Komplikasi Transfusi Masif
-
Upload
andriarieskaw -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
Transcript of Komplikasi Transfusi Masif
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
1/14
Komplikasi Transfusi Masif
Transfusi masif (Massive Transfusion, MT) adalah pengobatan syok
perdarahan, namun memiliki komplikasi yang jelas. Dengan trias yang mempunyairasio kematian yang tinggi yaitu asidosis, hipotermi, dan koagulopati terkait MT.
Komplikasi lainnya meliputi hipotermi, gangguan asam basa, abnormalitas elektrolit
(hipokalsemi, hipomagnesemi, hipokalemi, hiperkalemi), toksisitas sitrat, dan
transfusion associated acute lung injury (TRALI). Transfusi darah pada trauma,
pembedahan, dan perawatan kritis telah diidentifikasi sebagai prediktor independen
dari multiple organ failure (MOF), systemic inflammatory response syndrome (SIRS),
peningkatan infeksi, dan peningkatan kematian di beberapa studi. Setelah kontrol
definitif perdarahan telah ditetapkan, pendekatan ketat untuk transfusi darah harusditerapkan untuk meminimalkan komplikasi lebih lanjut.
Transfusi masif (Massive Transfusion, MT) adalah pengobatan syok
perdarahan namun berhubungan dengan komplikasi yang banyak dan jelas. Kami
meninjau kemungkinan komplikasi dan manajemen hal tersebut, terutama karena
mereka berhubungan dengan MT pada pasien trauma.
Komplikasi MT
Ada banyak masalah yang berhubungan dengan MT, termasuk infeksi,
imunologi, dan komplikasi fisiologis yang berhubungan dengan pengumpulan,
pengujian, pemeliharaan, dan penyimpanan produk darah (Tabel 1). Dokter harus
menyadari komplikasi dan strategi baik untuk mencegah dan mengobati hal ini.
Risiko kumulatif dari transfusi darah terkait dengan jumlah unit kemasan sel darah
merah (PRBC) yang ditransfusikan, waktu penyimpanan darah, dan leukosit donor.
Sejumlah mekanisme potensial yang mungkin memediasi pengaruh merugikan yang
terkait dengan transfusi darah pada trauma yang telah diajukan. 1-3 Data ini
mengarah pada beberapa kesimpulan bahwa transfusi darah harus diminimalkan
sebisa mungkin. 4
Trias Letal : Asidosis, Hipotermi, dan Koagulopati.
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
2/14
Perdarahan yang tidak terkendali pada akhirnya dapat mengakibatkan
hipotermi, koagulopati, dan asidosis. 5 Masing-masing kelainan tersebut dapat
memperburuk keadaan yang lain, berkontribusi pada siklus spiral, terkadang disebut
bloody vicious sysle, yang dengan cepat menyebabkan kematian kecuali jikaperdarahan dihentikan dan kelainan-kelainan tersebut diperbaiki. 6-8 Sejumlah
strategi, termasuk kontrol definitif awal perdarahan, resusitasi darah, dan
pengobatan yang lebih agresif dari koagulopati dan defek hemostatik, semuanya
telah dilaksanakan dalam upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup dengan
MT.
Hipotermi dan MT
Hipotermia sering terjadi pada pasien dengan syok hemoragik yang
membutuhkan MT. Pada pasien trauma ada beberapa faktor yang berkontribusi
terhadap hipotermia, termasuk paparan, infus cairan dingin dan produk darah,
pembukaan rongga tubuh, penurunan produksi panas, dan kontrol thermoregulatory
Table 1Complications Associated With Massive
Blood Transfusion
Acute
Acute hemolytic transfusion reactionsFebrile nonhemolytic transfusion reactionsTRALITACOAllergic reactionsBacterial sepsisHypocalcemiaHypokalemia, hyperkalemiaAcidosisHypothermiaDilutional coagulopathyDilutional thrombocytopenia
Delayed
Delayed hemolytic transfusion reactionsTRIMMicrochimerismTransfusion-transmitted diseasesPosttransfusion graft-vs-host diseasePosttransfusion purpura
TACO = transfusion-associated circulatory overload; TRALI =transfusion-related acute lung injury; TRIM = transfusion-relatedimmunomodulation.
