KONSEP THARIQ AL-TA ALLUM SYAIKH AL-ZARNUJI (Studi...
-
Upload
duongthien -
Category
Documents
-
view
229 -
download
2
Transcript of KONSEP THARIQ AL-TA ALLUM SYAIKH AL-ZARNUJI (Studi...
KONSEP THARIQ AL-TA’ALLUM SYAIKH AL-ZARNUJI
(Studi Analisis Aspek Psikologis Peserta Didik)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
OLEH :
ACHMAD SUSMIYANTO
NIM. 1111011000027
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1437 H
LEMBAR PERSETUJUA1Y PEMBIMBING SKRIPSI
"KO|{SEP THA RI Q AL - TA', ALLU M SYAIKIT AL -ZARIYUJI"
(Studi Analisis Aspek Psikologis Peserta Didik)
Skripsi
Diajukan kepada Fakukas llmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.,
OLEH:
ACHMAD SUSMIYANTO
NrM. 11110110A0027
Menyetujui,
Pembimbing,
Dr.Akhmad Sodiq. M.As
NrP. 19710709 199803 1 001
JURI]SAI\ PENDIDIKAI\ AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAII DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
20r5M/r437H
LEMBAR PENGESAIIAN
Skripsi berjudul Konsep Thariq Al-Ta'allunr Syaikh Al-Zarnuji (Studi AnalisisAspek Psikologis Peserta Didik) disusun oleh Achmad Susmiyanto, NomorInduk Mahasiswa 1111011000A27, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telahdinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal2g Oktober 2At5 dihadapandewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Sl (S.Pd.I)
dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
lakarta,29 Oktober 2015
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua JurusanlProgram Studi)
Dr. Abdul Maiid Khon. M.Ae
NrP. 19580707 198703 1005
Sekretaris (S ekretaris Jurusan {Pro gram Studi)
Marhamah Saleh. Lc. MA
NIP. 19720313 200801 2 010
Penguji I
Dr. Sapiudin Shidiq. M.Ag
NIP. 19670328 200003 I 001
Penguji II
Drs. Ghufron Ihsan" MA
NIP. 19s30509 198103 1 006
Yhr
2?-c+ -4ct
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Slaipsi berjudul Konsep Thariq Al-Ta'allura Syaikh Al-Zarnuji (Studi Analisis
Aspek Psikologis Peserta Didik) disusun oleh Achmad Susmiyanto, NIM.
1111011000027, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan
pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkaa oleh fakultas.
Jakarta, 26 Oktober 2015
Yang Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
NIP. 19710709 199803 1 001
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndoresia
FORM (rR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
Tgl. Terbit : I Maret 2010
No. Relisi: : 0lHal rl1
SURAT PERNYATAAI\ KARYA SEhIDIRI
Saya yang bertanda tangan di
Nama
TempaVTgl.Lahir
NIM
Jurusan / Prodi
Judul Skripsi
Dosen Pembimbing
bawah ini,
: Achmad Susmiyanto
: lakarta,3O Juni 1993
:1111011000027
: Pendidikan Agama Islam
: Konsep Thariq Al-Ta'allum Syaikh Al-Zarnuji
(Studi Analisis Aspek Psikologis Peserta Didik)
: Dr. H. Akhmad Sodiq, M.Ag
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, Oktober 2015Mahasiswa Ybs.
Achmad SusmiyantoNrM. 1111011000017
ABSTRAK
Nama : Achmad Susmiyanto
NIM. : 1111011000027
Fakultas/Jurusan : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama
Islam
Judul : Konsep Thariq Al-Ta’allum Syaikh Al-Zarnuji
(Studi Analisis Aspek Psikologis Peserta Didik)
Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh
ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tersebut terdapat proses
yang disebut belajar. Karena belajar merupakan sebuah proses, maka didalamnya
terdapat beberapa hal yang mendukung agar proses tersebut menuai hasil yang
baik. Diantara hal yang mendukung terhasilnya proses belajar adalah metode
belajar atau tata cara belajar.
Metode belajar dalam dunia pendidikan kontemporer sangat variatif.
Berbagai macam metode belajar diciptakan dalam rangka agar proses belajar
dapat berjalan dengan baik dan menuai keberhasilan. Oleh karena itu, dewasa ini
metode belajar diciptakan dengan menimbang dan memperhatikan aspek-aspek
yang ada pada peserta didik, diantaranya aspek psikologis peserta didik.
Skripsi ini membahas tentang konsep Thariq al-Ta’allum Syaikh al-
Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim. Konsep tata cara belajar yang
dikemukakan oleh al-Zarnuji dalam kitabnya tersebut dianalisis terhadap
psikologis peserta didik. Tujuannya adalah untuk memaparkan metode atau tata
cara belajar dalam kitab Ta’lim karya al-Zarnuji dengan melalui pendekatan
psikologis, untuk mengetahui adanya relevansi konsep tata cara belajar al-Zarnuji
dengan pembelajaran kontemporer yang variatif saat ini.
Metode yang digunakan dalam pembahasan peneltian ini adalah metode
deskriptif yang ditunjang oleh data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
(library research). Dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library
research), dapat menelaah, mengkaji, dan mempelajari berbagai literatur yang erat
kaitannya dengan masalah yang dibahas.
Skripsi ini mengungkapkan bahwa dalam konsep tata cara belajar yang ada
dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya al-Zarnuji terdapat relevansi psikologis
yang meliputi aspek psikologis peserta didik diantaranya perhatian, motivasi,
minat dan bakat, intelegensi, sikap, dan ingatan. Selain itu juga ada relevansi
dengan teori belajar psikologi daya/mental, behaviorisme, kognitivisme dan
konstruktivisme.
Kata Kunci: Thariq Al-Ta’allum, Al-Zarnuji.
ABSTRACT
Name : Achmad Susmiyanto
NIM. : 1111011000027
Faculty/Major : Faculty of Tarbiya and Teacher’s Science /
Department of Education of Islamic Religion
Title : Concept Thariq Al-Ta’allum Syaikh Al-Zarnuji
(A Study of Analize About Student Psychology)
Education is one of way to gain knowledge. To gain that knowledge there
is a process that called studying. Because studying is process, so there are several
things to support so the process will gain a good result. Several things to support
studying process is studying method.
Studying method in contemporary education world is very variative. So
many studying method that have been create to gain a good result and gain
success. That’s why, studying method create with consideration and look at
several aspect that in the student, especially psychology of student.
This thesis is explain about Thariq al-Ta’allum Syaikh al-Zarnuji concept
in Ta’lim al-Muta’allim book. A concept that been proposed by al-Zarnuji that in
the book analize about student psychology . the purpose is to present studying
method in Ta’lim book by al-Zarnuji with psychology approach, to identify is
there any relevance between al-Zarnuji concept and contemporary concept.
Method that we use for this research is descriptive with data that could
gain from library research. With library research could examine, reviewing, and
studying from several literature that have connection with the problem.
This thesis reveal that studying method concept in Ta’lim al-Muta’allim
book by al-Zarnuji that have psychology relevance that include student
psychology aspect which attention, motivation, interest and talent, intelligence,
attitude, and memory. Beside that, there are relevant with mental psychology
studying theory, behaviorism, kognitivism, and constructivism.
Keyword: Thariq Al-Ta’allum, Al-Zarnuji.
i
KATA PENGANTAR
حيممحن الّربسم اهلل الّر
الحمد هلل رب العالمين. و الّصالة و الّسالم على رسول اهلل سّيدنا محّمد
ابن عبد اهلل صّلى اهلل عليه و سّلم، و على اله و صحابته و من تبع سنّته و
أما بعد ... .، من يوم هذا إلى يوم القيامةجماعتهSegala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan lahir batin kepada diri
penulis, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Konsep Thariq Al-Ta’allum Syaikh Al-Zarnuji (Studi Analisis Aspek
Psikologis Peserta Didik). Yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan lulus
pendidikan Perguruan Tinggi sekaligus untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S.Pd.I).
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah membawa umat manusia dari zaman
kebodohan menuju zaman pengetahuan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan,
dukungan, dan bantuan dari semua pihak. Oleh sebab itu, penulis dengan penuh
rendah hati dan ikhlas mengcapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A sebagai Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag sebagai Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Hj. Marhamah Saleh, Lc. M.A. sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
5. Bapak Dr. H. Akhmad Sodiq, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketulusan.
6. Bapak Dr. Faridal Arkam, M.Pd. sebagai Dosen Penasehat Akademik yang
telah memberikan nesehat-nasehatnya dan memberi semangat.
7. Segenap Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Dosen Jurusan
PAI/FITK yang telah mengajarkan dan memberikan berbagai ilmu
pengetahuan.
8. Kedua Orang Tua penulis tercinta Ayahanda (al-marhum wa al-maghfurlah)
Selamet bin Djaimin dan Ibunda Usniah, yang telah mendidik dan mengasuh
penulis dari kecil hingga sekarang dengan penuh kasih sayang dan perhatian
serta dengan senang hati membantu penulis baik secara moril maupun materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik tersayang Achmad Efriyansyah yang telah menemani hari-hari penulis
dirumah. (semoga skripsi ini dapat memotivasi dia).
10. Saudara-Saudara Penulis, Encang-Encing, Enyak, Babeh, Bule, Budhe, Om,
Umi, Bibi, Abang, Aa. Yang telah memberikan motivasi dan semangat
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
11. Para Kyai dan Ustadz yang telah mendoakan penulis sehingga bisa
menyelesaikan program kuliah di Perguruan Tinggi.
12. Sahabat-Sahabat PAI A 2011, Tim Futsal One Piece. Yang telah menemani
penulis selama kuliah.
13. Sahabat-Sahabat GEMMA (Generasi Muda Musholla Al-Amin), yang telah
memberikan motivasi, semangat dan menghibur ketika penulis jenuh dengan
skripsi ini.
14. Sahabat-Sahabat Santri Pondok Pesantren Al-Falah yang telah mendoakan
penulis untuk menyelasaikan skripsi ini.
15. Sahabat-Sahabat Bidik Misi 2011 yang telah memberikan semangat, inspirasi,
dan dorongan untuk penulis.
16. Pemerintah Indonesia dan Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah
yang memberikan kesempatan bagi penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi
untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi
iii
17. The Special One yang menjadi tempat mencurahkan rasa manis, galau,
gundah penulis selama pembuatan skripsi ini.
18. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih
atas semua dukungannya semoga Allah membalas semua kebaikan kalian.
Seiring dengan ucapan terima kasih, penulis mendoakan agar semua amal
dan kebaikan mereka dilipatgandakan dan mendapat keberkahan hidup, rizki dan
bahagia dunia akhirat, serta ilmu yang penulis dapatkan dari mereka yang berjasa
mendapatkan keberkahan serta dapat diamalkan. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin.
Dan apa yang ada serta tertulis dalam penulisan skripsi ini tidak akan lepas
dari kelemahan. Wa maa al-kamaal illaa lillaah (tiada kesempurnaan melainkan
hanya untuk Allah SWT).Oleh karena itu, penulis memohon maaf jika terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam karya ini, juga penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca tulisan ini. Dan saya sebagai
penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah proses akhir, tetapi
merupakan langkah awal untuk mencapai kesempurnaan. Akhirnya tiada kata lain
yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 21 Oktober 2015
Penulis,
Achmad Susmiyanto
NIM. 1111011000027
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
B. Identifikasi Masalah ...........................................................................
C. Pembatasan Masalah ..........................................................................
D. Perumusan Masalah ...........................................................................
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .........................................
1
5
5
6
6
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
A. Kajian Teori ....................................................................................... 8
1. Konsep Pembelajaran ....................................................................
a. Pengertian Konsep Pembelajaran ...........................................
b. Hakikat Belajar .......................................................................
c. Teori – Teori Belajar ..............................................................
d. Strategi Pembelajaran .............................................................
e. Pendekatan Pembelajaran .......................................................
f. Model Pembelajaran ...............................................................
g. Metode Pembelajaran .............................................................
2. Aspek Psikologis ...........................................................................
a. Intelegensi ..............................................................................
b. Perhatian .................................................................................
c. Minat dan Bakat .....................................................................
d. Motivasi ..................................................................................
e. Pengamatan ............................................................................
8
8
9
11
22
27
32
35
40
40
41
41
41
42
v
f. Ingatan ....................................................................................
g. Berpikir dan Daya Nalar ........................................................
h. Sikap Peserta Didik ................................................................
3. Peserta Didik .................................................................................
4. Tinjauan Kitab Ta’lim al-Muta’allim ............................................
a. Riwayat Singkat Pengarang ...................................................
b. Latar Belakang Penyusunan Kitab .........................................
c. Kandungan Isi Kitab...............................................................
d. Tinjauan Tata Cara Belajar Ta’lim al-Muta’allim .................
42
42
43
43
45
45
45
46
47
B. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian .......................................................................
B. Sumber Data .....................................................................................
C. Metode Pengumpulan Data ...............................................................
D. Teknik Analisis Data ........................................................................
52
53
53
54
BAB IV PEMBAHASAN
A. Syaikh al-Zarnuji dan Karya Monumentalnya “Ta’lim al-
Muta’allim” .......................................................................................
B. Konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji ..............................................
C. Konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji dan Relevansi Psikologisnya
Terhadap Konsep Pembelajaran Kontemporer ..................................
1. Aspek Etika .................................................................................
a. Niat (an-Niyah) yang Tulus .................................................
b. Bersungguh-Sungguh (al-Jidd) ............................................
c. Tawakal ................................................................................
d. Wara’ ...................................................................................
e. Sikap Penghormatan terhadap Ilmu dan Guru .....................
f. Bermusyawarah ...................................................................
2. Aspek Teknik – Praktik ..............................................................
a. Pemilihan Bidang Studi (Mata Pelajaran) ...........................
b. Kualitas dan Kuantitas Pelajaran .........................................
56
62
66
67
68
73
78
79
81
85
87
88
90
vi
c. Metode Belajar .....................................................................
d. Tahap Akhir Belajar .............................................................
94
107
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Implikasi ............................................................................................
C. Saran ..................................................................................................
109
110
111
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 112
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kegiatan yang mengandung proses. Salah satu
proses yang menentukan keberhasilan pendidikan adalah proses belajar. Dalam
kegiatan belajar juga terdapat proses dan perangkat yang mendukung untuk
kegiatan pendidikan. Menurut Muhibbin Syah, “Pendidikan dalam pengertian
yang agak luas dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode
tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara
bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan”.1 Dengan demikian guru dan peserta
didik harus mempertimbangkan cara atau metode, strategi, media, pendekatan,
dan lain sebagainya agar proses pendidikan berhasil dengan baik. Terlebih pada
zaman modern seperti sekarang ini yang ditandai kemajuan sains dan teknologi,
tentunya mengajar dan belajar juga harus mengikuti perkembangan dan tuntutan
zaman tersebut.
Salah satu yang menjadi pertimbangan dalam melakukan kegiatan belajar
adalah sebuah metode yang dijadikan pedoman atau sebuah jalan agar seorang
peserta didik mendapatkan keberhasilan dalam belajar. Dewasa ini (zaman
modern) banyak sekali cara belajar (pembelajaran kontemporer) dengan berbagai
macam metode yang variatif dengan menimbang dan memperhatikan aspek-
1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekaran Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), Cet. ke-16, h. 10.
2
aspek yang ada pada peserta didik, diantaranya aspek psikologis peserta didik.
Adanya sebuah cabang dari ilmu psikologi yaitu psikologi belajar, menunjukkan
bahwa dalam tata cara belajar harus mempertimbangkan aspek psikologis.
Abuddin Nata mengungkapkan “Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang
bagaimana seharusnya seorang individu belajar, yang secara sederhana dapat
diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman”.2
Selain itu, Syaiful Bahri Djamarah memberikan pengertian psikologi belajar
adalah “Sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai
belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan
pembelajaran”.3 Psikologi memiliki peran penting dalam kegiatan belajar.
sebagaimana dengan pernyataan Hasan Langgulung yang mengatakan bahwa:
Kajian-kajian dalam psikologi, terutama dalam bidang proses belajar,
menunjukkan bahwa memindahkan pengetahuan apalagi nilai-nilai, dari
seseorang kepada orang lain, apalagi dari satu generasi ke generasi
berikutnya, tidaklah sesederhana itu. Dalam proses belajar, pelajar tidak
sekedar menerima dalam keadaan pasif, tetapi aktif dan dinamis. Oleh
karena itu, dalam pemindahan nilai-nilai ilmu dan keterampilan inilah
psikologi memegang peranan yang sangat penting.4
Berdasarkan pernyataan tersebut, psikologi memegang peranan penting
serta menjadi pertimbangan dalam kegiatan pembelajaran.
Namun, Metode pembelajaran kontemporer pada saat ini kelihatannya
lebih banyak mengadopsi atau merupakan temuan “Barat”. Padahal menurut
Shamsavary yang dikutip oleh J. Mark Halstead, “Western readers may be
surprised at how little has been written over the years on Islamic philosophy of
education. After all, Islam has had a rich tradition of education going back some
1300 years”.5 (Pembaca Barat mungkin akan terkejut betapa sedikit yang telah
ditulis selama bertahun-tahun tentang filsafat pendidikan Islam. Padahal, Islam
memiliki tradisi kaya pendidikan sejak 1300 tahun lalu). Ini menunjukan bahwa
2 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 171. 3 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), Cet. ke-3,
h. 3. 4 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988),
Cet. ke-2, h. 60. 5 J. Mark Halstead, An Islamic Concept of Education, Taylor & Francis Group, 40, 2004,
pp. 517.
3
13 (tiga belas) abad yang lalu Islam sudah memiliki kekayaan mengenai tradisi
pendidikan. Seharusnya mereka yang dari Baratlah yang merasa tertarik untuk
mengikuti tradisi pendidikan Islam.
Tetapi sebaliknya, pada zaman sekarang diasumsikan bahwa kalau tidak
mengikuti gaya Barat, belum bisa disebut modern. Padahal banyak ilmuan Islam
yang mengeluarkan konsep-konsep tentang pendidikan diataranya konsep cara
belajar. Bahkan, seharusnya konsep pendidikan yang ditemukan oleh para ilmuan
Islamlah yang mesti diikuti dan dipedomani. Karena bisa jadi mereka semua lebih
mumpuni dalam pembuatan konsep pendidikan ketimbang Barat. Misalnya
Syaikh al-Zarnuji dalam kitabnya yang monumental karena sampai saat ini kitab
tersebut masih dipakai dan dijadikan pedoman dalam pendidikan yaitu kitab
“Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum”.
Kitab al-Zarnuji tersebut sudah diterjemahkan oleh orang Barat dengan
alasan kitabnya tidak terlalu tebal dan isinya hanya masalah pendidikan.6 Dua
karya besar ahli pendidikan Islam pada abad pertengahan yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah Burhan al-Din al-Zarnuji dengan
judul “Instruction of Student: The Methode of Learning”. Kemudian Ibnu Jama’a
dengan judul “The Memoir of The Listener and The Speaker in The Training of
Teacher and Student”.7
Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim terkandung tata cara belajar yang
merupakan pedoman bagaimana agar seorang yang menuntut ilmu atau pelajar
dalam hal ini peserta didik mendapatkan ilmu dengan mudah. Metode atau cara
belajar menurut kitab ini merupakan satu hal yang sangat penting untuk
dilakukan, karena keberhasilan mencari ilmu itu salah satunya tergantung pada
bagaimana cara belajar. Hanya saja menurut Aly As’ad, “Kitab Ta’lim al-
Muta’allim sangat populer di setiap Pondok Pesantren, seakan menjadi buku
wajib bagi setiap santri. Sedang di madrasah luar pesantren atau di sekolah umum,
6 G.E. Von Grunebaum dan Theodora E. Abel, Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum,
Cambridge University Press,12, 1948, p. 429. 7 Sebastian Gunther, Be A Masters in That You Teach and Continue Learn: Medieval
Muslim Thinkers on Educational Theory, Chicago Journals, 3, 2006, p. 385.
4
kitab ini tidak diajarkan dan baru sebagian kecil yang mengenalnya sejak buku
tersebut dialih bahasanya ke bahasa Indonesia”.8
Dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim al-Zarnuji mengungkapkan bahwa
banyak para penuntut ilmu yang sudah bersungguh-sungguh dalam menuntut
sebuah ilmu, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Ini terjadi karena mereka tidak
mengetahui metode yang tepat untuk mendapatkan ilmu yang dituntutnya. Oleh
karena itu, jika mereka mempunyai metode atau cara yang tepat tentu mereka
akan mendapatkan ilmu dengan berbagai kemudahan.9 al-Zarnuji dalam kitab
Ta’limnya mengungkapkan cara-cara bagaimana seharusnya seorang siswa belajar
untuk meraih ilmu dengan mudah. Ini bisa digunakan dan dipedomani peserta
didik dalam belajar.
Berkaitan dengan strategi dan metode belajar yang pada zaman modern ini
sangat variatif dan mempertimbangkan serta meninjau dari berbagai aspek peserta
didik seperti aspek psikologis peserta didik, tidaklah karya Syaikh al-Zarnuji
dianggap sudah usang dan ketinggalan zaman, atau sudah tidak pantas lagi dalam
hal dijadikan pedoman dalam belajar. Tetapi, dengan adanya perkembangan yang
lebih maju, Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh al-Zarnuji tetap menarik untuk
dianalisis bahkan dikritisi, atau dijadikan sebagai pembanding terhadap metode
dan cara belajar yang berkembang sekarang ini. Menurut Aly As’ad salah seorang
yang menerjemahkan kitab Ta’lim al-Muta’allim, dalam pendahuluannya beliau
mengatakan bahwa “Al-Zarnuji tampak mencoba merumuskan metode belajar
yang komprehensif holistik; yaitu metode dengan perspektif teknis dan moral
bahkan spritual sebagai paradigmanya”.10
Berdasarkan metode belajar yang
komprehensif dan holistik tersebut, Syaikh al-Zarnuji dalam hal cara belajar
berdasarkan konsep yang dibuatnya tentu mempertimbangkan berbagai aspek.
Namun, aspek-aspek tersebut tidak diungkapkan oleh al-Zarnuji.
8 Aly As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’limul
Muta’allim), (Kudus: Menara Kudus, 2007), (dalam pendahuluannya). 9 Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’llim, (Semarang: Maktabah al-Alawiyah, tt), h. 2.
10 Aly As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’limul
Muta’allim),.... (dalam pendahuluannya).
5
Oleh karena itu, penulis berkeinginan menggali konsep yang dikemukakan
oleh Syaikh al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum
dalam metode atau cara belajar yang harus dilakukan peserta didik dengan
menganalisa cara belajar dalam kitab tersebut dari aspek psikologis. Selanjutnya
akan ditulis lengkap dengan judul “KONSEP THARIQ AL-TA’ALLUM
SYAIKH AL-ZARNUJI (STUDI ANALISIS ASPEK PSIKOLOGIS
PESERTA DIDIK).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya perhatian terhadap konsep cara belajar oleh ulama terdahulu
seperti Syaikh al-Zarnuji dengan karyanya Ta’lim al-Muta’allim.
2. Banyaknya berbagai macam metode atau cara-cara belajar pada zaman
modern ini yang mempertimbangkan berbagai aspek, diantaranya aspek
psikologis.
3. Metode belajar yang dikembangkan lebih banyak mengacu pada produk
temuan “Barat” dengan bermacam-macam variasinya dan pertimbangan
berbagai aspek. Sehingga kurangnya perhatian terhadap ilmuan Muslim
dalam bidang pendidikan. Ini mengakibatkan temuan atau produk ilmuan
Islam dianggap sudah usang dan tidak sesuai dengan kemajuan zaman.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan ini, maka penulis membatasi
permasalahan pada kitab Ta’lim al-Muta’allim karangan Syaikh al-Zarnuji
yang memuat tentang adab dan etika siswa dalam menuntut ilmu hanya pada
konsep tata cara belajar. Konsep tata belajar ini yang nantinya akan dianalisis
pada aspek psikologis dengan kajian dan pendekatan psikologis.
6
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara belajar yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim karya Syaikh al-Zarnuji ditinjau dari aspek psikologis?
2. Adakah relevansi psikologis cara belajar yang didesain oleh Syaikh al-
Zarnuji dengan aspek psikologis peserta didik berdasarkan pembelajaran
kontemporer?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mendeskripsikan bagaimana tata cara belajar yang dikonsep oleh al-
Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim bila dianalisis pada aspek
psikologis.
b. Menemukan relevansi tata cara belajar yang didesain oleh Syaikh al-
Zarnuji dengan aspek psikologis berdasarkan pembelajaran
kontemporer.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
1) Mengetahui bagaimana tata cara belajar yang didesain Syaikh al-
Zarnuji bila dianalisis dari segi aspek psikologis.
2) Mengetahui apakah kitab Ta’lim al-Muta’allim masih relevan dan
masih patut dijadikan pedoman bagi sebuah lembaga pendidikan.
b. Bagi Dunia Pendidikan
1) Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi
peserta didik dalam kegiatan belajar.
2) Hasil penelitian ini diharapkan bisa merancang sebuah metode
dan strategi belajar baru yang terinspirasi dari konsep belajar pada
kitab Ta’lim al-Muta’allim karya al-Zarnuji.
7
3) Diharapkan pula penelitian ini berguna untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan.
3. Bagi Masyarakat
1) Memberitahukan bahwa ulama Islam sudah mempunyai
pemikiran tentang konsep pendidikan sejak 13 abad yang lalu.
2) Agar masyarakat bisa memberikan apresiasi kepada ulama Islam
yang telah memberikan kontribusinya dalam bidang pendidikan.
8
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
1. Kajian Teoritis
1. Konsep Pembelajaran
a. Pengertian Konsep Pembelajaran
Kata konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
rancangan yang ditulis yang sifatnya sebagai gambaran awal.1 Sedangkan
pembelajaran adalah sebuah usaha memengaruhi emosi, intelektual, dan
spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri.2 Dengan
demikian pembelajaran dapat dibedakan dengan mengajar. Dilihat dari
pelakunya, pembelajaran biasanya lebih menekankan pada aktivitas peserta
didik, sedangkan mengajar lebih menekankan pada aktivitas guru.
Berdasarkan pengertian dari setiap kata diatas, maka konsep
pembelajaran adalah sebuah rancangan atau langkah-langkah yang sengaja
dibuat sebagai gambaran awal untuk mendukung terjadinya proses belajar
dalam diri peserta didik. Sebagai rancangan atau langkah awal supaya
terjadinya proses belajar, tentu yang perlu ditekankan adalah usaha-usaha
terencana yang berkaitan dengan proses belajar tersebut seperti teori belajar,
pendekatan belajar, strategi belajar, model belajar, dan metode belajar.
1 Eka Yani Arfina, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Tiga Dua, tt), h. 206.
2 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana
Pranada Media Grroup, 2009), Cet. ke-1, h. 85.
9
b. Hakikat Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh semua orang
tanpa mengenal tempat dan batas usia, dan untuk selamanya sejak kita lahir
hingga akhir hayat. Masyarakat awam mengartikan belajar hanya sebagai
kegiatan yang dilakukan di sekolah saja, atau kegiatan yang berkenaan
dengan sekolah, padahal belajar itu bukan hanya di sekolah melainkan usaha
yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk
mendapatkan hal yang baru yang sebelumnya belum mereka ketahui dan
untuk merubah perilakunya.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa.3
Pengertian belajar banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi dan
pendidikan sesuai dengan bidangnya. Menurut rumusan James O. Whitaker
belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan dan pengalaman.4 Disisi lain, Muhibbin Syah mengutip Hintzman
dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Learning and Memory
mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat memengaruhi tingkah
laku organisme tersebut.5 Ahli psikologi lainnya yang mengemukakan
definisi belajar adalah Reber dalam Dictionary of Psychology yang
membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah
memperoleh proses pengetahuan. Kedua, belajar adalah suatu perubahan
kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil praktik yang
diperkuat.6 Dari rumusan Reber ini, ada empat istilah yang essensial dalam
3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), Cet. ke-16, h. 87. 4 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. ke-3, h.
12 5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 88.
6 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 89.
10
memahami proses belajar, yaitu; menetap/langgeng, bereaksi, penguatan, dan
praktik atau latihan.
Jadi, belajar adalah aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan
perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman yang bersifat
permanen, belajar juga dapat dilakukan dengan cara mengamati, membaca,
meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.
Belajar selalu berkaitan dengan perubahan-perubahan pada diri orang
yang belajar, apakah mengarah pada hal yang lebih baik atau
sebaliknya, direncanakan atau tidak. Perubahan ini bisa berupa
pengetahuan, sikap atau afeksi, maupun keterampilan. Unsur lain
yang terkait dengan belajar adalah pengalaman yang merupakan hasil
dari interaksi individu dengan lingkungannya.7
Oleh karena itu, apabila belajar dikatakan sebagai sebuah proses
memperoleh ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-
perubahan yang terjadi pada individu, maka untuk mencapai hasil yang
baik, proses belajar dapat disusun menjadi sebuah rangkaian sistematis yang
mengantarkan individu yang sedang belajar ke arah tujuan hasil belajar.
