PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA MENURUT AL...

96
PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA MENURUT AL-ZARNUJI (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum) SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Pendidikan Agama Islam Oleh: AHMAD MUNIF NIM : 3105139 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG TAHUN 2011

Transcript of PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA MENURUT AL...

PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI SISWA

MENURUT AL-ZARNUJI

(Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum)

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Oleh:

AHMAD MUNIF

NIM : 3105139

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2011

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ahmad Munif

NIM : 053111139

Jurusan/ Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya

saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 18 Juni 2011

Saya yang menyatakan,

Ahmad Munif

NIM: 053111139

iii

iv

NOTA PEMBIMBING Semarang, 31 Mei 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi

naskah skripsi dengan:

Judul : Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al Thariqat Al-

Zarnuji (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim

Thariqat Al-Ta’alum)

Nama : Ahmad Munif

NIM : 053111139

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

v

ABSTRAKSI

Judul : Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al Thariqat Al-Zarnuji

(Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim Thariqat Al-

Ta’alum).

Nama : Ahmad Munif

NIM : 053111139

Banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi dalam pendidikan di

sekolah. Selain fenomena internal siswa, juga terdapat diluar lembaga pendidikan.

Peran guru sebagai pendidik juga sangat penting dalam mengarahkan peserta didik

agar mampu melihat secara nyata terhadap peristiwa tersebut. Term guru dan murid

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kata lain tidak ada

proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur tersebut. Keduanya memegang peranan

yang urgen. Seorang guru memegang kunci keberhasilan dan keberlangsungan

pendidikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Persyaratan mencari ilmu bagi

siswa menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-

Ta’alum; (2) Makna kontekstual dari enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut

imam al-zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum.

Skripsi ini tergolong dalam penelitian kepustakaan (library research) dengan

pendekatan kontekstual, yaitu mengkontekstualisasikan enam syarat mencari ilmu

menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum (variabel 1)

dengan proses mencari ilmu bagi siswa atau peserta didik (variabel 2). Dalam hal ini,

upaya kontekstualisasi dalam penelitian ini dibangun berdasarkan reinterpretasi

terhadap enam syarat tersebut secara kontekstual.

Data yang sudah terkemupul kemudian diinterpretasikan kembali dengan

menggunakan metode analisis deskriptif untuk mengetahui rumusan kontekstualisasi

enam syarat mencari ilmu bagi siswa menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-

Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Upaya kontekstualisasi pemikiran al-Zarnuji tersebut

sangatlah diperlukan oleh siswa dalam proses mencari ilmu sebagai landasan etis-

epistemologis. Sebab, kegiatan mencari ilmu yang didalam Islam merupakan suatu

kewajiban bagi setiap orang akan mencapai kesuksesan jika dilakukan berdasarkan

prosedur-prosedur atau tuntunan yang telah diajarkan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam

itu sendiri. Mereka adalah para ulama terdahulu (salaf) yang dapat dijadikan

suritauladan oleh generasi Islam sesudahnya, sehingga kejayaan Islam dalam bidang

ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh para ilmuwan Islam terdahulu dapat

dihidupkan kembali.

Hasil penelitian membuktikan bahwa pemikiran imam al-Zarnuji tentang

persyaratan mencari ilmu dapat menjadi inspirasi bagi para pencari ilmu lintas zaman.

vi

Pemikiran al-Zarnuji tersebut meskipun telah ditulis beberapa abad yang lalu ternyata

masih memiliki relevansi dengan teori-teori pendidikan kontemporer. Enam syarat

yang disebutkan oleh al-Zarnuji (cerdas, kemauan keras, sabar, biaya, petunjuk guru

dan waktu yang lama) merupakan tuntunan yang harus dijadikan modal oleh para

pencari ilmu guna mencapai kesuksesan, yaitu mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Tuntunan tersebut diharapkan menjadi kepribadian siswa yang akan tercermin dalam

setiap usaha dalam menuntut ilmu, sehingga ilmu yang telah didapatkan tidak hanya

menjadi pengetahuan kognitif saja tapi juga menjadi keterampilan afektif sekaligus

psikomotorik.

Dengan demikian, diharapkan penelitian ini bisa memperkaya khazanah

keilmuan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan menjadi terobosan

ilmiah yang konstruktif bagi segenap praktisi pendidikan Islam dalam rangka

menciptakan satu pola pendidikan yang Islami untuk menjawab tantangan dan

perkembangan zaman. Wallahu a’lam.

vii

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada :

Keluarga saya bapak Khanafi ibu Murminah, dan kakak khafidhoh dan zaidatun

nikmah yang telah memberi semangat dan kasih sayang yang tak terhingga dan yang

senantiasa menghadiahkan do`a demi keberhasilan dan kesuksesanku.

Sahabat-sahabat terdekatku (Sigit, Sofyan, Humam, Abadi, Mbah Din, Eko, Chepin,

dan Lisin) yang selalu memberikan semangat dan dukungan sepenuhnya hingga

skripsi ini dapat saya selesaikan.

Sahabat-sahabatku dari berbagai kontrakan (Talenta, Irkos, Sahabat, D-max,

Labiba), organisasi (TSC, PMII, Labiba,Kucing Miring, B-One) dan masih banyak

lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang selalu menemaniku dalam suka

dan duka.

Semoga semuanya mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amien…..

viii

MOTTO

$ pκš‰r' ‾≈ tƒ t Ï% ©! $# (#þθ ãΖtΒ#u #sŒ Î) Ÿ≅Š Ï% öΝä3 s9 (#θ ßs ¡¡x� s? † Îû ħ Î=≈ yf yϑø9 $# (#θ ßs |¡øù$$ sù Ëx|¡ø�tƒ

ª! $# öΝä3 s9 ( #sŒ Î)uρ Ÿ≅Š Ï% (#ρ â“ à±Σ$# (#ρ â“ à±Σ$$ sù Æì sùö�tƒ ª! $# t Ï% ©! $# (#θ ãΖtΒ#u öΝä3ΖÏΒ t Ï% ©! $#uρ (#θ è?ρ é&

zΟ ù=Ïèø9 $# ;M≈ y_ u‘ yŠ 4 ª!$#uρ $ yϑÎ/ tβθè=yϑ÷ès? ×��Î7yz ∩⊇⊇∪

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-

lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui

apa yang kamu kerjakan.1(Q.S. Al Mujadillah : 11).

1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an dan Terjemahannya Departemen Agama RI,

(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1998), hlm. 1011.

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas

rahmat dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang

berjudul “Persyaratan Mencari Ilmu Bagi Siswa Menurut Al-Zarnuji (Upaya

Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat Al-Ta’alum)” ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1)

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tentunya tidak terlepas dari bimbingan

dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-

banyaknya kepada:

1. Dr. Sudjai, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang.

2. Nasirudin, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Mahfud Sidiq, L.C. selaku Dosen Wali yang selalu membimbing peneliti

selama studi di bangku perkuliahan.

4. Drs. Darmuin, M.Ag dan A. Muthohar M.Pd, selaku dosen pembimbing, yang

selalu menyempatkan waktunya disela-sela kesibukannya yang super padat

hanya sekedar memberikan bimbingan dan arahannya.

5. Para Dosen di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, yang telah

membekali berbagai pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Semua kerabat saya yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Serta berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan, kepada semuanya,

peneliti mengucapkan terima kasih disertai doa semoga budi baiknya diterima

oleh Allah SWT, dan mendapatkan balasan berlipat ganda dari Allah SWT

Amin......

x

Pada akhirnya peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai

kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun peneliti tetap berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Semarang, 19 Juni 2011

Peneliti,

Ahmad Munif

NIM: 053111139

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i

Pernyataan Keaslian ................................................................................................. ii

Halaman Pengesahan ........................................................................................... iii

Halaman Nota Pembimbing ................................................................................. iv

Abstrak .. ............................................................................................................... v

Halaman Persembahan ......................................................................................... vi

Halaman Moto ......................................................................................... ............. vii

Halaman Kata Pengantar . ..................................................................................... ix

Halaman Daftar Isi . .............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah . ................................................................... 1

B. Penegasan Istilah . ............................................................................. 5

C. Rumusan Masalah .............................................................................. 8

D. Tujuan Penelitian . .............................................................................. 8

E. Kajian Pustaka . .................................................................................. 9

F. Metode Penelitian . ............................................................................. 11

G. Sistematika Penulisan Skripsi . ........................................................... 14

BAB II KONSEPSI NORMATIF FILOSOFIS TENTANG HAKIKAT

MANUSIA DAN ILMU

A. Hakekat Manusia . .............................................................................. 16

B. Hakikat Ilmu . .................................................................................... 22

C. Hubungan Manusia dan Ilmu . ........................................................... 29

D. Sifat Manusia . .................................................................................... 29

E. Kewajiban Penuntut Ilmu . ................................................................. 32

F. Pentingnya Ilmu Pengetahuan bagi Manusia . .................................... 33

xii

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KITAB TA’LIM AL-

MUTA’ALIM THARIQAT AL TA’ALUM

A. Biografi al-Zarnuji . ............................................................................ 37

B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji . .............................................. 40

C. Latar Belakang Sosial Politik . ........................................................... 43

D. Hasil karya al-Zarnuji . ....................................................................... 46

E. Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim al Muta’alim . ............................. 47

F. Persyaratan Mencari Ilmu Dalam Kitab Ta’lim al Muta’alim . ........ 49

1) Cerdas . ........................................................................................... 52

2) Rasa Ingin Tahu yang Tinggi . ....................................................... 53

3) Sabar . ............................................................................................. 54

4) Biaya . ............................................................................................ 55

5) Petunjuk dari Guru . ....................................................................... 56

6) Waktu yang Lama . ........................................................................ 57

BAB IV ANALISIS KONTEKTUALISASI PERSYARATAN MENCARI ILMU

DALAM KITAB TA’LIM AL MUTA’ALIM

A. Cerdas . ................................................................................................. 60

B. Rasa ingin tahu yang tinggi . ................................................................ 64

C. Sabar .. .................................................................................................. 66

D. Biaya ... ............................................................................................... 67

E. Petunjuk dari Guru . ............................................................................. 68

F. Waktu yang Lama .. ............................................................................. 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan . ....................................................................................... 75

B. Saran-saran . ......................................................................................... 77

C. Penutup . ............................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi dalam pendidikan di

sekolah. Siswa bunuh diri akibat dia tidak lulus dalam ujian akhir nasional sekolah,

tawuran antar sekolah, merokok dan nongkrong di jalanan, bolos sekolah, menjajakan

uang SPP untuk pesta bersama temanya dan lain-lainya. Ini merupakan contoh dari

fenomena internal siswa. Lalu apa yang menyebabkan siswa melakukan hal tersebut?

Tapi tidak jarang pula pendidikan memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia.

Tentunya dengan adanya teknologi-teknologi canggih yang memudahkan manusia

untuk melakukan aktifitasnya.

Selain fenomena internal siswa, juga terdapat diluar lembaga pendidikan.

Diantaranya anggapan masyarakat yang mengatakan bahwasanya anak disekolahkan

adalah untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan yang lebih baik dari orang tuanya.

Sehingga yang terjadi siswa tidak peduli yang namanya pelajaran (ilmu) yang

diajarkan oleh guru, yang penting ketika lulus dia mendapatkan pekerjaan dan materi

yang layak. Atau selain itu ilmu sebagai batu loncatan digunakan untuk mencari

pekerjaan.

Fenomena tersebut merupakan hal yang wajar terjadi pada siswa apabila siswa

tersebut belum mempunyai bekal yang cukup dari dirinya sendiri. Seperti pada

fenomena internal yang berkenaan dengan kenakalan siswa; ketika kembali

mengingat pada waktu kecil anak ditanya, nanti kalau besar mau jadi apa? banyak

anak-anak yang menjawab dengan unik. Siswa pun juga sama ketika siswa masuk ke

lembaga sekolah dia sebenarnya punya cita-cita yang besar, tapi karena kesulitan dan

kegagalan dalam meraih cita-citanya yang terjadi adalah siswa melakukan apa yang

diinginkannya.

2

Fenomena eksternal lembaga salah satunya terjadi karena adanya masyarakat. Ini

terjadi karena pengetahuan masyarakat yang melihat secara nyata banyak orang yang

berilmu tapi tidak mempunyai kehidupan yang layak. Layak disini diartikan

mempunyai uang yang banyak. Anggapan seperti itu akan membentuk karakter siswa

menjadi manusia yang materialis yang tidak mau tahu terhadap tujuan didirikannya

sekolah. Padahal sekolah adalah lembaga formal untuk menimba ilmu dan

pembentukan akhlak yang mulia. Inilah yang menyebabkan nilai yang ada didalam

ilmu hilang. Sehingga yang terjadi ilmu tidak akan berkembang tapi akan berjalan

stagnan.

Fenomena tersebut terlihat jelas bahwasanya pada dasarnya manusia mempunyai

keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau kepuasan untuk dirinya. Jika kepuasan

yang satu tidak didapatkan maka manusia tersebut akan mencari kepuasan yang lain.

Teori tersebut akan senantiasa ada pada diri manusia karena didalam diri manusia

terdapat nafsu. Tapi beda ketika kepuasan tersebut dialihkan dengan objek ilmu,

maka yang terjadi adalah kebaikan bagi manusia dan lingkungannya.

Peran guru sebagai pendidik sangat penting dalam mengarahkan peserta didik

agar mampu melihat secara nyata terhadap peristiwa tersebut. Tepat sekali apa yang

dikatakan oleh Ho Chi Minh bapak bangsa Vietnam yaitu No teachers No education

artinya tanpa guru tidak ada pendidikan. Ungkapan ini menyiratkan makna yang

mendalam yaitu guru berada dalam posisi sentral dan harus terjamin otonomi

pedagogisnya.1 Term guru dan murid merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan dengan kata lain tidak ada proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur

tersebut. Keduanya memegang peranan yang urgen. Seorang guru memegang kunci

keberhasilan dan keberlangsungan pendidikan.

Pendidikan mengajarkan kita untuk selalu belajar. Karena itu adalah modal awal

untuk mendapatkan ilmu. Dalam proses pendidikan terdapat tiga unsur yang tidak

bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik, peserta didik atau

1 Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006 ), hlm. 2

3

siswa dan realitas dunia. Pendidik dan siswa adalah subjek sadar sedangkan realitas

dunia adalah objek tersadar atau disadari. Subjek sadar berarti orang yang dengan

kesadarannya melakukan suatu pekerjaan secara aktif, sedangkan objek tersadar

berarti sesuatu yang dikenai pekerjaan dan hanya bersifat pasif. Ketiga unsur tersebut

dalam pendidikan akan selalu terkait dalam membentuk suatu struktur keilmuan. Ilmu

akan mudah didapatkan dalam lembaga pendidikan apabila terdapat kerjasama yang

baik antara guru dan murid dalam menangkap sebuah realitas dunia.

Lembaga pendidikan dikatakan berhasil itu bukan ketika lembaga tersebut

tekenal, tapi lembaga tersebut mampu menciptakan pelajar yang mempunyai ilmu

sesuai dengan keinginannya. Dan ilmu yang didapatkannya mampu diaplikasikan

dalam bentuk nyata, seperti pengabdian kepada masyarakat. Selain itu ilmu bila

diaplikasikan dalam bentuk kesadaran diri juga akan membentuk sebuah prilaku yang

mulia. Itulah yang sebenarnya inti dari adanya pendidikan.

Mencari ilmu merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh seseorang

semenjak lahir sampai saat-saat sebelum meninggalkan dunia. Orang yang menjalani

pendidikan ini tentunya mempunyai harapan bahwasanya apa yang dia pelajari akan

mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan yang nantinya akan dapat dipergunakan

sebagai bekal menghadapi masa depannya. Dalam hal ini indikator yang bisa

dijadikan sebagai petunjuk bahwa seseorang dianggap berhasil dalam belajar adalah

daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tertinggi.2

Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Seperti

kata peribahasa Perancis, mengerti berarti memaafkan segalanya, maka pengertian

yang mendalam terhadap hakekat ilmu, bukan saja akan mengikatkan apresiasi kita

terhadap ilmu namun juga membuka mata kita terhadap berbagai kekurangannya.3

2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 96. 3 Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), hlm. 3.

4

Penjelasan tersebut merupakan gambaran bahwasanya manusia termasuk orang

yang lemah, karena akan selalu melakukan kesalahan baik yang disadarinya maupun

tidak. Karena manusia adalah mahluk yang lemah maka sudah menjadi kewajiban

baginya untuk selalu mencari ilmu guna melengkapi hidupnya untuk menjadi lebih

baik. Seperti firman Allah dalam surat al-Mujaadilah ayat 11:

<>@ ABC@ا FGHI اJKGLML N@MOP@ا QL اJKBGHR <>@ STU ا إذاJXYZ [I\B@ا M]Iأ MI ا@ABC ا@JXYZ [I\Bا LaI واcdeML واcdeا STU وإذا <Cf@ا اJRأو [I\B@وا <>XY

aThi نJCPfR MPk ABC@ت واMnدر) q@ د MOP@١١ا (

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. al-Mujaadillah: 11).4

Ayat tersebut dijelaskan bahwasanya Allah akan meninggikan derajat bagi

manusia yang mempunyai ilmu. Ayat ini menjawab dari fenomena yang ada diatas

bahwasanya manusia yang berilmu akan ditinggikan derajatnya baik ketika didunia

maupun diakhirat. Karena Ilmu pengetahuan bagaikan cahaya penerang, kebodohan

adalah kegelapan. Ilmu adalah makanan ruhani, seperti makanan yang dibutuhkan

oleh badan.

Pada dasarnya siswa merupakan manusia yang mempunyai rasa ingin tahu yang

tinggi terhadap sesuatu. Keingitahuan siswa terbentuk menjadi sebuah impian yang

ingin dicapainya. Kesulitannya adalah keingintahuan dan impian tidak bisa sesuai

dengan apa yang diinginkan. Maka yang didapat adalah kegagalan dalam impiannya.

Inipun juga terjadi pada siswa, fenomena kenakalan siswa, seperti bunuh diri, bolos

4 Yayasan Penerjemah Dan Penafsir Al-Qur’an Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:

Toha Putra Semarang, 1995), hlm. 910-911.

5

sekolah, bertengkar, menjajakan uang SPP untuk pesta bersama temanya, salah

satunya adalah akibat dari kesulitan dan kegagalan dalam apa yang diinginkannya.