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
3/14
terganggu. Infus cairan IV unwarmed atau tidak hangat dan produk darah dingin
merupakan penyebab terkenal dari hipotermia dan dapat menyebabkan beberapa
konsekuensi yang merugikan hipotermia, seperti vasokonstriksi perifer, asidosis
metabolik, koagulopati, infeksi, dan morbiditas jantung dan lainnya. Produk darahbiasanya disimpan antara 1 C dan 6 C, dan transfusi yang cepat dalam jumlah
besar akan menyebabkan hipotermia. Hipotermia adalah terkait dengan sejumlah
komplikasi serius termasuk, namun tidak terbatas pada:
1. Penurunan metabolisme sitrat
2. Penurunan metabolisme hepatik
3. Penurunan bersihan obat
4. Penurunan sintesis protein fase akut
5. Penurunan produksi faktor pembekuanHipotermia memiliki efek signifikan pada kaskade koagulasi. Ada
pengurangan 10% dalam aktivitas faktor koagulasi untuk setiap penurunan 1 C
pada suhu, 9yang memperpanjang waktu pembekuan pada suhu di bawah 33 C. 10
Hipotermia menghasilkan suatu penurunan kemampuan untuk membentuk bekuan
yang stabil, yang penting pada pasien trauma dengan perdarahan. Namun, dokter
mungkin meremehkan efek dari hipotermia pada aktivitas faktor koagulasi in vivo
karena waktu prothrombin dan tes waktu parsial tromboplastin teraktivasi dilakukan
pada 37 C. 11, 12Hipotermia dapat dihindari pada pasien yang membutuhkan MT
oleh:
Meninggikan suhu kamar
Permukaan pemanasan pasien dengan selimut pemanas, pemanas lampu
Menggunakan gas inspirasi yang dipanaskan dan dilembabkan untuk
ventilator
Menggunakan penghangat darah dan cairan untuk semua cairan yang
diberikan 13
Koagulopati dan Trombositopeni Terkait dengan MT
Sejumlah kelainan hemostatik berkembang pada pasien yang membutuhkan
transfusi PRBC masif, termasuk koagulopati pengenceran dan konsumtif dan
trombositopenia. 14 Gangguan hemostasis pada pasien ini sering disebabkan oleh
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
4/14
kombinasi pengenceran dan konsumsi faktor pembekuan dan hyperfibrinolisis.
Defek koagulasi terkait dengan volume total darah yang ditransfusikan, kelainan
hemostatik yang sudah ada sebelumnya, dan manuver terapi untuk berhentinya
perdarahan. Sejumlah tes skrining telah digunakan untuk memeriksa defekkoagulasi dan hemostasis terlihat bersama MT, termasuk waktu protrombin / waktu
tromboplastin parsial, waktu trombin, jumlah trombosit, fibrinogen, dan haptoglobin
serum untuk menentukan bukti hemolisis.
Kita tahu bahwa 25% sampai 30% dari pasien terluka parah yang
koagulopatik setibanya di UGD. 15, 16Koagulopati dini dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas pada trauma. 17, 18Sebuah studi penting 19menegaskan bahwa 75% dari
pasien yang telah menerima 20 atau lebih RBC-produk yang mengandung apapun
(PRBC, cellsaver unit, atau darah utuh) memiliki trombositopenia pengencerandengan jumlah trombosit kurang dari 50 x 10 9 / L dibandingkan dengan tidak ada
pasien yang telah menerima kurang dari 20 unit darah (P, .001). Setelah transfusi 12
unit produk sel darah merah yang bebas plasma relatif (PRBCs atau sel-saver unit),
100% pasien memiliki waktu prothrombin prolong oleh lebih dari 1,5 kali normal,
dibandingkan dengan hanya 36% pada pasien yang diberikan kurang dari 12 unit (P
5 0,012). Walaupun waktu protrombin adalah indikator buruk kecenderungan
pendarahan dan kekurangan faktor koagulasi, data ini menegaskan bahwa pasien
MT yang menerima sel darah merah saja mengembangkan trombositopenia
signifikan dan koagulopati dan diperlukan faktor koagulasi dan penggantian
trombosit.