Dengan demikian perlu adanya metode yang digunakan dalam belajar,
meliputi tata cara belajar yang dijadikan pedoman peserta didik. Tata cara
belajar yang dikonsep sedemikian rupa tentunya juga harus
mempertimbangkan aspek-aspek peserta didik yang menjadi faktor penentu
hasil belajar peserta didik tersebut.
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta
didik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Faktor internal, meliputi keadaan jasmani (fisik) dan rohani
(psikis).
b. Faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik.
c. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan belajar.8
Faktor-faktor tersebut tentunya saling berkaitan. Sehingga apabila
peserta didik ingin mendapatkan hasil belajar yang baik, maka harus
memerhatikan faktor-faktor tersebut.
7 Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN
Jakarta Pers, 2005), Cet. ke-1, h. 62. 8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 129.
11
Selain faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar, cara-cara
belajar juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dan
dipertimbangkan karena termasuk penunjang dalam rangka mencapai
keberhasilan belajar. Cara-cara belajar dalam hal ini bisa saja tergantung
atau didasarkan dari gaya belajar yang tepat dimana dengan gaya tersebut
peserta didik menjadi nyaman, fokus, memunculkan minat dan perhatian
untuk belajar. Gaya belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu; visual,
auditori, dan kinestetik.
c. Teori-Teori Belajar
Secara pragmastis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip
umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan
penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan
peristiwa belajar.9 Dikarenakan penjelasan dari sebuah fakta dan penemuan,
maka teori belajar sangat beragam dan beraneka macam tergantung hasil
eksperimen yang telah dihasilkan. Selain itu, teori belajar tentunya akan
mewarnai proses pembelajaran yang berlangsung.
Berikut adalah beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh para
ahli pendidikan yang melandaskan teorinya pada psikologi:
1) Teori Disiplin Mental
Teori ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa
didisiplinkan atau dilatih. Menurut rumpun psikologi ini individu memiliki
kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi tertentu, dan melalui belajarlah
semua itu dikembangkan.10
Teori ini memandang bahwa otak manusia
terdiri atas sejumlah daya yang beraneka ragam, dan belajar pada prinsipnya
adalah melatih daya-daya tersebut.11
Oleh karena itu menurut Oemar
Hamalik, untuk melatih daya-daya yang dimilki manusia tersebut harus
9 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 102.
10 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. ke-3, h. 56. 11
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2012), Cet.ke- 4, h. 22.
12
disediakan berbagai mata pelajaran yang berperan dalam mengembangkan
dan melatih daya-daya secara efisien dan ekonomis.12
Teori disiplin mental atau psikologi daya ini menyatakan bahwa
individu atau peserta didik memiliki sejumlah daya untuk mengenal,
mengingat, menanggapi, mengkhayal, berpikir, merasakan, berbuat dan
lain-lain. Oleh karena itu, untuk melatih dan mengembangkan daya-daya
tersebut perlu dilakukan pengulangan-pengulangan secara disiplin.
Misalnya, latihan mengamati benda, gambar, mendengarkan bunyi suara,
mengingat kata, arti kata, dan lain-lain. Disiplin pada teori ini dalam rangka
menjadikan belajar adalah kebiasaan yang dilakukan secara teratur dan
terorganisir.
2) Behaviorisme
Behaviorisme disebut juga psikologi tingkah laku. Para ahli
behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Pada teori ini, dalam belajar yang penting
adalah adanya input berupa stimulus dan output berupa respon.13
Para ahli
yang mengembangkan teori ini adalah Thorndike, Ivan Pavlov, B.F.
Skinner, J.B. Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Albert Bandura.
Aliran ini disebut dengan behaviorisme karena sangat menekankan
kepada perlunya perilaku (behavior) yang dapat diamati atau diukur.14
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih
kepada fonomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti
kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar.
Bebepara teori behaviorisme yang dikemukakan oleh para ahli yang
mengembangkannya adalah sebagai berikut:
12
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), Cet.ke-4, h. 107. 13
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 56. 14
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2010), Cet. ke-3, h. 15.
13
a) Connectionism (S-R Bond) menurut Thorndike
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun
behaviorisme. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain merupakan
hubungan antara stimulus (perangsang) dan respon (jawaban, tanggapan,
reaksi).15
Jadi belajar dalam teori ini adalah penguasaan stimulus dan respon
sebanyak-banyaknya. Pembentukan hubungan stimulus dan respon tersebut
dilakukan melalui pengulangan-pengulangan, dengan prinsip trial and
error.
Teori Connectionism Thorndike ini mengemukakan tiga hukum
berkaitan dengan proses belajar, yaitu:
(1) Law of Effect (Hukum Efek), berarti belajar akan lebih
bersemangat apabila mengetahui akan mendapat hasil yang baik.
(2) Law of Readiness (Hukum Kesiapan), berarti belajar akan
berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya.
(3) Law of Exercise (Hukum Latihan), berarti belajar akan berhasil
apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan.16
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori ini apabila ingin mendapatkan
keberhasilan dalam belajar adalah mengetahui tujuan, memiliki kesiapan,
dan senantiasa untuk terus berlatih dan terus mencoba.
b) Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov
Teori ini ditemukan oleh Ivan Pavlov dan merupakan pengembangan
dari teori connectionism yang dikemukakan oleh Thorndike. Teori ini lebih
menekankan pada kondisi respon apabila ada rangsangan atau stimulus.
Pada teori ini, belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan
pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Jadi kebiasaan-
kebiasaan peserta didik seperti belajar, mandi, istirahat atau kegiatan lainnya
merupakan hasil dari pengondisian perilaku atau kegiatan yang dilakukan.
Teori Pavlov memiliki hukum belajar sebagai berikut:
(1) Hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara serentak, maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
(2) Hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah
diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali
tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.17
15
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 60. 16
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 61.
14
c) Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Pada teori ini Guthrie mengeluarkan sebuah hukum belajar dari hasil
penyelidikannya yang disebut Law of Contiguity atau hukum gabungan.
Berdasarkan hukum ini, gabungan stimulus-stimulus yang disertai dengan
gerakan, pada waktu timbul kembali akan cenderung diikuti gerakan yang
sama.18
Jadi, belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan pada saat yang sama tidak ada respon
lain yang terjadi. Penguatan hanya sekedar untuk melindungi hasil belajar
yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon baru.
d) Teori Belajar Menurut Clark Hull
Hull berpendapat pada teori ini bahwa semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Oleh sebab itu, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia,
sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
berwujud bermacam-macam.19
e) Operant Conditioning Menurut B.F. Skinner
Kata operant berasal dari bahasa Inggris yang dapat diartikan
sebagai sejumlah perilaku atau respon yang membawa efek terhadap
lingkungan yang dekat. Sedangkan kata conditioning dapat diartikan sebagai
sebuah keadaan yang berkaitan dengan waktu dan tempat.20
Dengan
demikian, operant conditioning dapat diartikan sebagai keadaan atau
lingkungan yang dapat memberikan efek kepada orang yang berada di
sekitarnya. Teori ini disebut juga teori psikologi penguatan.21
Teori ini berkaitan dengan pengkondisian yang dilakukan oleh
Pavlov. Bedanya, pada teori Pavlov yang dikondisikan adalah stimulusnya,
17
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 62. 18
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 62. 19
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 63. 20
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,.... h. 90 21
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, .... h. 18.
15
sedangkan pada teori Siknner yang dikondisikan adalah responnya. Teori ini
berlandaskan adanya penguatan (reinforcement). Penguatan dalam teori ini
adalah sebuah penghargaan (reward) yang diberikan kepada peserta didik
yang mampu menjawab (respon) dari pertanyaan (stimulus) yang diajukan
oleh guru.
Hukum-hukum belajar yang dihasilkan dari Skinner adalah sebagai
berikut:
(1) Law of Operant Conditioning, jika timbulnya perilaku diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan
mengikat.
(2) Law of Operant Extinction, jika timbulnya perilaku operant yang
telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
akan menghilang.22
f) Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Teori ini disebut juga teori pembelajaran observasional. Pada teori
ini perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis terhadap stimulus-
respon melainkan juga akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Dalam hal ini
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modelling). Proses modeling ini terjadi dengan beberapa
tahapan yaitu atensi (perhatian), retensi (ingatan), produksi, dan motivasi.23
Dengan demikian peserta didik dalam teori ini diposisikan sebagai
pengamat terhadap model yang diberikan, kemudian peserta didik berusaha
menjadi seperti model tersebut dengan melakukan tahapan-tahapan diatas.
3) Kognitivisme
Banyak para ahli pendidikan yang merasa kurang puas dengan teori
belajar behaviorisme yang mengatakan bahwa belajar hanya sekedar
stimulus dan respon. Mereka berpendapat bahwa perilaku individu itu selalu
didasari oleh kognitif yang dimilikinya, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana perilaku itu terjadi. Dengan alasan perilaku dari
22
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 65. 23
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 67.
16
individu berasal dari kognitif yang dimilikinya maka muncullah teori
kognitif ini.
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah
peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah).24
Menurut Budiningsih sebagaimana yang dikutip oleh Suyono dan Hariyanto
menjelaskan bahwa:
“Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan
lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks”.25
Berikut ini beberapa teori belajar yang berbasis pada kognitivisme
yang dikemukakan oleh para ahli:
a) Teori Kognitif Gestalt
Dalam dunia psikologi Gestalt dimaknai sebagai kesatuan atau
keseluruhan yang bermakna. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa objek
atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisasi. Menurut pandangan ahli teori Gestalt semua kegiatan belajar
menggunakan pemahaman tentang adanya hubungan-hubungan terutama
hubungan antara bagian dan keseluruhan. Tingkat kejelasan dan kemaknaan
terhadap apa yang diamati dalam situasi belajar akan lebih meningkatkan
kemampuan belajar seseorang daripada melalui hukuman atau ganjaran.26
Kognitif Gestalt menganggap bahwa proses kognitif yaitu insight
(pemahaman/wawasan) merupaka ciri fundamental dari respon manusia.27
Dengan demikian, perilaku individu itu ditandai oleh kemampuan melihat
dan membuat hubungan antar unsur-unsur dalam situasi problematik,
sehingga akhirnya individu memperoleh insight.
24
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 108. 25
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 75. 26
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 75. 27
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, .... h. 22.
17
b) Teori Belajar Medan Kognitif Kurt Lewin
Kurt Lewin memandang bahwa setiap individu berada didalam suatu
medan kekuatan yang bersifat psikologis, yang disebut ruang hidup (life
space). Ruang hidup ini meliputi manifestasi lingkungan dimana tempat
siswa bereaksi.28
Dalam ruang hidup, siswa memiliki tujuan yang hendak dicapai
yang didorong oleh motif hidupnya, sehingga ia berupaya melakukan
sesuatu untuk mencapai tujuan itu. Akan tetapi selalu ada hambatan yang
merintangi. Bila ia mampu mengatasi hambatan dan dapat mencapai tujuan
itu, maka ia akan memasuki medan kognitif baru yang didalamnya tentu
akan berisi tujuan baru pula, dan dia akan berusaha lagi untuk mengatasi
hambatan baru itu, demikian seterusnya pola belajar itu berlangsung
sepanjang hayat.
Ilustrasi dari teori ini adalah siswa dalam mempelajari sebuah pokok
bahasan berarti berada dalam suatu medan belajar, tujuan-tujuan dari pokok
bahsan tersebut merupakan tujuan atau sasaran siswa yang berada dalam
medan tersebut. Kemudian yang menjadi hambatan adalah tugas-tugas yang
tedapat pada bahasan.29
c) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif disebut juga teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan mental. Menurut Piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan sistem dan saraf.30
Artinya, dengan
semakin bertambahnya usia seseorang, semakin kompleks juga susunan sel
dan sarafnya. Oleh karena itu, maka semakin meningkat pula
kemampuannya.
Menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan
berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Tahapan teratur yang
dimaksudkan oleh Piaget adalah sebagai berikut:
28
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 81. 29
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, .... h. 23. 30
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 83.
18
(1) Tahap Sensori Motor (0-2 tahun), kemampuan kognitif yang
muncul pada tahap ini adalah anak mulai memahami bahwa perilaku
tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya.
(2) Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun), pada tahap ini sudah mulai
ada perkembangan bahasa dan ingatan, sehingga anak mampu
mengingat banyak hal tentang lingkungannya.
(3) Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun), pada tahap ini pikiran
logis anak sudah mulai berkembang. Pikirannya berusaha untuk
mengerti alam sekelilingnya dengan cara penalaran atau logika,
bukan hanya sekedar memakai panca indera.
(4) Tahap Operasional Formal (11 tahun-seterusnya), sejak tahap ini
anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai ide dan
berusaha memikirkan cara pemecahan berbagai masalah. Pada tahap
ini anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara
proporsional, serta menarik generalisasi secara mendasar.31
Dengan tahapan-tahapan yang telah dikemukakannya diatas, maka
bagi Piaget, belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan
perkembangan kognitif seorang anak.
d) Teori Discovery Learning dari Jerome S. Bruner
Konsep dari teori belajar ini adalah belajar dengan menemukan
(discovery learning). Dalam belajar menemukan ini, siswa
mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk
akhir yang sesuai dengan kemajuan tingkat berpikir siswa.32
Teori ini
mengungkapkan bahwa pada hakikatnya, pendidikan adalah proses
penemuan personal oleh setiap individu siswa.
Bruner berpendapat bahwa setiap individu yang belajar harus
melalui tiga tahapan intelektual dalam pembelajaran. Tahapan pertama ialah
enactive, yaitu belajar dengan cara merespon atau memberikan reaksi
terhadap suatu objek. Tahap ini dilakukan dengan cara meraba, memegang,
mencengkram, meyentuh, menggigit dan sebagainya. Tahap kedua ialah
iconic, yaitu pembelajaran melalu penggunaan model-model dan visualisasi
verbal. Tahap terakhir adalah simbolik, pada tahap ini siswa sudah mampu
menggambarkan kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam
31
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 84. 32
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 88.
19
memhami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui simbol-simbol bahasa,
logika, matematika, dan sebagainya.
Bruner menyarankan agar peserta didik hendaknya belajar melalui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip untuk
memperoleh pengalaman dengan eksperimen-eksperimen yang mereka
lakukan.33
e) Teori Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi tersebut terjadi interaksi antara
kondisi internal dengan kondisi eksternal.34
Gagne mengatakan bahwa
dalam belajar terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan untuk belajar,
pemerolehan dan unjuk perbuatan, dan alih belajar.35
Dari setiap tahapan
tersebut terdapat fase-fase seperti berikut: Pada tahap pertama, adalah fase
pengarahan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.
Pada tahap kedua, terdapat fase perpektif selektif, sendi semantik,
pembangkitan respon, serta penguatan. Kemudian pada tahap ketiga, fase
pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum.
Dengan demikian, menurut Gagne, kegiatan belajar secara umum
adalah sebuah proses internal dan eksternal anak didik dengan
menggunakan potensi kejiwaan, kecakapan, bakat, minat, motivasi yang
terdapat dalam dirinya, sehingga terlihat hasilnya dalam bentuk kemampuan
intelektual, spiritual, kultural, moral, dan kompetensi lainnya.
f) Teori Belajar Menurut Roger
Menurut Roger belajar adalah sebuah proses internal yang
menggerakkan anak didik agar menggunakan seluruh potensi kognitif,
afektif, dan psikomotoriknya agar memiliki berbagai kapabilitas intelektual,
33
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), Cet. ke-6, h. 38. 34
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 92. 35
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, .... h. 98.
20
moral, dan keterampilan lainnya.36
Dengan demikian pada teori ini siswa
yang harus berperan aktif untuk mengembangkan potensinya sendiri,
sedangkan guru hanya memberikan arahan dan sebagai fasilitator.
Pembelajaran berpusat pada siswa bukan pada guru.
4) Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar baru dalam
psikologi pendidikan. Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran
yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman dapat
membangun dan mengkonstruksi pengetahuan serta pemahaman tempat
individu hidup.37
Menurut Slavin sebagaimana yang dikutip oleh Trianto
mengatakan “Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentrasformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan
itu sudah tidak sesuai lagi”.38
Hal tersebut dilakukan agar siswa benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha untuk membuat ide-
ide yang dihasilkan dari pemikirannya.
Trianto mengutip Suparno yang mengatakan “Belajar dalam
pandangan kostruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui
kegiatan seseorang. Ini menekankan bahwa pengetahuan individu adalah
bentukan individu itu sendiri”.39
Dengan demikian, dalam teori
konstruktivisme pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif
manusia itu sendiri.
Menurut Abudin Nata, “Belajar dalam teori konstruktivisme adalah
proses aktif dari peserta didik untuk merekonstruksi makna dengan
cara memahami teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik, dan
sebagainya. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan
pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi
berkembang. Beberapa bentuk pembelajaran yang sesuai dengan
36
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, .... h. 101. 37
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 105. 38
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. ke-2, h. 74. 39
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, .... h. 75.
21
filsafat konstruktivisme antara lain diskusi, pengujian hasil
penelitian sederhana, peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis
lainnya yang memberikan peluang bagi peserta didik untuk
mempertajam gagasannya”.40
Berikut adalah teori belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan, yaitu:
a) Teori Konstruktivisme Piaget
Teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak
bermakna membangun struktur kognitifnya dengan istilah skema. Skema
pada teori ini adalah seluruh pengetahuan diorganisasikan menjadi unit-unit
atau skema yang kemudian disimpan sebagai infromasi. Sehingga, skema
dapat dimaknai sebagai suatu deskripsi umum atau suatu sistem konseptual
untuk memahami pengetahuan tentang bagaimana pengetahuan itu
dinyatakan atau diterapkan.41
Jadi, dalam teori Piaget masih menekankan pada aspek kognitif yang
dimiliki individu dengan mengkonstruksi sebuah skema pengetahuan. Teori
Piaget ini masih mendasarkan pada perkembangan kognitif karena teori
kognitif yang dikemukakan oleh Piaget masih berkesinambungan dengan
teori kostruktivisme.
b) Teori Konstruktivisme Vygostky
Pada teori ini Vygotsky menekankan pada aspek sosial dalam
pembelajaran. Menurut Vygotsky proses pembelajaran akan terjadi jika
anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun
tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka yang disebut
zone of proximal development.42
Zone of proximal development menurut
Slavin yang dikutip oleh Trianto adalah “Perkembangan sedikit di atas
perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental
yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama
40
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, .... h. 89-90. 41
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 105. 42
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif , .... h. 39.
22
antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke
dalam individu tersebut”.43
Contoh teori Vygotsky jika diimplemantasikan dalam pembelajaran
misalnya ketika belajar tentang materi hukum pembiasan cahaya, peserta
didik harus memiliki prasyarat pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya.
Kemudian guru memberi tugas kepada peserta didiknya yang masih
berkaitan dengan pembelajaran cahaya tersebut. Dengan modal prasyarat
pengetahuan itulah peserta didik berusaha untuk mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru.
Selain Zone of proximal development, Vygostky juga
mengemukakan idenya yang disebut scafolding, yang berarti memberikan
sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal
pembelajaran. Bantuan tersebut dapat berupa dorongan, petunjuk, atau
pembuatan langkah-langkah yang harus ditempuh peserta didik dalam
pembelajaran.44
d. Strategi Pembelajaran
Strategi sangat penting dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran.
Strategi sangat berhubungan erat dengan tujuan belajar yang hendak
dicapai. Dengan menggunakan strategi yang tepat, tujuan belajar akan lebih
mudah dicapai. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-
garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Dalam hubungannya dengan kegiatan pembelajaran, strategi
bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan.
Pengertian strategi pembelajaran, dapat dilihat dari dua kata
pembentuknya, yakni strategi dan pembelajaran. Kata strategi berarti cara
dan seni menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan kata pembelajaran menurut Degeng yang dikutip oleh Made
43
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, .... h. 76. 44
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, .... h. 76.
23
Wena adalah sebuah upaya dalam membelajarkan siswa.45
Jadi, strategi
pembelajaran adalah cara dan seni untuk menggunakan semua sumber
belajar dalam upaya membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan utama
belajar.
Definisi strategi pembelajaran lainnya dikemukakan oleh Gerlach
dan Ely yang dikutip oleh Ngalimun, bahwa Strategi pembelajaran adalah
cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam
lingkungan pembelajaran tertentu. Dalam strategi pembelajaran meliputi
sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik.46
Ada empat strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran yang bisa
dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, agar
berhasil sesuai dengan yang diharapkan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan keperibadian peserta didik
sebagaimana yang diharapkan.
2) Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi
dan pandangan hidup masyarakat.
3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat
dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan
mengajarnya.
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau
kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan
belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik
untuk penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan
secara keseluruhan.47
Penggunaan strategi dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu
karena untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai
hasil yang optimal. Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak akan
terarah, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai
45
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta, PT Bumi Aksara,
2009), Cet. ke-2, h. 2. 46
Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013),
hal. 5 47
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), Cet. ke-4, h. 5
24
secara optimal, dengan kata lain pembelajaran tidak dapat berlangsung
secara efektif dan efisien.
Menurut Made Wena, “Strategi Pembelajaran sangat berguna, baik
bagi guru maupun siswa. Bagi guru, strategi dapat dijadikan pedoman dan
acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi
siswa, penggunaan strategi pembelajaran untuk mempermudah proses
belajar”.48
Made Wena juga mengklasifikasikan beberapa tahapan dalam
strategi pembelajaran menjadi tiga, yaitu strategi pengorganisasian, strategi
penyampaian, dan strategi pengelolaan. Berikut adalah penjelasan dari tiga
tahapan dalam strategi pembelajaran tersebut:
1) Strategi Pengorganisasian, merupakan cara untuk menata isi suatu
bidang studi, dan kegiatan ini berhubungan dengan tindakan
pemilihan isi/materi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan
sejenisnya.
2) Strategi Penyampaian, adalah cara untuk menyampaikan
pembelajaran pada siswa dan atau menerima serta merespons
masukan dari siswa.
3) Strategi Pengelolaan, adalah cara untuk menata interaksi antara
siswa dan variabel strategi pembelajaran lainnya (variabel strategi
pengorganisasian dan strategi penyampaian). Strategi pengelolaan
pembelajaran berhubungan dengan pemilihan tentang strategi
pengorganisasian dan strategi penyampaian yang digunakan selama
proses pembelajaran berlangsung. Strategi pengelolaan berhubungan
dengan penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar, dan
motivasi.49
Dari uraian mengenai pengertian, pentingnya strategi pembelajaran,
dan bagaimana melakukan strategi pembelajaran diatas dapat dikatakan
bahwa strategi pembelajaran merupakan sebuah langkah-langkah atau
tahapan-tahapan yang sengaja dirancang secara sistematis untuk mencapai
terget hasil belajar dengan mudah sehingga mendapatkan hasil yang optimal.
Beberapa strategi pembelajaran yang sering digunakan atau yang
sudah dikembangkan saat ini adalah sebagai berikut:
48
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, .... h. 3. 49
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, .... h. 6.
25
1) Elaborasi
Strategi elaborasi dikategorikan sebagai strategi pengorganisasian isi
pembelajaran tingkat makro. Teori elaborasi mendeskripsikan cara-cara
pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci.50
Dengan strategi pembelajaran elaborasi ini peserta didik dapat
memahami pelajarannya dengan mengetahui hal-hal atau masalah yang
bersifat umum terlebih dahulu kemudian dikerucutkan menjadi hal-hal yang
lebih khusus dan lebih sempit ruang lingkupnya.
2) Problem Based Learning
Strategi belajar berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran
dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis
sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui
permasalahan-permasalahan.
Menurut Boud, Felleti, dan Fogarty sebagaimana yang dikutip oleh
Made Wena, strategi belajar berbasis masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-
masalah praktis, berbentuk ill-structured atau open-ended melalui stimulus
dalam belajar.51
Jadi, Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan cara belajar
yang diarahkan untuk memecahkan sebuah masalah dalam proses
pembelajaran. Dari masalah itulah siswa mendapatkan pengalaman secara
langsung sebagai akibat dari proses pembelajaran berbasis masalah.
3) Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah suatu strategi yang membutuhkan siswa
menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah
dalam suatu penelitian ilmiah.52
Tujuan utamanya adalah mengembangkan
sikap dan keterampilan siswa yang memungkinkan mereka menjadi pemecah
masalah yang mandiri. Selain itu strategi pembelajaran inkuiri akan
membantu siswa mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual yang
50
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, .... h. 25. 51
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, .... h. 91. 52
Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, .... h. 33
26
diperlukan untuk memunculkan masalah dan mencari jawabannya sendiri
melalui rasa keingintahuannya itu.
4) Pembelajaran Kuantum
Strategi pembelajaran kuantum merupakan cara baru yang
memudahkan proses belajar, yang memadukan unsur seni dan pencapaian
yang terarah, untuk segala mata pelajaran. Pembelajaran kuantum adalah
penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang
menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan
momen belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan
kelas dengan interaksi yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk
belajar.53
5) Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas
dengan melibatkan kerja proyek.54
Dengan mengunakan kerja proyek akan
memunculkan kreativitas dan motivasi peserta didik. Karena dalam kerja
proyek tersebut terdapat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan pada
pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut siswa
untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan
kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerja secara mandiri.
Selain beberapa strategi yang telah diuraikan diatas, terdapat pula
pendapat ahli pendidikan yang mengklasifikasi strategi pembelajaran
sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid yang diambil dari artikel
Saskatchewan Educational. Berikut uraian strategi pembelajaran dalam
artikel tersebut.
a) Strategi Pembelajaran Langsung, merupakan strategi yang berpusat
pada guru. Guru lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran
daripada peserta didik. Dalam arti, guru merupakan pusat atau
central dalam kegiatan pembelajaran.
53
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, .... h. 161. 54
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, .... h. 144.
27
b) Strategi Pembelajaran Tidak Langsung, merupakan strategi yang
melibatkan siswa untuk ikut berkontribusi dalam pembelajaran
seperti kegiatan observasi, penyelidikan, pencarian data,
pembentukan dan pengujian hipotesis. Pada strategi ini guru
menempatkan dirinya sebagai fasilitator.
c) Strategi Pembelajaran Interaktif, merupakan strategi pembelajaran
yang merujuk kepada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara
peserta didik. Strategi ini dikembangkan dengan cara
mengimplementasikan metode-metode interaktif.
d) Strategi Pembelajaran melalui Pengalaman, adalah strategi yang
menekankan melalui pengalaman sebagai proses belajar.
e) Strategi Pembelajaran Mandiri, merupakan strategi pembelajaran
yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian,
dan peningkatan diri.55
e. Pendekatan Pembelajaran
Istilah Pendekatan berasal dari bahasa Inggris “approach” yang
memiliki beberapa arti, diantaranya diartikan dengan “pendekatan”. Dalam
dunia pengajaran, kata approach lebih tepat diartikan a way of begining
something (cara memulai sesuai).56
Oleh karena itu, istilah pendekatan dalam
proses pembelajaran dapat diartikan sebagai cara memulai pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih
kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran
dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu atau
dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat
kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi
dalam satu kesatuan multi disiplin ilmu.57
Pendekatan pembelajaran
merupakan suatu jalan yang akan ditempuh oleh guru dan peserta didik dalam
mencapai tujuan instruksional.
Menurut Gladene Robertson dan Hellmut Lang yang dikutip oleh
Abdul Majid, mereka berpendapat bahwa “Pendekatan pembelajaran dapat
dimaknai menjadi dua pengertian, yaitu pendekatan pembelajaran sebagai
dokumen tetap, dan pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus
55
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2013), h.
11-12 56
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 19. 57
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. ke-
13 h. 68.
28
berkembang”.58
Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai
sebagai suatu kerangka umum dalam praktik profesional guru, yaitu
serangkaian dokumen yang dikembangkan untuk mendukung pencapaian
kurikulum. Sedangkan pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang
terus berkembang dimaknai selain sebagai kerangka umum untuk praktik
profesional guru, juga dimaksudkan sebagai studi komprehensif tentang
praktik pembelajaran maupun petunjuk pelaksanaanya.
Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara
arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik.
Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap individu dan
kelompok bahwa dirinya memiliki kelemahan dan kelebihan. Pada pokoknya
pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan materi dari
bagian yang satu kepada bagian lainnya berorientasi pada pengalaman-
pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip atau teori
yang baru tentang suatu bidang ilmu. Dengan kata lain, ketika kegiatan
belajar iru berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat,
serta mau memhami anak didiknya dengan segala konsekuensinya.