Mendapatkan ilmu bukanlah sesuatu yang mudah, butuh sebuah proses yang

lama untuk bisa mendapatkannya. Karena pengetahuan dikatakan sebagai ilmu ketika

ada sebuah langkah yang jelas, dengan metode yang jelas dan dapat dibuktikan

keabsahan datanya. Banyak sekali buku kajian khazanah islam klasik yang membahas

mengenai hal itu, tapi siswa terkadang lebih cenderung memilih orang barat sebagai

pedomannya. Karena menurut siswa teori sesuatu yang sudah lama itu adalah kuno,

dan telah tergantikan oleh yang baru. Pada hal itu peneliti ingin mencoba

membuktikan bahwasanya khazanah islam klasik mempunyai peranan yang besar

dalam kesuksesan dalam hal mencari ilmu. seperti salah satunya yang ditulis oleh al-

Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Untuk menyesuaikan

dengan konteks sekarang perlu adanya interpretasi baru mengenai syarat-syarat

tersebut dengan cara membandingkan pengertian dari beberapa penulis dan mencoba

membaca fenomena yang ada.

Pada uraian tersebut, muncul sebuah gagasan untuk menyusun sebuah karya

ilmiah dengan tema yang menyoroti persyaratan dalam mencari ilmu, oleh karena itu

penulis memilih Skripsi dengan judul “PERSYARATAN MENCARI ILMU BAGI

SISWA MENURUT AL-ZARNUJI (Upaya Kontekstualisasi Isi Kitab Ta’lim al-

Muta’alim Thariqat al-Ta’alum)”

B. Penegasan Istilah

a. Persyaratan

Syarat adalah segala sesuatu yang perlu (harus ada) atau ketentuan

(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.5 Dalam hal ini

syarat berarti merupakan suatu kemutlakan yang harus dipenuhi dalam

hubungannya dengan mencari ilmu, sehingga apabila syarat tersebut tidak

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1997), hlm. 830.

6

dipenuhi baik itu sebagian atau secara keseluruhan maka seseorang tidak bisa

menguasai suatu disiplin ilmu.

b. Ilmu

Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara

bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk

menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.6

Dalam hal ini kami tidak hanya membatasi ilmu dalam kajian Syar’i

(ukhrowi) saja, seperti ilmu fiqih dan tauhid, tapi kami perluas kedalam kajian

ilmu-ilmu umum (duniawi) seperti halnya ilmu ekonomi, fisika, kimia, dan

lain-lain.

Untuk selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini menuntut ilmu kami sebut

juga dengan istilah belajar dan proses belajar mengajar atau interaksi antara

guru dan murid kami sebut juga dengan istilah pendidikan atau pembelajaran.

c. Siswa

Siswa adalah Murid (anak atau orang yang sedang belajar/ bersekolah),

atau pengikut suatu ajaran agama, kepercayaan. Jadi penting kiranya untuk

menerapkan syarat menuntut ilmu bagi siswa, karena pada dasarnya siswa

dituntut untuk selalu belajar dan harus tahu bahwa syarat tersebut memang

harus dipenuhi, agar menjadi anak bangsa yang mempunyai sikap cinta

bangsa dan tanah air.

d. Al-Zarnuji

Adalah Syaikh Burhan Al-Islam Al-Zarnuji (w 602H/ 1223M). seorang

penulis dan Mushonnif beberapa kitab yang dijadikan panduan dan pegangan

berbagai kalangan. Salah satu yang terkenal adalah kitab Ta’lim al-Muta’alim,

yang menjelaskan metode belajar dan etika-etika mencari ilmu.

Bahwasanya al-Zarnuji merupakan ahli pendidikan dan pengikut fiqih

hanafi yang anak beliaulah yang telah mengarang kitab Ta’lim al-Muta’alim.

6 Ibid., hal. 371.

7

Ada orang lain lagi yang dikenal sebagai al-Zarnuji, yaitu Nu’man Ibrahim

Al-Zarnuji (640 H/ 1242 H) seorang ahli bahasa dari Bukhara dan penulis

kitab al-Muwadloh fi Syarhi Maqomat al-Hariri.7

e. Upaya Kontekstualisasi

Upaya adalah usaha (bekerja keras) dengan akal untuk mencapai suatu

maksud memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.8 Konteks berasal dari

kata kerja latin contexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks”

merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang

berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya.9

Jadi upaya kontekstualisasi adalah usaha dengan sungguh-sungguh

untuk membaca makna yang sebenarnya dan mencoba menyesuaikan dengan

keadaan sekarang. Seperti halnya pada siswa yang dituntut berusaha berfikir

secara jelas sampai pengetahuan itu terbukti kebenarannya.

f. Isi Kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum

Isi adalah sesuatu yang termuat dalam sesuatu. kitab Ta’limul

Muta’alimin adalah salah satu kitab yang dikarang oleh Syeih Burhanuddin

al-Zarnuji bin Nu’man bin Ibrahim yang mempunyai arti “Bimbingan bagi

penuntut ilmu pengetahuan”. Kitab ini muncul kurang lebih pada abad VI H,

yaitu zaman kemerosotan dan kemunduran Daulah Abbasiyah atau periode

kedua Dinasti Abbasyiah sekitar tahun 296-656 H. 10

Dalam skripsi ini maksudnya adalah mengambil salah satu bagian dari isi

dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum berkenaan dengan

persyaratan mencari ilmu. Setelah itu membaca asal-asulnya dan mencoba

7 Imam Ghozali Said, Ta’limut Muta’alim Thariqat Ta’alum, (Surabaya: Diyantama, 1997), hlm. 15. 8 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1787. 9 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching Learning. : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar

Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Stiawan, (Bandung : Mizan, 2006), hlm. 83. 10Aliy As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus, 1995), hlm. 1.

8

untuk mengaplikasikan pada saat sekarang dengan dipandu beberapa buku

yang berkaitan dengan isi tersebut.

C. Rumusan Masalah

a. Apa syarat mencari ilmu menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-

Muta’alim Thariqat al-Ta’alum?

b. Bagaimana kontekstualisasi enam syarat mencari ilmu dalam kitab Ta’lim al-

Muta’alim Thariqat al-Ta’alum menurut imam al-Zarnuji?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut imam al-

Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum

b. Untuk mengetahui makna secara kontekstual dari enam syarat mencari

ilmu bagi siswa menurut imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-

Muta’alim Thariqat al-Ta’alum.

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dalam skripsi ini adalah memberikan kontribusi

dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi siswa dan

pendidikan Islam.

b. Manfaat praktis

Diharapkan akan dapat dijadikan tuntunan bagi siswa dalam

mencapai kesuksesan dalam belajar, dan dapat diaplikasikan dalam

prilaku sehari-hari.

9

E. Kajian Pustaka

Mencari ilmu bagi manusia adalah hal yang wajib dikarenakan adanya akal

sebagai tingkat kesempurnaan manusia. Kewajiban itu akan senantiasa dilakukan

karena itu merupakan tanda eksistensi dari manusia. Ketika manusia tidak berfikir

berati dia tidak menyadari keberadaan dirinya atau dikatakan mati. Bagi seorang

siswa mencari ilmu adalah wajib hukumnya. Tidak ada yang menolak mengenai

hal seperti ini. Bagaimana keberadaan ilmu akan membuat siswa semakin cerdas

dalam menangkap sebuah realitas dan menjadikan ilmu tersebut menjadi sebuah

sikap dan membentuk insanul kamil

Dengan adanya telaah pustaka adalah sebagai perbandingan terhadap

penelitian yang ada baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang ada

sebelumnya. Di samping itu, telaah pustaka juga mempunyai andil besar dalam

rangka mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori-teori yang ada

kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah.

a. Konsep memuliakan guru menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-

Muta’alim, oleh Hildayatus Saihat, 2003, Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Semarang. Pembahasan dalam skripsi ini menitik beratkan

hakekat memuliakan guru menurut al-Zarnuji pada posisi yang tinggi.

Menurut al-Zarnuji terkait dengan pribadi guru yang ideal yaitu guru yang

memenuhi kriteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki

kecerdasan ruhaniah tinggi disamping kecerdasan intelektual dan

mempunyai kesalehan sebagai aktualisasi keilmuan. Sehingga pemikiran

al-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan

dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya.

b. Penyebab Hafal Dan Lupa Dalam Aktifitas Belajar (studi analisis kitab

Ta’lim al-Muta’alim karya al-Zarnuji), oleh Mujibur Rahman, 1999,

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Skripsi ini berisi tentang

pandangan al-Zarnuji dalam penyebab hafal dan lupa. Dan juga berbicara

mengenai konsep belajar, jenis-jenis belajar, dan faktor yang

10

mempengaruhi belajar. Konsep belajar selalu menunjukkan kepada suatu

proses perubahan perilaku atau pribadi individu berdasarkan praktek atau

pengalaman tertentu. Jenis-jenis belajar terdiri dari belajar berdasarkan

praktek, belajar berdasarkan hafalan, belajar berdasarkan permasalahan

dan belajar berdasarkan emosi. Dan faktor yang mempengaruhinya adalah

jasmaniah, psikologis, kelelahan, non sosial, dan lingkungan.

c. Adab Guru Terhadap Murid Dalam Perspektif Psikologi Pembelajaran

(studi analisis kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya hadratus syekh

Hasyim Asy’ari Jombang)” yang ditulis oleh Moh. Ali, 2005, Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Yang berisi tentang sikap guru

terhadap murid agar murid tersebut dapat menerima pelajaran secara

nyaman. Bahwa yang harus dilakukan oleh seorang guru hendaknya

bersikap sabar atau tidak menyurutkan semangat belajar siswa, dan

memperlakukan siswa dengan baik dalam memberikan pengajaran dan

pendidikan kepada siswa. Caranya yaitu: Pertama, Memahami dan

menghormati anak didik. Kedua, menghormati bahan pelajaran yang

diberikannya, artinya guru dalam mengajar harus menguasai sepenuhnya

bahan pelajaran yang diajarkan. Ketiga, menyesuaikan metode mengajar

dengan bahan pelajaran. Keempat, menyesuaikan bahan pelajaran dengan

kesanggupan individu. Kelima, mengaktifkan siswa dalam konteks

belajar. Keenam, memberi pengertian bukan hanya kata-kata belaka.

Ketujuh, menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa. Kedelapan,

mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan.

Kesembilan, jangan terikat dengan satu buku teks (teks book). Kesepuluh,

tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada

anak didik, melainkan senantiasa mengembangkan kepribadiannya.

11

F. Metode Penelitian

Seorang peneliti harus benar-benar tepat dalam menggunakan metode,

kesesuaian dan ketepatan dalam mempergunakan metode adalah syarat pokok

dalam pencarian data. Sebaliknya jika orang tersebut mengalami hambatan maka

kemungkinan hasil penelitian tidak valid dan tidak sesuai dengan harapan. Oleh

Karena itu, langkah-langkah yang harus dipenuhi dalam penelitian, karena

mengingat penelitian merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis

dan analisis maka pelaksanaan penelitian adalah aktifitas utama.

Dalam skripsi ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada upaya

kontekstualisasi enam persyaratan dalam mencari ilmu bagi siswa dalam

kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum karya Imam al-Zarnuji.

2. Metode pengumpulan data.

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian kepustakaan, (library reseach) yaitu dengan mengumpulkan

data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan

permasalahanya yang diambil dari dari sumber kepustakaan, dalam hal ini

ada dua sumber diantaranya:

a. Sumber data primer

Data ini meliputi bahan yang lansgsung berkaitan dengan pokok

permasalahan yang menjadi objek penelitian ini, berupa kitab

Syarah Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang di tulis

oleh syekh Ibrahim bin ismail.

b. Sumber data sekunder

Adapun sumber data sekunder yaitu adalah informasi yang tidak

secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab

12

terhadap informasi yang ada padanya.11 Sumber ini diperoleh dari

berbagai data, buku-buku yang secara tidak langsung berkait erat

dengan pokok permasalahan misalnya, pertama, Islam Berbagai

Perspektif, didedikasikan untuk 70 tahun Prof. Dr. H. Munawir

Sadzali. Didalamnya membahas biografi al-Zarnuji dan

pemikirannya terhadap pendidikan. Kedua, Metode belajar dalam

kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, Yundri Akhyar,

Pusat Bahasa Uin Suska Riau. Yang didalamnya membahas

mengenai biografi beliau dan metode belajar yang ditulis dalam 13

pasal. Isi dalam pasal tersebut mendeskripsikan tentang hakekat

ilmu dan keutamaannya.

3. Metode Analisis Data.

Metode analisis data yang penulis gunakan yaitu metode deskripsi.

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara non statistik,

adapun data yang terkumpul berupa data deskriptif. Menurut Sanapiah

Faisal, metode deskriptif yaitu usaha untuk mendeskripsikan apa yang

ada, pendapat yang sedang tumbuh. Prosedur yang sedang berlangsung

yang telah berkembang.12 Dalam skripsi ini peneliti memaparkan dan

menginterpretasikan persyaratan mencari ilmu bagi siswa dalam upaya

membaca makna secara kontekstual. Adapun metode yang digunakan

seperti di bawah ini:

a. Metode Interpretasi

Menurut Anton Bakker, interpretasi yaitu menyelami buku-buku

untuk dengan setepat mungkin mampu mengungkapkan arti dan

makna, uraian yang disajikan.13 Metode ini digunakan untuk

11 Mohammad Ali, Penelitian Analisis Kependidikan, Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 42. 12 Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm 119. 13 Anton Baker, Metodologi Penelitian Filsafat, ( Yogyakarta : Kanisius, 1999), hlm 69.

13

mengungkapkan makna dan arti isi kitab Ta’lim al-Muta’alim

Thariqat al-Ta’alum.

b. Metode Content Analysis

Menurut Soejono content analysis yaitu usaha untuk

mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis

dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis.14 Dengan

menggunakan metode content analysis, peneliti mengungkapkan isi

pemikiran tokoh yang diteliti dengan memaparkan kerangka berfikir

al-Zarnuji. Dan content analysis ini terbagi menjadi beberapa langkah:

1. Pengumpulan data

Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan data sebanyak-

banyaknya berkenaan dengan al-Zarnuji, meliputi biografi beliau,

situasi sosial, karya-karyanya dan pemikiran pendidikan beliau.

Data yang diambil dari beberapa buku yang menulis tentang

beliau, misalnya islam berbagai perspektif, ditulis oleh Menawir

Sadzali, pemikiran para tokoh pendidikan islam, metode belajar

dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, dan buku-

buku yang terkait lainnya. Dengan data yang sudah terkumpul

akan memudahkan peneliti dalam memahami isi dari kitab Ta’lim

al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum dan melakukan penelitian.

2. Interpretasi bahasa

Langkah ini dimaksudkan untuk memahami isi dari buku.

Dengan cara memahami arti perkata dari kitab Ta’lim al-

Muta’alim Thariqat al-Ta’alum. Kata-kata tersebut dibedah secara

etimologis. Dengan interpretasi ini akan memudahkan peneliti

dalam memahami arti perkata dalam sebuah tulisan. Seperti kata

ilmu, cerdas, bersungguh-sungguh, sabar, biaya, petunjuk guru,

14 Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm 14.

14

waktu yang lama dan lain-lainya. Selain itu yang dianalisis adalah

pemikiran konsep persyaratan mencari ilmu bagi siswa menurut

Imam al-Zarnuji dengan tetap memperhatikan konteks dan latar

belakang historis, kultural serta segala sesuatu yang mempengaruhi

munculnya pemikiran tersebut.

3. Metode deduktif

Penelitian ini menggunakan metode deduktif artinya pola

berfikir bertolak dari hal-hal yang sifatnya umum menuju kepada

hal-hal bersifat khusus. Dengan metode ini kitab Ta’lim al-

Muta’alim yang berisi tentang enam persyaratan mencari ilmu

dijadikan sebagai pedoman atau teori untuk memecahkan suatu

masalah atau kasus tertentu. Jadi skripsi ini berupaya untuk

interpretasi secara kontekstual mengenai enam persyaratan

mencari ilmu tersebut.

Sehingga dengan mengetahui persyaratan mencari ilmu bagi

siswa, itu merupakan sebagai cerminan diri dalam motivasi

pembelajaran, maka proses kegiatan belajar akan semakin bermakna

dan akan terciptalah hubungan yang harmonis antara siswa dan

lingkungan sekitarnya. Yang pada akhirnya akan membentuk siswa

yang mempunyai sikap yang mulia dan dapat memberikan contoh

kepada siswa lain.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memberikan gambaran secara jelas agar pembaca segera

mengetahui pokok-pokok pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun

sistematika sebagai berikut:

Pada bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

15

Pada bab kedua berisi landasan teori yang menderkripsikan konsepsi

normative-filosofis tentang hakekat manusia dan ilmu. dalam bab ini terbagi

menjadi tiga sub, sub pertama adalah hakekat manusia, kedua hakekat ilmu

dalam tinjauan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, ketiga hubungan

manusia dan ilmu, yang mendeskripsikan sifat dasar manusia, kewajiban

menuntut ilmu, dan pentingnya ilmu bagi manusia.

Pada bab ketiga berisi tentang gambaran umum al-Zarnuji dalam kitab

Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum, yang meliputi : pertama biografi

al-Zarnuji, latar belakang pendidikan, amal dan perjuanganya, serta karya-

karya beliau, kedua tentang isi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-

Ta’alum, yang meliputi latar belakang penyusunan, sistematika pembahasan,

isi kitab, persayaratan mencari ilmu dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim

Thariqat al-Ta’alum.

Pada bab keempat berisi tentang analisis persyaratan mencari ilmu bagi

siswa dan upaya kontekstualisasi dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat

al-Ta’alum. Dalam bab ini mendeskripsikan tentang makna enam persyaratan

mencari ilmu menurut al-Zarnuji dikaitkan dengan konteks kekinian yang

meliputi cerdas, sungguh-sungguh, sabar, biaya, petunjuk guru dan waktu

yang lama.

16

BAB II

KONSEPSI NORMATIF-FILOSOFIS TENTANG HAKEKAT MANUSIA DAN ILMU

A. Hakekat Manusia

Secara sederhana hakekat sering disamakan sebagai sesuatu yang

mendasar, suatu esensi, yang substansial, yang hakiki, yang penting, yang

diutamakan dan berbagai makna sepadan dengan pengertian itu. Dengan

ringkas diformulasikan, hakikat merupakan syarat eksistensi, dalam bahasa

lebih luas dapat dinyatakan dengan hakikat tidak lain adalah sesuatu yang

mesti ada pada sesuatu yang jikalau sesuatu itu tidak ada maka sesuatu itu pun

tidak wujud.1

Seperti halnya pengertian dari hakikat manusia, yang diambil dari buku

manusia dalam al-Qur’an yaitu:

Banyak para pakar pengetahuan mendefinisikan manusia dengan istilah bermacam-macam seperti Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi (akal), Animale Rasional yaitu binatang yang berpikiran. Revesz menyebut manusia Homo Loquen yaitu makhluk yang pandai menciptakan bahasa, menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun. Bergson menyebut manusia sebagai Homo Faber yaitu makhluk yang “tukang”, dia pandai membuat alat perkakas. Aristoteles sendiri mengatakan manusia Zoon Politicon atau Animal Ridens, makhluk yang bisa humor. Homo Economicus yaitu manusia itu makhluk pada undang-undang ekonomi dan dia bersifat ekonomis, Homo Religious yaitu manusia pada dasarnya beragama.2 Manusia dalam islam adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki

fitrah, akal, kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi

(kemampuan) kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang

ditunjang dengan kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu

1 Juraid Abdul Latif, Manusia, Filsafat Dan Sejarah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 14. 2 Syahid Mu’ammar Pulungan, Manusia Dalam al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), hlm. 15-16.