Hal ini jelas diakui bahwa faktor-faktor pembekuan labil V dan VIII memburuk
dengan waktu penyimpanan darah. Selain itu, MT dengan PRBC saja menyebabkan
koagulopati pengenceran, sedangkan perdarahan masif menyebabkan koagulopati
konsumtif. Gangguan hemostatik yang mendasari juga berkontribusi terhadap
kelainan koagulasi, termasuk penyakit hati, penggunaan obat warfarin dan
antiplatelet, dan koagulasi intravaskular diseminata, yang sering terjadi pada pasien
trauma baik karena cedera jaringan hancur atau fokus septik.
Kemampuan transfusi untuk mempertahankan konsentrasi yang normal
PRBCs, trombosit, dan faktor koagulasi menghilang sebagai kemajuan pendarahan.
20 Hal ini terjadi karena proses standar membuat komponen (unit terpisah dari
PRBC, trombosit, dan plasma beku segar [FFP]) dari hasil seluruh darah pada
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
5/14
hilangnya trombosit dan dilusi dari semua komponen dengan bahan pengawet. Oleh
karena itu, mengkombinasikan komponen (1 unit setiap PRBCs, trombosit, dan FFP)
tidak menghasilkan produk yang setara dengan seluruh darah. Hematokrit rata-rata
campuran 1 unit PRBC , 1 unit trombosit, dan 1 unit plasma adalah 29% (200 mlPRBC dalam 680 ml ), sedangkan jumlah trombosit rata-rata adalah sekitar 85.000 /
m L (5,5 x 10 10 trombosit dalam 680 mL), dan aktivitas faktor koagulasi rata-rata
adalah 62% dari normal (300 ml plasma dalam 480 mL cairan acellular). Sel
nonviable, sel darah, dan kerugian plasma dalam membuat produk leukoreduced,
kehilangan darah yang sedang berlangsung, faktor pembekuan, dan konsumsi
trombosit, dan pemberian caiaran kristaloid isotonik lainnya hanya memperburuk
situasi terkait koagulopati pengenceran dan trombositopenia.
Hemodilusi tak terelakkan ketika memberikan terapi darah komponentertentu, bahkan dalam rasio yang umum digunakan 1:1:1 PRBC:plasma:trombosit.
Tabel 2 membandingkan seluruh darah (500 ml) dengan terapi komponen dengan
PRBC, trombosit, dan FFP (660 ml), mendokumentasikan konsentrasi hemoglobin
berkurang secara signifikan dan penurunan jumlah trombosit dan aktivitas koagulasi
dibandingkan dengan seluruh darah.
Jadi, perdarahan masif dipotensiasi oleh hemoterapi diinduksi hemodilusi
dan koagulopati. Ini adalah bagian dari alasan bahwa jumlah (peningkatan
hemodilusi) dan usia (peningkatan jumlah sel nonviable) unit transfusi PRBC
berkorelasi dengan kematian. 21 Ini juga mengapa metode yang lebih baik untuk
kontrol perdarahan dipandang sebagai begitu penting bagi pengurangan lebih lanjut
dalam kematian pasien trauma. Manajemen koagulopati setelah MT sebagian besar
didorong oleh pendapat ahli. Sebuah survei internasional baru-baru ini praktek klinis
dalam pengelolaan koagulopati pada trauma diidentifikasi signifikan regional serta
variabilitas kelembagaan dan sangat sedikit protokol MT khusus membahas
masalah pengobatan awal koagulopati. 22
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
6/14
Awal Koagulopati Trauma dan Mekanisme
Di masa lalu, koagulopati terkait dengan trauma sebagian besar dipandang
sebagai peristiwa pengenceran. 23 Hari ini, koagulopati pasca trauma tampaknya
menjadi hasil dari efek keparahan cedera, kehilangan darah, deplesi faktor,
fibrinolisis, hipotermi, hipokalsemi, asidosis, dan respon individu biologis pasien baik
luka trauma dan pengobatan. 24 - 26 Identifikasi awal dan pengelolaan koagulopati
dapat membantu untuk mengontrol perdarahan yang lebih baik dan mungkin
merupakan langkah kunci dalam mengurangi kematian terkait dengan cedera
traumatis. 27
Bukti terbaru menunjukkan bahwa koagulopati endogen akut (sebelum
deplesi faktor pembekuan) hadir tak lama setelah cedera (Gambar 1). 25, 28
Koagulopati akut ini berhubungan dengan hipoperfusi sistemik dan ditandai oleh
antikoagulasi dan hyperfibrinolysis. 29 Baru-baru ini telah diidentifikasi bahwa
koagulopati traumatis awal hanya terjadi saat munculnya hipoperfusi jaringan dan
tampaknya terjadi tanpa konsumsi yang signifikan dari faktor-faktor koagulasi.
