasa

keadilan dan persamaan perlakuan tanpa ada perbedaan.

5. Melakukan penyuluhan agama dan himbauan moral kepada seluruh

pejabat dan pegawai agar selalu memegang teguh nilai keimanan,

moral, dan etika. Sebab semakin kuat berpegang pada pada moral

dan etika agama maka akan semakin berkurang kebobrokan sosial,

ekonomi, dan budaya.

6. Para elit dan pemimpin harus mengedepankan sikap dan tauladan

yang mulia agar bisa menjadi contoh, hal inilah yang menjadi

andalan Rasul dalam memimpin masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Azzahra, Zakiyah. 2011. Hukum Korupsi[Online]. Tersedia:

http://www.scribd.com/doc/47300997/Hukum-Korupsi. [01 Juni 2013]

Islami, Hayatul. 2012. Al-Qur’an Vs Korupsi (Melacak Perspektif al-Qur’an

Tentang Pemberantasan Korupsi)[Online]. Tersedia: http://el-

islami.blogspot.com/2012/06/al-quran-vs-korupsi-melacak-

perspektif.html. [01 Juni 2013]

Rasyid, Afni, dkk. 2013. Mu'amalah Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:

UHAMKA PRESS

Korupsi dalam Pandangan Islam | 11