Pendekatan ini pada umumnya mengacu pada pendekatan psikologi
yang berkaitan dengan kemampuan peserta didik untuk menangkap ataupun
menerima pelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
menjadi suatu hal yang sangat penting, karena dilihat dari sudut psikologi
setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran.
Untuk itu diperlukan pendekatan yang sesuai dengan dengan potensi peserta
didik.
Ada beberapa pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat
memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan pembelajaran. Urainnya
seperti berikut ini.
1) Pendekatan Individual
Pendekatan individual dalam proses pembelajaran adalah sebuah
pendekatan yang bertolak pada asumsi bahwa peserta didik memiliki latar
58
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, .... h. 19.
29
belakang perbedaan dari segi kecerdasan, bakat, kecenderungan, motivasi dan
sebagainya.59
Pendekatan individual ini memberikan wawasan kepada guru
bahwa strategi pembelajaran harus memperhatikan perbedaan individual yang
dimiliki peserta didik.
Pendekatan individual mempunyai arti yang sangat penting bagi
kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan
ini. Persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dan diatasi
dengan menggunakan pendekatan individual, karena guru bisa berhubungan
langsung secara mendalam mengenai permasalahan yang dihadapi seorang
peserta didik.
2) Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok muncul karena adanya kesadaran bahwa peserta
didik adalah makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Dengan
pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial
yang tinggi pada diri peserta didik. Dalam pendekatan ini mereka dibina
untuk mengendalikan ego setiap peserta didik, sehingga terbina
kesetiakawanan sosial di kelas.60
Dapat dikatakan bahwa pendekatan
kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada pandangan bahwa
pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-
persamaan yang antara satu dan yang lainnya harus diintegrasikan. Sehingga
dengan integerasi tersebut, bisa menciptakan tatanan yang harmoni dan
bersinergi dalam mencapai tujuan belajar. Melalui pendekatan kelompok ini
dimungkinkan akan terjadi persaingan yang sehat dalam meraih nilai terbaik.
3) Pendekatan Campuran
Pendekatan ini bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang
dihadapi oleh setiap peserta didik bermacam-macam. Oleh karena itu, seorang
guru dalam menerapkan sebuah pendekatan pembelajaran bisa dengan
menggabungkan antara pendekatan individual dan pendekatan kelompok,
sehingga disebut dengan pendekatan campuran atau bervariasi.
59
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,... h. 176. 60
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta PT
Rineka Cipta, 2010), h. 55.
30
Pendekatan campuran adalah pendekatan yang bertumpu pada upaya
menyinergikan keunggulan yang terdapat pada pendekatan individual dan
keunggulan yang terdapat pada pendekatan kelompok.61
4) Pendekatan Edukatif
Pendekatan edukatif bertolak dari seberapa jauh sebuah pendekatan
yang dilakukan dapat memberikan pengaruh bagi perbaikan sikap mental dan
kepribadian peserta didik.62
Pendekatan edukatif melihat bahwa dalam diri
peserta didik memiliki permasalahan, seperti membuat keributan, tidak
semangat belajar, tidak mau berprestasi, dan melakukan tindakan yang
menyimpang dari ajaran moral pendidikan. Tujuan dari pendekatan edukatif
ini yang paling utama adalah merubah perilaku peserta didik.
5) Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara
langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan langsung kepada
peserta didik untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.63
Para ahli
psikologi menyadari akan pentingnya konsep-konsep. Oleh karena itu, konsep-
konsep tersebut merupakan penyajian-penyajian internal dari sekelompok
stimulus-stimulus yang tidak dapat diamati, tetapi disimpulkan dalam perilaku.
6) Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau
penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.64
Pendekatan ini
merupakan kebalikan dari pendekatan konsep. Pada pendekatan ini siswa
dilibatkan dalam membentuk konsep melalui proses-proses tertentu.
7) Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari
keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang
bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-
61
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,... h. 159. 62
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,... h. 162. 63
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 71. 64
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 74.
31
contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu ke dalam keadaan
khusus.65
8) Pendekatan Induktif
Pendekatan yang menghendaki kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta
yang konkrit sebanyak mungkin. Dalam konteks pendekatan pembelajaran
induktif adalah pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan
sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu fakta,
prinsip atau aturan.66
Kebalikan dari pendekatan deduktif yang berpikir atau
penalaran yang bersifat khusus ke keadaan yang umum.
9) Pendekatan Ekspositori
Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan
penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru atau pengajar.
Pendekatan ekspositori digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran
secara untuh atau menyeluruh, lengkap, dan sitematis dengan penyampaian
secara verbal.67
Pendekatan ini bisa disebut juga dengan malakukan
pengajaran secara konvensional yakni dengan metode ceramah.
Dalam pendekatan ini yang terlihat lebih berperan adalah guru. Guru
lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswanya, karena guru telah
mengelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas. Tetapi, dalam
pendekatan ini, guru tidak terus menerus memberi informasi tanpa peduli
apakah siswanya memahami informasi yang disampaikan atau tidak. Guru
hanya memberikan informasi pada saat-saat tertentu jika diperlukan, misalnya
pada permulaan belajar, memberi contoh soal dan sebagainya. Pendekatan
ekspositori dapat membawa siswa belajar menjadi bermakna, efektif dan
efisien.
10) Pendekatan Heuristik
Pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan
sejumlah data, kemudian siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari data-
65
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 76. 66
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 77. 67
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 79.
32
data tersebut.68
Dalam hal ini bisa disebut sebagai model inkuiri, atau model
proses menemukan.
11) Pendekatan Kecerdasan
Pendekatan ini pada intinya dilakukan dengan berdasarkan pada
kecerdasan yang dimilki oleh peserta didik. Oeh karena itu, pengetahuan guru
mengenai kecerdasan peserta didiknya sangat penting, dengan tujuan
memberikan pertolongan kepada peserta didiknya tersebut.69
Misalnya ada
peserta didik yang memiliki kecerdasan yang lebih pada aspek verbal, maka
pendekatan pengajaran yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik tersebut
harus berdasarkan pada kecerdasan yang dimilikinya, yakni kemampuan
verbal, seperti mengemukakan pendapat atau bercerita.
12) Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.70
Pada pendekatan ini akan melibatkan beberpa
komponen dalam pembelajaran yaitu, konstruktivisme (membangun
pengetahuan mandiri secara sistematis), bertanya, menemukan (inquiry),
masyarakat belajar, modelling, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Dengan
demikian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran ini, belajar semakin
bermakna karena peserta didik dihadapkan langsung oleh realitas-realitas,
bukan hanya sekedar konsep dan teori.
f. Model Pembelajaran
Istilah model bisa diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model juga bisa
berbentuk benda tiruan seperti globe yang digunakan dan dianggap sebagai
bumi yang bulat. Model juga bisa diartkan sebagai sesuatu yang dijadikan
68
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 80. 69
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 82. 70
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 87.
33
acuan atau contoh. Dalam proses pembelajaran, Abdul Majid menerangkan
bahwa model dalam belajar-mengajar adalah “Kerangka konseptual dan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dalam melaksanakan aktivitas belajar”.71
Dengan demikian,
aktivitas belajar mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang
tersusun secara sistematis.
Selanjutnya Abdul Majid mengutip pernyataan Dewey yang
mangatakan bahwa model pembelajaran adalah “A plan or Pattern that we can
use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and to
shape instructional material”.72
Dewey menyatakan model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap
muka di kelas, atau pembelajaran tambahan diluar kelas dan untuk
menajamkan materi pengajaran. Dari pernyataan Dewey tersebut, dapat
dipahami bahwa model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran
yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran, sesuai dengan
karakteristik kerangka dasarnya.
Menurut Komaruddin yang dikutip oleh Sagala, Model dapat
dipahami dengan berbagai macam pemahaman yaitu model sebagai
suatu tipe atau desain, suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan
untuk membantu proeses visualisasi sesuatu yang tidak dapat diamati
secara langsung, suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-
inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu
obyek atau peristiwa, dan penyajian yang diperkecil agar dapat
menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.73
Jadi dapat disimpulkan bahwa model dalam pembelajaran merupakan
sebuah kerangka konseptual yang didesain secara sistematis yang menjadi
pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Model
merupakan rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme
suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajar, lingkungan
belajar dan kurikulum.
71
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 13 72
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, .... h. 13 73
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 175.
34
Ahli pendidikan Bruce Joyce dan Marsha Weil mengemukakan ada
empat model dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana yang dikutip oleh
Abdul Majid dan Sagala. Model pembelajaran tersebut akan diuraikan sebagai
berikut.
1) Model Proses Informasi
Model ini menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon
yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan
masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non-verbal.74
Model ini
memberikan kepada pelajar sejumlah konsep, pengujian hipotesis, dan
memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif.
Model ini menekankan peserta didik agar memilih kemampuan untuk
memproses informasi sehingga peserta didik yang berhasil dalam belajar
adalah yang memiliki kemampuan dalam memproses informasi. Model
pengolahan informasi ini secara umum dapat diterapkan pada sasaran belajar
dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masyarakat.
2) Model Interaksi Sosial
Model interaksi sosial pada hakikatnya bertolak dari pemikiran
pentingnya hubungan pribadi dan hubungan sosial, atau hubungan individu
dengan lingkungan sosialnya.75
Pada model ini, hakikat belajar pada
dasarnya adalah mengadakan hubungan sosial dalam pengertian peserta didik
berinteraksi dengan peserta didik lain, dan berinteraksi dengan kelompoknya.
Titik berat dari model ini adalah kemampuan kerja sama dari peserta didik
sebagai individu untuk bisa bersosialisasi dengan peserta didik lain bahkan
dengan sebuah kelompok.
Model ini menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan
peserta didik agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain
sebagai usaha membangun sikap yang demokratis dengan menghargai setiap
74
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 176. 75
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, .... h. 17.
35
perbedaan dalam realitas sosial. Dengan demikian, dalam model ini
mengarahkan peserta didik untuk berperan menjadi makhluk sosial.
3) Model Personal
Model personal merupakan rumpun model pembelajaran yang
menekankan pada proses mengembangkan kepribadian individu peserta didik
dengan memperhatikan kehidupan emosional.76
Model ini memusatkan
perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan
kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri
dan bertanggung jawab atas tujuannya. Intinya, dengan menggunakan model
ini peserta didik diarahkan untuk menjadi diri yang bertanggung jawab dan
mandiri sehingga kepribadiannya menjadi lebih baik.
4) Model Behavioral atau Tingkah Laku
Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristik, yaitu
bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-
tugas belajar dan membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi
penguatan.77
Melalui teori ini peserta didik dibimbing untuk dapat
memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah
yang kecil dan berurutan yang mengandung perilaku tertentu.
Implementasi dari model behavioral ini adalah pendidik harus lebih
menaruh perhatian kepada peserta didik dengan memberikan stimulus. Jika
respon peserta didik terhadap stimulus tersebut tidak sesuai, maka pendidik
bisa memodifikasi tingkah laku dari peserta didik tersebut.
g. Metode Pembelajaran
Metode dalam pembelajaran adalah sebuah cara yang digunakan
oleh guru maupun peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Bagi
guru metode digunakan untuk menyampaikan materi atau bahan ajar,
sedangkan bagi peserta didik metode digunakan untuk belajar atau
memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sama halnya dengan
76
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, .... h. 176. 77
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, .... h. 18.
36
strategi pembelajaran, metode juga menjadi faktor penting dalam
menunjang proses pembelajaran agar hasil dan tujuan dari sebuah proses
belajar menjadi optimal dan efektif.
Metode dalam peroses pembelajaran lebih terfokus kepada metode
bagaimana seorang guru menyampaikan materi pelajaran atau bahan ajar.
Menurut Abuddin Nata, “Metode dapat diartikan sebagai cara-cara atau
langkah-langkah yang digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan,
pemikiran atau wawasan yang disusun secara sistematik dan terencana serta
didasarkan pada teori, konsep dan prinsip tertentu yang terdapat dalam
berbagai disiplin ilmu terkait, terutama ilmu psikologi, manajemen dan
sosiologi”.78
Dilihat dari segi langkah-langkah dan tujuan kompetensi yang ingin
dicapai, terdapat sejumlah metode yang dikemukakan para ahli. Beberapa
metode tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
1) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penyajian pelajaran yang dilakukan oleh
guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung di hadapan
peserta didik. Ceramah dimulai dengan menjelaskan tujuan yang ingin
dicapai, menyiapkan garis-garis besar yang ingin dibicarakan, serta
menghubungkan materi yang akan disajikan dengan bahan yang telah
disajikan.79
Metode ceramah merupakan sebuah metode dalam pembelajaran
yang lebih menonjolkan aktivitas guru daripada peserta didik. Guru yang
lebih aktif dalam hal ini, sedangkan siswa menjadi pasif. Namun, harus
disadari bahwa ceramah merupakan elemen penting bagi setiap metode-
metode dalam pembelajaran. Karena tanpa adanya ceramah, guru tidak bisa
menjelaskan langkah-langkah metode yang akan digunakan. Oleh karena itu
bagaimanapun metodenya dalam pembelajaran, ceramah merupakan suatu
hal yang penting dan harus ada pada setiap kegiatan pembelajaran.
78
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,... h. 176. 79
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,... h. 181.
37
Metode ceramah dalam pembelajaran biasanya dilakukan ketika
untuk menyampaikan informasi jika bahan ajar tidak terlalu banyak dan
dapat diingat dalam waktu yang sebentar, untuk memberi pengantar dan
untuk menyampaikan materi yang berkenaan dengan pengertian-pengertian
atau konsep-konsep.
2) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kapada siswa, tetapi
dapat pula dari siswa kepada guru. Metode ini dimaksudkan untuk
merangsang daya berpikir dan kritis serta membimbing peserta didik dalam
mencapai kebenaran.80
Metode tanya jawab bertujuan untuk menimbulkan perilaku
keingintahuan peserta didik, sehingga dapat digunakan untuk memperoleh
tujuan kognitif atau memperoleh keterampilan-keterampilan berpikir
tertentu.
3) Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah penyajian pelajaran dengan memperagakan
atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu
yang sedang dipelajari baik sebenarnya maupun tiruan, yang sering disertai
dengan penjelasan lisan.81
Dengan demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan
lebih berkesan secara mendalam sehingga dapat membentuk pengertian yang
lebih baik dan sempurna.
4) Karyawisata
Karyawisata merupakan cara memberikan pelajaran yang dilaksanakan
dengan mangajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah
80
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009), h. 62 81
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta PT
Rineka Cipta, 2010), h. 90
38
untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu, seperti datang ke pabrik
pembuatan susu, atau berkunjung ke sebuah peternakan dan perkebunan.82
Dengan adanya pembelajaran diluar yakni karyawisata bisa
memberikan banyak manfaat diantaranya menimbulkan sensasi baru,
menghilangkan kejenuhan, serta melatih siswa untuk mandiri dalam hidup,
dan membimbing peserta didik dalam berinteraksi dengan dunia luar.
5) Penugasan dan Resitasi
Metode resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas-tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
Adapun tugas-tugas tersebut dapat dilaksanakan atau dapat dilakukan di dalam
kelas, perpustakaan, halaman sekolah, laboratorium, dan dimana saja asal
tugas yang diberikan dapat dikerjakan.83
Dengan kata lain, metode ini adalah
cara yang digunakan dalam belajar dengan memberikan tugas terstruktur
kepada siswa untuk dikerjakan diluar jam pelajaran sekolah.
Metode ini diberikan karena bahan pelajaran terlalu banyak, sementara
waktu yang ada untuk belajar sedikit. Maksudnya, banyaknya bahan ajar yang
tersedia dengan waktu yang kurang seimbang. Maka agar bahan ajar selesai
sesuai batas waktu yang ditentukan, biasanya metode ini tepat untuk
digunakan.
6) Diskusi
Metode diskusi adalah metode yang berupaya memecahkan masalah
yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan
argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Tujuan dari penggunaan
metode ini adalah untuk memotivasi dan memberi stimulasi kepada siswa agar
berpikir dengan renungan yang dalam.84
Metode diskusi adalah metode belajar-mengajar dengan cara bertukar
pendapat antara peserta didik tentang materi yang sedang dipelajari. Yang
harus diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah bahwa semua
peserta didik sebelum pelajaran atau materi yang akan dibahas sudah memiliki
82
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 85 83
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, .... h. 85. 84
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, ... h. 62.
39
gambaran tentang materi tersebut. Hal ini bertujuan agar suasana diskusi lebih
kondusif dan terkesan hidup.
7) Simulasi
Simulasi adalah tingkah laku seseoang untuk berlaku seperti seseorang
yang dimaksudkan, dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih
mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu.85
Jadi,
peserta didik dalam hal ini mencoba berperan menjadi orang lain, dengan
tujuan lebih merasakan dan dapat mengambil pelajaran yang lebih mendalam
dari yang akan diperankannya.
8) Eksperimen
Metode eksperimen atau percobaan adalah penyajian pembelajaran
dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan
sendiri sesuatu yang dipelajari.86
Dalam metode ini siswa diberi kesempatan
untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan dari objek yang
diamatinya atau yang diujicobakan.
Tujuan dari menggunakan metode ini adalah agar siswa mampu
mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan
yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri.
9) Metode Suri Tauladan
Metode yang dapat diartikan sebagai keteladanan yang baik. Dengan
adanya teladan yang baik itu, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain
untuk meniru atau mengikutinya.87
Pada dasarnya dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan contoh
tingkah laku yang baik dalam hal apapun, maka hal itu merupakan suatu
amaliyah yang paling penting dan paling berkesan, baik bagi pendidikan anak,
maupun dalam kehidupan dan pergaulan manusia sehari-hari.
85
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, .... h. 85 86
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, .... h. 85. 87
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, ... h. 63.
40
10) Proyek
Metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak
pada suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan
sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.88
Metode ini
adalah metode mengajar dengan cara mengorganisasikan bahan ajar
sedemikian rupa sehingga merupakan keseluruhan atau kesatuan yang bulat
dan bermakna yang mengandung suatu pokok masalah.
Metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama, namun sangat
banyak manfaatnya. karena, dalam penggunaan metode ini kreativitas dan
imajinasi dari peserta didik sangat berperan. Dengan adanya metode proyek
akan timbul sebuah rekonstruksi pengetahuan yang berbeda dibandingkan
dengan penggunaan metode lainnya. Pada metode proyek ini terdapat
beberapa tugas yang komplek, namun mengacu kepada suatu pokok
permasalahan.
2. Aspek Psikologis
Psikologis peserta didik merupakan hal yang menjadi faktor
mempengaruhi proses belajar. Oleh sebab itu perlu ada metode atau cara
belajar yang bisa menyesuaikan aspek psikologis peserta didik. Aspek
psikologis berperan penting dalam menunjang keberhasilan peserta didik
dalam belajar. Jika metode belajar yang digunakan menimbulkan gejala aspek
psikologis siswa baik, maka proses belajar dapat terhasil dengan baik.
Aspek psikologis peserta didik yang menjadi faktor pengaruh dalam
proses belajar adalah:
a. Intelegensi
Secara singkat intelegensi adalah tingkat kecerdasan atau kemampuan
pikir peserta didik. Yudhi Munadhi mengutip C.P. Chaplin, mengartikan
intelegensi sebagai kemampuan menghadapi dan meyesuaikan diri terhadap
situasi baru secara cepat dan efektif, kemampuan menggunakan konsep
88
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, .... h. 83.
41
abstrak secara efektif, kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar
dengan cepat sekali.89
Menurut Muhibbin Syah, Intelegensi bukan hanya kualitas otak saja,
melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang
harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi
lebih menonjol daripada organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan
menara pengontrol hampir seluruh otak manusia.90
b. Perhatian
Perhatian merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar.
Dalam kajian psikologi, perhatian merupakan pemusatan tenaga psikis yang
tertuju pada suatu objek tertentu.91
Jadi dalam proses belajar, peserta didik
harus menaruh perhatian terhadap apa yang akan dipelajarinya. Karena
didalam perhatian terhadap pelajaran menjadikan psikis peserta didik menjadi
fokus kepada sebuah objek yang merupakan bahan untuk belajar mereka.
c. Minat dan Bakat
Minat berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu.92
Sedangkan bakat adalah kemampuan untuk
belajar. Kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata
setelah melalui belajar dan berlatih.93
d. Motivasi
Motivasi merupakan sebuah dorongan untuk melakuan sesuatu. Dari
segi proses belajar, motivasi adalah dorongan peserta didik untuk melakukan
kegiatan belajar. Terdapat dua macam motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan
ekstersik.
Motivasi intrinsik timbul dari dalam diri seseorang yang sangat erat
hubungannya dengan tujuan belajar, misalnya ingin memahami suatu konsep
atau ingin mendapatkan suatu pengetahuan baru. Sedangkan motivasi
eksterinsik, adalah motivasi yang datang dari luar diri individu yang tidak
89
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru,.... h. 26. 90
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 131. 91
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, ... h. 113. 92
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 131. 93
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, .... h. 27.
42
berkaitan dengan tujuan belajar, misalnya belajar karena ingin mendapat nilai
bagus.94
e. Pengamatan
Cara untuk mengenal suatu objek yang dilakukan oleh individu baik
dari dirinya sendiri maupun dunia sekitar dengan cara melihat, mendengar,
mengecap dinamakan pengamatan.95
Jadi pengamatan merupakan pintu
gerbang siswa untuk belajar mengenal dunia sosial atau non sosial, serta
menerima ilmu pengetahuan.
f. Ingatan
Mengingat merupakan sebuah proses atau kekuatan untuk menyimpan
informasi yang sudah diketahui. Atau dalam konteks peserta didik, mengingat
adalah proses menyimpan pelajaran yang telah dipelajarinya.
Oleh karena itu untuk membantu memudahkannya dalam menyerap
pelajaran, harus digunakan beberata strategi. Desmita mengutip penyataan
Matlin menyebutkan empat macam strategi memori yang penting, yaitu:
rehearsal, organization, imagery dan retrival.
1) Reherseal (pengulangan), meningkatkan memori dengan cara
mengulangi berkali-kali informasi setelah informasi tersebut
disajikan. 2) Organization (organisasi), seperti pengkategorian dan
pengelompokan, merupakan stretegi yang sering digunakan oleh
orang dewasa. 3) Imagery (perbandingan), tipe dari karakteristik pembayangan dari
seseorang. 4) Retrival (pemunculan kembali), proses mengeluarkan atau
menganngkat informasi dari tempat penyimpanan.96
g. Berpikir dan Daya Nalar
Berpikir adalah keaktifan jiwa manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada satu tujuan. Jadi, manusia bepikir untuk
menemukan pemahaman dan pengertian yang dikehendaki.97
Sedangkan daya
nalar atau penalaran menurut kamus The Random House Dictionary adalah
94
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, ... h. 123. 95
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, ... h. 114. 96
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 159-
160. 97
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, ... h. 116.
43
kegiatan atau proses menalar yang dilakukan oleh seseorang. Dalam penalaran
ini yang menjadi dasar menentukan kemampuan berpikir analitis dan sintesis
indivisual.98
h. Sikap Peserta Didik
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merspons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif.99
Sikap ini berkaitan dengan perhatian peserta didik dalam belajar.
Sehingga apabila peserta didik sudah memiliki perhatian yang baik atau positif
terhadap pelajarannya, maka sikap yang akan ditimbulkan oleh peserta didik
tentu juga positif. Sebaliknya, jika sejak awal perhatian peserta didik kurang
dalam pelajarannya, maka sikap yang ditimbulkan adalah negatif dalam arti
seakan-akan ia menolak ingin belajar.
3. Peserta Didik
Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam
proeses pendidikan formal. Menurut Abuddin Nata, “Anak didik atau peserta
didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya
untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggrakan di sekolah, dengan tujuan
untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan, berketerampilan,
berpengalaman, berkepribadian, berakhlak mulia, dan mandiri”.100
Di dalam
UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional peserta didik
didefinisikan sebagai:
Setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal
maupun pendidikan non-formal, pada jenjang pendidikan dan jenis
pendidikan tertentu. Peserta didik juga dapat didefinisikan sebagai
orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang
98
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, .... h. 31. 99
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, .... h. 132. 100
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana
Pranada Media Grroup, 2009), h. 316.
44
masih perlu dikembangkan. Potensi yang dimaksud umumnya terdiri
dari tiga kategori, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.101
Berdasarkan pengertian diatas, secara esensi peserta didik adalah setiap
orang yang berusaha mengembangkan potensi pada jalur pendidikan formal
dan nonformal menurut jenjang dan jenisnya.
Pada hakikatnya, pendidikan tidak mengenal usia, jenjang maupun
jenis. Selama individu masih ingin untuk belajar dan menuntut ilmu, itu
merupakan bagian individu tersebut untuk memperoleh pendidikan. Namun
dalam kaitannya dengan peserta didik, terdapat dua term kata yaitu peserta dan
didik. Karena adanya kata peserta, maka terikat dengan sebuah aturan, dalam
hal ini jalur, jenjang, dan jenis. Dikarenakan disebut peserta didik yang terikat
sebuah aturan, Sri Minarti mengutip Al-Ghazali yang mengklasifikasi sepuluh
bentuk ketaatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Kesepuluh ketaatan tersebut ialah:
a. Peserta didik diharuskan untuk membersihkan jiwa.
b. Memusatkan perhatian kepada studi dan jangan sampai terganggu
dengan urusan-urusan duniawi, juga seyogyanya pergi jauh dari
keluarga atau tanah airnya.
c. Menghormati guru.
d. Menghindarkan diri untuk tidak teribat dalam kontroversi kalangan
akademis.
e. Berupaya semaksimal mungkin untuk mempelajari setiap cabang
ilmu pengetahuan yang terpuji dan memahami tujuannya.
f. Tidak mendalami ilmu pengetahuan secara sekaligus karena
kemampuan manusia memiliki keterbatasan.
g. Hendaknya tidak naik ketingkat yang lebih tinggi jika belum
menguasai betul ilmu yang sedang dipelajari.
h. Memastikan kebaikan dan nilai dari disiplin ilmu yang sedang atau
ingin ditekuni.
i. Peserta didik dituntut untuk merumuskan tujuan dari ilmu yang
telah didapatnya.
j. Peserta didik mengetahui hubungan antara ilmu dan tujuannya,
sehingga dia bisa memilih mana ilmu yang harus diprioritaskan dan
mana yang tidak.102
101
Sudarwan Danim, Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 2. 102
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam (Fakta, Teoretis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif),
(Jakarta: AMZAH, 2013), Cet. ke-1, h. 129.
45
4. Sekilas Tinjauan Kitab Ta’lim al-Muta’allim
a. Riwayat Singkat Pengarang
Nama lengkap al-Zarnuji adalah Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji.103
Namun demikian nama ini masih diperdebatkan kebenarannya. Karena masih
belum ditemukan data yang valid mengenai nama asli al-Zarnuji.
Al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, yaitu kota yang
menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Sedangkan
guru-gurunya adalah Ruknuddin al-Firgani, seorang ahli fiqh, sastrawan dan
penyair yang wafat tahun 594 H/1170 M; Hammad bin Ibrahim, seorang ahli
ilmu kalam disamping sebagai sastrawan dan penyair, yang wafat tahun 594
H/1170 M; Rukn al-Islam Muhammad bin Abi Bakar yang dikenal dengan
nama Khawahir Zada, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqh,
sastra dan syair yang wafat tahun 573 H/1177 M, dan lain-lain.104
b. Latar Belakang Penyusunan
Sejarah penulisan kitab ta’lim al-muta’allim bermula dari kegunhdahan
pengarangnya, yaitu Syaikh al-Zarnuji, saat melihat banyaknya pencari ilmu
pada masanya yang gagal memperoleh apa yang mereka cari, sebagaimana
yang beliau ungkapkan dalam pendahuluannya bahwa “Banyak para pencari
ilmu yang ternyata banyak diantara mereka yang mendapatkan ilmu, tetapi
ternyata tidak bisa mendapatkan manfaat dan buahnya ilmu, yaitu dapat
mengamalkan dan menyebarkan ilmu yang diperolehnya”.105
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Menurut al-Zarnuji karena mereka
salah jalan dalam mencari ilmu dan setiap orang yang salah jalan pastinya
akan tersesat dan tidak sampai pada tujuannya. Mereka tidak tahu syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam mencari ilmu sehingga mereka tidak
mendapatkan ilmu pengetahuan sebagaimana yang mereka harapkan.106
103
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 103 104
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam..., h. 104 105
Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, (Surabaya, Daru al-Ilmi, tt), h. 2. 106
Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim..., hlm. 2
46
Belajar sebagai sarana untuk memperoleh ilmu, haruslah melalui jalan
dan persyaratan yang benar. Karena jalan yang benar dan persyaratan yang
terpenuhi dalam belajar adalah kunci untuk mencapai keberhasilan belajar.