Perubahan dalam jalur C thrombomodulinprotein konsisten dengan aktivasi protein
C teraktivasi dan antikoagulan sistemik. Penerimaan kadar plasma thrombomodulin
dan protein C adalah prediksi hasil klinis mengikuti trauma besar. 25, 30
Table 2Whole Blood Composition Compared With
Component Therapy
Whole Blood (500 mL) Component Therapy (660 mL)
Hematocrit 38%-50% 1 unit PRBC 5 335 mL with hematocrit 55%
Platelets 150-400 K/ m L 1 unit platelets 5 50 mL with 5.5 3 10 10
platelets
Plasma coagulation factors 5 100% 1 unit plasma 5 275 mL with 80% of the
coagulation activity compared with whole blood
Thus, 1 unit PRBCs 1 1 unit platelets 1 1 unit FFP 5 660 mL with
hematocrit 29%, platelets 88 K/ m L, and coagulation activity 65% compared
with whole blood. PRBC 5 acked red blood cells.
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
7/14
Gambar 1. Diagram menunjukkan beberapa mekanisme yang menyebabkan
koagulopati pada perlukaan. Trauma dapat menyebabkan perdarahan, yang dapat
mengarah pada resusitasi, yang pada gilirannya menyebabkan pengenceran dan
menyebabkan hipotermia koagulopati dan perdarahan lebih lanjut. Ini adalahpengenceran koagulopati klasik. Perdarahan juga dapat menyebabkan syok, yang
menyebabkan asidosis dan hipotermia, yang pada gilirannya menyebabkan
koagulopati, tiga serangkai yang fatal. Trauma dan shock juga dapat menyebabkan
ACoTS terkait dengan konsumsi faktor dan fibrinolisis. Koagulopati lebih lanjut
terkait dengan trauma-yang diinduksi inlfamasi dan dimodifikasi oleh genetik, obat-
obatan, dan penyakit yang diperoleh. AcoTS = koagulopati akut dari trauma-shock.
(Dicetak ulang dengan izin dari Hess et al. 28)
Informasi baru ini memiliki implikasi penting, karena saat ini manajemen
koagulopati traumatis hampir seluruhnya diarahkan pada memperbanyak generasi
trombin dengan terapi darah komponen atau VIIA faktor rekombinan. Namun, jika
kekacauan utama dalam koagulopati awal berkaitan dengan hipoperfusi
mengakibatkan antikoagulasi dari aktivasi dari jalur C thrombomodulin protein,
augmentasi generasi trombin dengan adanya hipoperfusi dapat menyebabkan
aktivasi lebih lanjut dari jalur antikoagulan dan fibrinolitik. Selanjutnya, sekali protein
C habis, peningkatan pembentukan trombin lebih lanjut dapat menyebabkan
pembentukan gumpalan dalam jaringan hipoperfusi, trombosis mikrovaskuler, dan
disfungsi organ dan kegagalan berikutnya.
Abnormalitas Elektrolit
Hipokalemi, Hiperkalemi
Konsentrasi kalium plasma meningkat dalam darah yang disimpan.
Konsentrasi kalium dalam PRBCs dapat berkisar 7-77 mEq / L dengan konsentrasi
yang lebih tinggi terlihat dengan peningkatan durasi penyimpanan PRBC. 31 Ini
terjadi karena membran sel darah merah pompa ATPase inaktivasi. Konsentrasi
kalium dari unit PRBC meningkat dengan iradiasi dan dikurangi dengan mencuci.
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
8/14
Setelah infus darah yang disimpan, pompa ATPase dipulihkan, dan sel darah merah
mulai metabolisme aktif dan pengambilan kalium intraseluler.