17

melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya sehingga mencapai

derajat manusia yang sempurna (beriman, berilmu dan beramal) manakala

manusia memiliki kemaunan serta kemampuan menggunakan dan

mengembangkan segenap kemampuan.

Manusia juga dianggap sebagai khalifah di bumi yang mengemban

tanggung jawab sosial yang berat. Sebagai khalifah Allah, manusia

merupakan mahluk sosial yang multi-interaksi, yang memiliki tanggung

jawab baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Hubungan dengan

Allah merupakan hubungan yang harus dibina manusia dimanapun ia berada.

Hubungan manusia dengan manusia harus dibangun atas dasar saling

menghargai atau menghormati agar tercipta suasana yang ideal. Karena

manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya.3

Dengan kebesaran-Nya, Allah SWT menciptakan segalanya dari tiada menjadi

ada. Kehendaknya adalah sumber ciptaan dan setiap unsur dalam ciptaan

memanifestasikan kekuasaan Allah SWT. Karena itu setiap objek dalam

ciptaan menunjukkan kualitas dan sifat-sifat Tuhan. Dalam manusia terdiri

dari tiga unsur, Seperti segitiga yang sama panjang sisinya, yaitu:

1. Badan

Badan sama artinya dengan jasmani dan merupakan lawan dari ruhani.

merupakan bagian paling luar dalam diri manusia, dapat dilihat dengan

panca indera yang mempunyai fungsi untuk menangkap dan merasakan

apa yang ada diluar manusia. Sedangkan ruhani merupakan keakuan dan

tidak dapat dilihat dengan panca indera. Jasmani merupakan tempat ruh

bergantung. Eksistensi badan berupaya untuk menangkap sesuatu dan

menyampaikanya kepada akal. Akal berusaha merekam segala apa yang

telah ditangkap oleh badan dan mengolah menjadi sebuah data

pengetahuan.

3 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 185-186.

18

Jasmani manusia terdapat susunan syaraf yang mengandung beragam

nukleus. Nukleuslah yang membentuk susunan anggota tubuh dan

fungsinya secara umum. Nekleus merupakan bagian dari sel yang

dianggap penting untuk melangsungkan kehidupan. Dalam tubuh manusia

terdapat banyak sel-sel yang sangat besar yang mempunyai peran

pembentukan protein. Dan protein yang telah terbentuk didalam sel ini

lalu terbagi menjadi protein pembangun jaringan dan protein aktivitas atau

yang disebut dengan enzim. Protein pertama berfungsi untuk

merekontruksi sel dan protein kedua berfungsi untuk lancarnya aktivitas

yang ada dalam sel. 4

Sesungguhnya jasmani manusia sangat kecil bila dibanding dengan

beragam aktivitas internal yang ada dalam tubuh. Apabila satu aktivitas

tersebut harus ditangani oleh satu anggota tubuh, maka tentunya bentuk

tubuh manusia akan sangat besar dari bentuknya saat ini. Namun ternyata

bentuk tubuh mampu mengatasi problematika ini, yakni tetap kecil walau

memiliki beragam fungsi dengan anggota tubuh yang terbatas. Kolaborasi

semua anggota tubuh ini mampu merealisasikan tujuan tersebut.5

Proses saling menyempurnakan antarinternal dan eksternal tubuh

menghasilkan dua hal terbesar bagi manusia yaitu:

a. Membuatnya mampu memprosuksi kebutuhan hidupnya sendiri serta

mampu mempertahankan hidup melalui dua proses tubuh, yakni

memberikan nutrisi dan menjaga ketahanan tubuh.

b. Memberikannya kemampuan untuk bergerak dan bekerja dengan

segala hal yang didinginkannya sesuai dengan intruksi akal.6

4 Muhamad Izzudin Taufiq, Panduan Praktis dan Lengkap Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani press, 2006), hlm. 186-187. 5 Ibid., hlm. 187. 6 Ibid., hlm. 188.

19

Jadi jasmani yang sehat akan membantu akal dalam melakukan

aktifitasnya baik menangkap sebuah objek dan membentuk pengetahuan

ataupun dalam tingkah laku dalam keseharian.

2. Akal

Akal pikiran merupakan potensi sentral manusia. Menurut Prof. Dr.

Hasan Langgulung dalam buku yang berjudul Manusia dan Pendidikan

menyatakan bahwa; akal dalam pandangan Islam adalah substansi

rohaniyah yang dengannya ruh berfikir dan membedakan yang baik dari

yang bathil.7 Menurut Abdul Fattah Jalal sebagaimana dikutip Ahmad

Tafsir bahwa, kata ‘Aqala dalam al-Qur’an kebanyakan dalam bentuk fi’il

(kata kerja); hanya sedikit dalam bentuk ism (kata benda)”8. Lebih lanjut

Abdul Fattah Jalal mengatakan bahwa, “kata ‘aqal menghasilkan

‘aqaluhu, ta’qilana, na’qilu, ya’qiluha dan ya’qiluna dimuat dalam al-

Quran di 49 tempat. Kata albab, jamak kata lubbun yang berari akal

terdapat di 16 tempat dalam al-Quran”.9 Akal merupakan aspek manusia

yang terpenting yang digunakan untuk berfikir, menimbang dan

membedakan perkara yang baik dari yang buruk.

Al-Qur’an menekankan pentingnya penggunaan akal fikiran. Dalam

QS. Al-Anfal ayat 22 disebutkan :

)٢٢اBCDE ل ( إن+ >;+ ا,5+واب8 567 ا,"3 ا,1.12 ا,0/. ا,+*'( ) '&$" ن

Sesungguhnya binatang (manusia) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. (Q.S. al-Anfal 22).10

Ayat ini menandakan bahwasanya akal sangat penting dan yang

membedakan secara jelas antara manusia dan binatang. Manusia dengan

7 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta : Al Husna Zikra, 1995), hlm. 93. 8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 39. 9 Ibid., hlm. 53. 10 Soenarjo, S.H.dkk. Al Qur’an dan Terjamahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, hlm. 263.

20

mempergunakan akalnya akan mampu memahami dan mengamalkan

wahyu Allah serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas

segala perbuatannya dan berakhlak.

Peranan akal juga membentuk adanya kesadaran diri (self-conscousness). Kesadaran diri dimaksudkan kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa latin dan bahasa-bahasa yang ditunjukan daripadanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con-(bersama dengan, turut). Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “ turut mengetahui” dan mengingatkan kita pada gejala “penggandaan”11 Seperti contoh: dalam kebun binatang ada anak kecil berumur empat

tahun bertanya pada ibunya “mami, apakah gajah ini tahu bahwa dia

seekor gajah” artinya gajah tidak bias berefleksi terhadap dirinya sendiri.

Sedangkan ketika manusia melihat pohon yang ada di taman, bukan saja

manusia melihat pohon itu tapi manusia itu juga menyadari bahwa dialah

yang melihatnya.12

Adanya akal dan kesadaran merupakan suatu inti bahwa manusia

dikatakan mahluk yang sempurna diantara mahluk-mahluk lainnya. Akal

dan kesadaran manusia akan selalu mengolah apa yang ditangkap oleh

indera dan akan membentuk sebuah pengetahuan. Pengetahuan akan

bertambah banyak ketika rasa keingintahuan manusia meningkat. Seperti

halnya ketika bayi baru lahir, dia tidak tahu apa-apa, yang dia tahu hanya

menangis karena rasa sakit sebab lapar. Tapi setelah di kasih asi (air susu

ibu) rasa lapar itu pun hilang. Bayi yang berumur satu tahun ketika

melihat suatu api ada sebuah respon dari tangan (panca indera) yang

ingin mencoba mengetahui benda apa itu. Dari contoh-contoh tadi

11 Penggandaan adalah bahwa dalam proses pengenalan bukan saja manusia berperan sebagai subjek, melainkan juga sebagai objek. 12 K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 52-53.

21

menunjukkan bahwasanya bayi mempunyai keingintahuan yang begitu

besar terhadap apa yang dia lihat dan rasakan.

3. Ruh

Ruh atau jiwa sering dijelaskan dalam proses kejadian manusia yang

terjadi dalam dua tahap yaitu penyempurnaan fisiknya dan penghembusan

ruh ilahi kepadanya. Dalam QS. al-Mu’minun :12 dijelaskan proses

reproduksi manusia: dari saripati tanah, kemudian pertemuan sperma dan

ovum, kumudian berdempetnya zyghote ke dinding rahim, kemudian

menggumpal menjadi daging dan tulang. Dan kemudian dijadikan oleh

Allah mahluk yang berbeda dengan mahluk yang lain yaitu dengan jalan

ditiupkannya ruh ilahi kepadanya. 13

Peniupan ruh tersebut menunjukkan bahwa manusia telah

menyempurnakan sisi kemanusiaanya sebelum ia keluar ke dunia. Disaat

ia keluar, ia telah menyempurnakan karakteristik kemanusiaannya. Bentuk

tubuhnya tidak akan serupa dengan tubuh lainnya dalam genetik yang

diturunkan padanya. Manusia pun menjadi leih khas dengan ruh yang

dimilikinya. Tidak seorang pun dapat memindahkannya atau pun

menghilangkannya. 14

Ruh dalam perpektif islam adalah sisi non-visual dalam diri/ ghaib

dalam diri manusia. Dengan ruh inilah manusia berkorelasi dengan alam

gaib sebagaimana dengan jasadnya ia berkorelasi dengan alam nyata. Ruh

ilahi mengantarnya berhubungan dengan penciptanya, karena jiwa tersebut

bersumber langsung dari-Nya. Ruh ilahi adalah adalah daya tarik yang

mengangkat manusia ke tingkat kesempurnaan, ahsan taqwim. Apabila

manusia melepaskan diri dari daya tarik tersebut, ia akan jatuh meluncur

13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati,2005), hlm. 381. 14 Muhammad Izzudin Taufik, op. cit., hlm. 188.

22

ke tempat sebelum daya tarik tadi berperan dan ketika itu terjadilah

kejatuhan manusia.15

Jiwa manusia terdapat dua kekuatan yaitu:

a. Spirit sebagai kekuatan penggerak kehidupan pribadi manusia.

Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang

telah diputuskan oleh akal melalui pemilihan berbagai alternatip

gagasan.

b. Nafsu sebagai stimuli gerakan fisis dan kejiwaan dan merupakan

kekuatan paling kongkrit dalam diri manusia. Nafsu ini terbentuk

dari segenap kekuatan keinginan dan selera yang sangat erat

berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. 16

Hakikat jiwa manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta

aktivitas-aktivitas jiwa dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan

tingkah laku yang lebih sempurna dari pada makhluk-makhluk lain.

Tiga unsur ini adalah unsur pokok dalam kepribadian insan. Kemajuan,

kebahagiaan dan kesempurnaan. Kepribadian insan banyak bergantung

kepada keselarasan dan keharmonisan antara tiga unsur pokok tersebut.17

Jadi manusia membentuk dirinya ketika terjadi perpaduan seimbang

antara badan, akal dan ruh, antara kebutuhan fisik dan jiwa. Dan apabila

hanya memperhatikan dan melayani kebutuhan-kebutuhan jasmaninya saja,

maka ia akan kembali atau dikembalikan kepada proses awal kejadiannya,

sebelum ruh ilahi itu menyentuh fisiknya.

B. Hakekat Ilmu

1. Ilmu dalam tinjauan ontologis

15 Ibid., hlm. 381. 16 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 12. 17 Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1979), hlm. 132.

23

Ontologi adalah membahas tentang apa yang ingin diketahui,

seberapa jauh ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu pengkajian

mengenai teori tentang “ada”, yang tidak terikat oleh satu perwujudan

tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,

menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari

inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens

Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua

bentuknya.18

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi

pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah,

tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-

aliran materialisme, idealisme, atau naturalisme. Lorens Bagus

memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi

fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik

menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi

bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu

yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang

menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi

adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam

ontologi oleh Lorens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a

priori dan pembuktian a posteriori.

Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakekat kebenaran

dan kenyataan yang inhern dengan pengetahuan ilmiah yang tidak terlepas

dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana. Secara ontologism,

artinya secara metafisis umum, objek materi yang dipelajari di dalam

pluralitas ilmu pengetahuan bersifat monistik pada tingkat yang paling

abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti

18 Lorens Bagus, Kamus Filsafat , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005). 347.

24

manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan berada pada

tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai

mahluk. Dengan kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu,

yaitu dalam kesatuan objek materinya.

Disamping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih

ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai

sudut atau titik pandang (point of view), yang selajutnya menentukan

ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi

inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi plural, berbeda-

beda dan cenderung saling terpisah antara satu degan yang lain.

Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya, ilmu pengetahuan

mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang

selanjutnya disebut kebenaran objektif. Dalam hubungannya dengan

prilaku, kebenaran objektif memberikan landasan yang stabil dan

establish, sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan

bisa dipakai sbagai pedoman bagi semua pihak.19

Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris. Objek

penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh

panca indera manusia. Melalui pendekatan kualitatif, aspek ontologi ilmu

pengetahuan dengan hakikat keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan,

dapat digolongkan kedalam tingkat-tingkat; abstrak universal, teoretis

potensial dan konkret fungsional. Pada tingkat abstrak universal, pluralitas

ilmu pengetahuan tidak tampak, yang menampak adalah bahwa ilmu

pengetahuan itu satu dalam jenis, sifat, dan bentuknya di dalam ilmu

pengetahuan filsafat. Dari keseluruhan segi itulah filsafat mempersoalkan

nilai kebenaran hakiki objek materinya, yaitu kebenaran universal yang

19 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2005), hlm.154-155.

25

berlaku bagi semua ilmu pengetahuan yang berbeda dalam jenis, sifat, dan

dalam bentuk yang bagaimanapun.

Selanjutnya pada tingkat teoritis potensial, pluralitas ilmu

pengetahuan mulai tampak. Pada tingkat teoretis suatu teori berlaku bagi

banyak jenis ilmu pengetahuan serumpun, tetapi tidak berlaku bagi jenis

ilmu pengetahuan yang tidak serumpun. Seperti teori ilmu pengetahuan

sosial, cenderung tidak dapat digunakan dalam rumpun ilmu pengetahuan

alam, karena perbedaan objek materi. Karena kondisi teoritis potensial

ilmu pengetahuan ditentukan oleh sifat dan watak khusus objek materi,

maka sifat kebenaran ilmiahnya juga cenderung relative berbeda-beda

menurut kondisi objek materi.20

Kemudian pada tingkat praktis fungsional, pluralitas ilmu

memberikan kontribusi praktis secara langsung terhadap upaya reprduksi

demi kelangsungan eksistensi kehidupan manusia. Pada tingkat praktis

fungsional ini, pluralitas dalam hal perbedaan dan keterpisahan ilmu

pengetahuan, tersatukan dalam satu system teknologi, yang semata-mata

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan eksistensi

kehidupan.

2. Ilmu dalam tinjauan epistemologi

Epistemologi merupakan sejarah mengenai pengenalan cabang ilmu

pengetahuan yang menitik beratkan terhadap timbulnya pengertian-

pengertian atau konsep-konsep waktu, ruang kualitas, kesadaran

keabsahan pengetahuan.21 Epistemologi secara etimologi berasal dari kata

episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori.22

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan,

metode-metode dan sahnya pengetahuan. Jadi pertanyaan yang mendasar

20 Ibid., hlm. 156. 21 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 73. 22 Tim dosen filsafat ilmu, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003), hlm. 32.

26

mengenai epistemologi ilmu adalah apakah ilmu itu? Apa yang

menyebabkan asal mula ilmu itu? Bagaimanakah cara mengetahui bahwa

ketika mendapatkan ilmu itu? Bagaimana cara memperoleh ilmu?23

Pengetahuan manusia itu terbagi menjadi tiga kategori yaitu:

pengetahuan indera, pengetahuan ilmu, dan pengetahuan filsafat.

Pengetahuan adalah hasil dari pekerjaan tahu. Hasil dari pekerjaan tahu

adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, pandai.24 Jadi dapat

disimpulkan, semua milik atau isi pikiran ialah pengetahuan.

Ilmu (science; belanda: watenschap), lengkapnya pengetahuan ilmu.

Seperti halnya contoh dari proses terjadinya hujan, ilmu bertugas

menjangkau apa yang berada dibalik pengetahuan indera. Kenapa awan

berubah menjadi titik-titik air?, dari mana datangnya awan? Kenanap titik-

titik air itu mula-mula menghilang sampai di tanah? Kemana arus-arus air

itu akhirnya sampai? Apa sebabnya titik-titik air itu jatuh ke tanah (ke

bumi) dan tidak ke langit.

Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu

yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu

dengan buah pemikiran lainnya. Ditinjau dari pengetahuan, ilmu lebih

bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap

dikonsumsikan. Kata sifat “keilmuan” lebih mencerminkan hakekat ilmu

daripada istilah “ilmu” sebagai kata benda. Kegiatan ilmu juga tidak

dinamis dan statis. Kegiatan dalam mencari pengetahuan, selama itu

terbatas pada objek empiris dan pengetahuan diperoleh dengan

menggunakan keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan.

Orang bisa membahas sesuatu kejadian sehari-hari secara keilmuan,

asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia mempunyai

persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua tidak semua

23 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 2004), hlm. 74. 24 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: PT Bulan Bintang), 1992, hlm. 4.

27

yang diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan. Seorang

sarjana mempunyai profesi bidang ilmu belum tentu mendekati masalah

ilmunya secara keilmuan. Hakekat ilmu tidak berhubungan dengan title,

profesi atau kedudukan. Hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir

yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.25

Ilmu itu terdiri dari tiga kategori: hipotesa, teori, dan dalil hukum.

Ilmu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi dan ia berusaha

mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru

terkumpul sedikit atau belum cukup, maka ilmuwan membina hipotesa.