Maka dari itu dalam kitab ta’lim al-muta’allim al-Zarnuji lebih memfokuskan
pembahasannya pada jalan atau metode/cara-cara yangharus ditempuh guna
memperoleh keberhasilan belajar. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi para
pencarui ilmu harus mengetahui dan memahami syarat-syatar yang harus
dipenuhi dalam mencari ilmu agar apa yang mereka harapkan bisa tercapai,
yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bisa mengamalkannya.
c. Kandungan/Isi Kitab
Kitab ta’lim al-muta’allim adalah kitab yang menjelaskan tentang adab
atau etika pelajar dalam menuntut ilmu. Kitab ini merupakan karya penelitian
atas ulama-ulama sebelumnya yang dianggap berhasil. Dalam kitab ta’lim al-
muta’allim diterangkan tiga belas bab agar berhasil dalam mencari ilmu.
Adapun tiga belas bab tersebut adalah:
1) Bab tentang hakikat ilmu dan fiqih serta keutamaannya.
2) Bab tentang niat diwaktu belajar.
3) Bab tentang memilih ilmu, guru dan teman.
4) Bab tentang menghormati ilmu dan ahlinya.
5) Bab tentang kontinuitas, tekun dan minat (cita-cita).
6) Bab tentang permulaan, ukuran, dan tata tertib belajar.
7) Bab tentang tawakkal.
8) Bab tentang masa belajar yang efektif.
9) Bab tentang kasing sayang dan nasihat.
10) Bab tentang mencari faidah.
11) Bab tentang wara’ ketika belajar.
12) Bab tentang faktor penyebab hafal dan lupa dalam belajar.
13) Bab tentang faktor yang mendatangkan dan penghalang rezeki serta faktor
penyebab panjang dan pendek umur.107
107
Lihat al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, (dalam pendahuluannya)
47
d. Tinjauan Tata Cara Belajar dalam Kitab
Dalam kitab ta’lim al-muta’allim al-Zaenuji pada fasal enam
mengemukakan tentang tata cara belajar yang harus dilakukan oleh penuntut
ilmu (siswa). Tata cara belajar yang dikemukakan oleh al-Zarnuji adalah hari
permulaan belajar, kuantitas pelajaran, kualitas pelajaran, membuat catatan,
memahami pelajaran, berdo’a, diskusi ilmiah, pendalaman ilmu, pembiayaan
ilmu, bersyukur, pengorbanan demi ilmu, dan metode menghafal. Selanjutnya
akan dijabrkan satu-persatu:
1) Hari Permulaan Belajar
Menurut Syaikhul Islam Burhanuddin, ra memastikan permulaan belajar
pada hari rabu, karena berdasarkan hadits bahwa Rasulullah bersabda
“Tiada satupun yang dimulai pada hari rabu kecuali sungguh sempurna”.
Karena pada hari rabu itu Allah menciptakan cahaya, dan hari itu pula
merupakan hari sial bagi orang kafir, maka berarti hari berkah bagi orang
mukmin.
2) Kuantitas Pelajaran
Imam Abu Hanifah menghikayatkan dari Syaikh Qadli Umar bin Abu
Bakar Az Zaranji mengatakan “Sebaiknya ukuran pelajaran bagi siswa
adalah sepanjang yang bisa ia hafal dengan mengulang dua kali;
kemudian ditambah sedikit demi sedikit pada setiap hari, sehingga setalah
pelajaran menjadi banyak dan panjang pun tetap bisa dihafal dengan
mengulang dua kali; demikian lambat laun pelajaran akan bertambah
setapak-demi setapak”.
3) Kualitas Pelajaran
Syaikh Imam Syarifuddin Al Uqaili berkata “menurut saya, yang betul
dalam hal ini adalah apa yang dilakukan oleh guru kami, yaitu mereka
pilihkan kitab-kitab ringkasan untuk siswa agar lebih mudah difahami dan
dihafal, serta tidak menjenuhkan dan bisa teraplikasi di tengah
masyarakat”.
48
4) Membuat Catatan
Dianjurkan kepada para siswa agar membuat ta’liq terhadap pelajarannya
setelah hafal dan sering diulang-ulang.
5) Memahami Pelajaran
Dianjurkan kepada para siswa agar serius dalam memahami pelajaran
langsung dari sang guru, atau dengan cara meresapi, memikirkan, dan
banyak mengulang-ngulang pelajaran, karena jika pelajaran itu baru
sedikit dan sering diualng-ulang sendiri serta diresapi, akhirnya siswa
dapat mengerti dan faham.
6) Berdoa
Hendaklah siswa selalu berdoa kepada Allah dan bertadharru’ kepada-
Nya. Karena Allah mengabulkan do’a yang dipanjatkan dan tidak
mengecewakan orang yang berharap kepada-Nya.
7) Berdiskusi
Pelajar juga harus melakukan diskusi dalam bentuk mudzakaroh (tukar
pendapat untuk saling melengkapi pengetahuan), munazhoroh (saling
mengkritisi pendapat), dan muthorohah (adu pendapat untuk diuji dan
dicari kebenarannya).
8) Pendalaman Ilmu
Dianjurkan kepada para siswa untuk selalu melakukan penghayatan ilmiah
secara mendalam pada setiap kesempatan dan harus membiasakannya. Ini
dilakuakan karena detail-detail ilmu hanya akan diketahui dengan cara
pendalaman yang dimaksud.
9) Metode Menghafal
Metode menghafal dalam kitab ta’lim al-muta’allim adalah dengan cara
mengulang-ulangi pelajaran hari kemarin sebanyak lima kali, pelajaran
lusa diulang sebanyak empat kali, pelajaran kemarin lusa diulang sebnyak
tiga kali, pelajaran hari sebelum itu diulang sebanyak dua kali, dan
49
pelajaran hari sebelumnya lagi diulangi cukup satu kali. Cara seperti ini
dapat lebih mempercepat hafalan.108
Dari semua tata cara belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa tata cara
belajar yang baik menurut al-Zarnuji adalah mempertimbangkan kualitas dan
kuantitas pelajaran, mempebanyak pengulangan terhadap pelajaran, selain itu
terdapat metode diskusi dengan cara mudzakaroh, munazhoroh, dan
muthorohah dan membuat catatan.
108
Aly As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan..., h. 73.
50
B. Penelitian yang Relevan
Kajian tentang konsep belajar yang penulis teliti dari karya monumental
Syaikh al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim tentu bukan pertama
kalinya. Sebelum penulis meneliti mengenai konsep belajar Syaikh al-Zarnuji
sudah ada beberapa penelitian yang berkaitan konsep belajar dari kitab tersebut.
Namun, penulis belum menemukan penelitian yang berjudul tentang “Konsep
Thoriq at-Ta’allum (cara belajar) Syaikh al-Zarnuji (Analisis pada Aspek
Psikis Peserta Didik)” , baik dalam bentuk skripsi, tesis dan disertasi, ataupun
dalam bentuk lainnya.
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang dilakukan berkaitan dengan
konsep belajar dari kitab Ta’lim al-Muta’allim :
1. Skripsi Bismar, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003,
yang berjudul “Konsep Metode Belajar Menurut al-Zarnuji dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim”.109
Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada
konsep metode belajar al-Zarnuji dan relevansinya dengan metode belajar
dewasa ini seperti active learning, PQ4R, dan SQ3R. Hasil dari penelitian
tersebut adalah bahwa metode belajar yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim masih relevan dengan metode belajar pada masa sekarang, karena
sama-sama menekankan keaktifan pelajar dalam proses pembelajaran.
2. Alfian Haikal, sebuah skripsi yang berjudul “Akhlak Belajar dalam Kitab
Ta’lim al-Muta’allim”, UIN Syarif Hidaytullah Jakarta, tahun 2012.110
Pada
skripsi ini diuraikan bagaimana seharusnya akhlak yang harus dimiliki oleh
pelajar agar mendapat kemudahan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Ada
tujuh konsep akhlak yang harus dimiliki seorang yang sedang menuntut ilmu,
yaitu niat saat belajar, memilih guru, menghormati guru, keseriusan
ketekunan dan cita-cita luhur, permulaan dan tata tertib belajar, tawakal, dan
wara’. Dalam penelitian ini yang ditekankan adalah konsep akhlak yang
terdapat dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim.
109
Bismar, “Konsep Metode Belajar Menurut al-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim al-
Muta’allim”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijga Yogyakarta, 2003. 110
Alifian Haykal, “Akhlak Belajar dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim”, Skripsi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
51
3. Sri Khomsatun Khoiriyah, dengan skripsi yang berjudul “Studi Analisis
Pemikiran al-Zarnuji tentang Hubungan Guru Murid terhadap Kondisi
Pendidikan Saat Sekarang Ini”, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
Semarang, tahun 2004.111
Pada penelitian ini dianalisa mengenai konsep
pemikiran al-Zarnuji tentang hubungan guru dengan murid yang
dikontekstualisasikan pada pendidikan masa sekarang. Hasil analisa tersebut
diantaranya adalah bahwa guru merupakan sosok yang ideal dan harus
dihormati, sehingga murid tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat tanpa
menganggungkan ilmu dan orang yang mengajarnya.
111
Sri Khomsatun Khoiriyah, “Studi Analisis Pemikiran al-Zarnuji tentang Hubungan
Guru Murid terhadap Kondisi Pendidikan Saat Sekarang Ini”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, Semarang, 2004.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian skripsi ini dilakukan melalui riset pustaka (library research)
yang bersifat deskriptif analisis dengan uraian metodologi sebagai berikut:
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan pendidikan Islam dan psikologi dengan jenis penelitian Library
Research (penelitian kepustakaan). Menurut Mestika Zed penelitian kepustakaan
(library research) adalah “Serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian”.1 Berdasarkan pengertian tersebut, studi pustaka ialah sebuah studi
dengan mengkaji buku-buku yang bersumber dari khazanah kepustakaan yang
relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Semua sumber dari
bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Penekanan
penelitian ini adalah ingin menemukan berbagai teori, hukum, dalil, prinsip,
pendapat, gagasan dan lain-lain yang dapat dipakai untuk menganalisis dan
memecahkan masalah yang diteliti.
1 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 2008),
Cet. ke- 1, h. 3.
53
Jadi, penelitian ini mengacu pada buku-buku, artikel, dan dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan konsep belajar dan kajian aspek
psikologisnya.
B. Sumber Data
Penelitian ini tergolong penelitian pustaka yang bersifat literatur dan
menggunakan cara membaca, menelaah dan menganalisa sumber-sumber literatur
yang berhubungan dengan penelitian ini. Oleh karena itu sumber data yang di
gunakan adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah literatur-literatur yang membahas secara langsung
objek permasalahan penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini adalah:
a. Kitab Matan Ta’lim al-Muta’allim al-Imam Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji.
b. Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim Saikh al-Zarnuji al-Imam Syaikh Ibrahim
bin Ismail.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder sebagai data pendukung, yaitu berupa data-data
tertulis atau sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas.
Kegunanan dari data sekunder ini adalah untuk menginterpretasi data primer.
Dikarenakan penelitian ini adalah menggali konsep belajar yang
dikemukakan Syaikh al-Zarnuji yang dianalisis kepada aspek psikologis, maka
data sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan psikologi pendidikan.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
dengan studi dokumentasi. Menurut Samiaji Sarosa “Dalam setiap penelitian,
dokumentasi tertulis sangat penting. Dokumentasi tertulis dimulai dengan semua
catatan, hasil pengumpulan data, dan hasil analisis sementara. Dokumentasi lain
yang tidak kalah penting adalah artikel jurnal, artikel konferensi, buku, skripsi,
54
disertasi, thesis, working paper dan lainnya”.2 Dengan demikian, studi
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, karya ilmiah
dan sebagainya. Dalam metode ini penulis mengumpulkan data dari kitab Ta’lim
al-Muta’allim dan Buku yang terkait dengan Psikologi Pendidikan.
D. Teknik Analisis Data
Karena jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan (Library Research)
dan pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi maka teknis
analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis isi (content analysis). Analisis
isi (content analysis) menurut Suharsimi “Merupakan penelitian yang dilakukan
terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara,
tulisan, dan sebagainya.3 Jadi, teknik analisis ini untuk mempelajari dokumen-
dokumen yang telah dikumpulkan. Dari dokumen yang tersedia, penelitian ini
dilakukan untuk mengungkap informasi-informasi yang berguna di bidang
masing-masing.
Untuk menganalisa data yang telah terkumpul, penulis menggunakan
metode komparatif dan metode deskriptif, ini merupakan langkah-langkah yang
dilakukan dalam rangka mempresentasikan obyek tentang realitas yang terdapat
dalam masalah yang sedang diselidiki. Metode deskriptif, yakni model yang
digunakan secara sistematis untuk mendeskripsikan segala hal yang berkaitan
dengan pokok permasalahan. Sedangkan metode komparatif, penulis gunakan
untuk membandingkan dua atau lebih dari pendapat-pendapat mengenai teori
psikologis, sehingga dengan metode ini akan diketahui apakah terdapat sisi
kelebihan atau kekurangan dan kesesuaian pendapat al-Zarnuji dalam tinjauan
psikologis peserta didik tentang konsep tata cara belajar.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis data dalam
penelitian ini adalah:
2 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar), (Jakarta: PT Indeks, 2012), Cet.
ke-1, h. 38. 3 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), Cet. ke-
10, h. 244.
55
1. Membaca secara keseluruhan kitab Ta’lim al-Muta’allim, khususnya yang
berkaitan dengan tata acara belajar (thariq at-ta’allum).
2. Mengidentifikasi data menjadi bagian-bagian untuk dianalisis. Identifikasi
dilakukan dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat kitab tersebut.
3. Dari data-data teks yang didapat, peneliti melakukan analisis data dengan
mengacu pada berbagai teori, dan sumber-sumber data yang berkaitan,
kemudian menjabarkan hasil analisis kedalam laporan penelitian.
Dengan langkah-langkah tersebut akan didapatkan sebuah hasil tentang
analisis konsep belajar Ta’lim al-Muta’allim terhadap aspek psikologis. Sehingga
dapat menjawab rumusan masalah yang disusun dalam penelitian ini.
56
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Syaikh al-Zarnuji dan Karya Monumentalnya “Ta’lim Al-
Muta’allim”
Al-Zarnuji yang memiliki nama lengkap Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji
adalah salah seorang ulama Islam abad pertengahan yang memulai kiprahnya
dalam peradaban Islam pada abad ke- 13 M. Menurut Wilhelm Ahlwardt dalam
katalog Perpustakaan Berlin no. 111 sebagaimana yang dikutip oleh Dzikri
Nirwana mengatakan bahwa al-Zarnuji memulai karir kehidupannya sekitar tahun
620 H/1223 M. Data tersebut didasarkan atas informasi Mahmud Sulayman al-
Kaffawi dalam kitabnya A’lam al-Akhyar min Fuqoha Madzhab an-Nu’man al-
Mukhtar sebagaimana yang dikutip oleh Plenssner yang memasukan al-Zarnuji
sebagai generasi Hanafi yang ke-12.1
Al-Zarnuji adalah seorang ulama yang hidup dan berkembang di wilayah
Persia, dan beliau adalah seorang yang pakar dalam bidang fiqh bermazhab
Hanafiyah yang dikenal luas di daerah Timur Laut Persia (Khurasan) dan
Transoxiana.2 Oleh karenanya, maka dalam karya monumentalnya yaitu kitab
Ta’lim banyak mengutip perkataan-perkataan yang dilontarkan oleh imam Hanafi.
1 Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis Gaya Ta’lim al-
Muta’allim, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), Cet.ke-1, h.23. 2 Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h.26.
57
Satu-satunya karya al-Zarnuji yang ada sampai sekarang adalah kitab
Ta’lim al-Muta’allim. Keberadaan kitab tersebut yang merupakan karya satu-
satunya al-Zarnuji, bersumber pada kitab Kasyf al-Zhunun karya Hajji Khalifah
yang memuat sekitar 15.000 judul literatur yang mengemukakan dan menjelaskan
bahwa kitab Ta’lim adalah satu-satunya karya al-Zarnuji. Namun, pada penjelasan
tersebut kitab Ta’lim tidak diberikan keterangan mengenai penerbitannya. Kitab
Ta’lim hanya dijelaskan oleh Khalifah bahwa kitab tersebut telah diberi syarh
oleh Ibn Isma’il yang kemugkinan juga dikenal dengan an-Naw’i yang diterbitkan
pada tahun 996 H/1587 M.3
Menurut Affandi dalam uraian thesisnya tentang kitab Ta’lim mengatakan
bahwa kitab Ta’lim pertama kali diterbitkan di Mursidabad pada tahun 1265
H/1848 M. Kemudian diterbitkan di Tunis tahun 1286 H/1869 M dan 1290
H/1873 M. Diterbitkan di Kairo tahun 1281 H/1864 M, 1307 H/1889 M, dan 1318
H/1900 M. Diterbitkan di Istanbul tahun 1292 H/1875 M. Diterbitkan di Kasyan
tahun 1316 H/1896 M.4
Selain itu, lebih lanjut Affandi mengutip dari Brockelman yang
mengatakan bahwa kitab Ta’lim telah diberi catatan komentar (Syarh) dalam tujuh
penerbitan, masing-masing atas nama: (1) An-Naw’i, tanpa keterangan tahun
penerbitan; (2) Ibrahim ibn Ismail pada tahun 996 H/1588 M; (3) As-Sya’rani,
pada tahun 710-711 H/ 1215-1216 M; (4) Ishaq ibn Ibrahim ar-Rumi Qili, pada
tahun 720 H/1225 M dengan judul Mir’atu ath-Thalibin; (5) Qhadi Zakariya al-
Anshari As-Syaf, tanpa keterangan tahun penerbitan; (6) Othmanpazari, pada
tahun 1407 H/1986 M dengan judul Tafhim al-Mutafahhim; dan (7) seorang yang
tidak diketahui identitasnya, tanpa nama dan keterangan tahun terbit.5
Dalam catatan Affandi, Kitab Ta’lim juga sudah dialih bahasa atau
dilakukan penerjemahan ke dalam beberapa bahasa diantaranya bahasa Arab,
Inggris, Prancis, Turki, Urdu dan Indonesia. Dalam Bahasa Arab kitab Ta’lim
3 Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h.29.
4 Affandi Mokhtar, “The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s Ta’lim
al-Muta’allim Thariq at-Ta’allum”, Thesis, (Montreal: Mc.Gill University, 1993), h. 7. 5 Affandi Mokhtar, The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s, .... h.
7.
58
diterjemahkan dengan judul Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum, terbitan
Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh, Mesir tahun 1367 H/1948 M yang
berjumlah 63 halaman.6 Kitab Ta’lim edisi bahasa Prancis ditulis oleh Ibrahim
Salamah pada tahun 1983, kemudian diterbitkan kembali edisi terbarunya pada
tahun 1991 dengan judul Instruccion del Estudiante; el Metodo de Aprender
(Ta’lim al-Muta’allim). Adapun dalam bahasa Turki, Kitab Ta’lim ditulis oleh
Abd al-Majid ibn Nushuh ibn Israil dengan judul Irsad at-Ta’lim fi Ta’lim al-
Muta’allim. Dan diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu pada tahun 1930 dalam dua
edisi, masing-masing oleh Imtiyaz Ali ‘Arsyi dan Mohd. Moinuddin. Kemudian
yang terakhir ke dalam Bahasa Indonesia diantaranya kitab Ta’lim diterjemahkan
oleh Aly As’ad dengan menggunakan judul Bimbingan bagi Penuntut Ilmu
Pengetahuan, terbitan Menara Kudus pada tahun 1978.7
Berdasarkan dari pemberian komentar catatan (syarh) dan penerjemahan
ke dalam beberapa bahasa, menunjukan bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim karya
Syaikh al-Zarnuji sangat populer dan masih perlu untuk diperhatikan dan
dijadikan pedoman dalam kegiatan pendidikan. Perhatian dan kepopuleran kitab
Ta’lim telah terjadi dari sejak kitab ini dibuat sampai sekarang. Bahkan,
kepopuleran Ta’lim ternyata juga diakui oleh para sarjana Barat ketika melakukan
survei terhadap sumber-sumber literatur kependidikan Islam klasik dan abad
pertengahan. Menurut mereka kitab Ta’lim yang terdiri dari tiga belas bab itu
mungkin karya kependidikan yang paling terkenal daripada beberapa karya
kependidikan yang berhasil ditemukan.8
Selain itu, menurut informasi Muidh Khan, sebagaimana yang dikutip oleh
Affandi, sejak publikasi perdana kitab Ta’lim di Barat sekitar tahun 1907 M, para
sarjana dan orientalis Barat mulai tertarik untuk mengkaji prinsip-prinsip
pendidikan Islam.9 Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kitab Ta’lim
6 Affandi Mokhtar, The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s, .... h. 8.
(dalam catatan kaki). 7 Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h.32.
8 Affandi Mokhtar, The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s, .... h.8.
9 Affandi Mokhtar, The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s, .... h.
9.
59
kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan menjadi referensi dan
rujukan penting dalam tulisan-tulisan mereka tentang pendidikan Islam.10
Secara umum, materi yang terdapat dalam kitab Ta’lim terdiri dari tiga
belas bab atau fasal yang mencakup pedoman belajar, ketiga belas bab tersebut
adalah:
1. Bab tentang hakikat ilmu dan fiqih serta keutamaannya.
2. Bab tentang niat diwaktu belajar.
3. Bab tentang memilih ilmu, guru dan teman.
4. Bab tentang menghormati ilmu dan ahlinya.
5. Bab tentang kontinuitas, tekun dan minat (cita-cita).
6. Bab tentang permulaan, ukuran, dan tata tertib belajar.
7. Bab tentang tawakkal.
8. Bab tentang masa belajar yang efektif.
9. Bab tentang kasing sayang dan nasihat.
10. Bab tentang mencari faidah.
11. Bab tentang wara’ ketika belajar.
12. Bab tentang faktor penyebab hafal dan lupa dalam belajar.
13. Bab tentang faktor yang mendatangkan dan penghalang rezeki serta faktor
penyebab panjang dan pendek umur.11
Komposisi tersebut nampaknya tidak terlepas dari latar belakang penulisan
kitab Ta’lim yang didorong oleh kekecewaan terhadap penuntut ilmu yang pada
waktu itu tidak begitu sukses dalam menuntut ilmu. Meskipun ilmu yang dituntut
sangatlah banyak, namun pada praktiknya dan ketercapaian pada hasilnya nihil.
Kesalahan tersebut, menurut al-Zarnuji terletak pada cara belajar yang diterapkan.
Oleh karena itu, perlu adanya sebuah format pembelajaran yang tepat guna yang
sesuai dengan ajaran Islam tanpa melanggar tata krama sebagai seoarang pelajar.
Dalam pengantarnya, al-Zarnuji menyatakan sebagai berikut:
10
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h.32. 11
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, (Semarang: Maktabah al-Alawiyyah, tt), h. 3.
60
منافعه من وأ واليصلون العلم إىل جيدون زماننا ىف العلم طالب من كثريا رأيت فلما من وكل شرائطه، وتركوا طريقه أخطأوا أهنم ملا حيرمون ـ والنشر به العمل وهى ـ ومثراته طريق هلم أبني أن وأحببت فأردت جل، أو قل املقصود والينال ضل، الطريق أخطأ ىل الدعاء رجاء واحلكم، العلم أوىل أساتيذى من ومسعت الكتب ىف رأيت ما على التعلم
تعاىل اهلل استخرت ما بعد الدين، يوم ىف واخلالص بالفوز املخلصني، فيه، الراغبني من .12 التعلم طريق املتعلم تعليم :ومسيته فيه،
“Ketika saya memperhatikan para pelajar (santri), sebenarnya mereka
telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tapi banyak dari mereka tidak
mendapat manfaat dari ilmunya, yakni berupa pengalaman dari ilmu tersebut dan
menyebarkannya. Hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan
syarat-syaratnya mereka tinggalkan. Karena, barang siapa salah jalan, tentu
tersesat tidak dapat mencapai tujuan. Oleh karena itu saya ingin menjelaskan
kepada santri cara mencari ilmu, menurut kitab-kitab yang saya baca dan
menurut nasihat para guru saya yang ahli ilmu dan hikmah. Dengan harapan
semoga orang-orang yang tulus ikhlas mendo’akan saya sehingga saya
mendapatkan keuntungan dan keselamatan di akhirat. Begitu do’a saya dalam
istikharah ketika akan menulis kitab ini. Dan Kitab ini saya beri nama Ta’limul
Muta’alim Thariq al-Ta’allum”.
Dengan demikian al-Zarnuji sangat memberikan perhatian dan petunjuk
kepada para penuntut ilmu agar mereka bukan hanya banyak menuntut ilmu,
melaikan juga meraihnya dengan mudah sehingga dapat bermanfaat dan
diamalkan. Perhatian dan petunjuk al-Zarnuji terhadap penuntut ilmu juga bisa
dilihat atau ditelaah dari kata-kata anjuran dan perintahnya dengan menggunakan
kata-kata kunci seperti ungkapan اَل بُد (mesti/sangat diharuskan), dan ungkapan
Menurut penulis, kata atau ungkapan yang dijadikan sebagai .(seyogyanya) ينبغي
12
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, ..... h. 2.
61
petunjuk yang dikemukakan al-Zarnuji tersebut mengandung kelembutan dan
penuh kasih sayang, yang membuat pembaca dari kitab Ta’lim seakan-akan
dinasehati dengan baik, tidak merasa dimarahi atau dipaksa. Sehingga penuntut
ilmu yang sungguh-sungguh ketika membaca kitab Ta’lim merasa ikhlas untuk
mengikuti arahan dan petunjuk al-Zarnuji.
Secara umum, aspek yang diutamakan al-Zarnuji dalam Ta’lim adalah
akhlak. Namun, Menurut Aly As’ad salah seorang yang menerjemahkan kitab
Ta’lim al-Muta’allim, dalam pendahuluannya beliau mengatakan bahwa “ al-
Zarnuji tampak mencoba merumuskan metode belajar yang komprehensif -
holistik; yaitu metode dengan perspektif teknis dan moral bahkan spritual sebagai
paradigmanya”.13
Jadi, dalam Ta’lim al-Zarnuji di dalamnya memuat konsep etika
dan pedagogik bagi penuntut ilmu.
Dari aspek materi yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-Zarnuji, menurut
Muidh Khan sebagaimana yang dikutip oleh Dzikri Nirwana, terdapat tiga aspek
kependidikan yaitu pandangan dasar tentang ilmu, klasifikasi mata pelajaran, dan
metode belajar.14
Selain itu, Dzikri juga mengutip pendapat dari Von Grunebaum
dan Abel yang telah menelaah kitab Ta’lim yang memberikan komentar bahwa
Ta’lim karya al-Zarnuji sangat menarik, bukan hanya dilihat dari sudut sosio-
kultural, namun juga dilihat dari sudut pendidikan dan psikologisnya.15
Oleh
karena itu, konsep yang ditawarkan oleh al-Zarnuji dalam Ta’lim sangatlah
holistik, dalam artian, konsep yang dikemukakan begitu komprehensif,
menyeluruh, dan melibatkan semua aspek, baik aspek akhlak dan tuntunan tata
cara belajar.
13
Aly As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’limul
Muta’allim), (Kudus: Menara Kudus, 2007), (dalam pendahuluannya). 14
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 44. 15
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 46.
62
B. Konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji
Konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji dalam karyanya kitab Ta’lim al-
Muta’allim telah dilakukan studi secara umum oleh para pakar pendidikan seperti
Mohammad Abd. Muidh Khan.16
Pandangan Muidh Khan kepada kitab Ta’lim ini
terbagi kepada tiga aspek, yaitu pandangan dasar tentang ilmu, klasifikasi mata
pelajaran, dan metode belajar.
Pertama, pandangan dasar tentang ilmu menurut al-Zarnuji, ilmu adalah
sarana untuk mencapai sesuatu yang transendental yaitu takwa kepada Allah. Hal
ini yang menurut Abu Hanifah bahwa belajar ilmu fiqh, dimaksudkan untuk
memahami hakikat diri sendiri sehingga konsekuensi mempelajari ilmu yang
berarti mengamalkannya.17
Karena dalam kitab Ta’lim al-Zarnuji sangat
mementingkan ilmu fiqh yang didalamnya terkandung aturan normatif untuk
beribadah kepada Tuhan.