Masalah klinis yang terkait dengan hiperkalemia karena MT adalah kurang
umum pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak dan neonatus.Menariknya, 38,5% dari pasien trauma yang ditransfusi (noncrush) memiliki kalium
serum > 5,5 mEq / L dengan maksimal 7,7 mEq / L dibandingkan dengan 2,9% dari
pasien nontransfused. Transfusi > 7 unit PRBC secara independen terkait dengan
hiperkalemia. Tidak ada gejala sisa klinis hiperkalemia dilaporkan. 32 Studi lain
mencatat bahwa prevalensi hiperkalemia 12 jam setelah masuk ICU untuk trauma
adalah 29% dan secara independen terkait dengan kalium serum > 4,0 mEq / L di
UGD dan dengan transfusi darah. 33
Hiperkalemi biasanya dikaitkan dengan pasien yang memiliki dasarinsufisiensi ginjal atau gagal ginjal atau cedera jaringan parah, termasuk
rhabdomyolysis dan myonecrosis. Ketika tingkat transfusi darah melebihi 100
sampai 150 ml / menit, hiperkalemia transien jauh lebih umum. Transfusi cepat
melalui kateter vena sentral telah dikaitkan dengan serangan jantung hiperkalemi
dalam populasi rentan, termasuk orang dewasa yang sakit kritis. 31 Hipokalemia
telah terlihat dengan MT di lebih dari 50% pasien dalam dua studi pasien bedah. 34,
35 Selain itu, hipokalemia terlihat pada 72% pasien transplantasi hati anak-anak dan
dikaitkan dengan besar volume FFP administrasi dan fungsi ginjal normal. 36
Namun, fenomena tersebut belum diteliti dalam populasi trauma. Hipokalemia terjadi
sekunder menjadi multi mekanisme:
Restorasi pompa ATPase membran sel merah sehingga memungkinkan kalium
untuk kembali masuk ke dalam sel merah 37
Pelepasan aldosteron, hormon antidiuretik, katekolamin
Alkalosis metabolik (yang dihasilkan dari administrasi sitrat, menurunkan kalium
serum)
Larutan ko-infus miskin kalium, termasuk kristaloid, trombosit, dan FFP
Konsentrasi kalium plasma harus dimonitor pada pasien yang membutuhkan MT.
Hipokalsemi, Hipomagnesemi
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
9/14
Darah yang disimpan adalah antikoagulan dengan sitrat, yang mengikat
kalsium. Setiap unit PRBCs berisi sekitar 3 g sitrat. Liver dewasa yang sehat
memetabolisme 3 g sitrat setiap 5 menit. 38.Transfusi tingkat lebih tinggi dari 1 unit
setiap 5 menit atau fungsi hati terganggu, seperti pada hipotermi atau penyakit hatiyang sudah ada sebelumnya, 39 dapat menyebabkan hipokalsemi terkait dengan
toksisitas sitrat, sitrat dengan konsentrasi 40-140 kali normal. 40 Oleh karena itu
penting untuk sering memantau konsentrasi kalsium darah arteri terionisasi dan
menjaga mereka dalam rentang normal. Jumlah total konsentrasi kalsium serum
tidak berguna pada pasien yang membutuhkan MT karena hemodilusi yang terjadi
dengan resusitasi masif.
Tanda-tanda toksisitas sitrat termasuk tetani, interval QT yang memanjang,
penurunan kontraktilitas miokard, hipotensi, tekanan nadi sempit, peningkatantekanan ventrikel kiri enddiastolic, dan peningkatan tekanan vena sentral. 41 Pasien-
pasien ini dapat mengembangkan hipokalsemi berat sehingga tanda-tanda klinis,
seperti:
Interval QT memanjang pada elektrokardiogram
Depresi peredaran darah karena kontraktilitas ventrikel menurun
Hipotensikarena penurunan resistensi pembuluh darah perifer
Otot tremor
Aktivitas listrik pulseless, fibrilasi ventrikel mungkin terjadi
Pemberian kalsium intravena adalah pengobatan yang tepat tanda-tanda
klinis dan gejala hipokalsemi atau hipokalsemi terionisasi yang terdata. Adalah
penting untuk mengenali perbedaan dalam unsur kalsium bahwa kalsium klorida dan
kalsium glukonat menyediakan (Tabel 3). 42 Seperti unsur kalsium diganti secara
intravena, penting untuk terus memantau konsentrasi kalsium terionisasi arteri.