Hipotesa adalah dugaan pikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesa

memberi arah kepada penelitian dalam menghipun data. Data yang cukup

sebagai hasil penelitian dihadapkan kepada hipotesa. Kalau data itu

mensahihkan (valid) hipotesa, maka hipotesa menjadi tesis, atau hipotesa

menjadi teori. Kalau teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi

dalil. Dan kalau teori memastikan hubungan sebab akibat yang serba

tetap, maka ia menjadi hukum.

3. Aksiologis ilmu

Aksiologi, membahas tentang masalah nilai. Istilah axiologi berasal

dan kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga,

logos artinya akal, teori. Axiologi artinya teori nilai, penyelidikan

mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran

filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran

Plato mengenai ide tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan

Summum Bonum (Kebaikan tertinggi). Tokoh zaman pertengahan,

Thomas Aquinas, membangun pemikiran tentang nilai dengan

mengidentifikasi fllsafat Aristoteles tentang nilai tertinggi dengan

25 Jujun Suparjan Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 9.

28

penyebab final (causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan

kehidupan, keabadian, dan kebaikan tertinggi.26

Dalam buku k. Bertens dijelaskan mengenai maksud dari nilai, yaitu:

Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu suatu nilai. Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Menurut perkataan filsuf jerman-amerika, Hans Jonas, nilai adalah the addressee of a yess, artinya sesuatu yang ditujukan dengan ‘ya’.27

Berarti nilai mempunyai konotasi positif sedangkan sesuatu yang kita

jauhi, yang membuat melarikan diri, seperti penderitaan, penyakit, atau

kematian adalah lawan dari nilai, yaitu non nilai.

Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai

adalah memperbandingkannya dengan fakta. Jika kita berbicara tentang

nilai, kita maksudkan sesuatu yang berlaku sesuatu yang memikat atau

mengimbau kita. Perbedaan antara fakta ini kiranya dapat diilustrasikan

dengan contoh berikut ini. Ada gunung berapi meletus. Hal itu merupakan

suatu fakta yang dapat dilukiskan secara objektif. Karena bisa mengukur

tingginya awan, menentukan kekuatan gempa bumi beserta letusan, dan

seterusnya. Serentak juga letusan gunung berapi bisa dilihat sebagai nilai

atau justru disesalkan sebagai non nilai. Untuk petani dan sekitarnya debu

panas yang dimuntahkan gunung bisa mengancam hasil pertanian yang

sudah hampir panen (non nilai), tapi dalam jangka waktu panjang tanah

bisa bertambah subur akibat kejadian itu (nilai). Contoh ini kiranya cukup

jelas untuk memperlihatkan perbedaan antara fakta dan nilai. Nilai selau

berkaitan dengan penilaian seseorang, sedangkan fakta menyangkut ciri-

ciri objektif saja. Dan fakta selalu mendahului nilai.

Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga cara berikut ini:

26 Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 26. 27 K. Bertens, op. cit., hlm. 139.

29

1. Nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai,

maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung

tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai indah atau merugikan

memerlukan subjek yang menilai.

2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin

membuat sesuatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat

sesuatu.

3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “yang ditambah” oleh subjek

pada subjek yang dimiliki oleh objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek

pada dirinya.28

Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif

dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana

kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,

seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik-material. Lebih

dari itu nilai-nilai juga ditunjukan oleh aksiologi ini sebagai suatu yang

wajib dipatuhi dalam kegiatan berfikir, baik dalam melakukan penelitian

maupun di dalam menerapkan ilmu. Keberadaan aksiologis dari ilmu

adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan.

Penerapan ilmu pengetahuan dimaksudkan untuk memudahkan

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan keluhuran hidup manusia.

C. Hubungan Manusia dengan Ilmu:

1. Sifat Manusia

Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga komponen

jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga syaraf tersebut meliputi:

syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu dikatakan,

bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar, yaitu:

28 Ibid., hlm. 140-141.

30

1. Sifat biologis; sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara

alami dengan prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan

lingkungannya.

2. Sifat hewani; dengan adanya perasaan-perasaan hakiki, manusia

mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan

hidup. Melalui peralatan inderanya, manusia menjadi sadar dan

menuruti keinginan-keinginan dan seleranya.

3. Sifat intelektual; dengan sifat ini, manusia mampu menemukan

benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan

buruknya objek, serta dapat mengarahkan keinginan dan emosinya.

Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari

makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini,

manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk lain.29

Penjelasan tersebut sangat jelas bahwasanya manusia secara hakiki

mempunyai dorongan-dorongan keinginan yang sulit dibendung.

Keinginan adalah kekuatan untuk mendapatkan objek yang menurut

idenya menyenangkan dan menolak objek yang menurut idenya tidak

menyenangkan.30 Keinginan terbagi menjadi dua macam yakni:

1. Keinginan yang tidak dipelajari; bersifat instinsif dan berasal dari

rasa cinta diri dan kasih saying.

2. Keinginan yang dipelajari; bersifat cultural dan berasal dari

interaksi serta pengalaman sosial.31

Keinginan-keinginan tersebut merupakan dorongan rasa ingin tahu

terhadap sesuatu yang akibatnya manusia merasa senang atau tidak

terhadap hasil dari keingintahuan tersebut. Apabila manusia merasakan

29 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990), hlm. 10. 30 Ibid., hlm. 14. 31 Ibid.

31

senang maka manusia tersebut akan melakukannya. Sedangakan apabila

tidak maka manusia tersebut akan menjahuinya.

Sepeti telah diketahui pada saat manusia dilahirkan dari rahim ibunya,

manusia merupakan mahluk yang paling lemah dan tak berdaya.

Kelemahan itu ditandai dengan tidak adanya pengetahuan dalam dirinya

yang membuatnya harus dituntun dan diperkenalkan mengenai alam

sekitar (sesuatu yang ada diluar manusia). Berdasarkan dorongan-

dorongan keinginan dari bayi tersebut maka manusia menjadi semakin

tahu apa yang harus dilakukannya.

Banyak sekali sesuatu yang ada diluar manusia dan tidak akan pernah

habis untuk diketahui dan dipahami. Dan itu merupakan pondasi awal

untuk mendapatkan pengetahuan. Sifat dasar ketiga pada manusia yaitu

intelektual manusia, sifat ini berperan untuk mampu menemukan benar

atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan buruknya suatu objek.

Sesuatu pengetahuan yang benar harus dicari dengan cara yang benar.

Inilah yang menyebabkan manusia harus menggunakan akalnya dengan

bersungguh-sungguh untuk mencari tahu sebuah kebenaran. Karena setiap

pengetahuan yang ada akan membentuk sikap dan tingkah laku bagi yang

mengetahuinya.

Keingintahuan yang kuat terhadap objek dapat menjadi pemicu

kreatifitas yang efektif. Banyak penemuan penting yang berawal dari rasa

ingin tahu penemunya. Issac Newton menemukan teori gravitasi. Yang

sangat penting itu, dari rasa ingin tahunya penyebab terjadinya buah apel

jatuh dikepalanya. Pada usia tiga sampai lima tahun, anak-anak selalu

menanyakan penyebab segala hal yang dilihatnya. Kenyataan itu

menegaskan bahwa rasa ingin tahu merupakan hakikat dasar manusia.32

32 Bije Widjajanto, Cara Aman Memulai Bisnis, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 17.

32

Untuk menjawab keingintahuan tersebut terjadi sebuah pertempuran

akal dan indera dan proses tersebut disebut berfikir. Berfikir merupakan

ciri manusia dan karena berfikirlah dia menjadi manusia. Berfikir pada

dasarnya merupakan sebuah proses membuahkan pengetahuan. Proses ini

merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran

tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa

pengetahuan.

Proses berpikir merupakan sebuah akibat adanya rasa ingin tahu

terhadap objek. Dan menjadi sebab terbentuknya sebuah pengetahuan

baru. Pengetauan baru akan bermunculan menggantikan pengetahuan yang

lama. Proses ini akan senantiasa berjalan selama manusia masih

mempunyai akal yang sehat. Dan akan dikatakan mati ketika manusia

tidak ingin tahu terhadap sesuatu.

Konsepsi manusia tersebut sangat penting artinya dalam suatu sistem

pemikiran dan di dalam kerangka berfikir seorang pemikir, karena itu

termasuk bagian dari pandangan hidup.33 Karenanya meskipun manusia

tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah tuntas, keinginan untuk

mengetahui hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti. Pandangan

manusia mengenai ilmu sangat berkaitan erat dan bahkan merupakan

bagian dari sistem kepercayaan yang akhirnya akan memperlihatkan corak

peradabannya.

2. Kewajiban menuntut ilmu

Manusia dibedakan dengan makhluk hidup yang lain seperti hewan.

Bumi diserahkan kepada hewan-hewan itu sudah siap pakai. Akan tetapi

manusia tidak demikian, bumi diserahkan kepada manusia itu sudah siap

olah, manusia berkewajiban mengolah. Yang berarti manusia dituntut

33 M. Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazali, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 01.

33

berupaya, berusaha, dan bekerja keras. Dalam arti belajar dengan tekun

bagi para penuntut ilmu untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan.

Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang

untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena

pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan

meninggalkan kebodohan. Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak

di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan

dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah

yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek

lain yang ada pada setiap individu.

Manusia dalam pandangan al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih

ilmu dan mengembangkannya atas izin Allah. Karena itu bertebaran ayat

yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk

mewujudkan hal tersebut. Rasulullah Saw bersabda; dua keinginan yang

tidak pernah puas, keinginan menuntut ilmu dan keinginan menuntut

harta. Dari sini jelas bahwasanya manusia memiliki naluri haus akan

pengetahuan. Dan akan senantiasa untuk mendapatkan apa yang

diinginkannya.

3. Pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia

Ilmu pengetahuan merupakan ciri yang membedakan antara makhluk

manusia dengan makhluk lain. Setidak-setidaknya ada alasan mengapa

manusia harus berilmu pengetahuan agar menghadapi kehidupannya

secara optimal. Manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.

Ibadah yang dilakukan adalah bentuk penghambaan manusia karena telah

diberikannya nikmat yang begitu besar. Dan cara untuk beribadah kepada

Allah itu adalah memamahami apa yang telah diturunkannya yaitu al-

Qur’an. Dalam memahami al-Qur’an membutuhkan ilmu. jadi peranan

ilmu dalam membentuk umat yang saleh adalah sangat penting karena itu

34

bagian dari ibadah syukur karena telah diberikannya nikmat berupa al-

Qur’an tersebut.

Begitu pentingnya ilmu dimata Allah dan Nabi-Nya, sehingga ia

memerintahkan Nabinya berdoa agar memperoleh lebih banyak ilmu, do’a

itu berbunyi: “ya Tuhanku perbanyaklah ilmuku”. Oleh karena itu, nabi

memerintahkan semua orang yang beriman agar mencari ilmu dan pergi

ke Cina. Selanjutnya dapat dicatat bahwa islam mengutamakan baik ilmu

rasiona maupun ilmu empiris.34

Ilmu pengetahuan amatlah luas, jika di pelajari tidak akan pernah

selesai, selama bumi masih berputar, selama hayat di kandung badan

selama itu pula manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Islam tidak cukup

pada perintah menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus

menerus melakukan belajar, karena manusia hidup di dunia ini perlu

senantiasa menyesuaikan dengan alam dan perkembangan zaman. Jika

manusia berhenti belajar sementara zaman terus berkembang maka

manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak

sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada zaman sekarang ini, zaman

yang di sebut dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk memiliki bekal

yang cukup banyak, berupa ilmu pengetahuan. Bahkan kalau perlu

menuntut ilmu di lakukan tidak hanya di tempat yang dekat tetapi kalau

perlu harus mengembara untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh.

Di negara-negara maju dalam perkiraan komite tetap oraganisasi

konferensi islam (OIC), menghabiskan sekitar 97 persen dari seluruh

anggaran belanja mereka untuk keperluan ilmu pengetahuan dan

teknologi, sehingga mereka mencapai kemajuan-kemajuan yang sangat

besar dalam bidang tersebut. Sedangkan dunia muslim hanya

menggunakan sekitar 2 persen saja dari keseluruhan anggaran belanja

34 C. A. Qodir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Islam, 1991), hlm. 16-17.

35

untuk keperluan yang sama, dan tergolong bangsa-bangsa non-ilmiah,

artinya terbelakang.35

Ilmu pengetahuan sangat penting bagi manusia, segala jenis pekerjaan

yang dilakukan selalu memerlukan ilmu pengetahuan, dalam kehidupan

sehari-hari misalnya, panen padi membumbung tinggi karena tahu cara

menanam padi yang benar, menyelesaikan tugas secara cepat, dll. Dapat

dilihat bahwa pada umumnya orang yang memiliki ilmu pengetahuan

yang tinggi, taraf kehidupannya lebih baik dari pada orang yang tidak

memiliki ilmu pengetahuan atau orang ilmu pengetahuannya rendah, baik

ilmu agama maupun ilmu umum biasanya mengalami kesulitan dalam

memenuhi atau menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya untuk

makan, pakaian, obat-obatan dan tempat tinggal.

Ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indikasi

untuk itu adalah munculnya ilmu-ilmu tokoh-tokoh yang baru dalam

keilmuannya. Seperti semakin bertambahnya cabang-cabang dari ilmu

tertentu yang telah ada, serta ditemukannya teori-teori ilmiah dalam

berbagai bidang oleh tokoh-tokoh tertentu. Berkembangnya ilmu

membawa keuntungan dan kemudahan bagi kehidupan manusia yaitu

banyaknya persoalan yang dapat terpecahkan dan banyaknya pekerjaan

yang dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tidak dapat dipungkiri

bahwa ilmu beserta penerapannya, yaitu teknologi, merupakan unsur

kebudayaan yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Dampak

negatif dari keilmuan tersebut adalah tidak adanya dalam keilmuan

tersebut.

Berkembangnya ilmu yang demikian pesat tidak selalu mendatangkan

keuntungan bagi umat manusia. Sejarah telah mencacat tragedi

kemanusiaan yang luar biasa dasyat diantaranya dijatuhkannya bom atom

35 Ibid., hlm. 191.

36

di Hirozima dan Nagasaki dalam perang dunia II, kebocoran reaktor nuklir

di Chernobyl, dan penggunaan bom biologis dalam peperangan di

beberapa tempat.

Ilmu tidak terlepas dari sistem nilai. Kebenaran ilmiah yang berusaha

ditemukan melalui kegiatan keilmuan merupakan nilai. Nilai kebenaran

ilmiah juga dijadikan acuan dalam kegiatan tersebut. Jadi ketika tidak

memberikan kesejahteraan bagi umat manusia maka ilmu tersebut

dianggap non nilai. Karena bahwasanya ilmu dikembangkan demi mencari

dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam

semesta ini dan memudahkan manusia dalam kehidupannya.

37

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KITAB TA’LIM AL

MUTA’ALLIM THARIQAT AL TA’ALUM

A. Biografi al-Zarnuji

Al-Zarnuji adalah orang yang diyakini sebagai satu-satunya pengarang

kitab Ta’lim Muta’alim akan tetapi nama beliau tidak begitu dikenal dari apa

yang telah ditulisnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan pada penelitian

dengan memberikan nama lengkap (gelar) kepada Syekh al-Zarnuji.

Sebagaimana dipaparkan oleh Awaludin Pimay, dalam tesisnya tentang

perbedaan nama lengkap (gelar) dari pengarang kitab Ta’lim Muta’alim ini,

sebagi berikut:

Khairudin al-Zarkeli menuliskan nama al-Zarnuji dengan Nu’man bin Ibrahim bin Khalil Al-Zarnuji Tajuddin. Seperti dikutip oleh Tatang M. Amirin, M. Ali Chasan Umar dalam kulit sampul buku al-Zarnuji yang diterjemahkannya, menyebutkna nama lengkap al-Zarnuji sebagai Syeh Nu’man bin Ibrahim bin Al-Khalil Al-Zarnuji, sementara dalam kata al-Khalil al-Zarnuji. Busyairi Madjidi yang mengutip dari buku Fuad al-Ahwani menyebutkan al-Zarnuji isinya. Nama dengan Burhanudin al-Zarnuji. Demikian juga Muchtar Affandi dan beberapa literature yang dikutip dalam atau Burhan al-Din al-Zarnuji. Kecuali itu ditemukan pula sebutan lain untuk al-Zarnuji yaitu Burhan al-Islam al-Zarnuji.1

Sedangkan berkaitan dengan pertanyaan dimana al-Zarnuji hidup, Van

Grunebaum dan Abel memberikan informasi, sebagaimana dikutip oleh

Maemonah dalam tesisnya,2 mereka berpendapat bahwa al-Zarnuji adalah

seorang sarjana muslim yang hidup di Persia. Lebih lanjut dia menyatakan

bahwa al-Zarnuji ahli hukum dari sekolah imam Hanafi yang ada di Khurasan

1 Awaludin Pimay, Konsep Pendidik Dalam Islam (Studi Komparasi Pandangan Al-Ghazali Dan

Al-Zarnuji), tesis PPS IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 1999), hlm. 29-30, t.d. 2 Muchtar Affandi dalam Maemonah, Reward And Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak

Menurut Ulama’ Klasik (Study Pemikiran ibnu Maskawaih al-Ghazali dan al-Zarnuji (Semarang: Tesis program Pasca sarjana IAIN Walisongo 2009), hlm. 52, t.d.

38

dan Transoxiana, sayangnya tidak tersedia fakta yang mendukung informasi

ini. Meskipun begitu seorang penulis muslim membuat spekulasi bahwa al-

Zarnuji aslinya berasal dari daerah Afganistan, kemungkinan ini diketahui

dengan adanya nama Burhan al-Din, yang memang disetujui oleh penulis

bahwa hal itu biasanya digunakan di negara ini. Terkait dengan hal tersebut,

beberapa peneliti berpendapat bahwa dilihat dari nisbahnya nama al-Zarnuji

diambil berdasar pada daerah dari mana ia berasal yaitu “daerah Zarand”3

Zarand adalah salah satu daerah diwilayah Persia yang pernah menjadi ibu

kota Sidjistan yang terletak disebelah selatan heart.