Pengetahuan seseorang terhadap suatu ketentuan hukum yang dalam ini
terdapat dalam fiqh, yang menjelaskan tentang adanya yang benar dan yang salah
adalah perkara yang penting dalam hal ini. Dengan konsekuensi, seseorang harus
konsisten dengan kebenaran dalam perilaku kehidupannya. Hal ini dimaksudkan
untuk mengintegerasikan aspek spritual dan intelektual dalam diri manusia.18
Sehingga dengan integerasi tersebut, setelah mengenal hakikat diri sendiri,
seseorang akan mengenal siapa Tuhannya. Sebagaimana dalam ungkapan “siapa
yang telah mengenal dirinya, maka dia telah mengenal Tuhannya”. Al-Zarnuji
dalam hal ini ingin mengemukakan bahwa ilmu itu harus diamalkan dalam rangka
mencapai ketakwaan kepada Allah. Takwa dalam arti yang sejati ialah
menjalankan semua perintah Allah dan menjauhkan larangan-Nya.
Kedua, berkaitan dengan klasifikasi mata pelajaran. Al-Zarnuji
mengemukakan dalam Ta’lim membagi mata pelajaran dalam dua kategori, yaitu
kategori ilmu wajib (fardh ‘ain) dan kategori ilmu pilihan (fardh al-kifayah).19
16
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 43. 17
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, ..... h.8. 18
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 44. 19
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 4.
63
Ilmu wajib bagi al-Zarnuji adalah ilmu haal, yakni ilmu yang berkaitan dengan
kondisi keberadaan seseorang sebagai manusia sebagai wujud nyata bahwa
manusia harus berhubungan dengan Tuhan dan sesama makhluk-Nya. Misalnya,
ketika seseorang berkewajiban melaksanakan ibadah sholat sebagai wujud
penyembahan kepada Tuhan, maka dia juga mesti mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan sholat. Juga ketika seseorang adalah pedagang yang berkaitan
dengan muamalah dengan orang lain, dia mesti mempelajari perkara-perkara
tentang perdagangan yang baik. Sedangkan ilmu pilihan bagi al-Zarnuji adalah
ilmu yang dibutuhkan pada saat-saat tertentu, jika dalam suatu daerah telah
terdapat orang yang mengetahuinya, maka gugurlah kewajiban menuntul ilmu
tersebut. Kecuali jika dalam sebuah daerah tidak ada yang menguasai ilmu, maka
semua penduduknya akan menanggung dosa. Misalnya ilmu tentang kesehatan
atau kedokteran.
Ketiga, berkaitan dengan metode belajar. Menurut al-Zarnuji, belajar
adalah kemampuan mengolah daya mental, memori dan intelektual.20
Oleh karena
itu al-Zarnuji sangat menekankan pentingnya menghafal, disamping perlu adanya
kegiatan-kegiatan lain seperti mencatat, memahami, berdiskusi atau berdialog.
Selain Muidh Khan, Von Grunebaum dan Abel yang juga pernah
melakukan studi terhadap kitab Ta’lim al-Zarnuji mengemukakan pandangan
terhadap pemikiran al-Zarnuji dengan membagi dua kategori utama yang tertuang
dalam kitab Ta’lim ini, yaitu etik religi dan teknik pembelajaran.21
Kategori
pertama lebih bersifat allogical, dalam arti tidak ada pendiskusian secara rasional
maupun pembuktian ilmiah, seperti pemikiran al-Zarnuji yang mengharuskan
penuntut ilmu untuk mempraktikan beberapa jenis amalan tertentu. Kategori
kedua bersifat dabatable, dalam arti terbuka peluang untuk didiskusikan kembali
dan diverifikasi lebih lanjut seperti mengenai mata pelajaran, pemilihan guru dan
teman, waktu belajar, teknik dan proses belajar, dinamika belajar, dan hubungan
penuntut ilmu dengan lingkungannya.22
20
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 46. 21
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 46. 22
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 47.
64
Pertama, mengenai mata pelajaran. Al-Zarnuji dalam Ta’lim
mengutamakan dua mata pelajaran, yakni fiqh dan kedokteran. Pelajaran fiqh
dijadikan sebagai pelajaran pokok sedangkan ilmu kedokteran adalah pelajaran
minor / pelengkap.
Kedua, mengenai pemilihan guru dan teman. Dalam hal ini al-Zarnuji
mengharuskan seorang penuntut ilmu harus melakukan rihlah ilmiah untuk
menuntut sebuah ilmu, yang sebelumnya penuntut ilmu diharuskan mencari
informasi yang tuntas tentang guru yang ditujunya dengan menekankan tiga
kriteria yaitu kepandaian, kebersihan hati, dan pengalaman guru tersebut.23
Al-
Zarnuji juga menyarankan bagi seorang penuntut ilmu untuk memilih teman yang
tekun, wara’, jujur dan mudah memahami masalah. Kemudian bagi penuntut ilmu
hendaklah menjauhi teman yang pemalas, pengangguran, banyak bicara, suka
berbuat kerusakan dan suka berbuat fitnah.24
Dengan demikian dalam hal ini, al-
Zarnuji mengemukakan keriteria-kriteria dalam hal pemilihan guru untuk
menekuni ilmu yang akan dituntut, juga pemilihan teman belajar yang akan
mendapinginya selama menuntut ilmu dengan mengedepankan akhlak disamping
keintelektualan.
Ketiga, mengenai waktu belajar. Al-Zarnuji mengemukakan bahwa belajar
adalah kegiatan sepanjang hayat (long life education). Al-Zarnuji menyatakan
bahwa permulaan usia muda atau masa remaja adalah saat yang tepat untuk
belajar.25
Keempat, mengenai teknik dan proses belajar. Dalam hal ini, al-Zarnuji
mempertimbangkan perkembangan jiwa seseorang. Pertimbangan al-Zarnuji
terhadap jiwa penuntut ilmu dikemukakan oleh Dzikri Nirwana:
“Pada usia anak-anak, aktivitas menghafal dengan cara pengulangan harus
ditempuh dengan tekun. Setelah itu, memasuki pendidikan yang lebih
tinggi, penekanan pada aspek pemahaman terhadap suatu materi pelajaran
mulai dilakukan. Hal-hal yang dipelajari tidak hanya dikuasai secara
material, melainkan harus paham maknanya. Tetap dengan
23
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 14. 24
Aly As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’limul
Muta’allim), .... h. 32 25
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 48.
65
kemampuannya menghafal dan memahami pelajaran. Pada tahap
berikutnya, seorang penuntut ilmu harus aktif dalam merefleksikan
pengertiannya sekaligus kreatif dalam bertanya. Dikatakan bahwa bertanya
itu lebih baik daripada menghafal satu bulan. Dalam prosesnya, al-Zarnuji
menekankan kepada penuntut ilmu untuk mencatat apa yang diingat dan
dipahami”.26
Oleh karena itu sudahlah jelas dalam proses belajar al-Zarnuji
mempertimbangan perkembangan penuntut ilmu dari masa pendidikan awal,
kemudian pendidikan lanjut, sampai ke pendidikan tinggi.
Kelima, menyangkut dinamika belajar. Von Grunebaum dan Abel
berpendapat bahwa ide al-Zarnuji pada prinsipnya didasarkan pada dua aspek.
Kedua aspek tersebut adalah ketentuan teknis dan kepentingan etis.27
Maksudnya
adalah untuk mencapai keberhasilan dalam belajar, seseorang harus menunjukkan
kemauan yang keras dan berusaha secara serius. Kedua hal ini tidak bisa
dipisahkan, dalam arti jika ada kemauan namun tidak ada usaha, maka akan
percuma. Sebaliknya jika ingin berusaha namun kemauan tidak ada juga percuma
dan sia-sia untuk dilakukan. Selain itu, penuntut ilmu hendaknya juga memelihara
semangat belajar secara konsisten, tetapi jangan sampai membuat jenuh. Disinilah
dinamika pada proses belajar penting. Tujuannya adalah dengan proses belajar
yang bervariasi diharapkan tidak membuat penuntut ilmu jenuh atau bosan.
Keenam, berkaitan dengan hubungan murid dan lingkungannya. Al-
Zarnuji menyatakan lingkungan pergaulan baik dalam hubungannya dengan guru,
teman, maupun masyarakat pada umumnya, sangat mempengaruhi pola belajar
dan berpikir seseorang.28
Oleh karena itu, penuntut diharapkan bisa menjalin
hubungan baik dengan lingkungan sekitarnya terlebih bisa membangun interaksi
yang membuat semangat belajar menjadi tinggi. Sehingga penuntut ilmu semakin
bergairah untuk menuntut ilmu dan tidak memunculkan sikap putus asa dan patah
semangat dalam belajar.
26
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 48 27
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 49. 28
Dzikri nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 49.
66
Berdasarkan uraian dari dua ahli pendidikan diatas, yakni Muidh Khan dan
Von Grunebaum dan Abel yang telah menelaah serta melakukan studi terhadap
konsep thariq al-ta’allum atau konsep pembelajaran yang dikemukakan al-Zarnuji
dalam karyanya Ta’lim al-Muta’allim, kiranya telah memberikan gambaran
bahwa konsep yang ditawarkan atau yang dikemukakan oleh al-Zarnuji begitu
komprehensif-holistik, sebagaimana pernyataan dari As’ad Aly yang mengatakan
bahwa kitab Ta’lim al-Zarnuji merupakan kitab pedoman bagi penuntut ilmu yang
ditulis secara lengkap, dimana al-Zarnuji selain menekankan etika bagi penuntut
ilmu, juga menekankan aspek teknis-praktis yang harus dilakukan penuntut ilmu
agar keberhasilan proses belajar dapat tercapai. 29
C. Konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji dan Relevansi
Psikologisnya terhadap Konsep Pembelajaran Kontemporer
Secara umum yang dikemukakan oleh al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim adalah tata cara belajar yang ideal. Dengan tata cara belajar yang
ideal tersebut diharapkan bagi semua penuntut ilmu dapat mencapai keberhasilan
untuk memanfaatkan dan mengamalkan sebuah ilmu pengetahuan. Konsep
pembelajaran yang disarankan atau yang dikemukakan oleh al-Zarnuji, meskipun
dibuat sekitar abad ke-13 masih menarik untuk dilakukan pengkajian keterkaitan
hubungan pada konsep pembelajaran pada zaman sekarang (kontemporer).
Penulis berpendapat bahwa dalam kitab Ta’lim, al-Zarnuji menyusun
konsep pembelajarannya yang meliputi dua kategori utama yaitu aspek etika dan
aspek teknik-praktik. Aspek etika berkaitan dengan sikap seorang penuntut ilmu
selama dia belajar. Aspek etika yang dikemukakan oleh al-Zarnuji adalah
bahwasannya seorang penuntut ilmu harus memiliki niat (an-Niyah) yang tulus,
bersungguh-sungguh (al-Jidd) untuk giat dan tekun dalam menuntut ilmu,
tawakal, wara’, sikap penghormatan terhadap ilmu dan guru, dan bermusyawarah.
Sedangkan aspek teknik-praktik adalah aspek yang lebih berkaitan pada proses
29
Aliy As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’limul
Muta’allim), ... h. 7
67
pelaksanaan kegiatan belajar yaitu pemilihan bidang studi, kuantitas pelajaran,
kualitas pelajaran, metode belajar, dan tahap akhir belajar. Atau aspek teknik-
praktik ini bisa ditinjau atau dilihat dari sudut proses belajar yang dimulai
dengan tahapan pra-belajar, kemudian pelaksananan kegiatan belajar, dan tahap
selesai belajar.
Berikut ini penulis akan menjabarkan konsep pembelajaran al-Zarnuji
tersebut dengan penjelasan relevansi psikologisnya terhadap konsep
pembelajaran kontemporer.
1. Aspek Etika
Sebelum masuk kepada konstruksi etika yang dikemukakan oleh al-
Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim-nya, perlu untuk melihat terlebih dahulu
istilah dari etika belajar. Dzikri mengutip dari Carl Wellman dalam bukunya
Morals and Ethics menjelaskan “Kata etika secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani kuno ethos yang mempunyai arti tempat tinggal biasa, padang rumput,
kandang, akhlak, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir”.30
Sedangkan secara terminologis, etika memiliki arti sangat variatif. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Dari kata etika muncul istilah
etiket yang berarti tata cara atau sopan santun, sehingga identik dengan adab”.31
Dalam Islam, etika diidentikkan dengan istilah al-akhlak, berasal dari Bahasa
Arab yang bermakna perangai, budi, tabiat, adab, atau tingkah laku.32
Adapun
pengertian akhlak secara istilah menurut Imam Ghazali yang dikutip oleh Ahmad
Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar adalah “Sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
memerlukan pemikiran maupun pertimbangan”.33
Dari konsep Al-Ghazali itu
dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan suatu sikap mental yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tanpa berpikir dan melakukan
30
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 10. 31
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), h.383. 32
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Harum Siregar, Akhklak Tasawuf, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2013), Cet. ke-1, h. 30. 33
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Harum Siregar, Akhklak Tasawuf, .... h. 30.
68
pertimbangan. Dengan demikian akhlak itu murni berasal dari jiwa (psikis)
manusia yang sudah menjadi kebiasaan.
Dalam kitab Ta’lim al-Zarnuji mengemukakan etika belajar yang dijadikan
sebagai aturan normatif yang harus dipatuhi oleh peserta didik dalam menempuh
pendidikan. Etika belajar yang dimuat al-Zarnuji dalam karyanya Ta’lim al-
Muta’allim adalah:
a. Niat (an-Niyah) yang Tulus
Secara etimologis, niat adalah kehendak (al-qashd), dan dengan ungkapan
yang lebih luas, niat adalah keterjagaan hati terhadap apa yang dilihat sesuai
dengan tujuan yang diinginkan, baik untuk mendatangkan manfaat, maupun
untuk menghindari mudharat.34
Menurut Affandi, “Niat merupakan perkerjaan
dalam hati (inner action) yang berasal dari dalam hati manusia yang
memunculkan sebuah tindakan”.35
Dalam pandangan syara’ (hukum Islam), niat
merupakan sebuah pekerjaan hati untuk melakukan sebuah tindakan yang
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memohon ridha-Nya.
Bahkan pentingnya niat dilandaskan di dalam sebuah hadits yang sangat populer
yaitu sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya perbuatan itu
tergantung dengan niatnya”.
Atas dasar hadits diatas, maka al-Zarnuji menganggap niat sebagai etika
yang mendasar bagi peserta didik ketika belajar atau menuntut ilmu. Dalam kitab
Ta’lim-nya al-Zarnuji mengungkapkan:
عليه لقوله األفعال مجيع ىف األصل هى النية إذ العلم، تعلم زمان ىف النية من له البد مث .صحيح حديث .بالنيات األعمال إمنا :السالم
“Wajib berniat waktu belajar. Sebab niat itu menjadi pokok dari segala
hal, sebagaimana sabda nabi saw : Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu
tergantung niatnya”. Hadits shahih”.36
34
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 55. 35
Affandi Mochtar, The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s, .... h.
58 36
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 8.
69
Kemudian al-Zarnuji melanjutkan ungkapannya dengan memberi
penguatan hadits tentang pentingnya niat untuk melakukan sesuatu.
مث الدنيا، عمل بصورة يتصور عمل من كم :وسلم عليه اهلل صلى اهلل رسول عن روى يصري مث اآلخرة عمل بصورة يتصور عمل من وكم اآلخرة، أعمال من النية حبسن يصري
37.النية بسوء الدنيا أعمال من“Dari beliau pula diriwayatkan sebuah hadits : “Banyak amal perbuatan
yang berbentuk amal dunia namun karena bagus niatnya maka menjadi bagian
amal akhirat. Adapula amal perbuatan yang terlihat amal akhirat lalu menjadi
amal dunia yang karena buruk niat.”
Dengan berpijak pada landasan normatif diatas, al-Zarnuji
mengembangkan pembahasan niat dalam belajar pada aspek kategorisasinya. Pada
dasarnya, belajar merupakan sebuah aktivitas yang mulia. Namun, belajar boleh
jadi menjadi tidak mulia jika dilandasi dengan adanya niat yang buruk. Karena
itulah dinyatakan bahwa ilmu yang berdaya guna bagi pemiliknya sebagai
menifestasi dari keberkahan ilmu dapat dicapai dengan dasar niat yang baik ketika
menuntut ilmu.38
Dalam hal ini, al-Zarnuji mengemukakan setidaknya beberapa bentuk niat
yang benar dalam mencari ilmu dengan ungkapan:
نفسه، عن اجلهل وإزالة اآلخرة، والدار اهلل رضاء العلم بطلب املتعلم ينوى أن وينبغى واليصح بالعلم، اإلسالم بقاء فإن اإلسالم، وإبقاء الدين وإحياء اجلهال، سائر وعن .اجلهل مع والتقوى الزهد
“Di waktu belajar hendaklah berniat mencari Ridha Allah swt.
Kebahagian akhirat, memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum bodoh,
mengembangkan agama dan melanggengkan Islam. Sebab kelanggengan Islam
itu harus diwujudkan dengan ilmu. Zuhud dan taqwapun tidak sah jika tanpa
berdasar ilmu”.
37
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 8. 38
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 58.
70
Al-Zarnuji pertama-tama mengemukakan bahwa niat belajar yang benar
adalah untuk mencari keridhaan Allah. Inilah yang menjadi sangat esensial dan
mendasari tiga macam niat lainnya. Pernyataan al-Zarnuji tersebut didasarkan
pada pandangan bahwa manusia adalah hamba Tuhan, sehingga akan
menimbulkan konsekuensi setiap aktivitas yang dilakukan manusia terutama yang
berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban keagamaan harus dianggap berasal dari
Tuhan. dengan demikian, belajar bagi al-Zarnuji dianggap sebagai kewajiban
keagamaan, sehingga niatnya harus diarahkan kepada pengabdian Tuhan semata.
Menurut Dzikri Nirwana, “Pandangan al-Zarnuji tentang niat sebagai
pengejawantahan belajar semata untuk pengabdian kepada Tuhan ini merupakan
hal yang menjadi tujuan dalam pendidikan Islam”.39
Dzikri melanjutkan komentarnya dengan mengutip Ahmad Salam
Jamjoom yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk
menciptakan manusia yang baik dan benar yang hanya mengabdikan dirinya
kepada Allah serta menjalankan kehidupannya sesuai dengan tuntunan syariat.40
Oleh karena itu, belajar dalam konteks ini menjadi suatu kewajiban agama yang
wajib untuk dilaksanakan. Dengan demikian, belajar yang niat dan tujuan
akhirnya adalah selain mencari rdha Allah tidak akan bernilai ibadah dan akan
menjadi sia-sia.
Selanjutnya, al-Zarnuji mengemukakan point kedua dari niat belajar yang
benar adalah untuk berusaha mencapai kebahagiaan hidup di akhirat. Dalam hal
ini, belajar merupakan salah satu bentuk manifestasi dari pengorbanan dan harus
dijadikan pelajar sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki di
akhirat kelak.41
Niat belajar yang ketiga menurut al-Zarnuji adalah untuk menghilangkan
kebodohan individual dan sosial. Pendapat ini memang merupakan tujuan
mendasar dari konsep belajar. Baginya, ilmu menempati posisi strategis dan
39
Dzkri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 59. 40
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 59. 41
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 59.
71
penting dalam kehidupan manusia.42
Selanjutnya al-Zarnuji mengatakan bahwa
niat belajar yang benar adalah untuk menghidupkan agama Allah dan
melestarikan ajaran-ajaran Islam. Di sini dia menyadari bahwa ilmu pengetahuan
merupakan prasyarat mutlak untuk mengembangkan ide dan gagasan dalam
memahami agama. Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa kelanggengan Islam
adalah dengan adanya ilmu.43
وال عليه، الناس إقبال به ينوى وال ,البدن وصحة العقل، نعمة على الشكر :به وينوى 44.وغريه السلطان عند والكرامة الدنيا، حطام استجالب
“Dengan belajar pula, hendaklah diniati untuk
mensyukuri kenikmatan akal dan badan yang sehat. Belajar jangan diniatkan
untuk mencari pengaruh, kenikmatan dunia ataupun kehormatan di depan sultan
dan penguasai-penguasa lain”.
Kemudian al-Zarnuji mengemukakan bahwa niat yang baik dalam belajar
adalah untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan. Pernyataan ini nampaknya
berkaitan erat dengan posisi manusia sebagai makhluk yang mulia dan terbaik
diantara ciptaan Tuhan, karena manusia diberikan akal atau kemampuan
intelektual. Dengan kata lain, al-Zarnuji ingin menegaskan bahwa belajar adalah
kegiatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan intelektual serta
potensi-potensi lainnya yang dimiliki oleh manusia sebagai wujud syukur dari
pemberian Tuhan baik pengembangan jasmaniah maupun ruhaniah.
Pengembangan intelektual dan potensi yang dimiliki oleh manusia ini yang pada
zaman sekarang dikatakan sebagai pendidikan atau belajar yang mengarah kepada
pengembangan tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikmotorik. Hal ini,
menurut Dzikri, sesuai dengan teori belajar yang dikenal dengan taksonomi
Bloom.45
Selain mengungkapkan bagaimana niat yang baik dalam belajar, al-Zarnuji
juga menyarankan untuk penuntut ilmu mempunyai niat yang tidak baik, yaitu
42
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 60. 43
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 61. 44
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 9. 45
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 62.
72
tidak bolehnya belajar diniatkan untuk semata-mata kesenangan duniawi.
Kesenangan dunia dalam hal ini adalah mencari sebuah jabatan. Hal itu
menurutnya akan memperkeruh niatnya dalam belajar. Sehingga, dengan adanya
niat yang tidak baik tersebut tujuan belajar yang sesuai dengan niat baik menjadi
hilang dan tidak fokus. Namun demikian, al-Zarnuji juga membuat pengecualian
dalam hal ini. Al-Zarnuji menyatakan bahwa jika belajar dengan niat untuk
memperoleh kedudukan atau jabatan yang tinggi dalam rangka amar ma’ruf nahi
munkar, menegakkan kebenaran atau meninggikan agama Allah, tidak untuk
kepentingan pribadi atau kelompoknya, maka hal tersebut dibolehkan
sebagaimana pernyataannya yang juga dikutip oleh Dzikri Nirwana:
الدين وإعزاز احلق، وتنفيذ املنكر، عن والنهى باملعروف لألمر اجلاه طلب إّذا إال اللهم 46.املنكر عن والنهى باملعروف األمر به يقيم ما بقدر ذلك فيجوز وهواه، لنفسه ال
“Tetapi jikalau dalam meraih keagungan itu demi amar ma’ruf nahi
munkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama bukan untuk
keperluan hawa nafsu sendiri maka diperbolehkan sejauh batas telah dapat
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tersebut”47
.
Dalam hal ini, nampaknya al-Zarnuji melakukan penjagaan agar penuntut
ilmu tetap konsisten pada niat baiknya dan tidak terjerumus pada niat yang buruk.
Dengan kata lain al-Zarnuji menekankan bagi penuntut ilmu untuk konsisten dan
menjaga niat yang ikhlas dan tulus untuk belajar.
Niat yang diharuskan bagi para penuntut ilmu juga merupakan sarana
untuk memusatkan perhatian penuntut ilmu untuk melakukan kegiatan belajar.
Perhatian menurut Ghazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi sehingga jiwa
itu semata-mata tertuju kepada suatu objek.48
Untuk menjamin hasil belajar yang
baik, penuntut ilmu atau peserta didik diharuskan memiliki perhatian terhadap
pelajarannya.
46
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 10. 47
Lihat Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 63. 48
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta PT: Rineka Cipta,
2010), Cet.ke-5, h. 56.
73
Perhatian merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar.
Dalam kajian psikologi, perhatian merupakan pemusatan tenaga psikis yang
tertuju pada suatu objek tertentu.49
Jadi dalam proses belajar, peserta didik harus
menaruh perhatian terhadap apa yang akan dipelajarinya. Karena didalam
perhatian terhadap pelajaran menjadikan psikologis peserta didik menjadi fokus
kepada sebuah objek yang merupakan bahan untuk belajar mereka. Dengan
diawali dengan niat yang semata-mata untuk belajar, pada waktu yang sama
perhatian peserta didik menjadi terpusat dan merasa siap untuk melakukan
kegiatan belajar.
b. Bersungguh-sungguh (al-Jidd) untuk Giat dan Tekun dalam Menuntut
Ilmu
يا :تعاىل بقوله القرآن ىف اإلشارة وإليه العلم، لطالب واملالزمة واملواظبة اجلد من بد ال مث 50.سبلنا لنهدينهم فينا جاهدوا والذين :تعاىل وقوله .بقوة الكتاب خذ حيىي
“Selain itu semua, pelajar juga harus bersungguh hati dalam belajar serta
kontinu (terus-terusan). Seperti itu pula di tunjukkan firman Allah: “Dan Orang-
orang yang mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka kepada
jalan-jalan Kami” (Surat 29, Al-Ankabut 69)”.
ما تنال تتعىن بقدرما :وقيل .وجل وجل الباب قرع ومن وجد، وجد شيئا طلب من :وقيل 51.تتمىن
“Dikatakan pula : “Siapa yang sungguh-sungguh dalam mencari sesuatu
pastilah ketemu. “Brangsiapa mengetuk pintu bertubi-tubi, pasti dapat
memasuki”. ada dikatakan lagi: “Sejauhmana usahamu, sekian pula tercapai
cita-citamu”.
Niat yang baik dalam menuntut ilmu tentunya tidak cukup tanpa diiringi
usaha yang optimal, yaitu dengan kesungguhan (al-jidd) dan ketekunan (al-
Muwazhabah) dalam belajar. Maksud dari al-jidd dan al-muwazhabah menurut al-
49
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2005), Cet.ke-1, h. 113. 50
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .....h. 22. 51
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .....h. 22.
74
Zarnuji adalah suatu karakter pelajar yang konsisten dalam mencapai tujuannya
melalui kerja keras. Sejauh mana usaha yang dilakukan, sejauh itu pula tujuan
yang akan dicapai si penuntut ilmu. Bagaimanapun beratnya kesulitan yang
dihadapi, seorang penuntut ilmu diharapkan mampu meyakinkan dirinya bahwa
Tuhan akan membukakan jalan keluar baginya, asalkan dia sudah memiliki niat
baik dan usaha dengan seoptimal mungkin dan kesungguhan yang kuat.52
ىف كان إن واألب، واألستاذ، املتعلم، :ثالثة جد إىل والتفقه التعلم ىف حيتاج :وقيل 53.األحياء
“Dan dikatakan : “Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu dan
fiqh itu diperlukan kesungguhan tiga pihak. Yaitu guru, pelajar dan wali murid
jika masih ada.”
Pernyataan al-Zarnuji diatas sangat menarik untuk diperhatikan.
Menurutnya, dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan, kesungguhan
tersebut diperlukan tidak hanya pada personal si penuntut ilmu, melainkan guru
dan orang tua juga harus ikut andil. Al-Zarnuji ingin menegaskan pentingnya
kerja sama yang baik antara ketiga pihak tersebut dalam proses belajar.
Kesungguhan ketiga pihak tersebut menjadi faktor penting bagi pelajar dalam
meraih kesuksesan belajarnya dan pendidikan secara keseluruhan. Meskipun
demikian, al-Zarnuji tetap menekankan pentingnya al-jidd dan al-muwazhabah
kepada personal peserta didik.54
Al-jidd dan al-muwazhabah ini pada dasarnya adalah bagaimana seorang
penuntut ilmu menggunakan waktunya sebaik mungkin. Artinya, kegiatan belajar
bagi seorang penuntut ilmu harus menjadi agenda utama dalam kehidupannya.55
Kemudian al-Zarnuji menyatakan tentang ketekunan ini dengan
mengharuskan seorang penuntut ilmu untuk berjaga pada malam hari dalam
rangka untuk belajar. Waktu belajar pada malam hari ini diterangkan oleh al-
Zarnuji adalah dengan awal hingga akhir malam. Rincinya waktu belajar adalah
52
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 67. 53
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 22. 54
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 68. 55
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 69.
75
antara maghrib dan isya sampai waktu sahur. Ungkapan tersebut dinyatakan
dalam kitab Ta’limnya sebagai berikut:
بني ما فإن وآخره، الليل أول ىف والتكرار الدرس على املواظبة من العلم لطالب بد وال 56.مبارك وقت السحر، ووقت العشائني،
“Tidak boleh tidak, pelajar harus dengan kontinu sanggup dan
mengulangi pelajaran yang telah lewat. Hal itu dilakukan pada awal waktu
malam, akhir waktu malam. Sebab waktu diantara maghrib dan isya, demikian
pula waktu sahur puasa adalah membawa berkah.”
Kemudian al-Zarnuji menambahkan pernyataannya dengan menyarankan
bagi seorang penuntut ilmu untuk berusaha seoptimal mungkin sekalipun mesti
berlelah-lelahan untuk mencapai ketekunan dan kesungguhan meraih ilmu
pengetahuan.