Interval QT memanjang selama MT juga mungkin berhubungan dengan
hipomagnesemi, dan karena itu baik kalsium darah dan konsentrasi magnesium
harus dipantau selama MT. Rendahnya tingkat magnesium selama MT dapat terjadi
karena infus volume besar dari cairan miskin magnesium serta pengikatan
magnesium sitrat. 43
Asidosis dan Alkalosis
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
10/14
Penyimpanan darah di sitrat fosfat larutan dekstrosa adenin mengarah pada
pH 7,0 unit PRBC yang paling segar. PH darah menurun menjadi 6,6-6,8 dengan
penyimpanan selama 21 sampai 35 hari, sebagian terkait dengan konsentrasi CO 2
meningkat. 44 Sebagaimana sitrat dimetabolisme untuk bikarbonat, adalah umumbahwa pasien yang membutuhkan MT sering mengembangkan alkalosis metabolik.
Oleh karena itu adanya asidosis metabolik pada pasien yang membutuhkan MT
adalah indikator hipoperfusi jaringan dan tidak berhubungan dengan pemberian
produk darah. Tindakan resusitasi agresif harus dilanjutkan pada pasien ini.
Pembalikan asidosis dengan agen zat basa (natrium bikarbonat, trometamin) pada
pasien ini harus digunakan sebagai ukuran sementara pada pasien dengan
metabolik asidosis berat dan ketidakstabilan hemodinamik atau dengan disfungsi
ginjal atau gagal ginjal, dan karena ketidakmampuan untuk mengkompensasiasidosis metabolik . Restorasi perfusi jaringan yang memadai sangat penting untuk
membalik setiap asidosis laktat yang mendasari.
Asidosis, bagaimanapun, mungkin memperburuk koagulopati. Faktor
pembekuan merupakan enzim yang aktivitasnya terganggu oleh asidemia, misalnya,
penurunan pH 7,4-7,0 mengurangi aktivitas faktor VIIA oleh lebih dari 90%, faktor
VIIA / jaringan kompleks faktor dengan 55%, dan faktor Xa / faktor Va
(prothrombinase) kompleks dengan 70%. 45 Thrombin generasi, mesin utama dari
hemostasis, sangat dihambat oleh asidosis. 46 Efek asidosis terhadap pembekuan
telah diukur oleh thromboelastography, yang mengungkapkan gangguan progresif
hingga 168% dari tingkat kontrol dalam tingkat pembentukan bekuan dan
polimerisasi dengan penurunan pH dari 7,4 menjadi 6,8. 47
Sebuah penurunan penting dari hemostasis muncul dengan asidosis
metabolik berat. Jadi, dalam kasus-kasus perdarahan yang parah, buffering
terhadap nilai-nilai pH fisiologis (pH arteri 7,2) dianjurkan, terutama dengan
transfusi masif sel darah merah tua menampilkan kelelahan sistem buffer RBC. 5
Pasien dengan gagal hati yang memerlukan transfusi masif dapat mewujudkan
suatu asidosis metabolik yang lebih parah dan sulit untuk mengobati karena mereka
tidak memetabolisme laktat, juga tidak mengkonversi sitrat dalam produk darah ke
bikarbonat. Liver terganggu juga dapat menghasilkan laktat, sehingga menambah
masalah. 48
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
11/14
Transfusi Darah dan Postinjury Multiple Organ Failure
Transfusi darah pertama kali diidentifikasi sebagai faktor risiko independen
untuk kegagalan organ multiple (MOF) dalam studi tunggal institusi 3 tahun (n = 394)yang bertujuan menemukan model prediktif untuk postinjury MOF. 49Trauma pasien
(n = 394) dengan Injury Severity Score (ISS) > 15 dan kelangsungan hidup > 24 jam
diperiksa. Variabel-variabel berikut telah diidentifikasi sebagai prediktor independen
awal MOF: usia. 55 tahun, ISS 25, dan > 6 unit PRBC pada 12 jam pertama
postinjury. Selain itu, defisit dasar > 8 mEq / L (0-12 jam) dan laktat > 2,5 mmol / L
(12-24 jam) adalah prediktor independen dari MOF.