Dalam masalah riwayat hidup penulis kitab Ta’lim ini juga terjadi ketidak

jelasan seperti dikemukakan oleh Abdul Qadiri Ahmad, bahwa sedikit sekali

dan dapat dihitung dengan jari kitab yang menulis riwayat hidup penulis kitab

tersebut.4 Dan beberapa kajian terhadap kitab Ta’lim, tidak dapat

menunjukkan secara pasti mengenai waktu kehidupan dan karir yang

dicapainya. Sehingga pengetahuan kita tentang al-Zarnuji sementara ini

berdasar pada studi M. Plessner yang dimuat dalam Encyclopedia of Islam.5

Dalam buku “Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 Tahun

Prof. H. Munawir Sadzali, MA.” Affandi Muchtar mendapat informasi lain

tentang al-Zarnuji berdasar pada data dari Ibn Khalikan.6 Yaitu: Menurutnya

imam al-Zarnuji adalah salah seorang guru imam Rukn Addin Imam Zada

(wafat 573/ 1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada juga berguru pada

syekh Ridau al-Din an Nishapuri (wafat antara Tahun 550 dan 600) dalam

bidang mujahadah. Kepopuleran imam Zada diakui karena prestasinya dalam

bidang ushuluddin bersama dengan kepopuleran ulama lain yang juga

3 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam), cet. 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm 104. 4 Abdul Qadir Ahmad dalam Awaludin, op. cit., hlm. 30. 5 M. Plessner, Al-Zarnuji dalam First Encyclopedia of Islam, vol VIII, (London: New York: E.J Brill’s, 1987), hlm. 1218.

6 Sudarnoto Abdul Hakim, dkk, Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 tahun prof. Dr.

H. Munawir Sadzali, MA, (Yogyakarta: LPMII, 1995), hlm. 20.

39

mendapat gelar rukn (sendi). Mereka antara lain Rukn ad-Din al-Amidi

(wafat:615) dan Rukn ad-Din at-Tawusi (wafat: 600). Dari data ini dapat

dikatakan bahwa al-Zarnuji hidup sezaman dengan syaikh Rida ad-Din an-

Nisaphuri.

Sehingga tokoh mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnuji hanya

dapat diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H.7 sedangkan tentang

kewafatan al-Zarnuji terdapat perbedaan, ada yang menyatakan al-Zarnuji

wafat pada tahun 591 H (1195 M).8 Dan menurut keterangan Plessner,

bahwasanya ia telah menyusun kitab tersebut setelah tahun 593 H (1197),9

perkiraan tersebut berdasar adanya fakta bahwa al-Zarnuji banyak mengutip

pendapat dari guru beliau yang ditulis dalam kitab Ta’lim, dan sebagian guru

beliau yang ditulis dalam kitab tersebut meninggal dunia pada akhir abad ke-6

H, dan beliau menimba ilmu dari gurunya saat masih muda, selain itu

ditemukan bukti yang memperkuat pendapat ini yakni tulisan dalam bukunya

al-Jawahir yang menyebutkan al-Zarnuji merupakan ulama’ yang hidup satu

periode dengan Nu’man bin Ibrahim al-Zarnuji yang meninggal pada tahun

yang sama, beliaupun meninggal tidak jauh dari tahun tersebut karena

keduanya hidup dalam satu periode dan generasi.10 Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa al-Zarnuji wafat sekitar tahun 620 H.11 atau dalam kata

lain al-Zarnuji hidup pada seperempat akhir abad ke-6 sampai pada dua

pertiga dari abad ke-7 H.

7 Ghazali Said, op. cit., hlm. 19. 8 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 31. 9 M. Plessner, loc. cit. 10 Ghazali Said, op. cit., hlm. 18-19. 11 Ibid., hlm. 18-19.

40

B. Latar Belakang Pendidikan al-Zarnuji

Adapun guru-gurunya atau yang pernah hubungan langsung dengan al-

Zarnuji yaitu sebagai berikut:

1) Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani (w.

593 H/ 1195 M).

2) Imam Fakhr al-Islam Hasan bin Mansur al-Farghani Khadikan (w. 592 H/

1196M).

3) Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani (w. 600 H/ 1204 M).

4) Imam Fakhr al-Din al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M) dan Imam rukn al-Din

Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade (491-576 H).12

Sedangkan menurut para peneliti mengemukakan, bahwa al-Zarnuji

menuntut ilmu di Bukhara dan Sar Khan, yaitu kota yang menjadi pusat

kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kedua kota

tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim yang diasuh antara

lain oleh Burhanudin al-Marghinani, Syamsuddin Abd. al-Wadjdi,

Muhammad bin Muhammad al-Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-lainnya.13

Selain itu al-Zarnuji belajar dari ulama’-ulama lain seperti Ali bin Abi

Bikr bin Abdul Jalil al-Farghani al-Marghinani al-Rustami Ruknul Islam

Muhammad bin Abi Bakar (W. 573/ 1177), Hammad bin Ibrahim (W. 587/

1180), Taruddin al-Hasan bin Mansyur atau Qadhikhan (W. 592/ 1196),

Ruknuddin al-Farghani (W. 594/ 1098) dan al-Imam Sadiduddin al-Shirazi.14

Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat diidentifikasi bahwa

pemikiran dan intelektualitas al-Zarnuji sangat banyak dipengaruhi oleh

faham fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham yang

dikembangkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiyah.

12 http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009/11/nilai-etika-kitab-talim-al-mutaallim.html

13 Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji, (Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 1997), hlm. 10. 14 Awaludin, op. cit., hlm. 31.

41

Sebagaimana dikemukakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang

kitab Ta’lim yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter

pemikiran al-Zarnuji, yang dikutip oleh Affandi Muchtar bahwa dalam kajian

tersebut, Muid Khan memasukkan pemikiran al-Zarnuji kedalam garis

pemikiran madzhab hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyaknya

ulama’ hanafiyah yang dikutip oleh al-Zarnuji, termasuk imam Abu Hanifah

sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebut al-Zarnuji, hanya ada dua saja

yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni imam Syafi’i sendiri dan imam Yusuf al-

Hamdani (wafat : 1140). Menurut Muid Khan ide-ide mazhab yang dianutnya

mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan.15 Sehingga Mahmud bin

Sulaiman al-Kaffawi yang wafat tahun 990 H/ 1562 M, dalam kitabnya al-

A’lamul Akhyar min Fuqaha’i Madzhab al-Nu’man al-Mukhtar,

menempatkan al-Zarnuji dalam peringkat ke-12 dari daftar madzhab Hanafi.16

Disamping ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, sangat dimungkinkan,

bahwa al-Zarjuji juga menguasai bidang sastra, fiqih, ilmu kalam, dan lain-

lain.17

Sejarah peradaban Islam terdapat lima tahap pertumbuhan dan

perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pendidikan pada

masa nabi Muhammad SAW (571-632 M); kedua pendidikan pada masa

Khulafaur Rasyidin (632-661M); ketiga pendidikan pada masa bani umayyah

di Damsyik (661-750); dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan

khalifah di Baghdad (1250-sekarang).18

Untuk memahami al-Zarnuji sebagai seorang pemikir, maka harus

dipahami ciri zaman yang menghasilkannya, yaitu zaman Abbasiyah yang

menghasilkan pemikir-pemikir ensiklopedik yang sukar ditandingi oleh

15 Sudarnoto, op.cit., hlm. 25. 16 M. Plessner, op. cit., hlm. 1281. 17 Abudin Nata, op. cit., hlm. 105. 18 Fazlur Rahman, Islam terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka 1997), hlm. 267.

42

pemikir-pemikir yang datang kemudian.19 Sebagaimana dijelaskan di atas, al-

Zarnuji hidup pada awal pemerintahan Abbasiyah di Baghdad yang berkuasa

selama lima abad berturut-turut.20

Dengan demikian al-Zarnuji hidup pada masa ke-empat dari periode

pendidikan dan perkembangan pendidikan Islam, yakni antara tahun 750-1250

M. sehingga beliau sangat beruntung mewarisi banyak peninggalan yang

ditinggalkan oleh para pendahulunya dalam berbagai bidang ilmu

pengetahuan. Sebab dalam catatan sejarah periode ini merupakan zaman

kejayaan peradaban Islam pada umumnya dan pendidikan Islam pada masa

khususnya. Menurut Hasan Langgulung bahwa, “zaman keemasan tersebut

mengenai dua pusat, yaitu kerajaan abbasiyah yang berpusat di Baghdad,

berlangsung kurang lebih lima abad (750-1258 M) dan kerajaan umayah di

Spanyol kurang lebih delapan abad (711-1492)”.21

Abudin Nata, dalam bukunya pemikiran para tokoh pendidikan Islam

menggambarkan bahwa dalam masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang

dengan pesat yang ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan,

mulai dari tingkat perguruan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut

adalah madrasah nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk (457 H/ 106

M), madrasah an-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud

Zanki pada tahun 563 H/ 1167 M. dengan cabangnya yang amat banyak di

kota Damascus; madrasah al-Mutansiriyah yang didirikan oleh khalifah

abbasiyah, al-Muntansyir Billah di Baghdad pada tahun 631 H/ 1234 M.

sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapai dengan berbagai fasilitas yang

memada seperti gedung berlantai II, aula, perpustakaan dengan kurang lebih

80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas, masjid balai

pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan lainnya madrasah yang

19 Hasan Langgulung, Pendidikan Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna,1988), hlm. 99. 20 Ibid., hlm. 98.

21 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Utama, 1989), hlm. 13.

43

disebut terakhir ini adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat

madzhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Ahmad Ibnu Hambal). 22 Sebagai

seorang filosof muslim al-Zarnuji lebih condong kepada al-Ghazali, sehingga

banyak jejak al-Ghazali dalam bukunya dengan konsep epistemologi yang

tidak lebih dari buku pertama dalam ihya ulum al-din akan tetapi al-Zarnuji

memiliki sistem tersendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab yang lain,

atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata

yang lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi

mosaic kepribadian al-Zarnuji sendiri.23

C. Latar Belakang Sosial Politik

Dalam waktu yang diperkirakan sebagai masa hidup al-Zarnuji yakni

abad VI H dan memasuki abad VII H atau abd 12-13 M merupakan zaman

kemunduran dan kemerosotan daulah Abbasiyah sekitar tahun 292-656 H. 24

Pada masa ini dunia Islam telah mengalami kontak senjata dengan orang-

orang Kristen dalam perang salib sejak tahun 1097 M.25 sampai dengan tahun

1291 M26 dimana kaum muslimin dapat merebut kembali akka. Pada periode

yang sama daulah Abbasiyah sedang memasuki periode ke empat (447 H/

1055 M-590 H/1194 M), masa kekuasaan bani saljuk dalam pemerintahan

khalifah Abbasiyah yang disebut masa pengaruh Turki kedua, dan periode ke

lima (590 H/ 1194 M-656 H/ 1258), pada masa ini kekuasaan khalifah telah

bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaan khalifah hanya efektif

disekitar kota Baghdad.27

22 Abudin Nata, op. cit., hlm. 106. 23 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, op. cit., hlm. 59. 24 Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosouf Muslim, (Yogyakarta: Amin Press, 1997), hlm. 101. 25 Muhammad Sayid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dan Dinasti Bani Ummayah Hingga

Imperealisme Modern, (Jakarta: Pustak al-Kautsar, 1999), hlm. 173. 26 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 79. 27 Ibid., hlm. 150.

44

Menurut Luthfi Jum’ah dalam bukunya “Tarikh Falsafatil Islam fil

Masyriq wal Maghrib” yang dikutip oleh Busyairi Madjidi, menyatakan

bahwa pemimpin-pemimpin militer yang berkebangsaan Turki zaman ini

memegang kekuasaan dalam pemerintahan, sedangkan kekuasaan khalifah

semakin lemah. Karena itu banyak amir-amir melepaskan diri dari

pemerintahan pusat (Baghdad) dan mendirikan daulat-daulat (kesultanan)

yang berdiri sendiri-sendiri.28

Hal senada juga dikemukakan oleh Philip K. Hitti, bahwa dunia Islam

waktu itu sedang mengalami disintegrasi politik. Baghdad sebagai pusat

pemerintahan Islam tidak dapat mengendalikan kekuasaannya di daerah-

daerah. Hal ini diikuti oleh sikap penguasa daerah yang melepaskan diri dari

pemerintahan pusat.29 Akan tetapi bahkan ada yang kemudian menguasai

pemerintahan pusat (Baghdad), diantaranya dinasti Buwaihiyyah (320-447 H/

932-1055 M), dinasti saljuk (saljuk besar) didirikan oleh Rukh al-Din Abu

Thalib Thughrul Bek ibn Mika’il ibn Saljuk ibn Tuqa, yang menguasai

Baghdad dan memerintah selama 93 tahun (429-522 H/ 1037-1127).30 Dua

dinasti ini yang memerintah pada masa al-Zarnuji serta dinasti ayubiyah (564-

648 H/ 1167-1250 M).31

Di zaman kaum saljuk, kota Baghdad mendapatkan kembali sebagian dari

daerah kedudukannya yang semula sebagai ibukota kerohanian tempat

persemayaman khalifah abbasiyah yang menikmati pengaruh keagamaan, dan

menikmati kembali kehebatan serta keagungan yang pernah dinikmati

sebelumnya. Hal ini mungkin dikarenakan kesendirian di Baghdad serta

mendapat kehormatan dan sanjungan dari sultan-sultan kaum saljuk. Dan

28 Busyairi Madjidi, loc. cit. 29 Awaludin Pimay, op. cit., hlm. 33. 30 Badri Yatim, op. cit., hlm. 65-66. 31 Ibid.

45

pengaruh politik terus berada di ibukota kaum saljuk di nisabur kemudian di

Raiyi.32

Dalam zaman inilah para ulama’ dengan dukungan penguasa mulai

dengan keras mengecam filsafat dan failosof bahkan dengan ilmu hikmah

(ilmu pengetahuan umum) pada umumnya. Akan tetapi pandangan mereka

terhadap filsafat dan mantiq terbalik arah, semula ilmu hikmah diabadikan

kepada agama tetapi pada akhirnya hampir saja agama itu dibunuhnya ibnu

Khaldun sendiri mengatakan bahwa filsafat itu besar mudharatnya terhadap

agama. 33

Fazlur Rahman dalam bukunya Islam dan modernitas, menggambarkan

kegiatan intelektual yang dilakukan pada umumnya waktu itu dengan

pernyataan sebagai berikut:

Suatu perkembangan besar yang efeknya sangat merugikan kualitas ilmu pengetahuan pada abad-abad pertengahan Islam adalah penggantian naskah-naskah mengenai teologi, filsafat, yurisprudensi dan sebagainya. Sebagai materi-materi pengajaran tertinggi, dengan komentar-komentar dan superkomentar-superkomentar. Proses pengkajian komentar-komentar menghasilkan keasikan dengan detil-detil yang pelik dengan mengesampingkan masalah-masalah pokok dalam obyek yang dikaji. Perselisihan pendapat (jadal) menjadi prosedur yang paling digemari untuk memenangkan suatu poin, dan hampir-hampir menggantikan upaya intelektual yang asli untuk membangkitkan dan menangkap masalah-masalah yang riil dalam obyek yang dikaji.34

Prof. Dr. Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa zaman kaum saljuk banyak

terjadi kebangkitan pikiran yang pesat, yang dasarnya telah dirintis oleh

Nizamul Mulk wazir kepada Alb Arislan dan Malik Syah. Wazir yang berilmu

pengetahuan ini telah mendirikan sekolah-sekolah yang menggunakannya,

yaitu Nizamiyah. Sekolah-sekolah tersebut terdapat ditempat-tempat sebagai

32 Ahmad Salabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, terj. Labib Muhammad, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1997), hlm. 340. 33 Busyairi Madjid, op. cit., hlm. 101-102. 34 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung: Pustaka, 2000), hlm. 43.

46

berikut: Baghdad, Balkan, Nisabur, Haraf, Afghan, Basrah, Marwqa, Amal

dan Mausil. Menurut as-Subki, Nizamul Mulk mempunyai sekolah di setiap

kota di Iraq dan Khurasan.35

Pada zaman pemerintahan bani saljuk dan bani ayyub, aliran syi’ah dan

mu’tazilah mulai redup. Karena kedua pemerintahan ini lebih condong ke

sunni. Kecenderungan itu tampak dengan adanya pemberian dukungan kepada

lembaga-lembaga pendidikan sunni.36

D. Hasil Karya al-Zarnuji

Peneliti tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kitab yang telah

ditulis oleh al-Zarnuji. Peneliti hanya mengetahui kitab Ta’lim al-Muta’alim

adalah satu-satunya karya imam al-Zarnuji yang dapat dijumpai sampai

sekarang dan tanpa keterangan tahun penerbitan. Peneliti sudah berusaha

semaksimal mungkin, tetapi beberapa referensi yang peneliti dapatkan

menyebutkan bahwa hanya kitab Ta’lim al-Muta’alim karya al-Zarnuji.

Apakah dia hanya menulis sebuah kitab saja, ataukah juga menulis kitab-kitab

yang lainnya tidak ditemukan catatan yang melaporkan hal itu, tetapi ada

indikasi bahwa al-Zarnuji menulis kitab lain namun sudah musnah karena

termasuk yang termusnahkan akibat tragedi sejarah. Sejarah menyebutkan

tokoh Jengis Khan dan pasukannya selama 5 tahun (1220-1225 M/ 1617-1622

H) menaklukan dan menghancurkan Persia timur. Ada kemungkinan karya al-

Zarnuji lainnya ikut musnah kecuali kitab Ta’lim al-Muta’alim sebagai satu-

satunya karya yang terselamatkan, namun Djudi al-Falasany penulis yang

berpendapat demikian tidak dapat menguatkan pemikirannya yaitu tentang

bagaimana kitab Ta’lim al-Muta’alim itu bisa terselamatkan.37

35 Ahmad Syalabi, op.cit., hlm. 351. 36 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 267. 37 Awaludin Pimay, op. cit., hlm. 29-30.

47

Maemonah dengan mengutip pendapatnya Ghazali Said menyatakan

bahwa karya al-Zarnuji adalah kitab Ta’lim al-Muta’alim merupakan bagian

dari karya al-Zarnuji yang masih ada sampai sekarang ini.

E. Gambaran Umum Isi Kitab Ta’lim Al-Muta’alim

Kitab Ta’lim al-Muta’alim diterbitkan pada tahun 996 H, kitab ini juga

diterjemahkan kedalam bahasa Turki oleh abd. Al-Majid bin Nusuh bin Isra’il

dengan judul Irshad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim. Menurut informasi

dari Gesechiehteder Arabschen litteratur, yang biasa dikenal dengan

singkatan G.A.L karya Cart Brockelmann,38 Menginformasikan berdasarkan

data yang ada di perpustakaan, bahwa kitab Ta’lim pertama kali diterbitkan di

mursid abad pada tahun 1265 M, kemudian ditulis tahun 1286, 1873, di Kairo

1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di Kasan 1898, selain itu kitab

Ta’lim menurut G.A.L. telah diberi catatan atau komentar (syarah), dalam

tujuh penerbitan masing-masing atas nama 1. Nau’i, tanpa keterangan tahun

penerbitan, 2. Ibrahim bin Isma’il pada tahun 996 H/ 1588, 3. As-Sa’rani

710/711, 4. Ishaq ibn. Ar-Rumi Qili’ 720 dengan judul Mir’atu Atholibin, 5.