العلم فضائل ىف بالتأمل واملواظبة واجلد التحصيل على نفسه يتعب أن فينبغى“Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh sampai terasa letih guna
mencapai kesuksesan, dan tak kenal berhenti, dan dengan cara
menghayati keutamaan ilmu”.
Berdasarkan saran al-Zarnuji tersebut, beliau ingin mengatakan kepada
seorang penuntut ilmu untuk senantiasa fokus, konsisten, menjaga niat, untuk
belajar dalam rangka mencapai keberhasilan memperoleh ilmu. Meskipun,
penuntut ilmu akan merasakan kelelahan.
Kemudian al-Zarnuji mengharuskan seorang penuntut ilmu untuk teguh
mencapai cita-cita yang diinginkannya. Al-Zarnuji mengungkapkan:
يطري كالطري هبمته يطري املرء فإن العمل، ىف العالية اهلمة من العلم لطالب بد فال 57.جبناحيه
56
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 24. 57
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 25
76
“Pelajar harus luhur cita-citanya dalam berilmu. Manusia itu akan
terbang dengan cita-citanya, sebagaimna halnya burung terbang dengan kedua
sayapnya”.
Sifat kesungguhan tidak akan muncul jika tidak ada obsesi untuk mencapai
sebuah cita-cita. Semakin besar obsesi untuk mencapai cita-cita tersebut, maka
semakin kuat pula usaha yang akan dilakukan seorang penuntut ilmu. Oleh karena
itu, dalam hal ini al-Zarnuji menegaskan bahwa pangkal segala kesuksesan adalah
kesungguhan (al-jidd) dan cita-cita yang luhur.58
59.العالية واهلمة اجلد األشياء حتصيل ىف والركن“Pangkal kesuksesan adalah kesungguhan dan himmah yang luhur”.
Kesungguhan untuk menggapai cita-cita harus dijalankan secara seimbang.
Artinya, cita-cita yang luhur harus diperjuangkan dan diiringi dengan usaha yang
keras pula. Cita-cita akan percuma dan sia-sia apabila tidak diiringi dengan
kesungguhan dan usaha yang tidak maksimal.
Al-Zarnuji kemudian melanjutkan pembahasannya pada masalah
kemalasan. Ini berkaitan erat dengan pembahasan sebelumnya tentang
kesungguhan dan ketekunan. Musuh daripada kesungguhan dan ketekunan adalah
rasa malas, yang pasti akan dirasai oleh seorang penuntut ilmu. Rasa malas juga
merupakan problem yang sangat serius yang dihadapi penuntut ilmu dan menjadi
faktor kegagalan dalam belajar.
Dalam kitab Ta’lim, al-Zarnuji memberikan solusi agar penuntut ilmu
tidak terjangkiti penyakit malas. Menurutnya, ada dua faktor utama penyebab
datangnya malas. Faktor pertama adalah kurangnya motivasi yang berasal dari
kesadaran akan keberkahan dan kemanfaatan ilmu. Jika seorang penuntut ilmu
tidak mau menyadari dan menghayati keutamaan ilmu yang dituntutnya, maka hal
tersebut bisa menyebabkan kemalasan.60
Faktor kedua yang dapat menyebabkan
kemalasan adalah berhubungan dengan makanan dan minuman. Oleh karena itu,
58
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 73. 59
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 25 60
Al-zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 27.
77
al-Zarnuji menyarankan bagi seorang penuntut ilmu untuk bisa mengontrol
makanan dan minumannya.61
Pada aspek etika kesungguhan dan ketekunan dalam belajar, tentunya
peran motivasi yang ada dalam perserta didik sangat penting. Motivasi yang ada
dalam diri peserta didik dapat membangun dan menimbulkan kembali perasaan
sungguh-sungguh dan tekun untuk belajar. Hal ini sebagaimana motivasi yang
diartikan sebagai dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi
untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.
Ada dua motivasi yang berperan agar peserta didik dapat belajar sungguh-
sungguh dan tekun, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik timbul dari dalam diri seseorang yang sangat erat hubungannya dengan
tujuan belajar, misalnya ingin memahami suatu konsep atau ingin mendapatkan
suatu pengetahuan baru. Sedangkan motivasi eksterinsik, adalah motivasi yang
datang dari luar diri individu yang tidak berkaitan dengan tujuan belajar, misalnya
belajar karena ingin mendapat nilai bagus.62
Syaiful mengutip perkataan dari Mc. Donald yang mengtakan bahwa
“Motivation is an energy change within the person characterized by affective
arousal and anticipatory goal reaction”63
. Motivasi adalah suatu perubahan
energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif
(perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan ungkapan tersebut
kesungguhan dan ketekunan belajar berasal dari motivasi instrinsik, yakni
motivasi yang berasal dari dalam diri individu. Selain motivasi instrinsik, motivasi
ekstrinsik juga tak kalah penting peranannya untuk memunculkan kesungguhan
dan ketekunan dalam belajar. Dalam ungkapan al-Zarnuji di atas, cita-cita atau
kesuksesan merupakan seuatu yang harus dicapai dengan kesungguhan dalam
belajar. Cita-cita tersebut dapat dikatakan motivasi ekstrinsik yang berasal dari
61
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 29. 62
Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, ... h. 123. 63
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2011), Cet.ke-3,
h. 148.
78
luar sehingga peserta didik bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar demi
meraih apa yang dicita-citakannya.
Dengan demikian paranan dua motivasi sangat penting dan relevan
terhadap kesungguhan dan ketekunan belajar yang menjadi etika normatif al-
Zarnuji dalam Ta’limnya.
c. Tawakal
مث ال بد لطالب العلم من التوكل ىف طالب العلم وال يهتم ألمر الرزق وال يشغل قلبه روى أبو حنيفة رمحه اهلل عن عبد اهلل بن احلارث الزبيدى صاحب رسل اهلل صلى .بذلك
.من تفقه ىف دين اهلل كفى مهه اهلل تعاىل ورزقه من حيث ال حيتسب :اهلل عليه و سلم“Pelajar harus bertawakal dalam menuntut ilmu. Jangan goncang karena
masalah rizki, dan hatinya pun jangan terbawa kesana. Abu Hanifah
meriwayatkan dari Abdullah Ibnul Hasan Az-Zubaidiy sahabat Rasulullah saw :
“Barangsiapa mempelajari agama Allah, maka Allah akan mencukupi
kebutuhannya dan memberinya rizki dari jalan yang tidak di kira sebelumnya.”
Dzikri mengutip pernyataan al-Ghazali dalam Ihya-nya bahwa “Konsep
tawakal pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian. Pertama, seseorang harus
berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan yang dimilikinya
melalui perencanaan dan pengaturan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kedua, dalam usaha kerasanya itu juga, dia dituntut untuk percaya sepenuhnya
bahwa Tuhanlah yang menentukan berhasil tidaknya tujuan tersebut”.64
Dengan kedua unsur ini, apabila seseorang berhasil mencapai tujuannya,
maka dia akan bersyukur dan tidak menjadi sombong atau tinggi hati. Bisa
dikatakan juga, apabila tujuannya tidak tercapai dia akan menerima dengan sabar
dan tidak putus asa.
Mengingat pentingnya tawakal bagi seorang penuntut ilmu, maka al-
Zarnuji menegaskan bahwa para penuntut ilmu dalam tugas belajarnya harus
percaya sepenuhnya dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Bersama
dengan niat yang baik dan usaha dengan sungguh-sungguh, sikap tawakal juga
64
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 75.
79
harus ada pada diri seorang penuntut ilmu. Sebab, bagaimanapun dalam
pandangan Islam ada kekuatan yang absolut diatas kekuatan manusia, yaitu
Allah.65
Dengan sikap tawakal ini, pelajar tidak diharapkan untuk melemahkan
usahanya dalam menuntut ilmu. Justru dengan tawakal, seorang penuntut ilmu
diharapkan untuk terus menanamkan komitmen dan konsisten dengan tugas
pokoknya, yaitu menuntut ilmu. Karena konsep tawakal adalah bukan semata-
mata pasrah atas ketentuan Tuhan. Melainkan adanya usaha sebagai bagian dari
ikhtiar yang bisa dilakukan dan diusahakan oleh manusia.
Sebenarnya dengan pernyataan al-Zarnuji bahwa seorang penuntut ilmu
harus bertawakal adalah untuk memberikan penekanan kepada penuntut ilmu agar
selalu mempergunakan seluruh waktunya untuk memperdalam ilmu pengetahuan
dan tidak usah memikirkan masalah-masalah lain, sehingga dengan begitu sikap
tawakal terpatri di dalam diri. Tawakal dalam hal ini juga berkaitan dengan
konsekuensi niat, kesungguhan dan ketekunan untuk selalu fokus dalam menimba
ilmu dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.
Dengan demikian, tawakal bagi penuntut ilmu bukan berarti meniadakan
upaya dan hanya semata-mata berpasrah. Tetapi harus ada kerja nyata dan
bersungguh-sungguh untuk mewujudkan impiannya dengan cara belajar dengan
sungguh-sungguh dan tekun. Oleh karena itu perhatian dan adanya motivasi
sangat penting untuk mencapai tawakal dalam menuntut ilmu.
d. Wara’
Selanjutnya menurut al-Zarnuji, seorang pelajar harus memiliki sifat wara’
(self protection) dalam mencari ilmu. Wara’ merupakan sikap kehati-hatian
dalam bertindak, atau tidak bertindak sesuatu yang akan membahayakan dirinya
atau menjerumuskan dirinya ke lembah dosa.66
Dalam pentingnya wara’ bagi
seorang penuntut ilmu, al-Zarnuji mendasarinya dengan sebuah hadits Rasulullah
saw:
65
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 76. 66
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 81.
80
مل من :قال أنه وسلم عليه اهلل صلى اهلل رسول عن الباب هذا ىف حديثا بعضهم روى ىف يوقعه أو شبابه، ىف مييته أن إما :أشياء ثالثة بأحد تعاىل اهلل ابتاله تعلمه ىف يتورع
أنفع، علمه كان أورع العلم طالب كان فكلما السلطان؛ خبدمة يبتليه أو الرساتيق، 67.أكثر وفوائده أيسر له والتعلم
“Dalam masalah wara’, sebagian ulama meriwayatkan hadist dari
Rasulullah saw. : “Barang siapa tidak berbuat wara’ waktu belajarnya, maka
Allah memberinya ujian dengan salah satu tiga perkara : dimatikan masih
berusia muda, ditempatkan pada perkampungan orang-orang bodoh atau
dijadikan pengabdi sang pejabat”. Jikalau mau membuat wara’ maka ilmunya
lebih bermanfaat, belajarpun mudah dengan banyak-banyak berfaedah”.
ينفع ال فيما الكالم وكثرة النوم وكثرة بعالش عن يتحرز أن الكامل الورع ومن“Termasuk berbuat waro’ adalah memelihara dirinya jangan sampai
perutnya kenyang, terlalu banyak tidur dan banyak membicarakan hal yang tak
bermanfaat”.
Selanjutnya al-Zarnuji mengemukakan bagaimana sikap wara’ yang harus
dilaksanakan oleh seorang pelajar. Diantaranya adalah tidak terlalu banyak
makan, banyak tidur, atau banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat.68
Maksud al-Zarnuji dalam hal tersebut adalah memposisikan diri bagi seorang
penuntut ilmu untuk tidak berlebihan dalam makan-minum, tidur, berbicara dan
lain sebagainya.
Al-Zarnuji juga manambahkan bahwa diantara sikap wara’ adalah tidak
bergaul dengan orang yang telah rusak moralnya dan ahli maksiat ataupun para
pengangguran karena akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap diri
penuntut ilmu dan akan mengganggu konsentrasi belajarnya.69
Sebagaimana
keterangan dalam kitab Ta’lim-nya :
67
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 50 68
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 50. 69
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 51.
81
اجملاورة فإن الصلحاء وجياور والتعطيل، واملعاصى الفساد أهل من جيتنب أن الورع ومن ويغتنم والسالم، الصالة عليه النىب بسنة مستنا ويكون القبلة مستقبل جيلس وأن مؤثرة، .املظلومني دعوة عن ويتحرز اخلري، أهل دعوة
“Termasuk wara’ lagi hendaknya menyingkiri kaum perusak, maksiat dan
penganggur, sebab perkumpulan itu membawa pengaruh. Menghadap kiblat
waktu belajar, bercerminkan diri dengan sunah Nabi, mohon dido’akan oleh para
ulama ahli kebajikan dan jangan sampai terkena do’a tidak baiknya orang
teraniaya kesemuanya itu termasuk wara”.
Pentingnya sikap wara’ melekat pada diri seorang penuntut ilmu adalah
untuk menjaga dan memiliki sikap yang hati-hati dalam melakukan sebuah
tindakan atau pekerjaan yang dapat membuat fokus belajarya terganggu. Oleh
karena sudah mengalami gangguan maka ketidakberhasilan dalam mencapai ilmu
sangat dimungkinkan.
Menurut penulis, pada sikap wara’ ini al-Zarnuji menaruh perhatian
kepada penuntut ilmu untuk tetap menjaga perhatiannya dan mempertahankan
motivasi yang ada dalam diri penuntut ilmu agar tetap fokus pada tujuan utama
belajar. Penuntut ilmu yang bersikap wara’ boleh jadi terhindar dari segala sesuatu
yang bisa merusak niat dan menghilangkan kesungguhan dan ketekunan belajar.
Sehingga, dengan sikap wara’ yang ada, kondisi psikologis penuntut ilmu tetap
konsisten dengan segala perhatian dan kesungguhannya untuk belajar.
e. Sikap Penghormatan terhadap Ilmu dan Guru
Pada pembahasan ini al-Zarnuji menekankan kepada seorang penuntut
ilmu untuk menghormati atau memuliakan ilmu yang dituntut dan gurunya.
Pemuliaan penuntut ilmu adalah karena dalam Islam, ilmu merupakan sesuatu
yang mulia dan agung. Seseorang yang memiliki ilmu akan diangkat derajatnya
oleh Allah. Selain memuliakan ilmu, al-Zarnuji juga menegaskan untuk
memuliakan guru. Dalam hal proses belajar peran guru amatlah penting untuk
memberikan arahan-arahan kepada peserta didiknya agar peserta didiknya dapat
menguasai ilmu yang diajarinya.
82
Dengan demikian al-Zarnuji mengeluarkan pernyataan dalam kitab Ta’lim
sebagai berikut:
األستاذ وتعظيم وأهله، العلم بتعظيم إال به ينتفع وال العلم ينال ال العلم طالب أن اعلم .70وتوقريه
“Ketahuilah! Bahwasannya seorang pelajar tidak akan
memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya dapat bermanfaat, selain
jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan
gurunya”.
Jadi, seorang penuntut ilmu tidak akan memperoleh kesuksesan dan
manfaat ilmu yang dituntunya tanpa adanya sikap pemuliaan dan penghormatan
ilmu dan ahli ilmunya (guru). Oleh karena itulah seorang penuntut ilmu harus
memuliakan dan menghormati ilmu dan guru.
Adapun cara menghormati dan memuliakan ilmu dan guru dijelaskan oleh
al-Zarnuji adalah memuliakan guru sebagaimana layaknya orang tua sendiri.
Sebagaimana ungkapan:
شاء وإن باع، شاء إن واحدا، حرفا علمىن من عبد أنا :عنه اهلل رضى على الق 71.اسرتق
“Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru.
Ali ra berkata: “Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku
satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun tetap
menjadi hambanya.”
Ungkapan ini harus dipahami bahwa baik guru maupun orang tua sama-
sama memberi nafkah makanan kepada peserta didik. Guru memberikan makanan
yaitu ilmu pengetahuan, sedangkan orang tua memberikan makanan yang
berbentuk materi. Persamaan antara guru dan orang tua juga dapat dilihat dengan
70
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 16 71
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 17.
83
sama-sama bertanggung jawab terhadap perkembangan belajar anak atau peserta
didiknya, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.72
بإذنه، إال عنده بالكالم يبتدئ وال مكانه، جيلس وال أمامه، الميشى أن املعلم توقري ومن بل الباب يدق وال الوقت، ويراعى ماللته عند شيئا يسأل وال عنده، الكالم يكثر وال
.األستاذ خيرج حىت يصرب“Termasuk arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya,
duduk di tempatnya,memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya,
berbicara macam-macam darinya, dan menanyakan hal-hal yang
membosankannya, dan janganlah mengetuk pintu rumahnya. Tetapi bersabarlah
menanti diluar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah”.
Selanjutnya al-Zarnuji merinci perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan
oleh seorang penuntut ilmu dalam rangka menghormati guru, yaitu diantaranya
tidak berjalan di depannya, duduk bangkunya, berbicara dengan sopan, dan
apabila bertamu hendaknya murid menunggu gurunya keluar. Kemudian al-
Zarnuji menyimpulkan perbuatan-perbuatan dalam rangka penghormatan terhadap
guru dengan ungkapannya sebagai berikut:
ال فإنه تعاىل، هلل معصية غري ىف أمره وميتثل سخطه، جيتنبو رضاه، يطلب أنه :فاحلاصل من الناس شر إن :وسلم عليه اهلل صلى النىب قال كما اخلالق معصية ىف للمخلوق طاعة
.به يتعلق ومن أوالده توقري :توقريه ومن .اخلالق مبعصية لدنيا دينه يذهبPada pokoknya, adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela,
menjauhkan amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak
bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam
melakukan perbuatan durhaka kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk arti
menghormati guru pula, yaitu menghormati putera dan semua oarang yang
bersangkut paut dengannya.
Menghormati guru merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar.
Tanpa menghormati guru proses belajar atau pendidikan secara keseluruhan tidak
72
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 85.
84
sesuai denga koridornya dan akan mengakibatkan kegagalan. Al-Zarnuji ingin
menyampaikan bahwa dengan penghormatan kepada guru, ilmu yang diberikan
akan semakin mudah didapatkan. Karena ilmu yang diberikan seorang guru
kepada peserta didiknya berhubungan dengan keridhoan guru kepada anak
didiknya. Walaupun pada akhirnya, anak didiknya dapat menguasai ilmu yang
diberikan guru, jika keridhoan kepemilikan ilmu tidak diberikan, ilmu yang
dikuasai tidak akan membawa manfaat apa-apa.
Akhirnya, Al-Zarnuji menghimbau para pelajar agar senantiasa
memperhatikan segala ilmu dan hikmah dengan penuh keagungan dan
penghormatan. Selain itu, mereka dihimbau untuk tidak bosan dan jenuh
mendengarkan suatu pelajaran meskipun sampai ribuan kali. Sebab menurutnya,
seseorang yang mengagungkan sesuatu setelah lebih dari seribu kali tidak
sebagaimana pada pertama kalinya, maka dia tidak termasuk ahli ilmu.73
Jadi
seorang penuntut ilmu harus sangat menghargai ilmu yang didengar dari gurunya
meskipun ilmu tersebut sudah diulangi ribuan kali. Bahkan, ketika dia mendengar
ulangan ilmu tersebut, seakan-akan dia baru mendengar pertama kalinya.
Aspek etika dalam hal ini sangat berkaitan dengan sikap yang harus ada
dan dimunculkan dari dalam diri peserta didik. Selain itu, aspek ini juga berkaitan
dengan karakteristik afektif peserta didik. Sikap selalu berkaitan dengan objek
tertentu, dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif.
Artinya, apabila sikap yang dimunculkan kepada objek tertentu positif, maka akan
timbal baliknya akan positif. Dan sebaliknya, apabila sikap yang dimunculkan
kepada ibjek itu negatif, maka akan menimbulkan hal negatif pula.
Pada aspek etika yang diungkap al-Zarnuji dalam karyanya ini, objek
daripada sikap adalah ilmu yang sedang dipelajari peserta didik dan guru yang
mengajarinya. Sikap yang harus dimiliki peserta didik kepada objek tersebut
adalah dalam rangka menaruh perhatian yang positif untuk belajar ilmu yang
dituntutnya.
73
Al-zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 20.
85
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif.74
Sikap ini berkaitan dengan perhatian peserta didik dalam belajar.
Sehingga apabila peserta didik sudah memiliki perhatian yang baik atau positif
terhadap pelajarannya, maka sikap yang akan ditimbulkan oleh peserta didik tentu
juga positif. Sebaliknya, jika sejak awal perhatian peserta didik kurang dalam
pelajarannya, maka sikap yang ditimbulkan adalah negatif dalam arti seakan-akan
ia menolak ingin belajar.
f. Bermusyawarah
Musyawarah menjadi tindakan penting yang dimasukkan oleh al-Zarnuji
dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim sebagai cara pemecahan masalah ketika
seorang menuntut ilmu. Terkadang ada permasalahan yang tidak bisa
diselesaikan dan diputuskan secara sepihak.
Musyawarah adalah suatu cara dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang sangat pelik secara bersama-sama untuk mencapai sebuah kemufakatan.75
Melalui musyawarah keputusan yang diambil dapat disepakati sehingga tidak ada
yang mendapatkan kerugian melainkan mendapatkan keuntungan berupa
kemaslahatan. Oleh karena itu, al-Zarnuji menyarankan kepada penuntut ilmu
untuk bermusyawarah dengan ungkapannya:
والسالم الصالة عليه رسوله أمر تعاىل اهلل فإن أمر، كل ىف يشاور أن ينبغى وهكذا يشاور وكان باملشاورة، أمر ذلك ومع منه، أفطن أحد يكن ومل األمور ىف باملشاورة عن امرؤ هلك ما :وجهه اهلل كرم على قال .البيت حوائج حىت األمور مجيع ىف أصحابه
.76مشورة“Demikianlah, maka seharusnya pelajar suka bermusyawarah dalam
segala hal yang dihadapi. demikian, karena Allah Swt memerintahkan
74
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), Cet.ke-16, h. 132. 75
Dzikri Nirwana, Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis, .... h. 95. 76
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 13.
86
Rasulullah Saw. Agar memusyawarahkan segala halnya. Tiada orang lain yang
lebih pintar dari beliau, dan masih diperintahkan musyawarah, hingga urusan-
urusan rumah tangga beliau sendiri. Ali RA berkata: “Tidak celaka seseorang
dengan bermusyawarah”.
.وأوجب أهم فيه املشاورة فكانت وأصعبها، األمور أعلى من العلم فطلب“Menuntut ilmu adalah perkara paling mulia, tetapi juga paling sulit.
Karena itulah, musyawarah di dalamnya lebih penting dan
diharuskan pelaksanaannya”.
Dalam ungkapannya tersebut, al-Zarnuji mengutarakan pentingnya
musyawarah dalam menuntut ilmu. Selain untuk menjalankan perintah Allah dan
Rasul-Nya, musyawarah dilakukan agar mendapatkan kemudahan dalam
menuntut ilmu. Oleh karena itu al-Zarnuji mengatakan “Sebelum memutuskan
untuk kemana dan kepada siapa harus belajar, seorang pelajar seharusnya
bermusyawarah dulu kepada orang-orang yang dianggap lebih mengetahui dan
dapat memberikan solusi terbaik dalam belajar”.77
Pada aspek musyawarah ini bisa bertujuan untuk menemukan dan
menggali minat dan bakat peserta didik. Minat menurut Slameto adalah
“Kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan secara terus menerus
yang disertai dengan rasa senang”.78
Sedangkan bakat adalah kemampuan untuk
belajar. Kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata
setelah melalui belajar dan berlatih.79
Minat dan bakat saling berkaitan satu sama
lain. Keberhasilan belajar dapat dicapai jika sesuai dengan minat dan bakat yang
dimiliki seorang peserta didik.
Penulis merasa bahwa penentuan minat dan bakat yang ada pada diri
peserta didik dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya al-Zarnuji dapat dilakukan
dengan cara bermusyawarah. Dalam hal ini al-Zarnuji menganjurkan sebelum
77 Al-zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 13.
78 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi, .... h. 57.
79 Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2012), Cet.ke-4, h. 27.
87
menuntut ilmu yang lebih tinggi dianjurkan kepada peserta didik untuk
bermusyawarah kepada orang-orang yang dianggap ahli dan mengetahui secara
mendalam tentang dirinya. Atau bisa dikatakan musyawarah tersebut dilakukan
dengan guru yang mengajarkannya. Dengan bermusyawarah diharapkan dapat
ditemukan minat dan bakat dari peserta didik. Sehingga, segala perbuatan
terutama belajar dapat sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Karena
dengan ketersesuaian antara minat dan bakat dengan pelajaran akan menjadikan
keberhasilan belajar menjadi lebih mudah.
Aspek-aspek etika yang menjadi aturan normatif dan harus dipatuhi oleh
peserta didik ketika menuntut ilmu sebagaimana telah dikemukakan oleh al-
Zarnuji di atas memiliki relevansi terhadap psikologis peserta didik. Semua aturan
normatif yang dimulai dari niat belajar, kesungguhan dan ketekunan dalam
belajar, tawakal, wara, sikap penghormatan kepada ilmu dan guru, dan
musyawarah adalah agar peserta didik mencurahkan dan memusatkan ranah
psikologisnya kepada kegiatan menuntut ilmu atau belajar, diantaranya perhatian,
motivasi, sikap, minat dan bakat.
2. Aspek Teknik-Praktik
Aspek teknik–praktik merupakan konsep belajar yang lebih berkaitan
dengan bagaimana seharusnya seorang penuntut ilmu melakukan kegiatan belajar
yang bersifat teknis dan praktik. Maksudnya, di dalam aspek teknis dan praktis ini
konsep belajar diatur atau disusun dengan tahapan-tahapan, yakni tahap pra-
belajar, pelaksanaan belajar, dan penutup belajar.
Aspek teknis dan praktik yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim
karya al-Zarnuji yang termasuk tahapan pra-belajar adalah pemilihan bidang studi,
penentuan kualitas dan kuantitas pelajaran yang harus dipelajari. Kemudian pada
tahap pelaksanaan belajar adalah berkaitan dengan metode-metode atau cara
bagaimana peserta didik mempelajari pelajaran. Dan terkahir, penutup pelajaran
yang pada tahap ini seyogyanya peserta didik mengakhiri pelajarannya dengan
berdoa.
88
a. Pemilihan Bidang Studi (Mata Pelajaran)
Dalam kegiatan belajar terdapat beberapa tahapan. Tahapan tersebut
adalah tahap pra-belajar, tahap pelaksanaan belajar, dan tahap akhir belajar.
Tahap pertama yang harus dilakukan oleh seorang penuntut ilmu adalah tahap
pra-belajar atau bisa disebut juga tahap persiapan, yang menjadi langkah awal
untuk memulai belajar.
Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allimnya menerangkan beberapa
tahapan pra-belajar yaitu dengan tuntutan bagi seorang penuntut ilmu memilih
pelajaran. Dalam hal ini, al-Zarnuji menganjurkan bagi penuntut ilmu
menyerahkan pemilihan pelajaran yang akan dipelajarinya kepada guru/pendidik.
Alasan al-Zarnuji menyerahkan kepada seorang guru dalam memilih mata
pelajaran adalah dikarenakan guru telah dianggap sudah memiliki pengalaman
yang banyak dan telah melakukan uji coba, sehingga mengetahui dan dapat
memberikan arahan yang terbaik untuk anak didiknya. Yang demikian itu
sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Zarnuji:
فإن األستاذ، إىل أمره يفوض بل بنفسه، العلم نوع خيتار ال أن العلم لطالب وينبغى يليق وما واحد لكل ينبغى مبا أعرف فكان ذلك، ىف التجارب له حصل قد األستاذ 80.بطبيعته
“Hendaklah bagi murid jangan menentukan pilihan sendiri terhadap ilmu
yang akan dipelajari. Hal itu dipersilahkan bagi guru untuk menentukannya,
karena dialah yang telah berkali-kali melakukan percobaan serta dia pula yang
mengetahui ilmu yang sebaiknya diajarkan kepada seseorang dan sesuai dengan
tabiatnya”.
Syaikh Ibrahim bin Ismail memberikan komentar pendapat al-Zarnuji
tentang mengapa pemilihan mata pelajaran untuk penuntut ilmu diserahkan
kepada pendidik/guru?. Menurut beliau seorang guru tentu sudah mengenal tabiat-
tabiat murid-muridnya dan mengenal pula bakat yang dimiliki muridnya.
Sehingga dengan pengetahuan pendidik terhadap tabiat atau karakter muridnya,
80
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 48.