Sebuah penelitian prospektif berikutnya oleh kelompok ini menegaskan
bahwa transfusi darah merupakan faktor risiko independen postinjury MOF (513pasien trauma dengan ISS > 15 dirawat di ICU yang selamat > 48 jam), mengontrol
indeks syok yang lain, termasuk defisit dasar dan laktat . 50Hubungan dosis-respon
antara transfusi darah awal dan postinjury MOF telah diidentifikasi dan transfusi
darah telah dikonfirmasi sebagai faktor risiko independen untuk MOF dalam analisis
logistik regresi berganda.
Transfusi Darah dan SIRS
Transfusi darah pada trauma dikaitkan dengan peningkatan insiden sindrom
respon inflamasi sistemik (SIRS) (didefinisikan sebagai skor SIRS 2 51) dalam studi
tunggal-institusi (n 5 7602). 52 Transfusi darah dan volume total peningkatan
transfusi darah dikaitkan dengan SIRS, masuk ICU, dan kematian pada pasien
trauma dengan analisis regresi multinomial logistik, setelah kation stratifi untuk ISS,
Glasgow Coma Scale (GCS) skor, dan usia. Pasien trauma yang ditransfusi
meningkat dua sampai enam kali lipat dalam SIRS dan peningkatan lebih dari empat
kali lipat masuk ICU (rasio odds [OR], 4,62; 95% CI, 3,84-5,55) dan mortalitas (OR,
4,23; 95% CI, 3,07-5,84) dibandingkan dengan pasien nontransfused. Pasien yang
ditransfusi secara signifikan lebih lama tinggal di rumah sakit (LOS) (16,8 vs 9,9 hari)
dan ICU LOS (14,5 vs 2,5 hari) dibandingkan dengan pasien nontransfused.
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
12/14
Studi lain observasional prospektif dikonfirmasi dengan analisis regresi
logistik bahwa transfusi. 4 unit darah merupakan faktor risiko independen untuk
SIRS pada pasien kritis terluka dan strategi dianjurkan untuk membatasi transfusi
darah pada populasi ini.
53
Sebagai konsekuensi dari posttraumatic SIRS adalahinduksi anemia pasca trauma. 54 Trauma yang disebabkan gangguan fungsi
hiperinflamasi menyebabkan sumsum tulang dengan cara respon eritropoietin
tumpul dan gangguan eritropoiesis, ketersediaan besi berkurang, penindasan dan
egress sel progenitor erythroid, dan mengurangi kelangsungan hidup RBC. Dengan
demikian, memburuknya SIRS oleh "second hit" melalui transfusi darah harus
dihindari jika mungkin. 55
Transfusi Darah dan Mortalitas
Transfusi darah dalam 24 jam pertama postinjury telah dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas. Satu penelitian besar 15.534 pasien diperiksa lebih dari 3
tahun dan dikendalikan untuk semua variabel perancu potensial kejutan (termasuk
defisit dasar, laktat serum, dan indeks kejutan [denyut jantung / tekanan darah
sistolik]) pada masuk, serta stratifikasi menurut usia, ras gender, GCS, dan ISS. 56
Transfusi darah adalah prediktor mortalitas independen yang kuat (OR, 2,83; 95%
CI, 1,82-4,40, P, .001), masuk ICU (OR, 3,27; 95% CI, 2,69-3,99, P, .001), ICU LOS
(P, .001), dan ketika dikelompokkan berdasarkan indeks syok (basis defisit, laktat
serum, indeks syok, dan anemia) dan rumah sakit LOS (P, .001) Penerimaan
anemia (hematokrit, 36%) merupakan prediktor independen masuk ICU (P = 0,008),
ICU LOS (P = 012), dan rumah sakit LOS (P < .001). Sebuah studi berikutnya oleh
kelompok ini menegaskan data registri trauma dengan data bank darah dan
digambarkan bahwa hubungan transfusi darah dan mortalitas lebih tinggi (OR, 4,13
vs OR 3.10) ketika pasien yang ditransfusi awal (< 24 jam) setelah cedera
dibandingkan dengan > 24 jam postinjury. 57
Sebuah tinjauan retrospektif tunggalinstitusi 4-tahun dari semua orang
dewasa dengan trauma hati tumpul dan / atau limpa tingkat I trauma center 58yang
terdata bahwa transfusi merupakan prediktor mortalitas independen pada semua
pasien (OR, 4,75; 95% CI, 1,37-16,4; P = 0,014) dan yang dikelola nonoperatively
(OR, 8,45; 95% CI, 1,95-36,53, P = 0,0043) setelah mengendalikan indeks shock
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
13/14
dan keparahan cedera. Risiko kematian meningkat dengan setiap unit PRBC yang
ditransfusi (OR per unit, 1,16; 95% CI, 1,10-1,24). Risiko kematian terkait transfusi
adalah tertinggi di pasien yang dikelola nonoperatively.