Qadi B. Zakariya al-Anshari A’saf, 6. Otman Pazari 1986 dengan judul

Tafhim al-Mutafahhim, dan 7. H.B. al-Faqir, tanpa keterangan tahun

penerbitan.

Kitab Ta`lim al-Muta`allim Thariqat al-Ta`alum dikaji dan dipelajari

hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan

tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern, karena

Pada dasarnya ada beberapa konsep pendidikan Zarnuji yang banyak

berpengaruh dan patut diindahkan, yakni :

1. Motivasi dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan

dan ulama

2. Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama

38

Ibid.

48

3. Pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik

dalam terapi alamiyah atau moral-psikologis.39

Sedangkan cara berpikir al-Zarnuji, dapat dikatakan bercorak spiritual

atau bersifat metafisis. Hal itu disebabkan oleh pengaruh sosial-politik yang

berlangsung pada saat al-Zarnuji hidup, di mana di zaman kaum saljuk kota

Baghdad kembali menjadi ibukota kerohanian sebagai tempat persemayaman

khalifah Abbasiyah yang sanngat kental dengan dogma-dogma keagamaan.

Jadi, corak pemikiran al-Zarnuji banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran ulama

Islam seperti al-Ghazali yang hidup pada masa Abbasiyah.

Secara umum dalam kitab tersebut berisi:

1. Pendahuluan

Pada pendahuluan beliau menuliskan pujian dan rasa syukur kepada

Allah yang telah melimpahkan melebihkan nikmatnya atas ilmu dan amal

atas semesta alam, dan mengucapkan shalawat kepada Muhammad, tokoh

arab, dan keluarga, sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber ilmu

pengetahuan dan hikam.

Kemudian al-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap penuntut

ilmu yang tekun tapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu

mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan

meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk dilakukan.

Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuannya baik

besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan memberikan jalan

bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat.

Kemudian al-Zarnuji mengharapkan doa dari gurunya yang alim dan

arif itu untuk para pecinta ilmu semoga diberikannya kebahagiaan di hari

kemudian, setelah belajar dari kitab Ta’lim al-Muta’alim tersebut

39 http://www.masterfajar.co.cc/2010/02/analisis-kritis-terhadap-kitab-talimul.html

49

2. Isi

Kitab ini terdiri dari 13 bab, yaitu:

a. Fasal tentang pengertian ilmu dan fiqh serta keutamaannya.

b. Fasal tentang niat di waktu belajar

c. Fasal tentang memilih ilmu, guru, teman, dan mengenai ketabahan.

d. Fasal tentang menghormati ilmu dan ulama’

e. Fasal tentang tekun, kontinuitas dan minat

f. Fasal tentang permulaan, ukuran dan tata tertib belajar.

g. Fasal tentang tawakal

h. Fasal tentang masa pendapatan buah hasil ilmu.

i. Fasal tentang kasih sayang dan nasehat.

j. Fasal tentang istifadah.

k. Fasal tentang wara’ dikala belajar

l. Fasal tentang penyebab hafal dan lupa

m. Fasal tentang pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan

pengurang umur.

3. Penutup

Kitab Ta’lim al-Muta’alim diakhiri dengan bab yang ke 13 berisi

tentang fasal pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan

pengurang umur. Setelah itu beliau mengucapkan rasa syukur kepada

Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya,

yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan adanya petunjuk.

Dan dengan adanya kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum yang

ditulis oleh syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji semoga dapat memberi

manfaat kepada para penuntut ilmu.

F. Persyaratan Mencari Ilmu Dalam Kitab Ta’lim Muta’alim

Kemulyaan ilmu sudahlah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab

ilmu itu khusus dimiliki manusia. Dan dengan ilmu pula, Allah

50

mengunggulkan Adam as. Diatas malaikat dan bahkan kepada Adam pula ia

diperintah agar sujud menghormati kepadanya. Karena ilmu ditafsiri dengan

sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang maka menjadi jelaslah apa yang

terlintas didalam pengertiannya.40 Dikatakan tidak ada ilmu kecuali dengan

diamalkan, hal tersebut adalah adalah meninggalkan tujuan duniawi menuju

tujuah ukhrawi. Setiap orang seharusnya tidak sampai melupakan dirinya dari

hal-hal yang berguna, agar akal dan ilmu tidak menjadi dalih dan

menyebabkannya bertambah maksiyat.41

Menurut al-Zarnuji, mencari ilmu bernilai ibadah dan mengantarkan

seseorang untuk kebahagian duniawi dan ukhrawi. Kebahagian duniawi yang

dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran ahli pendidikan yakni

proses belajar hendaknya mampu untuk ilmu yang mencakup tiga ranah yakni

kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan dimensi ukhrowi adalah

sebagai perwujudan rasa syukur manusia sebagai hamba Allah yang telah

mengaruniai akal.42

Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi berkaitan dengan atmosfir

akademik dan nilai estetik relasi antara guru dan murid sebagaimana

dituangkan dalam Ta’lim al-Muta’allim, yakni pertama, titik tolak pemikiran

pendidikan al-Zarnuji bermula dari pembicaraan tentang substansi dan esensi

kehidupan. Dia cenderung menggunakan term-term tasawuf dalam pemikiran

pendidikannya. Oleh karena itu, al-Zarnuji sangat menekankan pendidikan

akhlak. Baginya, pendidikan yang utama adalah berangkat dari hal-hal yang

substansial, yakni masalah moral (akhlak). Dengan kata lain, dari masalah

yang substansi dan esensi ini akan melahirkan perform yang sejati.43

40 Aliy As’ad, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan terj. Ta’lim al-Muta’alim, (Kudus: Menara Kudus), hlm. 5-9. 41 Ibid.

42 http://hilmanswork.wordpress.com/2009/04/15/teori-belajar-menurut-islam/ (24 Maret 2010). 43 http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009_11_01_archive.html.

51

Persyaratan dalam mencari ilmu demi mendapat kesuksesan juga ditulis

al-Zarnuji dalam bentuk syair. Syair tersebut berbunyi:

KLMNل ا QRS T Tا UVWX Tا *Z[ ءQ]^_ `a _ZX Qba cdefن Q

44و ا رQv د ا[QV ذ و ct ل ز Qf ن ٭ ر وUpLXا QZno ذ آQ ء و jk ص و

Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali dengan enam syarat maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.45

Syair tersebut diambil al-Zarnuji dari sahabat Ali bin Abi Thalib. Syair

ini muncul pada saat Islam sedang dalam masa perkembangannya, dimana

orang Islam sedang dalam kondisi ingin memaknai Islam agar menjadi agama

yang diakui oleh masyarakat luas di seluruh penjuru dunia. Pada saat itu

agama Islam sudah mulai maju dan kekuasaan kekhalifahan Islam juga sudah

makin luas sehingga pengembangan agama Islam sudah tidak begitu terfokus

pada pengembangan dan perluasan wilayah Islam, akan tetapi lebih terfokus

pada pengembangan sumber daya manusianya, hal ini bertujuan untuk lebih

menguatkan Islam dari dalam supaya tidak mudah hancur apabila menghadapi

serangan baik dari dalam maupun dari luar

Terkait alasan al-Zarnuji mengapa mengutip syair Ali Bin Abi Thalib,

penulis tidak menemukannya dalam isi kitab Ta’limul Mutaallim karena hal

itu memang tidak dijelaskan oleh al-Zarnuji dalam kitab tersebut. Namun,

sebagaimana dijelaskan di atas bahwa al-Zarnuji hidup pada abad ke-6 H yang

sangat dekat dengan masa khulafaurrasyidin, adalah hal yang lazim jika

pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran

khulafaurrasyidin utamanya oleh Ali Bin Abi Thalib, mengingat sahabat Ali

44 Muhammad bin Ahmad Nubhan, Sarah Ta’limul Muta’alim, (Surabaya: Darul Kitab Islami), hlm. 15. 45 Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), hlm. 15.

52

merupakan khalifah yang banyak mengeluarkan ajaran-ajaran tentang

pendidikan atau mencari ilmu.

Keenam syarat sukses yang ditulis al-Zarnuji antara lain:

1. Cerdas )ء Qذ آ(

Cerdas dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum

berarti URnwNا Uaj]46 yang berati kecepatan dalam berfikir. Hal ini

adalah kecerdasan akal (intelligence).47 Cerdas bisa diartikan sebagai

sempurna dalam perkembangan akal dan budi (untuk berfikir,

mengerti). Jadi cerdas bukan hanya menguasai banyak informasi tetapi

juga mampu mengolah informasi menjadi sesuatu hal yang baru atau

teori baru.

Anak yang cerdas juga bisa diartikan sebagai anak yang tajam

pikirannya. Sehingga anak tersebut dapat mengingat, menghafal dan

memahami segala sesuatu dengan cepat. Dalam definisi yang lain,

kecerdasan adalah kemampuan untuk memahami keterkaitan antara

berbagai hal, kemampuan untuk memahami keterkaitan antara

berbagai hal, kemampuan untuk mencipta memperbaharui, mengajar,

berfikir, mamahami, mengingat, merasakan, dan berimajinasi,

memecahkan permasalahan, dan kemampuan untuk mengerjakan

berbagai pekerjaan dalam berbagai tingkat kesulitan.48 Oleh karena itu

kecerdasan menduduki urutan pertama dalam proses pembelajaran

yang terjadi di lembaga pendidikan. Jika seorang anak memiliki suatu

tingkat kecerdasan yang tinggi maka anak tersebut tidak akan

mengalami kesulitan dalam menyerap suatu ilmu dan dia akan

46 Penjelasan ditulis oleh al Imam al Alim al Alamah al Jalil al Syekh Ibrahim bin Isma’il, atas karya imam al-Zarnuji yang bernama Sarah Ta’lim al Muta’alim Thariqat al Ta’alum, hlm. 15. 47 Ilyas al Ashri, Kamus Arab Inggris, (Beirut : Darul Jail, 1979), hlm. 232. 48 Hasan Sadily, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1997), hlm. 186.

53

cenderung membutuhkan waktu yang lebih cepat apabila ingin

menguasai suatu ilmu.

2. Rasa ingin tahu yang tinggi ) ص jk(

Rasa ingin tahu yang tinggi dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim

Thariqat al-Ta’alum صjkxL_yzS {La 49 اي berati yang

dihasilkan dari kecerdasan. Hal ini diartikan sebagai kemauan keras

untuk bisa mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang belum diketahui

(dikuasai), sehingga dengan kemauan tersebut akan membuat

seseorang menjadi termotivasi untuk bisa menguasai ilmu

pengetahuan tersebut dan nantinya akan menjadikan dirinya menjadi

giat dan gigih serta ulet dalam menghadapi problem-problem yang ada

selama proses belajar. Rasa ingin tahu yang tinggi akan menimbulkan

suatu unsur dalam diri yang disebut kemauan. Kemauan disebut juga

sebagai kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk

memilih dan merealisasi tujuan, dan untuk merealisasikan suatu tujuan

memerlukan suatu kekuatan yang disebut kemauan.50

Seseorang yang menginginkan kesuksesan dalam mencari ilmu

haruslah memenuhi syarat jk ص (rasa ingin tahu yang tinggi). Pada

dasarnya rasa ingin tahu yang tinggi mempunyai dual elemen, yaitu

elemen dalam (inner component) dan elemen luar (outer

componenet).51

a. Elemen dalam (inner cmponent)

Elemen ini berupa perubahan yang terjadi didalam diri seseorang,

berupa keadaan tidak puas atau ketegangan psikologis. Rasa tidak

puas ini bisa timbul karena keinginan-keinginan untuk

49 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.

50 Wasty Soemanto, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 40. 51 Ibid., hlm. 27.

54

memperoleh penghargaan, pengakuan serta berbagai macam

kebutuhan lainnya.

b. Elemen luar (outer componenet)

Elemen luar dari motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

seseorang. Tujuan itu sendiri berada di luar diri seseorang, namun

mengarahkan tingkah laku orang itu untuk mencapainya.

Seseorang yang diasumsikan mempunyai kebutuhan akan

penghargaan dan pengakuan, maka timbullah tujuan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

3. Sabar ) QZno را(

Sabar yang mempunyai arti xS Q_LXو xRzf {La ر QZno52وا

berarti atas rintangannya dan cobaannya. Tahan dalam menghadapi

cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak patah

hati).53 Seorang manusia yang sabar akan terus berupaya untuk selalu

mempertahankan dorongan keagamaan yang ada pada dirinya,

walaupun terkadang dorongan keagamaan tersebut terkesan sulit untuk

bisa diperjuangkan.

Antara sabar dan syukur ada keterkaitan seperti keterkaitan antara

nikmat dan cobaan. Setiap orang tidak dapat terlepas dari nikmat dan

cobaan itu dalam menjalankan kehidupan di dunia. Kesabaran itu

dibagi menjadi tiga macam:

a. Sabar dalam ketaatan kepada allah.

b. Sabar dari kemaksiatan.

c. Sabar ketika mendapat cobaan.

Semua itu (ketaatan, kemaksiatan dan cobaan) merupakan

gambaran sebuah kehidupan. Oleh karenanya, sabar adalah

52 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.

53 Ilyas al-Asri, op. cit., hlm. 364.

55

separuh keimanan karena setiap cabang-cabang iman memerlukan

sifat sabar. 54

Sabar dan tabah itu pangkal keutaman dalam segala hal, tetapi

jarang yang bisa melakukan. Maka sebaiknya siswa mempunyai hati

tabah dan sabar dalam belajar kepada sang guru, dalam mempelajari

suatu kitab jangan sampai ditinggalkan sebelum sempurna dipelajari,

dalam suatu bidang ilmu jangan sampai berpindah bidang lain sebelum

memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan

sampai berpindah ke lain daerah kecuali karena terpaksa.55

4. Biaya ) UpLX (

pLX }_zX ~_MNا `f U� Qwاي آ UT �Vz� j_pNا {Nرزق ا jfا {�

KLMNا �yzS `�d� �� �L�Nس اcW� ج Q_Vk Tن ا Q�56

Yang berati kepeluan hidup sehingga tidak membutuhkan urusan-

usrusan rizki atau yang lain, maka sesungguhnya kebutuhan akan hal

itu akan mengganggu hati maka kemungkinan ilmu itu tidak

didapatkan. Biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi

untuk biaya hidup, sekiranya orang tersebut (yang menuntut ilmu)

tidak lagi membutuhkan pertolongan dari orang lain dalam masalah

rejeki.57 Jadi seumpama pencari ilmu juga dilibatkan dalam mencari

biaya pendidikan menyebabkan adanya gangguan dan menyebabkan

tidak konsentrasinya dalam mencari ilmu.

Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat

penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hampir tidak ada

pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat

54 Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari, Ihya Ulumunddin, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005), hlm. 386. 55 Aliy As’ad, op. cit., hlm. 18-19.

56 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.

57 Ibid.

56

dikatakan dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak

akan berjalan.

Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang

berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk

uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya,

iuran siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku

sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu

direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan dikelola merupakan

persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan58

5. Petunjuk dari guru ( )ذ QV]د ا Qvا ر

ذوارQv د ا[QV دUNT ا[QV ذ La} و�x اcyNاب 59

Yang berarti arahan guru atas sisi yang benar. Arahan guru disini

adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan

jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan,

sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya baik

khalifah maupun ‘abd.60 Oleh karena itu guru mempunyai peran yang

sangat penting bagi seorang murid. Guru bertanggung jawab tidak

sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak

mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku

guru, dan perbuatan anak didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah,

tapi juga di luar sekolah. Dengan kata lain tugas guru adalah

melahirkan atau membentuk manusia yang pandai tetapi berakhlak

mulia dan bertakwa kepada Allah.

Selain persyaratan diatas, seorang guru yang ideal seharusnya juga

mempunyai sifat dan sikap seperti halnya berikut, antara lain:

58 Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 3-4.

59 Syekh Ibrahim bin Ismail. loc. cit.

60 H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.

57

a) Adil

Yaitu tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan anak didik.

b) Percaya dan suka kepada murid-muridnya

Percaya dalam hal ini guru harus mengakui bahwa anak-anak

mempunyai suatu kemauan dan mempunyai kata hati untuk selalu

berbuat yang terbaik bagi dirinya. Sedangkan suka kepada murid-

muridnya berarti seorang guru akan selalu setia mendampingi dan

membimbing anak didiknya dalam berbagai macam situasi.

c) Sabar dan rela berkorban

d) Memiliki wibawa terhadap anak didiknya

e) Benar-benar menguasai pelajarannya

Apabila seorang guru memiliki pengetahuan yang luas (sesuai

dengan mata pelajarannya/ bidangnya) maka akan mempunyai

dampak yang sangat besar pada anak didiknya, hal ini dikarenakan

guru tersebut akan dapat memberikan petunjuk dan penjelasan

yang sejelas-jelasnya dan secara mendalam kepada anak didiknya

sehingga anak tersebut akan betul-betul memahami pelajarannya.61

6. Waktu yang lama ) ن Qf ل ز ct(

Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah

� �ن ��� ����� ��ل ز�� ن ��� � �� ا� اي � �� �� ��و�

62آ%�$ ة � " �� !� اد ن ا��� ن

Wajib membutuhkan waktu yang lama sehingga menghasilkan

atau mendapatkan ilmu karena sesungguhnya dasar-dasarnya ilmu

sangat banyak sehingga ilmu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang

cepat. Waktu yang lama suatu proses agar benar-benar menguasai

61 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 84-85.

62 Syek Ibrahim bin Ismail, loc. cit.

58

suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut, Sebab hal-hal

yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak

bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.63

Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang

sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah

habis apabila dipelajari terus menerus. Contoh yang berhubungan

dengan al-Qur’an yaitu bahasa arab, sedangkan orang yang ingin

menguasai bahasa arab harus mempelajari ilmu nahwu, sharaf,

balaghah, dan lain-lain. Apabila ilmu tersebut sudah terkuasai, maka

orang tersebut masih harus menguasai ilmu tafsir lengkap dengan

asbabul nuzul. Singkatnya selesaikanlah pendidikan itu sampai tuntas,

jangan sampai berhenti di tengah jalan.

Belajar adalah proses mencari tahu terhadap sesuatu yang

ditangkap oleh indera, dan mampu melakukan apa yang diketahuinya.

Belajar tidak akan pernah berhenti, karena itu dimaknai dengan waktu

yang lama dan tidak akan pernah selesai bagi orang yang ingin

ditinggikan derajatnya oleh Allah. Manusia yang semakin tahu

terhadap sesuatu maka semakin kecil pengetahuan yang mereka punya.