89
dia bisa mengarahkan muridnya untuk menuntut ilmu yang sesuai dengan tabiat
murid-muridnya tersebut.81
Jika dilihat lebih lanjut, pada pemilihan bidang studi ini merupakan
lanjutan dari aspek etika dalam belajar yaitu bermusyawarah, dimana pada
musyawarah tersebut yang dibahas adalah kelanjutan peserta didik dalam
menuntut ilmu. Pemilihan pelajaran bagi peserta didik diserahkan kepada guru
bukanlah sebuah keegoisan atau otorisasi seorang guru kepada anak didiknya. Ini
juga bukanlah sebuah pemaksaan kepada peserta didik, melainkan sebuah usaha
menyelaraskan minat peserta didik. Yang dimaksud al-Zarnuji adalah karena guru
telah mengenal baik watak yang ada pada muridnya, sehingga dia tau mana yang
terbaik untuk muridnya. Oleh karena itu diharapkan arahan guru mendapat
kecocokan yang sesuai dengan apa yang diinginkan peserta didik. Dengan
kecocokan tersebut peserta didik akan lebih menikmati proses belajar, sehingga
proses belajar dapat menuai keberhasilan. Jadi pada tahap ini yang
dipertimbangkan adalah minat peserta didik.
Menurut Slameto “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan
pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya
adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar
diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat”.82
Dalam
pemilihan bidang studi yang akan dipelajari peserta didik, menurut al-Zarnuji,
guru sangat beperan penting untuk memberikan arahan kepada anak didiknya.
Oleh karena itu guru harus memperhatikan anak didiknya dengan baik sehingga
dia mengetahui secara benar minat anak didiknya.
Untuk mengetahui dimana letak minat, seorang guru bisa memperhatikan
ekspresi anak didiknya yang menunjukkan bahwa peserta didik lebih menyukai
suatu hal daripada hal lainnya. Atau minat dapat diketahui melalui partisipasi
dalam suatu aktivitas. Peserta didik yang memiliki minat terhadap objek tertentu
cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada objek tersebut.83
81
Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’allim, (Al-Haramain, 2007), Cet.ke-1, h. 19. 82
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, .... h. 180. 83
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, .... h. 180.
90
Berdasarkan pernyataan tersebut, minat peserta didik berkaitan erat dengan
perhatiannya yang besar kepada suatu bidang studi tertentu. Dari perhatian itulah
seorang guru dapat mengenal minat peserta didiknya untuk kemudian
memberikan arahan kepadanya.
Jadi, dalam pemilihan bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik
tidak serta merta ditunjuk dan dipilih. Aspek psikologis peserta didik berpengaruh
bagi seorang guru yang ingin memilihkan bidang studi kepada peserta didiknya.
Terutama dalam hal ini adalah minat peserta didik. Al-Zarnuji memberikan
anjuran kepada seorang pendidik agar tidak hanya sekedar mendidik, tetapi
pendidik juga harus memperhatikan peserta didiknya dengan benar baik perhatian
terhadap fisik, maupun psikis. Tentunya untuk mengenali minat peserta didik,
salah satu yang perlu diperhatikan adalah dari segi psikologis. Karena minat
merupakan salah satu perasaan yang muncul dari dalam diri peserta didik.
b. Kualitas dan Kuantitas Pelajaran
1) Kualitas Pelajaran
Setelah pemilihan mata pelajaran yang akan dituntut, selanjutya adalah
penentuan kualitas dari pelajaran yang telah dipilih. Tentunya dalam memulai
belajar pelajaran yang dipilih akan dipertimbangkan dimulai dari materi apa
pelajaran tersebut. Untuk itu al-Zarnuji mengemukakan perkataannya dalam
Ta’lim sebagai berikut:
الدين شرف األستاذ اإلمام الشيخ وكان فهمه، إىل أقرب يكون بشيئ يبتدئ أن وينبغى كانوا فإهنم اهلل، رمحهم مشاخينا فعله ما هذا ىف عندى الصواب :يقول اهلل رمحه العقيلى املاللة، من وأبعد والضبط، الفهم إىل أقرب ألنه املبسوط صغارات للمبتدئ خيتارون
.84الناس بني وقوعا وأكثر“Sebaiknya dimulai dengan pelajaran-pelajaran yang dengan mudah
telah bisa difahami. Syaikhul Islam Ustadz Syarifuddin Al-Uqaili berkata;
“Menurut saya, yang benar dalam masalah ini adalah seperti yang telah
84
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 76.
91
dikemukakan oleh para guru kita. Yaitu untuk murid yang baru, mereka pilihkan
kitab-kitab yang ringkas/kecil. Sebab dengan begitu akan lebih mudah difahami
dan dihapal, serta tidak membosankan lagi pula banyak terperaktikan”.
Berdasarkan perkataan al-Zarnuji diatas, bagi seorang guru yang telah
memilihkan mata pelajaran untuk muridnya, dia menganjurkan untuk memulainya
dengan pelajaran dari kitab-kitab ringkasan (kitab kecil) yang lebih mudah untuk
dipahami dan dihapal, serta tidak membuat peserta didik bosan. Ibrahim bin
Ismail memberikan penjelasan terhadap perkataan al-Zarnuji diatas bahwa untuk
memulai belajar hendaknya dimulai dengan kitab-kitab yang mudah untuk
dipelajari sehingga peserta didik tidak mengalami kesulitan dan melelahkan.85
Menurut penulis anjuran al-Zarnuji dalam mempertimbangkan kualitas
pelajaran adalah dalam rangka memudahkan peserta didik dalam mempelajari
materi pelajarannya. Selain itu, pertimbangan kualitas pelajaran tersebut dalam
rangka membuat peserta didik tertarik terlebih dahulu terhadap pelajarannya.
Karena jika materi yang diberikan ketika awal pembelajaran membuat peserta
didik kesulitan, membosankan, membuat cepat lelah, maka peserta didik bisa jadi
putus asa dan kehilangan semangat untuk menuntut ilmu tersebut dan membuat
proses belajar mengalami kegagalan.
2) Kuantitas Pelajaran
Selain mempertimbangkan kualitas pelajaran, penting juga untuk
mempertimbangkan kuantitas pelajaran untuk memulai belajar. Pertimbangan
kuantitas pelajaran ini adalah mempertimbangkan seberapa banyak materi
pelajaran yang harus dituntut atau dipelajari peserta didik. Oleh karena itu al-
Zarnuji menaruh perhatian penting mengenai kuantitas pelajaran ini dengan
mengatakan:
اإلمام القاضى الشيخ عن حيكى اهلل رمحه حنيفة أبو كان :اإلبتداء ىف السبق قدر وأما يكون أن ينبغى :اهلل رمحهم مشاخينا قال :قال أنه اهلل رمحه الزرجنرى بكر أىب بن عمر حىت كلمة يوم كل ويزيد بالرفق مرتني باإلعادة ضبطه ميكن ما قدر للمبتدئ السبق قدر
85
Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 28.
92
طال إذا وأما والتدريج، بالرفق ويزيد مرتني، باإلعادة ضبطه ميكن وكثر طال وإن أنه كذلك، يكون أيضا اإلنتهاء ىف فهو مرات عشر اإلعادة إىل واحتاج اإلبتداء ىف السبق
86.كثري جبهد إال اإلعادة تلك يرتك وال ذلك، يعتاد ألنه“Mengenai ukuran seberapa panjang yang baru dikaji, menurut
keterangan Abu Hanifah adalah bahwa Syaikh Qadli Imam Umar bin Abu Bakar
Az-Zanji berkata: guru-guru kami berkata: “sebaiknya bagi orang yang mulai
belajar, mengambil pelajaran baru sepanjang yang kira-kira mampu
dihapalkan dengan faham, setelah diajarkannya dua kali berulang. Kemudian
untuk setiap hari, ditambah sedikit demi sedikit sehingga setelah banyak dan
panjang pun masih bisa menghapal dengan paham pula setelah diulang dua kali.
Demikianlah lambat laun setapak demi setapak. Apabila pelajaran pertama yang
dikaji itu terlalu panjang sehingga para pelajar memerlukan pengulangan 10
kali, maka untuk seterusnya sampai yang terakhirpun begitu. Karena hal itu
menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan kecuali dengan susah payah.”
Al-Zarnuji mengutip keterangan dari Abu Hanifah yang mengutip
perkataan Syaikh Umar bin Abu Bakar, bahwa menurut gurunya setidaknya dalam
memulai belajar, penuntut ilmu diberikan materi yang mudah dihafal, bahkan
dianjurkan hanya mengulang sebanyak dua kali penuntut ilmu bisa menghafal
materi yang diberikan. Ini dilakukan setapak demi setapak, perlahan-lahan dalam
rangka menjadikan kebiasaan bagi peserta didik. Jika peserta didik pada awalnya
tidak bisa menghafal dengan cara mengulangi materi tersebut sebanyak dua kali,
kemudian baru bisa menghafal setelah sepuluh kali melakukan pengulangan,
maka sepuluh kali mengulang pelajaran itulah yang dijadikan kebiasaan. Tentu
saja kegiatan pengulangan tersebut dikondisikan sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Jadi dalam hal ini al-Zarnuji memperhatikan kemampuan kognitif
peserta didik untuk mampu menghafal materi pelajaran yang diberikan.
penguasaan materi disesuaikan dengan seberapa banyak peserta didik mengulang
pelajaran yang menjadikan dia hafal.
86
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 74.
93
Lebih lanjut, memang al-Zarnuji sangat mengharuskan peserta didik untuk
sungguh-sungguh melakukan pengulangan dalam belajar. Tujuannya adalah ilmu
atau materi yang diberikan benar-benar melekat pada diri peserta didik. Al-Zarnuji
mengatakan dalam kitab Ta’lim-nya:
ألف والتكرار حرف، السبق :قيل وقد“Sungguh telah dikatakan: “pelajaran baru satu huruf, pengulangannya
seribu kali.”87
Dari ungkapan diatas dapat diketahui bahwa pengulangan dalam belajar
sangat penting. Bahkan walaupun sebelumnya hanya mendapatkan pengetahuan
satu huruf, pengulangannya diharapkan bisa dilakukan sebanyak seribu kali.
Pernyataan al-Zarnuji di atas tentang penentuan kualitas dan kuantitas
pelajaran yang akan dipelajari oleh peserta didik, beliau mempertimbangkan
aspek ingatan. Hal ini bisa dilihat dari penentuan kualitas pelajaran dari buku-
buku ringkasan dan melakukan pengulangan pelajaran. Ingatan menurut Slameto
adalah “Penarikan kembali informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Baik
informasi tersebut baru diterima beberapa saat saja, beberapa waktu, atau jangka
waktu yang tidak terbatas”.88
Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif dimana
peserta didik menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari informasi yang telah
diperoleh pada masa yang telah dilewatinya atau berdasarkan kesan-kesan dari
kejadian yang pernah dialaminya.
Pertimbangan al-Zarnuji terhadap ingatan berkaitan juga dengan
perhatiannya kepada mental peserta didik. Terkait dengan mental, dalam teori
psikologi belajar terdapat sebuah teori yang disebut teori psikologi daya atau teori
disiplin mental. Psikologi daya atau disiplin mental memandang bahwa peserta
didik memiliki daya atau kekuatan seperti mengindra, mengenal, mengingat,
87
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 76. 88
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, .... h. 111.
94
menanggap, mengkhayal, berpikir, merasakan, menilai dan berbuat. Daya-daya
tersebut dapat dikembangkan melalui latihan-latihan dalam bentuk pengulangan.89
Dengan demikian, dalam penentuan kualitas dan kuantitas pelelajaran
terdapat relevansi dengan psikologi daya. Relevansi tersebut bisa dilihat pada
penentuan kualitas pelajaran yang mempertimbangkan daya ingat peserta didik,
dan pada penentuan kuantitas pelajaran yang bisa dilakukan pengulangan dengan
mudah untuk melatih dan mengembangkan daya ingat peserta didik.
c. Metode Belajar
Metode merupakan salah satu aspek penting dalam tercapainya hasil belajar.
Secara literal, menurut Syamsul Nizar metode berasal dari bahasa Greek yang
terdiri dari dua suku kata meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan.90
Jadi, metode adalah sebuah jalan yang dilalui. Lebih lanjut Nizar mengemukakan
bahwa metode pendidikan adalah teknik atau cara yang digunakan peserta didik
untuk menguasai materi tertentu dalam proses mencari ilmu.91
Menurut Abuddin
Nata, “Metode dapat diartikan sebagai cara-cara atau langkah-langkah yang
digunakan dalam menyampaikan suatu gagasan, pemikiran atau wawasan yang
disusun secara sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep dan
prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait, terutama ilmu
psikologi, manajemen dan sosiologi”.92
Bagi guru metode digunakan untuk menyampaikan materi atau bahan ajar,
sedangkan bagi peserta didik metode digunakan untuk belajar atau memahami
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Metode menjadi faktor penting dalam
menunjang proses pembelajaran agar hasil dan tujuan dari sebuah proses belajar
menjadi optimal dan efektif. Oleh karena itu, metode mempunyai kedudukan
penting dalam upaya pencapaian tujuan belajar, karena metode merupakan sarana
89
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2010), Cet.ke-3, h. 13 90
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press), 2005, h. 65 91
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, .... h. 66 92
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran,(Jakarta: Kencana
Pranada Media Group), Cet.ke-1, h. 176.
95
untuk menyampaikan materi pelajaran bagi pendidik, dan sarana untuk melakukan
kegiatan belajar bagi peserta didik.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya al-Zarnuji memang di dalamnya berisi
tentang konsep pendidikan terutama dalam hal pembelajaran. Termasuk dalam
kitab tersebut, al-Zarnuji menyampaikan beberapa cara atau metode belajar yang
perlu dilakukan oleh para penuntut ilmu. Ini menunjukkan bahwa kitab Ta’lim al-
Zarnuji memuat konsep pendidikan yang holistik dan komprehensif. Berikut
adalah beberapa metode atau cara belajar yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-
Zarnuji.
a. Metode Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam
ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan atau diingat kembali secara
harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses
mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang nantinya suatu
waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.93
Metode belajar yang ditawarkan oleh al-Zarnuji di kitab Ta’limnya adalah
metode menghafal. Cara menghafal yang baik menurut al-Zarnuji adalah dengan
senantiasa melakukan pengulangan-pengulangan terhadap pelajaran yang telah
diberikan. Dengan pengulangan yang dilakukan secara terus menerus, akan
memudahkan penuntut ilmu untuk menghafal secara efektif dan efisien.
Cara atau metode menghafal yang ditawarkan oleh al-Zarnuji tertuang
dalam kitab Ta’lim sebagai berikut:
األمس قبل الذى اليوم وسبق مرات مخس األمس سبق يكرر أن العلم لطالب وينبغى إىل أدعى فهذا واحدا قبله والذى اثنني قبله والذى اثالث قبله الذى والسبق مرات أربع
.احلفظ“Suatu cara yang efisien dan efektif untuk menghafalkan pelajaran yaitu :
Pelajaran hari kemarin diulang 5 kali, hari lusa 4 kali, hari kemarin lusa 3 kali,
hari sebelum itu 2 kali, dan hari sebelumnyalagi satu kali”.
93
Saiful Djamarah, Psikologi Belajar, .... h. 29
96
Berdasarkan perkataan al-Zarnuji tersebut, pengulangan bukan hanya untuk
pelajaran yang baru saja diberikan. tetapi juga pelajaran-pelajaran sebelumnya
juga harus dilakukan pengulangan. Kesimpulannya, pengulangan terhadap satu
materi pelajaran dilakukan sebanyak lima belas kali. Urutannya, pertama penuntut
ilmu mengulangi sebanyak lima kali, kemudian empat kali, tiga kali, dua kali, dan
terakhir satu kali pengulangan. Dengan pengulangan seperti itu, diharapkan
pelajaran akan bisa dihafal secara efisien dan efektif.
Cara menghafal yang dianjurkan oleh al-Zarnuji tentunya harus diiringi
dengan kesungguhan dan ketekunan. Sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya
dalam etika yang harus dimiliki penuntut ilmu, kesungguhan dan ketekunan
sangat diperlukan. Tanpa hal tersebut, penuntut ilmu tidak akan mampu
berkonsentrasi untuk mendapatkan ilmu yang disampaikan oleh guru. Hanya
dengan kesungguhanlah ilmu bisa didapat atau hafalan akan menjadi lebih
sempurna sehingga pemahaman dan penghayatan terhadap suatu materi dapat
dilakukan secara komprehensif.
Metode yang ditawarkan oleh al-Zarnuji pada pernyataannya di atas
mengarah pada penekanan pentingnya menghafal dan mengulang-ulang pelajaran
dalam sebuah proses belajar. Hal tersebut juga sesuai dengan tahapan pra-belajar
ketika pemilihan kualitas dan kuantitas pelajaran, dimana yang dipertimbangkan
adalah kemampuan peserta didik untuk menghafal pelajaran. Apabila ditinjau dari
aspek psikologis, tentu metode yang dikemukakan oleh al-Zarnuji ada kaitannya.
Dari aspek psikologis, metode ini mengarah pada teori disiplin mental atau
psikologi daya. Teori ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa
didisiplinkan atau dilatih. Menurut rumpun psikologi ini individu memiliki
kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi tertentu, dan melalui belajarlah semua
itu dikembangkan.94
Teori ini memandang bahwa otak manusia terdiri atas
sejumlah daya yang beraneka ragam, dan belajar pada prinsipnya adalah melatih
daya-daya tersebut.95
Teori disiplin mental atau psikologi daya ini menyatakan
94
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), cet. ke-3, h. 56. 95
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, .... h. 22.
97
bahwa individu atau peserta didik memiliki sejumlah daya untuk mengenal,
mengingat, menanggapi, mengkhayal, berpikir, merasakan, berbuat dan lain-lain.
Oleh karena itu, untuk melatih dan mengembangkan daya-daya tersebut perlu
dilakukan pengulangan-pengulangan secara disiplin. Berdasarkan teori tersebut,
metode belajar menghafal dan memahami yang dinyatakan al-Zarnuji lebih
mengarah pada aspek ingatan.
Mengingat merupakan sebuah proses atau kekuatan untuk menyimpan
informasi yang sudah diketahui. Atau dalam konteks peserta didik, mengingat
adalah proses menyimpan pelajaran yang telah dipelajarinya. Oleh karena itu
untuk membantu memudahkannya dalam menyerap pelajaran, harus digunakan
beberata strategi. Desmita mengutip penyataan Matlin menyebutkan empat
macam strategi memori yang penting, yaitu: rehearsal, organization, imagery dan
retrival.
a) Reherseal (pengulangan), meningkatkan memori dengan cara
mengulangi berkali-kali informasi setelah informasi tersebut disajikan. b) Organization (organisasi), seperti pengkategorian dan
pengelompokan, merupakan strategi yang sering digunakan oleh orang
dewasa. c) Imagery (perbandingan), tipe dari karakteristik pembayangan dari
seseorang. d) Retrival (pemunculan kembali), proses mengeluarkan atau
mengangkat informasi dari tempat penyimpanan.96
Sebagaimana yang dikemukakan di atas, dalam proses menghafal,
memahami, dan mencatat pelajaran perlu adanya pengulangan-pengulangan
pelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono “Prinsip belajar yang menekankan
perlunya pengulangan adalah yang dikemukakan oleh para ahli teori psikologi
daya. Dengan mangadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan
berkembang. Seperti pisau yang selalu diasah akan semakin tajam, maka daya-
daya yang dilatih dengan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna”.97
96
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 159-
160. 97
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002),
Cet.ke-2, h. 47.
98
Menurut penulis, Pengulangan-pengulangan semacam ini tidak akan terjadi
kecuali dengan pembiasaan yang dilakukan peserta didik. Oleh karena itu
pembiasaan mengulangi pelajaran harus menjadi perilaku atau tingkah laku
peserta didik sehari-hari. Dalam kegiatan pengulangan pelajaran berkaitan dengan
sebuah teori psikologi yang disebut teori behavioristik. Aliran ini disebut dengan
behaviorisme karena sangat menekankan kepada perlunya perilaku (behavior)
yang dapat diamati atau diukur.98
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang
memandang individu lebih kepada fonomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-
aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam
kegiatan belajar.
Lebih spesifik penekanan prinsip pengulangan terdapat pada teori psikologi
asosiasi atau koneksionisme dan conditioning yang merupakan rumpun dari
behavioristik. Menurut koneksionisme belajar ialah pembentukan hubungan
antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman
itu memperbesar peluang timbulnya respons yang baik. Sedangkan menurut
conditioning yang merupakan pengembangan dari koneksionisme, belajar adalah
selain pembentukan hubungan stimulus dan respons tetapi juga stimulus tersebut
perlu dikondisikan.99
Ketiga teori tersebut (psikologi daya, koneksionisme, dan conditioning)
menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan
tujuan yang berbeda. Yang pertama untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan
yang kedua dan ketiga pengulangan untuk membentuk respons yang benar dan
membentuk kebiasaan-kebiasaan.
Dengan demikian terdapat kesesuaian cara pengulangan pelajaran pada
metode al-Zarnuji dengan teori psikologi daya dan behavioris. Proses
pengulangan merupakan pelatihan untuk mengembangkan daya dan potensi
peserta didik. Selain itu, pengulangan pelajaran juga dalam rangka untuk
merespons pelajaran dengan kebiasaan yang terbentuk pada dirinya.
98
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, .... h. 15. 99
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 47.
99
b. Cara Memahami Pelajaran
Al-Zarnuji menganjurkan kepada para penuntut ilmu agar membuat ta’liq
pelajaran, artinya catatan sendiri. Akan tetapi sebelum mencatat sebaiknya
pelajaran dipahami terlebih dahulu dan diulangi beberapa kali. Karena bila
mencatat sesuatu yang belum dipahami akan membuat bosan, menghilangkan
kecerdasan, dan menyia-nyiakan waktu. Oleh karena itu, peserta didik harus
bersungguh-sungguh dalam memahami materi pelajaran lalu kemudian membuat
catatan sendiri.100
Keterangan al-Zarnuji dalam Ta’limnya sebagai berikut:
قل إذا فإنه التكرار، وكثرة وبالتفكر بالتأمل األستاذ عن الفهم ىف جيتهد أن وينبغى وقرين، مساع من خري حرفني، حفظ :قيل .ويفهم يدرك والتأمل التكرار وكثرة السبق يعتاد مرتني أو مرة جيتهد ومل الفهم ىف هتاون وإذا .سطرين حفظ من خري حرفني وفهم 101.اليسري الكالم يفهم فال ذلك
“Pelajar hendaknya mencurahkan kemampuannya dalam memahami
pelajaran dari sang guru, atau boleh juga dengan cara diangan-angan sendiri,
difikir-fikir dan sering diulang-ulang sendiri. Karena bila pelajaran yang baru itu
hanya sedikit dan sering diulang-ulang sendiri, akhirnya pun dapat dimengerti.
Orang berkata : “Hafal dua huruf lebih bagus daripada mendengarkan saja dua
batas pelajaran. Dan memahami dua huruf lebih baik daripada menghapal dua
batas pelajaran. Apabila seseorang telah pernah satu atau dua kali mengabaikan
dan tidak mau berusaha, maka menjadi terbisakan, dan menjadi tidak bisa
memahami kalimat yang tidak panjang sekalipun”.
Dalam memahami sebuah materi pelajaran al-Zarnuji membolehkan
dengan cara pendampingan oleh guru, dan juga boleh dengan cara sendiri sesuai
dengan apa yang menurut peserta didik mampu. Misalnya, menurut al-Zarnuji,
pemahaman dapat dilakukan sendirian dengan berpikir mandiri. Namun sebelum
100
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 77. 101
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 78.
100
itu, yang perlu diperhatikan adalah peserta didik harus mengulang-ngulang
pelajarannya tersebut, kemudian baru dicerna dan dipikirkan untuk melakukan
pemahaman. Dalam hal ini juga al-Zarnuji memberikan motivasi bagi para
penuntut ilmu dengan mengatakan bahwa memahami lebih baik daripada hanya
menghafal. Karena dengan pemahaman terhadap pelajaran menjadi pertanda
bahwa pelajaran tersebut dapat dan sudah dimengerti dengan baik.
Setelah peserta didik mampu memahami materi pelajaran, kemudian
dianjurkan untuk membuat catatan-catatan yang digunakan untuk mengulangi
pelajaran itu kembali. Hal yang demikian menurut al-Zarnuji sangat bermanfaat
sekali bagi peserta didik. Sebagaimana perkataannya:
102.جد نافع فإنه كثريا، واإلعادة الضبط بعد السبق يعلق أن وينبغى“Sebaiknya sang murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran-
pelajaran yang sudah di fahami hafalannya, untuk kemudian sering diulang-ulang
kembali. Karena dengan cara begitu, akan bermanfaat sekali”.
ويضيع الفطنة ويذهب الطبع كاللة يورث فإنه يفهمه، ال شيئا املتعلم يكتب وال
103.أوقاته“Jangan sampai menulis apa saja yang ia sendiri tidak tahu
maksudnya, karena hal ini akan menumpulkan otak dan waktupun hilang dengan
sia-sia belaka”.
Dengan demikian metode untuk memahami sebuah pelajaran menurut al-
Zarnuji dengan melakukan pengulangan-pengulangan sampai hafal, kemudian
setelah pelajaran dapat dimengerti, peserta didik dituntut untuk membuat catatan-
catatan yang nantinya akan dipergunakan kembali untuk mengulangi pelajaran-
pelajaran yang telah diberikan.
Metode memahami pelajaran ini berbeda dengan metode menghafal. Dalam
metode menghafal tujuannya adalah hanya sekedar pada ingatan peserta didik.
102
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 32. 103
Al-Zarnuji, Matan Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 33.
101
Dalam kegiatan memahami pelajaran, bukan hanya sekedar mengingat atau
menghafal, tetapi juga terdapat proses berpikir. Aspek kognitif peserta didik lebih
ditekankan pada proses memahami ketimbang menghafal. Karena setelah
menghafal, peserta didik dituntut untuk memikirkan apa yang dipelajari dan
memahaminya kemudian hasil pemahaman yang telah didapat dituangkan dalam
bentuk catatan.
Pada metode memahami yang ditawarkan al-Zarnuji terdapat hubungan
dengan teroi psikologi kognitif. Teori psikologi kognitif lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku
seseorang ditentukan oleh peserpsi serta pemahamannya dengan situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya.104
Model belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Belajar
merupakan persepsi dan pemahaman. Teori ini berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan dan pengolahan
informasi dalam mendapatkan pemahaman dari pelajaran. Menurut teori ini
belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang kompleks.
Aspek kognitif yang berperan untuk memahami adalah intelegensi yang
dimiliki peserta didik. Secara singkat intelegensi adalah tingkat kecerdasan atau
kemampuan pikir peserta didik. Yudhi Munadhi mengutip C.P. Chaplin,
mengartikan intelegensi sebagai kemampuan menghadapi dan meyesuaikan diri
terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, kemampuan menggunakan konsep
abstrak secara efektif, kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar
dengan cepat sekali.105
Dengan demikian, faktor intelegensi peserta didik sangat
berpengaruh dalam melakukan metode memahami ini.
c. Mudzakarah Munazharah Dan Mutharahah
Metode yang ditawarkan oleh al-Zarnuji ini merupakan pengamalan
metode-metode sebelumnya yaitu menghafal, melakukan pemahaman, dan
mencatat. Karena ketiga metode ini bisa dilakukan setelah seorang penuntut ilmu
sudah memahami pelajaran. Berikut adalah metode-metode tersebut:
104
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 75. 105
Yudhi Munadhi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, .... h. 26.
102
منها كل يكون أن فينبغى واملطارحة، واملناظرة، املذاكرة، من العلم لطالب بد وال مشاورة، واملذاكرة املناظرة فإن والغضب، الشغب عن ويتحرز والتأمل، والتأىن باإلنصاف
وال واإلنصاف، والتأىن بالتأمل حيصل إمنا وذلك الصواب الستخراج تكون إمنا واملشاورة .والشغب بالغضب حيصل
“Seorang pelajar seharusnya melakukan Mudzakarah (forum saling
mengingatkan), munazharah (forum saling mengadu pandangan) dan
mutharahah (diskusi). Hal ini dilakukan atas dasar keinsyafan, tenang dan
penghayatan serta menyingkiri hal-hal yang berakibat negatif. Munazharah dan
mudzakarah adalah cara dalam melakukan musyawarah, sedang
permusyawaratan itu sendiri dimaksudkan guna mencari kebenaran. Karena itu,
harus dilakukan dengan penghayatan, kalem dan penuh keinsyafan. Dan tidak
akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasan dan berlatar belakang
yang tidak baik”.
Ada tiga metode yang dianjurkan dalam perkataan al-Zarnuji diatas, yaitu
mudzakarah, munazharah, dan mutharahah. Bila ditinjau dari aspek kebahasaan
atau bentuk kata, kata mudzakarah, munazharah, dan mutharahah adalah bentuk
isim masdar yang berasal dari fiil madhi dzakara, nazhara, dan tharaha. Bentuk
yang demikian mengikuti wazan dari fiil tsulasi madzid yang memiliki tambahan
satu huruf. Wazan tersebut adalah faa’ala-yufaa’ilu-mufaa’alatan yang memiliki
arti al-musyarokah yakni saling melakukan.106
Al-musyarokah (saling melakukan)
disini maksudnya adalah apabila ada seseorang yang melakukan sesuatu, ada juga
orang lain yang melakukan seuatu yang sama dengan orang pertama tadi.