Studi retrospektif institusi tunggal lain meneliti interaksi antara usia pasien,volume transfusi PRBC, dan kematian setelah cedera dalam review retrospektif 6-
tahun terhadap 1.312 pasien yang menerima PRBC postinjury (1028 [78%] 55
tahun dan 284 [22% ] > 55 tahun). 59Secara keseluruhan mortalitas 21,2%. Umur,
ISS, GCS, dan volume transfusi PRBC adalah prediktor mortalitas independen.
Rata-rata volume transfusi PRBC untuk lansia yang bertahan hidup (4,6 unit) adalah
secara signifikan kurang dari korban yang lebih muda (6,7 unit). Tidak ada pasien
yang lebih tua dari 75 tahun dengan volume transfusi PRBC. > 12 unit bertahan
hidup. Studi ini mencatat bahwa usia dan volume transfusi PRBC dikaitkan denganpeningkatan mortalitas setelah trauma. Sebuah studi institusi tunggal 5 tahun
menegaskan bahwa tanda-tanda hemoglobin rendah, protrombin abnormal dan
waktu tromboplastin parsial, dan fisiologis syok (tekanan darah sistolik rendah dan
peningkatan defisit basa) adalah prediktor mortalita independen pada trauma. 60
Saat ini, pengobatan hanya tersedia untuk syok hemoragik pada pasien trauma
adalah transfusi sel darah merah yang disimpan.
Transfusi darah juga dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada pasien
sakit kritis lainnya dalam dua studi besar multisenter prospektif menghitung kejadian
anemia dan penggunaan transfusi RBC di ICU. 61, 62 Sebuah tinjauan sistematis
terbaru dari efikasi transfusi PRBC pada pasien sakit kritis mengidentifikasi 45 studi
observasi yang terdiri dari 272.596 pasien. Dalam 42 dari 45 studi, risiko transfusi
PRBC melebihi manfaat, risiko itu netral dalam dua studi dengan manfaat melebihi
risiko dalam subkelompok studi tunggal (pasien usia lanjut dengan infark miokard
akut dan hematokrit, 30% ). Para penulis menyimpulkan bahwa risiko dan manfaat
dari transfusi PRBC harus dinilai pada setiap pasien sebelum transfusi. 63
Transfusi Darah dan Infeksi
Imunosupresi merupakan konsekuensi transfusi darah alogenik pada
manusia. 64 Mekanisme yang tepat yang mendasari transfusi terkait
immunomodulation (TRIM) tetap tidak menentu, tetapi mencakup
-
7/24/2019 Komplikasi Transfusi Masif
14/14
transfusionassociated microchimerism (TA-MC), dimana populasi kecil dari leukosit
donor alogenik dari donor darah tertanam pada penerima transfusi dan bertahan
selama bertahun-tahun dan dekade. 65Ada engraftment dari sel-sel hematopoietik
donor induk pada pasien transfusionrecipient yang kemudian mengembangkanmicrochimerism. TA-MC tampaknya umum (mempengaruhi sekitar 10% dari pasien
cedera yang ditransfusi), bertahan (berlangsung bertahun-tahun sampai berpuluh-
puluh tahun), dan pronounced (melibatkan sampai 5% dari leukosit yang beredar
dan beberapa garis keturunan immunophenotypic sugestif engraftment
hematopoietik). Studi lebih lanjut dari TA-MC mungkin mengungkapkan informasi
penting tentang konsekuensi klinis yang potensial dari TA-MC, serta proses
hematologi dan imunologi dasar. TRIM dapat bermanifestasi sebagai risiko
berpotensi meningkatnya kekambuhan kanker setelah operasi berpotensi kuratif
66
serta peningkatan frekuensi infeksi bakteri pasca operasi. 67