63 Ibid.

59

59

BAB IV

ANALISIS KONTEKSTUALISASI PERSYARATAN MENCARI ILMU

DALAM KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM

A. Kontekstualisasi Persyaratan Mencari Ilmu

Belajar merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh seseorang

apabila menginginkan suatu kesuksesan dalam pendidikan, Belajar yang

dimaksudkan adalah belajar dengan giat dan gigih demi untuk mencapai tujuan.

Belajar diartikan sebagai rasa ingin tahu yang tinggi, dan mampu

mengaplikasikan dalam bentuk tingkah laku berkenaan dengan apa yang dia

ketahui. Jadi letak kesuksesan dalam belajar adalah ketika seseorang mampu

mengaplikasikan pengetahuan tersebut.

Proses pembelajaran terdapat tiga unsur yang tidak bisa dipisahkan antara

yang satu dengan yang lain. Yaitu pendidik, siswa dan realitas dunia. Pendidik

dan siswa adalah subjek sadar sedangkan realitas dunia adalah objek tersadar

atau disadari. Subjek sadar berarti orang yang dengan kesadarannya melakukan

suatu pekerjaan secara aktif, sedangkan objek tersadar berarti sesuatu yang

dikenai pekerjaan dan hanya bersifat pasif. Ketiga unsur tersebut dalam

pendidikan akan selalu terkait dalam membentuk suatu struktur keilmuan. Ilmu

akan mudah didapatkan dalam lembaga pendidikan apabila terdapat kerjasama

yang baik antara guru dan murid dalam menangkap sebuah realitas dunia.

Dalam psikologi terdapat dua sarana dalam belajar yang perlu diperhatikan

yakni:

1. Sarana fisik

Sarana fisik tersebut adanya dua panca indera manusia yang

membantunya untuk melakukan kegiatan belajar yakni mata dan telinga.

Tidak bisa dipungkiri kedua panca indera ini menjadi sesuatu yang

mutlak digunakan ketika belajar.

60

2. Sarana psikis

Akal dan qalb yang merupakan bagian dari sarana psikis. Akal dapat

diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelegensi. Akal identik

dengan daya pikir otak yang mengantarkannya pada pemikiran logis dan

rasional. Sedangkan qalb mempunyai dua arti jantung dan karunia

Tuhan yang halus yang bersifat rohaniah.1

Sarana tersebut adalah proses seperti halnya syarat-syarat menuntut ilmu

dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim yang di tulis al-Zarnuji yang merupakan

sesuatu yang harus dipegang kalau siswa ingin mendapatkan kesuksesan,

walaupun cara pandang akan nilai suatu ilmu telah mengalami pergeseran, tapi

syarat ini masih tetap relevan dengan kondisi sekarang. Syarat tersebut yaitu:

1. Cerdas

Kecerdasan merupakan anugerah dari Tuhan YME yang berkaitan

dengan keturunan, kesehatan jiwa dan fisik. Seorang anak yang mampu

memahami suatu permasalahan dan mampu menyelesaikannya dengan baik

dikatakan sebagai anak yang cerdas, sedangkan pada jaman dahulu cerdas

diartikan hanya sebagai kecerdasan akal yang pada masa kini dikenal dengan

istilah IQ (intelligence Quotion). Anak yang mempunyai IQ tinggi bukan

menjadi tolak ukur bahwa anak itu dikatakaan anak yang cerdas. Tapi

kecerdasan anak terletak pada peran akal dalam menangkap informasi setelah

itu mampu mengolah informasi tersebut menjadi sebuah pengetahuan yang

baru atas dasar pengetahuan yang memahamkan.

Kecerdasan merupakan ranah kognitif siswa yang menekankan tujuan

intelektual, yang terbagi menjadi enam tingkatan yaitu:

1. Pengetahuan

Pengetahuan didefinisikan sebagai suatu ingatan terhadap materi

yang telah dipelajari. Hal itu meliputi ingatan terhadap jumlah materi

1 http://fisikaumm.blogspot.com

61

yang banyak, dari fakta-fakta yang khusus hingga teori-teori yang

lengkap.

Pengetahuan didasarka dalam tiga komponen, yaitu IQ (inteligent

Quotion), EQ (Emotional Quotion), dan SQ (Spiritual Quotion). Yang

mana ketiga komponen itu saling berkaitan. Seseorang dengan IQ yang

tinggi tanpa dibarengi dengan pengolahan emosi yang baik akan

cenderung memiliki sifat-sifat penuh ambisi dan produktif. Sebaliknya,

orang yang tinggi kecerdasan emosionalnya secara social mantap, mudah

bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah, mereka

berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang lain untuk

memikul tanggung jawab , mempunyai pandangan moral, simpatik, dan

hangat dalam berhubungan. Kehidupan sosialnya akan matang, yang

mana orang ayang ada di sekelilingnya akan merasa nyaman.

2. Pemahaman

Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menangkap

makna suatu bahan ajar. Hal itu dapat diperlihatkan dengan cara

menerjemahkan bahan dari bentuk satu ke bentuk yang lain.

3. Penerapan

Penerapan yang dimaksudkan menunjuk pada kemampuan menggunakan

bahan ajar yang telah dipelajari pada situasi yang baru dan konkret. Hal

itu meliputi hal-hal seperti penerapan aturan, metode, konsep, prinsip,

hukum, dan teori-teori.

4. Analisis

Analisis menuntut suatu kemampuan memilah-milah suatu bahan pada

bagian-bagian komponennya sehingga sturuktur bahan tersebut dapat

dipahami. Hal itu meliputi identifikasi bagian-bagiannya, analisis

hubungan antara bagian-bagian, dan pengenalan terhadap prinsip-prinsip

pengorganisasian unsur yang terkait.

5. Sintesis

62

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk menghimpun atau

menyatukan bagian-bagian atau elemen-elemen untuk membentuk pola

baru. Seperti bentuk komunikasi yang unik, rancangan operasional atau

skema yang mengklasifikasikan informasi.

6. Evaluasi

Evaluasi merujuk pada kemampuan untuk memutuskan atau menentukan

nilai suatu materi untuk satu tujuan yang telah ditentukan. Putusan-

putusan tersebut tentu saja harus didasari kriteria yang pasti.2

Dalam kajian ilmu modern, terdapat delapan kecerdasan yaitu:

a. kecerdasan linguistik, yaitu bakat dalam kemampuan berbahasa.

b. kecerdasan matematis/logis, yaitu kemampuan dalam menangani angka

dan berpikir logis.

c. Kecerdasan visual, yaitu kecerdasan untuk membayangkan sesuatu dalam

pikiran.

d. Kecerdasan musical, yaitu kecerdasan dalam menciptakan dan

menafsirkan music.

e. Kecerdasan fisik, yaitu kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan

yang bagus.

f. Kecerdasan inter-personal, yaitu kemampuan berkomunikasi dan bergaul

dengan baik.

g. Kecerdasan intra-personal, yaitu kemampuan melakukan analisis diri.

h. Kecerdasan naturalis, yaitu kemampuan dalam mengenali unsur-unsur

alam.3

Kecerdasan-kecerdasan tersebut terbentuk dari pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hasil dari keingintahuan manusia. Manusia

merupakan mahluk yang berfikir. Dan dalam proses mendapatkan sebuah

2 Hisyam Zaini, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm. 69-70. 3 Collin rose, Kuasai Lebih Cepat, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 24-25

63

pengetahuan perlu adanya langkah-langkah yang sistematis agar membentuk

sebuah ilmu pengetahuan benar. Oleh karena itu pengetahuan yang benar

apabila didapatkan dengan cara yang benar pula. Maka, pengetahuan bukan

dijadikan sebagai informasi saja, yang bisa disahkan kebenaranya, tanpa

mengetahui bagaimana pengetahuan itu terbentuk. Selain itu pengetahuan

harus menjadi pijakan awal dalam melangkah untuk menemukan

pengetahuan yang baru, bukan sekedar menjadi sebuah informasi yang benar

yang tidak dapat disalahkan. Jadi Kecerdasan tidak hanya dilihat dari

banyaknya informasi yang didapatkan, tapi ada peranan akal dalam berfikir

untuk membangun informasi baru.

Cerdas bagi seorang siswa dalam pembelajaran adalah mampu untuk

menangkap pelajaran secara clear and distint. Yakni tahu dasar-dasar

pengetahuan itu didapatkan dan bisa membedakan antara ilmu satu dengan

yang lain. Selain itu siswa juga harus membentuk pengetahuan yang

didapatkan menjadi sebuah prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ini

siswa akan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi masyarakat.

Cerdas dalam pembelajaran sekolah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kemampuannya dalam menelaah dan memahami sesuatu lebih kuat

dari pada anak yang lain.

b. Kemampuannya dalam belajar dan menyerap berbagai pemikiran

serta pengetahuan sangat cepat.

c. Selalu dapat menyikapi dan memecahkan permasalahan belajar

dengan tepat.

d. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam memahami keterkaitan

antara berbagai hal, angka-angka dan antara kalimat-kalimat.

e. Kreativitasnya tinggi, mampu untuk berbuat perencanaan dan upaya

untuk mencapai suatu tujuan.

f. Pandai beradaptasi dengan berbagai lingkungan yang berbeda dan

berubah.

64

g. Memiliki sifat dan kemauan yang keras.4

Cerdas sebagai siswa bukan hanya membentuk dalam sekolah formal tapi

juga akan terbentuk dalam hal non formal seperti sikap terhadap teman,

terhadap guru, orang tua dan masyarakat, kemudian ketika menghadapi

masalah belajar siswa yang cerdas tidak akan lari dari masalah tersebut tapi

akan mencoba menyelesaikan masalah tersebut.

Cerdas disini tidak hanya diperuntukan untuk siswa, tapi sebagai

pendidik juga harus memegang prinsip ini. Cerdas bagi seorang pendidik

bukan hanya mampu mentransfer pengetahuannya saja tapi juga mampu

mampu memberikan metode yang cocok guna mempermudah siswa dalam

pemahaman dan membimbing mereka sampai anak tersebut sukses dalam

belajar.

2. Rasa ingin tahu yang tinggi

Rasa ingin tahu merupakan merupakan motif naluriah yang mempunyai

urgensitasnya tersendiri dalam kehidupan manusia dan demikian pula

membentuk motif kognitif. Motif kognitif yang dapatkan dalam proses

pembelajaran adalah salah satu keistimewaan manusia dan merupakan

motivasi tertinggi atau motivasi yang membuat manusia mampu

mendapatkan semua hak-haknya. Motif kognitif merupakan motif mandiri

yang berinterrelasi dengan penciptaan kedua dalam diri manusia, yakni

ruhnya, yang dari hal tersebutlah timbul kehidupan berpikir dan

berintegrasi.5

Rasa ingin tahu merupakan lanjutan dari seorang yang cerdas. Orang

yang cerdas apabila tidak disertai dengan rasa ingin tahu yang tinggi, maka

dalam keadaan yang merugi. Karena landasan dasar orang mendapatkan

4 Muhammad Said Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Ali Yahya, (Jakarta : CV. Cendekia Centra Muslim, 2001, hal. 234. 5 Muhammad Izzudin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 692.

65

pengetahuan adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Begitu juga siswa rasa

keingintahuan akan membentuk sikap siswa dalam pengetahuan.

Rasa ingin tahu atau kemauan mengandung pengertian bahwa seseorang

apabila menginginkan kesuksesan dalam mencari ilmu diharuskan

mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga akan membuat dirinya

menjadi semangat dan tekun dalam belajar, artinya siswa tersebut harus

mempunyai motivasi yang kuat untuk terus belajar tanpa kenal menyerah

dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini berarti siswa harus selalu belajar sendiri

dengan mengulang-ulang materi pelajaran yang telah dipelajarinya disekolah

agar informasi yang telah diterimanya tidak akan hilang dan selalu melekat

kuat didalam memorinya.

Pada dasarnya terdapat dua prinsip dasar tentang bagaimana cara sukses

untuk belajar, pertama bagaimana cara menyerap informasi dengan benar

(modalitas), dan yang kedua bagaimana mengatur dan mengolah informasi

tersbut (dominasi otak).6 Seseorang siswa walaupun mempunyai IQ rendah

akan tetapi mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan berusaha dengan giat,

tekun belajar secara terus menerus (continue), maka lama kelamaan

kemampuannya dalam menguasai suatu bidang keilmuan akan terus

bertambah sehingga akhirnya akan bisa mengejar ketertinggalan dari teman-

temannya. Dengan belajar secara continue maka lama kelamaan apa yang

dulunya sulit untuk dipelajari dan dipahami maka sedikit demi sedikit akan

dapat dimengerti sehingga akhirnya akan dapat dipahami secara keseluruhan.

Prinsip tersebut akan membentuk anak yang cerdas dan tangguh dalam

meraih kesuksesannya. Orang yang memiliki ketekunan akan selalu giat

dalam berusaha dan belajar dari kegagalan yang pernah dirasakannya, yang

dengan kegagalan tersebut akan menjadikannya suatu bahan acuan yang

nantinya menjadi pedoman untuk terus berusaha mengatasi kegagalan-

6 Bobby de Porter dan Mike Hernacki, Quantum learning, (Bandung: Kaifa, 1999), hlm. 110

66

kegagalan yang pernah dirasakannya, dengan adanya penjelasan “ingin tahu”

seperti diatas, maka bisa dikatakan bahwasanya “ingin tahu” merupakan

salah satu bagian dari kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi

yang ada pada dirinya dan menjadikannya sebagai motivasi yang mendorong

menuju keberhasilan, seperti pepatah :

C و EC FHE

Artinya: “siapa yang berusaha (dengan keras) maka akan mendapatkannya”.7 Dengan terus berusaha, maka orang akan belajar dari kesalahnnya untuk

kemudian memperbaiki kesalahan tersebut, sehingga lama kelamaan dia akan

bisa mengatasi masalah yang dihadapi dan akhirnya bisa mendapatkan

keinginannya.

3. Sabar

Lawan dari sifat sabar adalah keluh kesah (jaza’), yang merupakan

perbuatan tercela, atau kufur yang akan membawa kepada kehancuran.8

Sedangkan sabar yaitu mengetahui konsekuensi dan mau melakukan

konsekuensi. Artinya tahu apa yang harus dilakukan dan mau melakukan

apa yang harus dilakukan. Seperti contoh, siswa bodoh, dikatakan bodoh

karena siswa belum mengetahui pelajaran. Siswa yang bodoh tahu

bahwasanya belum tahu (bodoh) itu harus mencari tahu atau belajar kalau

siswa tersebut ingin sukses. Maka konsekuensi siswa tersebut adalah belajar.

Manusia dalam belajar itu ada tingkatan yaitu tahu, mau dan mampu. Apabila

ketiga tingkatan tersebut terpenuhi maka siswa tersebut akan sukses dalam

mencari ilmu.

Sabar terbagi menjadi dua bentuk:

a. Sabar yang berkaitan dengan tubuh, yaitu menanggung beban yang

berat dengan anggota tubuh, baik secara pekerjaan seperti

7 Imam Muhyiddin An-Nawawi, Al Addzkar, Darul Ihya’, Indonesia, tth, hal. 4

8 ibid., Hlm. 386.

67

mengerjakan pekerjaan yang berat dalam beribadah dan lainnya

maupun menanggung beban yang berat dengan ketabahan (hati).

b. Kesabaran yang paling sempurna, yaitu sabar dalam menghadapi

keinginan syahwat dan hawa nafsu. Sabar dalam menghadapi syahwat

perut dan kemaluan disebut dengan iffah (menjaga diri).9

Bagi seorang siswa, dalam belajar terdapat rintangan yang berasal dari

dua sisi, yaitu internal (dalam diri) dan eksternal (dari luar). Rintangan dari

dalam diantaranya adalah kesulitan dalam memahami suatu kajian dalam

mata pelajaran. Apabila seseoarang mampu bersabar dengan tidak menyerah

pada dirinya sendiri yang agak kesulitan dalam memahami materi pelajaran

yang diterimanya dan terus berusaha mengatasi ketidakmampuannya dengan

terus menerus belajar dan berusaha, maka lama kelamaan kesulitan tersebut

akan bisa diatasi.

Sedangkan rintangan dari luar, misalnya berupa kesulitan seperti contoh

transportasi dan komunikasi. Dengan adanya faktor transportasi dan

komunikasi yang tidak lancar maka akan mengganggu kondisi siswa dalam

berkonsentrasi untuk menuntut ilmu. Apabila anak tersebut menyerah pada

situasi yang demikian maka akan berakibat pada kecenderungan untuk malas

dalam menuntut ilmu dan akhirnya akan menghalangi kesuksesan dalam

belajar. Akan tetapi apabila anak tersebut bersabar dan berusaha untuk tidak

menyerah dengan berusaha mencari solusi yang terbaik dari rintangan yang

menghalanginya, maka hal ini akan berbuah pada kesuksesan dalam belajar.

4. Biaya

Biaya merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

penyelenggaraan pendidikan disekolah. Dalam setiap upaya pencapaian

tujuan pendidikan baik tujuan-tujuan yang yang bersifat kuantitatif maupun

kualitatif, biaya pendidikan memiliki peranan yang menentukan. Hampir

9 ibid., Hlm. 388.

68

tidak ada upaya pendidikan tanpa yang dapat mengabaikan peranan biaya.

Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang berkenaan

dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun

barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya, iuran siswa adalah jelas

merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah

biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanakan, diperoleh, dialokasikan, dan

dikelola merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan.10

Belajar melalui guru dalam bentuk formal (sekolahan) atau non formal

(ngaji) jelas membutuhkan biaya. Baik biaya transportasi ataupun biaya

administrasi. Biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi untuk

biaya hidup. Biaya disini mempunyai relevansi yang sangat kuat dengan

prinsip pendidikan modern. Hal ini dikarenakan biaya merupakan syarat

mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang ingin sekolah. Seperti

yang kita ketahui bahwasanya proses belajar yang baik adalah disekolahan.

Bisa dibayangkan apabila orang tidak mempunyai sedikitpun biaya

pendidikan. Maka siswa pun tidak bisa bersekolah atau belajar.

Permasalahanya adalah bagaimana dengan nasib siswa yang tidak punya

biaya dalam sekolah, apakah siswa tidak bisa sukses? Biaya (ongkos) tidak

hanya diartikan sebagai materi saja tapi diartikan sebagai modal atau usaha

untuk mendapatkan pengetahuan. Ongkos itu bisa berupa kesabaran,

ketekunan, keyakinan. Bekenanaan dengan biaya dalam administrasi dan

transportasi dalam pendidikan itu bisa dicari dengan modal ketekunan,

semangat dan kesabaran. Jadi letak dari penekanan biaya disini diartikan

sebagai ongkos diri dalam mengatasi masalah pendidikan. Bukan

melemahkan siswa karena tidak punya biaya.