Sehingga kedua orang tersebut dapat menjadi pelaku maupun objek.107
Metode ini merupakan sebuah sarana rekonstruksi pengetahuan yang
diinisiatifkan oleh penuntut ilmu dan berhubungan dengan sesamanya, baik
dengan temannya sendiri, maupun dengan orang lain. Berbeda dengan metode
106
Abdullah ad-Danqizi,Matan al-Bina wa al-Asas, (Surabaya: Maktabah Muhammad
Ibn Ahmad Ibn Nabhan, tt), .... h. 5. 107
Maksum Aly, Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, (Jombang: Maktabah Salim Ibn Sa’ad
Nabhan, tt), h. 15.
103
sebelumnya (menghafal, memahami, dan mencatat) yang dilakukan oleh individu
penuntut ilmu. Pada ketiga metode ini individu penuntut ilmu diharuskan adanya
pola interaksi kepada orang lain, atau lawan bicara. Sebagaimana manfaat yang
diutarakan oleh al-Zarnuji jika mempraktikkan metode-metode tersebut:
:وقيل .وزيادة تكرارا فيه ألن التكرار جمرد فائدة من أقوى واملناظرة املطارحة وفائدة وإياك .الطبيعة سليم منصف مع كان إذا لكن .شهر تكرار من خري ساعة، مطارحة واجملاورة متعدية، واألخالق متسرية، الطبيعة فإن الطبع، مستقيم غري متعنت مع واملذاكرة
.مؤثرة“Faedah mutharahah dan mudzakarah itu jelas lebih besar daripada
sekedar mengulang pelajaran sendirian, sebab disamping berarti mengulang
pelajaran, juga menambah pengetahuan yang baru. Dan dikatakan : “Sesaat
mutharahah dilakukan, lebih bagus mengulang pelajaran sebulan. “Sudah tentu
harus dilakukan dengan orang yang insaf dan bertabiat jujur. Awas jangan
mudzakarah dengan orang yang sekedar mencari menang dalam pembicaraan
semata, lagi pula bertabiat tidak jujur. Sebab tabiat itu suka merampas, akhlak
mudah menjalar sedang perkumpulan pengaruhnya besar”.
Dengan melakukan metode tersebut akan menimbulkan konstruksi
pengetahuan-pengetahuan baru yang akan didapat, dimana pengetahuan-
pengetahuan tersebut tidak akan didapat apabila belajar sendirian. Boleh
dikatakan, karena setiap peserta didik akan memiliki pemahaman yang berbeda
dengan peserta didik lainnya. Dengan begitu, pemahaman antara peserta didik
dengan peserta didik lain akan semakin memperkaya pengetahuan dan
pemahaman dari pelajaran yang telah diberikan.
Adapun Penjelasan ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut:
Mudzakarah berasal dari kata dzakara yang berarti mengingat-ingat.108
Jadi
dalam metode mudzakarah ini adalah sebuah kegiatan untuk peserta didik saling
108
Atabik Ali dan Muhammad Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Krapyak, Multi Karya Grafika, 1998), Cet. ke-9, h. 933.
104
bertukar pikiran dan tanya jawab kepada sesama peserta didik untuk memberikan
ingatan kembali terhadap meteri pelajaran yang telah diberikan.
Menurut penulis, Metode ini bisa dikatakan metode soal-jawab sesama
pelajar, atau bisa juga dikatakan tukar pendapat untuk saling melengkapi dan
mengingat-ingat pengetahuan masing-masing. Hal ini perlu untuk dilakukan untuk
memberikan ingatan tehadap pelajaran-pelajaran sebelumnya.
Munazharah, berasal dari kata nazhara yang berarti pandangan,
merenungkan, memikirkan kembali secara mendalam.109
Metode ini bisa disebut
dengan metode diskusi baik kelompok maupun perorangan dengan saling
memberi pandangan kemudian mengkritisi pendapat masing-masing.
Mutharahah, diambil dari kata tarahum yang menurut bahasa berarti
melontarkan. Atau bisa juga diartikan dengan mencecar atau mengintograsi
dengan pertanyaan, mengajukan pertanyaan, mengajukan persoalan untuk
dikaji.110
Metode ini dapat dikatan juga sebagai metode diskusi dimana anggota
yang satu dapat mengkritik, bertanya, mengintograsi anggota yang lain. Atau bisa
dikatakan juga sebagai metode adu pendapat untuk diuji mana pendapat yang
benar.
Ketiga metode yang diutarakan al-Zarnuji tersebut sangat sesuai dengan
pola pendidikan pada masa kontemporer. Dilihat dari aspek psikologis, metode ini
sesuai dengan teori konstruktivisme yang sedang banyak dipraktikkan sekarang
ini. Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar baru dalam psikologi
pendidikan. Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi
premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman dapat membangun dan
mengkonstruksi pengetahuan serta pemahaman tempat individu hidup.111
Menurut
Slavin sebagaimana yang dikutip oleh Trianto mengatakan “Teori konstruktivisme
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentrasformasikan
109
Kaserun A.S. Rahman, Kamus Modern Indonesia-Arab Al-Kamal, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2010), Cet. ke-1, h. 364. 110
Kaserun A.S. Rahman, Kamus Modern Indonesia-Arab Al-Kamal, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2010), .... h. 534. 111
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 105.
105
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan itu sudah tidak sesuai lagi”.112
Salah satu ahli pendidikan yang mengembangkan konstruktivisme adalah
Piaget yang sebelumnya merumuskan teori kognitivisme. Teori Piaget
berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur
kognitifnya dengan istilah skema. Skema pada teori ini adalah seluruh
pengetahuan diorganisasikan menjadi unit-unit atau skema yang kemudian
disimpan sebagai infromasi. Sehingga, skema dapat dimaknai sebagai suatu
deskripsi umum atau suatu sistem konseptual untuk memahami pengetahuan
tentang bagaimana pengetahuan itu dinyatakan atau diterapkan.113
Jadi, dalam teori Piaget masih menekankan pada aspek kognitif yang
dimiliki individu dengan mengkonstruksi sebuah skema pengetahuan. Teori
Piaget ini masih mendasarkan pada perkembangan kognitif karena teori kognitif
yang dikemukakan oleh Piaget masih berkesinambungan dengan teori
kostruktivisme.
Dalam teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat begitu saja ditransfer
dari pikiran guru kepada pikiran peserta didik. Artinya peserta didik harus aktif
secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kemampuan
kognitif yang dimilikinya.114
Berdasarkan pernyataan tersebut, teori
konstruktivisme merupakan pengembangan dari teori-teori psikologi pendidikan
sebelumnya, diantaranya adalah psikologi daya ingat dan kognitif.
Kemudian, bila dikaitkan dengan kondisi pendidikan kontemporer, ketiga
metode tersebut diatas merupakan praktik diskusi ilmiah yang dianjurkan oleh al-
Zarnuji bagi penuntut ilmu yang sedang melakukan kegiatan belajar. Menurut Aly
As’ad metode-metode ini merupakan tiga kompetensi dalam praktik diskusi.
Mudzakarah adalah tukar pendapat untuk saling melengkapi, munazharah adalah
saling mengkritisi pendapat masing-masing, dan mutharahah adalah adu pendapat
112
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet.ke-2, h. 74. 113
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 105. 114
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, .... h. 108.
106
untuk diuji dan dicari mana yang benar.115
Diharapkan dengan metode-metode
yang dilakukan ini, konstruksi pengetahuan yang dimiliki peserta didik menjadi
komprehensif.
Selain menerangkan cara atau metode diskusi ilmiah, al-Zarnuji juga
memberikan pengetahuan adab dalam melakukan metode diskusi tersebut.
Menurut al-Zarnuji ketiga metode tersebut adalah sebuah kegiatan pembahasan
atau bisa dikatakan sebagai musyawarah yang merupakan sebuah tindakan yang
mulia. Oleh karena itu, al-Zarnuji menyarankan untuk menyingkirkan hal-hal
yang negatif seperti kekerasan dan keributan. Ini karena, kegiatan tersebut
dilakukan untuk mencari kebenaran. Bukan mencari siapa yang paling benar.
Untuk itu, diperlukan sikap persahabatan dan perdamaian. Oleh karena itu, sesuai
dengan teori belajar konstruktivisme, para peserta didik dengan sadar dan
tanggung jawab berusaha melibatkan diri dalam proses belajar terutama pada
proses perubahan konseptual dengan memperhatikan bimbingan guru dan kerja
sama dengan peserta didik lainnya.116
Jika kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk mejadi perang lidah dan
akan menimbulkan permusuhan, maka tidak dibolehkan. al-Zarnuji mengatakan
dalam kitab Ta’limnya sebagai berikut:
.احلق إلظهار ذلك حيل وإمنا حتل، فال وقهره، اخلصم إلزام املباحثة من نيته كانت فإن بن حممد وكان .للحق طالبا ال متعنتا، اخلصم كان إذا إال فيها، جيوز ال واحليلة والتمويه
ناظر، فيه وأنا الزم، ألزمته ما :يقول اجلواب حيضره ومل اإلشكال عليه توجه إذا حيىي .عليم علم ذى كل وفوق
“Apabila di dalam pembahasan itu dimaksudkan untuk sekedar
mengobarkan perang lidah, maka tidak diperbolehkan menurut agama. Yang
diperbolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bicara berbelit-belit
115
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Para Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 80. (dalam catatan kaki). 116
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011),
h.166.
107
dan membuat alasan itu tidak diperkenankan, selama musuh bicaranya tidak
sekedar mencari kemenangan dan masih dalam mencari kebenaran. Bila kepada
Muhammad bin Yahya diajukan suatu kemuskilan yang beliau sendiri belum
menemukan pemecahannya, maka ia katakan : “pertanyaan anda saya catat
dahulu untuk kucari pemecahannya. Diatas orang berilmu, masih ada yang lebih
banyak ilmunya.”
Dengan demikian, untuk hasil yang baik, kegiatan diskusi ilmiah perlu
adanya kesadaran persaudaraan yang kuat agar hal-hal yang negatif tersebut tidak
didapatkan.
d. Tahap Akhir Belajar
وال دعاه، من جييب فإنه إليه ويتضرع اهلل ويدعو جيتهد بل الفهم ىف يتهاون ال أن فينبغى 117 .رجاه من خييب
“Hendaknya pula, dengan sungguh-sungguh memanjatkan do’a kepada
Allah dan meratap serta meronta. Allah pasti mengabulkan do’a yang di
mohonkan, dan tidak mengabaikan orang yang mengharapkan”.
Ini adalah kegiatan yang harus dilakukan seorang penuntu ilmu baik
sebelum memulai belajar, maupun sesudah belajar. Ketika ingin memulai belajar
berdoa diiringi dengan niat bersungguh-sungguh untuk fokus belajar dan
menuntut ilmu. Kemudian ketika selesai belajar doa dipanjatkan untuk
menjadikan ilmu yang telah diperoleh menjadi bermanfaat, dan senantiasa
berharap agar ilmu yang diperoleh tetap dijaga.
Syaikh Ibrahim menjelaskan perkataan al-Zarnuji diatas bahwa seorang
penuntut ilmu sangat diharuskan untuk bersungguh-sungguh memanjatkan doa
kepada Allah swt dalam rangka menjalankan perintah-Nya. Hal tersebut sesuai
dengan firman-Nya yang berbunyi “Berdoalah kalian kepada-Ku, pasti akan Aku
kabulkan”.118
Dalam pandangan agama, berdoa merupakan kewajiban seorang
hamba sebagai manifestasi bahwa dirinya sangat membutuhkan Tuhan.
117
Aly As’ad, Bimbingan Bagi Para Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’lim al-
Muta’allim), .... h. 78. 118
Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim al-Muta’allim, .... h. 28.
108
Secara umum apa yang dikemukakan oleh al-Zarnuji dalam Ta’lim adalah
tata cara belajar yang ideal. Bagi al-Zarnuji, belajar adalah keseluruhan proses
yang melibatkan seorang peserta didik dalam sebuah dunia pencarian makna dan
hidup. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas menunjukan bahwa al-Zarnuji
telah merancang sebuah konsep belajar (Thariq al-Ta’allum) yang bernuansa
pendidikan ideal. Disebut ideal karena menurut penulis, al-Zarnuji menawarkan
konsep pendidikan yang mengandung aspek etika yang sesuai dengan pendidikan
Islam, juga mengandung aspek teknik-praktik tentang pendayagunaan potensi
otak dengan adanya pertimbangan psikologis.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan pendidikan kontemporer,
konsep yang ada pada kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh al-Zarnuji masih
relevan. Hanya saja, pendidikan kontemporer lebih variatif dengan pengembangan
sedemikian rupa, yaitu dengan adanya pendekatan, strategi, metode, teknik, dan
model pembelajaran. Hal ini karena konsep belajar al-Zarnuji pada kitab
Ta’limnya masih tergolong sebagai sistem pendidikan tradisional.
Walaupun masih tergolong tradisional, al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim
tetap memiliki kelebihan dari pendidikan kontemporer. Kelebihannya adalah pada
aspek etika atau adab dalam menuntut ilmu. Aspek etika ini yang sangat
ditekankan oleh al-Zarnuji kepada penuntut ilmu. Terutama dalam sikap
menghormati guru dan adab belajar yang dalam pendidikan kontemporer
sepertinya agak kurang. Al-Zarnuji sangat mementingkan akhlak untuk penuntut
ilmu. Karena menurut al-Zarnuji, pengetahuan yang diperoleh akan percuma tanpa
disertai akhlak yang baik. Dengan demikian, konsep al-Zarnuji bisa dijadikan
rujukan atau dijadikan dasar-dasar pengembangan konsep pembelajaran dan
metodologi pendidikan. Terutama pada pembetukan karakter peserta didik agar
memiliki akhlak yang baik.
109
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari rangkaian pembahasan dan beberapa uraian Thariq al-Ta’allum
(Konsep Tata Cara Belajar) dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh al-
Zarnuji, dengan analisis terhadap aspek psikologis peserta didik dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Thariq al-Ta’allum (Konsep Tata Cara Belajar) yang dikemukakan oleh al-
Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim terdiri dari dua aspek utama, yaitu
aspek etika dan aspek teknik-praktik.
a. Aspek Etika, adalah aspek yang berkaitan dengan adab atau sikap
yang dijadikan aturan normatif dalam menuntut ilmu. Aspek etika
tersebut adalah niat, kesungguhan dan ketekunan, tawakal, wara’,
sikap penghormatan terhadap ilmu dan guru, dan musyawarah. Dalam
aspek etika ini pada esensinya adalah memfokuskan konsenterasi agar
peserta didik menjadi sangat perhatian dan mempersiapkan dirinya
untuk semata-mata menuntut ilmu.
b. Aspek teknik-praktik merupakan aspek yang bersifat teknis dan
praktis dalam pembelajaran. Yang termasuk dalam aspek ini adalah
pemilihan bidang studi dengan mempertimbangkan minat dan bakat
peserta didik, kualitas dan kuantitas pelajaran dengan
110
mempertimbangkan daya mental peserta didik, beberapa metode
belajar yang terdapat kesesuaian dengan beberapa teori psikologi daya
mental, behavioristik, kognitif, dan konstruktivisme. Dan terakhir
adalah kegiatan menutup pelajaran dengan berdoa dengan
kesungguhan hati semoga ilmu yang telah didapat bermanfaat dan
tetap terjaga.
2. Berdasarkan hasil analisa banyak ditemukan kesesuaian antara Thariq al-
Ta’allum (Konsep Tata Cara Belajar) al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim dengan kajian psikologis. Pada aspek psikologis berkaitan dengan
perhatian, minat dan bakat, motivasi, sikap, dan intelegensi peserta didik.
Kemudian adanya ketersesuaian dengan beberapa teori psikologi daya mental,
behavioristik, kognitif, dan konstruktivisme yang pada pembelajaran
kontemporer teori tersebut dijadikan rujukan.
Dengan demikian, dua kesimpulan di atas menunjukan terdapat relevansi
secara psikologis konsep tata cara belajar yang dikemukakan al-Zarnuji dengan
pembelajaran kontemporer. Konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim bila dianalisa memang mempertimbangkan beberapa aspek,
salah satunya aspek psikologis. Namun aspek-aspek tersebut tidak dimuat dalam
kitab tersebut.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, implikasinya adalah bahwa konsep Thariq
al-Ta’allum yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim Syaikh al-Zarnuji
masih layak untuk dijadikan pedoman bagi setiap orang yang sedang menuntut
ilmu. Bagi lembaga pendidikan juga bisa merujuk konsep pembelajaran yang ada
pada kita Ta’lim sebagai kerangka dasar metodologi pendidikan. Hal ini
dikarenakan konsep Thariq al-Ta’allum yang buat oleh al-Zarnuji adalah sebuah
konsep yang komprehansif dan holistik. Meskipun pada konsep tersebut lebih
menekankan pada etika menuntut ilmu, tetapi dimuat juga tentang teknis
pembelajaran dengan adanya beberapa metode belajar.
111
Konsep Thariq al-Ta’allum ini sangat sesuai dengan tujuan pendidikan
yaitu membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, konsep Thariq al-Ta’allum al-Zarnuji bisa disandingkan atau
dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman terutama pada pembelajaran
kontemporer.
C. Saran
1. Bagi para pelajar ketika sedang menuntut ilmu hendaknya bisa berpedoman
dengan mengikuti langkah-langkah cara belajar yang terdapat dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim Syaikh al-Zarnuji.
2. Bagi pemerintah yang berwenang dalam mengurusi bidang pendidikan
hendaknya dapat memberikan perhatian kepada kitab Ta’lim al-Muta’allim
untuk bisa dijadikan dasar motodologi pendidikan. Terutama pendidikan
akhlak dan moral.
3. Bagi lembaga pendidikan hendaknya bisa menerapkan konsep pembelajaran
yang tertuang dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim.
4. Bagi guru hendaknya juga bisa berpedoman pada kitab Ta’lim, karena dalam
kitab tersebut bukan hanya untuk penuntut ilmu, melainkan juga untuk yang
memberikan atau menyampaikan ilmu.
5. Bagi civitas akademik seharusnya bisa menaruh perhatian lebih untuk
mengadakan penelitian-penelitian terhadap kitab Ta’lim al-Muta’allim. Yang
hasil dari penelitian tersebut dapat bermanfaat untuk mengembangkan
pendidikan yang ideal.
6. Bagi umat Islam hendaknya merasa bangga dan memberikan apresiasi tinggi
kepada Syaikh al-Zarnuji, seorang muslim yang telah menyusun sebuah
konsep pembelajaran yang komprehansif dan holistik.
112
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Danqizi, Abdullah. Matan al-Bina wa al-Asas. Surabaya: Maktabah
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Nabhan.
Ali, Atabik dan Zuhdi Muhdor, Ahmad. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Krapyak: Multi Karya Grafika. 1998.
Alifian Haykal, “Akhlak Belajar dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim”, Skripsi, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Aly, Maksum. Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah. Jombang: Maktabah Salim Ibn Sa’ad
Nabhan.
Al-Zarnuji. Matan Ta’lim al-Muta’llim. Semarang: Maktabah al-Alawiyah.
_________. Ta’lim al-Muta’allim. Surabaya: Daru al-Ilmi.
Arfina, Eka Yani. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Tiga Dua.
Arikunto, Suharsimi. Menejemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2009.
As’ad, Aly. Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (Terjemah Ta’limul
Muta’allim). Kudus: Menara Kudus. 2007.
Bangun Nasution, Ahmad dan Hanum Siregar, Rayani. Akhklak Tasawuf.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Bismar, “Konsep Metode Belajar Menurut al-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim al-
Muta’allim”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijga Yogyakarta,
2003.
Dahar , Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
2011.
Danim, Sudarwan. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta. 2010.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. 2008.
Desmita. Psikologi Perkembangan.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
2002.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta.2010.
Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka Cipta. 2002.
113
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M. Sobry. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: PT Refika Aditama. 2009.
Gunther, Sebastian. Be A Masters in That You Teach and Continue Learn:
Medieval Muslim Thinkers on Educational Theory. Chicago Journals. 3.
2006.
Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Taylor & Francis Group.
40. 2004.
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2011.
Ibrahim bin Ismail. Syarh Ta’lim al-Muta’allim. Al-Haramain. 2007.
Ibrahim, R. dan Syaodih S, Nana. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. 2010.
Khoiriyah, Sri Khomsatun. Studi Analisis Pemikiran al-Zarnuji tentang
Hubungan Guru Murid terhadap Kondisi Pendidikan Saat Sekarang Ini.
Skripsi. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. Semarang. 2004.
Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
1988.
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. 2013.
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH. 2013.
Mokhtar, Affandi. The Method of Muslim Learning as Illustrated in az-Zarnuji’s
Ta’lim al-Muta’allim Thariq at-Ta’allum. Thesis. Montreal: Mc.Gill
University.
Munadhi, Yudhi. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung
Persada Press. 2012.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner.
Jakarta: Rajawali Pers. 2009.
_____________. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. cet. II. 2001.
_____________. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Pranada Media Grroup. 2009.
114
Ngalimun. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
2013.
Nirwana, Dzikri. Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis dan Kritis Gaya
Ta’lim al-Muta’allim. Banjarmasin: IAIN Antasari Press. 2014.
Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Ciputat Press. 2005.
Rahman, Kaserun A.S. Kamus Modern Indonesia-Arab Al-Kamal. Surabaya:
Pustaka Progressif. 2010.
Roestiyah N.K. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Rineka Cipta. 2008.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 2013.
Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar). Jakarta: PT. Indeks. 2012.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta PT: Rineka
Cipta. 2010.
Suralaga, Fadhilah. dkk. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam. Jakarta:
UIN Jakarta Pers. cet. I. 2005.
Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2010.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2013.
_______. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.
Von Grunebaum, G.E. dan E. Abel, Theodora. Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-
Ta’allum. Cambridge University Press,12.1948.
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2009.
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
2008.
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dengan judul
"Konsep Thariq al-Ta'allum Syaikh al-Zanuji (Studi Analisis Aspek Psikologis
Feserta Didik)" yang disusun oleh Achmad Susmiyanto NIM 1111011000027,
J,rrusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta telah disetujui kebenarannya oleh dosen pembimbing
skripsi pada hari ini"
NO. REFERENSI PARATJ
I Ad-Danqizi, Abdullah. Matan al-Bina wa al-Asas. Surabaya:
Maktabah Muhammad Ibn Ahmad IbnNabhan.
2 Ali, Atabik dan Zuhdi Muhdor, Ahmad. Kamus.Kontemporer
Arab-Indonesia. Krapyak: Multi Karya Grafika. 1998.
J Alifian Haykal, Akhlak Belajar dalam Kitab Ta,lim al-
Muta'allim, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarla, ZOl2.
4 Aly, Maksum. Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah. Jombang:
Maktabah Salim Ibn Sa'ad Nabhan.
/)z/
5 Al-Zarnqi. Ta' I i m al - Mut a' ol I im. Surabaya : Daru al-Ilmi.
6 Al-Zarnuji. Matan Ta' I im al - Mut a' I I im. Semarang: Maktabah
al-Alawiyah.
7 Arfina, Eka Yani. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Surabaya: Tiga Dua.
8 Arikunto, Suharsimi.. Menejemen Penelitian. Jakarta: pT
Rineka Cipta. 2009.
9 As'ad, Aly. Bimbingan bagi
(Terj e mah Ta' limul Muta' allim).
Penuntut llmu Pengetahuan
Kudus: Menara Kudus. 2007.
10 Bangun Nasution, Ahmad dan Hanum Siregar, Rayani.
Akhklak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo persada .2013. ,/I
11 Bismar, Konsep Metode Belajar Menurut al-Zarnuji dalam
Kitab Ta'lim al-Muta'allim, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Kalij ga Yogyakarta, 2003.
12 Dahar , Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar dan pembelaiaran.
J akarta: Erlangga. 20 | I .
13 Danim, Sudarwan. Perkembangan Peserta Didik. Bandung:
Alfabeta.2010.
t4 Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 2008.
15 Desmita. Psikologi Perkembangan.Bandung: pT Remaja
Rosdakarya.2009.
t6 Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: pT
Rineka Cipta. 2002.
t7 Djamarah, Syaiful Bahri danZain, Aswan. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.2010.
i8 Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka
Cipta. 2002.
19 Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M. Sobry. Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: PT Refika Aditama. 2009.
20 Gunther, Sebastian. Be A Masters
Continue Learn: Medieval Muslim
Theory. Chicago Journals. 3.2006.
in That You Teach and
Thinkers on Educational 32l Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Taylor &
Francis Group. 40. 2004.
22 Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Remaja Rosdakary a. 201 1 .
23 Ibrahim bin Ismail. Syarh Ta'lim al-Muta'allim. Al-Haramain.
2007.
24 Ibrahim, R. dan Syaodih S, Nana. Perencanaon pnngojo*r.
Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2010.I
25 Khoiriyah, Sri Khomsatvl. Studi Analisis pemikiran al-Zarnuji
tentang Hubungan Guru Murid terhadap Kondisi pendidikan
Saat Sekarang Ini. Skripsi. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Semarang.2004.
26 Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Husna. 1 988.
27 Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: pT Remala
Rosdakary a. 2013.
28 Minarli, Sri.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH. 2013. r29 Mokhtar, Affandi. The Method of Muslim Learning
Illustrated in az-Zarnuji's Ta'lim al-Muta'allim Thariq
Ta'allum. Thesis. Montreal: Mc.Gill Universitv.
AS
at-
30 Munadhi, Yudhi. Media Pembelajaran Sebuah
Baru. Jal<arta Gaung Persada Press. cet. 4.2012. .
Pendekatsn
31 Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam dengan pendekatat
Multidisipliner. Jakarta: Rajawali Pers. 2009. II
)Z Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan tslam: S4Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: pT Raja Grafindo
Persada. cet. II. 2001. l/faJJ Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Strategi
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pranada Media Grroup. 2009. 734 Ngalimun. Strategi dan Model Pembelajaran. yogyakarti:
Aswaja Pressindo. 2013.
35 Nirwana, Dzikri. Menjadi Pelajar Muslim Modern yang Etis
dan Kritis Gaya Ta'lim al-Muta'allim. Banjarmasin: IAINAntasari Press. 2014.
36 Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: pT. Cip"t-rl
Press.2005.
3/ Rahman, Kaserun A.S. Kamus Modern Indonesii4rab Al_
Kamal. Surabaya: Pustaka Progressif. 2010.
38 Roestiyah N.K. s/raregi Belajar Mengajar.Jakarta: pr ni""tiuCipta. 2008.
39 Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta. 2013. \40 Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar). Jakarta:
PT. Indeks.2012.
4t Slameto. Belajar dan Faktor-Fahor yang Mempengarulti.
Jakarta PT: Rineka Cipta. z}rc.
42 Suralaga, Fadhilah. dkk. Psikologi Pendidikon dalam
Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Pers. cet. I. 2005.
43 Suyono dan Hariyanlo. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan
Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.2Al?
44 Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010. A45 Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovat{-Progresif,
Jakarla: Kencana Prenada Media Group. 2013. /
46 Trianto. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
2010.
47 Von Grunebaum, G.E. dan E. Abel, Theodora.
Muta'allim Tariq al-Ta'allum. Cambridge
Press,12"l948.
Ta'lim al-
University
48 Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer.
lakarta: PT Bumi Aksara. 2009.
49 Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2008.
Jakarta, 26 Oktober 2015
guji Referensi,
Dr. Akhmad Sodiq, M.As
NrP. 19710709 199803 1 001
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. b. H . Juaftda No 95 Cipuldl I 541 2 tndonesia
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081
Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
No. Revisi: 01
Hal 1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
Nomor : Un.01/F. 1/KM.0 1.3{ 12015
Lamp. : -Hal :Bimbingan Skripsi
Jakarta,6 Januan 2015
Kepada Yth.Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag.
Pembimbing SkripsiFakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanLIIN Syarif HidayatullahJakarta
Assulamu'alaikum wr. W.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing llll(materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:
Nama : Achmad Susmiyanto
NIM :i111011000027
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : VII (Tujuh)
Judul Skripsi:
(KONSEP THARIQ AL.TA'ALLUM SYAIKH AL-ZARNUJI'(Studi Analisis Aspek Psikis Peserta Didik)
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 6 Januari2015, abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksionalpada "judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohonpembimbing menghubungi j urusan terlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dandapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.Wassalamu'alikum u,r. Wb.
a..tr Def<an
,- It{jul PEndidikan Agama Islam
id Khon,rl
198703 1 005Ag.