10 Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2006), hlm. 3-4.

69

Biaya dalam pendidikan tidak akan menjadi kendala bagi siswa yang

ingin menjadi sukses dalam menuntut ilmu. Karena yang ada di benaknya

adalah bagaimana siswa tersebut mendapatkan ilmu. Dari keyakinan tersebut

akan membentuk mental yang kuat dari siswa ketika terdapat rintangan yang

membentang dan terbuka jalan bagi siswa untuk mengatasi segala

permasalahan pendidikan.

5. Petunjuk guru

Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya

perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat

kedewasaan, sehingga ia mampu menuanaikan tugas-tugas kemanusiaannya

baik khalifah maupun ‘abd.11 Oleh karena itu guru mempunyai peran yang

sangat penting bagi seorang siswa, Guru bertanggung jawab tidak sebatas

dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak mau menuntut

guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku guru, dan perbuatan anak

didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di luar sekolah.

Dengan kata lain tugas guru adalah melahirkan atau membentuk manusia

yang pandai tetapi berakhlak mulia dan bertakwa kepada Allah.

Dalam pembelajaran di sekolah seorang guru mempunyai peranan penuh

dalam mewujudkan kesuksesan siswa. Seorang guru mempunyai peran

sangat penting bagi perkembangan pemikiran siswanya. Guru berperan

sebagai motivator yang selalu memberikan semangat bagi muridnya untuk

terus belajar dan berusaha dan juga berfungsi sebagai pembimbing bagi

siswa-siswa apabila apa yang mereka lakukan seakan mengalami jalan buntu

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Bagaimanapun seorang

guru dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya akan dapat

membantu siswa dengan baik apabila siswa tersebut mengalami kebuntuan

dalam berpikir.

11 H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.

70

Selain itu guru juga mampu mengarahkan siswa menuju belajar yang

efektif dan efisien. Artinya belajar secara cepat yang memahamkan dan tidak

membuang waktu yang lama. Karena sekarang ilmu telah terbagi menjadi

banyak kelompok, dan bagi seorang siswa, mereka merupakan manusia yang

tidak tahu apa-apa. Walaupun terdapat buku atau media lain, hal tersebut

belumlah cukup untuk menggantikan seorang guru.

Tugas guru yang begitu berat harus didukung dengan peran siswa yang

harus mematuhi dan melaksanakan, agar terjadi kesinambungan antara guru

dan siswa. Dalam agama arahan guru sangatlah penting karena dalam zaman

globalisasi banyak pemikiran agama yang liberal, yang menuntut siswa untuk

berfikir rasional. Kerasionalan tanpa didukung dari arahan guru akan

membuat siswa tersesat.

6. Waktu yang lama

Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah bahwasanya di dalam

mencari ilmu apabila seseorang menginginkan agar benar-benar menguasai

suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut dalam waktu yang

relatif lama, sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat

banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.12

Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang sangat

erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah habis apabila

dipelajari terus menerus. Contoh yang berhubungan dengan al-Qur’an yaitu

bahasa arab, sedangkan orang yang ingin menguasai bahasa arab harus

mempelajari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan lain-lain. Apabila ilmu

tersebut sudah terkuasai, maka orang tersebut masih harus menguasai ilmu

tafsir lengkap dengan asbabul nuzul. Singkatnya selesaikanlah pendidikan itu

sampai tuntas, jangan sampai berhenti di tengah jalan.

12 Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV Toha Putra), hlm. 15.

71

Dijaman globalisasi seperti sekarang ini persaingan dalam segala bidang

semakin ketat sehingga menuntut adanya suatu kecenderungan untuk

melakukan segalanya dengan cepat dan efektif, begitu pula dalam dunia

pendidikan, seseorang dituntut untuk menguasai suatu keterampilan

(penguasaan dalam materi pelajaran) secara tepat dan efektif, sehingga tidak

ada waktu yang terbuang secara sia-sia karena waktu seakan berjalan dengan

cepat sehingga seseorang tidak boleh berlama-lama dalam menguasai segala

macam sesuatunya yang ia butuhkan dalam menghadapi masa depannya.

Seseorang tetap membutuhkan waktu yang relative lama untuk dapat

benar-benar menguasai suatu disiplin ilmu dikarenakan banyaknya cabang

ilmu yang harus dikuasai (seperti contoh diatas), hanya saja dengan adanya

metode yang ada sekarang ini dengan dibantu adanya media pembelajaran

yang semakin canggih dan lengkap akan mampu paling tidak lebih

mempercepat waktu yang dibutuhkan dalam upaya untuk menguasai ilmu

yang diinginkan.

Maksud dari cepat dan efektif dimaksudkan agar siswa mampu untuk

memanage waktu sebaik mungkin dalam belajar. Bukan diartikan sebagai

waktu yang singkat dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu bagi siswa tidak

akan pernah berhenti, Karena itu merupakan anjuran dari agama. Jadi waktu

yang lama ini diartikan proses belajar tidak akan pernah berhenti walaupun

sudah menyelesaikan study di sekolah. Barang siapa yang tidak belajar maka

siswa tersebut akan tersesat di jalan dunia. Karena ilmu cahaya penerang

dalam dunia.

Keenam syarat mencari ilmu diatas memiliki korelasi dengan aspek

sosiologis dan psikologis. Dalam hubungannya dengan aspek sosiologis

keenam syarat tersebut terdapat dua syarat yang sebenarnya berhubungan dan

relevan dengan teori-teori dalam ilmu sosial, salah satunya adalah teori

sosiologi pengetahuan.

72

Pada hakekatnya, dapat dikatakan bahwa sosiologi pengetahuan

merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu sosiologi. Dalam bidang ini

dipelajari bagaimana hubungan antara pengetahuan dan masyarakat, yaitu

bagaimana pengetahuan diproduksi, didistribusi dan direpoduksi di tengah

masyarakat melalui relasi-relasi sosial.13 Dalam konteks ini, produksi,

distribusi, dan reproduksi pengetahuan melalui relasi-relasi sosial perlu

dibangun berdasarkan kecerdasan (dzakain) dan kemauan keras (hirshin)

masyarakat itu sendiri.

Demikian pula dalam hubungannya dengan aspek psikologis, di mana

beberapa dari enam syarat di atas juga memiliki korelasi yang signifikan

dengan teori-teori psikologi, salah satunya tori behavior. Teori belajar

behavior menerangkan adanya perubahan perilaku yang dapat diamati,

diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan

(stimulan), yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)

berdasarkan hukum-hukum mekanistik.14 Stimulan tersebut seperti adanya

peran guru dan biaya yang merupakan sebuah proses pembentukan siswa di

lingkungan sekolah. Dan respon yang terjadi adanya kesabaran, kemauan

keras dan sikap cerdas.

13http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/konsep-dan-teori-sosiologipengetahuan.html 14 http://www.scribd.com/doc/26566908/Teori-Psikologi-Belajar-Dan-Aplikasinya-Dalam-Pendidikan

73

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari bab pertama sampai bab keempat maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Syarat mencari ilmu yang ditulis al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim

Thariqat al-Ta’alum yang diambil dari sahabat Ali bin Abi Thalib

terdapat enam syarat : yaitu, cerdas, rasa ingin tahu, sabar, biaya, petunjuk

dari guru dan waktu yang lama. Syarat tersebut merupakan hal yang

diperuntukkan bagi siswa agar mencapai kesuksesan dalam hal

pembelajaran baik formal maupun non formal.

2. Kontekstualisasi syair dari enam syarat mencari ilmu yang ditulis al-

Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’alim Thariqat al-Ta’alum adalah :

a. Cerdas

Cerdas bagi seorang siswa dalam pembelajaran adalah mampu untuk

menangkap pelajaran secara clear and distint. Yakni tahu dasar-dasar

pengetahuan itu didapatkan dan bisa membedakan antara ilmu satu

dengan yang lain. Selain itu siswa juga harus membentuk pengetahuan

yang didapatkan menjadi sebuah prilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan ini siswa akan menjadi sumber daya manusia yang berguna

bagi masyarakat. Cerdas disini tidak hanya diperuntukan untuk siswa,

tapi sebagai pendidik juga harus memegang prinsip ini. Cerdas bagi

seorang pendidik adalah mampu memberikan metode yang cocok guna

mempermudah siswa dalam pemahaman.

b. Rasa ingin tahu yang tinggi

Ingin tahu merupakan proses dasar bagi orang yang ingin

mendapatkan ilmu pengetahuan. Kesalahan dan kebenaran dalam

pengetahuan dapat diketahui ketika ada rasa keingintahuan. Dalam

74

pembelajaran siswa dituntut untuk selalu ingin tahu agar mencapai

kesuksesan. Pengetahuan dari guru tidak mungkin bisa memahamkan

semua siswa secara menyeluruh. Jadi keikutsertaan siswa yang aktif

akan memperjelas dan membantu siswa dalam mendukung kesuksesan

belajar mereka.

c. Sabar

Sabar adalah tahu konsekwensi dan mau melakukan konsekwensi

tersebut. Dalam pembelajaran siswa tahu apa yang harus dilakukan itu

merupakan konsekwensi. Tapi kalau tidak ada peran aktif dari siswa

untuk melakukan maka hal tersebut tidak bisa dinamakan sabar.

Kesabaran akan mendukung siswa dalam sukses.

d. Biaya

Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat

penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Hampir tidak ada

pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat

dikatakan dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak

akan berjalan. Peranan biaya sangat membantu siswa dalam belajar

jadi siswa tersebut dapat fokus tanpa memikirkan biaya yang harus

didapat untuk belajar

e. Petunjuk guru

Petunjuk guru menjadi hal yang penting dalam belajar, karena guru

akan memberikan pemahaman dan mentransfer ilmu pengetahuan nya

apabila tidak ada kepahaman dari siswa tersebut. Fungsi guru juga

akan membimbing bukan hanya dalam segi ilmu tapi juga secara

pengalaman ketika guru tersebut ingin mendapat kesuksesan dalam hal

ilmu.

f. Waktu yang lama

Waktu yang lama memiliki pengertian bahwa suatu ilmu hanya akan

bisa dikuasai secara sepenuhnya apabila dipelajari dalam waktu yang

75

lama. Dalam pembelajaran siswa harus sabar dalam memahami satu

ilmu, karena satu macam ilmu mempunyai cabang ilmu yang lain

apabila ingin mengetahui satu cabang ilmu tersebut. tidak ada kata

selesai dalam belajar, karena semakin banyak ilmu yang didapat

semakin bodohlah kita.

B. SARAN-SARAN

1. Setiap siswa dianjurkan untuk mengamalkan enam persyaratan yang

ditulis al-Zarnuji karena enam persyaratan tersebut merupakan hal yang

pokok apabila siswa ingin mendapatkan kesuksesan. Selain itu enam

persyaratan tersebut masih relevan apabila dipraktekan pada zaman

sekarang.

2. Sebagai penuntut ilmu hendaklah terus belajar dan mengkaji buku-buku

yang ada agar terdapat pengetahuan-pengetahuan baru baik yang sifatnya

modern ataupun yang klasik. Karena dengan belajar akan meningkatkan

kemampuan siswa dan menjadikan siswa tersebut menjadi manusia yang

sempurna.

3. Kepada pakar pendidikan hendaknya tidak acuh terhadap kitab-kitab

zaman dahulu, dan mencoba mengkaji dan memperdalam dan memberikan

semangat kepada siswa sebagai generasi muda Indonesia.

4. Ada kesinambungan antara guru dan murid dalam mengembangkan

pengetahuan.

C. Penutup

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skirpsi ini dengan baik.

Tulisan tentang persyaratan menuntut ilmu bagi siswa menurut al-Zarnuji

(upaya kontekstualisasi kitab Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum),

76

sebenarnya masih dapat ditingkatkan, dikembangkan atau disempurnakan lagi.

Namun apa yang dituangkan dalam skripsi ini adalah hasil maksimal dan

keterbatasan penulis.

Skripsi ini diharapkan menjadi pelengkap dari tulisan-tulisan yang telah

ada selama ini. Dan tidak menutup mata, karya ini masih banyak kekurangan

dan kesalahan yang perlu disempurnakan oleh karena itu masih diperlukan

saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Semoga skripsi ini nantinya dapat

bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca pada umumnya. Semaoga

Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan taufik dan hidayahnya serta

meridhoi cita-cita yang mulia kepada umatnya yang selalu gigih dalam

berusaha.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Muchtar, Reward And Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak

Menurut Ulama’ Klasik (Study Pemikiran ibnu Maskawaih al-Ghazali dan al-

Zarnuji Semarang: Tesis program Pasca sarjana IAIN Walisongo 2009.

Al Ashri, Ilyas, Kamus Arab Inggris,Beirut : Darul Jail, 1979.

Ali, Mohammad, Penelitian Analisis Kependidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung:

Angkasa, 1987.

Al-Wakil, Muhammad Sayid, Wajah Dunia Islam dan Dinasti Bani Ummayah

Hingga Imperealisme Modern, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999.

Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha

Putra.

Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha

Putra.As’ad, Aliy Terjemah Ta’limul Muta’allim, Kudus: Menara Kudus,

1995.

Al-Zarnuji, Syekh Ibrahim bin Ismail, Ta’limul Muta’alim, Semarang: CV Toha

Putra.

An-Nawawi, Imam Muhyiddin, Al Addzkar, Darul Ihya’, Indonesia.

As’ad, Aliy, Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan terj. Ta’lim al-Muta’alim,

Kudus: Menara Kudus.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Baker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1999.

Bertens, K, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 1997.

Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji, Semarang: Pusat Penelitian IAIN

Walisongo, 1997.

Faisal, Sanapiah, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional,

1982.

Fajar, Master, http://www.masterfajar.co.cc/2010/02/analisis-kritis-terhadap-kitab-

talimul.html.

Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992.

Hakim, Sudarnoto Abdul dkk, Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70

tahun prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA, Yogyakarta: LPMII, 1995.

Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islam, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006.

Hawwa, Sa’id, Tazkiyatun Nafs Intisari, Ihya Ulumunddin, Jakarta: Pena Pundi

Aksara, 2005.

http://hilmanswork.wordpress.com/2009/04/15/teori-belajar-menurut-islam/ (24

Maret 2010)

Johnson, Elaine B, Contextual Teaching Learning. : Menjadikan Kegiatan Belajar

Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu Stiawan, Bandung :

Mizan, 2006.

Kattsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tim Wacana Yogya, 2004.

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, Jakarta: Pustaka al-

Husna, 1988.

, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan

Pendidikan, Jakarta: Pustaka Utama, 1989.

, Manusia dan Pendidikan, Jakarta : Al Husna Zikra, 1995.

, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1979.

Latif, Juraid Abdul, Manusia, Filsafat Dan Sejarah, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.

Madjidi, Busyairi, Konsep Pendidikan Para Filosouf Muslim, Yogyakarta: Amin

Press, 1997.

Mursi, Muhammad Said, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Ali Yahya, Jakarta :

CV. Cendekia Centra Muslim, 2001.

Mustagfirin, http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009/11/nilai-etika-kitab-

talim-al-mutaallim.html.

Mustaghfirin, http://mustastghitsin-aghitsna.blogspot.com/2009_11_01_archive.html

Mustansyir, Rizal dan Misnal, Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002.

Nasution, M. Yasir, Manusia Menurut al-Ghazali, Jakarta: Rajawali Press, 1988.

Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seri Kajian Filsafat

Pendidikan Islam), cet. 2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Nubhan, Muhammad bin Ahmad, Sarah Ta’limul Muta’alim, Surabaya: Darul Kitab

Islami.

Pimay, Awaludin, Konsep Pendidik Dalam Islam (Studi Komparasi Pandangan Al-

Ghazali Dan Al-Zarnuji), tesis PPS IAIN Walisongo Semarang, Semarang:

Perpustakaan Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 1999.

Plessner, Al-Zarnuji dalam First Encyclopedia of Islam, vol VIII, (London: New

York: E.J Brill’s, 1987.

Porter, Bobby de dan Hernacki, Mike, Quantum learning, Bandung: Kaifa, 1999.

Pulungan, Syahid Mu’ammar, Manusia Dalam al-Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu,

1984.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:

Pusat Bahasa, 2008.

Qodir, C. A, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor

Islam, 1991.

Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual, Bandung:

Pustaka, 2000.

Rahman, Fazlur, Islam terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka 1997.

Rizal, H. Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

Rose, Collin, Kuasai Lebih Cepat, Bandung: Kaifa, 2002.

Sudrajat, Ahmad, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-

karakter-di-smp/.

Sadily, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1997.

Said, Imam Ghozali, Ta’limut Muta’alim Thoriqut Ta’alum, Surabaya: Diyantama,

1997.

Salabi, Ahmad, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, terj. Labib Muhammad, Jakarta: Al-

Husna Zikra, 1997.

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2005.

Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran Dan Penerapan, Jakarta : Rineka

Cipta, 1999.

Soemanto, Wasty, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: Rineka

Cipta, 1998.

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.

Soenarjo, S.H.dkk. Al Qur’an dan Terjamahnya, Yayasan Penyelenggara

Penterjemah al-Qur’an.

Supriadi, Dedi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2006.

Suriasumantri, Jujun S, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2009.

Surya, Mohamad Percikan Perjuangan Menuju Guru Profesional, Sejahtera, dan

Terlindungi, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006.

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2000.

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.

Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2005.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 1994.

Taufiq, Muhammad Izzudin, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Jakarta:

Gema Insani, 2006.

Tim dosen filsafat ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Yayasan Penerjemah Dan Penafsir Al-Qur’an Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

Semarang: Toha Putra Semarang, 1995.

Widjajanto, Bije, Cara Aman Memulai Bisnis, Jakarta: Grasindo, 2007.

Zaini, Hisyam, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: IAIN Sunan

Kalijaga, 2002.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ahmad Munif

Tempat tanggal lahir : Semarang, 25 Februari 1987

Alamat : Pedurungan Lor RT. 08 RW. 01 Kec. Pedurungan,

Semarang

Phone : 081390531098

Pendidikan Formal : SD N Pedurungan lor 03 (lulus 1999)

MTs Futuhiyyah (Lulus 2002)

MA Futuhiyyah (Lulus 2005)

S1 IAIN Walisongo Semarang 2005 - 2011

Non formal : Komputer

Pengalaman Organisasi :

Sekretaris TSC Tahun 2007

Pengurus PMII Rayon Tarbiyah Tahun 2007

Sekretaris MPM Tarbiyah Tahun 2008

Pengurus PMII komisariat Walisongo Semarang Tahun 2008

Pengurus DEMA IAIN Walisongo Semarang Tahun 2009

Pengurus LABIBA Tahun 2005- 2011

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Semarang, 19 Juni 2011

Ahmad Munif

NIM : 053111139